Bagikan Artikel Ini!
Pengabdian Suci Bhakti
12.1
Arjuna
uvāca
evaḿ
satata-yuktā ye
bhaktās
tvāḿ paryupāsate
ye
cāpy akṣaram avyaktaḿ
teṣāḿ
ke yoga-vittamāḥ
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; evam—demikian; satata—selalu; yuktaḥ—tekun;
ye—orang yang; bhaktaḥ—para penyembah; tvām—Anda; paryupāsate—menyembah
dengan sebenarnya; ye—orang yang; ca—juga; api—lagi; akṣaram—di
luar indera-indera; avyaktam—yang tidak terwujud; teṣām—dari
mereka; ke—siapa; yoga-vit-tamāḥ—paling sempurna dalam
pengetahuan yoga.
Terjemahan
Arjuna bertanya: Yang mana dianggap
lebih sempurna: orang yang selalu tekun dalam bhakti kepada Anda dengan cara
yang benar ataukah orang yang menyembah Brahman, yang tidak bersifat pribadi
dan tidak terwujud?
Penjelasan
Sekarang Krishna sudah menjelaskan
tentang yang bersifat pribadi, yang tidak bersifat pribadi, bentuk semesta dan
Beliau sudah menguraikan segala jenis penyembah dan yogi. Pada umumnya, para
rohaniwan yang berusaha melampaui hal-hal duniawi dapat dibagi menjadi dua
golongan. Yang satu adalah orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, dan
yang lain adalah yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Seorang penyembah yang
mengakui bentuk pribadi Tuhan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala tenaganya. Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi juga tekun, tidak
secara langsung dalam pengabdian kepada Krishna, tetapi dalam semadi pada
Brahman yang tidak bersifat pribadi, atau yang tidak terwujud.
Dalam bab ini kita
menemukan bahwa di antara berbagai proses untuk menginsafi Kebenaran Mutlak,
bhakti-yoga, pengabdian dalam bhakti adalah yang tertinggi. Kalau seseorang
sungguh-sungguh ingin mengadakan hubungan dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, maka ia harus melakukan bhakti.
Orang yang menyembah
Tuhan Yang Maha Esa secara langsung melalui bhakti disebut orang yang mengakui
bentuk pribadi Tuhan. Orang yang menekuni semadi kepada Brahman yang tidak
bersifat pribadi disebut orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan. Di
sini Arjuna bertanya kedudukan mana yang lebih baik. Ada berbagai cara untuk
menginsafi Kebenaran Mutlak, tetapi dalam bab ini Krishna menunjukkan bahwa
bhakti-yoga, atau bhakti kepada Krishna adalah cara tertinggi. Cara bhakti
adalah cara yang paling langsung, dan cara paling mudah untuk mengadakan
hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Bab Dua dari
Bhagavad-gita, Tuhan Yang Maha Esa menjelaskan bahwa makhluk hidup bukan badan
jasmani; makhluk hidup adalah bunga api rohani. Kebenaran Mutlak adalah
keseluruhan rohani. Dalam Bab Tujuh Krishna berbicara tentang makhluk hidup
sebagai bagian dari keseluruhan yang paling utama yang mempunyai sifat yang
sama seperti keseluruhan yang paling utama itu. Krishna menganjurkan supaya
makhluk hidup mengalihkan perhatiannya sepenuhnya kepada keseluruhan itu.
Kemudian sekali lagi dalam Bab Delapan dinyatakan bahwa siapapun yang berpikir
tentang Krishna pada saat meninggalkan badannya segera dipindahkan ke angkasa
rohani, ketempat tinggal Krishna. Pada akhir Bab Enam, Krishna menyatakan
dengan jelas bahwa di antara semua yogi, orang yang selalu berpikir tentang
Krishna di dalam hatinya adalah yogi yang paling sempurna. Dalam hampir setiap
bab, kesimpulan ialah bahwa orang sebaiknya terikat pada bentuk pribadi
Krishna, sebab itulah keinsafan rohani yang tertinggi.
Walaupun demikian, ada
orang yang tidak terikat pada bentuk pribadi Krishna. Mereka begitu teguh dalam
melepaskan ikatan sehingga dalam menyusun tafsiran Bhagavad-gita mereka ingin
mengalihkan perhatian orang ke hal-hal selain Krishna dan memindahkan segala
bhakti kepada brahmajyoti yang tidak bersifat pribadi. Mereka lebih suka
bersemadi pada bentuk Kebenaran Mutlak yang tidak bersifat pribadi, yang berada
di luar jangkauan indera-indera yang tidak terwujud.
Jadi, sebenarnya ada dua
golongan rohaniwan. Sekarang Arjuna sedang berusaha menyelesaikan pertanyaan
tentang proses mana yang lebih mudah dan golongan mana yang paling sempurna.
Dengan kata lain, Arjuna memperjelas kedudukannya sendiri karena dia terikat
pada bentuk pribadi Krishna. Dia tidak terikat pada Brahman yang tidak bersifat
pribadi. Arjuna ingin mengetahui apakah kedudukannya aman. Manifestasi yang
tidak bersifat pribadi, baik di dunia material ini maupun di dunia rohani
tempat Tuhan Yang Maha Esa, merupakan masalah untuk semadi. Sebenarnya,
seseorang tidak dapat membayangkan aspek Kebenaran Mutlak yang tidak bersifat
pribadi dengan cara yang sempurna. Karena itu, Arjuna ingin berkata, Apa
gunanya membuang waktu seperti itu?" Dalam Bab Sebelas Arjuna mengalami
bahwa lebih baik seseorang terikat pada bentuk pribadi Krishna, sebab dengan
demikian ia dapat mengerti segala bentuk lainnya pada waktu yang sama dan tidak
ada gangguan terhadap cinta-bhaktinya kepada Krishna. Pertanyaan yang penting
ini yang diajukan kepada Krishna oleh Arjuna akan menjelaskan perbedaan antara
paham Kebenaran Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan paham yang
mengakui bentuk pribadi Tuhan.
12.2
śrī-bhagavān uvāca
mayy āveśya mano ye māḿ
nitya-yuktā upāsate
śraddhayā parayopetās
te me yuktatamā matāḥ
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda;
mayi—kepada-Ku;
āveśya—memusatkan;
manaḥ—pikiran;
ye—orang yang;
mām—Aku;
nitya—selalu;
yuktaḥ—tekun;
upāsate—menyembah;
śraddhayā—dengan
keyakinan;
parayā—rohani;
upetaḥ—dianugerahkan;
te—mereka;
me—oleh-Ku;
yukta-tamāḥ—paling sempurna dalam yoga;
mataḥ—dianggap.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Orang yang memusatkan pikirannya
pada bentuk pribadi-Ku dan selalu tekun menyembah-Ku dengan keyakinan besar
yang rohani dan melampaui hal-hal duniawi Aku anggap paling sempurna.
Penjelasan
Sebagai jawaban atas pertanyaan Arjuna, Krishna menyatakan dengan jelas
bahwa orang yang memusatkan perhatiannya pada bentuk pribadi Krishna dan
menyembah Krishna dengan keyakinan dan bhakti adalah orang yang paling sempurna
dalam yoga. Tidak ada kegiatan material bagi orang yang sadar akan Krishna
seperti itu, sebab segala sesuatu dilakukan demi Krishna. Seorang penyembah
yang murni senantiasa tekun seperti itu. Kadang-kadang ia memuji, kadang-kadang
ia mendengar atau membaca buku tentang Krishna, atau kadang-kadang dia masak
prasādam atau pergi ke pasar untuk membeli sesuatu untuk Krishna, kadang-kadang
dia membersihkan tempat sembahyang atau piring—dalam apapun yang dilakukannya,
ia tidak membiarkan sedetikpun berlalu tanpa mempersembahkan kegiatannya kepada
Krishna. Perbuatan seperti itu dilakukan dalam samadhi sepenuhnya.
12.3-4
ye tv akṣaram anirdeśyam
avyaktaḿ paryupāsate
sarvatra-gam acintyaḿ ca
kūṭa-stham acalaḿ dhruvam
sanniyamyendriya-grāmaḿ
sarvatra sama-buddhayaḥ
te prāpnuvanti mām eva
sarva-bhūta-hite ratāḥ
ye—orang yang;
tu—tetapi;
akṣaram—yang di luar
jangkauan indera-indera;
anirdeśyam—tidak tentu;
avyaktam—tidak
terwujud;
paryupāsate—tekun sepenuhnya dalam menyembah;
sarvatra-gam—berada
di mana-mana;
acintyam—tidak dapat dipahami;
ca—juga;
kūṭa-stham—tidak
pernah berubah;
acalam—tidak dapat dipindahkan;
dhruvam—mantap;
sanniyamya—mengendalikan;
indriya-grāmām—semua indera;
sarvatra—di mana-mana;
sama-buddhayaḥ—bersikap
yang sama;
te—mereka;
prāpnuvanti—mencapai;
mām—Aku;
evā—pasti;
sarva-bhūtahite—demi kesejahteraan semua makhluk hidup;
ratāḥ—sibuk.
Terjemahan
Tetapi orang yang sepenuhnya menyembah yang tidak terwujud, di luar
jangkauan indera-indera, yang berada di mana-mana, tidak dapat dipahami, tidak
pernah berubah, mantap dan tidak dapat dipindahkan—paham tentang Kebenaran
Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan—dengan mengendalikan
indera-indera, bersikap yang sama terhadap semua orang, dan sibuk demi
kesejahteraan semua orang, akhirnya mencapai kepada-Ku.
Penjelasan
Orang yang tidak menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, secara
langsung, tetapi berusaha mencapai tujuan yang sama melalui proses tidak
langsung, juga akhirnya mencapai tujuan yang sama yaitu, Sri Krishna. Sesudah
dilahirkan berulangkali, orang bijaksana berlindung dalam Diri-Ku, dengan
mengetahui, bahwa Vasudeva adalah segala sesuatu." Bila seseorang mencapai
pengetahuan yang lengkap sesudah dilahirkan berulangkali, ia menyerahkan diri
kepada Sri Krishna. Kalau seseorang mendekati Tuhan Yang Maha Esa dengan cara
yang disebut dalam ayat ini, ia harus mengendalikan indera-indera, mengabdikan
diri kepada semua orang dan menjadi sibuk demi kesejahteraan semua makhluk.
Diisyaratkan bahwa seseorang harus mendekati Sri Krishna, kalau tidak, tidak
ada keinsafan yang sempurna. Seringkali seseorang harus banyak bertapa sebelum
ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Krishna.
Untuk mengerti Roh Yang Utama di dalam roh yang
individual, seseorang harus menghentikan kegiatan indera-indera, yaitu melihat,
mendengar, merasa, bekerja dan sebagainya. Kemudian ia mengerti bahwa Roh Yang
Utama berada di mana-mana. Sesudah menginsafi kenyataan ini, seseorang tidak
iri kepada semua makhluk hidup manapun—ia tidak melihat perbedaan apapun antara
manusia dan binatang, sebab dia hanya melihat sang roh, bukan tutup
lahiriahnya. Tetapi bagi orang awam, cara keinsafan yang tidak mengakui bentuk
pribadi Tuhan sangat sulit.
12.5
kleśo 'dhikataras teṣām
avyaktāsakta-cetasām
avyaktā hi gatir duḥkhaḿ
dehavadbhir avāpyate
kleśaḥ—kesulitan;
adhika-taraḥ—sangat;
teṣām—dari
mereka;
avyakta—kepada yang tidak terwujud;
āsakta—terikat;
cetasām—orang
yang pikirannya;
avyakta—menuju yang tidak berwujud;
hi—pasti;
gatiḥ—kemajuan;
duḥkham—dengan kesulitan;
deha-vadbhiḥ—oleh yang berada di
dalam badan;
avāpyate—dicapai.
Terjemahan
Orang yang pikirannya terikat pada aspek Yang Mahakuasa yang tidak berwujud
dan tidak bersifat pribadi sulit sekali maju. Kemajuan dalam disiplin itu
selalu sulit sekali bagi orang yang mempunyai badan.
Penjelasan
Golongan rohaniwan yang mengikuti jalan aspek Tuhan Yang Maha Esa yang
bersifat tak pribadi, tidak dapat dipahami dan tidak terwujud disebut para
jñāna-yogi, sedangkan orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya dan tekun dalam
bhakti kepada Tuhan disebut para bhaktiyogi. Sekarang perbedaan antara jñāna-yogi
dan bhakti yoga diungkapkan secara pasti. Kendatipun proses jñāna-yoga akhirnya
dapat membawa seseorang sampai tujuan yang sama, proses jñāna-yoga sulit
sekali, sedangkan jalan bhakti-yoga, proses berbhakti kepada Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa secara langsung, lebih mudah dan lebih wajar bagi sang roh di
dalam badan. Roh yang individual sudah berada di dalam badan sejak sebelum awal
sejarah. Sulit sekali ia mengerti bahwa Diri-Nya bukan badan hanya secara teori
saja. Karena itu, seorang bhaktiyogi mengakui Arca Krishna patut disembah sebab
masih ada paham jasmani di dalam pikiran yang dapat digunakan dengan cara
seperti itu. Tentu saja, sembahyang kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
dalam bentuk-Nya di tempat sembahyang bukan sembahyang kepada berhala. Dalam
kesusasteraan Veda ada bukti bahwa sembahyang dapat bersifat saguna dan nirguna
Yang Mahakuasa yang memiliki atau tidak memiliki sifat. Sembahyang kepada Arca
di tempat sembahyang adalah sembahyang yang bersifat saguna, sebab Tuhan
diwujudkan melalui sifat-sifat material. Tetapi meskipun bentuk Tuhan
diwujudkan melalui sifat-sifat material seperti batu, kayu atau cat minyak,
sebenarnya bentuk itu bukan bentuk material. Itulah sifat mutlak Tuhan Yang
Maha Esa.
Di sini sebuah contoh yang sederhana dapat dikemukakan.
Barangkali dijalan kita melihat banyak kotak surat (bis surat) yang dipasang
secara resmi oleh petugas Kantor Pos. Jika kita memasukkan surat-surat ke dalam
kotak-kotak itu, maka secara wajar surat-surat tersebut akan dibawa ke tempat tujuannya
tanpa kesulitan. Tetapi jika sembarangan kotak, atau kotak tiruan yang kita
temukan pada tempat lain yang tidak diakui secara resmi oleh Jawatan Pos, dan
memasukkan surat di situ, maka proses pengiriman tersebut tidak akan
terlaksana. Begitu pula, ada perwujudan Tuhan Yang Maha Esa yang dibenarkan
dalam bentuk Arca, yang disebut arca-vigraha. Arca vigraha adalah penjelmaan
Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan akan menerima bhakti melalui bentuk itu. Tuhan
adalah Yang Mahasakti dan Mahaperkasa; karena itu, Beliau dapat menerima
pengabdian seorang penyembah melalui penjelmaan-Nya sebagai arca-vigraha, untuk
mempermudah pengabdian bagi manusia dalam kehidupan yang terikat.
Karena itu, seorang penyembah tidak mengalami kesulitan apapun
untuk segera mendekati Yang Mahakuasa secara langsung. Tetapi orang yang
menempuh jalan menuju keinsafan rohani yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan
mengalami kesulitan. Mereka harus mengerti gambaran Yang Mahakuasa yang tidak
terwujud melalui kesusasteraan Veda seperti Upanisad-upanisad, dan mereka harus
menguasai bahasa, mengerti perasaan yang tidak dapat dilihat, dan menginsafi
segala proses tersebut. Hal ini tidak mudah bagi orang awam. Orang yang sadar
akan Krishna dan menekuni bhakti menginsafi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
dengan mudah sekali hanya dengan bimbingan guru kerohanian yang dapat
dipercaya, bersujud secara teratur kepada Arca, mendengar kebesaran Tuhan, dan
makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Tuhan. Tidak dapat
diragu-ragukan bahwa orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan sedang
menempuh jalan yang penuh kesulitan. Mereka juga mengambil resiko bahwa
akhirnya mereka tidak akan menginsafi Kebenaran Mutlak. Sebenarnya mereka tidak
perlu menempuh jalan itu dengan resikonya yang berat. Tetapi orang yang
mengakui bentuk pribadi Tuhan tidak mengambil resiko, gangguan maupun kesulitan
apapun, dan ia mendekati Kepribadian Yang Paling Utama secara langsung. Ayat
yang serupa terdapat dalam Srimad-Bhagavatam. Dalam Srimad-Bhagavatam
dinyatakan bahwa kalau pada akhirnya seseorang harus menyerahkan diri kepada
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (proses penyerahan diri itu disebut bhakti),
tetapi sebagai penggantinya ia bersusah-susah untuk mengerti apa Brahman dan
apa yang bukan Brahman dan mengisi seluruh masa hidupnya dengan cara seperti
itu, maka akibatnya hanya mempersulit Diri-Nya. Karena itu, di sini dianjurkan
supaya orang tidak mulai mengikuti jalan keinsafan diri yang penuh kesulitan
seperti itu, sebab hasilnya yang terakhir tidak dapat dipastikan.
Makhluk hidup adalah roh yang individual untuk selamanya. Kalau
sang roh ingin menunggal ke dalam keseluruhan rohani, barangkali ia dapat
mencapai keinsafan terhadap aspek-aspek yang kekal dan penuh pengetahuan dari
sifatnya yang asli, tetapi bagian kebahagiaan tidak diinsafi. Atas berkat
karunia seorang penyembah, seorang rohaniwan yang memiliki pengetahuan yang
tinggi dalam proses jñāna-yoga, dapat mencapai bhakti-yoga atau pengabdian
dalam bhakti. Pada waktu itu, latihan yang sudah lama ditekuninya dalam
filsafat yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan juga menjadi sumber
kesulitan, sebab ia tidak dapat meninggalkan paham itu. Karena itu, sang roh di
dalam badan selalu mengalami kesulitan dengan aspek yang tidak terwujud, baik
pada waktu berlatih maupun pada waktu keinsafan. Setiap roh yang hidup
mempunyai kebebasan sebagian. Karena itu, ia harus mengetahui dengan pasti
bahwa keinsafan yang tidak terwujud tersebut bertentangan dengan ciri diri
rohaninya yang penuh kebahagiaan. Sebaiknya orang jangan mulai mengikuti proses
tersebut. Proses kesadaran Krishna, yang menyangkut kesibukan sepenuhnya dalam
bhakti, adalah cara terbaik untuk setiap makhluk hidup yang individual. Kalau
seseorang ingin mengalpakan bhakti tersebut, ada bahaya bahwa ia akan memeluk
filsafat yang tidak percaya kepada Tuhan. Karena itu, proses memusatkan
perhatian kepada yang tidak terwujud, yang tidak dapat dipahami, yang di luar
pendekatan indera-indera, sebagaimana dijelaskan dalam ayat ini, sebaiknya
jangan sekali-sekali dianjurkan, khususnya pada jaman ini. Sri Krishna tidak
menganjurkan proses tersebut dalam ayat ini.
12.6-7
ye tu sarvāṇi karmaṇi
mayi sannyasya mat-parāḥ
ananyenaiva yogena
māḿ dhyāyanta upāsate
teṣām ahaḿ samuddhartā
mṛtyu-saḿsāra-sāgarāt
bhavāmi na cirāt pārtha
mayy āveśita-cetasām
ye—orang yang;
tu—tetapi;
sarvāni—semua;
karmaṇi—kegiatan;
mayi—kepada-Ku;
sannyasya—meninggalkan;
mat-paraḥ—terikat
kepada-Ku;
ananyena—tanpa pembagian;
evā—pasti;
yogena—oleh
latihan
bhakti-yoga seperti itu;
mām—kepada-Ku;
dhyāyantaḥ—bersemadi;
upāsate—sembah yang;
teṣām—bagi mereka;
aham—Aku;
samuddhartā—yang
menyelamatkan;
mṛtyu—dari kematian;
saḿsāra—dalam kehidupan
material;
sāgarāt—dari lautan;
bhavāmi—Aku menjadi;
na—tidak;
cirāt—sesudah lama;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
mayi—kepada-Ku;
āveśita—mantap;
cetasām—mengenai orang yang pikirannya.
Terjemahan
Tetapi orang yang menyembah-Ku, menyerahkan segala kegiatannya kepada-Ku,
setia kepada-Ku tanpa menyimpang, tekun dalam pengabdian suci bhakti, selalu
bersemadi kepada-Ku, dan sudah memusatkan pikirannya kepada-Ku—cepat
-Kuselamatkan dari lautan kelahiran dan kematian, wahai putera Pṛthā.
Penjelasan
Dinyatakan dengan jelas di sini bahwa para penyembah beruntung sekali
karena mereka diselamatkan dari kehidupan material oleh Tuhan dalam waktu yang
singkat sekali. Dalam bhakti yang murni, seseorang menginsafi bahwa Tuhan
adalah Yang Mahabesar dan bahwa roh yang individual selalu takluk kepada Tuhan.
Kewajibannya ialah mengabdikan diri kepada Tuhan—dan kalau dia tidak
mengabdikan diri kepada Tuhan, dia akan mengabdikan diri kepada mayā.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, Tuhan Yang Maha Esa hanya dapat
dimengerti melalui bhakti. Karena itu, sebaiknya seseorang berbhakti
sepenuhnya. Sebaiknya ia memusatkan pikirannya sepenuhnya kepada Krishna.
Hendaknya seseorang hanya bekerja demi Krishna. Jenis pekerjaan yang ditekuni
seseorang tidak menjadi soal, tetapi pekerjaan itu sebaiknya dilakukan hanya
demi Krishna. Itulah standar bhakti. Seorang penyembah tidak bercita-cita
mencapai sesuatu pun selain memuaskan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Maksud
dan tujuan hidupnya ialah untuk menyenangkan hati Krishna, dan dia dapat
mengorbankan segala sesuatu untuk memuaskan Krishna, seperti yang dilakukan
oleh Arjuna dalam perang Kuruksetra. Proses tersebut sederhana sekali:
Seseorang dapat menekuni pencahariannya dan pada waktu yang sama tekun
mengucapkan mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare
Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Mengucapkan mantra rohani seperti itu
menyebabkan seorang penyembah tertarik kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Di sini Tuhan Yang Maha Esa berjanji bahwa Beliau akan segera
menyelamatkan seorang penyembah murni yang tekun seperti itu dari lautan
kehidupan material. Orang yang sudah maju dalam latihan yoga secara sengaja
dapat memindahkan sang roh ke planet manapun yang diinginkannya melalui proses
yoga, dan orang lain mengambil kesempatan dengan berbagai cara. Tetapi
dinyatakan dengan jelas di sini bahwa Tuhan Sendiri membawa seorang penyembah.
Seorang penyembah tidak perlu menunggu sampai dia berpengalaman sekali untuk
memindahkan Diri-Nya ke angkasa rohani.
Dalam Varaha Purana, ayat berikut berbunyi:
nayāmi paramaḿ sthānam
arcir-ādi-gatiḿ vinā
garuḍa-skandham āropya
yatheccham anivāritaḥ
Penjelasan ayat ini ialah bahwa seorang penyembah tidak perlu berlatih
astanga-yoga untuk memindahkan rohnya ke planet-planet rohani. Tanggung jawab
untuk itu dipikul oleh Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Krishna menyatakan di sini
bahwa Krishna Sendiri yang menyelamatkan seorang penyembah.
Seorang anak dipelihara sepenuhnya oleh orang tuanya. Karena itu,
kedudukan si anak aman. Begitu pula, seorang penyembah tidak perlu berusaha
memindahkan Diri-Nya ke planet lain melalui latihan yoga. Melainkan, Tuhan Yang
Maha Esa atas karunia-Nya yang besar, segera datang dengan menaiki burung
Garuda, dan segera menyelamatkan penyembah-Nya dari kehidupan material. Jika
seseorang jatuh ke dalam lautan walaupun ia berjuang dengan keras sekali dan
mungkin pandai berenang, dia tidak sanggup menyelamatkan diri. Tetapi kalau
orang lain datang dan mengangkat orang itu dari lautan, ia diselamatkan dengan
mudah sekali. Begitu pula, Tuhan Yang Maha Esa mengangkat seorang penyembah
dari kehidupan material ini. Seseorang hanya perlu berlatih proses kesadaran
Krishna yang mudah dan menekuni bhakti sepenuhnya. Semua orang cerdas sebaiknya
selalu lebih suka proses bhakti daripada jalan lainnya. Dalam Narayaniya,
kenyataan ini dibenarkan sebagai berikut:
yā vai sādhana-sampattiḥ
puruṣārtha-catuṣṭaye
tayā vinā tad āpnoti
naro nārāyaṇāśrayaḥ
Penjelasan ayat ini adalah bahwa hendaknya seseorang janganlah menekuni
berbagai proses kegiatan untuk membuahkan hasil atau mengembangkan pengetahuan
melalui proses angan-angan. Orang yang berbhakti kepada Kepribadian Yang Paling
Utama dapat memperoleh segala manfaat yang diperoleh dari proses-proses yoga,
angan-angan, ritual, korban suci, kedermawanan, dan sebagainya. Itulah berkat
bhakti yang istimewa.
Hanya dengan mengucapkan nama suci Krishna—Hare Krishna, Hare
Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare
Hare—seorang penyembah Krishna dapat mendekati tujuan yang paling utama dengan
mudah dan bahagia, tetapi tujuan itu tidak dapat didekati oleh proses-proses
rohani lainnya.
Kesimpulan Bhagavad-gita dinyatakan dalam Bab Delapan belas:
sarva-dharmān parityajya
mām ekaḿ śaraṇaḿ vrājā
ahaḿ tvāḿ sarva-pāpebhyo
mokṣayiṣyāmi mā śucaḥ
[Bg. 18.66]
Sebaiknya seseorang meninggalkan segala proses keinsafan diri lainnya dan
hanya melaksanakan bhakti dalam kesadaran Krishna. Itu akan memungkinkan ia
mencapai kesempurnaan hidup tertinggi. Ia tidak perlu mempertimbangkan
perbuatan yang berdosa dari penjelmaan yang lalu, sebab Tuhan Yang Maha Esa
mengurus orang itu sepenuhnya. Karena itu, hendaknya seseorang jangan berusaha
secara sia-sia untuk menyelamatkan Diri-Nya dalam keinsafan rohani. Sebaiknya
semua orang berlindung kepada Tuhan Yang Mahaperkasa, Krishna. Itulah kesempurnaan
hidup tertinggi.
12.8
mayy eva mana ādhatsva
mayi buddhiḿ niveśaya
nivasiṣyasi mayy eva
ata ūrdhvaḿ na saḿśayaḥ
mayi—kepada-Ku;
evā—pasti;
manaḥ—pikiran;
ādhatsva—memantapkan;
mayi—kepada-Ku;
buddhim—kecerdasan;
niveśaya—menggunakan;
nivasiṣyasi—engkau
akan hidup;
mayi—dalam Diri-Ku;
evā—pasti;
ataḥ ūrdhvam—sesudah
itu;
na—tidak pernah;
saḿśayaḥ—keragu-raguan.
Terjemahan
Pusatkanlah pikiranmu kepada-Ku, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan
gunakanlah segala kecerdasanmu dalam Diri-Ku. Dengan cara demikian, engkau akan
selalu hidup di dalam Diri-Ku, tanpa keragu-raguan.
Penjelasan
Orang yang menekuni bhakti kepada Sri Krishna hidup dalam hubungan langsung
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, tidak dapat diragukan bahwa kedudukannya
sudah bersifat rohani sejak awal. Seorang penyembah tidak hidup pada tingkat
material—ia hidup di dalam Krishna. Nama Suci Tuhan dan Tuhan Sendiri tidak
berbeda. Karena itu, bila seorang penyembah mengucapkan mantra Hare Krishna,
Krishna serta kekuatan dalam dari Krishna sedang menari pada lidah penyembah
itu. Bila seorang penyembah mempersembahkan makanan kepada Krishna, Krishna
menerima makanan itu secara langsung, dan penyembah itu diKrishnakan dengan
memakan sisa makanan itu. Orang yang tidak menekuni bhakti seperti itu tidak
dapat mengerti bagaimana kenyataan ini terjadi, walaupun ini merupakan proses
yang dianjurkan dalam Bhagavad-gita dan kesusasteraan Veda lainnya.
12.9
atha cittaḿ samādhātuḿ
na śaknoṣi mayi sthirām
abhyāsa-yogena tato
mām icchāptuḿ dhanañjaya
atha—kalau, karena itu;
cittam—pikiran;
samādhātum—memusatkan;
na—tidak;
śaknoṣi—engkau dapat;
mayi—kepada-Ku;
sthirām—secara
mantap;
abhyāsa-yogena—dengan latihan bhakti;
tataḥ—kemudian;
mām—Aku;
icchā—inginkanlah;
āptum—mencapai;
dhanam-jaya—wahai
perebut kekayaan,
Arjuna.
Terjemahan
Arjuna yang baik hati, perebut kekayaan, kalau engkau tidak dapat memusatkan
pikiranmu kepada-Ku tanpa menyimpang, ikutilah prinsip-prinsip yang mengatur
bhakti-yoga. Dengan cara demikian, kembangkanlah keinginan untuk mencapai
kepada-Ku.
Penjelasan
Dalam ayat ini, dua proses bhakti-yoga yang berbeda tersebut. Proses pertama
menyangkut orang yang sudah sungguh-sungguh mengembangkan ikatan kepada
Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, melalui cinta-bhakti rohani. Proses
kedua dimaksudkan untuk orang yang belum mengembangkan ikatan terhadap
Kepribadian Yang Paling Utama melalui cinta-bhakti rohani. Berbagai aturan dan
peraturan sudah ditetapkan untuk golongan kedua tersebut. Aturan itu dapat
diikuti supaya akhirnya mereka diangkat sampai tingkat ikatan kepada Krishna.
Bhakti-yoga berarti penyucian indera-indera. Saat ini dalam
kehidupan material indera-indera selalu tidak suci, sebab indera-indera sibuk
dalam kepuasan indera-indera. Tetapi indera-indera tersebut dapat disucikan
melalui latihan bhakti-yoga, dan dalam keadaan suci indera-indera berhubungan
langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan material ini, barangkali
kita sibuk melayani seorang majikan, tetapi kita tidak sungguh-sungguh
mengabdikan diri kepada majikan dengan cinta kasih. Kita hanya mengabdi untuk
mendapat uang. Majikan juga tidak mencintai karyawannya; dia menerima
pengabdian kita dan kemudian memberi gaji. Karena itu, tidak ada cinta kasih
dalam hubungan tersebut. Tetapi seseorang harus diangkat sampai tingkat
cinta-bhakti yang murni untuk kehidupan rohani. Tingkat cinta-bhakti itu dapat
dicapai melalui latihan pengabdian suci, yang dilakukan dengan indera-indera
yang kita miliki sekarang.
Saat ini cinta-bhakti tersebut terhadap Tuhan Yang Maha Esa
yang bersemayam di dalam hati semua orang berada dalam keadaan tidur.
Cinta-bhakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berada di dalam hati orang
terwujud dengan berbagai cara, tetapi cinta-bhakti itu dicemarkan oleh
pergaulan material. Sekarang hati kita harus disucikan dari pergaulan material,
dan cintabhakti yang wajar kepada Krishna yang bersemayam di dalam hati kita
harus dihidupkan kembali. Itulah seluruh proses yang dimaksud.
Untuk mempraktekkan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga,
seseorang harus mengikuti beberapa prinsip tertentu di bawah bimbingan seorang
guru kerohanian yang ahli: Sebaiknya dia bangun pagi-pagi, mandi, masuk tempat
sembahyang, berdoa dan mengucapkan mantra Hare Krishna, kemudian mengumpulkan
bunga untuk dipersembahkan kepada Arca, menerima prasādam, dan sebagainya. Ada
berbagai aturan dan peraturan yang harus diikuti orang. Hendaknya seseorang
juga senantiasa mendengar Bhagavad-gita dan Srimad-Bhagavatam dari para
penyembah yang murni. Latihan tersebut dapat membantu semua orang untuk
diangkat sampai tingkat cinta-bhakti kepada Tuhan, dan pada waktu itu ia pasti
akan maju hingga memasuki kerajaan rohani Tuhan. Latihan bhakti-yoga tersebut,
di bawah aturan dan peraturan, dengan petunjuk-petunjuk dari seorang guru
kerohanian, pasti akan membawa seseorang sampai tingkat cinta-bhakti kepada
Tuhan.
12.10
abhyāse 'py asamartho 'si
mat-karma-paramo bhava
mad-artham api karmaṇi
kurvan siddhim avāpsyasi
abhyāse—dalam mempraktekkan;
api—kalaupun;
asamarthaḥ—tidak
sanggup;
asi—engkau adalah;
mat-
karma—pekerjaan-Ku;
paramaḥ—dipersembahkan
kepada;
bhava—menjadi;
mat-
artham—demi-Ku;
api—walaupun;
karmaṇi—pekerjaan;
kurvan—melakukan;
siddhim—kesempurnaan;
avāpsyasi—engkau akan mencapai.
Terjemahan
Kalau engkau tidak sanggup mengikuti latihan aturan bhakti-yoga, cobalah
bekerja untuk-Ku, sebab dengan bekerja untuk-Ku, engkau akan mencapai tingkat
yang sempurna.
Penjelasan
Orang yang tidak dapat mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur
bhakti-yoga, di bawah bimbingan seorang guru kerohanian, masih dapat ditarik
sampai tingkat kesempurnaan tersebut dengan cara bekerja untuk Tuhan Yang Maha
Esa. Cara melakukan pekerjaan tersebut sudah dijelaskan dalam ayat lima puluh
lima dari Bab Sebelas. Hendaknya seseorang simpatik terhadap kegiatan
mengajarkan kesadaran Krishna. Ada banyak penyembah yang tekun mengajarkan
kesadaran Krishna, dan mereka perlu dibantu. Jadi, kalau seseorang tidak
sanggup mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga secara
langsung, ia dapat berusaha membantu pekerjaan seperti itu. Tiap-tiap usaha
memerlukan tanah, modal, organisasi dan tenaga. Seperti halnya dalam usaha
dagang seseorang memerlukan tempat tinggal, sejumlah modal untuk digunakan,
sejumlah tenaga dan organisasi untuk memperluas kegiatan, begitu pula
bahan-bahan yang sama dibutuhkan dalam pengabdian kepada Krishna. Satu-satunya
perbedaan ialah bahwa dalam keduniawian seseorang bekerja demi kepuasan
indera-indera. Akan tetapi, pekerjaan yang sama dapat dilakukan demi kepuasan
Krishna, dan itulah kegiatan rohani. Kalau seseorang memiliki dana secukupnya,
ia dapat membantu mendirikan kantor atau tempat sembahyang untuk mengajarkan
kesadaran Krishna. Ia dapat membantu dengan penerbitan. Ada berbagai lapangan
kegiatan, dan hendaknya seseorang tertarik pada kegiatan seperti itu. Kalau
seseorang tidak dapat mengorbankan hasil kegiatannya, orang yang sama masih
dapat mengorbankan sebagian dari hasil pekerjaannya untuk mengajarkan kesadaran
Krishna. Mengabdikan diri secara sukarela seperti itu demi kepentingan
kesadaran Krishna akan membantu seseorang untuk naik tingkat sampai tingkat
yang lebih tinggi dalam cinta-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan pada waktu
ia mencapai tingkat itu, ia menjadi sempurna.
12.11
athaitad apy aśakto 'si
kartuḿ mad-yogam āśritaḥ
sarva-karma-phala-tyāgaḿ
tataḥ kuru yatātmavān
atha—walaupun;
etat—ini;
api—juga;
asaktaḥ—tidak
sanggup;
asi—engkau adalah;
kartum—melakukan;
mat—kepada-Ku;
yogam—dalam bhakti;
āśritaḥ—berlindung;
sarva-karma—dari
segala kegiatan;
phala—dari hasil;
tyāgam—melepaskan ikatan;
tataḥ—kemudian;
kuru—lakukan;
yata-ātma-vān—mantap dalam sang diri.
Terjemahan
Akan tetapi, kalau engkau tidak sanggup bekerja sambil sadar kepada-Ku
seperti ini, cobalah bertindak dengan melepaskan segala hasil dari pekerjaanmu
dan berusaha menjadi mantap dalam diri sendiri.
Penjelasan
Mungkin seseorang tidak dapat ikut simpatik dengan kegiatan kesadaran
Krishna karena pertimbangan masyarakat, keluarga, keagamaan atau alangan lain.
Kalau seseorang menjadi terikat secara langsung pada kegiatan kesadaran
Krishna, barangkali anggota keluarganya berkeberatan, atau ada banyak kesulitan
yang lain. Orang yang mengalami masalah seperti itu dianjurkan mengorbankan
hasil kegiatannya yang sudah dikumpulkan untuk suatu tujuan yang baik.
Prosedur-prosedur seperti itu diuraikan dalam aturan Veda. Ada banyak uraian
tentang korban-korban suci dan fungsi-fungsi khusus punya, atau pekerjaan
khusus untuk menggunakan hasil perbuatan seseorang dari dahulu. Dengan cara
demikian, berangsur-angsur seseorang dapat naik tingkat sampai tingkat
pengetahuan. Juga dilihat bahwa bila orang yang tidak tertarik pada kegiatan
kesadaran Krishna memberi sumbangan kepada rumah sakit atau lembaga sosial
lainnya, ia menyerahkan hasil kegiatannya yang telah diperoleh sesudah bekerja
dengan keras. Kegiatan itu juga dianjurkan di sini, sebab melalui cara
melepaskan hasil kegiatan seseorang pasti menyucikan pikirannya tahap demi
tahap. Kalau pikiran seseorang sudah disucikan, ia dapat mengerti kesadaran
Krishna. Tentu saja kesadaran Krishna tidak bergantung pada pengalaman lain,
sebab kesadaran Krishna dengan sendirinya dapat menyucikan pikiran seseorang.
Tetapi kalau ada alangan sehingga seseorang tidak dapat mulai melakukan
kesadaran Krishna ia dapat berusaha menyerahkan hasil perbuatannya. Dalam hal
ini, pengabdian sosial, pengabdian kepada masyarakat, pengabdian kepada bangsa,
pengorbanan untuk negara, dan sebagainya, dapat diterima supaya pada suatu hari
seseorang dapat mencapai tingkat bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Bhagavad-gita (18.46) dinyatakan, yataḥ pravrttir bhūtānām: kalau
seseorang memutuskan untuk berkorban demi kepentingan utama, walaupun ia tidak
mengetahui bahwa kepentingan yang paling utama itu adalah Krishna,
berangsur-angsur dia akan mengerti bahwa Krishna adalah sebab utama melalui
metode korban suci.
12.12
śreyo hi jñānam abhyāsāj
jñānād dhyānaḿ viśiṣyate
dhyānāt karma-phala-tyāgas
tyāgāc chāntir anantaram
śreyaḥ—lebih baik;
hi—pasti;
jñānam—pengetahuan;
abhyāsāt—latihan;
jñānāt—daripada pengetahuan;
dhyānam—semadi;
viśiṣyate—dianggap
lebih baik;
dhyānāt—daripada semadi;
karma-phala-tyāgaḥ—melepaskan
ikatan terhadap hasil perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil;
tyāgāt—dengan
melepaskan ikatan seperti itu;
śāntiḥ—kedamaian;
anantaram—sesudah
itu.
Terjemahan
Kalau engkau tidak sanggup mengikuti latihan tersebut, tekunilah pengembangan
pengetahuan. Akan tetapi, semadi lebih baik daripada pengetahuan, dan
melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan lebih baik daripada semadi, sebab
dengan melepaskan ikatan seperti itu seseorang dapat mencapai kedamaian jiwa.
Penjelasan
Sebagaimana disebut dalam ayat-ayat sebelumnya, ada dua jenis bhakti: Cara
prinsip-prinsip yang mengatur dan cara ikatan penuh dalam cinta-bhakti kepada
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang sungguh-sungguh tidak sanggup
mengikuti prinsip-prinsip kesadaran Krishna lebih baik mengembangkan
pengetahuan, sebab pengetahuan memungkinkan seseorang mengerti kedudukannya
yang sebenarnya. Berangsur-angsur pengetahuan akan berkembang sampai tingkat
semadi. Dengan semadi seseorang dapat mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
melalui proses yang bertahap. Ada proses-proses yang menyebabkan orang
menganggap Diri-Nya Yang Mahakuasa, dan jenis semadi seperti itu lebih disukai
kalau seseorang tidak sanggup menekuni bhakti. Kalau seseorang tidak sanggup
seperti itu, ada tugas-tugas kewajiban yang dianjurkan, sebagaimana ditetapkan
dalam kesusasteraan Veda, untuk para brahmaṇā, ksatriya, vaisya, dan sudra.
Tugas-tugas itu diuraikan dalam bab terakhir dari Bhagavad-gita. Tetapi dalam
segala keadaan, hendaknya seseorang menyerahkan hasil atau buah dari
pekerjaannya; ini berarti menggunakan hasil karma untuk tujuan yang baik.
Sebagai ringkasan, untuk mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, tujuan tertinggi, ada dua proses: Salah satu proses ialah melalui
perkembangan secara bertahap, dan proses lainnya secara langsung. Bhakti dalam
kesadaran Krishna ialah metode langsung, dan metode lainnya menyangkut
pelepasan ikatan terhadap hasil kegiatan. Dengan demikian, seseorang dapat
mencapai tingkat pengetahuan, kemudian tingkat semadi, kemudian tingkat
pengertian Roh Yang Utama, kemudian tingkat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Seseorang dapat mengikuti proses tahap demi tahap atau jalan secara langsung.
Proses langsung tidak mungkin dilakukan oleh semua orang; karena itu, proses
tidak langsung juga baik. Akan tetapi, dimengerti bahwa proses tidak langsung
tidak dianjurkan untuk Arjuna, sebab Arjuna sudah berada pada tingkat
cinta-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Proses tidak langsung dimaksudkan
untuk orang lain, yang belum mencapai tingkat ini. Sebaiknya mereka mengikuti
proses bertahap yang terdiri dari pelepasan ikatan, pengetahuan, semadi dan
keinsafan terhadap Roh Yang Utama dan Brahman. Bhagavad-gita menitikberatkan
proses langsung. Dianjurkan supaya semua orang mengikuti metode langsung dan
menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna.
12.13-14
adveṣṭā sarva-bhūtānāḿ
maitraḥ karuṇa eva ca
nirmamo nirahańkāraḥ
sama-duḥkha-sukhaḥ kṣamī
santuṣṭaḥ satataḿ yogī
yatātmā dṛḍha-niścayaḥ
mayy arpita-mano-buddhir
yo mad-bhaktaḥ sa me priyaḥ
adveṣṭā—tidak iri;
sarva-bhūtānām—terhadap semua makhluk;
maitraḥ—ramah;
karuṇaḥ—murah hati;
evā—pasti;
ca—juga;
nirmamaḥ—bebas
dari rasa memiliki sesuatu;
nirahańkāraḥ—bebas dari keakuan yang palsu;
sama—sama;
duḥkha—dalam dukacita;
sukhaḥ—dan
kebahagiaan;
kṣamī—memaafkan;
santuṣṭaḥ—puas;
satatam—selalu;
yogī—orang yang tekun dalam bhakti;
yata-ātmā—mengendalikan diri;
dṛḍha-niścayaḥ—dengan ketabahan hati;
mayi—kepada-Ku;
arpita—tekun;
manaḥ—pikiran;
buddhiḥ—dan kecerdasan;
yaḥ—orang yang;
mat-
bhaktaḥ—penyembah-Ku;
saḥ—dia;
me—kepada-Ku;
priyaḥ—dicintai.
Terjemahan
Orang yang tidak iri tetapi menjadi kawan baik bagi semua makhluk hidup,
tidak menganggap Diri-Nya pemilik, bebas dari keakuan palsu, bersikap sama baik
dalam suka maupun duka, bersikap toleransi, selalu puas, mengendalikan diri,
tekun dalam bhakti dengan ketabahan hati, dengan pikiran dan kecerdasannya
dipusatkan kepada-Ku—penyembah-Ku yang seperti itu sangat Kucintai.
Penjelasan
Sekali lagi Krishna membicarakan soal bhakti yang murni dan menguraikan
kwalifikasi rohani seorang penyembah yang murni dalam dua ayat ini. Seorang
penyembah murni tidak pernah goyah dalam keadaan manapun. Penyembah murni juga
tidak iri kepada siapapun. Seorang penyembah tidak menjadi musuh bagi musuhnya;
dia berpikir, Orang ini sedang bertindak sebagai musuh saya karena perbuatan
salah yang telah saya lakukan dahulu kala. Karena itu, lebih baik menderita
daripada mengadu." Dalam Srimad-Bhagavatam (10.14.8) dinyatakan: tat te
'nukampam susamiksamano bhunjana evatmakrtam vipakam. Bilamana seorang
penyembah berdukacita atau sudah jatuh ke dalam kesulitan, dia berpikir itu
karunia Tuhan terhadap Diri-Nya. Dia berpikir, Akibat kesalahan saya dari
dahulu seharusnya saya menderita jauh lebih banyak daripada penderitaan yang
saya alami sekarang. Karena itu, atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, saya tidak
mendapat segala hukumannya yang seharusnya saya terima. Saya hanya diberi
hukuman kecil, atas karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa." Karena itu,
dia selalu tenang, diam dan sabar, meskipun ia mengalami banyak keadaan yang
menyedihkan. Seorang penyembah selalu baik hati kepada semua orang, bahkan
terhadap musuhnya sekalipun. Nirmama berarti seorang penyembah yang tidak
begitu mementingkan rasa sakit dan kesulitan yang menyangkut badan, sebab ia
mengetahui secara sempurna bahwa Diri-Nya bukan badan jasmani. Ia tidak
mempersamakan Diri-Nya dengan badan; karena itu, dia bebas dari paham keakuan palsu
dan dia seimbang, baik dalam suka maupun duka. Dia bersikap toleransi, puas
dengan apa yang diperolehnya atas karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dia tidak
berusaha terlalu banyak untuk mencapai sesuatu yang mengharuskan ia mengalami
kesulitan yang besar. Karena itu, dia selalu riang. Dia ahli kebatinan yang
sempurna dan lengkap karena dia mantap dalam pelajaran yang diterima dari guru
kerohaniannya. Oleh karena indera-inderanya sudah terkendalikan, ia bertabah
hati. Dia tidak dipengaruhi oleh argumentasi yang palsu, sebab tidak ada
seorangpun yang dapat mengalihkan penyembah dari ketabahan bhakti yang mantap.
Ia sadar sepenuhnya bahwa Krishna adalah Tuhan Yang Mahaabadi. Karena itu,
tiada seorangpun yang dapat mengganggu Diri-Nya. Segala kwalifikasi tersebut memungkinkan
ia memusatkan pikiran dan kecerdasannya sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Standar bhakti seperti itu tentu saja jarang sekali dicapai, tetapi seorang
penyembah menjadi mantap pada tingkat itu dengan cara mengikuti prinsip-prinsip
yang mengatur bhakti. Di samping itu, Krishna menyatakan bahwa penyembah
seperti itu sangat dicintai-Nya, sebab Krishna selalu senang dengan segala
kegiatan penyembah itu yang sadar akan Krishna sepenuhnya.
12.15
yasmān nodvijate loko
lokān nodvijate ca yaḥ
harṣāmarṣa-bhayodvegair
mukto yaḥ sa ca me priyaḥ
y
asmāt—darinya;
na—tidak pernah;
udvijate—digoyahkan;
lokaḥ—orang;
lokāt—dari orang;
na—tidak pernah;
udvijate—digoyahkan;
ca—juga;
yah—siapapun yang;
harṣa—dari kebahagiaan;
amarṣa—dukacita;
bhaya—rasa takut;
udvegaiḥ—dan rasa cemas;
muktaḥ—dibebaskan;
yaḥ—yang;
saḥ—siapapun;
ca—juga;
me—kepada-Ku;
priyaḥ—yang
dicintai.
Terjemahan
Aku sangat mencintai orang yang tidak menyebabkan siapapun dipersulit, tidak
digoyahkan oleh siapapun dan bersikap yang sama, baik dalam suka, duka, rasa
takut maupun kecemasan.
Penjelasan
Beberapa kwalifikasi seorang penyembah diuraikan lebih lanjut. Seorang
penyembah seperti itu tidak pernah menyebabkan seseorang di persulit, merasa
cemas, takut atau kurang puas. Oleh karena seorang penyembah murah hati kepada
semua orang, ia tidak bertindak dengan cara yang mencemaskan orang lain. Pada
waktu yang sama, kalau orang lain berusaha menyebabkan seorang penyembah cemas,
ia tidak goyah. Atas karunia Tuhan, dia sudah terlatih sehingga dia tidak
digoyahkan oleh gangguan lahiriah manapun. Sebenarnya, oleh karena seorang
penyembah selalu tekun dalam kesadaran Krishna dan bhakti, keadaan material
seperti itu tidak dapat menggeser Diri-Nya. Pada umumnya orang duniawi senang
sekali bila ada sesuatu untuk memuaskan indera-indera dan badannya, tetapi bila
ia melihat orang lain mempunyai sesuatu untuk kepuasan mereka sedangkan ia
belum memiliki benda itu, dia menyesal dan merasa iri. Bilamana dia menantikan
balasan dari musuh, dia ketakutan, dan bilamana dia tidak dapat melaksanakan
sesuatu dengan sukses dia merasa murung. Seorang penyembah yang selalu
melampaui segala gangguan tersebut sangat dicintai oleh Krishna.
12.16
anapekṣaḥ śucir dakṣa
udāsīno gata-vyathaḥ
sarvārambha-parityāgī
yo mad-bhaktaḥ sa me priyaḥ
anapekṣaḥ—netral;
śuciḥ—suci;
dakṣaḥ—ahli;
udāsīnaḥ—bebas
dari rasa prihatin;
gata-vyathaḥ—bebas dari segala dukacita;
sarva-ārambha—dari
segala usaha;
parityāgī—orang yang melepaskan ikatan;
yaḥ—siapapun
yang;
mat-
bhaktaḥ—penyembah-Ku;
saḥ—dia;
me—kepada-Ku;
priyaḥ—sangat dicintai.
Terjemahan
Aku sangat mencintai penyembah-Ku yang tidak bergantung pada jalan kegiatan
yang biasa, yang suci, ahli, bebas dari rasa prihatin, bebas dari segala
dukacita, dan tidak berusaha memperoleh suatu hasil atau pahala.
Penjelasan
Barangkali uang ditawarkan kepada seorang penyembah, tetapi hendaknya dia
jangan berjuang untuk memperoleh uang itu. Kalau atas karunia Yang Mahakuasa
uang datang dengan sendirinya kepada seorang penyembah, ia tidak goyah.
Sewajarnya seorang penyembah mandi sekurang-kurangnya dua kali sehari dan
bangun pagi-pagi untuk berbhakti. Karena itu, sewajarnya ia suci, baik secara
lahir maupun batin. Seorang penyembah selalu ahli karena dia mengetahui
sepenuhnya hakekat segala kegiatan hidup dan dia yakin terhadap Kitab-kitab
Suci yang dapat dipercaya. Seorang penyembah tidak pernah memihak pada golongan
tertentu; karena itu ia bebas dari rasa prihatin. Ia tidak pernah disakiti,
sebab ia bebas dari segala julukan; ia mengetahui bahwa badannya adalah
julukan. Karena itu, jika dia mengalami beberapa rasa sakit jasmani, dia tetap
bebas. Seorang penyembah yang murni tidak berusaha mendapat sesuatu yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip bhakti. Misalnya, mendirikan gedung besar
memerlukan tenaga yang besar, dan seorang penyembah tidak memulai urusan
seperti itu kalau kegiatan itu tidak memberi manfaat kepadanya dengan memajukan
bhaktinya. Barangkali ia mendirikan tempat sembahyang untuk Krishna, dan untuk
itu dia rela mengalami segala jenis rasa cemas, tetapi dia tidak mulai
mendirikan rumah yang besar hanya untuk sanak keluarganya sendiri.
12.17
yo na hṛṣyati na dveṣṭi
na śocati na kāńkṣati
śubhāśubha-parityāgī
bhakti-mān yaḥ sa me priyaḥ
yaḥ—orang yang;
na—tidak pernah;
hṛṣyati—bersenang
hati;
na—tidak pernah;
dveṣṭi—bersedih hati;
na—tidak
pernah;
śocati—menyesalkan;
na—tidak pernah;
kāńkṣati—menginginkan;
śubha—dari hal yang menguntungkan;
aśubha—dan hal yang tidak
menguntungkan;
parityāgī—orang yang melepaskan ikatan;
bhakti-mān—penyembah;
yaḥ—orang yang;
saḥ—dia adalah;
me—kepada-Ku;
priyaḥ—tercinta.
Terjemahan
Orang yang tidak bersenang hati atau bersedih hati, tidak menyesalkan atau
menginginkan, dan melepaskan ikatan terhadap hal-hal yang menguntungkan dan
tidak menguntungkan—seorang penyembah seperti itu sangat Kucintai.
Penjelasan
Seorang penyembah yang murni tidak senang atau sedih mengenai keuntungan dan
kerugian material. Dia tidak mempunyai keinginan yang besar untuk mendapat
putera atau murid, dan juga tidak bersedih hati bila tidak mendapat putera atau
murid. Kalau dia kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya, dia tidak
menyesal. Begitu pula, kalau dia tidak mendapat apa yang diinginkannya, dia
tidak bersedih hati. Dia bersikap rohani di hadapan segala jenis kegiatan yang
menguntungkan dan kegiatan yang berdosa dan tidak menguntungkan. Dia bersedia
menanggung segala jenis resiko untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada hal-hal
yang menjadi alangan dalam pelaksanaan bhaktinya. Seorang penyembah seperti itu
sangat dicintai oleh Krishna.
12.18-19
samaḥ śatrau ca mitre
ca
tathā mānāpamānayoḥ
śītoṣṇa-sukha-duḥkheṣu
samaḥ
sańga-vivarjitaḥ
tulya-nindā-stutir maunī
santuṣṭo yena kenacit
aniketaḥ sthira-matir
bhakti-mān me priyo naraḥ
samaḥ—sama;
śatrau—terhadap musuh;
ca—juga;
mitre—terhadap
seorang kawan;
ca—juga;
tathā—seperti itu;
māna—dalam
penghormatan;
apamānayoḥ—dan penghinaan;
Śīta—dalam keadaan
dingin;
uṣṇa—panas;
sukha—suka;
duḥkheṣu—dan dukacita;
samaḥ—seimbang;
sańga-vivarjitaḥ—bebas dari segala pergaulan;
tulya—sama;
nindā—dalam fitnah;
stutiḥ—dan kemashyuran;
maunī—diam;
santuṣṭaḥ—puas;
yena kenacit—dengan apapun;
aniketaḥ—tidak mempunyai tempat
tinggal;
sthira—mantap; matih—ketabahan hati;
bhakti-mān—tekun
dalam bhakti;
me—kepada-Ku;
priyaḥ—tercinta;
naraḥ—seorang
manusia.
Terjemahan
Orang yang bersikap sama terhadap kawan dan musuh, seimbang dalam
penghormatan dan penghinaan, panas dan dingin, suka dan duka, kemashyuran dan
fitnah, selalu bebas dari pergaulan yang mencemarkan, selalu diam dan puas
dengan segala sesuatu, yang tidak mempedulikan tempat tinggal apapun, mantap
dalam pengetahuan dan tekun dalam bhakti—orang seperti itu sangat -Kucintai.
Penjelasan
Seorang penyembah selalu bebas dari segala pergaulan yang buruk.
Kadang-kadang seorang dipuji dan kadang-kadang dihina; itulah sifat masyarakat
manusia. Tetapi seorang penyembah selalu melampaui kemashyuran dan penghinaan
yang tidak wajar, suka maupun duka cita. Dia selalu sabar sekali. Dia tidak
membicarakan sesuatupun selain hal-hal mengenai Krishna; karena itu dia disebut
pendiam. Diam bukan berarti bahwa seseorang tidak boleh bicara; diam berarti
hendaknya dia jangan mengatakan hal-hal yang tidak-tidak. Hendaknya seseorang
hanya mengatakan yang perlu dikatakan, dan pembicaraan yang paling diperlukan
untuk seorang penyembah ialah pembicaraan demi kepentingan Tuhan Yang Maha Esa.
Seorang penyembah bahagia dalam segala keadaan; kadang-kadang ia mendapat
makanan yang lezat sekali, kadang-kadang tidak, tetapi ia tetap puas. Dia tidak
mempedulikan fasilitas tempat tinggal manapun. Barang kali ia tinggal di bawah
pohon, dan kadang-kadang ia tinggal di gedung seperti istana; dia tidak
tertarik kepada kedua-duanya. Dia disebut mantap, sebab ketabahan hati dan
pengetahuannya sudah mantap. Mungkin kita menemukan kata-kata yang diulangi
dalam uraian tentang kwalifikasi seorang penyembah, tetapi ini dimaksudkan
untuk menegaskan kenyataan bahwa seorang penyembah harus memperoleh segala
kwalifikasi tersebut. Tanpa kwalifikasi yang baik, seseorang tidak dapat
menjadi penyembah yang murni. Harav abhaktasya kuto mahad-gunah: Orang yang
bukan penyembah tidak mempunyai kwalifikasi baik apapun. Orang yang ingin
diakui sebagai penyembah hendaknya mengembangkan sifat-sifat yang baik. Tentu
saja dia tidak berusaha luar biasa untuk memperoleh segala kwalifikasi
tersebut, tetapi kesibukan dalam kesadaran Krishna dan bhakti dengan sendirinya
membantu dia untuk mengembangkan sifat-sifat itu.
12.20
ye tu dharmāmṛtam idaḿ
yathoktaḿ paryupāsate
śraddadhānā mat-paramā
bhaktās te 'tīva me priyāḥ
ye—orang yang;
tu—tetapi;
dharma—mengenai dharma;
amṛtam—minuman
kekekalan;
idam—ini;
yathā—sebagai;
uktam—dikatakan;
paryupāsate—tekun
sepenuhnya;
śraddadhānāḥ—dengan keyakinan;
mat-
paramaḥ—mengakui
Aku, Tuhan Yang Maha Esa, sebagai segala sesuatu;
bhaktaḥ—para
penyembah;
te—mereka;
atīva—amat sangat;
me—kepada-Ku;
priyaḥ—tercinta.
Terjemahan
Aku sangat mencintai orang yang mengikuti jalan bhakti yang kekal ini, tekun
sepenuhnya dengan keyakinan, dan menjadikan Aku sebagai tujuan tertinggi.
Penjelasan
Dalam bab ini, dari ayat dua sampai akhir bab—mulai dari mayy avesya mano ye
mam (memusatkan pikiran kepada-Ku") sampai dengan ye tu dharmamṛtam idam
(dharma kesibukan yang kekal")—Tuhan Yang Maha Esa sudah menjelaskan
proses pengabdian rohani untuk mendekati Beliau. Proses-proses tersebut sangat
dicintai oleh Krishna, dan Beliau menerima orang yang menekuni proses-proses
itu. Pertanyaan tentang siapa yang lebih baik—orang yang menekuni jalan Brahman
yang tidak bersifat pribadi atau orang yang tekun dalam pengabdian pribadi
kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa—diajukan oleh Arjuna, dan Krishna
menjawab pertanyaan Arjuna dengan cara yang begitu jelas sehingga tidak dapat
diragu-ragukan sama sekali bahwa bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
adalah proses keinsafan rohani yang paling baik. Dengan kata lain, dalam bab
ini diputuskan bahwa melalui pergaulan yang baik seseorang dapat mengembangkan
ikatan terhadap bhakti yang murni. Dengan demikian ia berguru kepada seorang
guru kerohanian yang dapat dipercaya. Dia mulai mendengar, memuji dan mengikuti
prinsip-prinsip yang mengatur bhakti dengan keyakinan, ikatan dan sikap bhakti
yang setia atas perintah dari guru kerohanian. Dengan cara demikian dia menjadi
tekun dalam pengabdian rohani kepada Tuhan. Inilah jalan yang dianjurkan dalam
bab ini; karena itu, tidak dapat diragukan bahwa bhakti adalah satu-satunya
jalan mutlak untuk keinsafan diri, yaitu untuk mencapai kepada Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa. Paham Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama yang tidak
mengakui bentuk pribadi Tuhan, sebagaimana diuraikan dalam bab ini, dianjurkan
hanya sampai saat seseorang menyerahkan Diri-Nya untuk keinsafan diri. Dengan
kata lain, selama seseorang belum mendapat kesempatan untuk bergaul dengan
seorang penyembah yang murni, paham yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan
mungkin bermanfaat. Dalam paham Kebenaran Mutlak yang tidak mengakui bentuk
pribadi Tuhan, seseorang bekerja tanpa mencari hasil atau pahala, bersemadi dan
mengembangkan pengetahuan untuk mengerti tentang alam dan hal-hal rohani. Ini
diperlukan selama seseorang tidak bergaul dengan seorang penyembah yang murni.
Untungnya, kalau seseorang mengembangkan keinginan untuk menekuni kesadaran
Krishna secara langsung dalam bhakti yang murni, ia tidak perlu menjalankan
perbaikan langkah demi langkah dalam keinsafan diri. Bhakti, sebagaimana
diuraikan dalam enam bab pertengahan Bhagavad-gita, lebih serasi. Seseorang
tidak perlu khawatir tentang bahan-bahan untuk memelihara jiwa dan raganya,
sebab atas karunia Tuhan segala sesuatu dilaksanakan dengan sendiri-Nya.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Dua belas Srimad
Bhagavad-gita perihal Pengabdian Suci Bhakti."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Alam, Kepribadian Yang
Menikmati dan Kesadaran
13.1-2
Arjuna
uvāca
prakṛtiḿ
puruṣaḿ caiva
kṣetraḿ
kṣetra-jñam eva ca
etad
veditum icchāmi
jñānaḿ
jñeyaḿ ca keśava
śrī-bhagavān
uvāca
idaḿ
śarīraḿ kaunteya
kṣetram
ity abhidhīyate
etad
yo vetti taḿ prāhuḥ
kṣetra-jña
iti tad-vidaḥ
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; prakṛtim—alam; puruṣam—yang
menikmati; ca—juga; evā—pasti; kṣetram—lapangan; kṣetra-jñam—yang
mengenal lapangan; evā—pasti; ca—juga; etat—semua ini; veditum—mengerti;
icchāmi—hamba ingin; jñānam—pengetahuan; jñeyam—obyek
pengetahuan; ca—juga; keśava—o Krishna; Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa bersabda; idam—ini; śārīram—badan; kaunteya—wahai
putera Kuntī ; kṣetram—lapangan; iti—demikian; abhidhīyate—disebut;
etat—ini; yaḥ—orang yang; vetti—mengenal; tam—dia;
prāhuḥ—disebut; kṣetra-jñaḥ—yang mengenal lapangan; iti—demikian;
tat-vidaḥ—oleh orang yang mengetahui hal ini.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Krishna yang hamba
cintai, hamba ingin mengetahui tentang prakṛti [alam] purusa [yang menikmati],
lapangan dan yang mengenal lapangan, pengetahuan dan obyek pengetahuan.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Wahai putera Kuntī, badan ini disebut
lapangan, dan yang mengetahui tentang badan ini disebut yang mengetahui
lapangan.
Penjelasan
Arjuna ingin tahu tentang prakṛti
(alam), purusa (yang menikmati), kṣetra (lapangan), ksetrajna (yang
mengetahuinya), serta pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ketika Arjuna bertanya
tentang segala hal ini, Krishna menyatakan bahwa badan ini disebut lapangan dan
orang yang mengetahui tentang badan ini disebut yang mengetahui lapangan. Badan
ini adalah lapangan kegiatan bagi roh yang terikat. Roh yang terikat
terperangkap dalam keberadaan material, dan ia berusaha untuk berkuasa atas
alam material. Karena itu, ia mendapat sebuah lapangan kegiatan menurut
kesanggupannya untuk berkuasa atas alam material. Lapangan kegiatan itu adalah
badan. Apa arti badan? Badan terdiri dari indera-indera. Roh yang terikat ingin
menikmati kepuasan indera-indera, dan ia diberi sebuah badan, atau lapangan
kegiatan, menurut kecakapannya untuk menikmati kepuasan indera-indera. Karena
itu, badan disebut kṣetra atau lapangan kegiatan untuk roh yang terikat. Orang
yang mempersamakan Diri-Nya dengan badan disebut ksetrajna, yang berarti yang
mengetahui lapangan. Tidak sulit mengerti perbedaan antara lapangan dan yang
mengetahui lapangan, yakni antara badan dan yang mengetahui badan. Siapa pun
dapat mengerti bahwa semenjak masa kanak-kanak sampai masa tua ia mengalami
banyak perubahan badan, namun Diri-Nya tetap satu kepribadian, dan ia tetap
ada. Karena itu, ada perbedaan antara yang mengetahui lapangan kegiatan dan
lapangan kegiatan yang nyata. Roh yang terikat yang masih hidup dapat mengerti
bahwa Diri-Nya berbeda dari badan. Pada permulaan diuraikan—dehino `smin—yaitu
makhluk hidup berada di dalam badan dan badan mengalami perubahan dari masa
bayi sampai masa kanak-kanak, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja, masa
remaja sampai masa tua. Kepribadian yang memiliki badan mengetahui bahwa badan
sedang mengalami perubahan. Pemilik badan jelas adalah ksetrajna. Kadang-kadang
kita berpikir, Saya berbahagia," Saya laki-laki," Saya
wanita," Saya anjing," Saya kucing." Inilah juluk anjulukan
jasmani terhadap dia yang mengetahui. Tetapi yang mengetahui berbeda dari
badan. Meskipun kita menggunakan banyak benda—pakaian kita dan sebagainya—kita
mengetahui bahwa diri kita berbeda dari benda-benda yang digunakan. Seperti itu
pula, dengan mempertimbangkan hal ini kita juga mengerti bahwa diri kita
berbeda dari badan. Anda atau saya atau siapa pun yang memiliki badan disebut
ksetrajna, yaitu yang mengetahui lapangan kegiatan, sedangkan badan disebut
kṣetra, atau lapangan kegiatan.
Dalam enam bab pertama
dari Bhagavad-gita, yang mengenal badan (makhluk hidup) dan kedudukan yang
memungkinkan makhluk hidup mengerti Tuhan Yang Maha Esa diuraikan. Dalam enam
bab pertengahan Bhagavad-gita, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa serta hubungan
antara roh yang individual dan Roh Yang Utama sehubungan dengan bhakti
diuraikan. Kedudukan tertinggi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa serta kedudukan
roh individual yang selalu lebih rendah didefinisikan dengan pasti dalam
bab-bab ini. Kedudukan para makhluk hidup lebih rendah dalam segala keadaan,
tetapi mereka sedang menderita karena mereka lupa. Bila makhluk hidup
dibebaskan dari kebodohan oleh kegiatan yang saleh, mereka mendekati Tuhan Yang
Maha Esa dalam berbagai kedudukan—sebagai yang berduka cita, orang yang kekurangan
uang, orang yang ingin tahu, dan orang yang ingin mencari pengetahuan. Hal itu
juga diuraikan. Sekarang, mulai dengan Bab Tiga belas, dijelaskan bagaimana
makhluk hidup berhubungan dengan alam material dan bagaimana cara ia
diselamatkan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui berbagai jenis kegiatan untuk
membuahkan hasil, pengembangan pengetahuan, dan pelaksanaan bhakti. Walaupun
makhluk hidup berbeda sama sekali dari badan jasmani, entah bagaimana timbullah
hubungan antara makhluk dan badan. Hal ini juga dijelaskan.
13.3
kṣetra-jñaḿ cāpi māḿ
viddhi
sarva-kṣetreṣu bhārata
kṣetra-kṣetrajñayor jñānaḿ
yat taj jñānaḿ mataḿ mama
kṣetra-jñam—yang mengetahui lapangan;
ca—juga;
api—pasti;
mām—Aku;
viddhi—mengetahui;
sarva—semua;
kṣetreṣu—di
dalam lapangan-lapangan jasmani;
Bhārata—wahai putera
Bhārata ;
kṣetra—lapangan
kegiatan (badan);
kṣetra-jñayoḥ—dan yang mengetahui lapangan;
jñānam—pengetahuan
tentang;
yat—itu yang;
tat—itu;
jñānam—pengetahuan;
matam—pendapat;
mama—milik-Ku.
Terjemahan
Wahai putera keluarga Bhārata, engkau harus mengerti bahwa Aku juga yang
mengetahui di dalam semua badan. Pengetahuan berarti mengerti badan ini dan dia
yang mengetahui badan ini. Itulah pendapat-Ku.
Penjelasan
Dalam diskusi perihal badan dan dia yang mengetahui badan, roh dan Roh Yang
Utama, kita akan menemukan tiga mata pelajaran yaitu; Tuhan Yang Maha Esa,
makhluk hidup dan alam. Ada dua roh dalam setiap lapangan kegiatan, dalam
setiap badan yaitu; roh individual dan Roh Yang Utama. Oleh karena Roh Yang
Utama adalah penjelmaan yang berkuasa penuh dari Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, Krishna, Krishna bersabda, Aku juga yang mengetahui, tetapi Aku bukan
individu yang mengetahui tentang badan. Akulah Yang Mahatahu. Aku berada dalam
setiap badan sebagai Paramatma, atau Roh Yang Utama."
Orang yang mempelajari mata pelajaran lapangan kegiatan serta
yang mengetahui kegiatan secara terperinci sekali, menurut Bhagavad-gita, dapat
mencapai pengetahuan.
Tuhan Yang Maha Esa bersabda, Akulah yang mengetahui lapangan
kegiatan di dalam tiap-tiap badan individual." Barangkali roh yang
individual mengetahui badannya sendiri, tetapi dia tidak mengetahui badan-badan
lain. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam semua badan
sebagai Roh Yang Utama, mengetahui segala sesuatu tentang semua badan. Beliau
mengetahui semua badan dalam segala jenis kehidupan. Seorang warga negara
barangkali mengetahui segala sesuatu tentang sepetak tanah yang dimilikinya,
tetapi rājā tidak hanya mengetahui tentang istananya tetapi semua harta
benda yang dimiliki oleh tiap-tiap warga negara. Seperti itu pula seseorang
memiliki badan pribadinya, tetapi Tuhan Yang Maha Esa memiliki semua badan.
Rājā adalah pemilik kerajaan yang pertama, dan warga negara adalah pemilik
kedua. Begitu pula, Tuhan Yang Maha Esa adalah Yang Mahakuasa yang memiliki
semua badan.
Badan terdiri dari indera-indera. Tuhan Yang Maha Esa adalah
Hrsikesa, yang berarti, Yang mengendalikan indera-indera." Tuhan Yang Maha
Esa adalah Pengendali pertama indera-indera, seperti halnya rājā adalah
kepribadian pertama yang mengendalikan semua kegiatan negara; para warga negara
adalah para pengendali yang kedua. Krishna bersabda, Aku juga yang
mengetahui." Ini berarti Beliau adalah Yang Mahatahu; roh yang individual
hanya mengetahui badannya sendiri. Dalam kesusasteraan Veda, ini dinyatakan
sebagai berikut:
kṣetrāṇi hi śarīrāṇi
bījaḿ cāpi śubhāśubhe
tāni vetti sa yogātmā
tataḥ kṣetra-jña ucyate
Badan ini disebut kṣetra. Pemilik badan tinggal di dalam badan
bersama Tuhan Yang Maha Esa, yang mengetahui badan dan pemilik badan. Karena
itu, Beliau disebut yang mengetahui segala lapangan. Perbedaan antara lapangan
kegiatan, yang mengenal kegiatan, dan Yang Mahatahu yang mengetahui segala
kegiatan diuraikan sebagai berikut. Pengetahuan yang sempurna tentang kedudukan
dasar badan, kedudukan dasar roh yang individual dan kedudukan dasar Roh Yang
Utama dikenal dalam kesusasteraan Veda sebagai jñāna. Itulah pendapat Krishna.
Kalau seseorang mengerti bahwa sang roh dan Roh Yang Utama adalah satu namun
berbeda, maka pengertian itu disebut pengetahuan. Orang Yang tidak mengetahui
lapangan kegiatan dan juga tentang yang mengetahui kegiatan belum memiliki
pengetahuan yang sempurna. Seseorang harus mengerti kedudukan prakṛti (alam),
purusa (yang menikmati alam) dan Isvara (yang mengetahui yang berkuasa atau
yang mengendalikan alam dan roh yang individual). Hendaknya orang jangan keliru
tentang ketiga hal tersebut dalam kedudukannya masing-masing. Sebaiknya seseorang
jangan keliru tentang kedudukan pelukis, lukisan dan kuda-kuda papan tulis yang
dipakai untuk melukis. Dunia material, yaitu lapangan kegiatan, adalah alam,
dan makhluk hidup menikmati alam. Yang Mahakuasa, Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa berada di atas kedua-duanya. Dalam Veda dinyatakan (svetasvatara Upanisad
1.12), bhokta bhogyam preritaram ca matva / sarvam proktām tri-vidham brahmam
etat. Ada tiga paham Brahman: Prakrti adalah Brahman sebagai lapangan kegiatan,
dan jiva (roh yang individual) juga Brahman dan ia sedang berusaha
mengendalikan alam material, dan Yang mengendalikan kedua-duanya juga Brahman
tetapi Beliaulah yang sungguh-sungguh mengendalikan.
Dalam bab ini juga akan dijelaskan bahwa di antara
kedua kepribadian yang mengetahui, yang satu (roh yang individual) dapat gagal
sedangkan yang lain (Tuhan Yang Maha Esa) tidak pernah gagal. Kedudukan yang
satu (roh yang individual) lebih rendah, sedangkan kedudukan yang kedua (Tuhan
Yang Maha Esa) lebih tinggi. Orang yang menganggap kedua kepribadian yang
mengetahui lapangan adalah satu dan sama saja menentang Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, yang bersabda di sini dengan jelas sekali, Aku juga yang mengetahui
lapangan kegiatan." Orang yang keliru dan menganggap tali adalah ular
tidak memiliki pengetahuan. Ada berbagai jenis badan, dan berbagai pemilik
badan-badan. Oleh karena tiap-tiap roh individual mempunyai kesanggupan pribadi
untuk berkuasa atas alam material, ada berbagai jenis badan. Tetapi Yang
Mahakuasa bersemayam di dalam semuanya sebagai Yang Mengendalikan. Kata ca
bermakna, sebab kata itu menunjukkan jumlah badan-badan. Itulah pendapat Srila
Baladeva Vidyabhusana. Krishna adalah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam
tiap-tiap badan mendampingi roh yang individual. Krishna menyatakan dengan
jelas di sini bahwa Roh Yang Utama mengendalikan lapangan kegiatan dan juga
mengendalikan kepribadian terbatas yang menikmati.
13.4
tat kṣetraḿ yac ca yādṛk
ca
yad-vikāri yataś ca yat
sa ca yo yat-prabhāvaś ca
tat samāsena me śṛṇu
tat—itu;
kṣetram—lapangan kegiatan;
yat—apa;
ca—juga;
yādṛk—menurut kedudukannya yang sebenarnya;
ca—juga;
yat—mempunyai
apa;
vikāri—perubahan;
yataḥ—dari mana;
ca—juga;
yat—apa;
saḥ—dia;
ca—juga;
yaḥ—yang;
yat—mempunyai apa;
prabhāvaḥ—pengaruh;
ca—juga;
tat—itu;
samāsena—sebagai ringkasan;
me—dari-Ku;
śṛṇu—mengerti.
Terjemahan
Sekarang dengarlah uraian singkat dari-Ku tentang lapangan kegiatan ini
serta bagaimana kedudukan dasar lapangan kegiatan, bagaimana perubahannya,
darimana sumbernya, siapa yang mengetahui lapangan kegiatan, dan bagaimana
pengaruh-pengaruhnya.
Penjelasan
Krishna sedang menguraikan lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui
lapangan kegiatan dalam kedudukan dasarnya. Seseorang harus mengetahui
bagaimana kedudukan dasar badan ini, bahan-bahan yang merupakan badan ini,
siapa yang mengendalikan pekerjaan badan ini, sumber perubahan-perubahan,
sebab-sebab, alasan-alasan, bagaimana tujuan tertinggi bagi roh yang
individual, dan bagaimana bentuk sejati roh yang individual. Seseorang juga
harus mengetahui perbedaan antara roh yang individual dan Roh Yang Utama,
berbagai pengaruhnya, kekuatannya yang terpendam dan sebagainya. Seseorang
harus mengerti Bhagavad-gita ini secara langsung dari uraian yang diberikan
oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan segala hal tersebut akan menjadi
jelas. Tetapi orang harus hati-hati agar tidak menganggap Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa di dalam tiap-tiap badan bersatu dengan roh yang individual,
yaitu sang jiva. Anggapan tersebut adalah seperti mempersamakan Dia yang
memiliki kekuatan dan dia yang tidak memiliki kekuatan.
13.5
ṛṣibhir bahudhā gītaḿ
chandobhir vividhaiḥ pṛthak
brahma-sūtra-padaiś caiva
hetumadbhir viniścitaiḥ
ṛṣibhiḥ—oleh resi-resi yang bijaksana;
bahudhā—dalam
berbagai cara;
gītam—diuraikan;
chandobhiḥ—oleh mantra-mantra
Veda;
vividhaiḥ—berbagai;
pṛthak—dengan banyak cara;
brahma-sūtra—dari
Vedanta;
padaiḥ—oleh pepatah-pepatah;
ca—juga;
evā—pasti;
hetu-madbhiḥ—dengan sebab dan akibat;
viniścitaiḥ—pasti.
Terjemahan
Pengetahuan itu tentang lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui kegiatan
diuraikan oleh berbagai sastera Veda. Pengetahuan itu khususnya disampaikan
dalam Vedanta-sutra dengan segala logika mengenai sebab dan akibat.
Penjelasan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna adalah Penguasa tertinggi dalam
menjelaskan pengetahuan tersebut. Namun, menurut kebiasaan, sarjana-sarjana
yang bijaksana dan para penguasa baku selalu mengemukakan bukti dari
penguasa-penguasa dari dahulu. Krishna sedang menjelaskan hal ini yang sering
menimbulkan perselisihan pendapat mengenai apakah sang roh dan Roh Yang Utama
bersatu atau berbeda dengan cara mengutip dari sebuah Kitab Suci, yaitu
Vedanta, yang diakui sebagai sumber yang dapat dipercaya. Pertama-tama Krishna
bersabda, Ini menurut berbagai resi." Di kalangan para resi, di samping
Krishna Sendiri, Vyasadeva (Penyusun Vedanta-sutra) adalah seorang resi yang
mulia. Perbedaan antara Roh Yang Utama dan roh yang individual dijelaskan
secara sempurna di dalam Vedanta-sutra. Ayah Vyasadeva, Parasara, juga seorang
resi yang mulia, Parasara menulis dalam buku-buku nya tentang kegiatan
keagamaan, aham tvām ca tathānye. . . Kita—anda, saya dan berbagai makhluk
hidup lainnya—semua bersifat rohani, meskipun kita berada di dalam badan-badan
jasmani. Sekarang kita sudah jatuh ke dalam cara-cara tiga sifat alam material
menurut karmakita masing-masing. Karena itu, beberapa orang berada pada
tingkat-tingkat yang lebih tinggi, dan beberapa berada di dalam alam yang rendah.
Alam yang tinggi dan yang rendah ada karena kebodohan. Kedua alam tersebut
diwujudkan dalam jumlah makhluk hidup yang tidak dapat dihitung. Tetapi Roh
Yang Utama yang tidak pernah gagal tidak dipengaruhi oleh tiga sifat alam dan
bersifat rohani. Begitu pula, dalam Veda yang asli, dibedakan antara sang roh,
Roh Yang Utama dan badan, khususnya dalam Katha Upanisad. Ada banyak resi yang
mulia yang sudah menjelaskan kenyataan ini, dan Parasaralah yang paling utama
di antaranya. Kata chandobhiḥ berarti berbagai kesusasteraan Veda. Misalnya,
Taittiriya Upanisad, sebagian dari Yajur Veda, menguraikan alam, makhluk hidup
dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, kṣetra adalah lapangan
kegiatan, dan ada dua jenis ksetrajna; yaitu makhluk hidup yang individual dan
insan yang paling utama. Sebagaimana dinyatakan dalam Taittiriya Upanisad
(2.9), brahma puccham pratistha. Ada manifestasi tenaga Tuhan Yang Maha Esa
yang bernama annamayā , ketergantungan pada makanan untuk kehidupan. Ini
merupakan keinsafan duniawi terhadap Yang Mahakuasa. Kemudian, dalam prāṇamayā
, sesudah menginsafi Kebenaran Yang Paling Utama dalam makanan, seseorang dapat
menginsafi Kebenaran Mutlak dalam gejala-gejala hidup atau bentuk-bentuk hidup.
Dalam Jnānāmayā , keinsafan berkembang melampaui gejala-gejala hidup sampai
tingkat berpikir, merasakan dan menginginkan. Kemudian ada keinsafan Brahman
yang disebut vijñāna-mayā. Dalam keinsafan itu, pikiran dan gejala-gejala hidup
makhluk dibedakan dari makhluk hidup itu sendiri. Tingkat berikutnya, yaitu
tingkat yang paling tinggi, adalah anandamayā , keinsafan terhadap alam yang
serba bahagia. Jadi, ada lima tingkat keinsafan Brahman, yang disebut brahma
puccham. Di antara lima tahap tersebut, tiga yang pertama—annamayā , prāṇamayā
dan jñānamayā—menyangkut lapangan-lapangan kegiatan para makhluk hidup.
Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut anandamayā , melampaui segala lapangan
kegiatan tersebut. Dalam Vedanta-sutra, Yang Maha kuasa juga diuraikan dengan
kata-kata, anandamayo 'bhyasat: Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersifat penuh
kebahagiaan. Beliau menjelmakan Diri menjadi vijñānamayā , prāṇamayā ,
jñānamayā dan annamayā untuk menikmati kebahagiaan rohani-Nya. Di
lapangan kegiatan, makhluk hidup dianggap yang menikmati. “nandamayā
berbeda dari makhluk hidup itu. Itu berarti bahwa kalau makhluk hidup
mengambil keputusan untuk menikmati dengan cara menghubungkan Diri-Nya dengan
anandamayā , maka ia menjadi sempurna. Inilah gambaran yang sebenarnya tentang
Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Mahatahu tentang lapangan, sedangkan makhluk
hidup mengetahui sebagai bawahan, dan bersifat lapangan kegiatan. Seseorang
harus mencari kebenaran tersebut dalam Vedanta-sutra, atau Brahmasutra.
Disebut di sini bahwa rumus-rumus Brahmasutra disusun dengan
baik sekali menurut sebab dan akibat. Beberapa sutra, atau pepatah, tersebut
adalah sebagai berikut: na viyad asruteh (2.3.2), natma sruteh (2.3.18), dan
parat tu tac-chruteh (2.3.40). Pepatah pertama menunjukkan lapangan kegiatan, yang
kedua menunjukkan makhluk hidup, dan yang ketiga menunjukkan Tuhan Yang Maha
Esa, summum bonum di antara sagala perwujudan berbagai insan.
13.6-7
mahā-bhūtāny ahańkāro
buddhir avyaktam eva ca
indriyāṇi daśaikaḿ ca
pañca cendriya-gocarāḥ
icchā dveṣaḥ sukhaḿ
duḥkhaḿ
sańghātaś cetanā dhṛtiḥ
etat kṣetraḿ samāsena
sa-vikāram udāhṛtam
mahā-bhūtāni—unsur-unsur besar;
ahańkāraḥ—keakuan palsu;
buddhiḥ—kecerdasan;
avyaktam—yang tidak terwujud;
evā—pasti;
ca—juga;
indriyāṇi—indera-indera;
daśa-ekam—sebelas;
ca—juga;
pañca—lima;
ca—juga;
indriya-go-carāḥ—obyek-obyek
indera;
icchā—keinginan;
dveṣaḥ—rasa benci;
sukham—kebahagiaan;
duḥkham—dukacita;
sańghātaḥ—jumlah gabungan;
cetanā—gejala-gejala
hidup;
dhṛtiḥ—ketabahan hati;
etat—semua ini;
kṣetram—lapangan
kegiatan;
samāsena—sebagai ringkasan;
sa-vikāram—dengan hal-hal
yang saling mempengaruhi;
udāhṛtam—diterangkan dengan contoh.
Terjemahan
Lima unsur besar, keakuan palsu, kecerdasan, yang tidak terwujud, sepuluh indera
dan pikiran, lima obyek indera, keinginan, rasa benci, kebahagiaan, dukacita,
jumlah gabungan, gejala-gejala hidup, dan keyakinan-keyakinan—sebagai
ringkasan, semua unsur tersebut merupakan lapangan kegiatan dan hal-hal yang
saling mempengaruhi dari lapangan kegiatan.
Penjelasan
Dari segala pertanyaan resi-resi yang mulia yang dapat dipercaya,
mantra-mantra Veda dan pepatah-pepatah Vedanta-sutra, unsur-unsur dunia ini
dapat dimengerti sebagai berikut. Pertama ada tanah, air, api, udara dan
angkasa. Ini merupakan lima unsur besar (mahabhuta). Kemudian ada keakuan
palsu, kecerdasan dan tahap tidak terwujud dari tiga sifat alam. Kemudian ada
lima indera untuk memperoleh pengetahuan yaitu; mata, telinga, hidung, lidah
dan kulit. Kemudian lima indera yang bekerja; suara, kaki, tangan, dubur dan
kemaluan. Kemudian, ada pikiran yang lebih halus daripada indera-indera.
Pikiran berada di dalam badan dan dapat disebut indera di dalam. Karena itu,
ada sebelas indera kalau kita menghitung pikiran sebagai salah satu indera.
Kemudian ada lima obyek indera; bau, rasa, bentuk, rabaan dan suara. Jumlah
gabungan dua puluh empat unsur tersebut disebut lapangan kegiatan. Kalau
seseorang mempelajari dua puluh empat mata pelajaran tersebut secara analisis,
ia dapat mengerti dengan baik tentang lapangan kegiatan. Kemudian ada rasa
benci, keinginan, kebahagiaan dan dukacita, yang merupakan hal-hal saling
mempengaruhi, perwujudan perwujudan lima unsur besar dalam badan kasar.
Gejala-gejala hidup, yang diwujudkan melalui kesadaran dan keyakinan, adalah
perwujudan badan halus—pikiran, kecerdasan, dan keakuan yang palsu. Unsur-unsur
halus tersebut termasuk di dalam lapangan kegiatan.
Lima unsur besar adalah perwujudan kasar keakuan palsu,
yang kemudian mewujudkan tahap awal keakuan palsu yang disebut dengan istilah
paham material atau tamasabuddhi, kecerdasan dalam kebodohan. Kemudian, ini
mewujudkan tahap tidak terwujud tiga sifat alam material. Unsur-unsur alam
material yang tidak terwujud disebut pradhana.
Orang yang ingin mengetahui tentang dua puluh empat unsur
secara terperinci serta hal-hal saling mempengaruhi dari unsur-unsur itu
sebaiknya mempelajari filsafat tersebut secara lebih terperinci lagi. Dalam
Bhagavad-gita, yang diberikan hanya ringkasan saja.
Badan adalah perwujudan segala unsur tersebut, dan badan
mengalami enam jenis perubahan: Badan dilahirkan, tumbuh, bertahan,
menghasilkan sesuatu, kemudian mulai merosot, dan akhirnya pada tahap terakhir
badan lenyap. Karena itu, lapangan adalah benda material yang tidak kekal. Akan
tetapi, ksetrajna, yang mengetahui lapangan, adalah pemilik lapangan, dan ia
berbeda dari lapangan itu.
13.8-12
(8)
amānitvām adambhitvām
ahiḿsā kṣāntir ārjavam
ācāryopāsanaḿ śaucaḿ
sthairyam ātma-vinigrahaḥ
(9)
indriyārtheṣu vairāgyam
anahańkāra eva ca
janma-mṛtyu-jarā-vyādhi-
duḥkha-doṣānudarśanam
(10)
asaktir anabhiṣvańgaḥ
putra-dāra-gṛhādiṣu
nityaḿ ca sama-cittatvām
iṣṭāniṣṭopapattiṣu
(11)
mayi cānanya-yogena
bhaktir avyabhicāriṇī
vivikta-deśa-sevitvām
aratir jana-saḿsadi
(12)
adhyātma-jñāna-nityatvaḿ
tattva-jñānārtha-darśanam
etaj jñānam iti proktām
ajñānaḿ yad ato 'nyathā
amānitvām—sifat rendah hati;
adambhitvām—bebas dari rasa
bangga;
ahiḿsā—tidak melakukan kekerasan;
kṣāntiḥ—toleransi;
ārjavam—kesederhanaan;
ācārya-upāsanam—mendekati seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya;
śaucam—kebersihan;
sthairyam—sifat mantap;
ātma-vinigrahaḥ—mengendalikan diri;
indriya-artheṣu—dalam
hal indera-indera;
vairāgyam—pelepasan ikatan;
anahańkāraḥ—bebas
dari keakuan palsu;
evā—pasti;
ca—juga;
janma—dari
kelahiran;
mṛtyu—kematian;
jarā—usia tua;
vyādhi—dan
penyakit;
duḥkha—dari dukacita;
doṣa—kesalahan;
anudarśanam—melihat;
asaktiḥ—berada tanpa ikatan;
anabhiṣvańgaḥ—berada tanpa
pergaulan;
putra—untuk putera;
dāra—isteri;
gṛha-ādiṣu—rumah,
dan sebagainya;
nityam—tetap;
ca—juga;
sama-cittatvām—keseimbangan;
iṣṭa—yang diinginkan;
aniṣṭa—dan yang tidak diinginkan;
upapattiṣu—sesudah
memperoleh;
mayi—kepada-Ku;
ca—juga;
anaknya-yogena—oleh
bhakti yang murni;
bhaktiḥ—bhakti;
avyabhicāriṇī—tanpa putus;
vivikta—kepada
yang sunyi;
deśa—tempat-tempat;
sevitvām—bercita-cita;
aratiḥ—berada
tanpa ikatan;
jana-saḿsadi—terhadap rakyat umum;
adhyātma—mengenai
sang diri;
jñāna—dalam pengetahuan;
nityatvām—sifat tetap;
tattva-jñāna—dari
pengetahuan tentang kebenaran;
artha—terhadap obyek;
darśanam—filsafat;
etat—semua ini;
jñānam—pengetahuan;
iti—demikian;
proktām—dinyatakan;
ajñānām—kebodohan;
yat—itu yang;
ataḥ—dari ini;
anyathā—lain.
Terjemahan
Sifat rendah hati; kebebasan dari rasa bangga; tidak melakukan kekerasan;
toleransi; kesederhanaan; mendekati seorang guru kerohanian yang dapat
dipercaya; kebersihan; sifat mantap; pengendalian diri; melepaskan ikatan
terhadap obyek-obyek kepuasan indera-indera; kebebasan dari keakuan yang palsu;
mengerti buruknya kelahiran; kematian; usia tua dan penyakit; ketidakterikatan;
kebebasan dari ikatan terhadap anak-anak; isteri; rumah dan sebagainya;
keseimbangan pikiran di tengah-tengah kejadian yang menyenangkan dan yang tidak
menyenangkan; bhakti kepada-Ku yang murni dan tidak pernah menyimpang;
bercita-cita tinggal di tempat yang sunyi; ketidakterikatan terhadap khalayak
ramai; mengakui bahwa keinsafan diri adalah hal yang penting; dan usaha mencari
Kebenaran Mutlak dalam filsafat—Aku menyatakan bahwa segala sifat tersebut
adalah pengetahuan, dan apa pun yang ada di luar sifat-sifat itu adalah
kebodohan.
Penjelasan
Kadang-kadang orang yang kurang cerdas salah paham dengan menganggap bahwa
proses pengetahuan tersebut adalah hal saling mempengaruhi dari lapangan
kegiatan. Tetapi sebenarnya proses tersebut adalah proses pengetahuan yang
sejati. Kalau seseorang menerima proses ini, maka ada kemungkinan dia dapat
mendekati Kebenaran Mutlak. Ini bukan hal saling mempengaruhi dari dua puluh
empat unsur, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Ini sebenarnya merupakan sarana
untuk mencari jalan keluar dari ikatan unsur-unsur tersebut. Sang roh di kurung
di dalam badan, yang merupakan kemasan terbuat dari dua puluh empat unsur, dan
proses pengetahuan yang diuraikan di sini adalah sarana untuk keluar dari
badan. Dari segala uraian mengenai proses pengetahuan, unsur yang paling penting
diuraikan dalam baris pertama dari ayat sebelas. Mayi cananyayogena bhaktir
avyabhicarini: Proses pengetahuan memuncak dalam bhakti yang murni kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Karena itu, kalau seseorang tidak mendekati, atau tidak dapat
mendekati pengabdian rohani kepada Tuhan, maka sembilan belas unsur lainnya
tidak begitu berharga. Tetapi, kalau seseorang mulai melakukan bhakti dalam
kesadaran Krishna sepenuhnya, maka sembilan belas unsur lainnya dengan
sendirinya akan berkembang di dalam Diri-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam
Srimad-Bhagavatam (5.18.12), yasyasti bhaktir bhagavaty akiñcana sarvair gunais
tatra samasate śūrāḥ. Segala sifat pengetahuan yang baik berkembang di dalam
hati orang yang sudah mencapai tingkat bhakti. Prinsip berguru kepada guru kerohanian,
sebagaimana disebut dalam ayat kedelapan, adalah syarat mutlak. Itulah yang
paling penting, bahkan bagi orang yang mulai melakukan bhakti sekalipun.
Kehidupan rohani mulai ketika seseorang berguru kepada seorang guru kerohanian
yang dapat dipercaya. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna, menyatakan
dengan jelas di sini bahwa proses pengetahuan ini adalah jalan yang sebenarnya.
Apapun yang dibayangkan di luar proses ini adalah hal yang tidak masuk akal.
Mengenai pengetahuan yang diuraikan di sini, unsur-unsur
tersebut di atas dapat dianalisis sebagai berikut: Rendah hati berarti
seharusnya orang jangan berhasrat supaya hati puas dengan dihormati orang lain.
Paham hidup yang duniawi menyebabkan kita ingin sekali dihormati orang, tetapi
dari segi pandangan orang yang memiliki pengetahuan sempurna—orang yang
mengetahui bahwa Diri-Nya bukan badan ini—apa pun berhubungan dengan badan ini
tidak berguna, baik ia dihormati maupun tidak dihormati. Hendaknya orang
janganlah berhasrat terhadap penipuan material tersebut. Orang ingin sekali
menjadi terkenal karena kegiatan rohaninya, dan akibatnya kadang-kadang
ditemukan bahwa tanpa mengerti prinsip-prinsip dharma seseorang masuk menjadi
anggota suatu organisasi yang sebenarnya tidak mengikuti prinsip-prinsip
dharma, kemudian dia ingin memaklumkan Diri-Nya sebagai seorang guru
kerohanian. Mengenai kemajuan yang sebenarnya dalam ilmu pengetahuan rohani,
seharusnya seseorang mempunyai ujian untuk menentukan sejauh mana ia sudah
maju. Dia dapat menguji dengan unsur-unsur dalam ayat ini.
Tidak melakukan kekerasan pada umumnya diartikan tidak membunuh
atau membinasakan badan, tetapi sebenarnya tidak melakukan kekerasan berarti
tidak menyebabkan makhluk lain berdukacita. Pada umumnya orang diperangkap oleh
kebodohan dalam paham hidup yang duniawi, dan mereka menderita kesengsaraan
material untuk selamanya. Karena itu, kalau seseorang tidak mengangkat orang
lain sampai tingkat pengetahuan rohani, maka itu berarti bahwa dia melakukan
kekerasan. Hendaknya orang berusaha sekuat tenaga untuk menyebarkan pengetahuan
yang sebenarnya kepada rakyat, agar mereka dapat dibebaskan dari kebodohan dan
meninggalkan ikatan material ini. Itulah arti istilah tidak melakukan
kekerasan.
Toleransi berarti hendaknya orang dilatih untuk tahan
penghinaan dan ejekan orang lain. Kalau seseorang tekun dalam kemajuan
pengetahuan rohani, maka dia akan mengalami begitu banyak penghinaan dan sikap
kurang hormat dari orang lain. Ini memang diduga karena alam material disusun
sedemikian rupa. Anak kecil, misalnya Prahlada, yang hanya berumur lima tahun,
tekun mengembangkan pengetahuan rohani, tetapi diapun mengalami bahaya ketika
ayahnya sangat membenci bhakti yang dilakukannya. Sang ayah berusaha membunuh
Prahlada dengan berbagai cara, tetapi Prahlada tahan terhadap kegiatan ayahnya.
Jadi, barangkali ada banyak halangan terhadap kemajuan di bidang pengetahuan
rohani, hendaknya kita toleransi dan melanjutkan kemajuan kita dengan ketabahan
hati.
Kesederhanaan berarti hendaknya orang bebas dari siasat dan
begitu terus terang hingga dapat mengungkapkan kebenaran yang sejati, bahkan
kepada musuh sekalipun. Berguru kepada guru kerohanian merupakan syarat mutlak,
sebab tanpa ajaran dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, orang
tidak dapat maju di bidang ilmu pengetahuan rohani. Sebaiknya orang mendekati
seorang guru kerohanian dengan sikap sangat rendah hati dan melayani guru
kerohanian dengan berbagai cara agar beliau berkenan menganugerahkan berkat
karunianya kepada muridnya. Oleh karena seorang guru kerohanian yang dapat
dipercaya adalah utusan Krishna, kalau guru kerohanian memberikan berkat kepada
muridnya, maka itu akan menyebabkan murid itu segera maju, meskipun murid itu
belum mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur. Atau, prinsip-prinsip yang
mengatur akan menjadi lebih mudah diikuti bagi orang yang sudah mengabdikan
diri kepada guru kerohanian tanpa ragu-ragu.
Kebersihan merupakan syarat mutlak untuk mencapai kemajuan
dalam kehidupan rohani. Ada dua jenis kebersihan; kebersihan lahiriah dan
kebersihan batiniah. Kebersihan lahiriah berarti mandi, tetapi untuk kebersihan
batiniah, orang harus berpikir tentang Krishna senantiasa dan mengucapkan
mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare
Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Proses ini menghilangkan debu yang tertumpuk di
dalam pikiran kita akibat karmadari dahulu.
Sifat mantap berarti hendaknya orang sangat bertabah hati untuk
mencapai kemajuan dalam kehidupan rohani. Tanpa ketabahan hati seperti itu, seseorang
tidak dapat mencapai kemajuan yang nyata. Mengendalikan diri berarti hendaknya
orang janganlah menerima sesuatu yang menghalang-halangi kemajuan rohani.
Hendaknya orang membiasakan diri dengan sikap ini dan menolak hal-hal yang
bertentangan dengan jalan kemajuan rohani. Inilah ketidakterikatan yang
sebenarnya. Betapa kuatnya indera-indera sehingga indera-indera selalu ingin
dipuaskan. Sebaiknya orang tidak melayani permintaan indera-indera, yang
sebenarnya tidak diperlukan. Hendaknya indera indera hanya dipuaskan untuk
menjaga kesehatan badan supaya kita dapat melaksanakan tugas kewajiban kita
untuk mencari kemajuan dalam kehidupan rohani. Indera yang paling penting dan
yang paling sulit dikendalikan ialah lidah. Kalau seseorang dapat mengendalikan
lidah, kemungkinan besar ia dapat mengendalikan indera-indera lainnya. Fungsi
lidah ialah merasakan dan bergetar. Karena itu, dengan aturan yang sistematis,
hendaknya lidah selalu dijadikan tekun mencicipi sisa makanan yang sudah
dipersembahkan kepada Krishna dan mengucapkan mantra Hare Krishna. Mengenai
mata, hendaknya mata jangan dibiarkan melihat sesuatu selain bentuk Krishna
yang indah. Itu akan mengendalikan mata. Begitu pula, hendaknya telinga
dijadikan tekun mendengar tentang Krishna dan hidung dijadikan tekun mencium
bunga-bunga yang sudah dipersembahkan kepada Krishna. Inilah proses bhakti, dan
di sini dimengerti bahwa Bhagavad-gita hanya mengemukakan ilmu pengetahuan
tentang bhakti. Bhakti adalah tujuan utama dan tujuan tunggal. Orang yang
kurang cerdas menafsirkan Bhagavad-gita dan berusaha menyesatkan pikiran
pembaca menuju hal-hal lain, tetapi tiada mata pelajaran selain pengabdian suci
bhakti dalam Bhagavad-gita.
Keakuan yang palsu berarti menganggap badan ini adalah diri
kita. Apabila seseorang mengerti bahwa Diri-Nya bukan badan, melainkan Diri-Nya
adalah roh, itulah keakuan yang sebenarnya. Keakuan benar-benar ada. Keakuan
yang palsu disalahkan, tetapi keakuan yang sebenarnya tidak disalahkan. Dalam
kesusasteraan Veda (Brhad-aranyaka Upanisad 1.4.10) dinyatakan, aham brahmasmi:
Diri saya adalah Brahman, diri saya adalah roh. Saya berada," pengertian
tentang adanya diri kita, juga ada pada tingkat pembebasan dalam keinsafan
diri. Pengertian bahwa Saya berada" adalah keakuan, tetapi apabila pengertian
Saya berada" dikenakan pada badan yang palsu ini, maka itu merupakan
keakuan yang palsu. Apabila pengertian tentang diri kita dihubungkan dengan
kesunyataan, itu merupakan keakuan yang sebenarnya. Ada beberapa filosof yang
mengatakan hendaknya kita meninggalkan keakuan kita, tetapi kita tidak dapat
meninggalkan keakuan kita, sebab keakuan berarti identitas. Tentu saja,
sebaiknya kita meninggalkan sikap mempersamakan diri kita dengan badan yang
merupakan sikap palsu.
Hendaknya orang berusaha mengerti duka cita pengalaman
kelahiran, kematian, usia tua, dan penyakit. Ada dua uraian dalam berbagai
kesusasteraan Veda mengenai kelahiran. Dalam Srimad-Bhagavatam, dunia anak yang
belum lahir, masa anak di dalam kandungan ibu, penderitaan si anak, dan sebagainya,
semua diuraikan secara panjang lebar. Orang harus mengerti secara mendalam
bahwa kelahiran penuh kesengsaraan. Oleh karena kita lupa betapa besarnya
kesengsaraan yang telah kita alami di dalam kandungan ibu, kita tidak berusaha
mencari penyelesaian kelahiran dan kematian yang dialami berulang kali. Begitu
pula, pada saat meninggal, ada segala jenis kesengsaraan, dan kesengsaraan itu
juga disebut dalam Kitab-kitab Suci yang dapat dipercaya. Seyogyanya hal-hal
ini dibicarakan. Mengenai penyakit dan usia tua, semua orang mendapat
pengalaman yang nyata. Tiada seorang pun yang ingin jatuh sakit, dan tidak ada
seorang pun yang ingin menjadi tua, tetapi hal-hal itu tidak dapat dihindari.
Kalau kita tidak bersikap pesimis terhadap kehidupan material ini, dengan
mempertimbangkan kesengsaraan kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit, maka
tidak ada dorongan untuk kemajuan kita dalam kehidupan rohani.
Mengenai ketidakterikatan terhadap anak, isteri dan rumah,
tidak dimaksudkan agar orang tidak mempunyai perasaan sama sekali terhadap
hal-hal itu. Hal-hal itu merupakan obyek kasih sayang yang wajar, tetapi
apabila hal-hal itu tidak menguntungkan demi kemajuan rohani, maka sebaiknya
orang jangan terikat kepadanya. Cara terbaik agar rumah tangga menyenangkan ialah
kesadaran Krishna. Kalau seseorang berada dalam kesadaran Krishna sepenuhnya
maka dia dapat menjadikan rumah tangganya sangat bahagia sekali karena proses
dalam kesadaran Krishna sangat mudah. Orang hanya perlu mengucapkan mantra Hare
Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma
Rāma, Hare Hare, menerima sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada
Krishna, mengadakan diskusi tentang buku-buku seperti Bhagavad-gita dan
Srimad-Bhagavatam, dan menjadi tekun dalam sembahyang kepada Arca. Empat
kegiatan tersebut akan membahagiakan Diri-Nya. Sebaiknya orang melatih anggota
keluarganya dengan cara seperti itu. Para anggota keluarga dapat duduk pagi dan
sore bersama-sama dan menyanyi Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna,
Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Kalau seseorang dapat
membentuk kehidupan keluarganya dengan cara demikian untuk mengembangkan
kesadaran Krishna, dengan mengikuti empat prinsip tersebut di atas, maka dia
tidak perlu berubah dari hidup berkeluarga sampai kehidupan meninggalkan
hal-hal duniawi. Tetapi kalau hidup berkeluarga tidak menguntungkan dan tidak
bermanfaat demi kemajuan rohani, maka hendaknya hidup berkeluarga ditinggalkan.
Orang harus mengorbankan segala sesuatu untuk menginsafi atau melayani Krishna,
seperti yang dilakukan Arjuna. Arjuna tidak ingin membunuh anggota keluarganya
tetapi ketika dia mengerti bahwa anggota keluarga itu merintangi keinsafannya
terhadap Krishna, dia menerima perintah dari Krishna untuk bertempur dan
membunuh mereka dalam perang. Dalam segala keadaan, seseorang harus bebas dari
ikatan terhadap suka dan duka hidup berkeluarga, karena di dunia ini orang
tidak akan pernah bahagia sepenuhnya atau sengsara sepenuhnya.
Suka dan duka adalah hal-hal yang berjalan berdampingan dalam
kehidupan material. Sebagaimana dinasehatkan dalam Bhagavad-gita, orang harus
belajar cara toleransi. Orang tidak akan pernah membatasi datang dan perginya
suka dan duka; karena itu, sebaiknya ia lepas dari ikatan terhadap cara hidup
yang duniawi, dan dengan sendirinya bersikap seimbang dalam kedua keadaan
tersebut. Pada umumnya, apabila kita mendapat sesuatu yang diinginkan kita
bahagia sekali, dan apabila kita mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan,
maka kita bersedih hati. Tetapi kalau kita sungguh-sungguh berada dalam tingkat
kerohanian, maka hal-hal seperti itu tidak akan menggoyahkan diri kita. Untuk
mencapai tingkat itu, kita harus mempraktekkan bhakti yang tidak terputus.
Bhakti kepada Krishna tanpa menyimpang berarti menekuni sembilan cara
bhakti—yaitu, memuji, mendengar, sembahyang, menghormati, dan
sebagainya—sebagaimana diuraikan dalam ayat terakhir dari Bab Sembilan.
Hendaknya cara tersebut diikuti.
Sewajarnya, apabila seseorang sudah menyesuaikan diri dengan
cara hidup rohani, dia tidak ingin bergaul dengan orang-orang duniawi. Itu akan
bertentangan dengan jiwanya. Orang dapat menguji Diri-Nya dengan melihat sejauh
mana dia berminat tinggal di tempat yang sunyi tanpa pergaulan yang tidak
diinginkan. Sewajarnya seorang penyembah tidak berminat ikut permainan atau
nonton film yang tidak diperlukan atau menikmati suatu pesta duniawi, karena
dia mengerti bahwa hal-hal itu hanya memboroskan waktu. Ada banyak sarjana
riset dan filosof yang mempelajari hubungan kelamin atau hal yang lain, tetapi
menurut Bhagavad-gita riset dan angan-angan filsafat seperti itu tidak
berharga. Hal-hal seperti itu kurang lebih tidak masuk akal.
Menurut Bhagavad-gita, hendaknya orang mengadakan riset dengan pertimbangan
filsafat mengenai sifat sang roh. Sebaiknya orang mengadakan riset untuk
mengerti sang roh. Itulah yang dianjurkan di sini.
Mengenai keinsafan diri, dinyatakan dengan jelas di sini bahwa
khususnya bhakti-yoga yang praktis. Begitu soal bhakti ditanyakan, maka orang
harus mempertimbangkan hubungan antara Roh Yang Utama dengan roh yang
individual. Roh yang individual dan Roh Yang Utama tidak mungkin satu,
sekurang-kurangnya menurut paham bhakti, atau paham pengabdian rohani dalam
hidup. Pengabdian roh yang individual kepada Roh Yang Utama adalah hal yang
kekal, nityam, sebagaimana dinyatakan dengan jelas. Jadi, bhakti, atau
pengabdian rohani adalah kenyataan yang kekal. Hendak nya orang menjadi mantap
dalam keyakinan filsafat tersebut.
Dalam Srimad-Bhagavatam (1.2.11) hal ini dijelaskan. Vadanti
tat tattva vidas tattvām yaj jñānam advayam. Orang yang sungguh-sungguh
mengetahui Kebenaran Mutlak mengetahui bahwa Sang Diri diinsafi dalam tiga
tahap yang berbeda sebagai Brahman, Paramatma dan Bhagavan." Bhagavan
adalah kata yang terakhir dalam keinsafan terhadap Kebenaran Mutlak. Karena
itu, hendaknya orang mencapai tingkat itu dalam pengertian terhadap Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, dan dengan demikian menekuni bhakti kepada Tuhan. Itulah
kesempurnaan pengetahuan.
Mulai dari latihan sikap rendah hati sampai tingkat keinsafan
terhadap Kebenaran Yang Paling Utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Yang
Mutlak, proses tersebut adalah seperti tangga yang mulai dari lantai satu
sampai lantai paling atas. Pada tangga ini ada banyak orang yang sudah mencapai
lantai satu, lantai dua, atau lantai tiga, dan sebagainya, tetapi kalau
seseorang belum mencapai lantai paling atas, yaitu pengertian terhadap Krishna
maka dia berada pada tingkat pengetahuan yang lebih rendah. Kalau seseorang
ingin bersaing dengan Tuhan dan pada waktu yang sama maju dalam pengetahuan
rohani, maka dia akan mengalami kegagalan. Dinyatakan dengan jelas bahwa tanpa
sikap rendah hati, pengertian yang sebenarnya tidak dimungkinkan. Kalau
seseorang menganggap Diri-Nya adalah Tuhan, itu sikap yang sombong sekali.
Walaupun makhluk hidup selalu ditendang oleh hukum-hukum alam material yang
keras, ia masih berpikir Aku adalah Tuhan" karena kebodohan. Karena itu
awal pengetahuan adalah amanitva, sifat rendah hati. Hendaknya orang bersikap
rendah hati dan mengetahui bahwa kedudukan Diri-Nya di bawah Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena pemberontakan terhadap Tuhan Yang Maha Esa orang menjadi
takluk pada alam material. Orang harus mengetahui dan meyakini kebenaran ini.
13.13
jñeyaḿ yat tat pravakṣyāmi
yaj jñātvāmṛtam aśnute
anādi mat-paraḿ brahma
na sat tan nāsad ucyate
jñeyam—apa yang dapat diketahui;
yat—yang;
tat—itu;
pravakṣyāmi—sekarang
Aku akan menjelaskan;
yat—yang;
jñātvā—mengetahui;
amṛtam—minuman
kekekalan;
aśnute—seseorang merasakan;
anādi—yang tidak berawal;
mat-
param—dibawah-Ku;
brahma—sang roh;
na—tidak juga;
sat—sebab;
tat—itu;
na—tidak juga;
asat—akibat;
ucyate—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Sekarang Aku akan menjelaskan tentang apa yang dapat diketahui. Sesudah
mengetahui tentang hal ini, engkau akan merasakan kekekalan. Brahman, sang roh,
yang tidak berawal dan berada di bawah-Ku, berada di luar sebab dan akibat
dunia material ini.
Penjelasan
Krishna sudah menjelaskan lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui
lapangan. Beliau juga sudah menjelaskan proses mengenal dia yang mengetahui
lapangan kegiatan. Sekarang Krishna mulai menjelaskan apa yang dapat diketahui,
pertama sang roh kemudian Roh Yang Utama. Dengan mengetahui tentang dia yang
mengetahui, baik sang roh maupun Roh Yang Utama, seseorang dapat menikmati
kekekalan dalam kehidupan. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab Dua, makhluk hidup
adalah kekal. Kenyataan ini juga dibenarkan di sini. Tanggal tertentu kelahiran
sang jiva tidak ada. Jejak sejarah perwujudan sang jivatma dari Tuhan juga
tidak mungkin di cari oleh siapa pun. Karena itu, sang jivatma tidak berawal.
Kenyataan ini dibenarkan dalam kesusasteraan Veda: na jāyate mriyate va
vipascit (Katha Upanisad 1.2.18). Yang mengetahui badan tidak pernah dilahirkan
dan tidak pernah mati, dan dia penuh pengetahuan.
Dalam kesusasteraan Veda (svetasvatara Upanisad 6.16)
dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai Roh Yang Utama adalah
pradhanaksetrajna patir gunesah, yang berarti Kepribadian Yang Paling Utama
yang mengetahui badan dan Penguasa tiga sifat alam material. Dalam smrti juga
dinyatakan, dasabhuto harer eva nanyasyaiva kadācana. Para makhluk hidup
mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk selamanya. Ini juga dibenarkan oleh
Sri Caitanya dalam ajaran-Nya. Karena itu, uraian Brahman yang disebut dalam
ayat ini adalah uraian berhubungan dengan roh yang individual, dan bila kata
Brahman dikaitkan dengan makhluk hidup, dimengerti bahwa makhluk hidup adalah
vijñānabrahma, bukan anandabrahma. “nandabrahma adalah Brahman Yang Paling
Utama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
13.14
sarvataḥ pāṇi-pādaḿ tat
sarvato 'kṣi-śiro-mukham
sarvataḥ śrutimal loke
sarvam āvṛtya tiṣṭhati
sarvataḥ—di mana-mana;
pāṇi—tangan-tangan;
padam—kaki;
tat—itu;
sarvataḥ—di mana-mana;
akṣi—mata;
śiraḥ—kepala;
mukham—wajah-wajah;
sarvataḥ—di mana-mana;
śruti-mat—memiliki
telinga;
loke—di dunia;
sarvam—segala sesuatu;
āvṛtya—menutupi;
tiṣṭhati—berada.
Terjemahan
Tangan, kaki, mata, kepala-kepala dan muka-muka Roh Yang Utama berada di
mana-mana, dan Beliau mempunyai telinga di mana-mana. Roh Yang Utama berada
dengan cara seperti ini, dan Beliau berada di dalam segala sesuatu.
Penjelasan
Seperti halnya keberadaan matahari dan memancarkan sinar-sinarnya yang tidak
terbatas, Roh Yang Utama, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, juga berada
seperti itu. Roh Yang Utama berada dalam bentuk-Nya yang berada di mana-mana,
dan semua makhluk yang individual berada di dalam Diri-Nya, mulai dari guru
besar pertama yaitu, Brahma, sampai dengan semut yang kecil. Jumlah kepala,
kaki, tangan, mata dan makhluk hidup tidak dapat dihitung. Semuanya berada di
dalam Roh Yang Utama dan bersandar pada Beliau. Karena itu, Roh Yang Utama berada
di mana-mana. Akan tetapi, roh yang individual tidak dapat mengatakan bahwa
tangan, kaki, dan matanya berada di mana-mana. Itu tidak mungkin. Kalau
makhluk hidup berpikir Diri-Nya berada di bawah kebodohan sehingga ia tidak
menyadari bahwa tangan dan kakinya tersebar di mana-mana, tetapi apabila ia
mencapai pengetahuan yang benar ia akan mencapai tingkat itu, maka anggapannya
merupakan penyangkalan. Ini berarti roh yang individual bukan Yang Mahakuasa,
karena dia diikat oleh alam material. Yang Maha kuasa berbeda dari roh yang
individual. Tuhan Yang Mahakuasa dapat mengulurkan tangan-Nya tanpa batas; Roh
yang individual tidak dapat berbuat seperti itu. Dalam Bhagavad-gita Tuhan Yang
Maha Esa menyatakan bahwa kalau seorang mempersembahkan setangkai bunga, buah,
atau air Beliau akan menerima persembahan itu. Kalau Tuhan berada di tempat
yang jauh sekali, bagaimana mungkin Beliau dapat menerima benda-benda itu?
Inilah sifat Mahasakti yang dimiliki oleh Tuhan: Kendatipun Beliau berada di
tempat tinggal-Nya yang jauh sekali dari bumi, Beliau dapat mengulurkan
tangannya untuk menerima apa yang dipersembahkan seseorang. Itulah kekuatan
Beliau. Dalam Brahma-samhita (5.37) dinyatakan, goloka eva nivasaty
akhilatma-bhutah: Walaupun Beliau selalu sibuk dalam kegiatan rohani-Nya Beliau
berada di mana-mana. Roh yang individual tidak dapat mengatakan Diri-Nya berada
di mana-mana. Karena itu, ayat ini menguraikan Roh Yang Utama, Kepribadian
Tuhan Yang Mahakuasa, roh yang individual.
13.15
sarvendriya-guṇābhāsaḿ
sarvendriya-vivarjitam
asaktaḿ sarva-bhṛc caiva
nirguṇaḿ guṇa-bhoktṛ ca
sarva—dari semua;
indriya—indera-indera;
guṇa—dari
sifat-sifat;
ābhāsam—sumber asli;
sarva—semua;
indriya—indera-indera;
vivarjitam—berada tanpa;
asaktam—tanpa ikatan;
sarva-bhṛt—Pemelihara
semua orang;
ca—juga;
evā—pasti;
nirguṇam—tanpa
sifat-sifat material;
guṇa-bhoktṛ—Penguasa semua guna;
ca—juga.
Terjemahan
Roh Yang Utama adalah sumber asli semua indera, namun Beliau tidak mempunyai
indera material. Beliau tidak terikat, walaupun Beliau memelihara semua makhluk
hidup. Beliau melampaui sifat-sifat alam, dan pada waktu yang sama Beliau
adalah Penguasa semua sifat alam material.
Penjelasan
Kendatipun Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber semua indera para makhluk hidup,
Beliau tidak mempunyai indera-indera material seperti mereka. Sebenarnya, para
roh yang individual mempunyai indera-indera rohani, namun dalam kehidupan
terikat mereka ditutupi unsur-unsur material; karena itu, kegiatan
indera-indera diperlihatkan melalui unsur-unsur alam. Indera-indera Tuhan
Yang Maha Esa tidak ditutupi dengan cara seperti itu. Indera-indera Tuhan
Yang Maha Esa bersifat rohani. Karena itu, indera-indera Beliau disebut
nirguna. Guna berarti sifat-sifat material, jadi indera-indera Tuhan Yang Maha
Esa tidak ditutupi oleh hal-hal material. Hendaknya dimengerti bahwa
indera-indera Beliau tidak persis seperti indera-indera kita. Walaupun Beliau
adalah sumber kegiatan indera-indera kita, Beliau mempunyai indera-indera
rohani-Nya yang tidak dicemari. Kenyataan ini dijelaskan dengan baik dalam
svetasvatara Upanisad (3.19) dalam ayat yang berbunyi apanipado javano grahita.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak mempunyai tangan yang dicemari secara
material, tetapi Beliau mempunyai tangan dan Beliau menerima setiap korban suci
yang dipersembahkan kepada-Nya. Itulah perbedaan antara roh yang terikat dan
Roh Yang Utama. Beliau tidak mempunyai mata material, tetapi Beliau mempunyai
matā—kalau tidak, bagaimana mungkin Beliau dapat melihat? Beliau melihat segala
sesuatu—masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Ini juga
dibenarkan dalam Bhagavad-gita: Beliau mengetahui segala sesuatu, apa yang
dilakukan sekarang dan apa yang menantikan pada masa yang akan datang, namun
tiada seorang pun yang mengetahui Beliau. Dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa
tidak mempunyai kaki seperti kita, tetapi Beliau dapat berjalan di antariksa
karena Beliau mempunyai kaki rohani. Dengan kata lain, Tuhan bukan tanpa sifat
pribadi; Beliau mempunyai mata, kaki, tangan dan segala sesuatu yang lain, dan
oleh karena kita bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama
seperti Beliau, kita juga mempunyai anggota-anggota badan seperti itu. Tetapi
tangan, kaki, mata dan indera-indera Beliau tidak dicemari oleh alam material.
Dalam Bhagavad-gita juga dibenarkan bahwa apabila Tuhan Yang
Maha Esa muncul, Beliau muncul dalam bentuk-Nya yang asli melalui tenaga dalam
dari Diri-Nya. Beliau tidak dicemari oleh tenaga material, sebab Beliau adalah
penguasa tenaga material. Dalam kesusasteraan Veda, dinyatakan bahwa seluruh
badan Beliau bersifat rohani, mempunyai bentuk yang kekal yang disebut
sac-cid-anandavigraha. Beliau penuh segala kehebatan, pemilik segala kekayaan
dan pemilik segala tenaga. Beliau adalah Yang Mahacerdas dan penuh pengetahuan.
Inilah beberapa ciri Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliau memelihara semua
makhluk hidup dan menyaksikan segala kegiatan. Menurut pengertian kita dari
kesusasteraan Veda, Tuhan Yang Maha Esa selalu bersifat rohani. Walaupun kita
tidak melihat kepala, muka, tangan maupun kaki-Nya, Beliau mempunyai tangan,
muka, dan kaki, dan apabila kita diangkat hingga keadaan rohani, kita dapat
melihat bentuk Tuhan. Oleh karena indera-indera kita dicemari secara material,
kita tidak dapat melihat bentuk Beliau. Karena itu, orang yang tidak mengakui
bentuk pribadi Tuhan, yang masih dipengaruhi secara material, tidak dapat
mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
13.16
bahir antaś ca bhūtānām
acaraḿ caram eva ca
sūkṣmatvāt tad avijñeyaḿ
dūra-sthaḿ cāntike ca tat
bahiḥ—di luar;
antaḥ—di dalam;
ca—juga;
bhūtānām—antara
semua makhluk hidup;
acaram—tidak bergerak;
caram—bergerak;
evā—juga;
ca—dan;
sūkṣmatvāt—karena bersifat halus;
tat—itu;
avijñeyam—tidak
dapat diketahui;
dūra-stham—jauh;
ca—juga;
antike—dekat;
ca—dan;
tat—itu.
Terjemahan
Kebenaran Yang Paling Utama berada di luar dan di dalam semua makhluk hidup,
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Oleh karena Beliau bersifat
halus, Beliau di luar daya lihat atau daya mengerti indera-indera material.
Kendatipun Beliau jauh sekali, Beliau juga dekat kepada semua makhluk hidup.
Penjelasan
Dalam kesusasteraan Veda kita mengerti bahwa Narayana, Kepribadian Yang
Paling Utama, bersemayam di luar dan di dalam setiap makhluk hidup. Beliau
berada di dunia rohani dan juga di dunia material. Walaupun Beliau berada di
tempat yang jauh sekali, Beliau masih dekat pada kita. Demikianlah
pernyataan-pernyataan dari kesusasteraan Veda. “sinoduram vrājā ti sayano yati
sarvataḥ (Katha Upanisad 1.2.21). Oleh karena Beliau selalu sibuk dalam
kebahagiaan rohani, kita tidak dapat mengerti bagaimana Beliau menikmati
kehebatan lengkap yang dimiliki-Nya. Kita tidak dapat melihat maupun mengerti
dengan indera-indera material ini. Karena itu, dalam ayat-ayat Veda dinyatakan
bahwa pikiran dan indera-indera yang bersifat material tidak dapat bergerak
untuk mengerti Beliau. Tetapi orang yang sudah menyucikan pikiran dan
indera-inderanya dengan cara mempraktekkan kesadaran Krishna dalam bhakti dapat
melihat Beliau senantiasa. Dibenarkan dalam Brahma-samhita bahwa seorang
penyembah yang sudah mengembangkan cinta-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
dapat melihat Beliau senantiasa, dan tidak pernah berhenti. Dibenarkan dalam
Bhagavad-gita (11.54) bahwa Beliau hanya dapat dilihat dan dimengerti melalui
bhakti. Bhaktya tv ananyayā śakyaḥ.
13.17
avibhaktaḿ ca bhūteṣu
vibhaktam iva ca sthitam
bhūta-bhartṛ ca taj jñeyaḿ
grasiṣṇu prabhaviṣṇu ca
avibhaktam—tanpa dibagi;
ca—juga;
bhūteṣu—di dalam
semua makhluk;
vibhaktam—dibagi;
ivā—seolah-olah;
ca—juga;
sthitam—mantap;
bhūta-bhartṛ—memelihara semua makhluk hidup;
ca—juga;
tat—itu;
jñeyam—untuk dimengerti;
grasiṣṇu—menelan;
prabhaviṣṇu—mengembangkan;
ca—juga.
Terjemahan
Walaupun rupanya Roh Yang Utama dibagi antara semua makhluk, Beliau tidak
pernah dibagi. Beliau mantap sebagai Yang Tunggal. Walaupun Beliau memelihara
semua makhluk hidup, harus dimengerti bahwa Beliau menelan dan mengembangkan
segala-galanya.
Penjelasan
Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua makhluk hidup sebagai Roh
Yang Utama. Apakah ini berarti bahwa Beliau sudah dibagi? Tidak. Sebenarnya
Beliau adalah satu. Ada contoh tentang matahari yang dikemukakan sebagai
berikut: Matahari berada di tempatnya pada titik tertinggi yang dicapainya.
Tetapi jika kita berjalan delapan ribuan kilometer ke semua arah dan bertanya,
Di mana matahari?" Maka semua orang akan menjawab bahwa matahari
memancarkan sinarnya di atas kepalanya. Dalam kesusasteraan Veda contoh
tersebut dikemukakan untuk membuktikan bahwa walaupun Beliau tidak dibagi,
kedudukan Beliau tampaknya seolah-olah Beliau dibagi. Juga dinyatakan dalam
kesusasteraan Veda bahwa Visnu yang satu berada di mana-mana melalui
Kemahakuasaan-Nya, seperti halnya matahari kelihatan di banyak tempat bagi
banyak orang. Walaupun Tuhan Yang Maha Esa memelihara setiap makhluk hidup,
Beliau menelan segala sesuatu pada saat alam semesta dilebur. Kenyataan ini
dibenarkan dalam Bab Sebelas. Krishna menyatakan bahwa Beliau datang untuk
menelan semua kesatria yang telah berkumpul di Kuruksetra . Krishna juga
menyebutkan bahwa Beliau juga menelan dalam bentuk waktu. Krishna adalah
Pelebur, Pembunuh segala-galanya. Apabila ada ciptaan, Beliau mengembangkan
semuanya dari keadaan yang asli dan pada waktu peleburan Beliau menelan
semuanya. Kenyataan bahwa Krishna adalah sumber semua makhluk hidup dan
sandaran segala-galanya dibenarkan dalam mantra-mantra Veda. Sesudah ciptaan
segala sesuatu bersandar dalam Kemahakuasaan Beliau, dan sesudah peleburan
segala sesuatu kembali lagi bersandar di dalam Diri Beliau. Kenyataan ini
dibenarkan dalam mantra-mantra Veda sebagai berikut: Yato va imani bhūtāni
jāyante yena jatani jivanti yat prayanty abhisamviśanti tad brahma tad
vijijnasasva (Taittiriya Upanisad 3.1).
13.18
jyotiṣām api taj jyotis
tamasaḥ param ucyate
jñānaḿ jñeyaḿ jñāna-gamyaḿ
hṛdi sarvasya viṣṭhitam
jyotiṣām—dalam segala benda yang bercahaya;
api—juga;
tat—itu;
jyotiḥ—sumber cahaya;
tamasaḥ—kegelapan;
param—di luar;
ucyate—dikatakan;
jñānam—pengetahuan;
jñeyam—untuk diketahui;
jñāna-gamyam—untuk
didekati oleh pengetahuan;
hṛdi—di dalam hati;
sarvasya—dari
semua orang;
viṣṭhitam—mantap.
Terjemahan
Beliau adalah sumber cahaya dalam semua benda yang bercahaya. Beliau di luar
kegelapan alam dan tidak terwujud. Beliau adalah pengetahuan, Beliau adalah
obyek pengetahuan, dan Beliau adalah tujuan pengetahuan. Beliau bersemayam di
dalam hati semua makhluk hidup.
Penjelasan
Roh Yang Utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, adalah sumber cahaya dalam
semua benda yang bercahaya seperti matahari, bulan dan bintangbintang. Dalam
kesusasteraan Veda, kita membaca bahwa di kerajaan rohani, matahari dan bulan
tidak diperlukan, sebab ada cahaya dari Tuhan Yang Maha Esa di sana. Di dunia
material, brahmajyoti, cahaya rohani Tuhan, ditutupi oleh mahat-tattva, yaitu
unsur-unsur material. Karena itu, di dunia material ini kita memerlukan
bantuan dari matahari, bulan, listrik, dan sebagainya sebagai sumber cahaya.
Tetapi di dunia rohani, matahari, bulan, dan sumber cahaya lainnya tidak
diperlukan. Dinyatakan dengan jelas dalam kesusasteraan Veda bahwa segala
sesuatu diterangi karena cahaya yang berseri dari Tuhan Yang Maha Esa. Karena
itu, jelas bahwa kedudukan Tuhan Yang Maha Esa bukan di dunia material. Beliau
berada di dunia rohani, jauh sekali dari sini di angkasa rohani. Kenyataan itu
juga dibenarkan dalam kesusasteraan Veda. Ādityavarnam tamasaḥ parastāt
(svetasvatara Upanisad 3.8). Beliau persis seperti matahari, yang bercahaya
untuk selamanya, tetapi Beliau jauh di luar kegelapan dunia material ini.
Pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa bersifat rohani. Dalam
kesusasteraan Veda dibenarkan bahwa Brahman adalah pengetahuan rohani yang
terpadu. Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam hati semua orang,
memberikan pengetahuan kepada orang yang ingin dipindahkan ke dunia rohani itu.
Salah satu mantra Veda (svetasvatara Upanisad 6.18) berbunyi, tam ha devam
atmabuddhiprakasam mumuksur vai śaraṇam aham prapadye. Seseorang harus
menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa kalau ia
sungguh-sungguh ingin mencapai pembebasan. Mengenai tujuan pengetahuan
tertinggi, juga dibenarkan dalam kesusasteraan Veda: tam eva viditvāti mṛtyum
eti. Seseorang hanya dapat melampaui batas kelahiran dan kematian dengan cara
mengenal Beliau." (svetasvatara Upanisad 3.8)
Beliau bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Kepribadian
yang mengendalikan segala sesuatu. Lengan dan kaki Yang Mahakuasa tersebar di
mana-mana, sedangkan roh yang individual tidak seperti itu. Karena itu, harus
diakui bahwa ada dua kepribadian yang mengenal lapangan kegiatan—yakni roh yang
individual dan Roh Yang Utama. Tangan dan kaki seseorang berada di satu tempat,
tetapi tangan dan kaki Krishna tersebar ke mana-mana. Ini dibenarkan dalam
svetasvatara Upanisad (3.17): sarvasya prabhum isanam sarvasya śaraṇam brhat.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Roh Yang Utama, adalah prabhu, atau Penguasa
semua makhluk hidup; karena itu Beliau adalah Pelindung tertinggi semua makhluk
hidup. Kenyataan bahwa Roh Yang Utama Yang Mahakuasa dan roh yang individu
selalu berbeda tidak dapat ditolak.
13.19
iti kṣetraḿ tathā jñānaḿ
jñeyaḿ coktaḿ samāsataḥ
mad-bhakta etad vijñāya
mad-bhāvāyopapadyate
iti—demikian;
kṣetram—lapangan kegiatan (badan);
tathā—juga;
jñānam—pengetahuan;
jñeyam—yang dapat diketahui;
ca—juga;
uktam—diuraikan;
samāsataḥ—sebagai ringkasan;
mat-
bhaktaḥ—penyembah-Ku;
etat—semua
ini;
vijñāya—sesudah mengerti;
mat-
bhāvāya—sifat-Ku;
upapadyate—mencapai.
Terjemahan
Demikianlah lapangan kegiatan [badan], pengetahuan dan apa yang dapat
diketahui sudah -Kuuraikan sebagai ringkasan. Hanya para penyembah-Ku dapat
mengerti hal ini secara panjang lebar dan dengan demikian mencapai sifat-Ku.
Penjelasan
Krishna sudah memberikan ringkasan yang menguraikan badan, pengetahuan dan
apa yang dapat diketahui. Pengetahuan tersebut terdiri dari tiga unsur; yang
mengetahui, yang dapat diketahui, dan proses mengetahui. Gabungan tiga unsur
tersebut disebut vijñāna, atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan sempurna dapat
dimengerti oleh para penyembah Tuhan Yang Murni secara langsung. Orang lain
tidak dapat mengerti. Para pengikut filsafat yang menganggap makhluk hidup dan
Tuhan Yang Maha Esa adalah satu, mengatakan bahwa pada tingkat tertinggi tiga
unsur tersebut menunggal, tetapi para penyembah tidak mengakui pendapat itu.
Pengetahuan dan pengembangan pengetahuan berarti mengerti diri kita dalam
kesadaran Krishna. Kita sedang dibawa oleh kesadaran material, tetapi begitu
kita memindahkan segala kesadaran kepada kegiatan Krishna dan menginsafi bahwa
Krishna adalah segala sesuatu, maka kita mencapai pengetahuan yang sejati.
Dengan kata lain, pengetahuan tidak lain daripada tingkat pendahuluan untuk
mengerti bhakti secara sempurna. Hal ini akan diuraikan dengan jelas sekali
dalam Bab Lima belas.
Sebagai ringkasan, dapat dimengerti bahwa ayat 6 dan 7, yang
mulai dari mahā-bhūtāni sampai kata-kata cetana dhṛtiḥ, menganalisis
unsur-unsur material dan manifestasi-manifestasi tertentu gejala-gejala
hidup. Gabungan unsur-unsur tersebut merupakan badan, atau lapangan kegiatan.
Dalam ayat-ayat 8 sampai dengan 12, mulai dari kata amānitvām sampai
tattvajñānar thadarśanam, proses pengetahuan untuk mengerti kedua jenis
kepribadian yang mengetahui lapangan kegiatan, yakni sang roh dan Roh Yang
Utama, diuraikan. Kemudian ayat 13 sampai 18, mulai dari kata anadimat-param
sampai dengan kata hṛdi sarvasya viṣṭhitam menguraikan tentang sang roh dan
Tuhan Yang Maha Esa, atau Roh Yang Utama.
Jadi, tiga unsur sudah diuraikan: Lapangan kegiatan (badan),
proses pengertian, kemudian sang roh dan Roh Yang Utama. Khususnya diuraikan di
sini bahwa hanya para penyembah Tuhan Yang Murni dapat mengerti ketiga unsur
tersebut dengan jelas. Karena itu, Bhagavad-gita berguna sepenuhnya untuk para
penyembah tersebut; merekalah yang dapat mencapai tujuan yang paling utama,
yaitu sifat Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Dengan kata lain, hanya para
penyembah dapat mengerti Bhagavad-gita dan mencapai hasil yang diinginkan,
sedangkan orang yang bukan penyembah belum dapat mengerti dan mencapai hasil
itu.
13.20
prakṛtiḿ puruṣaḿ caiva
viddhy anādī ubhāv api
vikārāḿś ca guṇāḿś caiva
viddhi prakṛti-sambhavān
prakṛtim—alam material;
puruṣam—para makhluk hidup;
ca—juga;
evā—pasti;
viddhi—engkau harus mengetahui;
anādi—tanpa
awal;
ubhau—keduanya;
api—juga;
vikārān—perubahan;
ca—juga;
guṇān—tiga sifat alam;
ca—juga;
evā—pasti;
viddhi—mengetahui;
prakṛti—alam material;
sambhavān—dihasilkan dari.
Terjemahan
Harus dimengerti bahwa alam material dan para makhluk hidup tidak berawal.
Perubahan-perubahan alam material, para makhluk hidup dan sifat-sifat alam
dihasilkan dari alam material.
Penjelasan
Melalui pengetahuan yang tercantum dalam bab ini, seseorang dapat mengerti
badan (lapangan kegiatan) dan dua kepribadian yang mengetahui (roh individual
dan Roh Yang Utama). Badan adalah lapangan kegiatan terdiri dari unsur-unsur
alam material. Roh individual di dalam badan menikmati kegiatan badan. Roh
individual itu disebut purusa, atau makhluk hidup. Makhluk hidup adalah salah
satu kepribadian yang mengetahui, dan yang lain adalah Roh Yang Utama. Tentu
saja, harus dimengerti bahwa Roh Yang Utama dan roh yang individual adalah manifestasi-manifestasi
yang berbeda yang berasal dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Makhluk hidup
digolongkan sebagai tenaga Tuhan, dan Roh Yang Utama digolongkan sebagai
penjelmaan pribadi Tuhan.
Alam material dan makhluk hidup bersifat kekal. Itu berarti
bahwa mereka sudah ada sebelum ciptaan. Manifestasi material berasal dari
tenaga Tuhan Yang Maha Esa. Para makhluk hidup juga berasal dari tenaga Tuhan,
tetapi, para makhluk hidup terdiri dari tenaga utama. Para makhluk hidup dan
tenaga material kedua-duanya sudah ada sebelum alam semesta ini diwujudkan.
Alam material terkandung di dalam Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, MahaVisnu,
dan pada waktu alam material itu dibutuhkan, alam diwujudkan melalui kekuatan
mahat-tattva. Begitu pula, para makhluk hidup juga berada di dalam Tuhan Yang
Maha Esa, dan oleh karena mereka terikat, mereka tidak setuju mengabdikan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, mereka tidak diperkenankan masuk dunia
rohani. Tetapi bila alam material diwujudkan, para makhluk hidup tersebut
diberi kesempatan lagi untuk bertindak di dunia material dan mempersiapkan diri
untuk memasuki dunia rohani. Itulah rahasia ciptaan material ini. Sebenarnya
semua makhluk hidup adalah bagian rohani Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai
sifat yang sama seperti Tuhan. Tetapi oleh karena sifatnya yang cenderung
berontak, ia terikat di alam material. Sebenarnya tidak menjadi soal bagaimana
makhluk hidup atau makhluk-makhluk utama dari Tuhan Yang Maha Esa telah
mengadakan hubungan dengan alam material. Akan tetapi, Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa mengetahui bagaimana dan mengapa hal ini terjadi. Dalam kitab-kitab
Suci, Krishna menyatakan bahwa orang yang tertarik pada alam material ini
mengalami perjuangan keras untuk kehidupan.
Tetapi hendaknya kita mengetahui dengan pasti dari uraian beberapa ayat ini
bahwa segala perubahan dan pengaruh alam material oleh tiga sifat alam juga
dihasilkan dari alam material. Segala perubahan dan keanekawarnaan berhubungan
dengan para makhluk hidup disebabkan oleh badan. Dari segi kerohanian, semua
makhluk hidup adalah sama.
13.21
kārya-kāraṇa-kartṛtve
hetuḥ prakṛtir ucyate
puruṣaḥ sukha-duḥkhānāḿ
bhoktṛtve hetur ucyate
kārya—mengenai akibat;
kāraṇa—dan sebab;
kartṛtve—dalam
hal ciptaan;
hetuḥ—alat;
prakṛtiḥ—alam material;
ucyate—dikatakan
sebagai;
puruṣaḥ—makhluk hidup;
sukha—dari kebahagiaan;
duḥkhānām—dan
dukacita;
bhoktṛtve—dalam kenikmatan;
hetuḥ—alat;
ucyate—dikatakan.
Terjemahan
Dikatakan bahwa alam adalah penyebab segala sebab dan akibat material,
sedangkan makhluk hidup adalah penyebab berbagai penderitaan dan kenikmatan di
dunia ini.
Penjelasan
Berbagai manifestasi badan dan indera-indera di kalangan para makhluk hidup
disebabkan oleh alam material. Ada 8.400.000 jenis kehidupan, dan keanekawarnaan
tersebut diciptakan oleh alam material. Jenis-jenis kehidupan tersebut berasal
dari berbagai kenikmatan indera-indera para makhluk hidup, yang ingin hidup
dalam badan ini atau badan itu. Bila makhluk hidup ditempatkan dalam berbagai
jenis badan, ia menikmati berbagai jenis suka dan duka. Suka dan duka material
yang dialami olehnya disebabkan oleh badannya, bukan oleh Diri-Nya menurut
kedudukannya yang asli. Dalam kedudukan asli makhluk hidup, kenikmatan tidak
dapat diragukan; karena itu, itulah kedudukan sejatinya. Oleh karena makhluk
hidup ingin berkuasa atas alam material, ia berada di dunia material. Di dunia
rohani tidak ada hal seperti itu. Dunia rohani bersifat murni, tetapi di dunia
material semua orang berjuang keras untuk memperoleh berbagai jenis kenikmatan
untuk badan. Mungkin lebih jelas kalau dinyatakan bahwa badan ini adalah akibat
indera-indera, yang merupakan sarana untuk memuaskan keinginan. Jumlah
keseluruhan—badan dan indera-indera sebagai alat—diberikan oleh alam material,
dan hal itu akan dijelaskan dalam ayat berikut. Makhluk hidup diberkahi atau
dikutuk dengan keadaan menurut keinginan dan kegiatannya dari dahulu. Alam
material menempatkannya dalam berbagai tempat tinggal menurut keinginan dan
kegiatannya. Makhluk hidup sendiri yang menyebabkan Diri-Nya mencapai tempat
tinggal seperti itu serta kenikmatan atau penderitaan sebagai akibatnya. Begitu
makhluk hidup di tempatkan di dalam jenis badan tertentu, ia dikendalikan oleh
alam, sebab badan, yang terdiri dari unsur-unsur alam, bertindak menurut
hukum-hukum alam. Pada waktu itu, makhluk hidup tidak berdaya mengubah hukum
itu. Andaikata makhluk hidup ditempatkan di dalam badan sebagai anjing, maka
segera ia harus berlaku seperti anjing. Ia tidak dapat berlaku dengan cara
lain. Kalau makhluk hidup ditempatkan dalam badan sebagai babi, maka ia
terpaksa memakan kotoran dan berlaku seperti babi. Begitu pula, kalau makhluk
hidup ditempatkan dalam badan sebagai dewa, ia harus bertindak menurut
badannya. Inilah hukum alam. Tetapi dalam segala keadaan, Roh Yang Utama
mendampingi roh yang individual. Kenyataan itu dijelaskan dalam Veda (Mundaka
Upanisad 3.1.1) sebagai berikut: dva suparna sayuja sakhayah. Tuhan Yang Maha
Esa begitu murah hati kepada makhluk hidup sehingga Beliau mendampingi roh yang
individual dalam segala keadaan sebagai Roh Yang Utama, atau Paramatma.
13.22
puruṣaḥ prakṛti-stho hi
bhuńkte prakṛti-jān guṇān
kāraṇaḿ guṇa-sańgo 'sya
sad-asad-yoni-janmasu
puruṣaḥ—makhluk hidup; prakṛti-sthaḥ—dengan
ditempatkan di dalam tenaga material; hi—pasti; bhuńkte—menikmati;
prakṛti-jān—dihasilkan oleh alam material; guṇān—sifat-sifat
alam; kāraṇam—penyebab; guṇa-sańgaḥ—hubungan dengan
sifat-sifat alam; asya—milik makhluk hidup; sat-asat—dalam baik
dan buruk; yoni—jenis-jenis kehidupan; janmasu—dalam
kelahiran-kelahiran.
Terjemahan
Dengan cara seperti itu makhluk hidup di dalam alam material mengikuti
cara-cara hidup, dan menikmati tiga sifat alam. Ini disebabkan oleh hubungan
makhluk dengan alam material itu. Karena itu, ia menemukan hal yang baik dan
hal yang buruk di dalam berbagai jenis kehidupan.
Penjelasan
Ayat ini sangat penting untuk mengerti bagaimana makhluk hidup
berpindah-pindah dari satu badan ke badan yang lain. Dijelaskan dalam Bab Dua
bahwa makhluk hidup berpindah-pindah dari satu badan ke badan lain seperti
orang mengganti pakaian. Penggantian pakaian tersebut disebabkan oleh ikatan
makhluk hidup terhadap kehidupan material. Selama makhluk hidup terpikat oleh
manifestasi yang palsu ini, ia harus berpindah-pindah dari satu badan ke badan
lain. Oleh karena keinginan makhluk hidup untuk berkuasa atas alam material, ia
ditempatkan dalam keadaan keadaan yang tidak diinginkan seperti itu. Di bawah
pengaruh keinginan material, makhluk hidup kadang-kadang lahir sebagai dewa,
kadang-kadang sebagai manusia, kadang-kadang sebagai hewan, sebagai burung,
sebagai ulat, sebagai ikan, sebagai orang suci, atau sebagai serangga. Proses
tersebut berjalan terus. Dalam segala keadaan, makhluk hidup menganggap Diri-Nya
menguasai keadaannya, namun ia di bawah pengaruh alam material.
Di sini dijelaskan bagaimana makhluk hidup ditempatkan di dalam
berbagai badan seperti itu karena hubungan dengan aneka sifat alam. Karena itu,
orang harus mengatasi tiga sifat material tersebut dan menjadi mantap dalam
kedudukan rohani. Itu disebut kesadaran Krishna. Kalau seseorang belum mantap
dalam kesadaran Krishna, maka kesadaran duniawinya akan memaksakan ia
berpindah-pindah dari satu badan ke badan lain karena keinginan material yang
ada di dalam hatinya sejak masa lampau. Tetapi sekarang ia harus mengubah paham
itu. Perubahan tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan cara mendengar dari
sumber-sumber yang dapat dipercaya. Contoh terbaik diberikan di sini: Arjuna
sedang mendengar ilmu pengetahuan Ketuhanan dari Krishna. Kalau makhluk hidup
menyerahkan diri kepada cara mendengar tersebut, maka keinginan yang sudah lama
tersimpan di dalam hatinya untuk menguasai alam material akan hilang. Begitu
makhluk hidup mengurangi keinginan untuk berkuasa yang sudah lama tersimpan di
dalam hatinya, berangsur-angsur secara setimpal ia mulai menikmati kebahagiaan
rohani. Dalam mantra Veda dinyatakan bahwa begitu makhluk hidup menjadi
bijaksana berhubungan dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, secara setimpal
ia menikmati kehidupan kebahagiaan yang kekal.
13.23
upadraṣṭānumantā ca
bhartā bhoktā maheśvaraḥ
paramātmeti cāpy ukto
dehe 'smin puruṣaḥ paraḥ
upadraṣṭā—pengawas;
anumantā—yang mengizinkan;
ca—juga;
bhartā—penguasa;
bhoktā—kepribadian Yang Paling Utama yang
menikmati;
mahā-īśvaraḥ—Tuhan Yang Maha Esa;
parama -ātmā—Roh
Yang Utama;
iti—juga;
ca—dan;
api—memang;
uktaḥ—dikatakan;
dehe—di dalam badan;
asmin—ini;
puruṣaḥ—kepribadian yang
menikmati;
paraḥ—rohani.
Terjemahan
Namun di dalam badan ini ada kepribadian lain, kepribadian rohani yang
menikmati, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Pemilik segala sesuatu. Beliau berada
sebagai Pengawas dan Yang mengizinkan dan Beliau dikenal sebagai Roh Yang
Utama.
Penjelasan
Dinyatakan di sini bahwa Roh Yang Utama, yang
selalu mendampingi roh yang individual, adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa.
Beliau bukan makhluk hidup biasa. Oleh karena para pengikut filsafat yang
menganggap makhluk hidup bersatu dengan Tuhan menganggap dia yang mengetahui
badan adalah satu, mereka menganggap tidak ada perbedaan antara Roh Yang Utama
dengan roh yang individual. Untuk menjelaskan hal ini, Krishna menyatakan bahwa
Diri-Nya terwujud sebagai Paramatma di dalam setiap badan. Beliau berbeda dari
roh individual; Beliau bersifat para, yang berarti rohani. Roh individual
menikmati kegiatan lapangan tertentu, tetapi Roh Yang Utama tidak berada
sebagai kepribadian terbatas yang menikmati maupun sebagai kepribadian yang
ikut serta dalam kegiatan jasmani, melainkan sebagai saksi, pengawas, Yang
mengizinkan dan Kepribadian Yang Paling Utama yang menikmati. Beliau bernama
Paramatma, bukan atma, dan Beliau bersifat rohani. Cukup jelas bahwa atma dan
Paramatma berbeda. Roh Yang Utama, Paramatma, mempunyai lengan dan kaki di
mana-mana, tetapi roh individual tidak mempunyai lengan dan kaki seperti itu.
Oleh karena Paramatma adalah Tuhan Yang Maha Esa, Beliau berada di dalam untuk
mengizinkan roh individual untuk menikmati material. Tanpa izin dari Roh Yang
Paling Utama, roh individual tidak dapat berbuat apa-apa. Roh individual adalah
bhukta, atau yang dipelihara, sedangkan Tuhan adalah bhokta, atau Pemelihara.
Ada makhluk-makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung, dan Beliau
bersemayam di dalam hati mereka sebagai kawan.
Kenyataannya ialah bahwa setiap
makhluk hidup adalah bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama
seperti Tuhan untuk selamanya, dan kedua-duanya mempunyai hubungan yang dekat
sekali sebagai kawan-kawan. Tetapi makhluk hidup cenderung menolak izin Tuhan
Yang Maha Esa dan bertindak sendiri dalam usaha berkuasa atas alam. Oleh karena
makhluk hidup mempunyai kecenderungan itu, ia disebut tenaga pinggir dari Tuhan
Yang Maha Esa. Makhluk hidup dapat ditempatkan dalam tenaga material atau dalam
tenaga rohani. Selama makhluk hidup diikat oleh tenaga material, Tuhan Yang
Maha Esa, Roh Yang Utama, sebagai kawannya tetap tinggal bersama makhluk hidup
untuk meyakinkannya supaya kembali kepada tenaga rohani. Tuhan selalu ingin
mengajak makhluk hidup kembali kepada tenaga rohani, tetapi oleh karena makhluk
hidup memiliki kebebasan yang kecil sekali, makhluk hidup senantiasa menolak
pergaulan cahaya rohani. Penyalahgunaan kebebasan menyebabkan kesulitan
material yang dialami oleh makhluk hidup di dalam alam yang terikat. Karena
itu, Tuhan selalu memberi pelajaran, baik dari dalam maupun dari luar. Dari
luar Beliau memberi pelajaran sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita, dan
dari dalam Beliau berusaha meyakinkan makhluk hidup bahwa kegiatannya di
lapangan material tidak menguntungkan untuk kebahagiaan yang sejati. Beliau
bersabda, Tinggalkanlah kegiatan itu dan mengalihkan keyakinanmu kepada-Ku.
Baru engkau akan berbahagia." Karena itu, orang cerdas yang menaruh
keyakinannya terhadap Paramatma atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa mulai maju
menuju kehidupan pengetahuan yang kekal dan penuh kebahagiaan.
13.24
ya evaḿ vetti puruṣaḿ
prakṛtiḿ ca guṇaiḥ saha
sarvathā vartamāno 'pi
na sa bhūyo 'bhijāyate
yaḥ—siapa pun yang;
evam—demikian;
vetti—mengerti;
puruṣam—makhluk
hidup;
prakṛtim—alam material;
ca—dan;
guṇaiḥ—sifat-sifat
alam material;
saha—dengan;
sarvathā—dengan segala cara;
varta-mānaḥ—dengan
menjadi mantap;
api—walaupun;
na—tidak pernah;
saḥ—dia;
bhūyaḥ—lagi;
abhijāyate—dia dilahirkan.
Terjemahan
Orang yang mengerti filsafat tersebut mengenai alam material, makhluk hidup
dan hal saling mempengaruhi antara sifat-sifat alam pasti mencapai pembebasan.
Dia tidak akan dilahirkan lagi di sini, walau bagaimanapun kedudukannya
sekarang.
Penjelasan
Pengertian yang jelas mengenai alam material, Roh Yang Utama, roh individual
dan hubungannya satu sama lain memungkinkan seseorang memenuhi syarat untuk
mencapai pembebasan dan kembali ke alam rohani tanpa ia terpaksa kembali ke
alam material ini. Inilah hasil pengetahuan. Tujuan pengetahuan ialah mengerti
dengan jelas bahwa makhluk hidup kebetulan telah jatuh ke dalam kehidupan
material ini. Melalui usaha pribadinya dalam pergaulan dengan para penguasa,
orang-orang suci dan seorang guru kerohanian, dia harus mengerti kedudukannya
dan kemudian beralih kepada kesadaran rohani atau kesadaran Krishna dengan cara
mengerti Bhagavad-gita sebagaimana dijelaskan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa. Kemudian pasti dia tidak akan pernah datang lagi ke dalam kehidupan
material ini; dia akan dipindahkan ke dunia rohani untuk menikmati kehidupan
pengetahuan yang kekal yang penuh kebahagiaan.
13.25
dhyānenātmani paśyanti
kecid ātmānam ātmanā
anye sāńkhyena yogena
karma-yogena cāpare
dhyānena—oleh semadi;
ātmani—di dalam sang diri;
paśyānti—melihat;
kecit—beberapa;
ātmanām—Roh Yang Utama;
ātmanā—oleh
pikiran;
anye—lain-lain;
sańkhye na—dari diskusi filsafat;
yogena—oleh
sistem yoga;
karma-yogena—kegiatan tanpa keinginan untuk membuahkan
hasil atau pahala;
ca—juga;
apare—lain-lain.
Terjemahan
Beberapa orang melihat Roh Yang Utama melihat di dalam Diri-Nya melalui
semadi, orang lain melihat melalui pengembangan pengetahuan, dan orang lain
lagi melihat melalui cara bekerja tanpa keinginan untuk membuahkan hasil atau
pahala.
Penjelasan
Krishna memberitahukan kepada Arjuna bahwa roh-roh yang terikat dapat dibagi
menjadi dua golongan dalam hal usaha manusia untuk mencapai keinsafan diri.
Orang yang tidak percaya terhadap Tuhan, orang yang menganggap kita tidak mampu
mengetahui tentang Tuhan dan orang yang ragu-ragu berada di luar rasa
pengertian rohani. Tetapi ada orang lain lagi, yang setia dalam pengertiannya
terhadap kehidupan rohani, dan mereka disebut para penyembah yang mawas diri,
para filosof dan pekerja yang sudah melepaskan ikatan terhadap hasil atau
pahala. Orang yang selalu berusaha membuktikan pelajaran filsafat yang
menganggap Tuhan dan makhluk hidup bersatu juga termasuk golongan yang sama
dengan orang yang tidak percaya kepada Tuhan (atheis) dan orang yang menganggap
bahwa kita tidak dapat mengetahui apa-apa tentang Tuhan. Dengan kata lain,
hanya para penyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa berada dalam kedudukan
terbaik dalam pengertian rohani, sebab mereka mengerti bahwa di luar alam
material ini ada dunia rohani dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang
menjelma sebagai Paramatma, Roh Yang Utama di dalam hati semua orang, Tuhan
Yang Maha Esa yang berada di mana-mana. Tentu saja ada orang yang berusaha
mengerti Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama melalui pengembangan pengetahuan, dan
mereka terhitung dalam golongan orang yang setia. Para filosof Sāńkhya
menganalisis dunia ini menjadi dua puluh empat unsur dan mereka menempatkan roh
yang individual sebagai unsur yang kedua puluh lima. Bila mereka dapat mengerti
sifat roh individual melampaui unsur-unsur material, mereka juga dapat mengerti
bahwa di atas roh individual ada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliaulah
unsur ke dua puluh enam. Dengan cara demikian mereka juga mencapai tingkat
bhakti dalam kesadaran Krishna. Orang yang bekerja tanpa ikatan terhadap hasil
juga sempurna dalam sikapnya. Mereka diberi kesempatan untuk maju sampai
tingkat bhakti dalam kesadaran Krishna. Di sini dinyatakan bahwa ada beberapa
orang yang mempunyai kesadaran yang murni dan berusaha menemukan Roh Yang Utama
melalui semadi. Bila mereka menemukan Roh Yang Utama di dalam Diri-Nya, mereka
pun menjadi mantap pada kedudukan rohani. Begitu pula, ada orang lain yang
berusaha mengerti Roh Yang Paling Utama melalui pengembangan pengetahuan, dan
ada orang lain lagi yang mengembangkan sistem hatha-yoga dan berusaha memuaskan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dengan kegiatan yang bersifat kekanak-kanakan.
13.26
anye tv evam ajānantaḥ
śrutvānyebhya upāsate
te 'pi cātitaranty eva
mṛtyuḿ śruti-parāyaṇāḥ
anye—orang lain;
tu—tetapi;
evam—demikian;
ajānantaḥ—tanpa
pengetahuan rohani;
śrutvā—dengan mendengar;
anyebhyaḥ—dari
orang lain;
upāsate—mulai menyembah;
te—mereka;
api—juga;
ca—dan;
atitaranti—melampaui;
evā—pasti;
mṛtyum—jalan kematian; sruti
parāyaṇāḥ
—cenderung mengikuti proses mendengar.
Terjemahan
Ada pula orang yang mulai menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa setelah
mendengar tentang Beliau dari orang lain, walaupun mereka sendiri belum
menguasai pengetahuan rohani. Oleh karena mereka cenderung mendengar dari
penguasa-penguasa, mereka pun melampaui jalan kelahiran dan kematian
Penjelasan
Ayat ini khususnya dapat dikaitkan dengan masyarakat modern, sebab dalam
masyarakat modern pendidikan tentang hal-hal kerohanian hampir tidak ada. Barangkali
ada beberapa orang yang kelihatannya tidak percaya kepada Tuhan, menganggap
kita tidak dapat mengetahui tentang Tuhan atau suka mempelajari filsafat,
tetapi sebenarnya tidak ada orang yang memiliki pengetahuan tentang filsafat.
Kalau orang awam adalah roh yang baik, ada kemungkinan ia dapat maju melalui
cara mendengar. Proses mendengar tersebut sangat penting. Sri Caitanya,
yang mengajarkan kesadaran Krishna di dunia modern, mementingkan proses
mendengar, sebab kalau orang awam hanya mendengar dari sumber-sumber yang dapat
dipercaya ia dapat maju, khususnya, menurut Sri Caitanya, kalau ia
mendengar getaran suara rohani Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna,
Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Karena itu, dinyatakan
bahwa semua orang harus memanfaatkan cara mendengar dari roh-roh yang sudah
insaf akan Diri-Nya dan berangsur-angsur mereka dapat mengerti segala sesuatu.
Kemudian sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa pasti akan dilakukan. Sri
Caitanya menyatakan pada jaman ini seseorang tidak perlu mengubah kedudukannya,
tetapi ia harus meninggalkan usaha mengerti Kebenaran Mutlak melalui
argumentasi yang bersifat angan-angan. Hendaknya seseorang belajar cara menjadi
hamba orang yang memiliki pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Esa. Kalau
seseorang cukup beruntung hingga ia dapat berlindung kepada seorang penyembah
yang murni, mendengar dari penyembah itu tentang keinsafan diri dan mengikuti
langkah-langkahnya, berangsur-angsur ia akan diangkat sampai kedudukan seorang
penyembah yang murni. Khususnya dalam ayat ini, proses mendengar sangat
dianjurkan, dan ini sangat tepat. Walaupun orang awam seringkali kurang pandai
dibandingkan dengan orang yang disebut filosof, namun mendengar dengan penuh
keyakinan dari orang yang dapat dipercaya akan membantu seseorang untuk
melampaui kehidupan material ini dan pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
13.27
yāvat sañjāyate kiñcit
sattvaḿ sthāvara-jańgamam
kṣetra-kṣetrajña-saḿyogāt
tad viddhi Bhārata rṣabha
yāvat—apa pun;
sañjāyate—terwujud;
kiñcit—apa pun;
sattvām—keberadaan;
sthāvara—tidak bergerak;
jańgamam—bergerak;
kṣetra—dari
badan;
kṣetra-jña—dan yang mengetahui badan;
saḿyogāt—oleh
gabungan antara;
tat viddhi—engkau harus mengetahuinya;
bhārata-ṛṣabha—wahai
yang paling utama di antara para
Bhārata.
Terjemahan
Wahai yang paling utama di antara para Bhārata, ketahuilah bahwa apa pun
yang engkau lihat yang sudah diwujudkan, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, hanyalah gabungan antara lapangan kegiatan dan yang mengetahui
lapangan.
Penjelasan
Alam material dan makhluk hidup, yang sudah ada sebelum alam semesta diciptakan,
dijelaskan dalam ayat ini. Apa pun yang diciptakan hanyalah gabungan antara
makhluk hidup dan alam material. Ada banyak manifestasi seperti pohon, gunung
dan bukit yang tidak bergerak, dan banyak kehidupan yang bergerak. Semuanya
hanya gabungan antara alam material dan alam utama, yaitu makhluk hidup. Tanpa
sentuhan alam utama, yaitu makhluk hidup, tiada sesuatupun yang dapat tumbuh.
Hubungan antara unsur-unsur material dan alam berjalan terus untuk selamanya,
dan gabungan ini dilaksanakan oleh Tuhan Yang Maha Esa; karena itu, Tuhan Yang
Maha Esa mengendalikan alam utama dan alam rendah. Alam material diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan alam utama ditempatkan di dalam alam material
ini, dan dengan demikian segala kegiatan dan manifestasi tersebut terjadi.
13.28
samaḿ sarveṣu bhūteṣu
tiṣṭhantaḿ parameśvaram
vinaśyatsv avinaśyantaḿ
yaḥ paśyati sa paśyati
samām—secara sama;
sarveṣu—didalam semua;
bhūteṣu—para
makhluk hidup;
tiṣṭhan-tam—tinggal;
parama -īśvaram—Roh Yang
Utama;
vinaśyatsu—dalam yang dapat dimusnahkan;
avinaśyantam—tidak
dibinasakan;
yah—siapa pun yang;
paśyāti—melihat;
saḥ—dia;
paśyāti—melihat dengan sebenarnya.
Terjemahan
Orang yang melihat Roh Yang Utama mendampingi roh individual di dalam semua
badan, dan mengerti bahwa sang roh dan Roh Yang Utama tidak pernah dimusnahkan
di dalam badan yang dapat dimusnahkan, melihat dengan sebenarnya.
Penjelasan
Melalui pergaulan yang baik, siapa pun yang dapat melihat tiga hal yang
telah digabungkan—yaitu badan, pemilik badan, atau roh individual, kawan roh
individual—sungguh-sungguh memiliki pengetahuan. Kalau seseorang belum bergaul
dengan orang yang sungguh-sungguh menguasai mata pelajaran kerohanian, dia
belum dapat melihat tiga hal tersebut. Orang yang tidak dapat bergaul seperti
itu berada dalam kebodohan. Mereka hanya melihat badan, dan mereka berpikir
bahwa ketika badan dibinasakan, segala sesuatu sudah habis. Tetapi sebenarnya
tidak demikian. Sesudah badan dibinasakan, sang roh dan Roh Yang Utama tetap
ada, dan mereka berjalan terus untuk selamanya dalam berbagai bentuk yang
bergerak dan tidak bergerak. Kata Sansekerta paramesvara kadang-kadang
diterjemahkan sebagai roh individual" karena sang roh adalah penguasa
badan, dan sesudah badan dibinasakan ia dipindahkan ke dalam bentuk yang lain.
Dengan cara demikian, sang roh adalah penguasa. Tetapi ada orang lain yang
mengartikan kata paramesvara sebagai Roh Yang Utama. Dalam kedua arti tersebut,
Roh Yang Utama dan roh individual tetap ada. Mereka tidak dibinasakan. Orang
yang dapat melihat dengan cara seperti itu benar-benar dapat melihat apa yang
sedang terjadi.
3.29
samaḿ paśyan hi sarvatra
samavasthitam īśvaram
na hinasty ātmanātmānaḿ
tato yāti parāḿ gatim
samām—secara merata;
paśyan—melihat;
hi—pasti;
sarvatra—di
mana-mana;
samavasthitam—terletak secara sama;
īśvaram—Roh Yang
Utama;
na—tidak;
hinasti—merosot;
ātmanā—oleh pikiran;
ātmanām—sang
roh;
tataḥ—kemudian;
yāti—mencapai;
param—yang rohani;
gatim—tujuan.
Terjemahan
Orang yang melihat Roh Yang Utama berada di mana-mana dengan cara yang sama
di dalam setiap makhluk hidup tidak menyebabkan Diri-Nya merosot karena
pikirannya. Dengan cara demikian ia mendekati tujuan rohani.
Penjelasan
Dengan menerima kehidupan materialnya, makhluk hidup ditempatkan dalam
kedudukan yang berbeda dari kehidupan rohaninya, tetapi kalau seseorang
mengerti bahwa Yang Mahakuasa berada di mana-mana dalam manifestasi-Nya sebagai
Paramatma, yaitu kalau seseorang dapat melihat adanya Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa di dalam setiap makhluk hidup, ia tidak menyebabkan Diri-Nya merosot
melalui sikap mental yang membinasakan. Karena itu, berangsur-angsur ia maju
menuju dunia rohani. Pada umumnya pikiran ketagihan proses-proses kepuasan
indera-indera; tetapi apabila pikiran beralih kepada Roh Yang Utama, seseorang
maju dalam pengertian rohani.
13.30
prakṛtyaiva ca karmaṇi
kriyamāṇāni sarvaśaḥ
yaḥ paśyati tathātmānam
akartāraḿ sa paśyati
prakṛtyā—oleh alam material;
evā—pasti;
ca—juga;
karmaṇi—kegiatan;
kriyamāṇāni—dengan dilaksanakan;
sarvāsaḥ—dalam segala hal;
yaḥ—siapa
pun yang;
paśyāti—melihat;
tathā—juga;
ātmanām—Diri-Nya;
akartāram—yang
tidak melakukan;
saḥ—dia;
paśyāti—melihat secara sempurna.
Terjemahan
Orang yang dapat melihat bahwa segala kegiatan dilaksanakan oleh badan, yang
diciptakan oleh alam material, dan melihat bahwa sang diri tidak melakukan apa
pun, melihat dengan sebenarnya.
Penjelasan
Badan ini dibuat oleh alam material di bawah perintah Roh Yang Utama, dan
kegiatan apa pun yang sedang terjadi berhubungan dengan badan seseorang bukan
hasil karya orang yang bersangkutan. Yang dianggap dilakukan seseorang, baik
untuk kebahagiaan maupun untuk dukacita, terpaksa dilakukannya karena kedudukan
dasar badan. Akan tetapi, sang diri di luar segala kegiatan jasmani tersebut.
Badan ini diberikan menurut keinginan makhluk hidup dari dahulu. Seseorang
diberi badan untuk memenuhi keinginan, dan ia bertindak dengan badan menurut
itu. Kenyataannya badan adalah mesin, dirancang oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk
memenuhi keinginan. Oleh karena keinginan, seseorang ditempatkan dalam keadaan
yang sulit untuk menderita atau menikmati. Bilamana penglihatan rohani tersebut
tentang makhluk hidup dikembangkan, itu memungkinkan seseorang berpisah dari
kegiatan jasmani. Orang yang melihat seperti itu melihat dengan sebenarnya.
13.31
yadā bhūta-pṛthag-bhāvam
eka-stham anupaśyati
tata eva ca vistāraḿ
brahma sampadyate tadā
yadā—apabila;
bhūta—mengenai para makhluk hidup;
pṛthakbhāvam—identitas-identitas
yang dipisahkan;
eka-stham—mantap dalam satu;
anupaśyati—seseorang
berusaha melihat melalui penguasa; tatah
evā—sesudah itu;
ca—juga;
vistāram—penjelmaan;
brahma—Yang Mutlak;
sampadyate—dia
mencapai;
tadā—pada waktu itu.
Terjemahan
Bilamana orang yang mempunyai akal tidak melihat lagi berbagai identitas
yang disebabkan oleh berbagai badan jasmani dan ia melihat bagaimana para
makhluk hidup dijelmakan di mana-mana, ia mencapai paham Brahman.
Penjelasan
Apabila seseorang dapat melihat bahwa berbagai badan yang dimiliki oleh para
makhluk hidup timbul karena berbagai keinginan roh individual dan sebenarnya
bukan milik sang roh itu sendiri, ia melihat dengan sebenarnya. Dalam paham
material tentang kehidupan, kadang-kadang kita melihat makhluk hidup sudah
menjadi dewa, makhluk hidup lain sudah menjadi manusia, anjing, kucing, dan
sebagainya. Ini merupakan penglihatan material, bukan penglihatan yang
sebenarnya. Membedakan secara material seperti itu disebabkan oleh paham hidup
yang bersifat material. Sesudah badan material dileburkan, sang roh tetap satu.
Sang roh mendapat berbagai jenis badan karena hubungan dengan alam material.
Bila seseorang dapat melihat kenyataan ini, ia mencapai penglihatan rohani.
Apabila seseorang sudah dibebaskan dari sikap yang membedakan, seperti antara
manusia, binatang, besar, rendah dan sebagainya, kesadarannya disucikan dan ia
dapat mengembangkan kesadaran Krishna dalam identitas rohaninya. Dalam ayat
berikut akan dijelaskan bagaimana ia melihat hal-hal pada waktu itu.
13.32
anāditvān nirguṇatvāt
paramātmāyam avyayāḥ
śarīra-stho 'pi kaunteya
na karoti na lipyate
anāditvāt—karena kekekalan;
nirguṇatvāt—karena bersifat
rohani;
parama—di luar alam material;
ātmā—sang roh;
ayam—ini;
avyayāh—tidak dapat dimusnahkan;
śarīra-sthah—tinggal di dalam
badan;
api—walaupun;
kaunteyā—wahai putera
Kuntī ;
na
karoti—tidak pernah berbuat apa-apa;
na lipyate—dia juga
tidak terikat.
Terjemahan
Orang yang mempunyai penglihatan kekekalan dapat melihat bahwa sang roh yang
tidak dapat dimusnahkan bersifat rohani, kekal, dan di luar sifat-sifat alam.
Wahai Arjuna, walaupun sang roh berhubungan dengan badan material, sang roh
tidak berbuat apa-apa dan juga tidak diikat.
Penjelasan
Makhluk hidup kelihatannya dilahirkan karena badan jasmaninya dilahirkan,
tetapi sebenarnya makhluk hidup adalah kekal; ia tidak dilahirkan, dan ia
bersifat rohani dan kekal, kendatipun ia berada dalam sesosok badan jasmani.
Karena itu, kegiatan yang dilakukan akibat hubungannya dengan badan-badan
jasmani tidak menyebabkan ia diikat.
13.33
yathā sarva-gataḿ saukṣmyād
ākāśaḿ nopalipyate
sarvatrāvasthito dehe
tathātmā nopalipyate
yathā—sebagai;
sarva-gatam—berada di mana-mana;
saukṣmyāt—karena
bersifat halus;
ākāśam—angkasa;
na—tidak pernah;
upalipyate—campur;
sarvatra—di mana-mana;
avasthitāḥ—mantap;
dehe—dalam
badan;
tathā—begitu pula;
ātmā—sang diri;
na—tidak pernah;
upalipyate—tercampur.
Terjemahan
Oleh karena angkasa bersifat halus, angkasa tidak tercampur dengan apa pun,
kendatipun angkasa berada di mana-mana. Begitu pula sang roh yang mantap dalam
penglihatan Brahman tidak tercampur dengan badan, walaupun sang roh itu berada
di dalam badan.
Penjelasan
Udara masuk ke dalam air, lumpur, kotoran dan segala sesuatu yang ada; namun
udara tidak tercampur dengan apa pun. Begitu pula, walaupun makhluk hidup
berada dalam berbagai jenis badan, ia menyisih dari badan-badan itu karena ia
bersifat halus. Karena itu, dengan mata material tidak mungkin seseorang
melihat bagaimana makhluk hidup berhubungan dengan badannya dan bagaimana ia
keluar dari badan sesudah badan dibinasakan. Tiada seorang ahli pengetahuan pun
yang dapat menentukan hal-hal ini.
13.34
yathā prakāśayaty ekaḥ
kṛtsnaḿ lokam imaḿ raviḥ
kṣetraḿ kṣetrī tathā
kṛtsnaḿ
prakāśayati bhārata
yathā—sebagai;
prakāśayāti—menerangi;
ekaḥ—satu;
kṛtsnam—keseluruhan;
lokam—alam semesta;
imām—ini;
raviḥ—matahari;
kṣetram—badan
ini;
kṣetrī—sang roh;
tathā—seperti itu pula;
kṛtsnam—semua;
prakāśayāti—menerangi;
bhārata—wahai putera
Bhārata.
Terjemahan
Wahai Bhārata, seperti halnya matahari sendiri menerangi seluruh alam
semesta ini, begitu pula makhluk hidup, tunggal di dalam badan, menerangi
seluruh badan dengan kesadaran.
Penjelasan
Ada berbagai teori mengenai kesadaran. Di dalam Bhagavad-gita contoh tentang
matahari dan sinar matahari dikemukakan. Seperti halnya matahari mantap di satu
tempat tetapi menerangi seluruh alam semesta,begitu pula sebutir roh yang kecil
menerangi seluruh badan dengan kesadaran, walaupun ia berada di bagian jantung
di dalam tubuh ini. Karena itu, kesadaran membuktikan adanya sang roh, seperti
halnya sinar matahari atau cahaya membuktikan adanya matahari. Bila sang roh
berada di dalam badan, ada kesadaran di seluruh badan, dan begitu sang roh
keluar dari badan, tidak ada kesadaran lagi. Hal itu mudah dimengerti oleh
siapa pun yang cerdas. Karena itu, kesadaran tidak dihasilkan dari
gabungan-gabungan unsur-unsur alam. Kesadaran adalah tanda atau ciri makhluk
hidup. Walaupun kesadaran makhluk hidup bersatu dalam sifat dengan Kesadaran
Yang Paling Utama, kesadaran makhluk hidup bukan Mahakuasa, sebab kesadaran
tentang badan tertentu tidak ikut menyadari kesadaran dalam badan ini. Tetapi
Roh Yang Utama, yang berada di dalam semua badan sebagai kawan roh individual,
sadar akan semua badan. Itulah perbedaan antara Kesadaran Yang Paling Utama dan
kesadaran individual.
13.35
kṣetra-kṣetrajñayor evam
antaraḿ jñāna-cakṣuṣā
bhūta-prakṛti-mokṣaḿ ca
ye vidur yānti te param
kṣetra—mengenai badan;
kṣetra-jñayoḥ—mengenai pemilik
badan;
evam—demikian adanya;
antaram—perbedaan;
jñāna-cakṣuṣā—oleh
pengelihatan pengetahuan;
bhūta—dari mahkluk hidup;
prakṛti—dari
alam material;
mokṣam—pembebasan;
ca—juga;
ye—orang yang;
viduḥ—mengetahui;
yānti—mendekat;
te—mereka;
param—Yang
Mahakuasa.
Terjemahan
Orang yang melihat dengan mata pengetahuan perbedaan antara badan dan yang
mengetahui badan, dan juga dapat mengerti proses pembebasan dari ikatan dalam
alam material, mencapai Tujuan Yang Paling Utama.
Penjelasan
Makna Bab Tiga belas ini ialah bahwa seseorang harus mengetahui perbedaan
antara badan, pemilik badan dan Roh Yang Utama. Hendaknya orang mengakui proses
pembebasan, sebagaimana diuraikan dalam ayat delapan sampai dua belas. Pada
waktu itu ia dapat berjalan terus menuju tujuan yang paling utama.
Orang yang setia dalam keyakinan terlebih dahulu harus mendapat
kesempatan untuk bergaul dengan baik untuk mendengar tentang Tuhan, dan dengan
demikian berangsur-angsur dibebaskan dari kebodohan. Kalau seseorang berguru
kepada seorang guru kerohanian, ia dapat belajar cara membedakan antara
unsur-unsur alam dan roh, dan itulah batu loncatan untuk keinsafan rohani lebih
lanjut. Seorang guru kerohanian mengajar murid-muridnya dengan berbagai
pelajarannya supaya mereka dapat dibebaskan dari paham hidup yang bersifat
material. Misalnya, dalam Bhagavad-gita kita melihat Krishna memberi pelajaran
kepada Arjuna untuk membebaskan Arjuna dari pertimbangan-pertimbangan material
yang bersifat duniawi.
Seseorang dapat mengerti bahwa badan ini terdiri dari
unsur-unsur alam; badan dapat dianalisis bersama dua puluh empat unsurnya.
Badan adalah manifestasi kasar. Manifestasi halus adalah pikiran dan efekefek
kejiwaan.Gejala-gejala hidup adalah hal saling mempengaruhi antara ciri-ciri
tersebut. Di samping itu, ada sang roh, dan ada pula Roh Yang Utama. Sang roh
dan Roh Yang Utama adalah dua. Dunia material ini bekerja karena hubungan
antara sang roh dan dua puluh empat unsur material. Orang yang dapat melihat
kedudukan dasar seluruh manifestasi material sebagai gabungan tersebut antara
sang roh dan unsur-unsur material dan juga dapat melihat kedudukan Roh Yang
Utama memenuhi syarat untuk dipindahkan ke dunia rohani. Hal hal ini
dimaksudkan untuk direnungkan dan diinsafi, dan hendaknya orang mengerti bab
ini secara sempurna dengan bantuan dari guru kerohanian.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Tiga belas Srimad
Bhagavad-gita perihal Alam, Kepribadian yang Menikmati dan Kesadaran."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Tiga Sifat Alam
Material
14.1
śrī-bhagavān
uvāca
paraḿ
bhūyaḥ pravakṣyāmi
jñānānāḿ
jñānam uttamam
yaj
jñātvā munayaḥ sarve
parāḿ
siddhim ito gatāḥ
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; param—rohani;
bhūyaḥ—lagi; pravakṣyāmi—Aku akan bersabda; jñānānām—diantara
segala pengetahuan; jñānam—pengetahuan; uttamām—paling utama; yat—yang;
jñātvā—dengan mengetahui; munayaḥ—para resi; sarve—semua;
param—rohani; siddhim—kesempurnaan; itaḥ—dari dunia ini; gatāḥ—mencapai.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda: Sekali lagi Aku akan bersabda kepadamu tentang kebijaksanaan yang
paling utama ini, yang paling baik di antara segala pengetahuan. Setelah
menguasai pengetahuan ini, semua resi sudah mencapai kesempurnaan yang paling
tinggi.
Penjelasan
Dari Bab Tujuh sampai akhir Bab Dua
belas, Sri Krishna mengungkapkan Kebenaran Mutlak, Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa secara terperinci. Sekarang, Krishna Sendiri memberi pengetahuan lebih
lanjut kepada Arjuna. Kalau seseorang mengerti bab ini melalui proses
angan-angan filsafat, ia akan mencapai pengertian tentang bhakti. Dalam Bab
Tiga belas, diterangkan dengan jelas bahwa seseorang dapat dibebaskan dari
ikatan material dengan cara mengembangkan pengetahuan dengan rendah hati. Juga
sudah dijelaskan bahwa makhluk hidup terikat di dunia material ini karena
pergaulan dengan sifat-sifat alam. Sekarang, dalam bab ini, Kepribadian Yang
Paling Utama menerangkan bahwa apakah sifat-sifat alam itu, bagaimana cara sifat-sifat
alam bergerak, mengikat dan memberi pembebasan. Pengetahuan yang dijelaskan
dalam bab ini lebih tinggi dari pada pengetahuan yang diungkapkan di dalam
bab-bab sebelumnya, sebagaimana dinyatakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
mengerti pengetahuan ini, berbagai resi yang mulia sudah mencapai kesempurnaan
dan dipindahkan ke dunia rohani. Sekarang Krishna menjelaskan pengetahuan yang
sama dengan cara yang lebih baik. Pengetahuan ini jauh lebih tinggi daripada
segala proses pengetahuan yang telah dijelaskan sebelumnya, dan setelah
menguasai pengetahuan ini banyak orang sudah mencapai kesempurnaan. Karena itu,
diharapkan bahwa orang yang mengerti Bab Empat belas ini akan mencapai
kesempurnaan.
14.2
idaḿ jñānam upāśritya
mama sādharmyam āgatāḥ
sarge 'pi nopajāyante
pralaye na vyathanti ca
idam—ini;
jñānam—pengetahuan;
upāśritya—berlindung
kepada;
mama—milik-Ku;
sādharmyam—sifat yang sama;
āgatāḥ—setelah
mencapai;
sarge api—bahkan di dalam ciptaan;
na—tidak pernah;
upajāyante—dilahirkan;
pralaye—dalam peleburan;
na—tidak juga;
vyathanti—digoyahkan;
ca—juga.
Terjemahan
Dengan menjadi mantap dalam pengetahuan ini, seseorang dapat mencapai sifat
rohani seperti sifat-Ku Sendiri. Setelah menjadi mantap seperti itu, ia tidak
dilahirkan pada masa ciptaan atau pun digoyahkan pada masa peleburan.
Penjelasan
Sesudah memperoleh pengetahuan rohani yang sempurna, seseorang mencapai
sifat yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan ia dibebaskan dari
kelahiran dan kematian yang dialami berulang kali. Akan tetapi, ia tidak
kelihatan identitasnya sebagai roh individual. Dimengerti dari kesusasteraan
Veda bahwa roh-roh yang sudah mencapai pembebasan dan sudah mencapai
planet-planet rohani di angkasa rohani selalu memandang kakipadma Tuhan Yang
Maha Esa dan menekuni cinta bhakti rohani kepada Beliau. Karena itu, sesudah
pembebasan sekalipun, para penyembah tidak kehilangan identitasnya yang individual.
Pada umumnya, di dunia material, pengetahuan apa pun yang kita
peroleh dicemari oleh tiga sifat alam material. Pengetahuan yang tidak dicemari
oleh tiga sifat alam disebut pengetahuan rohani. Begitu seseorang mantap dalam
pengetahuan rohani itu, ia berada pada tingkat yang sama seperti Kepribadian
Yang Paling Utama. Orang yang belum memiliki pengetahuan tentang angkasa rohani
menganggap bahwa sesudah makhluk hidup dibebaskan dari kegiatan material yang
berasal dari bentuk material, identitas rohani tersebut berubah hingga tidak
terwujud, tanpa keanekawarnaan apa pun. Akan tetapi, seperti halnya ada
keanekawarnaan material di dunia ini, di dunia rohani pun ada keanekaan. Orang
yang tidak mengetahui kenyataan ini menganggap keberadaan rohani adalah lawan
keanekawarnaan material. Tetapi sebenarnya di angkasa rohani makhluk hidup
memperoleh bentuk rohani. Ada kegiatan rohani, dan keadaan rohani itu disebut
kehidupan bhakti. Dinyatakan bahwa suasana itu tidak dicemarkan dan di sana
makhluk hidup bersatu dalam sifat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang harus
mengembangkan segala sifat rohani untuk memperoleh pengetahuan seperti itu.
Orang yang mengembangkan sifat-sifat rohani dengan cara seperti itu tidak
dipengaruhi oleh ciptaan maupun peleburan dunia material.
14.3
mama yonir mahad brahma
tasmin garbhaḿ dadhāmy aham
sambhavaḥ sarva-bhūtānāḿ
tato bhavati bhārata
mama—milik-Ku;
yoniḥ—sumber kelahiran;
mahat—seluruh
keberadaan material;
brahma—paling tama;
tasmin—dalam itu;
garbham—hamil;
dadhāmi—menciptakan;
aham—Aku;
sambhavaḥ—kemungkinan;
sarva-bhūtānām—di
antara semua makhluk hidup;
tataḥ—sesudah itu;
bhavati—menjadi;
bhārata—wahai
putera
Bhārata.
Terjemahan
Seluruh bahan material, yang disebut Brahman, adalah sumber kelahiran, dan Aku
menyebabkan Brahman itu mengandung, yang memungkinkan kelahiran semua makhluk
hidup, wahai putera Bhārata.
Penjelasan
Ayat ini adalah penjelasan tentang dunia; segala sesuatu yang terjadi
disebabkan oleh gabungan antara kṣetra dan ksetrajna, yaitu badan dan roh.
Gabungan antara alam material dan makhluk hidup dimungkinkan oleh Tuhan Yang
Maha Esa sendiri. Mahat-tattva adalah seluruh sebab manifestasi seluruh alam
semesta. Jumlah bahan sebab material tersebut, yang terdiri dari tiga sifat
alam, kadang-kadang disebut Brahman. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
menyebabkan jumlah bahan tersebut mengandung, dan dengan demikian banyak alam
semesta yang jumlahnya tidak terbilang dimungkinkan. Seluruh bahan material
tersebut, yaitu mahat-tattva, diuraikan sebagai Brahman dalam kesusasteraan
Veda (Mundaka Upanisad 1.1.9): tasmad etad brahma namarupam annam ca jayate.
Kepribadian Yang Paling Utama menyebabkan Brahman itu mengandung dengan
benih-benih para makhluk hidup. Dua puluh empat unsur, mulai dari tanah, air,
api, dan udara, semua adalah tenaga material, dan unsur-unsur itu merupakan apa
yang disebut mahad brahma, atau Brahman yang besar, atau alam material.
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab Tujuh, di luar alam itu ada alam lain, alam
utama—yaitu makhluk hidup. Alam utama dicampur di dalam alam material atas
kehendak Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kemudian semua makhluk hidup
dilahirkan dari alam material ini.
Kalajengking bertelur di dalam timbunan beras, dan
kadang-kadang dikatakan bahwa kalajengking dilahirkan dari beras. Tetapi beras
tidak menyebabkan kalajengking dilahirkan. Sebenarnya ada kalajengking yang
bertelur. Begitu pula, alam material bukan sebab kelahiran para makhluk hidup.
Benih diberikan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan hanya kelihatannya ia
keluar sebagai hasil alam material. Karena itu, setiap makhluk hidup mempunyai
badan yang berbeda menurut kegiatannya dari dahulu, dan badan itu diciptakan
oleh alam material ini supaya makhluk hidup dapat menikmati atau menderita
menurut perbuatannya dari dahulu. Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan segala
manifestasi para makhluk hidup di dunia material ini.
14.4
sarva-yoniṣu kaunteya
mūrtayaḥ sambhavānti yāḥ
tāsāḿ brahma mahad yonir
ahaḿ bīja-pradaḥ pitā
sarva-yoniṣu—di dalam segala jenis kehidupan;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
mūrtayaḥ—bentuk-bentuk;
sambhavānti—mereka
muncul;
yaḥ—yang;
tāsām—dari semua;
brahma—Yang
Mahakuasa;
mahat yoniḥ—sumber kelahiran dalam bahan material;
aham—Aku;
bīja-pradaḥ—yang memberi benih;
pitā—ayah.
Terjemahan
Hendaknya dimengerti bahwa segala jenis kehidupan dimungkinkan oleh
kelahiran di alam material ini, dan bahwa Akulah ayah yang memberi benih, wahai
putera Kuntī.
Penjelasan
Dalam ayat ini diterangkan dengan jelas bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, Krishna, adalah ayah asli semua makhluk hidup. Para makhluk hidup adalah
gabungan-gabungan antara alam material dan alam rohani. Makhluk-makhluk hidup
seperti itu tidak hanya dilihat di planet ini, tetapi juga di semua planet,
bahkan di planet yang lebih tinggi sekalipun, yaitu tempat tinggal Brahma. Para
makhluk hidup berada di mana-mana; di dalam tanah ada makhluk hidup, bahkan di
dalam air dan di dalam api pun ada makhluk hidup. Para makhluk hidup muncul
seperti itu karena sang ibu, yaitu alam material, dan proses pemberian benih
oleh Krishna. Penjelasan ialah bahwa dunia material mengandung para makhluk
hidup, yang ke luar dalam berbagai bentuk pada waktu ciptaan menurut perbuatan
mereka dari dahulu.
14.5
sattvaḿ rājā s tama iti
guṇāḥ prakṛti-sambhavāḥ
nibadhnanti mahā-bāho
dehe dehinam avyayām
sattvām—sifat kebaikan;
rājāḥ—sifat nafsu;
tamaḥ—sifat
kebodohan;
iti—demikian;
guṇāḥ—sifat-sifat;
prakṛti—alam
material;
sambhavaḥ—dihasilkan dari;
nibadhnanti—mengikat;
mahā-bāho—wahai
kepribadian yang berlengan perkasa;
dehe—dalam badan ini;
dehinam—makhluk
hidup;
avyayām—kekal.
Terjemahan
Alam material terdiri dari tiga sifat—kebaikan, nafsu dan kebodohan. Bila
makhluk hidup yang kekal berhubungan dengan alam, ia diikat oleh sifat-sifat
tersebut, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.
Penjelasan
Oleh karena makhluk hidup bersifat rohani, ia tidak mempunyai hubungan
dengan alam material. Namun, oleh karena ia diikat oleh dunia material, maka ia
bertindak di bawah pesona tiga sifat alam material. Oleh karena para makhluk
hidup mempunyai berbagai jenis badan, menurut berbagai sifat alam, mereka
didorong supaya bertindak menurut sifat alam itu. Inilah yang menyebabkan
berbagai jenis suka dan duka.
14.6
tatra sattvaḿ nirmalatvāt
prakāśakam anāmayam
sukha-sańgena badhnāti
jñāna-sańgena cānagha
tatra—di sana;
sattvām—sifat kebaikan;
nirmalatvāt—karena
paling murni di dunia material;
prakāśakam—menerangi;
anāmayam—tanpa
reaksi dosa apa pun;
sukha—dengan kebahagiaan;
sańgena—oleh
pergaulan;
badhnāti—mengikat;
jñāna—dengan pengetahuan;
sańgena—oleh
pergaulan;
ca—juga;
anagha—wahai kepribadian yang tidak berdosa.
Terjemahan
Wahai yang tidak berdosa, sifat kebaikan lebih murni daripada sifat-sifat
yang lain. Karena itu, sifat kebaikan memberi penerangan dan membebaskan
seseorang dari segala reaksi dosa. Orang yang mantap dalam sifat itu diikat
oleh rasa kebahagiaan dan pengetahuan.
Penjelasan
Ada berbagai jenis makhluk hidup yang diikat oleh alam material. Salah
satunya adalah jenis makhluk berbahagia, yang lain giat sekali dan yang lain
lagi tidak berdaya. Segala manifestasi kejiwaan tersebut menyebabkan status
terikat para makhluk hidup di alam. Berbagai jenis ikatan para makhluk hidup
dijelaskan dalam bagian ini dari Bhagavad-gita. Sifat pertama yang
dipertimbangkan ialah sifat kebaikan. Akibat pengembangan sifat kebaikan di
dunia material ialah bahwa seseorang lebih bijaksana daripada orang yang diikat
dengan cara yang lain. Orang dalam sifat kebaikan tidak begitu dipengaruhi oleh
kesengsaraan material. Contoh sifat ini ialah seorang brahmaṇā, yang dianggap
berada dalam sifat kebaikan. Rasa kebahagiaan tersebut disebabkan oleh
pengertian bahwa orang dalam sifat kebaikan kurang lebih bebas dari
reaksi-reaksi dosa. Sebenarnya, dalam kesusasteraan Veda dinyatakan bahwa sifat
kebaikan berarti pengetahuan lebih banyak dan rasa kebahagiaan yang lebih
tinggi.
Kesulitan yang dialami dalam hal ini adalah apabila makhluk hidup
berada dalam sifat kebaikan, maka ia menjadi terikat hingga merasa Diri-Nya
sudah maju dalam pengetahuan dan lebih baik daripada makhluk hidup lainnya.
Dengan cara demikian, ia akan terikat. Ahli ilmu pengetahuan dan filosof adalah
contoh yang paling tepat tentang hal ini. Kedua orang tersebut sangat bangga
karena pengetahuannya. Oleh karena pada umumnya mereka memperbaiki keadaan
hidupnya, mereka merasakan sejenis kebahagiaan material. Rasa kebahagiaan yang
sudah maju seperti itu dalam kehidupan yang terikat menyebabkan mereka diikat
oleh sifat kebaikan dari alam material. Karena itu mereka tertarik untuk
bekerja dalam sifat kebaikan. Selama mereka tertarik untuk bekerja dengan cara
seperti itu, mereka harus menerima jenis badan tertentu dalam sifat-sifat alam.
Karena itu, pembebasan atau kesempatan untuk dipindahkan ke dunia rohani tidak
dimungkinkan. Seseorang dapat dilahirkan sebagai filosof, ahli ilmu
pengetahuan, atau penyair berkali-kali, dan berulang kali ia terikat dalam
kerugian-kerugian yang sama, yaitu kelahiran dan kematian. Tetapi, akibat
khayalan tenaga material, seseorang menganggap kehidupan seperti itu
menyenangkan.
14.7
rajo rāgātmakaḿ viddhi
tṛṣṇā-sańga-samudbhavam
tan nibadhnāti kaunteya
karma-sańgena dehinam
rājāḥ—nafsu;
rāga-ātmakam—dilahirkan dari keinginan atau hawa
nafsu;
viddhi—mengetahui;
tṛṣṇā—dengan hasrat;
sańga—pergaulan;
samudbhavam—dihasilkan dari;
tat—itu;
nibadhnāti—mengikat;
kaunteya—wahai putera
Kuntī ;
karma-sańgena—oleh pergaulan
dengan kegiatan yang dimaksudkan untuk dapat membuahkan hasil atau pahala;
dehinam—makhluk
yang berada di dalam badan.
Terjemahan
Sifat nafsu dilahirkan dari keinginan dan hasrat yang tidak terhingga, wahai
putera Kuntī . Karena itu, makhluk hidup di dalam badan terikat terhadap
perbuatan material yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.
Penjelasan
Ciri sifat nafsu ialah rasa tertarik antara pria dan wanita. Wanita tertarik
pada pria, dan pria tertarik pada wanita. Ini disebut sifat nafsu. Bila sifat
nafsu ditingkatkan, seseorang mengembangkan hasrat terhadap kenikmatan
material. Dia ingin menikmati kepuasan indera-indera. Demi kepuasan
indera-indera, orang dalam sifat nafsu ingin dihormati dalam masyarakat, atau
dalam bangsa, dan dia ingin mempunyai keluarga bahagia, dengan anak-anak yang
baik, isteri dan rumah. Inilah hasil sifat nafsu. Selama seseorang mempunyai
hasrat terhadap hal-hal tersebut, ia harus bekerja dengan giat sekali. Karena
itu, dinyatakan dengan jelas di sini, bahwa ia bergaul dengan hasil kegiatannya
dan dengan demikian ia diikat oleh kegiatan seperti itu. Seseorang harus
bekerja untuk menyenangkan hati isteri, anak-anak dan masyarakatnya dan
memelihara prestasinya. Karena itu, seluruh dunia material kurang lebih berada
dalam sifat nafsu. Peradaban modern dianggap maju menurut patokan sifat nafsu.
Dahulu, sifat kebaikan dianggap sebagai kemajuan. Kalau orang yang berada dalam
sifat kebaikan sekalipun tidak mencapai pembebasan, apa yang dapat dikatakan tentang
orang yang terikat dalam sifat nafsu?
14.8
tamas tv ajñāna-jaḿ viddhi
mohanaḿ sarva-dehinām
pramādālasya-nidrābhis
tan nibadhnāti bhārata
tamaḥ—sifat kebodohan;
tu—tetapi;
ajñāna-jam—dihasilkan
dari kebodohan;
viddhi—ketahuilah;
mohanam—khayalan;
sarva-dehinam—terhadap
semua makhluk yang mempunyai badan;
pramāda—dengan goncangan jiwa;
ālasya—sifat
malas;
nidrābhiḥ—dan kecenderungan untuk tidur;
tat—itu;
nibadhnāti—mengikat;
bhārata—wahai putera
Bhārata.
Terjemahan
Wahai putera Bhārata, ketahuilah bahwa sifat kegelapan, yang dilahirkan dari
kebodohan, adalah khayalan bagi semua makhluk hidup yang mempunyai badan.
Akibat sifat ini adalah kegoncangan jiwa, sifat malas dan kecenderungan untuk
tidur, yang mengikat roh yang terikat
Penjelasan
Dalam ayat ini, penggunaan khusus kata tu sangat bermakna. Ini berarti sifat
kebodohan adalah kwalifikasi yang aneh sekali bagi roh di dalam badan. Sifat
kebodohan adalah lawan sifat kebaikan. Dalam sifat kebaikan, seseorang dapat
mengerti bagaimana keadaan yang sebenarnya dengan cara mengembangkan
pengetahuan. Tetapi sifat kebodohan adalah lawan pengetahuan itu. Semua orang
di bawah pesona sifat kebodohan menjadi gila, dan orang gila tidak dapat
mengerti bagaimana keadaan yang sebenarnya. Orang dalam kebodohan tidak maju,
melainkan ia merosot. Definisi sifat kebodohan dinyatakan dalam kesusasteraan
Veda. Vastuyathatmya jñānavarakam viparyaYajñānajanakam tamah: Di bawah pesona
kebodohan, seseorang tidak dapat mengerti sesuatu dengan sebenarnya. Misalnya,
semua orang dapat melihat bahwa kakeknya sudah meninggal. Karena itu, dia pun
akan meninggal nanti; manusia pasti meninggal. Anak-anak juga pasti akan
meninggal; karena itu, kematian adalah kepastian. Namun, orang masih gila untuk
mengumpulkan uang dan bekerja dengan keras sekali sepanjang hari dan sepanjang
malam, tanpa mempedulikan sang roh yang kekal. Inilah kegoncangan jiwa. Dalam
keadaan gila, mereka sangat enggan maju dalam pengertian rohani. Orang seperti
itu malas sekali. Bila mereka diundang bergaul untuk pengertian rohani, mereka
tidak begitu tertarik. Mereka juga tidak giat seperti orang yang dikendalikan
oleh sifat nafsu. Karena itu, gejala lain orang yang tertanam dalam sifat
kebodohan ialah bahwa dia tidur lebih daripada yang dibutuhkan. Tidur enam jam
sudah cukup, tetapi orang dalam sifat kebodohan tidur sekurang-kurangnya
sepuluh atau dua belas jam sehari. Orang seperti itu kelihatannya selalu
murung, kecanduan mabuk-mabukan dan suka tidur pada setiap waktu. Inilah
gejala-gejala orang yang diikat oleh sifat kebodohan.
14.9
sattvaḿ sukhe sañjayati
rājāḥ karmaṇi bhārata
jñānam āvṛtya tu tamaḥ
pramāde sañjayaty uta
sattvām—sifat kebaikan;
sukhe—dalam kebahagiaan;
sañjayati—mengikat;
rājāḥ—sifat nafsu;
karmaṇi—dalam kegiatan untuk membuahkan
hasil;
bhārata—wahai putera
Bhārata ;
jñānam—pengetahuan;
āvṛtya—menutupi;
tu—tetapi;
tamaḥ—sifat kebodohan;
pramāde—dalam keadaan
gila;
sañjayati—mengikat;
uta—dikatakan.
Terjemahan
Wahai putera Bhārata, sifat kebaikan mengikat seseorang pada kebahagiaan;
nafsu mengikat Diri-Nya pada kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil
atau pahala; dan kebodohan, yang menutupi pengetahuannya mengikat Diri-Nya pada
kegilaan.
Penjelasan
Orang dalam sifat kebaikan puas dengan pekerjaan atau apa yang dicarinya di
bidang intelek, seperti seorang filosof, ahli ilmu pengetahuan atau pendidik
barangkali menekuni bidang pengetahuan tertentu dan merasa puas dengan cara
seperti itu. Orang dalam sifat nafsu sibuk dalam kegiatan yang dimaksudkan
untuk membuahkan hasil; ia memiliki sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan uang
untuk kepentingan-kepentingan yang baik. Kadang-kadang ia berusaha membuka
rumah sakit, memberi sumbangan kepada lembaga-lembaga sosial dan sebagainya.
Inilah tanda-tanda orang dalam sifat nafsu. Sifat kebodohan menutupi
pengetahuan. Dalam sifat kebodohan, apa pun yang dilakukan seseorang tidak baik
untuk Diri-Nya maupun untuk orang lain.
14.10
rājā s tamaś cābhibhūya
sattvaḿ bhavati bhārata
rājā ḥ sattvaḿ tamaś caiva
tamaḥ sattvaḿ rājā s tathā
rājāḥ—sifat nafsu;
tamaḥ—sifat kebodohan;
ca—juga;
abhibhūya—mengatasi;
sattvām—sifat kebaikan;
bhavati—menonjol;
bhārata—wahai
putera
Bhārata ;
rājāḥ—sifat nafsu;
sattvām—sifat
kebaikan;
tamaḥ—sifat kebodohan;
ca—juga;
evā—seperti
itu;
tamaḥ—sifat kebodohan;
sattvām—sifat kebaikan;
rājāḥ—sifat
nafsu;
tathā—demikian.
Terjemahan
Kadang-kadang sifat kebaikan menonjol, dan mengalahkan sifat nafsu dan
kebodohan, wahai putera Bhārata. Kadang-kadang sifat nafsu mengalahkan sifat
kebaikan dan kebodohan, dan pada waktu yang lain kebodohan mengalahkan kebaikan
dan nafsu. Dengan cara demikian selalu ada persaingan untuk berkuasa.
Penjelasan
Bila sifat nafsu menonjol, sifat-sifat kebaikan dan kebodohan dikalahkan.
Bila sifat kebaikan menonjol, sifat nafsu dan kebodohan dikalahkan. Bilamana
sifat kebodohan menonjol, nafsu dan kebaikan dikalahkan. Persaingan ini selalu
berjalan terus. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh ingin maju dalam
kesadaran Krishna harus melampaui tiga sifat tersebut. Menonjolnya sifat alam
tertentu terwujud dalam tingkah laku, kegiatan, cara makan seseorang, dan
sebagainya. Semua ini akan dijelaskan dalam bab-bab terakhir. Tetapi kalau
seseorang berminat, ia dapat mengembangkan sifat kebaikan melalui latihan dan
dengan demikian mengalahkan sifat-sifat kebodohan dan nafsu. Begitu pula
seseorang dapat mengembangkan sifat nafsu dan mengalahkan sifat kebaikan dan
kebodohan. Atau seseorang dapat mengembangkan sifat kebodohan dan mengalahkan
kebaikan dan nafsu. Walaupun ada tiga sifat alam material, kalau seseorang
bertabah hati ia dapat diberkati oleh sifat kebaikan, dan dengan melampaui
sifat kebaikan, ia dapat menjadi mantap dalam kebaikan murni, yang disebut
keadaan vasudeva, keadaan yang memungkinkan seseorang mengerti ilmu pengetahuan
tentang Tuhan Yang Maha Esa. Dari perwujudan kegiatan tertentu, dapat
dimengerti seseorang berada dalam sifat alam yang mana.
14.11
sarva-dvāreṣu dehe 'smin
prakāśa upajāyate
jñānaḿ yadā tadā
vidyād
vivṛddhaḿ sattvām ity uta
sarva-dvāreṣu—di semua pintu gerbang;
dehe asmin—dalam badan
ini;
prakāśaḥ—sifat terang;
upajāyate—berkembang;
jñānam—pengetahuan;
yadā—apabila;
tadā—pada waktu itu;
vidyāt—mengetahui;
vivṛddham—meningkat;
sattvām—sifat kebaikan;
iti uta—dinyatakan demikian.
Terjemahan
Perwujudan-perwujudan sifat kebaikan dapat dialami bila semua pintu gerbang
badan diterangi oleh pengetahuan.
Penjelasan
Badan mempunyai sembilan pintu gerbang: Dua mata, dua telinga, dua lubang
hidung, mulut, kemaluan dan dubur. Bila tiap pintu gerbang diterangi oleh
tanda-tanda kebaikan, harus dimengerti bahwa seseorang sudah mengembangkan
sifat kebaikan. Dalam sifat kebaikan, seseorang dapat melihat hal-hal dalam
kedudukan yang sebenarnya, mendengar hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya,
dan merasakan hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya. Lahir batin seseorang
disucikan. Pada setiap pintu gerbang tanda-tanda kebahagiaan berkembang, dan
itulah kedudukan kebaikan.
14.12
lobhaḥ pravṛttir ārambhaḥ
karmaṇām aśamaḥ spṛhā
rājā sy etāni jāyante
vivṛddhe Bhārata rṣabha
lobhāḥ—loba;
pravṛttiḥ—kegiatan;
ārambhaḥ—usaha;
karmaṇām—di
dalam kegiatan;
aśamaḥ—tidak dapat dikendalikan;
spṛhā—keinginan;
rājāsi—dari sifat nafsu;
etāni—semua ini;
jāyante—berkembang;
vivṛddhe—bila ada kelebihan;
bhārata-ṛṣabha—wahai yang paling
utama di antara para putera keturunan
Bhārata.
Terjemahan
Wahai yang paling utama di antara para putera keturunan Bhārata, bila sifat
nafsu meningkat, berkembanglah tanda-tanda ikatan yang besar, kegiatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, usaha yang keras sekali,
keinginan dan hasrat yang tidak dapat dikendalikan.
Penjelasan
Orang di bawah pengaruh sifat nafsu tidak pernah puas dalam kedudukan yang
sudah dicapainya. Ia berhasrat menaikkan kedudukannya. Kalau dia ingin
mendirikan rumah tempat tinggal, dia berusaha sekuat tenaga untuk memiliki
rumah seperti istana, seolah-olah dia dapat tinggal di dalam rumah itu untuk
selamanya. Dia mengembangkan hasrat yang besar sekali untuk kepuasan
indera-indera. Kepuasan indera-indera tidak ada habisnya. Dia selalu ingin
tetap tinggal bersama keluarganya di rumahnya dan melanjutkan proses kepuasan
indera-indera. Semua hal tersebut tidak ada habisnya. Harus dimengerti bahwa
semua tanda-tanda tersebut adalah ciri sifat nafsu.
14.13
aprakāśo 'pravṛttiś ca
pramādo moha eva ca
tamasy etāni jāyante
vivṛddhe kuru-nandana
aprakāśaḥ—kegelapan;
apravṛttiḥ—tidak melakukan kegiatan;
ca—dan;
pramādaḥ—kegilaan;
mohaḥ—khayalan;
evā—pasti;
ca—juga;
tamasi—sifat kebodohan;
etāni—ini;
jāyante—diwujudkan;
vivṛddhe—dikembangkan;
kuru-nandana—wahai putera Kuru.
Terjemahan
Bila sifat kebodohan meningkat, terwujudlah kegelapan, malas-malasan,
keadaan gila dan khayalan, wahai putera Kuru.
Penjelasan
Bila tidak ada penerangan, tidak ada pengetahuan. Orang dalam sifat
kebodohan tidak bekerja menurut prinsip yang mengatur; dia ingin bertindak
seenaknya, tanpa tujuan tertentu. Walaupun ia sanggup bekerja, ia tidak
berusaha. Inilah yang disebut khayalan. Walaupun kesadaran berjalan terus,
kehidupan tidak ada kegiatannya. Inilah ciri-ciri orang yang berada dalam sifat
kebodohan.
14.14
yadā sattve pravṛddhe tu
pralayaḿ yāti deha-bhṛt
tadottama-vidāḿ lokān
amalān pratipadyate
yadā—apabila;
sattve—sifat kebaikan;
pravṛddhe—dikembangkan;
tu—tetapi;
pralayam—peleburan;
yāti—pergi;
deha-bhṛt—dia
yang berada di dalam badan;
tadā—pada waktu itu;
uttama-vidām—milik
para resi yang mulia;
lokān—planet-planet;
amalān—murni;
pratipadyate—mencapai.
Terjemahan
Bila seseorang meninggal dalam sifat kebaikan, ia mencapai planet-planet
murni yang lebih tinggi, tempat tinggal para resi yang mulia.
Penjelasan
Orang yang berada dalam sifat kebaikan mencapai susunan-susunan planet
yang lebih tinggi, misalnya Brahmaloka atau Janoloka. Di sana ia menikmati
kebahagiaan seperti yang dinikmati oleh para dewa. Kata amalān bermakna bebas
dari sifat-sifat nafsu dan kebodohan." Ada hal-hal yang mencemarkan dunia
material, tetapi sifat kebaikan adalah bentuk kehidupan yang paling murni di
dunia material. Ada berbagai jenis planet untuk berbagai jenis makhluk hidup.
Orang yang meninggal dalam sifat kebaikan diangkat sampai planet-planet tempat
tinggal para resi yang mulia dan para penyembah yang mulia.
14.15
rājāsi pralayaḿ gatvā
karma-sańgiṣu jāyate
tathā pralīnas tamasi
mūḍha-yoniṣu jāyate
rājāsi—dalam nafsu;
pralayam—peleburan;
gatvā—dengan
mencapai;
karma-sańgiṣu—dalam pergaulan orang yang sibuk dalam kegiatan
untuk membuahkan hasil;
jāyate—dilahirkan;
tathā—seperti itu
pula;
pralīnaḥ—dengan dilebur;
tamasi—dalam kebodohan;
mūḍha-yoniṣu—dalam
jenis kehidupan sebagai binatang;
jāyate—dilahirkan.
Terjemahan
Bila seseorang meninggal dalam sifat nafsu, ia dilahirkan di tengah-tengah
mereka yang sibuk dalam kegiatan yang dimaksud untuk membuahkan hasil. Bila
seseorang meninggal dalam sifat kebodohan, ia dilahirkan di kerajaan binatang.
Penjelasan
Beberapa orang mempunyai kesan seolah-olah apabila sang roh mencapai tingkat
kehidupan manusia, ia tidak pernah turun lagi. Ini anggapan yang keliru.
Menurut ayat ini, kalau seseorang mengembangkan sifat kebodohan, sesudah ia
meninggal ia merosot ke dalam jenis kehidupan sebagai binatang. Dari tingkat
itu, dia harus naik lagi, melalui suatu proses evolusi, sampai mencapai bentuk
kehidupan manusia lagi. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh serius tentang
kehidupan manusia hendaknya mengambil sifat kebaikan dan melampaui sifat-sifat
alam dalam pergaulan yang baik hingga menjadi mantap dalam kesadaran Krishna.
Inilah tujuan kehidupan manusia. Kalau tidak demikian, tidak dapat dijamin
bahwa seorang manusia akan mencapai status manusia lagi.
14.16
karmaṇaḥ sukṛtasyāhuḥ
sāttvikaḿ nirmalaḿ phalam
rājā sas tu phalaḿ duḥkham
ajñānaḿ tamasaḥ phalam
karmaṇaḥ—tentang pekerjaan;
su-kṛtasya—saleh;
āhuḥ—dikatakan;
sāttvikam—dalam sifat kebaikan;
nirmalam—disucikan;
phalam—hasil;
rājā saḥ—dari sifat nafsu;
tu—tetapi;
phalam—hasil;
duḥkham—dukacita;
ajñānām—hal-hal yang tidak-tidak;
tamasaḥ—dari sifat kebodohan;
phalam—hasil.
Terjemahan
Hasil perbuatan saleh bersifat murni dan dikatakan bersifat kebaikan. Tetapi
perbuatan yang dilakukan dalam sifat nafsu mengakibatkan kesengsaraan, dan
perbuatan yang dilakukan dalam sifat kebodohan mengakibatkan hal-hal yang
bukan-bukan.
Penjelasan
Hasil kegiatan saleh dalam sifat kebaikan bersifat murni. Karena itu para
resi, yang bebas dari segala khayalan, mantap dalam kebahagiaan. Tetapi
kegiatan dalam sifat nafsu hanya penuh kesengsaraan. Kegiatan mana pun yang
dilakukan demi kebahagiaan material pasti dikalahkan. Misalnya, kalau seseorang
ingin memiliki gedung pencakar langit, manusia harus menderita banyak sebelum
pencakar langit yang besar itu dapat dibangun. Seorang pengumpul modal harus
mengalami banyak kesulitan untuk mengumpulkan jumlah kekayaan yang besar, dan
orang yang bekerja keras untuk mendirikan banguṇān itu harus bekerja dengan
badannya. Kesengsaraan tentunya ada. Karena itu, dalam Bhagavad-gita dinyatakan
bahwa dalam segala kegiatan yang dilakukan di bawah pesona sifat nafsu, pasti
ada kesengsaraan yang besar. Mungkin dirasakan sekedar apa yang disebut
kebahagiaan dalam pikiran—Saya sudah memiliki rumah ini atau uang
ini"—tetapi ini bukan kebahagiaan yang sebenarnya.
Orang yang bekerja dalam sifat kebodohan tidak memiliki
pengetahuan. Karena itu, segala kegiatan orang itu mengakibatkan kesengsaraan
pada saat ini, dan sesudahnya dia akan berjalan terus menuju kehidupan
binatang. Kehidupan binatang selalu penuh kesengsaraan, kendatipun para
binatang tidak mengerti kenyataan ini karena mereka berada di bawah pesona
tenaga yang mengkhayalkan, tenaga mayā. Menyembelih binatang yang tidak
bersalah juga disebabkan oleh sifat kebodohan. Para pembunuh binatang tidak
mengetahui bahwa pada masa yang akan datang binatang itu akan memperoleh badan
yang tepat untuk membunuh mereka. Itulah hukum alam. Dalam masyarakat manusia,
kalau seseorang membunuh orang lain, ia harus menjalani hukuman mati. Itulah
hukum negara. Oleh karena kebodohan, manusia tidak mengerti bahwa alam semesta
adalah seperti suatu negara yang lengkap yang dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Setiap makhluk hidup adalah putera Tuhan Yang Maha Esa, dan Beliau tidak
membiarkan seekor semut pun dibunuh. Seseorang harus menerima reaksi perbuatan
itu. Karena itu, membunuh binatang untuk memuaskan nafsu lidah adalah jenis
kebodohan yang paling kasar. Manusia tidak perlu membunuh binatang, sebab Tuhan
Yang Maha Esa sudah menyediakan begitu banyak bahan makanan yang bagus. Kalau
seseorang makan daging tanpa mempedulikan kenyataan tersebut, harus dimengerti
bahwa ia bertindak dalam sifat kebodohan dan ia sedang menyiapkan masa depan
yang sangat gelap. Di antara segala jenis pembunuhan binatang, membunuh sapi
adalah yang paling kejam, sebab sapi memberikan segala jenis kebahagiaan kepada
kita dengan menyediakan susu. Membunuh sapi adalah perbuatan kebodohan yang
paling kasar. Dalam kesusasteraan Veda (rg Veda 9.4.64) kata-kata gobhih
prinitamatsaram menunjukkan bahwa orang yang sudah puas sepenuhnya dengan susu
tetapi ingin membunuh sapi berada dalam kebodohan yang paling kasar. Ada doa
pujian dalam kesusasteraan Veda yang berbunyi:
namo brahmaṇya-devāya
go-brāhmaṇa-hitāya ca
jagad-dhitāya kṛṣṇāya
govindāya namo namaḥ
Tuhan yang hamba cintai, Andalah yang mengharapkan kesejahteraan sapi dan
para brahmaṇā, dan Anda mengharapkan kesejahteraan seluruh masyarakat manusia
dan dunia" (Visnu Purana 1.19.65). Arti ayat tersebut adalah bahwa dalam
doa pujian ini perlindungan terhadap sapi dan para brahmaṇā disebut secara
khusus. Para brahmaṇā adalah lambang pendidikan rohani, dan sapi adalah
lambang makanan yang paling berharga; dua makhluk hidup tersebut, yaitu para
brahmaṇā dan sapi-sapi, harus diberi segala perlindungan—itulah kemajuan
sejati peradaban. Dalam masyarakat manusia modern, pengetahuan rohani
dialpakan, dan pemotongan sapi dikembangkan. Karena itu, harus dimengerti bahwa
masyarakat manusia sedang maju ke arah yang keliru dan sedang membuka jalan
untuk kutukannya sendiri. Peradaban yang membimbing para warga negara untuk
menjadi binatang dalam penjelmaan yang akan datang tentu saja bukan peradaban
manusia. Peradaban manusia sekarang jelas tersesat secara kasar oleh
sifat-sifat nafsu dan kebodohan. Jaman sekarang sangat berbahaya, dan semua
bangsa dengan seksama harus memberikan cara yang paling mudah, yaitu kesadaran
Krishna, untuk menyelamatkan manusia dari bahaya yang paling besar.
14.17
sattvāt sañjāyate jñānaḿ
rājā so lobha eva ca
pramāda-mohau tamaso
bhavato 'jñānam eva ca
sattvāt—dari sifat kebaikan;
sañjāyate—berkembang;
jñānam—pengetahuan;
rājā saḥ—dari sifat kebodohan;
lobhāḥ—loba;
evā—pasti;
ca—juga;
pramāda—sifat gila;
mohau—dan khayalan;
tamasaḥ—dari
sifat kebodohan;
bhavataḥ—berkembang;
ajñānām—hal-hal yang
tidaktidak;
evā—pasti;
ca—juga.
Terjemahan
Pengetahuan yang sejati berkembang dari sifat kebaikan; loba berkembang dari
sifat nafsu; dan kegiatan yang bukan-bukan, sifat gila dan khayalan berkembang
dari sifat kebodohan.
Penjelasan
Oleh karena peradaban sekarang tidak begitu baik bagi para makhluk hidup,
maka kesadaran Krishna-lah yang dianjurkan. Melalui kesadaran Krishna, masyarakat
akan mengembangkan sifat kebaikan. Bila sifat kebaikan dikembangkan, orang akan
melihat hal-hal menurut kedudukannya yang sebenarnya. Dalam sifat kebodohan,
manusia persis seperti binatang dan tidak dapat melihat dengan jelas. Misalnya,
dalam sifat kebodohan, mereka tidak melihat bahwa dengan membunuh seekor
binatang, mereka mengambil resiko bahwa mereka akan dibunuh oleh binatang yang
sama dalam penjelmaan yang akan datang. Oleh karena orang tidak dididik dengan
pengetahuan yang sejati, akhirnya mereka tidak bertanggung jawab. Untuk
menghentikan sifat tidak bertanggung jawab tersebut, harus ada pendidikan untuk
mengembangkan sifat kebaikan di kalangan rakyat umum. Bila mereka
sungguh-sungguh terdidik dalam sifat kebaikan, mereka akan menjadi sopan, dan memiliki
pengetahuan sepenuhnya tentang hal-hal menurut kedudukannya yang sebenarnya.
Pada waktu itu rakyat akan bahagia dan makmur. Meskipun kebanyakan orang belum
berbahagia dan makmur, kalau beberapa persen mengembangkan kesadaran Krishna
hingga mantap dalam sifat kebaikan, maka ada kemungkinan kedamaian dan
kemakmuran dapat dinikmati di seluruh dunia. Kalau tidak demikian, bila dunia
menekuni sifat-sifat nafsu dan kebodohan, maka tidak mungkin ada kedamaian
maupun kemakmuran. Dalam sifat nafsu, orang kelobaan dan hasrat mereka untuk
menikmati indera-indera tidak terhingga. Orang dapat melihat bahwa walaupun
seseorang memiliki uang secukupnya dan fasilitas yang memadai untuk kepuasan
indera-indera, tidak ada kebahagiaan maupun ketenangan di dalam pikirannya. Itu
tidak mungkin, sebab ia berada dalam sifat nafsu. Kalau seseorang
sungguh-sungguh menginginkan kebahagiaan, uangnya tidak dapat membantu
Diri-Nya; ia harus mengangkat Diri-Nya sampai sifat kebaikan dengan cara
berlatih kesadaran Krishna. Bila seseorang sibuk dalam sifat nafsu, dia tidak
hanya sedih dalam hatinya, tetapi pekerjaan dan pencahariannya juga penuh
kesulitan. Ia harus membuat begitu banyak rencana dan acara untuk memperoleh
uang secukupnya guna memelihara kedudukannya sekarang. Ini semua penuh
kesengsaraan. Dalam sifat kebodohan, orang menjadi semakin gila. Mereka dibuat
sedih oleh keadaannya, hingga berlindung pada mabuk-mabukan, dan dengan
demikian mereka semakin merosot ke dalam kebodohan. Masa depan kehidupan mereka
sangat gelap.
14.18
ūrdhvaḿ gacchanti sattva-sthā
madhye tiṣṭhanti rājasāḥ
jaghanya-guṇa-vṛtti-sthā
adho gacchanti tāmasāḥ
ūrdhvam—ke atas;
gacchanti—pergi;
sattva-sthāḥ—orang
yang berada dalam sifat kebaikan;
madhye—di tengah;
tiṣṭhanti—tinggal;
rājasāḥ—orang yang berada dalam sifat kebaikan;
jaghanya—dari
yang jijik;
guṇa—sifat;
vṛtti-sthāḥ—yang pencahariannya;
adhaḥ—ke
bawah;
gacchanti—pergi;
tamasaḥ—orang yang berada dalam sifat
kebodohan.
Terjemahan
Orang yang berada dalam sifat kebaikan berangsur-angsur naik sampai
planet-planet yang lebih tinggi; orang yang berada dalam sifat nafsu hidup di
planet-planet seperti bumi; orang yang berada dalam sifat kebodohan yang
menjijikkan turun memasuki dunia-dunia neraka.
Penjelasan
Dalam ayat ini hasil perbuatan dalam tiga sifat alam dikemukakan dengan cara
yang lebih jelas. Ada susunan planet yang lebih tinggi, terdiri dari
planet-planet surga. Di planet-planet surga semua makhluk hidup sudah maju
sekali. Menurut tingkat perkembangan sifat kebaikan, makhluk hidup dapat dipindahkan
ke berbagai planet dalam sistem tersebut. Planet tertinggi bernama Satyaloka,
atau Brahmaloka, tempat tinggal kepribadian yang paling utama di alam semesta
ini, yaitu dewa Brahma. Kita sudah melihat bahwa kita hampir tidak sanggup
memperkirakan keadaan hidup yang ajaib di Brahmaloka, tetapi keadaan hidup
tertinggi, yaitu sifat kebaikan, dapat membawa diri kita ke sana.
Sifat nafsu bersifat campuran. Sifat nafsu berada di tengah antara
sifat kebaikan dan sifat kebodohan. Seseorang tidak selalu murni, tetapi
kalaupun ia berada dalam sifat nafsu secara murni, ia hanya akan tetap tinggal
di bumi ini sebagai rājā atau orang kaya. Tetapi oleh karena ada
campuran, ia juga dapat turun. Manusia di bumi ini, baik dalam sifat nafsu
maupun kebodohan, tidak dapat mendekati planet-planet yang lebih tinggi secara
paksa dengan menggunakan mesin. Dalam sifat nafsu, juga ada kemungkinan
seseorang akan menjadi gila dalam penjelmaan yang akan datang.
Sifat yang paling rendah, yakni sifat kebodohan, diuraikan di sini
sebagai sesuatu yang menjijikkan. Akibat seseorang mengembangkan kebodohan
adalah resiko yang amat besar. Sifat kebodohan adalah sifat terendah dalam alam
material. Di bawah tingkat manusia ada delapan juta jenis kehidupan—burung,
hewan, binatang yang merayap, pohon, dan sebagainya—dan menurut perkembangan
sifat kebodohan, orang merosot sampai keadaan yang menjijikkan tersebut. Kata
tamasaḥ juga sangat bermakna di sini. Tamasah berarti orang yang senantiasa
hidup dalam sifat kebodohan tanpa naik tingkat sampai tingkat yang lebih
tinggi. Masa depan mereka sangat gelap.
Ada kesempatan untuk manusia dalam sifat-sifat kebodohan dan nafsu
untuk diangkat sampai sifat kebaikan, dan sistem itu disebut kesadaran Krishna.
Tetapi orang yang tidak memanfaatkan kesempatan tersebut pasti akan terus hidup
di dalam sifat-sifat yang lebih rendah.
14.19
nānyaḿ guṇebhyaḥ kartāraḿ
yadā draṣṭānupaśyati
guṇebhyaś ca paraḿ vetti
mad-bhāvaḿ so 'dhigacchati
na—tidak ada;
anyam—lain;
guṇebhyaḥ—pada sifat-sifat;
kartāram—pelaku;
yadā—bila;
draṣṭā—orang yang melihat;
anupaśyāti—melihat
dengan sebenarnya;
guṇebhyaḥ—pada sifat-sifat alam;
ca—dan;
param—rohani;
vetti—mengetahui;
mat-bhāvam—kepada alam rohani-Ku;
saḥ—dia;
adhigacchati—diangkat.
Terjemahan
Bila seseorang melihat dengan sebenarnya bahwa dalam segala kegiatan tiada
pelaku lain yang bekerja selain sifat-sifat alam tersebut dan ia mengenal Tuhan
Yang Maha Esa, yang melampaui segala sifat tersebut, maka ia mencapai alam
rohani-Ku.
Penjelasan
Seseorang dapat melampaui segala kegiatan sifat-sifat alam material hanya
kalau ia mengerti tentang sifat-sifat itu dengan cara yang sebenarnya dengan
belajar dari tujuan-tujuan yang benar. Guru kerohanian yang sejati adalah
Krishna, dan Krishna sedang menyampaikan pengetahuan rohani ini kepada Arjuna.
Begitu pula, seseorang harus mempelajari ilmu pengetahuan tentang hubungan
menurut sifat-sifat alam material dari orang yang sadar akan Krishna
sepenuhnya. Kalau tidak, kehidupannya akan tersesat. Dari ajaran seorang guru
kerohanian yang dapat dipercaya, makhluk hidup dapat mengetahui tentang
kedudukan rohaninya, badan jasmaninya, indera-inderanya, bagaimana ia
terperangkap, dan bagaimana ia dibawah pesona sifat-sifat alam material. Ia
tidak berdaya dalam cengkeraman sifat-sifat tersebut, tetapi apabila ia dapat
melihat kedudukan yang sebenarnya, ia dapat mencapai tingkat rohani, dan
dimungkinkan ia memasuki kehidupan rohani. Sebenarnya bukan makhluk hidup yang
melaksanakan berbagai kegiatan. Ia terpaksa bertindak karena berada dalam jenis
badan tertentu, yang diatur oleh sifat alam material tertentu. Kalau seseorang
tidak dibantu oleh penguasa rohani, ia tidak dapat mengerti kedudukannya yang
sebenarnya. Dengan pergaulan seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, ia
dapat melihat kedudukannya yang sebenarnya, dan dengan pengertian seperti itu
ia dapat menjadi mantap dalam kesadaran Krishna sepenuhnya. Orang yang sadar
akan Krishna tidak dikendalikan oleh pesona sifat-sifat alam material. Sudah
dinyatakan dalam Bab Tujuh bahwa orang yang sudah menyerahkan diri kepada
Krishna dibebaskan dari kegiatan alam material. Pengaruh alam material
berangsur-angsur berhenti bagi orang yang dapat melihat hal-hal dengan
sebenarnya.
14.20
guṇān etān atītya trīn
dehī deha-samudbhavān
janma-mṛtyu-jarā-duḥkhair
vimukto 'mṛtam aśnute
guṇān—sifat-sifat;
etān—semua ini;
atītya—melampaui;
trīn—tiga;
dehī—dia yang berada di dalam badan;
deha—badan;
samudbhavān—dihasilkan
dari;
janma—dari kelahiran;
mṛtyu—kematian;
jarā—dan usia
tua;
duḥkhaiḥ—dukacita;
vimuktaḥ—dengan dibebaskan dari;
amṛtam—minuman
kekekalan;
aśnute—dia menikmati.
Terjemahan
Bila makhluk hidup di dalam badan dapat melampaui ke tiga sifat alam yang
berhubungan dengan badan jasmani, ia dapat dibebaskan dari kelahiran, kematian,
usia tua dan dukacitanya hingga ia dapat menikmati minuman kekekalan bahkan
dalam kehidupan ini pun.
Penjelasan
Dalam ayat ini dijelaskan bagaimana cara seseorang dapat tetap berada dalam
kedudukan rohani, bahkan dalam badan ini, dalam kesadaran Krishna sepenuhnya.
Kata dehī dalam bahasa Sansekerta berarti berada di dalam badan." Walaupun
seseorang berada di dalam badan jasmani ini, melalui kemajuannya dalam
pengetahuan rohani ia dapat dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam. Ia dapat
menikmati kebahagiaan kehidupan rohani bahkan dalam badan ini juga, sebab
sesudah meninggalkan badan ini, pasti ia akan pergi ke angkasa rohani. Tetapi
dalam badan inipun ia dapat menikmati kebahagiaan rohani. Dengan kata lain, bhakti
dalam kesadaran Krishna adalah tanda pembebasan dari ikatan material, dan ini
akan dijelaskan dalam Bab Delapan belas. Bila seseorang dibebaskan dari
pengaruh sifat-sifat alam material ia memasuki bhakti.
14.21
Arjuna uvāca
kair lińgais trīn guṇān etān
atīto bhavati prabho
kim ācāraḥ kathaḿ caitāḿs
trīn guṇān ativartate
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata;
kaiḥ—oleh yang mana;
lińgaiḥ—tandatan
da;
trīn—tiga;
guṇān—sifat-sifat;
etān—semua ini;
atītaḥ—sesudah
melampaui;
bhavati—adalah;
prabho—o Tuhan yang hamba hormati;
kim—apa;
ācāraḥ—tingkah laku;
katham—bagaimana;
ca—juga;
etān—ini;
trīn—tiga;
guṇān—sifat-sifat;
ativartate—melampaui.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Tuhan yang hamba cintai, melalui tanda-tanda manakah kita
dapat mengetahui orang yang melampaui tiga sifat alam tersebut? Bagaimana
tingkah lakunya? Bagaimana cara melampaui sifat-sifat alam?
Penjelasan
Dalam ayat ini, pertanyaan-pertanyaan Arjuna tepat sekali. Arjuna ingin
mengetahui tanda-tanda orang yang sudah melampaui sifat-sifat alam. Pertama ia
bertanya tentang tanda-tanda orang rohani seperti itu. Bagaimana cara seseorang
dapat mengerti bahwa ia sudah melampaui pengaruh sifat-sifat alam material?
Pertanyaan kedua diajukan mengenai cara dia hidup dan bagai mana kegiatannya.
Apakah kegiatan tersebut teratur atau tidak teratur? Kemudian Arjuna bertanya
mengenai cara ia mencapai alam rohani. Itu penting sekali. Kalau seseorang
belum mengenal cara langsung yang memungkinkan ia selalu mantap secara rohani,
tidak mungkin tanda-tanda tersebut diperlihatkan. Karena itu, segala pertanyaan
yang diajukan oleh Arjuna sangat penting, dan Krishna menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu.
14.22-25
śrī-bhagavān uvāca
prakāśaḿ ca pravṛttiḿ ca
moham eva ca pāṇḍava
na dveṣṭi sampravṛttāni
na nivṛttāni kāńkṣati
udāsīna-vad āsīno
guṇair yo na vicālyate
guṇā vartanta ity evaḿ
yo 'vatiṣṭhati neńgate
sama-duḥkha-sukhaḥ
sva-sthaḥ
sama-loṣṭāśma-kāñcanaḥ
tulya-priyāpriyo dhīras
tulya-nindātma-saḿstutiḥ
mānāpamānayos tulyas
tulyo mitrāri-pakṣayoḥ
sarvārambha-parityāgī
guṇātītaḥ sa ucyate
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda;
prakāśam—penerangan;
ca—dan;
pravṛttim—ikatan;
ca—dan;
moham—khayalan;
eva
ca—juga;
pāṇḍava—wahai putera
Pāṇḍu ;
na dveṣṭi—tidak
benci;
sampravṛttāni—walaupun sudah berkembang;
na nivṛttāni—tidak
juga menghentikan pengembangan;
kāńkṣati—menginginkan;
udāsīna-vat—seolah-olah
netral;
aśinaḥ—mantap;
guṇaiḥ—oleh sifat-sifat;
yaḥ—orang
yang;
na—tidak pernah;
vicālyate—digoyahkan;
guṇāḥ—sifat-sifat;
vartante—bertindak; iti
evam—dengan mengetahui demikian;
yaḥ—orang
yang;
avatiṣṭhati—tetap;
na—tidak pernah;
ińgate—berkedip;
sama—merata;
duḥkha—dalam dukacita;
sukhaḥ—dan
kebahagiaan;
sva-sthaḥ—dengan menjadi mantap dalam Diri-Nya;
sama—dengan
cara yang sama;
loṣṭa—segumpal tanah;
aśma—batu;
kāñcanaḥ—emas;
tulya—bersikap yang sama;
priya—kepada yang dicintai;
apriyaḥ—dan
yang tidak diinginkan;
dhīraḥ—mantap;
tulya—sama;
nindā—dalam
penghinaan;
ātma-saḿstutiḥ—dan pujian terhadap Diri-Nya;
māna—dalam
penghormatan;
apamānayoḥ—dan tidak dihormati;
tulyaḥ—sama;
tulyaḥ—sama;
mitra—tentang kawan;
ari—dan musuh;
pakṣayoḥ—kepada
pihak-pihak;
sarva—dari semua;
ārambha—usaha-usaha;
parityāgī—orang
yang melepaskan ikatan;
guṇa-atītaḥ—melampaui sifat-sifat alam
material;
saḥ—dia;
ucyate—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Wahai putera Pāṇḍu, orang yang
tidak membenci penerangan, ikatan dan khayalan bila hal-hal itu ada ataupun
merindukannya bila hal-hal itu lenyap; yang tidak pernah gelisah atau goyah
selama ia mengalami segala reaksi sifat-sifat alam material, tetap netral dan
rohani, dengan mengetahui bahwa hanya sifat-sifat itulah yang bergerak; mantap
dalam sang diri dan memandang suka dan duka dengan sikap yang sama; memandang
segumpal tanah, sebuah batu dan sebatang emas dengan pandangan yang sama;
bersikap yang sama terhadap yang diinginkan dan yang tidak diinginkan; mantap,
bersikap yang sama baik terhadap pujian maupun tuduhan, penghormatan maupun
penghinaan; yang memperlakukan kawan dan musuh dengan cara yang sama; dan sudah
melepaskan ikatan terhadap segala kegiatan material—orang seperti itulah
dikatakan sudah melampaui sifat-sifat alam.
Penjelasan
Arjuna mengemukakan tiga pertanyaan yang berbeda, dan Krishna menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu satu demi satu. Dalam ayat-ayat ini, pertama Krishna
menyatakan bahwa orang yang mantap secara rohani tidak iri hati dan tidak
berhasrat mendapat sesuatu. Bila makhluk hidup tinggal di dunia material ini
dalam keadaan terkurung di dalam badan jasmani, harus dimengerti bahwa ia
dikendalikan oleh salah satu di antara tiga sifat alam material. Bila ia
sungguh-sungguh keluar dari badan, ia keluar dari cengkeraman sifat-sifat alam
material. Tetapi selama ia belum keluar dari badan jasmani, sebaiknya ia
bersikap netral. Hendaknya ia menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya
identitasnya di dalam badan jasmani dengan sendirinya akan dilupakan. Bila seseorang
sadar akan badan jasmani, ia hanya akan bertindak demi kepuasan indera-indera,
tetapi bila seseorang mengalihkan kesadarannya kepada Krishna, maka kepuasan
indera-indera dengan sendirinya berhenti. Seseorang tidak memerlukan badan
jasmani ini, dan ia tidak perlu menerima perintah-perintah dari badan jasmani.
Ciri-ciri sifat-sifat alam material dalam badan akan bertindak, tetapi sebagai
roh, sang diri menyisih dari kegiatan seperti itu. Bagaimana cara ia
menyisihkan diri? Ia tidak ingin menikmati badan atau ke luar dari badan.
Dengan demikian, ia mantap secara rohani, dan seorang penyembah dibebaskan
dengan sendiri-Nya. Ia tidak perlu berusaha untuk dibebaskan dari pengaruh
sifat-sifat alam material.
Pertanyaan berikut menyangkut tingkah laku orang yang mantap
secara rohani. Orang yang mantap secara material dipengaruhi oleh apa yang
disebut hormat dan tidak hormat yang diberikan kepada badan, tetapi orang yang
mantap secara rohani tidak dipengaruhi hormat dan tidak hormat yang bersifat
palsu itu. Ia melaksanakan tugas kewajibannya dalam kesadaran Krishna, dan
tidak peduli apakah seseorang menghormati atau tidak menghormati Diri-Nya. Ia
menerima benda-benda yang menguntungkan untuk pelaksanaan kewajibannya dalam
kesadaran Krishna, kalau tidak, ia tidak perlu menerima sesuatu yang bersifat
material, baik batu maupun emas. Ia mengakui semua orang yang menolong Diri-Nya
dalam pelaksanaan kesadaran Krishna sebagai kawannya yang tercinta, dan tidak
membenci orang yang disebut musuhnya. Ia bersikap yang sama dan melihat segala
sesuatu pada tingkat yang sama, sebab ia mengetahui secara sempurna bahwa
Diri-Nya tidak mempunyai hubungan apa pun dengan kehidupan material. Hal-hal
sosial dan politik tidak mempengaruhi Diri-Nya, sebab ia mengetahui keadaan
goncangan dan keresahan yang bersifat sementara. Ia tidak berusaha untuk
memperoleh sesuatu demi kepentingan pribadinya. Ia dapat mengusahakan apapun
untuk Krishna, tetapi untuk kepentingan pribadinya, ia tidak mengusahakan
sesuatu. Dengan tingkah laku seperti itu, seseorang sungguh-sungguh mantap
secara rohani.
14.26
māḿ ca yo 'vyabhicāreṇa
bhakti-yogena sevate
sa guṇān samatītyaitān
brahma-bhūyāya kalpate
mām—kepada-Ku;
ca—juga;
yaḥ—orang yang;
avyabhicāreṇa—tidak
pernah gagal;
bhakti-yogena—oleh bhakti;
sevate—mengabdikan diri;
saḥ—dia;
guṇān—sifat-sifat alam material;
samatītya—melampaui;
etān—semua ini;
brahma-bhūyāya—diangkat sampai tingkat Brahman;
kalpate—menjadi.
Terjemahan
Orang yang menekuni bhakti sepenuhnya, dan tidak gagal dalam segala keadaan,
segera melampaui sifat-sifat alam material, dan dengan demikian mencapai
tingkat Brahman.
Penjelasan
Ayat ini adalah jawaban atas pertanyaan Arjuna yang ketiga: Bagaimana cara
mencapai kedudukan rohani? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dunia material
bergerak di bawah pesona sifat-sifat alam material. Hendaknya seseorang jangan
digoyahkan oleh kegiatan sifat-sifat alam; dari pada menempatkan kesadarannya
ke dalam kegiatan seperti itu, ia dapat memindahkan kesadarannya kepada
kegiatan Krishna. Kegiatan Krishna disebut bhakti-yoga—selalu bertindak untuk
Krishna. Yang dimaksudkan di sini tidak hanya Krishna, tetapi juga berbagai
penjelmaan yang berkuasa penuh dari Krishna, misalnya Rāma dan Narayana. Jumlah
penjelmaan Krishna tidak terbilang. Orang yang menekuni bhakti kepada salah
satu bentuk Krishna atau kepada penjelmaan-penjelmaan yang berkuasa penuh dari
Krishna, dianggap sudah mantap secara rohani. Hendaknya juga diperhatikan bahwa
segala bentuk Krishna bersifat rohani dan melampaui dunia ini, penuh
kebahagiaan, penuh pengetahuan dan bersifat kekal. Tujuan-tujuan Tuhan Yang
Maha Esa tersebut adalah Mahakuasa dan Mahatahu, dan memiliki segala sifat
rohani. Karena itu, kalau seseorang menekuni bhakti kepada Krishna atau bhakti
kepada penjelmaan-penjelmaan Krishna yang berkuasa penuh dengan ketabahan hati
yang tidak pernah gagal, meskipun sifat-sifat alam material tersebut sulit
sekali diatasi, ia dapat mengatasi sifat-sifat alam itu dengan mudah. Ini sudah
dijelaskan dalam Bab Tujuh. Orang yang menyerahkan diri kepada Krishna segera
melampaui pengaruh sifat-sifat alam material. Sadar akan Krishna atau bhakti
berarti mencapai persamaan sifat dengan Krishna. Krishna menyatakan bahwa
ciri-Nya bersifat kekal, penuh kebahagiaan dan penuh pengetahuan. Para makhluk
hidup adalah bagian dari Yang Maha kuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti
Yang Mahakuasa, bagaikan butir-butir emas yang merupakan bagian dari
pertambangan emas. Karena itu, makhluk hidup dalam kedudukan rohaninya sama
dengan emas, dan mempunyai persamaan sifat dengan Krishna. Perbedaan
individualitas tetap ada, kalau tidak, tidak mungkin ada bhakti-yoga.
Bhakti-yoga berarti ada Tuhan Yang Maha Esa, ada seorang penyembah dan kegiatan
cinta-bhakti yang bertimbal balik antara Tuhan Yang Maha Esa dan seorang
penyembah. Karena itu, individualitas dua kepribadian tetap ada dalam
kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan kepribadian individual, kalau tidak,
bhakti-yoga tidak ada artinya. Kalau seseorang belum mantap dalam kedudukan
rohani yang sama seperti Tuhan, ia tidak dapat mengabdikan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Untuk menjadi pembantu pribadi seorang rājā , terlebih dahulu
seseorang harus memperoleh kwalifikasi. Jadi, kwalifikasi ialah menjadi
Brahman, atau bebas dari segala pengaruh material. Dinyatakan dalam
kesusasteraan Veda, brahmaiva san brahmapy eti. Seseorang dapat mencapai
Brahman Yang Paling Utama dengan cara menjadi Brahman. Ini berarti bahwa
seseorang harus memperoleh persatuan sifat dengan Brahman. Dengan mencapai
Brahman, seseorang tidak kehilangan identitas Brahmannya yang kekal sebagai roh
individual.
14.27
brahmaṇo hi pratiṣṭhāham
amṛtasyāvyayāsya ca
śāśvatasya ca dharmasya
sukhasyaikāntikasya ca
brahmaṇaḥ—dari brahmajyoti yang tidak bersifat pribadi;
hi—pasti;
prātiṣṭha—sandaran;
aham—Aku adalah;
amṛtasya—dari yang
tidak mati;
avyayāsya—dari yang tidak dapat dimusnahkan;
ca—juga;
śāśvatasya—dari yang bersifat kekal;
ca—dan;
dharmasya—dari
kedudukan dasar;
sukhasya—dari kebahagiaan;
aikāntikasya—paling
tinggi;
ca—juga.
Terjemahan
Aku adalah sandaran Brahman yang tidak bersifat pribadi, yang bersifat
kekal, tidak pernah mati, tidak dapat dimusnahkan dan bersifat kekal, kedudukan
dasar kebahagiaan yang paling tinggi.
Penjelasan
Kedudukan dasar Brahman ialah keadaan bebas dari kematian, bebas dari
kemusnahan, kekal dan bahagia. Brahman adalah awal keinsafan rohani. Paramatma,
Roh Yang Utama, adalah tahap kedua atau tahap pertengahan dalam keinsafan
rohani, dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah keinsafan tertinggi
Kebenaran Mutlak. Karena itu, baik Paramatma maupun Brahman yang tidak bersifat
pribadi berada di dalam Kepribadian Yang Paling Utama. Dinyatakan dalam Bab
Tujuh bahwa alam material adalah perwujudan tenaga rendah Tuhan Yang Maha Esa.
Tuhan Yang Maha Esa menghamilkan alam material yang bersifat rendah dengan
butir-butir dari alam utama, dan itulah sentuhan rohani di dalam alam material.
Bila makhluk hidup yang diikat oleh alam material mulai mengembangkan
pengetahuan rohani, ia mengangkat Diri-Nya dari kedudukan kehidupan material
dan berangsur-angsur naik sampai paham Brahman terhadap Yang Mahakuasa.
Tercapainya paham hidup Brahman tersebut adalah tahap pertama dalam keinsafan
diri. Pada tingkat ini, orang yang sudah menginsafi Brahman melampaui kedudukan
material, tetapi sebenarnya ia belum sempurna dalam keinsafan Brahman. Kalau ia
menginginkan demikian, ia dapat menetap pada kedudukan Brahman, kemudian
berangsur-angsur naik sampai keinsafan Paramatma kemudian sampai keinsafan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ada banyak contoh mengenai hal ini dalam
kesusasteraan Veda. Pada permulaan, empat -Kumara mantap dalam paham kebenaran
Brahman yang tidak bersifat pribadi, tetapi kemudian berangsur-angsur mereka
naik sampai tingkat bhakti. Orang yang tidak dapat mengangkat diri sampai
melampaui paham Brahman yang tidak bersifat pribadi mengambil resiko bahwa
Diri-Nya akan jatuh. Dalam Srimad-Bhagavatam, dinyatakan bahwa meskipun
seseorang naik sampai tingkat Brahman yang tidak bersifat pribadi, namun kalau
ia tidak maju lebih lanjut dan belum memiliki keterangan apa pun tentang
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasannya masih belum jernih secara
sempurna. Karena itu walaupun ia diangkat sampai tingkat Brahman, ada
kemungkinan ia akan jatuh kalau ia belum tekun dalam bhakti kepada Tuhan. Dalam
bahasa Veda, juga dinyatakan, raso vai sah, rasam hyevayam labdhvānandi
bhavati: Bila seseorang mengerti Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa, sumber
kebahagiaan, Krishna, ia sungguh-sungguh menjadi penuh kebahagiaan rohani"
(Taittiriya Upanisad 2.7.1). Tuhan Yang Maha Esa memiliki enam jenis kehebatan
sepenuhnya, dan bila seseorang penyembah mendekati Tuhan Yang Mahaesa ada
penukaran enam jenis kehebatan tersebut. Seorang abdi rājā menikmati
hampir sejajar dengan rājā . Karena itu, kebahagiaan yang kekal, kebahagiaan
yang tidak dapat dimusnahkan, serta kehidupan yang kekal mengiringi bhakti.
Karena itu, keinsafan terhadap Brahman, atau kekekalan, atau yang tidak dapat
dimusnahkan, terkandung dalam bhakti. Sifat-sifat tersebut sudah dimiliki oleh
orang yang menekuni bhakti.
Walaupun makhluk hidup bersifat Brahman, ia ingin berkuasa atas
alam dunia material, dan karena inilah ia jatuh. Dalam kedudukan dasarnya,
makhluk hidup berada di atas tiga sifat alam material, tetapi pergaulan dengan
alam material melibatkan Diri-Nya dalam berbagai sifat alam material—kebaikan,
nafsu dan kebodohan. Oleh karena pergaulan dengan tiga sifat tersebut, ia ingin
berkuasa atas dunia material. Dengan menekuni bhakti dalam kesadaran Krishna sepenuhnya,
ia segera mantap dalam kedudukan rohani, dan keinginan yang tidak sah dalam
hatinya untuk mengendalikan alam material dihilangkan. Karena itu, proses
bhakti, mulai dengan mendengar, memuji, ingat—sembilan cara yang dianjurkan
untuk menginsafi bhakti—hendaknya dipraktekkan dalam pergaulan dengan para
penyembah. Berangsur-angsur, pergaulan seperti itu, dengan pengarahan dari guru
kerohanian, keinginan material dalam hati seseorang untuk berkuasa dihilangkan,
dan ia menjadi mantap dengan teguh dalam cinta-bhakti kepada Tuhan. Cara
tersebut dianjurkan dari ayat dua puluh dua sampai ayat terakhir dalam bab ini.
Bhakti kepada Tuhan sederhana sekali: Hendaknya seseorang selalu menekuni
bhakti kepada Tuhan, makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada
Krishna, mencium bunga yang sudah dipersembahkan kepada kaki padma Tuhan,
melihat tempat-tempat Tuhan melakukan kegiatan rohani -Nya, membaca tentang
berbagai kegiatan Tuhan, cinta bhakti yang bertimbal balik antara Tuhan dan
para penyembah-Nya, selalu mengucapkan getaran rohani Hare Krishna, Hare
Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare
Hare, dan mengikuti hari-hari puasa yang memperingati muncul dan menghilangnya
penjelmaan-penjelmaan Tuhan dan para penyembah-Nya. Dengan mengikuti proses
seperti itu, seseorang dibebaskan sepenuhnya dari ikatan terhadap segala
kegiatan material. Orang yang dapat menjadi mantap dalam brahmajyoti atau
berbagai paham Brahman mencapai persamaan sifat dengan Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Empat belas Srimad
Bhagavad-gita perihal Tiga Sifat Alam Material."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Yoga Berhubungan dengan
Kepribadian Yang Paling Utama
15.1
śrī-bhagavān
uvāca
ūrdhva-mūlam
adhaḥ-śākham
aśvatthaḿ
prāhur avyayām
chandāḿsi
yasya parṇāni
yas
taḿ veda sa veda-vit
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; ūrdhva-mūlam—dengan
akar ke atas; adhaḥ—ke bawah; śākham—cabang-cabang; aśvattham—pohon
beringin; prāhuḥ—dikatakan; avyayām—kekal; chandāḿsi—mantera-mantera
Veda; yasya—dari pada itu; parṇāni—daun-daun; yaḥ—siapa
pun yang; tam—itu; veda—mengalami; saḥ—dia; veda-vit—yang
mengetahui Veda.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda: Dikatakan bahwa ada pohon beringin yang tidak dapat dimusnahkan yang
akarnya ke atas dan cabangnya ke bawah, dan daun-daunnya adalah mantra-mantra
Veda. Orang yang mengetahui tentang pohon ini mengetahui Veda.
Penjelasan
Setelah diskusi mengenai pentingnya
bhakti-yoga, mungkin seseorang bertanya, Bagaimana tentang Veda?"
Dijelaskan dalam bab ini bahwa tujuan mempelajari Veda ialah untuk mengerti
tentang Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan Krishna, orang yang menekuni
bhakti, sudah mengetahui Veda.
Ikatan dunia material
di sini diumpamakan sebagai pohon beringin. Bagi orang yang menekuni kegiatan
untuk membuahkan hasil, pohon beringin tersebut tiada habisnya. Ia mengembara
dari cabang ke cabang, ke cabang yang lain, lalu ke cabang yang lain lagi.
Pohon dunia material ini tiada habisnya, dan tidak mungkin orang yang terikat
pada pohon tersebut mencapai pembebasan. Mantra-mantra Veda, yang dimaksud
untuk mengangkat diri seseorang, disebut daun-daun pohon tersebut. Akar pohon
tersebut tumbuh ke atas, sebab akar tersebut mulai dari tempat Brahma, planet
tertinggi di alam semesta ini. Kalau seseorang dapat mengerti pohon khayalan
yang tidak dapat dimusnahkan tersebut, ia dapat keluar dari pohon itu.
Proses membebaskan diri
harus dimengerti. Dalam bab-bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa ada banyak
proses yang memungkinkan seseorang keluar dari ikatan material. Sampai Bab Tiga
belas, kita sudah melihat bahwa bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah cara
terbaik. Sekarang, prinsip dasar bhakti adalah ketidakterikatan terhadap
kegiatan material dan ikatan terhadap bhakti rohani kepada Tuhan. Proses
memutuskan ikatan terhadap dunia material dibicarakan pada awal bab ini. Akar
kehidupan material tumbuh di atas. Ini berarti bahwa akar tersebut mulai dari
keseluruhan bahan material, dari planet tertinggi alam semesta. Mulai dari
tempat itu, seluruh alam semesta terwujud, dengan begitu banyak cabangnya, yang
merupakan berbagai susunan planet. Buah-buahan pada pohon itu adalah hasil
kegiatan para makhluk hidup, yaitu, dharma, perkembangan ekonomi, kepuasan
indera-indera dan pembebasan.
Di dunia ini, orang
tidak mudah memahami sebatang pohon yang terletak dengan cabangnya ke bawah dan
akarnya ke atas, tetapi pohon seperti itu betul-betul ada. Pohon seperti itu
dapat ditemukan di tepi kolam air. Kita dapat melihat bahwa pohon di tepi kolam
tercermin pada permukaan air dengan cabangnya ke bawah dan akarnya ke atas.
Dengan kata lain, pohon dunia material adalah bayangan pohon yang sejati di
dunia rohani. Bayangan dunia rohani tersebut tercermin pada keinginan, bagaikan
bayangan sebatang pohon tercermin di atas permukaan air. Keinginan menyebabkan
benda-benda terletak dalam cahaya material yang tercermin itu. Orang yang ingin
keluar dari kehidupan material ini harus mengetahui pohon tersebut secara
panjang lebar melalui studi analisis. Pada waktu itu ia dapat memutuskan
hubungannya dengan pohon itu.
Pohon tersebut persis
seperti pohon yang asli, sebab pohon tersebut adalah bayangan pohon yang
sejati. Segala sesuatu ada di dunia rohani. Orang yang tidak mengakui bentuk
pribadi Tuhan menganggap Brahman sebagai akar pohon material tersebut, dan
menurut filsafat Sāńkhya, prakṛti, purusa, tiga guna, kemudian lima unsur
kasar (pancamaha bhuta), kemudian sepuluh indera (dasendriya), pikiran dan
sebagainya berasal dari akar itu. Dengan cara demikian mereka membagi seluruh
dunia material menjadi duapuluh empat unsur. Kalau Brahman adalah pusat segala
manifestasi, maka dunia material adalah manifestasi dari pusat selebar sudut
180 derājā t, sedangkan 180 derājā t di baliknya merupakan dunia rohani. Dunia
material adalah bayangan yang terputar balik. Karena itu, dunia rohani harus
memiliki keanekawarnaan yang sama, tetapi dalam kesunyataan. Prakrti adalah
tenaga luar dari Tuhan Yang Maha Esa, dan purusa adalah Tuhan Yang Maha Esa
Sendiri. Kenyataan tersebut dijelaskan dalam Bhagavad-gita. Oleh karena
manifestasi ini bersifat material, manifestasi ini bersifat sementara. Bayangan
bersifat sementara karena kadang-kadang dilihat dan kadang-kadang tidak
kelihatan. Tetapi sumber bayangan tersebut kekal. Bayangan material dari pohon
yang sejati harus ditebang. Bilamana dikatakan bahwa seseorang mengetahui Veda,
diduga bahwa ia mengetahui bagaimana cara memutuskan ikatan terhadap dunia
material ini. Kalau seseorang mengetahui proses tersebut, ia sungguh-sungguh
mengetahui Veda. Orang yang tertarik pada rumus-rumus ritual dari Veda tertarik
pada daun-daun hijau yang indah pada pohon tersebut. Ia belum mengetahui tujuan
Veda secara tepat. Tujuan Veda, sebagaimana diungkapkan oleh Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa Sendiri, ialah menebang pohon yang dibayangkan tersebut dan
mencapai pohon sejati di dunia rohani.
15.2
adhaś cordhvaḿ prasṛtās
tasya śākhā
guṇa-pravṛddhā
viṣaya-pravālāḥ
adhaś ca mūlāny anusantatāni
karmanubandhīni manuṣya-loke
adhaḥ—ke bawah;
ca—dan;
ūrdhvam—ke atas;
prasṛtāḥ—diperluas;
tasya—miliknya;
śākhāḥ—cabang-cabang;
guṇa—oleh
sifat-sifat alam material;
pravṛddhaḥ—dikembangkan;
viṣaya—obyek-obyek
indera;
pravālāḥ—ranting-ranting;
adhaḥ—ke bawah;
ca—dan;
mūlāni—akar;
anusantatāni—diulurkan;
karma—kepada
pekerjaan;
anubandhīni—diikat;
manuṣya-loke—di dunia masyarakat
manusia.
Terjemahan
Cabang-cabang pohon tersebut menjulur ke bawah dan ke atas, dipelihara oleh
tiga sifat alam material. Ranting-ranting adalah obyek-obyek indera. Pohon tersebut
juga mempunyai akar yang turun kebawah, dan akar-akar tersebut terikat pada
perbuatan masyarakat manusia yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau
pahala.
Penjelasan
Uraian pohon beringin dijelaskan lebih lanjut di sini. Cabang-cabang pohon tersebut
tersebar ke segala penjuru. Pada bagian-bagian yang lebih rendah, terdapat
berbagai manifestasi makhluk hidup—manusia, binatang, kuda, sapi, anjing,
kucing, dan sebagainya. Makhluk-makhluk hidup tersebut terletak pada
bagian-bagian bawah cabang-cabang pohon, sedangkan pada bagian atas terdapat
bentuk-bentuk makhluk hidup yang lebih tinggi yaitu; para dewa, para Gandharva
dan banyak jenis kehidupan lainnya yang lebih tinggi. Seperti halnya pohon
dipelihara dengan air, begitu pula pohon tersebut dipelihara oleh tiga sifat
alam material. Kadang-kadang kita menemukan sebidang tanah yang tidak subur
karena kekurangan air, dan kadang-kadang ada tanah yang subur sekali; seperti
itu pula, di tempat kadar jumlah sifat-sifat alam material tertentu lebih besar
dibandingkan dengan sifat-sifat lainnya, berbagai jenis kehidupan terwujud
sesuai dengan jumlah itu.
Ranting-ranting pohon adalah obyek-obyek indera. Dengan
perkembangan berbagai sifat alam kita mengembangkan berbagai indera, dan dengan
indera-indera itu kita menikmati berbagai jenis obyek indera. Ujung
cabang-cabang adalah indera-indera—telinga, hidung, mata, dan sebagainya—yang
terikat pada kenikmatan berbagai obyek indera. Ranting-ranting adalah suara,
bentuk, rabaan, dan sebagainya—yaitu obyek-obyek indera. Ujungujung akar adalah
ikatan dan rasa tidak senang, hasil sampingan dari berbagai jenis penderitaan
dan kenikmatan indera. Kecenderungan-kecenderungan menuju sifat yang saleh dan
sifat berdosa berkembang dari akar serabut, yang tersebar ke segala penjuru.
Akar yang sejati berasal dari Brahmaloka, dan akar-akar lainnya terletak dalam
susunan-susunan planet manusia. Sesudah seseorang menikmati hasil kegiatan
saleh di susunan-susunan planet yang lebih tinggi, ia turun ke bumi ini dan
memulai lagi karmanya, atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil
atau pahala supaya ia dapat naik tingkat. Planet manusia ini adalah lapangan
kegiatan.
15.3-4
na rūpam asyeha
tathopalabhyate
nānto na cādir na ca
sampratiṣṭhā
aśvattham enaḿ su-virūḍha-mūlam
asańga-śastreṇa dṛḍhena
chittvā
tataḥ padaḿ tat
parimārgitavyaḿ
yasmin gatā na nivartanti
bhūyaḥ
tam eva cādyaḿ puruṣaḿ
prapadye
yataḥ pravṛttiḥ prasṛtā
purāṇī
na—tidak;
rūpam—bentuk;
asya—dari pohon ini;
iha—di
dunia ini;
tathā—juga;
upalabhyate—dapat dilihat;
na—tidak
pernah;
antaḥ—akhir;
na—tidak pernah;
ca—juga;
ādiḥ—awal;
na—tidak pernah;
ca—juga;
samprātiṣṭha—dasar;
aśvattham—pohon
beringin;
enam—ini;
su-virūḍha—secara kuat;
mūlam—berakar;
asańga-śastreṇa—dengan senjata ketidakterikatan;
dṛḍhena—kuat;
chittvā—memotong;
tataḥ—sesudah itu;
padam—keadaan;
tat—itu;
parimārgitavyam—harus dicari;
yasmin—di mana;
gataḥ—pergi;
na—tidak pernah;
nivartanti—mereka kembali;
bhūyaḥ—lagi;
tam—kepada
Beliau;
evā—pasti;
ca—juga;
ādyam—asli;
puruṣam—Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa;
prapadye—menyerahkan diri;
yataḥ—dari
siapa;
pravṛttiḥ—awal;
prasṛtā—tersebar;
purāṇi—tua
sekali.
Terjemahan
Bentuk sejati pohon tersebut tidak dapat dipahami di dunia ini. Tidak ada
orang yang dapat mengerti di mana pohon itu berakhir, di mana pohon itu mulai,
atau di mana dasar pohon itu. Tetapi dengan ketabahan hati orang harus menebang
pohon itu yang mempunyai akar yang kuat dengan memakai senjata
ketidakterikatan. Kemudian, ia harus mencari suatu tempat sehingga setelah
mencapai tempat itu,ia tidak akan pernah kembali lagi. Di tempat itu, ia harus
menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, asal mula segala
sesuatu dan sumber perwujudan segala sesuatu sejak sebelum awal sejarah.
Penjelasan
Sekarang dinyatakan dengan jelas bahwa bentuk sejati pohon beringin tersebut
tidak dapat dimengerti di dunia material ini. Oleh karena akar pohon tersebut
ke atas, perluasan pohon yang sejati berada diujung lain. Kalau seseorang masih
terikat di dalam perluasan material pohon tersebut, ia tidak dapat melihat
luasnya pohon itu, dan tidak ada orang yang dapat melihat awal pohon itu. Namun
orang harus mencari sebabnya. Saya anak ayah saya, ayah saya anak orang ini,
dan seterusnya." Kalau seseorang mencari-cari dengan cara seperti itu,
akhirnya ia akan sampai kepada Brahma, yang diciptakan oleh Garbhodakakasayi
Visnu. Akhirnya, apabila seseorang mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa dengan cara tersebut, itulah penyelesaian pekerjaan riset. Orang harus
mencari sumber pohon ini, yaitu Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, melalui
hubungan dengan orang yang mempunyai pengetahuan tentang Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa itu. Kemudian berangsur-angsur seseorang dibebaskan dari ikatan
terhadap bayangan kesunyataan yang palsu ini melalui pengertian, dan dengan
pengetahuan ia dapat memotong hubungan antara Diri-Nya dan bayangan itu dan
sungguh-sungguh menjadi mantap di dalam pohon yang sejati.
Kata asańga penting sekali berhubungan dengan hal ini, sebab
ikatan terhadap kenikmatan indera-indera dan keinginan untuk berkuasa atas alam
material sangat kuat. Karena itu, orang harus mempelajari ketidakterikatan
dengan mengadakan diskusi tentang ilmu pengetahuan rohani berdasarkan Kitab-kitab
Suci yang dapat dipercaya, dan ia harus mendengar dari orang yang
sungguh-sungguh memiliki pengetahuan. Sebab hasil diskusi seperti itu dalam
pergaulan dengan para penyembah, ia mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa. Kemudian hal pertama harus dilakukannya ialah menyerahkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang sudah mencapai tempat yang istimewa ia
tidak pernah kembali ke dalam pohon palsu ini yang hanya merupakan bayangan
yang dicerminkan. Uraian tentang tempat istimewa tersebut diberikan di sini.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, adalah akar asli, dan segala sesuatu
berasal dari Beliau. Untuk mencapai berkat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa itu,
orang hanya harus menyerahkan diri, dan inilah hasil pelaksanaan bhakti dengan
cara mendengar, memuji, dan sebagainya. Krishna adalah sebab perluasan dunia
material ini. Hal ini sudah dijelaskan oleh Krishna Sendiri: aham sarvasya
prabhāvaḥ. Aku adalah sumber segala sesuatu." Karena itu, orang harus
menyerahkan diri kepada Krishna agar ia dapat ke luar dari ikatan pohon
beringin kuat tersebut yang berupa kehidupan material. Begitu seseorang
menyerahkan diri kepada Krishna, dengan sendirinya ia dibebaskan dari ikatan
terhadap perluasan material tersebut.
15.5
nirmāna-mohā jita-sańga-doṣā
adhyātma-nityā
vinivṛtta-kāmāḥ
dvandvair vimuktāḥ
sukha-duḥkha-saḿjñair
gacchanty amūḍhāḥ padam
avyayāḿ tat
niḥ—tanpa;
māna—kemasyhuran yang palsu;
mohaḥ—khayalan;
jita—setelah menaklukkan;
sańga—dari pergaulan;
doṣāḥ—kesalahan-kesalahan;
adhyātma—dalam pengetahuan rohani;
nityaḥ—dalam kekekalan;
vinivṛtta—sudah
melepaskan hubungan;
kāmaḥ—dari nafsu;
dvandvaiḥ—dari hal-hal
yang relatif;
vimuktaḥ—sudah mencapai pembebasan;
sukhaduḥkha—suka
dan duka;
saḿjñaiḥ—disebut;
gacchanti—mencapai;
amūḍhāḥ—tidak
bingung;
padam—keadaan;
avyayām—kekal;
tat—itu.
Terjemahan
Orang yang bebas dari kemasyhuran palsu, khayalan dan pergaulan palsu, dan
mengerti hal-hal yang kekal, sudah tidak mempunyai hubungan lagi dengan nafsu
material, bebas dari hal-hal relatif berupa suka dan duka, tidak dibingungkan
dan mengetahui bagaimana cara menyerahkan diri kepada Kepribadian Yang Paling
Utama akan mencapai kerajaan yang kekal itu.
Penjelasan
Proses penyerahan diri diuraikan di sini dengan baik sekali. Kwalifikasi
pertama ialah bahwa seharusnya seseorang jangan berkhayal karena rasa bangga.
Oleh karena roh terikat bangga dengan menganggap dirinya penguasa alam
material, sulit sekali ia menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa. Orang harus mengetahui melalui pengembangan pengetahuan yang sejati bahwa
Diri-Nya bukan penguasa alam material; Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah
Yang Mahakuasa. Bila seseorang bebas dari khayalan yang disebabkan oleh rasa
bangga, ia dapat memulai proses penyerahan diri. Tidak mungkin orang yang
selalu mengharapkan sejenis penghormatan di dunia material ini menyerahkan diri
kepada Kepribadian Yang Paling Utama. Rasa bangga disebabkan oleh khayalan,
sebab walaupun seseorang datang ke sini, tinggal selama waktu yang singkat dan
kemudian pergi, ia mempunyai paham yang bodoh seolah-olah Diri-Nya adalah
penguasa dunia. Karena itu, segala sesuatu dijadikan rumit oleh orang itu, dan
dia selalu berada dalam kesulitan. Seluruh dunia bergerak di bawah kesan
tersebut. Orang menganggap tanah ini, bumi ini, adalah milik masyarakat
manusia, dan mereka sudah membagi tanah itu di bawah kesan palsu seolah olah
merekalah yang memilikinya. Seseorang harus bebas dari paham palsu yang
menganggap masyarakat manusia adalah pemilik dunia ini. Bila seseorang sudah
bebas dari paham palsu tersebut, ia bebas dari segala pergaulan palsu yang
disebabkan oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa.
Pergaulan yang kurang sempurna tersebut mengikat diri seseorang pada dunia
material ini. Sesudah tingkat ini, ia harus mengembangkan pengetahuan rohani.
Ia harus mengembangkan pengetahuan tentang apa yang sebenarnya milik Diri-Nya
dan apa yang sebenarnya bukan milik Diri-Nya.Bila seseorang sudah mengerti
hal-hal dengan sebenarnya, ia dibebaskan dari segala paham relatif seperti suka
dan duka, rasa senang dan rasa sakit. Ia memiliki pengetahuan sepenuhnya. Pada
waktu itu dimungkinkan ia menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa.
15.6
na tad bhāsayate sūryo
na śaśāńko na pāvakaḥ
yad gatvā na nivartante
tad dhāma paramaḿ mama
na—tidak;
tat—itu;
bhāsayate—menerangi;
sūryaḥ—matahari;
na—tidak juga;
śaśāńkaḥ—bulan;
na—tidak juga;
pavakaḥ—api,
listrik;
yat—tempat;
gatvā—pergi;
na—tidak pernah;
nivartante—mereka
kembali lagi; tat
dhamā—tempat tinggal itu;
paramam—paling utama;
mama—milik-Ku.
Terjemahan
Tempat tinggal-Ku yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari,
bulan, api maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah
kembali lagi ke dunia material ini.
Penjelasan
Dunia rohani, tempat tinggal Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna—yang
terkenal sebagai Krishnaloka, Goloka Vrndavana—diuraikan di sini. Di dunia
rohani sinar matahari, sinar bulan, api dan listrik tidak diperlukan, sebab
semua planet bercahaya sendiri. Di dalam alam semesta ini hanya satu planet
bercahaya sendiri, yaitu matahari. Tetapi semua planet di angkasa rohani
bercahaya sendiri. Cahaya dari segala planet tersebut (planet-planet Vaikuntha)
merupakan angkasa bercahaya yang bernama brahmajyoti. Sebenarnya, cahaya
tersebut berasal dari planet Krishna, Goloka Vrndavana. Sebagian dari cahaya
yang cerah tersebut ditutupi oleh mahat-tattva, atau dunia material. Selain
itu, sebagian besar angkasa yang cemerlang itu penuh planet-planet rohani, yang
disebut planet-planet Vaikuntha. Yang paling utama di antara planet-planet
Vaikuntha adalah Goloka Vrndavana.
Selama makhluk hidup berada di dunia material yang gelap ini,
ia berada dalam kehidupan terikat, tetapi begitu ia mencapai angkasa rohani
dengan memotong pohon dunia material yang palsu dan terbalik, ia mencapai
pembebasan. Pada waktu itu ia tidak mungkin kembali lagi ke sini. Dalam
kehidupannya yang terikat, makhluk hidup menganggap Diri-Nya penguasa dunia
material ini, tetapi dalam keadaannya sesudah mencapai pembebasan ia memasuki
kerajaan rohani dan menjadi rekan Tuhan Yang Maha Esa. Di sana ia menikmati
kebahagiaan yang kekal, kehidupan yang kekal dan pengetahuan yang sempurna.
Hendaknya orang merasa terpikat oleh keterangan tersebut, dan
berhasrat memindahkan Diri-Nya ke dunia yang kekal itu dan membebaskan diri
dari bayangan palsu kesunyataan ini. Orang yang terlalu terikat kepada dunia
material ini sulit sekali memutuskan ikatan tersebut, tetapi kalau ia mulai
mengikuti kesadaran Krishna, ada kemungkinan berangsur-angsur ia dibebaskan dari
ikatan. Seseorang harus bergaul dengan para penyembah, orang yang sadar akan
Krishna. Hendaknya seseorang mencari perkumpulan yang berdasarkan kesadaran
Krishna dan mempelajari bagaimana cara melaksanakan bhakti. Dengan cara
demikian, ia dapat memutuskan ikatannya terhadap dunia material. Seseorang
tidak dapat menjadi bebas dari rasa tertarik kepada dunia material hanya dengan
mengenakan kain berwarna kuning. Ia harus terikat pada bhakti kepada Tuhan.
Karena itu, sebaiknya orang menerima dengan serius sekali bahwa bhakti
sebagaimana diuraikan dalam Bab Dua belas adalah satu-satunya jalan keluar dari
bayangan palsu ini dari pohon yang sejati. Dalam Bab Empat Belas, pencemaran
segala jenis proses oleh alam material diuraikan. Hanya bhakti diuraikan sebagai
sesuatu yang bersifat rohani murni.
Kata-kata paramam mama penting sekali di sini. Sebenarnya
setiap pelosok adalah milik Tuhan Yang Maha Esa, tetapi dunia rohani adalah
paramam, penuh enam jenis kehebatan. Dalam Katha Upanisad (2.2.15) juga
dibenarkan bahwa di dunia rohani sinar matahari, sinar bulan dan
bintang-bintang tidak diperlukan (na tatra suryo bhati na candratarakam), sebab
seluruh angkasa rohani diterangi oleh kekuatan dalam dari Tuhan Yang Maha
Esa. Tempat tinggal yang paling utama itu dapat dicapai hanya dengan cara
menyerahkan diri dan tidak dengan cara yang lain.
15.7
mamaivāḿśo jīva-loke
jīva-bhūtaḥ sanātanaḥ
manaḥ-ṣaṣṭhānīndriyāṇi
prakṛti-sthāni karṣati
mama—milik-Ku;
evā—pasti;
aḿśaḥ—butir percikan;
jīva-loke—di
dunia kehidupan yang terikat;
jīva-bhūtaḥ—makhluk hidup yang terikat;
sanātanāḥ—kekal;
manaḥ—dengan pikiran;
ṣaṣṭhāni—enam;
indriyāṇi—indera;
prakṛti—di alam material;
sthāni—terletak;
karṣati—berjuang
dengan keras.
Terjemahan
Para makhluk hidup di dunia yang terikat ini adalah bagian-bagian percikan
yang kekal dari Diri-Ku. Oleh karena kehidupan yang terikat, mereka berjuang
dengan keras sekali melawan enam indera, termasuk pikiran.
Penjelasan
Dalam ayat ini, identitas makhluk hidup diberikan dengan jelas. Makhluk
hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang
sama seperti Tuhan—untuk selamanya. Tidak benar bahwa makhluk hidup mendapatkan
individualitas dalam kehidupan yang terikat, lalu dalam keadaan pembebasan ia
menunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa. Makhluk hidup adalah bagian percikan
untuk selamanya. Dinyatakan dengan jelas, sanatanah. Menurut keterangan Veda,
Tuhan Yang Maha Esa memperlihatkan dan mewujudkan Diri-Nya dalam
penjelmaan-penjelmaan yang jumlahnya tidak terbilang, dan di antara
penjelmaan-penjelmaan itu, penjelmaan-penjelmaan pertama disebut Visnutattva,
sedangkan penjelmaan-penjelmaan kedua disebut para makhluk hidup. Dengan kata
lain, Visnutattva adalah penjelmaan pribadi, sedangkan para makhluk hidup
adalah penjelmaan-penjelmaan yang terpisah. Tuhan Yang Maha Esa berwujud dalam
aneka bentuk, misalnya Sri Rāma, Nrsimhadeva, Visnumurti dan segala
bentuk Tuhan Yang Maha Esa di planet-planet Vaikuntha, dengan penjelmaan
pribadi-Nya. Para makhluk hidup, penjelmaan-penjelmaan terpisah, adalah
hamba-hamba untuk selamanya. Penjelmaan-penjelmaan pribadi Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, yaitu identitas-identitas pribadi dari Tuhan Yang Maha Esa,
selalu ada. Begitu pula, penjelmaan-penjelmaan yang dipisahkan, yaitu para
makhluk hidup, mempunyai identitas masing-masing. Sebagai bagian percikan dari
Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan, para makhluk
hidup juga mempunyai bagian-bagian percikan dari sifat-sifat Beliau, dan
kemerdekaan adalah salah satu diantara sifat-sifat percikan itu. Setiap makhluk
hidup adalah roh yang individual, dan ia mempunyai individualitas pribadi dan
bentuk kemerdekaan yang kecil. Dengan menyalahgunakan kemerdekaan itu, ia
menjadi roh yang terikat, dan dengan menggunakan kemerdekaan itu dengan
sebenarnya, ia selalu dibebaskan. Dalam kedua keadaan tersebut, makhluk hidup
bersifat kekal, seperti Tuhan Yang Maha Esa yang kekal. Dalam keadaan
pembebasan, ia dibebaskan dari keadaan material ini, dan ia tekun dalam
pengabdian rohani kepada Tuhan; dalam kehidupan yang terikat, ia dikuasai oleh
sifat-sifat alam material, dan ia melupakan cinta-bhakti rohani kepada Tuhan.
Sebagai akibatnya, ia harus berjuang dengan keras sekali untuk memelihara
kehidupannya di dunia material.
Para makhluk hidup, bukan hanya manusia, kucing dan anjing,
tetapi juga penguasa-penguasa besar yang mengendalikan dunia material yaitu,
Brahma, Siva, dan juga Visnu—semua adalah bagian Tuhan Yang Maha Esa yang
mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan. Semuanya kekal, bukan
manifestasi-manifestasi sementara. Kata karsati (berjuang atau berusaha keras
untuk memegang) sangat bermakna. Roh yang terikat diikat, seolah-olah
dibelenggu dengan rantai besi. Ia diikat oleh keakuan palsu, dan pikiran adalah
unsur pertama yang mendorong Diri-Nya dalam kehidupan material ini. Apabila
pikiran sang roh berada dalam sifat kebaikan, maka kegiatannya baik; apabila
pikiran sang roh berada dalam sifat nafsu, kegiatannya menyulitkan; dan apabila
pikiran berada dalam sifat kebodohan, dia berjalan dalam jenis-jenis kehidupan
yang lebih rendah. Akan tetapi dalam ayat ini, jelas bahwa roh yang terikat
ditutupi oleh badan jasmani, pikiran dan indera-indera, dan apabila ia mencapai
pembebasan, maka penutup material ini hilang, tetapi badan rohaninya berwujud
dalam kedudukan pribadinya. Keterangan berikut tercantum dalam
Madhyandinayanasruti: sa va esa brahmaṇiṣṭhā idam śārīram martyam atis‚jya
brahmabhisampadya brahmaṇā paśyati brahmaṇāśṛṇoti brahmaṇāivedam sarvam
anubhavati. Dalam ayat tersebut, dinyatakan bahwa apabila makhluk hidup
meninggalkan badan jasmaninya dan memasuki dunia rohani, ia menghidupkan
kembali badan rohaninya, dan di dalam badan rohani itu, ia dapat melihat
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan bertemu muka dengan Beliau. Ia dapat
mendengar, bicara dan bertemu muka dengan Beliau, dan ia dapat mengerti tentang
Kepribadian Yang Paling Utama menurut aslinya. Dari smrti juga dimengerti,
vasanti yatra puruṣaḥ sarve vaikunthamurtayah: Di planet-planet rohani, semua
insan hidup didalam badan-badan yang mempunyai ciri seperti badan Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai susunan badan, tidak ada perbedaan antara para
makhluk hidup sebagai bagian yang mempunyai sifat yang sama dan para penjelmaan
Visnu-murti. Dengan kata lain, pada saat pembebasan, makhluk hidup mendapat
badan rohani atas berkat karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Kata mamaivamsah (bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang
mempunyai sifat sama seperti Tuhan) juga bermakna sekali. Bagian percikan Tuhan
Yang Maha Esa bukan seperti bagian pecahan yang bersifat material. Kita sudah
mengerti dari Bab Dua bahwa sang roh tidak dapat dipotong menjadi
bagian-bagian. Percikan tersebut tidak dimengerti secara material. Sang roh
bukan seperti unsur alam yang dapat dipotong menjadi bagian-bagian lalu
disambung kembali. Paham itu sama sekali tidak dapat digunakan di sini, sebab
kata Sansekerta sanatana (kekal) digunakan. Bagian percikan tersebut adalah
kekal. Pada awal Bab Dua juga dinyatakan: Bahwa dalam setiap badan individual,
bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa juga ada (dehino `smin yatha dehe).
Apabila bagian percikan itu mencapai pembebasan dari kurungan badan jasmani, ia
menghidupkan kembali badan rohaninya yang asli di angkasa rohani di suatu
planet rohani dan menikmati hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi,
dimengerti di sini bahwa makhluk hidup sebagai bagian dari percikan Tuhan Yang
Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan juga mempunyai persatuan
sifat, seperti halnya butir emas yang mempunyai sifat sama seperti emas adalah
emas juga.
15.8
śarīraḿ yad avāpnoti
yac cāpy utkrāmatīśvaraḥ
gṛhītvaitāni saḿyāti
vāyur gandhān ivāśayāt
śārīram—badan;
yat—sebagai;
avāpnoti—memperoleh;
yat—sebagai;
ca api—juga;
utkrāmati—meninggalkan;
īśvaraḥ—penguasa;
gṛhītvā—mengambil;
etāni—semua ini;
saḿyāti—pergi;
vāyuḥ—udara;
gandhān—berbagai
macam bau;
ivā—seperti;
āśayāt—sumbernya.
Terjemahan
Makhluk hidup di dunia material membawa berbagai paham hidupnya dari satu
badan ke badan yang lain seperti udara membawa berbagai bau. Dengan cara
demikian ia menerima jenis badan tertentu, lalu sekali lagi meninggalkan badan
itu untuk menerima badan lain.
Penjelasan
Di sini makhluk hidup diuraikan sebagai Isvara, atau yang mengendalikan
badannya sendiri. Kalau makhluk hidup menginginkan demikian, ia dapat
menggantikan badannya sampai tingkat yang lebih tinggi, dan kalau ia
menginginkan, ia dapat pindah ke golongan yang lebih rendah. Ada kebebasan yang
kecil sekali. Penggantian badan makhluk hidup tergantung pada makhluk hidup
sendiri. Pada saat meninggal, kesadaran yang telah diciptakannya akan membawa
Diri-Nya ke dalam jenis badan berikutnya. Kalau ia telah menjadikan
kesadarannya seperti kesadaran kucing atau anjing, pasti ia akan menggantikan
badannya menjadi badan kucing atau anjing. Kalau ia sudah memusatkan
kesadarannya kepada sifat-sifat suci, ia akan menggantikan badannya mengambil
bentuk sebagai dewa. Kalau ia sadar akan Krishna, ia akan dipindahkan ke
Krishnaloka di dunia rohani dan ia akan bergaul dengan Krishna. Tidak benar
bahwa sesudah badan dileburkan segala sesuatu sudah berakhir. Roh yang
individual berpindah-pindah dari badan yang satu ke dalam badan yang lain, dan
badan yang dimilikinya sekarang serta kegiatannya sekarang adalah latar
belakang badan berikutnya. Seseorang mendapat badan yang berbeda menurut
karmanya, dan ia harus meninggalkan badan ini sesudah beberapa waktu.
Dinyatakan di sini bahwa badan halus, yang membawa paham badan berikutnya,
mengembangkan badan lain dalam penjelmaan berikutnya. Proses perpindahan dari
badan yang satu ke dalam badan lain dan perjuangan selama berada di dalam badan
disebut karsati, atau perjuangan untuk hidup.
15.9
śrotraḿ cakṣuḥ sparśanaḿ
ca
rasanaḿ ghrāṇam eva ca
adhiṣṭhāya manaś cāyaḿ
viṣayān upasevate
śrotram—telinga;
cakṣuḥ—mata;
sparśanam—peraba;
ca—juga;
rāsanam—lidah;
ghrāṇam—daya mencium;
evā—juga;
ca—dan;
adhiṣṭhāya—terletak di dalam;
manaḥ—pikiran;
ca—juga;
ayam—dia;
viṣayān—obyek-obyek indera;
upasevate—menikmati.
Terjemahan
Makhluk hidup, yang menerima badan kasar lain lagi dengan cara seperti itu,
memperoleh jenis telinga, mata, lidah, hidung dan peraba tertentu tersusun di
sekitar pikiran. Dengan demikian, ia menikmati pasangan obyek-obyek indera
tertentu.
Penjelasan
Dengan kata lain, kalau makhluk hidup mencemari kesadarannya dengan
sifat-sifat kucing dan anjing, maka dalam penjelmaan berikutnya ia memperoleh
badan sebagai kucing atau anjing dan ia menikmati. Semula kesadaran bersifat
murni, seperti air. Tetapi kalau kita mencampur air dengan warna tertentu, air
itu berubah. Begitu pula, kesadaran bersifat murni, sebab sang roh adalah
murni. Tetapi kesadaran diubah menurut pergaulan dengan sifat-sifat alam
material. Kesadaran sejati adalah kesadaran Krishna, Karena itu, apabila
seseorang mantap dalam kesadaran Krishna, kehidupannya murni. Tetapi kalau
kesadarannya dicemari dengan jenis sikap mental material tertentu, dalam
penjelmaan berikutnya ia memperoleh badan sesuai dengan kesadaran itu. Belum
tentu ia akan mendapat badan manusia lagi. Ia dapat memperoleh badan sebagai
kucing, anjing, babi, dewa atau salah satu di antara banyak bentuk lainnya,
sebab ada 8.400.000 jenis kehidupan.
15.10
utkrāmantaḿ sthitaḿ vāpi
bhuñjānaḿ vā guṇānvitam
vimūḍhā nānupaśyanti
paśyanti jñāna-cakṣuṣaḥ
utkrāmantam—meninggalkan badan;
sthitam—berada di dalam badan;
vā api—atau;
bhuñjānam—menikmati;
vā—atau;
guṇa-anvitam—di
bawah pesona sifat-sifat alam material;
vimūḍhaḥ—orang bodoh;
na—tidak
pernah;
anupaśyānti—dapat melihat;
paśyānti—dapat melihat;
jñāna-cakṣuṣaḥ—orang
yang mempunyai mata pengetahuan.
Terjemahan
Orang bodoh tidak dapat mengerti bagaimana makhluk hidup dapat meninggalkan
badannya, dan mereka tidak dapat mengerti jenis badan mana yang dinikmatinya di
bawah pesona sifat-sifat alam. Tetapi orang yang matanya sudah terlatih dalam
pengetahuan dapat melihat segala hal tersebut.
Penjelasan
Kata jñānacaksusah sangat bermakna. Tanpa pengetahuan, seseorang tidak dapat
mengerti bagaimana makhluk hidup meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang,
maupun bentuk badan mana yang akan diterimanya dalam penjelmaan yang akan
datang, ataupun mengapa ia hidup dalam jenis badan tertentu. Mengerti tentang
hal-hal tersebut memerlukan banyak pengetahuan yang dipahami dari Bhagavad-gita
dan kesusasteraan yang serupa yang didengar dari seorang guru kerohanian yang
dapat dipercaya. Orang yang terlatih untuk memahami segala hal tersebut
beruntung. Setiap makhluk hidup meninggalkan badannya dalam keadaan tertentu,
ia hidup dalam keadaan tertentu, dan ia menikmati dalam keadaan tertentu di
bawah pesona alam material. Sebagai akibatnya, ia menderita berbagai jenis suka
dan duka, di bawah khayalan kenikmatan indera-indera. Orang yang di bodohkan
untuk selamanya oleh nafsu dan keinginan kehilangan segala daya untuk mengerti
penggantian badannya serta masa hidupnya dalam badan tertentu. Mereka tidak
dapat memahami hal-hal itu. Akan tetapi, orang yang sudah mengembangkan
pengetahuan rohani dapat melihat bahwa sang roh berbeda dari badan dan sang roh
menggantikan badannya dan menikmati dengan berbagai cara. Orang yang memiliki
pengetahuan seperti itu dapat mengerti bagaimana makhluk hidup yang terikat
menderita dalam kehidupan material ini. Karena itu, orang yang sudah berkembang
sampai tingkat tinggi dalam kesadaran Krishna berusaha sekuat tenaga untuk
menyampaikan pengetahuan ini kepada rakyat umum, sebab kehidupan terikat rakyat
umum penuh kesulitan. Sebaiknya mereka keluar dari kesulitan itu, menjadi sadar
akan Krishna dan membebaskan diri untuk berpindah ke dunia rohani.
15.11
yatanto yoginaś cainaḿ
paśyanty ātmany avasthitam
yatanto 'py akṛtātmāno
nainaḿ paśyanty acetasāḥ
yatantaḥ—berusaha;
yoginaḥ—rohaniwan rohaniwan;
ca—juga;
enam—ini;
paśyānti—dapat melihat;
ātmani—di dalam sang
diri;
avasthitam—mantap;
yatantaḥ—berusaha;
api—walaupun;
akṛta-ātmanāḥ—orang yang tidak insaf akan diri;
na—tidak;
enam—ini;
paśyānti—melihat;
acetasāḥ—memiliki pikiran yang belum
berkembang.
Terjemahan
Para rohaniwan yang sedang berusaha, yang mantap dalam keinsafan diri, dapat
melihat segala hal tersebut dengan jelas. Tetapi orang yang pikirannya belum
berkembang dan belum mantap dalam keinsafan diri tidak dapat
melihat apa yang sedang terjadi, meskipun mereka berusaha melihat.
Penjelasan
Ada banyak rohaniwan yang menempuh jalan keinsafan diri, tetapi orang yang
belum mantap dalam keinsafan diri tidak dapat melihat bagaimana hal-hal berubah
di dalam badan makhluk hidup. Kata yoginah bermakna berhubungan dengan hal ini.
Dewasa ini ada banyak orang yang hanya namanya saja yogi dan banyak organisasi
yang hanya namanya saja perkumpulan yogi, tetapi mereka sebenarnya buta dalam
hal keinsafan diri. Mereka hanya kecanduan sejenis senam olahraga dan mereka
puas kalau badan gemuk dan sehat. Mereka tidak memiliki keterangan lain lagi.
Mereka disebut yatanto `py akṛta tmanaḥ. Walaupun mereka sedang berusaha
dalam apa yang disebut sistem yoga, mereka belum insaf akan diri. Orang seperti
itu tidak dapat mengerti proses perpindahan sang roh. Hanya orang yang
sungguh-sungguh mantap dalam sistem yoga dan sudah menginsafi sang diri, dunia,
dan Tuhan Yang Maha Esa—dengan kata lain, para bhakti-yoga, orang yang menekuni
bhakti yang murni dalam kesadaran Krishna—dapat mengerti bagaimana hal-hal
sedang terjadi.
15.12
yad āditya-gataḿ tejo
jagad bhāsayate 'khilam
yac candramasi yac cāgnau
tat tejo viddhi māmakam
yat—itu yang;
āditya-gatam—dalam sinar matahari;
tejaḥ—kemuliaan;
jagat—seluruh dunia;
bhāsayate—menerangi;
akhilam—secara
keseluruhan;
yat—itu yang;
candramasi—di dalam bulan;
yat—itu
yang;
ca—juga;
agnau—di dalam api;
tat—itu;
tejaḥ—kemuliaan;
viddhi—mengerti;
māmakam—dari-Ku.
Terjemahan
Kemuliaan matahari, yang menghilangkan kegelapan seluruh dunia ini, berasal
dari-Ku. Kemuliaan bulan dan kemuliaan api juga berasal dari-Ku.
Penjelasan
Orang yang kurang cerdas tidak dapat mengerti bagaimana hal-hal sedang
terjadi. Tetapi seseorang dapat menjadi mantap dalam pengetahuan dengan cara
mengerti apa yang dijelaskan oleh Tuhan Yang Maha Esa di sini. Semua orang
melihat matahari, bulan, api dan listrik. Sebaiknya orang hanya berusaha
mengerti bahwa kemuliaan matahari, bulan, dan kemuliaan listrik atau api
berasal dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kemajuan pesat bagi roh yang
terikat di dunia material ini terletak dalam paham hidup seperti itu, yakni
awal kesadaran Krishna. Pada hakekatnya para makhluk hidup adalah bagian-bagian
dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan, dan di sini
Krishna mengemukakan isyarat bagaimana cara para makhluk hidup dapat pulang,
kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari ayat ini kita dapat mengerti bahwa matahari menerangi
seluruh tatasurya. Ada berbagai alam semesta dan tata surya dan ada berbagai
matahari, bulan, dan planet, tetapi di dalam setiap alam semesta matahari hanya
satu. Sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita (10.21), bulan adalah salah
satu bintang (nakṣatrāṇām aham sasi). Sinar matahari disebabkan oleh cahaya
rohani Tuhan Yang Maha Esa di angkasa rohani. Kegiatan manusia digerakkan dengan
terbitnya matahari. Mereka menyalakan api untuk memasak makanan, untuk mulai
kerja di pabrik, dan sebagainya. Banyak kegiatan yang dilakukan dengan bantuan
api. Karena itu, terbitnya matahari, api dan sinar bulan sangat menyenangkan
para makhluk hidup. Tanpa bantuan sumber-sumber cahaya itu, tidak satu makhluk
pun dapat hidup. Karena itu, kalau seseorang dapat mengerti bahwa cahaya dan
kemuliaan matahari, bulan dan api berasal dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Krishna, maka kesadaran Krishna akan mulai di dalam hati orang. Semua
sayur-sayuran dipelihara oleh sinar bulan. Sinar bulan sangat menyenangkan
sehingga orang dapat mengerti dengan mudah bahwa mereka hidup atas karunia
Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Tanpa karunia Krishna, tidak mungkin ada matahari,
tanpa karunia Krishna tidak mungkin ada bulan, dan tanpa karunia Krishna tidak
ada api, dan tanpa bantuan dari matahari, bulan dan api, tidak seorang pun
dapat hidup. Ini beberapa buah pikiran untuk membangkitkan kesadaran Krishna di
dalam hati roh yang terikat.
15.13
gām āviśya ca bhūtāni
dhārayāmy aham ojasā
puṣṇāmi cauṣadhīḥ sarvāḥ
somo bhūtvā rasātmakaḥ
gām—planet-planet;
āviśya—memasuki;
ca—juga;
bhūtāni—para
makhluk hidup;
dhārayāmi—memelihara;
aham—Aku;
ojasā—oleh
tenaga-Ku;
puṣṇāmi—memelihara;
ca—dan;
auṣadhīḥ—sayur-sayuran;
sarvaḥ—semua;
somaḥ—bulan;
bhūtvā—menjadi;
rasa-ātmakaḥ—menyediakan
sari.
Terjemahan
Aku masuk ke dalam setiap planet, dan planet-planet itu tetap melintasi
garis edarnya atas tenaga-Ku. Aku menjadi bulan dan dengan demikian menyediakan
sari hidup kepada semua sayur.
Penjelasan
Dipahami bahwa semua planet berputar di udara hanya atas tenaga Tuhan Yang
Maha Esa. Tuhan masuk ke dalam setiap atom, setiap planet, dan setiap makhluk
hidup. Itu dibicarakan dalam Brahma-samhita. Dalam Brahma-samhita dinyatakan
bahwa salah satu bagian yang berkuasa penuh dari Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, bernama Paramatma, masuk ke dalam setiap planet, alam semesta, makhluk
hidup, bahkan ke dalam setiap atom. Karena itu, oleh karena Beliau sudah masuk,
segala sesuatu terwujud sebagai mana mestinya. Selama sang roh masih ada,
manusia yang masih hidup dapat mengapung pada permukaan air, tetapi apabila
bunga api yang hidup keluar dari badan dan badan itu sudah mati, badan itu
tenggelam. Tentu saja kalau badan sudah busuk, mayat itu terapung seperti
jerami dan benda-benda lainnya, tetapi pada saat orang meninggal, badannya
segera tenggelam di air. Begitu pula, semua planet terapung di antariksa, dan
ini disebabkan oleh tenaga yang paling utama dari Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa yang masuk ke dalam planet-planet itu. Tenaga Tuhan Yang Maha Esa
memelihara semua planet, seperti segenggam debu. Kalau seseorang memegang
segenggam debu, tidak mungkin debu itu jatuh, tetapi ia melemparkan debu itu ke
udara, maka debu itu akan jatuh. Begitu pula, semua planet ini yang melayang di
udara sebenarnya di pegang dalam tangan bentuk semesta Tuhan Yang Maha Esa.
Semua benda, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, tetap ditempatnya karena
kekuatan dan tenaga Tuhan Yang Maha Esa. Dalam mantra-mantra Veda dinyatakan
bahwa matahari bersinar dan planet-planet bergerak secara teratur karena
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau tidak ada Beliau, semua planet akan
berantakan, bagaikan debu di udara, lalu musnah. Begitu pula oleh karena
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bulan memberi gizi kepada semua jenis
sayur-sayuran. Oleh karena pengaruh bulan, sayur menjadi lezat. Tanpa sinar
bulan, sayur-sayuran tidak dapat tumbuh dan rasanya tidak enak. Masyarakat
manusia bekerja hidup secara nyaman dan menikmati makanan karena persediaan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Kalau tidak demikian, manusia tidak dapat hidup. Kata
rasatmakah bermakna sekali. Segala sesuatu menjadi lezat karena kekuatan Tuhan
Yang Maha Esa melalui pengaruh bulan.
15.14
ahaḿ vaiśvānaro bhūtvā
prāṇināḿ deham āśritaḥ
prāṇāpāna-samāyuktaḥ
pacāmy annaḿ catur-vidham
aham—Aku;
vaiśvānaraḥ—bagian yang berkuasa penuh dari Diri-Ku
sebagai api pencerna;
bhūtvā—menjadi;
prāṇinām—di antara semua
makhluk hidup;
deham—di dalam badan-badan;
aśritāh—terletak;
prāṇa—udara
yang keluar;
apāna—udara yang turun;
samāyuktaḥ—memelihara
keseimbangan;
pacāmi—Aku mencerna;
annam—makanan;
catuḥ-vidham—empat
jenis.
Terjemahan
Aku adalah api pencerna di dalam badan-badan semua makhluk hidup, dan Aku
bergabung dengan udara kehidupan, yang keluar dan masuk, untuk mencernakan
empat jenis makanan.
Penjelasan
Menurut śastra Ayur Veda, kita mengerti bahwa ada api didalam perut yang
mencerna semua makanan yang di kirim ke perut. Bila api tersebut tidak menyala,
tidak ada rasa lapar, dan bila menyala sebagaimana mestinya, kita merasa lapar.
Kadang-kadang kalau api tersebut tidak menyala dengan baik, pengobatan
dibutuhkan. Bagaimanapun, api tersebut adalah lambang Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa. Mantra-mantra Veda (Brhad-aranyaka Upanisad 5.9.1) juga membenarkan
bahwa Tuhan Yang Maha Esa atau Brahman berada di dalam perut dalam bentuk api
dan Beliau mencernakan segala jenis makanan (ayam agnir vaisvanaro yo 'yam
antaḥ puruse yenedam annam pacyate). Dari itu, oleh karena Beliau membantu
pencernaan segala jenis makanan, makhluk hidup tidak bebas dalam proses makan.
Kalau Tuhan Yang Maha Esa tidak menolong makhluk hidup mencernakan makanan,
tidak mungkin ia makan. Dengan cara seperti itu Tuhan Yang Maha Esa
menghasilkan dan mencernakan makanan, dan atas karunia Beliau kita menikmati
kehidupan. Dalam Vedanta-sutra (1.2.27) kenyataan ini juga dibenarkan.
sabdadibhyo 'ntah pratisthanac ca: Tuhan Yang Maha Esa berada di dalam suara
dan badan, di dalam udara dan bahkan di dalam perut sekalipun sebagai kekuatan
yang mencerna. Ada empat jenis makanan—ada yang ditelan atau diminum, ada yang
dikunyah, ada yang dijilat dan yang diisap—dan Beliau adalah kekuatan pencerna
semuanya.
15.15
sarvasya cāhaḿ hṛdi
sanniviṣṭo
mattaḥ smṛtir jñānam
apohanaḿ ca
vedaiś ca sarvair aham eva
vedyo
vedānta-kṛd veda-vid eva
cāham
sarvasya—milik semua makhluk hidup;
ca—dan;
aham—Aku;
hṛdi—di
dalam hati (jantung);
sanniviṣṭaḥ—terletak;
mattaḥ—dari-Ku;
smṛtiḥ—ingatan;
jñānam—pengetahuan;
apohanam—pelupaan;
ca—dan;
vedaiḥ—oleh
Veda;
ca—juga;
sarvaiḥ—semua;
aham—Aku adalah;
evā—pasti;
vedyaḥ—yang dapat diketahui;
vedānta-kṛt—penyusun Vedanta;
veda-vit—yang
mengetahui Veda;
evā—pasti;
ca—dan;
aham—Aku.
Terjemahan
Aku bersemayam di dalam hati setiap makhluk. Ingatan, pengetahuan dan
pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus diketahui dari segala Veda; memang
Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah yang mengetahui Veda.
Penjelasan
Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Paramatma,
dan segala kegiatan diprakarsai oleh Beliau. Para makhluk hidup lupa akan
segala sesuatu dari penjelmaannya yang lalu, tetapi dia harus bertindak menurut
perintah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang menyaksikan segala pekerjaan makhluk
hidup. Karena itu, makhluk hidup memulai pekerjaannya menurut perbuatannya dari
dahulu. Pengetahuan dan ingatan yang dibutuhkan diberikan kepada makhluk hidup,
dan ia juga melupakan penjelmaannya yang lalu. Jadi, Tuhan tidak hanya berada
di mana-mana; Beliau juga berada di tempat-tempat khusus, yaitu di dalam hati
setiap makhluk hidup. Tuhan menganugerahkan berbagai hasil atau pahala. Tuhan
tidak hanya patut disembah sebagai Brahman yang tidak berbentuk pribadi,
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan Paramatma yang barada di tempat-tempat
khusus, tetapi juga dalam bentuk penjelmaan-Nya sebagai Veda. Veda memberikan
pengarahan yang benar kepada manusia supaya kehidupannya dapat dibentukkan
dengan cara yang sebenarnya hingga dapat pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Veda memberikan pengetahuan tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Krishna, dan Krishna dalam penjelmaan-Nya sebagai Vyasadeva adalah penyusun
Vedanta-sutra. Penjelasan Vedanta-sutra oleh Vyasadeva dalam Srimad-Bhagavatam
memberikan pengertian yang sebenarnya tentang Vedanta-sutra. Tuhan Yang Maha
Esa begitu penuh kehebatan sehingga untuk menyelamatkan roh yang terikat,
Beliau menyediakan dan mencernakan makanan, menyaksikan kegiatan makhluk hidup,
memberikan pengetahuan dalam bentuk Veda dan sebagai Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, Sri Krishna, Beliau mengajarkan Bhagavad-gita. Krishna patut disembah
oleh roh yang terikat. Karena itu Tuhan adalah Maha Pengasih; Tuhan adalah Yang
Mahakarunia.
Antaḥ prāviṣṭaḥ sasta janānām. Pada saat makhluk hidup
meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, dia lupa akan segala sesuatu;
tetapi makhluk hidup memulai pekerjaannya lagi, karena ia digerakkan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Walaupun ia lupa, Tuhan memberikan kecerdasan untuk memulai
pekerjaannya dari tingkat yang telah dicapainya pada saat ia berhenti dalam
penjelmaannya yang lalu. Makhluk hidup tidak hanya menikmati atau menderita di
dunia ini menurut perintah dari Tuhan Yang Maha Esa yang bersemayam di dalam
hatinya, tetapi juga mendapat kesempatan untuk mengerti Veda dari Beliau. Kalau
seseorang sungguh-sungguh ingin mengerti pengetahuan Veda, maka Krishna
memberikan kecerdasan yang dibutuhkan. Mengapa Krishna menyampaikan pengetahuan
Veda untuk di mengerti? Karena makhluk hidup sendiri perlu mengerti tentang
Krishna. Ini dibenarkan dalam kesusasteraan Veda: yo 'sau sarvair vedair
giyate. Dalam segala kesusasteraan Veda, mulai dari empat Veda, Vedanta-sutra,
Upanisad-upanisad dan Purana-purana, kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dipuji.
Dengan melakukan ritual-ritual Veda membicarakan filsafat Veda dan sembahyang
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bhakti, orang mencapai kepada Beliau. Karena
itu, maksud Veda ialah untuk mengerti tentang Krishna. Veda memberikan petunjuk
kepada kita untuk mengerti Krishna dan mengenai proses menginsafi Krishna.
Tujuan utamanya ialah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Ini dibenarkan dalam Vedanta-sutra (1.1.4) sebagai berikut: tat tu saman
vayat. Orang dapat mencapai kesempurnaan dalam tiga tahap. Dengan cara mengerti
kesusasteraan Veda, orang dapat mengerti hubungan Diri-Nya dengan Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan melaksanakan berbagai proses orang dapat mendekati
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan akhirnya ia dapat mencapai tujuan yang
paling utama, yang tidak lain dari pada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
ayat ini, maksud Veda, pengertian Veda, dan tujuan Veda didefinisikan dengan
jelas.
15.16
dvāv imau puruṣau loke
kṣaraś cākṣara eva ca
kṣaraḥ sarvāṇi bhūtāni
kūṭa-stho 'kṣara ucyate
dvau—dua;
imau—yang ini;
puruṣau—para makhluk hidup;
loke—di
dunia;
kṣaraḥ—dapat gagal;
ca—dan;
akṣaraḥ—tidak
pernah gagal;
evā—pasti;
ca—dan;
kṣaraḥ—dapat gagal;
sarvāni—semua;
bhūtāni—para makhluk hidup;
kūṭa-sthaḥ—dalam persatuan;
akṣaraḥ—tidak
pernah gagal;
ucyate—dikatakan.
Terjemahan
Ada dua golongan makhluk hidup, yaitu yang dapat gagal dan yang tidak. Di
dunia material semua makhluk hidup dapat gagal, dan di dunia rohani setiap
makhluk hidup tidak pernah gagal.
Penjelasan
Sebagaimana sudah dijelaskan, Tuhan Yang Maha Esa dalam penjelmaan-Nya
sebagai Vyasadeva penyusun Vedanta-sutra. Di sini Tuhan Yang Maha Esa sedang
menguraikan isi Vedanta-sutra sebagai ringkasan. Beliau menyatakan bahwa para
makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung, dapat dibagi menjadi dua
golongan—yang dapat gagal dan yang tidak pernah gagal. Para makhluk hidup
adalah bagian-bagian dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat
yang sama seperti Beliau untuk selamanya. Bila makhluk hidup berhubungan dengan
dunia material, mereka disebut jivabhuta. Kata-kata Sansekerta yang dikemukakan
di sini, kṣaraḥ sarvāni bhūtāni, berarti para makhluk hidup dapat gagal. Akan
tetapi, dinyatakan bahwa mereka yang berada dalam persatuan sifat dengan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah gagal. Persatuan tidak berarti
bahwa mereka tidak memiliki individualitas, itu berarti bahwa tidak ada
perpecahan persatuan. Semuanya selaras dengan tujuan ciptaan. Tentu saja, di
dunia rohani tidak ada ciptaan, tetapi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah
sumber segala perwujudan, sebagaimana dinyatakan dalam Vedanta-sutra, paham itu
dijelaskan. Menurut pernyataan Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, Sri Krishna, ada dua golongan makhluk hidup. Veda membuktikan kenyataan
ini. Karena itu, kenyataan ini tidak dapat diragukan. Para makhluk hidup yang
berjuang di dunia ini dengan pikiran dan indera-indera mempunyai badan-badan
jasmani yang berubah. Selama makhluk hidup terikat, badannya berubah karena
hubungan dengan alam: Alam berubah, karena itu tampaknya makhluk hidup juga
berubah. Tetapi di dunia rohani badan tidak terbuat dari unsur-unsur alam;
karena itu, tidak ada perubahan. Di dunia material makhluk hidup mengalami enam
jenis perubahan—kelahiran, pertumbuhan, tahan selama beberapa waktu,
berketurunan, kemudian merosot dan akhirnya lenyap. Inilah perubahan yang
dialami badan jasmani. Tetapi di dunia rohani badan tidak berubah; tidak ada
usia tua, kelahiran, dan tidak ada kematian. Di sana segala sesuatu berada
dalam kesatuan. Ksarah sarvāni bhūtāni: Makhluk hidup manapun yang sudah
berhubungan dengan alam, mulai dari makhluk pertama yang diciptakan, yaitu
Brahma, sampai dengan semut yang kecil, menggantikan badannya. Karena itu
mereka semua dapat gagal. Akan tetapi, di dunia rohani, para makhluk hidup
selalu mencapai pembebasan dalam kesatuan.
15.17
uttamaḥ puruṣas tv anyaḥ
paramātmety udāhṛtaḥ
yo loka-trayam āviśya
bibharty avyayā īśvaraḥ
uttamaḥ—yang paling baik;
puruṣaḥ—kepribadian;
tu—tetapi;
anyaḥ—lain;
parama—Yang Mahatinggi;
ātmā—diri;
iti—demikian;
udāhṛtaḥ—dikatakan;
yaḥ—yang;
loka—tentang alam semesta;
trayam—tiga bagian;
āviśya—masuk;
bibharti—memelihara;
avyayāḥ—tidak
dapat dimusnahkan;
īśvaraḥ—Tuhan.
Terjemahan
Di samping dua golongan tersebut, ada Kepribadian Yang Paling Utama yang
hidup, yaitu Roh Yang Paling Utama, Tuhan Yang Maha Esa Sendiri yang tidak
dapat dimusnahkan, yang sudah memasuki tiga dunia dan sedang memeliharanya.
Penjelasan
Maksud ayat ini diungkapkan dengan baik sekali dalam Katha Upanisad (2.2.13)
dan svetasvatara Upanisad (6.13). Dinyatakan dalam dua Upanisad tersebut bahwa
Kepribadian Yang Paling Utama Paramatma, berada di atas para makhluk hidup yang
jumlahnya tidak dapat dihitung, sedangkan sebagian di antara para makhluk hidup
terikat dan sebagian diantaranya sudah mencapai pembebasan. Ayat Upanisad
berbunyi sebagai berikut: nityo nityanam cetanas cetanānām. Arti ayat tersebut
ialah bahwa di antara semua insan hidup, baik yang terikat maupun yang sudah
mencapai pembebasan, ada satu kepribadian hidup yang paling utama yaitu
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang memelihara semua makhluk hidup dan memberi
segala fasilitas kenikmatan kepada mereka menurut berbagai pekerjaan.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tersebut bersemayam didalam hati semua orang
sebagai Paramatma. Orang bijaksana yang dapat mengerti Beliau memenuhi syarat
untuk mencapai kedamaian yang sempurna, sedangkan orang lain belum memenuhi
syarat.
15.18
yasmāt kṣaram atīto 'ham
akṣarād api cottamaḥ
ato 'smi loke vede ca
prathitaḥ puruṣottamaḥ
yasmāt—karena;
kṣaram—kepada yang dapat gagal;
atītaḥ—rohani;
aham—Aku adalah;
akṣarāt—di luar yang dapat gagal;
api—juga;
ca—dan;
uttamaḥ—yang paling baik;
ataḥ—karena itu;
asmi—Aku
adalah;
loke—di dunia;
vede—dalam kesusasteraan Veda;
ca—dan;
prathitaḥ—dimuliakan;
puruṣa-uttamaḥ—sebagai Kepribadian Yang
Paling Utama.
Terjemahan
Oleh karena Aku bersifat rohani, di luar yang dapat gagal dan yang tidak
pernah gagal, dan oleh karena Aku adalah Yang Mahabesar, Aku dimuliakan, baik
di dunia maupun dalam Veda, sebagai Kepribadian Yang Paling Utama itu.
Penjelasan
Tiada seorang pun dapat melampaui Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Krishna—baik roh yang terikat maupun roh yang sudah mencapai pembebasan. Karena
itu, Krishna adalah Kepribadian Yang Paling Mulia. Jelas di sini para makhluk
hidup dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah individu. Perbedaannya ialah
bahwa para makhluk hidup, baik dalam keadaan terikat maupun sesudah mencapai
pembebasan, tidak dapat melampaui jumlah kekuatan yang tidak terhingga yang
dimiliki oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang menganggap Tuhan
Yang Maha Esa dan para makhluk hidup sejajar atau sama dalam segala hal, itu
merupakan kekeliruan. Selalu ada soal lebih tinggi dan rendah antara
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan para makhluk hidup. Kata utama sangat
bermakna. Tiada seorang pun yang dapat melampaui Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa.
Kata loke berarti dalam paurusa agama (Kitab-kitab
smrti)." Sebagaimana dibenarkan dalam kamus Nirukti, lokyate vedartho
'nena: Tujuan Veda dijelaskan oleh Kitab-kitab smrti."
Tuhan Yang Maha Esa, dalam aspek Paramatma-Nya yang berada di
tempat-tempat khusus, juga diuraikan dalam Veda sendiri. Ayat berikut tercantum
dalam Veda (Chandogya Upanisad 8.12.3): tavad esa samprasado 'smaccharirat
samutthaya param jyotirupam sampadya svena rupenabhinispadyate sa uttamaḥ
puruṣaḥ. Roh Yang Utama yang keluar dari badan masuk ke dalam
brahmajyoti yang tidak bersifat pribadi; kemudian dalam bentuk-Nya Beliau tetap
dalam identitas rohani-Nya. Yang Mahakuasa itu disebut Kepribadian Yang Paling
Utama." Ini berarti bahwa Kepribadian Yang Paling Utama memperlihatkan dan
memancarkan cahaya rohani-Nya, yang merupakan penerangan Yang Paling Utama.
Kepribadian Yang Paling Utama juga mempunyai aspek di tempat-tempat khusus
sebagai Paramatma. Beliau menjelmakan Diri-Nya sebagai putera Satyāvati dan
Parasara dan menjelaskan pengetahuan Veda sebagai Vyasadeva.
15.19
yo mām evam asammūḍho
jānāti puruṣottamam
sa sarva-vid bhajati māḿ
sarva-bhāvena bhārata
yaḥ—siapa pun yang;
mām—Aku;
evam—demikian;
asammūḍhaḥ—tanpa
keragu-raguan;
jānāti—mengetahui;
puruṣa-uttama—Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa;
saḥ—dia;
sarva-vit—yang mengetahui segala
sesuatunya;
bhajati—berbhakti;
mām—kepada-Ku;
sarva-bhāvena—dalam
segala hal;
bhārata—wahai putera
Bhārata.
Terjemahan
Siapa pun yang mengenal Aku sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tanpa
ragu-ragu, mengetahui segala sesuatu. Karena itu, ia sepenuhnya menekuni
pengabdian suci bhakti kepada-Ku, wahai putera Bhārata.
Penjelasan
Ada banyak angan-angan filsafat mengenai kedudukan dasar para makhluk hidup
dan Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Sekarang dalam ayat ini Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa menerangkan dengan jelas bahwa siapa pun yang mengenal Sri
Krishna sebagai Kepribadian Yang Paling Utama sungguh-sungguh mengetahui segala
sesuatu. Orang yang mengetahui secara kurang sempurna terus-menerus
berangan-angan tentang Kebenaran Mutlak, tetapi orang yang mengetahui secara
sempurna langsung menekuni kesadaran Krishna, bhakti kepada Tuhan Yang Maha
Esa, tanpa memboroskan waktunya yang sangat berharga. Sepanjang Bhagavad-gita,
kenyataan ini ditegaskan dalam setiap ayat. Namun banyak penyusun tafsiran
Bhagavad-gita yang keras kepala yang menganggap Kebenaran Mutlak Yang Paling
Utama dan para makhluk hidup satu dan sama saja.
Pengetahuan Veda disebut sruti, yang berarti pelajaran dengan
cara mendengar. Hendaknya seseorang sungguh-sungguh menerima amanat Veda dari
para penguasa seperti Krishna dan para utusan-Nya. Di sini Krishna membedakan
antara segala sesuatu dengan baik sekali, dan hendaknya seseorang mendengar
dari sumber ini. Hanya mendengar seperti babi tidak cukup; seseorang harus
dapat mengerti dari para penguasa. Tidak benar bahwa seseorang harus hanya
berangan-angan secara kesarjanaan. Sebaiknya ia mendengar dengan tunduk hati
dari Bhagavad-gita bahwa para makhluk hidup selalu di bawah Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Menurut Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, siapa pun
yang dapat mengerti kenyataan ini mengetahui tujuan Veda, orang lain tidak
mengetahui tujuan Veda.
Kata bhajati sangat bermakna. Dalam banyak ayat kata bhajati
diucapkan berhubungan dengan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalau
seseorang sepenuhnya menekuni kesadaran Krishna, yaitu bhakti kepada Tuhan Yang
Maha Esa, harus dimengerti bahwa dia sudah memahami segala pengetahuan Veda.
Dalam parampara Vaisnava dinyatakan bahwa kalau seseorang menekuni bhakti
kepada Krishna, proses kerohanian lain lagi untuk mengerti Kebenaran Mutlak
Yang Paling Utama tidak dibutuhkan. Ia sudah mencapai tingkat itu, sebab ia
menekuni bhakti kepada Tuhan. Dia sudah menyelesaikan segala proses pendahuluan
untuk mencapai pengertian. Akan tetapi, kalau seseorang berangan-angan selama
beratus-ratus ribu penjelmaan tetapi masih belum mencapai pengertian bahwa
Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan bahwa ia harus menyerahkan
diri di sana, maka segala angan-angannya selama bertahun-tahun dan selama
banyak penjelmaannya hanya menyia-nyiakan waktu dengan cara yang tidak berguna.
15.20
iti guhyatamaḿ śāstram
idam uktaḿ mayānagha
etad buddhvā buddhimān syāt
kṛta-kṛtyaś ca bhārata
iti—demikian; guhya-tamam—paling rahasia; śastram—Kitab
Suci yang di wahyukan; idam—ini; uktam—diungkapkan; mayā—oleh-Ku;
anagha—wahai yang tidak berdosa; etat—ini; buddhvā—mengerti;
buddhi-mān—cerdas; syāt—seseorang menjadi; kṛta-kṛtyaḥ—yang
paling sempurna dalam usaha-usahanya; ca—dan; bhārata—wahai
putera Bhārata.
Terjemahan
Inilah bagian yang paling rahasia dari Kitab-kitab Veda, wahai yang tidak
berdosa, dan sekarang bagian itu -Kuungkapkan. Siapapun yang mengerti ini akan
menjadi bijaksana, dan usaha-usahanya akan mencapai kesempurnaan.
Penjelasan
Tuhan Yang Maha Esa menerangkan dengan jelas di sini bahwa inilah hakekat
segala Kitab Suci yang diwahyukan. Hendaknya seseorang mengerti kenyataan ini
sebagaimana diberikan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian ia
akan menjadi cerdas dan sempurna dalam pengetahuan rohani. Dengan kata lain,
mengerti filsafat tersebut dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan menekuni
bhakti rohani kepada Beliau, semua orang dapat dibebaskan dari segala
pencemaran sifat-sifat alam material. Pengabdian suci bhakti adalah proses
pengertian rohani. Di mana pun ada bhakti, pencemaran material tidak dapat
bertahan bersama bhakti itu. Bhakti kepada Tuhan dan Tuhan Sendiri adalah satu
dan sama saja, sebab kedua-duanya bersifat rohani; bhakti dilakukan di bawah
kekuasaan tenaga dalam dari Tuhan Yang Maha Esa. Dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha
Esa adalah matahari, sedangkan kebodohan disebut kegelapan. Di mana pun ada
matahari, tidak mungkin ada kegelapan. Karena itu, di mana pun ada bhakti yang
dilakukan menurut bimbingan yang benar dari seorang guru kerohanian yang dapat
dipercaya, tidak mungkin ada kebodohan.
Semua orang harus membawa kesadaran tersebut tentang Krishna
dan menekuni bhakti untuk menjadi cerdas dan disucikan. Kalau seseorang tidak
mencapai kedudukan pengertian tentang Krishna dan menekuni bhakti, maka
kecerdasannya belum sempurna, meskipun kecerdasannya tinggi sekali menurut
perkiraan orang biasa.
Arjuna disapa dengan kata anagha, dan itu juga bermakna.
Anagha, Wahai yang tidak berdosa," berarti sulit sekali seseorang mengerti
tentang Krishna kalau ia belum bebas dari segala reaksi dosa. Seseorang harus
dibebaskan dari segala pencemaran, segala kegiatan yang berdosa, baru ia dapat
mengerti. Tetapi bhakti sangat suci dan kuat sehingga sekali seseorang menekuni
bhakti, dengan sendirinya ia mencapai tingkat pembebasan dari dosa.
Selama seseorang melaksanakan bhakti dalam pergaulan dengan
para penyembah yang murni dalam kesadaran Krishna sepenuhnya, ada hal-hal
tertentu yang perlu dihapus sama sekali. Hal paling penting yang harus diatasi
ialah kelemahan hati. Jatuh untuk pertama kalinya disebabkan oleh keinginan
untuk berkuasa di atas alam material. Karena itulah seseorang meninggalkan
cinta-bhakti rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kelemahan hati kedua ialah
bahwa begitu seseorang meningkatkan kecenderungan untuk berkuasa di atas alam
material, ia menjadi terikat pada alam dan rasa memiliki alam. Masalah-masalah
kehidupan disebabkan oleh kelemahan-kelemahan hati tersebut. Dalam bab ini,
lima ayat pertama menguraikan proses membebaskan diri dari berbagai kelemahan
hati tersebut, dan sisa bab ini, dari ayat enam sampai dengan ayat terakhir,
membicarakan purusottamayoga.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Lima belas Srimad
Bhagavad-gita perihal Yoga Berhubungan dengan Kepribadian Yang Paling
Utama."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Sifat Rohani dan Sifat
Jahat
16.1-3
śrī-bhagavān
uvāca
abhayaḿ
sattva-saḿśuddhir
jñāna-yoga-vyavasthitiḥ
dānaḿ
damaś ca yajñaś ca
svādhyāyas
tapa ārjavam
ahiḿsā
satyam akrodhas
tyāgaḥ
śāntir apaiśunam
dayā
bhūteṣv aloluptvaḿ
mārdavaḿ
hrīr acāpalam
tejaḥ
kṣamā dhṛtiḥ śaucam
adroho
nāti-mānitā
bhavānti
sampadaḿ daivīm
abhijātasya
bhārata
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; abhayam—kebebasan
dari rasaan takut; sattva-saḿśuddhiḥ—penyucian kehidupan; jñāna—dalam
pengetahuan; yoga—tentang hubungan; vyavasthitiḥ—keadaan; dānam—kedermawanan;
damaḥ—mengendalikan pikiran; ca—dan; yajñaḥ—pelaksanaan
korban suci; ca—dan; svādhyāyaḥ—mempelajari tentang
kesusasteraan Veda; tapaḥ—pertapaan; ārjavam—kesederhanaan; ahiḿsā—tidak
melakukan kekerasan; satyam—kejujuran; akrodhaḥ—kebebasan dari
amarah; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; śāntiḥ—ketenangan; apaiśunam—tidak
mencari-cari kesalahan; dayā—karunia; bhūteṣu—terhadap semua
makhluk hidup; aloluptvām—kebebasan dari loba; mārdavam—sifat
lembut; hrīḥ—sifat sopan dan rendah hati; acāpalam—ketabahan
hati; tejaḥ—sifat giat; kṣamā—sifat mengampuni; dhṛtiḥ—sifat
ulet; śaucam—kebersihan; adrohaḥ—kebebasan dari rasa iri; na—tidak;
ati-mānitā—mengharapkan penghormatan; bhavānti—adalah; sampadam—sifat-sifat;
daivīm—sifat rohani; abhijātasya—milik orang yang dilahirkan
dari; bhārata—wahai putera Bhārata.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda: Kebebasan dari rasa takut; penyucian kehidupan; pengembangan
pengetahuan rohani; kedermawanan; mengendalikan diri; pelaksanaan korban suci;
mempelajari Veda; pertapaan; kesederhanaan; tidak melakukan kekerasan;
kejujuran; kebebasan dari amarah; pelepasan ikatan; ketenangan; tidak
mencaricari kesalahan; kasih sayang terhadap semua makhluk hidup; pembebasan
dari loba; sifat lembut; sifat malu; ketabahan hati yang mantap; kekuatan;
mudah mengampuni; sifat ulet; kebersihan; kebebasan dari rasa iri dan gila
hormat—sifat-sifat rohani tersebut dimiliki oleh orang suci yang diberkati
dengan sifat rohani, wahai putera Bhārata
Penjelasan
Pada Awal Bab Lima Belas, pohon
beringin dunia material ini dijelaskan. Akar-akar tambahan yang keluar dari
pohon itu diumpamakan sebagai kegiatan para makhluk hidup. Beberapa di antara
kegiatan itu menguntungkan, dan beberapa di antaranya tidak menguntungkan.
Dalam Bab Sembilan juga dijelaskan tentang para dewa, atau tujuan-tujuan yang
suci, dan para asura, atau tujuan-tujuan yang jahat dan tidak suci, atau
raksasa. Menurut upacara-upacara Veda, kegiatan dalam sifat kebaikan
menguntungkan demi kemajuan dalam menempuh jalan pembebasan, dan kegiatan
seperti itu terkenal sebagai daivi-prakṛti, atau kegiatan yang bersifat
rohani. Orang yang mantap dalam sifat rohani maju menempuh jalan pembebasan. Di
pihak lain, orang yang bertindak dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak
mungkin mencapai pembebasan. Mereka harus tetap tinggal di dunia material ini
sebagai manusia, atau mereka akan merosot hingga dilahirkan sebagai jenis-jenis
binatang atau jenis-jenis kehidupan yang lebih rendah. Dalam Bab Enam belas
ini, Tuhan Yang Maha Esa menjelaskan sifat rohani dan sifat jahat masing-masing
dengan cirinya. Beliau juga menjelaskan manfaat-manfaat dan kerugian-kerugian
sifat itu.
Kata abhijātasya
berhubungan dengan orang yang dilahirkan dari sifat-sifat rohani atau
Kecenderungan-kecenderungan suci sangat bermakna. Mendapatkan anak dalam
suasana kesucian disebut garbhadhana-samskara dalam Kitab-kitab Veda. Kalau
ayah dan ibu menginginkan anak yang memiliki sifat-sifat kesucian, hendaknya
mereka mengikuti sepuluh prinsip yang dianjurkan untuk kehidupan masyarakat
manusia. Dalam Bhagavad-gita kita juga sudah mempelajari bahwa hubungan suami
isteri untuk mendapat anak yang baik adalah Krishna Sendiri. Hubungan suami
isteri tidak disalahkan asal proses itu digunakan dalam kesadaran Krishna.
Orang yang sadar akan Krishna sekurang-kurangnya jangan berketurunan seperti
anjing dan kucing, melainkan berketurunan supaya anaknya dapat menjadi sadar
akan Krishna sesudah ia dilahirkan. Seharusnya itulah keuntungan anak-anak yang
dilahirkan dari ayah dan ibu yang tekun dalam kesadaran Krishna.
Lembaga masyarakat yang bernama varnasramadharma—lembaga itu yang
membagi masyarakat menjadi empat golongan kehidupan dan empat golongan
pencaharian—tidak dimaksudkan untuk membagi masyarakat manusia menurut
kelahiran. bagian-bagian tersebut menurut kwalifikasi pendidikan, dan
dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam keadaan damai dan makmur.
Sifat-sifat yang disebut di sini dijelaskan sebagai sifat-sifat rohani yang
dimaksudkan supaya seseorang maju dalam pengertian rohani dan dapat mencapai
pembebasan dari dunia material.
Dalam lembaga
varnasrama, seorang sannyāsī, atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk
melepaskan ikatan dianggap pemimpin atau guru kerohanian bagi semua tingkat dan
semua golongan masyarakat. Seorang brahmaṇā dianggap guru kerohanian bagi tiga
golongan masyarakat lainnya, yaitu para ksatriya, vaisya dan sudra, tetapi
seorang sannyāsī, yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam lembaga tersebut,
juga dianggap sebagai guru kerohanian para brahmaṇā. Bagi seorang sannyāsī,
kwalifikasi pertama yang dibutuhkan ialah bebas dari rasa takut. Oleh karena
seorang sannyāsī harus tinggal sendirian tanpa dukungan atau jaminan hidup apa
pun, ia harus bergantung kepada karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau
seseorang berpikir, Sesudah saya meninggalkan hubungan-hubungan saya, siapa
yang akan melindungi saya?" Seharusnya ia tidak memasuki golongan hidup
untuk meninggalkan hal-hal duniawi. Hendaknya seseorang yakin sepenuhnya bahwa
Krishna atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya di tempat-tempat
khusus sebagai Paramatma selalu bersemayam di hati, bahwa Beliau melihat segala
sesuatu dan bahwa Beliau selalu mengetahui apa yang ingin dilakukan seseorang.
Seperti itulah seseorang harus yakin dengan teguh bahwa Krishna sebagai
Paramatma akan menjaga kesejahteraan roh yang sudah menyerahkan diri kepada
Beliau. Sebaiknya seseorang berpikir, Saya tidak akan pernah sendirian.
Meskipun saya tinggal di daerah yang paling gelap di tengah hutan saya pasti
ditemani oleh Krishna, dan Krishna akan memberi segala perlindungan kepada
saya." Keyakinan itu disebut abhayam, atau kebebasan dari rasa takut. Keadaan
jiwa tersebut dibutuhkan pada tingkatan hidup yang meninggalkan ikatan hal-hal
duniawi.
Kemudian ia harus
menyucikan kehidupannya. Ada banyak aturan dan peraturan untuk diikuti pada
tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Yang paling
penting, seorang sannyāsī dilarang keras mempunyai hubungan dekat dengan
seorang wanita. Seorang sannyāsī dilarang berbicara dengan seorang wanita di
tempat yang sepi. Sri Caitanya adalah seorang sannyāsī yang teladan, dan
pada waktu tinggal di Puri, para penyembah-Nya yang wanita tidak boleh
mendekati Beliau bahkan untuk bersujud sekalipun. Dianjurkan supaya mereka
bersujud dari tempat yang jauh. Ini bukan tanda rasa benci terhadap kaum
wanita, melainkan peraturan yang dikenakan pada seorang sannyāsī supaya dia
jangan memelihara hubungan erat dengan wanita. Seseorang harus mengikuti aturan
dan peraturan tingkat hidup tertentu untuk menyucikan kehidupannya. Hubungan
erat dengan wanita dan memiliki kekayaan demi kepuasan indera-indera dilarang keras
bagi seorang sannyāsī. sannyāsī yang teladan adalah Sri Caitanya Sendiri,
dan kita dapat belajar dari riwayat Beliau bahwa Beliau selalu tegas sekali
dalam soal hubungan dengan wanita. Walaupun Sri Caitanya adalah
penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling murah hati, dan Beliau menerima
roh-roh yang paling jatuh sekalipun, Beliau mematuhi aturan dan peraturan
tingkatan hidup sannyāsa dengan tegas sekali dalam soal wanita. Salah seorang
rekan pribadi Sri Caitanya yang bernama Chota Haridasa bergaul dengan Sri
Caitanya bersama dengan rekanrekan pribadi lainnya yang dekat pada
Beliau, tetapi entah bagaimana Chota Haridasa ini memandang seorang wanita yang
masih muda dengan sikap hawa nafsu. Sri Caitanya begitu tegas sehingga
Beliau segera menolak Chota Haridasa dari pergaulan rekan-rekan pribadi-Nya.
Sri Caitanya bersabda, Bagi seorang sannyāsī atau siapapun yang
bercita-cita keluar dari cengkeraman alam material dan sedang berusaha
mengangkat diri sampai alam rohani hingga pulang, kembali kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memandang harta benda material dan wanita demi kepuasan
indera-indera—jangankan menikmatinya, tetapi hanya memandang dengan
kecenderungan seperti itu—sangat disalahkan sehingga mengalami keinginan yang
tidak sah seperti itu lebih buruk dari pada bunuh diri." Proses tersebut
adalah proses-proses penyucian diri.
Unsur berikutnya ialah
jñāna-yogavyavasthiti: menekuni pengembangan pengetahuan. Kehidupan sannyāsī
dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan kepada orang berumah tangga dan orang
lain yang sudah melupakan kehidupan kemajuan rohaninya yang sejati. Seharusnya
seorang sannyāsī mengemis dari rumah ke rumah untuk pencahariannya, tetapi ini
bukan berarti bahwa dia pengemis. Sifat rendah hati juga salah satu kwalifikasi
orang yang mantap secara rohani. Karena sifat rendah hati saja seorang sannyāsī
pergi dari rumah ke rumah, bukan dengan tujuan mengemis, melainkan dengan
tujuan bertemu dengan orang yang berumah tangga dan menyadarkan mereka hingga
sadar akan Krishna. Inilah kewajiban seorang sannyāsī. Kalau seorang sannyāsī
sungguh-sungguh maju dan sudah diperintahkan demikian oleh guru kerohaniannya,
dia harus mengajarkan kesadaran Krishna dengan logika dan pengertian, dan kalau
seseorang belum begitu maju, sebaiknya ia jangan menerima tingkatan hidup untuk
melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi seperti itu. Tetapi meskipun
seseorang sudah menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan hal-hal
duniawi tanpa memiliki pengetahuan secukupnya, sebaiknya ia tekun sepenuhnya
mendengar dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya untuk mengembangkan
pengetahuannya. Seorang sannyāsī atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup
untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi harus mantap dalam kebebasan
dari rasa takut, sattvaśamsuddhi (kesucian) dan jñāna-yoga (pengetahuan).
Unsur berikutnya ialah
kedermawanan. Kedermawanan dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Orang
yang berumah tangga hendaknya mencari nafkah dengan cara yang halal dan
mengeluarkan lima puluh persen dari pendapatannya untuk mengajarkan kesadaran
Krishna di seluruh dunia. Jadi, orang yang berumah tangga sebaiknya memberi
sumbangan kepada Perkumpulan-perkumpulan dan lembaga-lembaga yang sibuk di
bidang itu. Sebaiknya sumbangan diberikan kepada orang yang patut menerimanya.
Ada berbagai jenis kedermawanan, sebagai mana akan dijelaskan dalam Bab Tujuh
belas—kedermawanan dalam sifat-sifat kebaikan, nafsu, dan kebodohan.
Kedermawanan dalam sifat kebaikan dianjurkan dalam Kitab Suci, tetapi
kedermawanan dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak dianjurkan, sebab itu
hanya memboroskan uang. Sebaiknya sumbangan diberikan untuk mengembangkan
kesadaran Krishna diseluruh dunia. Itulah kedermawanan dalam sifat kebaikan.
Mengenai dama
(mengendalikan diri) itu tidak hanya dimaksudkan untuk golongan-golongan lain
dalam masyarakat beragama, tetapi khususnya dimaksudkan untuk orang yang
berumah tangga. Walaupun suami isteri yang sah, sebaiknya juga jangan
menggunakan inderanya untuk hubungan badan yang tidak diperlukan. Ada aturan
untuk orang yang berumah tangga, bahkan dalam hubungan badan sekalipun.
Hubungan suami isteri sebaiknya hanya digunakan untuk memiliki dan memelihara
anak. Kalau dia tidak ingin mendapatkan anak, sebaiknya dia menghindari
menikmati hubungan badan tersebut. Masyarakat modern menikmati hubungan itu
dengan cara-cara pencegahan kehamilan atau pun dengan cara yang lebih jahat
dari pada itu hanya untuk melepaskan tanggung jawab. Ini bukan sifat rohani,
melainkan sifat yang kurang baik. Kalau seseorang, termasuk pula orang yang
berumah tangga, ingin maju dalam kehidupan rohani, dia harus mengendalikan
hubungan suami isteri dan jangan mendapatkan anak tanpa tujuan mengabdikan diri
kepada Krishna. Jika ia dapat berketurunan dan memiliki anak yang sadar akan
Krishna, ia boleh mempunyai beberapa anak, tetapi jika tidak sanggup seperti
itu, sebaiknya ia jangan menikmati hubungan suami isteri hanya demi kesenangan
indera-indera saja.
Korban suci adalah
unsur lain untuk dilaksanakan oleh orang yang berumah tangga, sebab korban suci
membutuhkan jumlah dana yang besar. Dari golongan kehidupan lainnya, yaitu
brahmacarya, vanaprastha dan sannyāsa, tidak mempunyai uang; mereka hidup
dengan cara mengemis. Karena itu, pelaksanaan berbagai jenis korban suci
dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Sebaiknya mereka melakukan
korban-korban suci agnihotra sebagaimana dianjurkan dalam kesusasteraan Veda.
Tetapi saat ini korban-korban suci seperti itu memerlukan biaya yang besar
sekali, dan tidak mungkin semua orang yang berumah tangga melaksanakan
upacara-upacara seperti itu. Korban suci yang paling baik yang dianjurkan pada
jaman ini disebut sankirtana yajñā. Sankirtana yajñā, atau cara mengucapkan
mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare
Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, adalah korban suci yang paling baik dan paling
murah; siapa pun dapat melakukan dan memperoleh manfaatnya. Jadi, tiga unsur,
yakni kedermawanan, pengendalian indera-indera dan pelaksanaan korban suci
dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga.
Kemudian svādhyāya,
atau mempelajari Veda, dimaksudkan untuk brahmacarya, atau kehidupan sebagai
siswa. Sebaiknya para brahmacari tidak mempunyai hubungan apa pun dengan
wanita; mereka harus hidup dengan berpantang hubungan dengan wanita dan
menekuni pelajaran khusus tentang kesusasteraan Veda untuk mengembangkan
pengetahuan rohani. Ini disebut svādhyāya.
Tapas, atau pertapaan,
khususnya untuk orang yang sudah mengendurkan diri dari kehidupan duniawi.
Hendaknya seseorang jangan tetap berumah tangga sampai tutup usia; ia harus
ingat ada empat bagian dalam kehidupan—brahmacarya, grhastha, vanaprastha dan
sannyāsa. Karena itu sesu dah grhastha, atau kehidupan berumah tangga,
sebaiknya seseorang mengundurkan diri. Kalau seseorang hidup sampai berusia
seratus tahun, sebaiknya dia sebagai siswa selama dua puluh lima tahun, dua
puluh lima tahun hidup berumah tangga, dan dua puluh lima tahun dalam hidup
mengundurkan diri, dan dua puluh lima tahun pada tingkatan hidup untuk
meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Inilah peraturan disiplin
keagamaan dari Veda. Orang yang sudah mengundurkan diri dari kehidupan berumah
tangga harus mempraktekkan pertapaan dengan badan, pikiran, dan lidah. Itulah
tapasya. Seluruh masyarakat varnasramadharma dimaksudkan untuk tapasya. Tanpa
tapaśyaatau pertapaan, seorang manusia tidak dapat mencapai pembebasan. Teori
bahwa pertapaan tidak diperlukan dalam kehidupan, yaitu bahwa seseorang dapat
berangan-angan terus dan segala sesuatu akan menjadi baik-baik saja, tidak
dianjurkan baik dalam kesusasteraan Veda maupun dalam Bhagavad-gita.
Teori-teori seperti itu dibuat-buat oleh rohaniwan gadungan yang sedang
berusaha mengumpulkan pengikut semakin banyak. Kalau ada pantangan, aturan dan
peraturan, orang tidak akan tertarik. Karena itu, orang yang ingin mencari
pengikut atas nama kegiatan keagamaan hanya untuk pamer saja tidak mengatur
kehidupan para siswanya, maupun kehidupan pribadinya. Tetapi cara itu tidak
dibenarkan dalam Veda.
Mengenai kesederhanaan,
yang dimiliki oleh para brahmaṇā, hendaknya bukan hanya golongan tertentu yang
mengikuti prinsip ini, melainkan semua anggota masyarakat, baik dari
brahmacari-asrama, grhasthaasrama, vanaprastha-asrama, maupun sannyāsaasrama.
Sebaiknya semua orang sangat sederhana dan transparan.
Ahimsa berarti tidak
menghalang-halangi kehidupan makhluk hidup manapun yang maju dari salah satu
jenis kehidupan ke jenis kehidupan yang lain. Sebaiknya seseorang jangan
berpikir bahwa oleh karena bunga api rohani atau sang roh tidak pernah
terbunuh, bahkan sesudah badan terbunuh tiada salahnya ia membunuh binatang
demi kepuasan indera-indera. Saat ini orang kecanduan memakan binatang,
walaupun ada persediaan biji-bijian, padi-padian, buah-buahan, dan susu
secukupnya. Binatang tidak perlu dibunuh. Inilah peraturan bagi semua orang.
Bila tidak ada pilihan lain, seseorang boleh membunuh binatang, tetapi binatang
itu hendaknya dipersembahkan sebagai korban suci. Tetapi bagaimanapun, bila ada
persediaan pangan secukupnya untuk masyarakat manusia, orang yang bercita-cita
maju dalam keinsafan rohani sebaiknya jangan melakukan kekerasan terhadap
binatang. Ahimsa yang sejati berarti tidak menghalang-halangi kemajuan siapa
pun dalam kehidupan. Binatang pun sedang maju dalam kehidupan evolusinya dengan
berpindah-pindah dari satu golongan kehidupan binatang ke golongan hidup
lainnya. Kalau binatang dibunuh, maka kemajuannya terhambat. Kalau binatang
sedang hidup dalam badan tertentu selama sekian hari atau sekian tahun, lalu ia
dibunuh sebelum ia mati sendiri, maka dia harus kembali lagi dalam bentuk
kehidupan itu untuk menyelesaikan sisa waktu sebelum ia dapat diangkat memasuki
jenis kehidupan yang lain. Karena itu, hendaknya kemajuan binatang jangan
dihambat hanya untuk memuaskan lidah seseorang. Itu disebut ahiḿsā.
Satyam. Kata ini
berarti hendaknya seseorang jangan memutarbalikkan kebenaran demi kepentingan
pribadi. Dalam kesusasteraan Veda ada beberapa ayat yang sulit dipahami, tetapi
arti atau maksud ayat-ayat itu hendaknya dipelajari dari seorang guru
kerohanian yang dapat dipercaya. Itulah proses untuk mengerti Veda. sruti
berarti sebaiknya seseorang mendengar dari sumber yang dapat dipercaya.
Hendaknya seseorang jangan menafsirkan arti tertentu demi kepentingan
pribadinya. Ada banyak tafsiran Bhagavad-gita yang menyalah tafsirkan teks yang
asli. Arti sejati sebuah kata hendaknya disampaikan, dan arti kata itu
sebaiknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya.
Akrodha berarti
mengendalikan amarah. Walaupun seseorang digoda, hendaknya dia bersikap
toleransi, sebab begitu seseorang menjadi marah, seluruh badannya dicemari.
Amarah adalah akibat sifat nafsu dan birahi, karena itu orang yang mantap dalam
kerohanian sebaiknya mengendalikan diri supaya tidak menjadi marah. Apaisunam
berarti sebaiknya seseorang jangan mencari-cari kesalahan orang lain atau
menegur mereka kalau itu tidak diperlukan. Tentunya kalau seorang pencuri
dijuluki pencuri itu tidak berarti mencari-cari kesalahan, tetapi kalau orang
jujur disebut pencuri, maka itu merupakan kesalahan yang besar sekali bagi
orang yang ingin maju dalam kehidupan rohani. Hri berarti hendaknya seseorang
bersikap sopan dan rendah hati dan jangan melakukan perbuatan yang jijik.
Acapalam, atau ketabahan hati, berarti hendaknya seseorang jangan goyah dan
merasa frustrasi dalam suatu usaha. Barangkali dia gagal dalam suatu usaha,
tetapi hendaknya dia jangan menyesal karena itu. Sebaiknya dia berusaha maju
dengan kesabaran dan ketabahan hati.
Kata tejas yang
digunakan di sini dimaksudkan untuk para ksatriya. Para ksatriya harus selalu
kuat sekali supaya dapat memberi perlindungan kepada orang yang lemah.
Hendaknya mereka jangan purapura tidak melakukan kekerasan. Kalau kekerasan
diperlukan, mereka harus memperlihatkan kekerasan. Tetapi orang yang sanggup
menaklukkan musuhnya boleh memberi pengampunan dalam keadaan-keadaan tertentu.
Dia dapat memaafkan kesalahan-kesalahan kecil.
śaucam berarti
kebersihan, bukan hanya dalam pikiran dan badan, tetapi juga dalam tingkah
laku. Ini khususnya dimaksudkan untuk masyarakat pedagang. Hendaknya mereka
jangan berdagang di pasar gelap. Natimanita, atau tidak mengharapkan
penghormatan, berlaku bagi para sudra, atau golongan buruh, yang dianggap
golongan paling rendah di antara empat golongan menurut aturan Veda. Sebaiknya
mereka jangan sombong dengan kemasyhuran atau penghormatan yang tidak
diperlukan dan hendaknya tetap dalam status mereka sendiri. Kewajiban para
sudra ialah menghormati golongan yang lebih tinggi untuk memelihara ketertiban
masyarakat.
Dua puluh enam
kwalifikasi tersebut di atas semua sifat-sifat rohani. Sifat-sifat itu
sebaiknya dikembangkan menurut berbagai tingkat susunan masyarakat dan
pencaharian. Arti ayat ini ialah bahwa meskipun keadaan-keadaan material penuh
kesengsaraan, kalau sifat-sifat tersebut dikembangkan dengan latihan oleh
segala golongan manusia, maka berangsur-angsur dimungkinkan seseorang naik
tingkat sampai tingkat keinsafan rohani yang tertinggi.
16.4
dambho darpo 'bhimānaś ca
krodhaḥ pāruṣyam eva ca
ajñānaḿ cābhijātasya
pārtha sampadam āsurīm
dambhaḥ—sikap bangga;
darpaḥ—sikap sombong;
abhimānaḥ—sikap
tidak peduli;
ca—dan;
krodhaḥ—amarah;
pāruṣyam—sikap
kasar;
evā—pasti;
ca—dan;
ajñānām—kebodohan;
ca—dan;
abhijātasyā—milik orang yang dilahirkan dari;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
sampadam—sifat-sifat;
āsurīm—sifat jahat.
Terjemahan
Sikap bangga, sikap sombong, sikap tak peduli, amarah, sikap kasar, dan
kebodohan—sifat-sifat ini dimiliki oleh orang yang bersifat jahat, wahai putera
Pṛthā.
Penjelasan
Dalam ayat ini, jalan terbuka lebar menuju neraka diuraikan. Orang jahat
ingin memamerkan kegiatan keagamaan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
rohani, meskipun mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip rohani. Mereka selalu
sombong atau bangga karena memiliki sejenis pendidikan atau sejumlah kekayaan.
Mereka ingin disembah orang lain, dan mereka menuntut penghormatan, walaupun
mereka tidak layak dihormati. Mereka menjadi marah sekali karena hal-hal yang
kecil sekali dan mereka berbicara dengan cara yang kasar, bukan dengan cara
yang lembut. Mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang
seharusnya tidak dilakukan. Mereka melakukan segala sesuatu seenaknya, menurut
kehendak sendiri, dan mereka tidak mengakui kekuasaan apa pun. Sifat-sifat
jahat tersebut diambil oleh mereka sejak permulaan badan mereka dalam kandungan
ibunya, dan selama mereka tumbuh mereka mewujudkan segala sifat tersebut yang
tidak menguntungkan.
16.5
daivī sampad vimokṣāya
nibandhāyāsurī matā
mā śucaḥ sampadaḿ daivīm
abhijāto 'si pāṇḍava
daivī—rohani;
sampat—harta;
vimokṣāya—dimaksudkan
untuk pembebasan;
nibandhāya—untuk ikatan;
āsurī—sifat-sifat
jahat;
matā—dianggap;
mā—jangan;
śucaḥ—khawatir;
sampadam—harta;
daivīm—rohani;
abhijātaḥ—dilahirkan dari;
asi—engkau
adalah;
pāṇḍava—wahai putera Pandu.
Terjemahan
Sifat rohani menguntungkan untuk pembebasan, sedangkan sifat jahat
mengakibatkan ikatan. Wahai putera Pāṇḍu, jangan khawatir, sebab engkau
dilahirkan dengan sifat-sifat suci.
Penjelasan
Sri Krishna memberi semangat kepada Arjuna dengan memberitahunya bahwa
Arjuna tidak dilahirkan dengan sifat-sifat jahat. Arjuna terlibat dalam
pertempuran bukan karena sifat jahat, melainkan karena Arjuna mempertimbangkan
hal-hal yang mendukung dan menentang. Arjuna mempertimbangkan apakah
tujuan-tujuan yang patut dihormati seperti Bhīṣma dan Drona patut dibunuh atau
tidak. Jadi, Arjuna tidak bertindak dibawah pengaruh amarah, penghormatan palsu
maupun sikap kasar. Karena itu, Arjuna tidak berasal dari sifat orang jahat.
Tindakan seorang ksatriya, anggota angkatan bersenjata, dalam melepaskan anak
panah terhadap musuh dianggap rohani, dan melalaikan kewajiban seperti itu
adalah perbuatan yang jahat. Karena itu, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk
menyesal. Siapa pun yang melaksanakan prinsip-prinsip yang mengatur berbagai
tingkatan hidup mantap secara rohani.
16.6
dvau bhūta-sargau loke 'smin
daiva āsura eva ca
daivo vistaraśaḥ proktā
āsuraḿ pārtha me śṛṇu
dvau—dua;
bhūta-sargau—makhluk-makhluk yang diciptakan;
loke—didunia;
asmin—ini;
daivaḥ—suci;
aśūrāḥ—jahat;
evā—pasti;
ca—dan;
daivaḥ—yang suci;
vistaraśaḥ—secara panjang lebar;
proktāḥ—dikatakan;
āsuram—jahat;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
me—dari-Ku;
śṛṇu—dengarlah.
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, di dunia ini ada dua jenis makhluk yang diciptakan.
Yang satu disebut suci dan yang lain jahat. Aku sudah menerangkan sifat-sifat
suci kepadamu secara panjang lebar. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang sifat-sifat
jahat.
Penjelasan
Sri Krishna sudah meyakinkan Arjuna bahwa Arjuna dilahirkan dengan
sifat-sifat suci. Sekarang Krishna menguraikan jalan yang jahat. Para makhluk
hidup yang terikat dibagi menjadi dua golongan di dunia ini. Orang yang dilahirkan
dengan sifat-sifat suci mengikuti kehidupan yang teratur yaitu; mereka mematuhi
aturan di dalam Kitab Suci dan aturan yang diberikan oleh para penguasa.
Hendaknya orang melaksanakan tugas-tugas kewajiban berdasarkan keterangan dari
Kitab Suci yang dapat dipercaya. Sikap seperti ini disebut suci. Orang yang
tidak mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur sebagai mana tercantum dalam Kitab
Suci dan bertindak menurut selera pribadi disebut jahat atau memiliki sifat
asura. Tiada standar selain mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur dari Kitab
Suci. Disebutkan dalam Kitab-kitab Veda bahwa para dewa dan orang jahat
sama-sama dilahirkan dari Prājāpati: Satu-satunya perbedaannya ialah bahwa
golongan yang satu mematuhi aturan Veda sedangkan yang lain tidak.
16.7
pravṛttiḿ ca nivṛttiḿ ca
janā na vidur āsurāḥ
na śaucaḿ nāpi cācāro
na satyaḿ teṣu vidyāte
pravṛttim—bertindak sebagaimana mestinya;
ca—juga;
nivṛttim—tidak
bertindak dengan cara yang tidak pantas;
ca—dan;
janaḥ—orang;
na—tidak
pernah;
viduḥ—mengetahui;
aśūrāḥ—bersifat jahat;
na—tidak
pernah;
śaucam—kebersihan;
na—tidak juga;
api—juga;
ca—dan;
ācāraḥ—tingkah laku;
na—tidak pernah;
satyam—kebenaran;
teṣu—dalam
mereka;
vidyāte—ada.
Terjemahan
Orang jahat tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
seharusnya. Kebersihan, tingkah laku yang pantas dan kebenaran tidak dapat
ditemukan dalam diri mereka.
Penjelasan
Dalam setiap masyarakat manusia yang beradab ada daftar aturan dan peraturan
Kitab Suci yang diikuti sejak awal. Khususnya di kalangan para Arya, orang yang
mengikuti peradaban Veda dan terkenal sebagai bangsa beradab yang paling maju,
orang yang tidak mengikuti aturan Kitab Suci dianggap orang jahat. Karena itu,
dinyatakan di sini bahwa orang jahat tidak mengetahui aturan Kitab Suci dan
tidak berminat mengikuti aturan itu sama sekali. Kebanyakan di antara mereka
tidak mengetahui aturan Kitab Suci. Kalaupun ada beberapa di antaranya yang
mengenal aturan Kitab Suci, mereka cenderung tidak mengikutinya. Mereka tidak mempunyai
keyakinan, dan mereka tidak bersedia bertindak menurut aturan Veda. Orang jahat
tidak bersih, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Hendaknya seseorang
selalu rajin menjaga kebersihan badannya dengan cara mandi, gosok gigi, cukur
jenggot, ganti pakaian, dan sebagainya. Mengenai kebersihan batin, hendaknya
seseorang selalu ingat nama-nama suci Tuhan dan mengucapkan mantra Hare Krishna
Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare /Hare Rāma Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare
Hare. Orang jahat tidak suka dan tidak mengikuti segala peraturan untuk
kebersihan lahir dan batin tersebut.
Mengenai tingkah laku, ada banyak aturan dan peraturan yang
membimbing tingkah laku manusia, misalnya Manu-samhita, hukum manusia. Sampai
sekarang, pengikut Veda mengikuti Manusamhita. Hukum warisan dan hukum-hukum
lain diambil dari kitab tersebut. Dalam Manu-samhita dinyatakan dengan jelas
bahwa seorang wanita hendaknya jangan diberi kebebasan. Itu tidak berarti bahwa
wanita harus diperbudak, tetapi wanita seperti anak-anak. Anak-anak tidak
diberi kebebasan, tetapi itu tidak berarti bahwa anak-anak diperbudak. Sekarang
orang jahat mengalpakan peraturan seperti itu, dan mereka menganggap wanita
seharusnya diberi kebebasan yang sama dengan pria. Akan tetapi, tindakan
tersebut tidak memperbaiki keadaan masyarakat di dunia. Sebenarnya, seorang
wanita sebaiknya diberi perlindungan pada setiap tahap kehidupan. Dalam usia
muda, seorang wanita harus dilindungi oleh ayahnya, dalam usia remaja dia
dilindungi oleh suaminya, dan dalam usia tua dia dilindungi oleh
Putera-puteranya yang sudah dewasa. Inilah tingkah laku yang layak dalam
masyarakat menurut Manu-samhita. Tetapi pendidikan modern sudah menciptakan
paham kehidupan wanita yang bersifat sombong secara tidak wajar sehingga di
beberapa tempat di dunia pernikahan hampir merupakan bayangan belaka dalam
masyarakat manusia. Keadaan moral kaum wanita saat ini juga tidak begitu baik.
Karena itu, orang jahat tidak menerima pelajaran mana pun yang baik untuk
masyarakat, sebab mereka tidak mengikuti pengalaman resi-resi yang mulia maupun
aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh para resi. Keadaan masyarakat orang
jahat sangat sengsara.
16.8
asatyam apratiṣṭhaḿ te
jagad āhur anīśvaram
aparaspara-sambhūtaḿ
kim anyat kāma-haitukam
asatyam—tidak nyata;
apratiṣṭham—tanpa dasar;
te—mereka;
jagat—manifestasi alam semesta;
āhuḥ—mengatakan;
anīśvaram—tanpa
pengendali;
aparaspara—tanpa sebab;
sambhūtam—bangkit;
kim
anyat—tidak ada sebab lain;
kāma-haitukam—disebabkan oleh nafsu
birahi belaka.
Terjemahan
Mereka mengatakan bahwa dunia ini tidak nyata, tidak ada dasarnya dan tidak
ada Tuhan yang mengendalikan. Mereka mengatakan bahwa dunia ini dihasilkan dari
keinginan untuk hubungan kelamin, dan tidak ada sebabnya selain nafsu birahi.
Penjelasan
Orang jahat menarik kesimpulan bahwa dunia adalah angan-angan belaka. Mereka
menganggap bahwa tidak ada sebab maupun akibat, tidak ada yang mengendalikan,
tidak ada tujuan: Segala sesuatu tidak nyata. Mereka mengatakan bahwa
manifestasi alam semesta ini timbul karena perbuatan material dan reaksi yang
terjadi kebetulan saja. Mereka tidak mengakui bahwa dunia ini diciptakan oleh
Tuhan dengan tujuan tertentu. Mereka mempunyai teori sendiri yaitu; bahwa dunia
ini telah timbul dengan cara sendiri dan tidak ada alasan untuk percaya bahwa
Tuhan Yang Maha Esa penyebab dunia ini. Menurut mereka, tidak ada perbedaan
antara roh dan alam, dan mereka tidak mengakui Roh Yang Paling Utama. Segala
sesuatu hanya unsur-unsur alam saja, seluruh alam semesta dianggap sebagai
sebatang kebodohan. Menurut mereka, segala sesuatu adalah kekosongan, dan
manifestasi apa pun yang ada disebabkan oleh kebodohan kita dalam usaha
mengerti hal-hal itu. Mereka menduga bahwa segala manifestasi keanekawarnaan
adalah perwujudan kebodohan. Seperti halnya dalam impian barangkali kita
menciptakan begitu banyak benda yang sebenarnya tidak nyata, begitu pula ketika
kita sadar akan terlihat bahwa segala-galanya hanya merupakan bayangan saja.
Tetapi sebenarnya, walaupun orang jahat mengatakan bahwa kehidupan adalah
impian, mereka ahli sekali menikmati impian itu. Karena itu, mereka tidak
memperoleh pengetahuan; melainkan, mereka semakin terlibat dalam dunia impian
mereka. Mereka menarik kesimpulan bahwa, seperti halnya anak hanya merupakan
akibat hubungan suami isteri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita,
begitu pula dunia ini dilahirkan tanpa rohnya. Menurut mereka, dunia ini
hanyalah gabungan unsur-unsur alam yang sudah menghasilkan makhluk hidup, dan
adanya sang roh tidak mungkin. Seperti halnya banyak makhluk hidup ke luar dari
keringat dan dari bangkai tanpa sebab, seluruh dunia yang hidup ke luar dari
gabungan-gabungan material manifestasi alam semesta. Karena itu, alam material
adalah sebab manifestasi ini, dan tidak ada sebabnya selain itu. Mereka tidak
percaya kepada sabda Krishna dalam Bhagavad-gita: mayā dhyaksena prakṛtiḥ
sūyate sacara-caram. Seluruh dunia material ini bergerak di bawah
perintah-Ku." Dengan kata lain, di kalangan orang jahat, tidak ada pengetahuan
yang sempurna tentang ciptaan dunia ini; semuanya mempunyai teori sendiri.
Menurut mereka, salah satu penafsiran tentang Kitab Suci sama baiknya dengan
tafsiran lain, sebab mereka tidak percaya terhadap pengertian baku tentang
aturan Kitab Suci.
16.9
etāḿ dṛṣṭim avaṣṭabhya
naṣṭātmāno 'lpa-buddhayaḥ
prabhavānty ugra-karmaṇaḥ
kṣayāya jagato 'hitāḥ
etām—ini;
dṛṣṭim—penglihatan;
avaṣṭabhya—menerima;
naṣṭa—setelah kehilangan;
ātmanāḥ—Diri-Nya;
alpa-buddhayaḥ—orang
yang kurang cerdas;
prabhavānti—berkembang;
ugra-karmaṇaḥ—sibuk
dalam kegiatan yang menyakitkan;
kṣayāya—untuk peleburan;
jagataḥ—dunia;
ahitāḥ—tidak menguntungkan.
Terjemahan
Dengan mengikuti kesimpulan-kesimpulan seperti itu, orang-orang jahat, yang
sudah kehilangan Diri-Nya dan tidak memiliki kecerdasan sama sekali, menekuni
pekerjaan yang tidak menguntungkan dan mengerikan dimaksudkan untuk
menghancurkan dunia.
Penjelasan
Orang jahat menekuni kegiatan yang akan membawa dunia ke jurang kehancuran.
Krishna menyatakan di sini bahwa orang-orang itu kurang cerdas. Orang duniawi,
yang tidak memahami Tuhan, menganggap diri mereka sedang maju. Tetapi menurut
Bhagavad-gita, mereka kurang cerdas dan tidak mempunyai otak sama sekali.
Mereka berusaha menikmati dunia material ini sejauh mungkin. Karena itu, mereka
selalu sibuk menemukan sesuatu untuk kepuasan indera. Penemuan duniawi seperti
itu dianggap kemajuan peradaban masyarakat manusia, tetapi akibatnya orang
semakin keras dan kejam: Kejam terhadap binatang dan kejam terhadap sesama
manusia. Mereka tidak memahami sama sekali bagaimana tingkah laku yang baik
satu sama lain. Membunuh binatang menonjol sekali di kalangan orang jahat.
Orang seperti itu dianggap musuh dunia, sebab akhirnya mereka akan menemukan
atau menciptakan sesuatu yang akan mengakibatkan semua orang hancur. Secara
tidak langsung, ayat ini meramalkan penemuan senjata-senjata nuklir, yang
sangat dibanggakan oleh seluruh dunia dewasa ini. Perang dapat meledak setiap
saat, dan senjata-senjata atom tersebut dapat mengakibatkan pembinasaan.
Benda-benda seperti itu dirancang semata-mata untuk menghancurkan dunia, dan
kenyataan ini sudah disebutkan di sini. Oleh karena orang-orang tidak percaya
kepada Tuhan, senjata-senjata tersebut ditemukan oleh masyarakat manusia;
senjata-senjata itu tidak dimaksudkan untuk kedamaian dan kemakmuran dunia.
16.10
kāmam āśritya duṣpūraḿ
dambha-māna-madānvitāḥ
mohād gṛhītvāsad-grāhān
pravartante 'śuci-vratāḥ
kāmam—hawa nafsu;
āśritya—berlindung kepada;
duṣpūram—tidak
dapat dipuaskan;
dambha—dari rasa bangga;
māna—dan kemasyhuran
palsu;
mada-anvitāḥ—terlena dalam rasa sombong;
mohāt—oleh
khayalan;
gṛhītvā—menerima;
asat—tidak kekal;
grāhān—hal-hal;
pravartante—mereka berkembang;
aśuci—kepada yang tidak bersih;
vratāḥ—bertekad.
Terjemahan
Dengan berlindung kepada hawa nafsu yang tidak dapat dipuaskan, terlena
dalam rasa sombong dan kemasyhuran yang palsu, orang jahat yang berkhayal
seperti itu selalu bertekad melakukan pekerjaan yang tidak bersih, sebab mereka
tertarik kepada hal-hal yang tidak kekal.
Penjelasan
Mental orang jahat diuraikan di sini. Hawa nafsu orang jahat tidak dapat
dipuaskan. Mereka akan terus menerus meningkatkan keinginan yang tidak dapat
dipuaskan untuk kenikmatan material di dalam hatinya. Walaupun mereka selalu
penuh kecemasan akibat menerima hal-hal yang tidak kekal, mereka terus menekuni
kegiatan seperti itu karena khayalan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan dan
tidak dapat mengetahui bahwa mereka sedang menuju ke arah yang keliru. Orang
yang jahat seperti itu menerima hal-hal yang tidak kekal, menciptakan Tuhan
sendiri, mengarang doa-doa pujian sendiri dan mengucapkannya menurut cara itu.
Akibatnya mereka selalu semakin tertarik pada dua hal—kenikmatan hubungan
kelamin dan mengumpulkan kekayaan material. Kata asucivratah, sumpah-sumpah
yang tidak bersih," sangat bermakna berhubungan dengan hal ini. Orang
jahat seperti itu hanya tertarik kepada minuman keras, wanita, perjudian dan
makan daging; itulah kebiasaan asuci, atau kebiasaan yang tidak bersih yang
dimiliki mereka. Mereka didorong oleh rasa bangga dan kemashyuran yang palsu
hingga menciptakan beberapa prinsip keagamaan yang tidak dibenarkan oleh aturan
Veda. Walaupun orang jahat seperti itu adalah yang paling jijik di dunia, secara
tidak wajar dunia menciptakan kemasyhuran palsu bagi mereka. Walaupun mereka
sedang meluncur menuju neraka, mereka menganggap Diri-Nya sudah maju sekali.
16.11-12
cintām aparimeyāḿ ca
pralayāntām upāśritāḥ
kāmopabhoga-paramā
etāvad iti niścitāḥ
āśā-pāśa-śatair baddhāḥ
kāma-krodha-parāyaṇāḥ
īhante kāma-bhogārtham
anyāyenārtha-sañcayān
cintām—rasa takut dan kecemasan;
aparimeyām—tidak dapat
diukur;
ca—dan;
pralaya-antām—sampai titik kematian;
upāśritāḥ—setelah
berlindung kepada;
kāma-upabhoga—kepuasan indera-indera;
paramaḥ—tujuan
hidup tertinggi;
etāvat—demikian;
iti—dengan cara seperti ini;
niścitāḥ—setelah
menentukan;
āśā-pāśa—ikatan dalam jaringan harapan;
śataiḥ—oleh
beratus-ratus;
baddhāḥ—dengan diikat;
kāma—tentang nafsu;
krodha—dan
amarah;
parāyaṇāḥ—selalu mantap dalam sikap mental;
īhante—mereka
menginginkan;
kāma—hawa nafsu;
bhoga—kenikmatan indera;
artham—dengan
tujuan;
anyāyena—dengan cara yang melanggar hukum;
artha—kekayaan;
sañcayān—mengumpulkan.
Terjemahan
Mereka percaya bahwa memuaskan indera-indera adalah kebutuhan utama
peradaban manusia. Karena itu, sampai akhir hidupnya, kecemasan mereka tidak
dapat diukur. Mereka diikat oleh jaringan beratus-ratus ribu keinginan dan
terikat dalam hawa nafsu dan amarah. Mereka mendapat uang untuk kepuasan
indera-indera dengan cara-cara yang melanggar hukum.
Penjelasan
Orang jahat menganggap kenikmatan indera adalah tujuan hidup tertinggi, dan
paham ini dipegangnya sampai meninggal. Mereka tidak percaya bahwa ada kehidupan
sesudah meninggal, dan mereka tidak percaya bahwa seseorang menerima berbagai
jenis badan menurut karmanya, atau kegiatannya di dunia ini. Rencana-rencana
kehidupan mereka tidak pernah berakhir. Mereka terus menyiapkan rencana semakin
banyak, dan semuanya tidak pernah selesai. Kami sendiri sudah berpengalaman
mengenai orang yang bersikap jahat seperti itu. Sampai saat meninggal sekalipun
dia minta supaya seorang dokter memperpanjang usianya selama empat tahun lagi,
sebab rencana-rencananya belum selesai. Orang bodoh seperti itu tidak
mengetahui bahwa seorang dokter tidak mungkin memperpanjang usia kita bahkan
selama sedetik pun. Bila panggilan sudah ada, kehendak manusia tidak
dipertimbangkan. Hukum-hukum alam tidak mengizinkan sedetik pun melewati apa
yang sudah ditakdirkan untuk dinikmati seseorang. Orang jahat, yang tidak
percaya kepada Tuhan maupun Roh Yang Utama di dalam Diri-Nya, melakukan segala
jenis kegiatan yang berdosa hanya demi kepuasan indera-indera. Ia tidak
mengetahui bahwa ada saksi yang bersemayam di dalam hatinya. Roh Yang Utama
menyaksikan kegiatan roh individual. Sebagaimana dinyatakan dalam
Upanisad-upanisad, ada dua ekor burung yang hinggap pada sebatang pohon; yang
satu bertindak dan menikmati atau menderita buah pada cabang-cabang pohon,
sedangkan yang lain menyaksikan. Tetapi orang jahat tidak memiliki pengetahuan
tentang Kitab Suci Veda, maupun tentang kepercayaan apa pun; karena itu dia
merasa dirinya bebas untuk melakukan apa pun demi kenikmatan indera-indera,
biar bagaimanapun akibatnya.
16.13-15
idam adya mayā labdham
imaḿ prāpsye manoratham
idam astīdam api me
bhaviṣyati punar dhanam
asau mayā hataḥ śatrur
haniṣye cāparān api
īśvaro 'ham ahaḿ bhogī
siddho 'haḿ balavān sukhī
āḍhyo 'bhijanavān asmi
ko 'nyo 'sti sadṛśo mayā
yakṣye dāsyāmi modiṣya
ity ajñāna-vimohitāḥ
idam—ini;
adya—hari ini;
mayā—oleh-Ku;
labdham—didapatkan;
imām—ini;
prāpsye—akan kudapatkan;
manaḥ-ratham—menurut
kehendakku;
idam—ini;
asti—ada;
idam—ini;
api—juga;
me—milikku;
bhaviṣyati—akan meningkat pada masa yang akan
datang;
punaḥ—lagi;
dhanam—kekayaan;
asau—itu;
mayā—oleh-Ku;
hataḥ—sudah dibunuh;
śatruḥ—musuh;
haniṣye—akan
kubunuh;
ca—juga;
aparān—orang lain;
api—pasti;
īśvaraḥ—penguasa;
aham—aku adalah;
aham—aku adalah;
bhogī—yang menikmati;
siddhaḥ—sempurna;
aham—aku adalah;
bala-vān—perkasa;
sukhī—bahagia;
āḍhyaḥ—kaya;
abhijana-vān—diiringi oleh sanak keluarga yang bersifat bangsawan;
asmi—Aku
adalah;
kaḥ—siapa;
anyaḥ—lain;
asti—ada;
sadṛśaḥ—seperti;
mayā—aku;
yakṣye—aku akan mengorbankan;
dāsyāmi—aku akan
memberi sumbangan;
modiṣye—aku akan bersenang hati;
iti—demikian;
ajñāna—oleh kebodohan;
vimohitāḥ—dikhayalkan.
Terjemahan
Orang jahat berpikir: Sekian banyak kekayaan kumiliki hari ini, dan aku akan
memperoleh kekayaan lebih banyak lagi menurut rencanaku. Sekian banyak kumiliki
sekarang, dan jumlah itu bertambah semakin banyak pada masa yang akan datang.
Dia musuhku, dan dia sudah kubunuh, dan musuh-musuhku yang lain juga akan
terbunuh. Akulah penguasa segala sesuatu. Akulah yang menikmati. Aku sempurna,
perkasa dan bahagia. Aku manusia yang paling kaya, diiringi oleh keluarga yang
bersifat bangsawan. Tiada seorang pun yang seperkasa dan sebahagia diriku. Aku
akan melakukan korban suci, dan memberi sumbangan, dan dengan demikian aku akan
menikmati." Dengan cara seperti inilah, mereka dikhayalkan oleh kebodohan.
Tidak ada penjelasan.
16.16
aneka-citta-vibhrāntā
moha-jāla-samāvṛtāḥ
prasaktāḥ kāma-bhogeṣu
patanti narake 'śucau
aneka—banyak;
citta—oleh kecemasan;
vibhrāntāḥ—dibingungkan;
moha—dari khayalan-khayalan;
jāla—oleh jala;
samāvṛtaḥ—dikelilingi;
prasaktāḥ—terikat;
kāma-bhogeṣu—pada kepuasan indera-indera;
patanti—mereka
meluncur;
narake—ke dalam neraka;
aśucau—tidak suci.
Terjemahan
Dibingungkan oleh berbagai kecemasan seperti itu dan diikat oleh jala
khayalan, ikatan mereka terhadap kenikmatan indera-indera menjadi terlalu keras
dan mereka jatuh ke dalam neraka.
Penjelasan
Orang jahat tidak mengetahui batas keinginannya untuk memperoleh uang.
Keinginan itu tidak terhingga. Dia hanya berpikir berapa perkiraan harta
bendanya pada saat ini dan ia merencanakan untuk menggunakan modal kekayaan itu
semakin banyak. Karena itulah dia tidak segan bertindak dengan cara berdosa
manapun dan dia berdagang di pasar gelap untuk kepuasan yang melanggar hukum.
Dia berkhayal karena harta benda yang sudah dimilikinya, misalnya tanah,
keluarga, rumah dan saldo di bank, dan dia selalu merencanakan cara-cara untuk
menambah harta benda itu. Dia percaya pada kekuatan pribadinya, dan dia tidak
mengetahui bahwa apa pun yang diperolehnya adalah hasil perbuatan baik yang
dilakukannya pada masa lampau. Dia diberi kesempatan untuk mengumpulkan
benda-benda tersebut, tetapi dia tidak memahami penyebab-penyebab dari masa
lampau. Dia hanya berpikir bahwa semua kekayaan yang telah dikumpulkannya
disebabkan oleh usaha pribadinya. Orang jahat percaya pada kekuatan pekerjaan
pribadinya, dan dia tidak percaya pada hukum karma. Menurut hukum karma,
seseorang dilahirkan dalam keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi dalam
masyarakat, ia menjadi kaya, dididik dengan baik, atau memiliki badan yang
cantik atau tampan sekali karena pekerjaan baik yang dilakukan pada masa
lampau. Orang jahat menganggap segala hal tersebut terjadi kebetulan saja dan
disebabkan oleh kekuatan kecakapan pribadi. Mereka tidak melihat susunan apa
pun di belakang segala keanekaan manusia, kecantikan atau ketām panan dan pendidikan.
Siapa pun yang bersaing dengan orang jahat seperti itu dianggap musuhnya. Ada
banyak orang jahat, dan semuanya saling memusuhi. Rasa benci tersebut meningkat
semakin dalam—antara orang, kemudian antara keluarga, antara
masyarakat-masyarakat, dan akhirnya antara bangsa. Karena itulah keresahan,
perang dan rasa benci senantiasa timbul di mana-mana di dunia.
Setiap orang jahat menganggap Diri-Nya dapat hidup dengan
mengorbankan semua orang lain. Pada umumnya, orang jahat menganggap Diri-Nya
adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan guru yang jahat memberitahukan kepada para
pengikutnya: Mengapa kalian mencari Tuhan di tempat lain? Bukankah kalian semua
Tuhan! Apapun yang kalian sukai, kalian dapat melakukannya. Tidak usah percaya
kepada Tuhan. Tuhan dibuang saja. Tuhan sudah mati." Inilah ajaran orang
jahat.
Walaupun orang jahat melihat orang lain sama-sama kaya dan
berpengaruh, atau lebih dari itu, dia menganggap tiada seorang pun yang lebih
kaya dari pada Diri-Nya dan tiada seorang pun yang lebih berpengaruh dari pada
Diri-Nya. Mengenai pengangkatan kepada susunan planet yang lebih tinggi, dia
tidak percaya kepada pelaksanaan yajñā, atau korban suci. Orang jahat berpikir
bahwa mereka akan membuat proses yajñā sendiri dan menyiapkan sejenis mesin
yang akan memungkinkan mereka mencapai segala planet yang tinggi. Contoh orang
jahat seperti itu yang paling tepat adalah Ravana. Ravana menawarkan rencananya
untuk mendirikan tangga supaya siapa pun dapat mencapai planet-planet surga
tanpa melakukan korban suci seperti yang dianjurkan dalam Veda. Seperti itu
pula, dewasa ini orang jahat seperti Ravana sedang berusaha mencapai
susunan-susunan planet yang lebih tinggi dengan menggunakan mesin-mesin. Ini
contoh-contoh orang yang kebingungan. Akibatnya mereka meluncur masuk neraka
tanpa mengetahuinya. Di sini kata Sansekerta mohajala sangat bermakna. Jala
berarti jala"; seperti ikan terperangkap dalam jala, mereka tidak
mempunyai jalan keluar.
16.17
ātma-sambhāvitāḥ stabdhā
dhana-māna-madānvitāḥ
yajante nāma-yajñais te
dambhenāvidhi-pūrvakam
ātma-sambhāvitāḥ—malas dalam diri sendiri;
stabdhāḥ—tidak
sopan;
dhana-māna—dari kekayaan dan penghormatan;
mada—dalam
khayalan;
anvitāḥ—terlena;
yajante—mereka melakukan korban suci;
nāma—hanya dalam nama saja;
yajñaiḥ—dengan korban suci;
te—mereka;
dambhena—dari rasa bangga;
avidhi-pūrvakam—tanpa mengikuti aturan
dan peraturan sama sekali.
Terjemahan
Malas dalam diri sendiri dan selalu kurang sopan, berkhayal karena kekayaan
dan penghormatan palsu, kadang-kadang mereka melakukan korban suci secara
bangga hanya dalam nama saja, tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.
Penjelasan
Orang jahat menganggap Diri-Nya segala-galanya, dan tidak mempedulikan
kekuasaan maupun Kitab Suci apapun. Kadang-kadang mereka melakukan kegiatan
yang hanya namanya saja kegiatan keagamaan atau upacara-upacara korban suci.
Oleh karena mereka tidak percaya pada kekuasaan apapun, mereka sangat kurang
sopan. Ini disebabkan oleh khayalan karena mengumpulkan sejumlah kekayaan dan
kehormatan palsu. Kadang-kadang orang jahat seperti itu berperan sebagai guru
kerohanian, kemudian menyesatkan rakyat, dan menjadi terkenal sebagai tokoh
yang memperbaharui kerohanian atau sebagai penjelmaan-penjelmaan Tuhan. Mereka
memberi pertunjukkan pelaksanaan korban suci, atau menyembah dewa-dewa, atau
menciptakan Tuhan sendiri. Orang awam memaklumkan bahwa orang jahat tersebut
adalah Tuhan, lalu menyembah mereka, dan orang bodoh menganggap mereka sudah
maju dalam prinsip-prinsip keagamaan, atau prinsip-prinsip pengetahuan rohani.
Mereka mengenakan pakaian seperti orang pada tingkatan hidup untuk melepaskan
hal-hal duniawi lalu melakukan segala jenis kegiatan yang bukan-bukan sambil
mengenakan pakaian itu. Sebenarnya, ada banyak peraturan untuk orang yang sudah
melepaskan ikatannya terhadap dunia ini. Akan tetapi, orang jahat tidak
mempedulikan aturan itu. Mereka menganggap jalan apa pun yang dapat diciptakan
seseorang adalah jalannya sendiri; mereka menganggap tidak ada jalan baku yang
harus diikuti seseorang. Kata avidhi-pūrvakam, yang berarti mengalpakan aturan
dan peraturan, khususnya ditegaskan di sini. Hal-hal ini selalu disebabkan oleh
kebodohan dan khayalan.
16.18
ahańkāraḿ balaḿ darpaḿ
kāmaḿ krodhaḿ ca
saḿśritāḥ
mām ātma-para-deheṣu
pradviṣanto 'bhyasūyakāḥ
ahańkāram—keakuan palsu;
balam—kekuatan;
darpam—rasa
bangga;
kāmam—hawa nafsu;
krodham—amarah;
ca—juga;
samśritāh—setelah
berlindung kepada;
mām—Aku;
ātmā—dalam milik mereka sendiri;
parā—dan
di dalam yang lain;
deheṣu—badan-badan;
pradviṣantaḥ—menghina;
abhyasūyakāḥ—iri.
Terjemahan
Orang jahat dibingungkan oleh keakuan palsu, kekuatan, rasa bangga, hawa
nafsu dan amarah sehingga mereka menjadi iri terhadap Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, yang bersemayam di dalam badan mereka sendiri dan juga di dalam badan
orang lain, dan mereka menghina dharma yang sejati.
Penjelasan
Orang jahat selalu menentang Kemahakuasaan Tuhan, dan dia tidak percaya
kepada Kitab Suci. Dia iri terhadap Kitab Suci dan adanya Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Ini disebabkan oleh apa yang disebut penghormatan, kekayaan dan
kekuatan yang dikumpulkannya. Ia tidak mengetahui bahwa kehidupan sekarang
adalah persiapan untuk penjelmaan yang akan datang. Karena ia tidak mengetahui
hal ini, ia sebenarnya iri hati kepada Diri-Nya sendiri dan juga kepada orang
lain. Ia melakukan kekerasan terhadap badan-badan lain dan juga terhadap
badannya sendiri. Dia tidak mempedulikan Kemahakuasaan Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, sebab ia tidak memiliki pengetahuan. Oleh karena dia iri terhadap
Kitab Suci dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia mengemukakan argumentasi
palsu yang menentang adanya Tuhan dan menolak kekuasaan Kitab Suci. Dia
menganggap Diri-Nya bebas dan perkasa dalam segala perbuatan. Dia menganggap
bahwa oleh karena tiada seorang pun yang menandingi kekuatannya, kewibawaannya
maupun kekayaannya, ia bebas bertindak dengan cara apa pun dan tiada seorang
pun yang dapat melawan. Kalau ada musuhnya yang mungkin mengalangi kemajuan
kegiatan indera-inderanya, dia membuat rencana-rencana untuk memotong kedudukan
orang itu dengan kekuatannya sendiri.
16.19
tān ahaḿ dviṣataḥ krūrān
saḿsāreṣu narādhamān
kṣipāmy ajasram aśubhān
āsurīṣv eva yoniṣu
tān—itu;
aham—Aku;
dviṣataḥ—iri;
krūrān—nakal;
saḿsāreṣu—ke dalam lautan kehidupan material;
nara-adhamān—manusia
yang paling rendah;
kṣipāmi—Aku tempatkan;
ajasram—untuk
selamanya;
aśubhān—tidak menguntungkan;
āsurīṣu—jahat;
evā—pasti;
yoniṣu—ke dalam kandungan-kandungan.
Terjemahan
Orang yang iri dan nakal, manusia yang paling rendah, untuk selamanya
Kubuang ke dalam lautan kehidupan material, di dalam berbagai jenis kehidupan
yang jahat.
Penjelasan
Dalam ayat ini disebutkan dengan jelas bahwa penempatan roh individual
tertentu ke dalam badan tertentu adalah hak kehendak Yang Mahakuasa. Barangkali
orang jahat tidak setuju mengakui Kemahakuasaan Tuhan, dan memang kenyataan
bahwa dia boleh bertindak menurut kehendak pribadi, tetapi penjelmaan yang akan
datang akan bergantung kepada keputusan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bukan
pada Diri-Nya sendiri. Dalam Srimad-Bhagavatam, skanda Tiga, dinyatakan bahwa
sesudah roh individual meninggal, ia di tempatkan di dalam kandungan seorang
ibu. Di sana ia memperoleh jenis badan tertentu di bawah pengawasan kekuatan
yang lebih tinggi. Karena itu, dalam kehidupan material kita menemukan banyak
jenis kehidupan—binatang, serangga, manusia, dan sebagainya. Semuanya disusun
oleh kekuatan yang lebih tinggi. Semuanya tidak hanya terwujud secara kebetulan
saja. Mengenai orang jahat, dinyatakan dengan jelas di sini bahwa mereka
ditempatkan di dalam kandungan-kandungan orang-orang jahat untuk selamanya, dan
dengan demikian mereka terus bersikap iri, yaitu manusia yang paling rendah.
Dinyatakan bahwa jenis manusia yang jahat seperti itu selalu penuh hawa nafsu,
selalu bersikap keras, penuh rasa benci dan selalu tidak bersih. Berbagai jenis
pemburu di rimba-rimba dianggap termasuk jenis kehidupan yang jahat.
16.20
āsurīḿ yonim āpannā
mūḍhā janmāni janmāni
mām aprāpyaiva kaunteya
tato yānty adhamāḿ gatim
āsurīm—jahat;
yonim—jenis-jenis kehidupan;
āpannāḥ—memperoleh;
mūḍhāḥ—orang bodoh;
janmāni janmāni—dalam banyak
penjelmaan;
mām—Aku;
aprāpya—tanpa memperoleh;
evā—pasti;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
tataḥ—sesudah itu;
yānti—pergi;
adhamām—terkutuk;
gatim—tujuan.
Terjemahan
Setelah dilahirkan berulang kali di tengah-tengah jenis-jenis kehidupan yang
jahat, orang seperti itu tidak pernah dapat mendekati-Ku, wahai putera Kuntī .
Berangsur-angsur mereka merosot hingga mencapai jenis kehidupan yang paling
menjijikkan.
Penjelasan
Diketahui bahwa Tuhan adalah Yang Mahakarunia, tetapi disini kita menemukan
bahwa Tuhan tidak pernah mengaruniai orang jahat. Dinyatakan dengan jelas bahwa
orang jahat di tempatkan di dalam kandungan orang jahat yang serupa di dalam
banyak penjelmaan, dan oleh karena mereka tidak mencapai karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa, mereka semakin menurun, sampai akhirnya mencapai badan seperti
badan kucing, anjing, dan babi. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat
seperti itu hampir tidak mungkin mendapat karunia dari Tuhan pada suatu
tingkatan hidup berikutnya. Dalam Veda juga dinyatakan bahwa orang seperti itu
berangsur-angsur merosot hingga menjadi anjing dan babi. Kemudian, berhubungan
dengan hal ini, mungkin ada orang yang mengatakan bahwa seharusnya Tuhan tidak
dinyatakan Yang Mahakarunia kalau Beliau tidak mengaruniai orang jahat
tersebut. Sebagai jawaban atas pertanyaan itu, dalam Vedanta-sutra kita
menemukan pernyataan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak membenci siapa pun.
Menempatkan para asura, atau orang jahat, dalam status hidup terendah hanyalah
aspek lain dari karunia Beliau. Kadang-kadang para asura di bunuh oleh Tuhan
Yang Maha Esa, tetapi pembunuhan seperti ini juga baik untuk mereka, sebab
dalam kesusasteraan Veda kita menemukan pernyataan bahwa siapa pun yang dibunuh
oleh Tuhan Yang Maha Esa mencapai pembebasan (mokṣa). Ada contoh-contoh dalam
sejarah mengenai banyak asura—misalnya, Ravana, Kamsa dan Hiranyakasipu . Tuhan
muncul di hadapan asura-asura tersebut dalam berbagai penjelmaan-Nya hanya untuk
membunuh mereka. Karena itu, karunia Tuhan diperlihatkan kepada para asura
kalau mereka cukup beruntung hingga dibunuh oleh Beliau.
16.21
tri-vidhaḿ narakasyedaḿ
dvāraḿ nāśanam ātmanaḥ
kāmaḥ krodhas tathā lobhas
tasmād etat trayaḿ tyajet
tri-vidham—tiga jenis;
narakasya—tentang neraka;
idam—ini;
dvāram—pintu gerbang;
nāśanam—yang menghancurkan;
ātmanāḥ—tentang
sang diri;
kāmaḥ—hawa nafsu;
krodhaḥ—amarah;
tathā—dan;
lobhaḥ—loba;
tasmāt—karena itu;
etat—ini;
trayam—tiga;
tyajet—orang
harus meninggalkan.
Terjemahan
Ada tiga pintu gerbang menuju neraka tersebut—hawa nafsu, amarah dan loba.
Setiap orang waras harus meninggalkan tiga sifat ini, sebab tiga sifat ini
menyebabkan sang roh merosot.
Penjelasan
Awal kehidupan yang jahat diuraikan di sini. Seseorang berusaha memuaskan
hawa nafsunya, dan bila ia tidak berhasil, timbullah amarah dan loba. Orang
waras yang tidak ingin meluncur ke dalam jenis-jenis kehidupan jahat harus
berusaha meninggalkan tiga musuh tersebut, yang dapat membunuh sang diri sampai
tingkat kemungkinan pembebasan dari ikatan material ini tidak ada.
16.22
etair vimuktaḥ kaunteya
tamo-dvārais tribhir naraḥ
ācaraty ātmanaḥ śreyas
tato yāti parāḿ gatim
etaiḥ—dari yang ini;
vimuktaḥ—dengan dibebaskan;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
tamaḥ-dvāraiḥ—dari gerbang kebodohan;
tribhiḥ—dari
tiga jenis;
naraḥ—seseorang;
ācarati—melakukan;
ātmanāḥ—bagi
sang diri;
śreyaḥ—berkat;
tataḥ—sesudah itu;
yāti—ia
pergi;
param—kepada Yang Mahakuasa;
gatim—tujuan.
Terjemahan
Orang yang sudah bebas dari tiga gerbang neraka tersebut melakukan perbuatan
yang menguntungkan untuk keinsafan diri dan dengan demikian berangsur-angsur ia
mencapai tujuan yang paling utama, wahai putera Kuntī.
Penjelasan
Seseorang harus hati-hati sekali tentang tiga musuh kehidupan manusia yaitu:
Hawa nafsu, amarah dan loba. Semakin seseorang dibebaskan dari hawa nafsu,
amarah dan loba, hidupnya semakin suci. Kemudian ia dapat mengikuti aturan dan
peraturan yang dianjurkan dalam Kitab-kitab Veda. Dengan mengikuti
prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan manusia, berangsur-angsur seseorang
maju sampai tingkat keinsafan rohani. Kalau seseorang cukup beruntung seperti
itu, dan melalui latihan, sehingga ia maju sampai tingkat kesadaran Krishna, sukses
terjamin baginya. Dalam kesusasteraan Veda, cara-cara perbuatan dan reaksi
ditetapkan untuk memungkinkan seseorang mencapai tingkat penyucian. Seluruh
cara tersebut berdasarkan prinsip meninggalkan nafsu, loba dan amarah. Dengan
mengembangkan pengetahuan tentang proses tersebut, seseorang dapat diangkat
sampai kedudukan tertinggi keinsafan diri; keinsafan diri tersebut
disempurnakan dalam bhakti. Dalam bhakti itu, pembebasan roh yang terikat
terjamin. Karena itu, menurut sistem Veda, ditetapkan empat golongan tingkatan
hidup dan empat tingkatan hidup. Ini disebut susunan golongan masyarakat dan
susunan tingkatan rohani. Ada berbagai aturan dan peraturan untuk berbagai
golongan dan bagian masyarakat, dan kalau seseorang sanggup mengikuti peraturan
itu, dengan sendirinya ia akan diangkat sampai tingkat keinsafan rohani
tertinggi. Pada waktu itu ia pasti memperoleh pembebasan.
16.23
yaḥ śāstra-vidhim utsṛjya
vartate kāma-kārataḥ
na sa siddhim avāpnoti
na sukhaḿ na parāḿ gatim
yaḥ—siapa pun yang;
śāstra-vidhim—aturan Kitab Suci;
utsṛjya—meninggalkan;
vartate—tetap;
kāma-kārataḥ—bertindak seenaknya dalam hawa
nafsu;
na—tidak pernah;
saḥ—dia;
siddhim—kesempurnaan;
avāpnoti—memperoleh;
na—tidak pernah;
sukham—kebahagiaan;
na—tidak pernah;
param—paling
utama;
gatim—tingkat kesempurnaan.
Terjemahan
Orang yang meninggalkan aturan Kitab Suci dan bertindak menurut kehendak
sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi.
Penjelasan
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, śastra-vidhi, atau petunjuk dari śastra,
diberikan kepada berbagai golongan dan tingkatan masyarakat manusia. Seharusnya
semua orang mengikuti aturan dan peraturan tersebut. Kalau seseorang tidak
mengikuti aturan tersebut dan bertindak seenaknya menurut nafsu, loba dan
kehendak pribadinya, maka dia tidak akan pernah menjadi sempurna dalam
kehidupannya. Dengan kata lain, barangkali seseorang mengetahui segala hal
tersebut secara teori, tetapi kalau ia tidak melaksanakannya dalam kehidupannya
sendiri, maka ia harus dikenal sebagai manusia yang paling rendah. Dalam
kehidupan manusia, seharusnya makhluk hidup waras dan mematuhi peraturan yang
telah diberikan untuk meningkatkan kehidupannya sampai tingkat tertinggi,
tetapi kalau ia tidak mengikuti peraturan itu, maka ia akan merosot. Walaupun
ia mematuhi aturan dan peraturan serta prinsip-prinsip moral tetapi akhirnya
tidak mencapai tingkat pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka segala
pengetahuannya dirusakkan. Kalaupun ia mengakui adanya Tuhan tetapi tidak
menekuni bhakti kepada Tuhan, maka usaha-usahanya dirusakkan. Karena itu,
seharusnya seseorang berangsur-angsur mengangkat Diri-Nya sampai tingkat
kesadaran Krishna dan bhakti; pada waktu itulah ia dapat mencapai tingkat
kesempurnaan tertinggi, bukan dengan cara lain.
Kata kamakaratah sangat bermakna. Orang yang melanggar
peraturan secara sadar bertindak dalam nafsu. Dia mengetahui bahwa suatu
perbuatan dilarang, namun tetap dilakukan. Ini disebut bertindak seenaknya. Ia
mengetahui bahwa seharusnya perbuatannya ini tidak dilakukan, tetapi ia masih
melakukan perbuatan itu juga; dia disebut orang yang bertingkah. Orang seperti
itu akan disalahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara takdir. Orang seperti itu
tidak dapat memperoleh kesempurnaan yang dimaksudkan untuk kehidupan manusia.
Kehidupan manusia khususnya dimaksudkan untuk menyucikan kehidupan, dan orang
yang tidak mengikuti aturan dan peraturan tidak dapat menyucikan Diri-Nya, atau
pun mencapai tingkat kebahagiaan yang sejati.
16.24
tasmāc chāstraḿ pramāṇaḿ
te
kāryākārya-vyavasthitau
jñātvā śāstra-vidhānoktaḿ
karma kartum ihārhasi
tasmāt—karena itu;
śastram—Kitab Suci;
pramāṇam—bukti;
te—milikmu;
kārya—kewajiban;
akārya—dan kegiatan
terlarang;
vyavasthitau—alam menentukan;
jñātvā—mengetahui;
śastra—dari
Kitab Suci;
vidhāna—peraturan;
uktam—sebagaimana dimaklumkan;
karma—pekerjaan;
kartum—melakukan;
iha—di dunia ini;
arhasi—engkau harus.
Terjemahan
Karena itu, seharusnya seseorang mengerti apa itu kewajiban dan apa yang
bukan kewajiban menurut peraturan Kitab Suci. Dengan mengetahui aturan dan
peraturan tersebut, hendaknya ia bertindak dengan cara supaya berangsur-angsur
Diri-Nya maju ke tingkat yang lebih tinggi.
Penjelasan
Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Lima belas, segala aturan dan peraturan
Veda dimaksudkan untuk mengetahui tentang Krishna. Kalau seseorang mengetahui
tentang Krishna dari Bhagavad-gita, sudah mantap dalam kesadaran Krishna, dan
menekuni bhakti, ia sudah mencapai kesempurnaan pengetahuan tertinggi yang diberikan
oleh kesusasteraan Veda. Sri Caitanya Mahaprabhu mempermudah proses tersebut:
Beliau hanya meminta supaya orang mengucapkan mantra: Hare Krishna, Hare
Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare
Hare, menekuni bhakti kepada Tuhan dan makan sisa makanan yang sudah
dipersembahkan kepada Krishna. Orang yang menekuni segala kegiatan bhakti
tersebut secara langsung sudah mempelajari segala kesusasteraan Veda. Ia sudah
mencapai kesimpulannya secara sempurna. Tentu saja, bagi orang biasa yang belum
sadar akan Krishna atau belum menekuni bhakti, apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus tidak dilakukan harus ditentukan oleh peraturan Veda. Seseorang
harus bertindak menurut keputusan-keputusan itu, tanpa membantah. Itu disebut
mengikuti prinsip-prinsip śastra, atau Kitab Suci. Sastra adalah bebas dari
empat kelemahan utama yang dapat dilihat pada roh yang terikat yaitu:
Indera-indera yang kurang sempurna, kecenderungan menipu, pasti berbuat
kesalahan, dan pasti berkhayal. Empat kelemahan utama dalam kehidupan terikat
menyebabkan seseorang tidak memenuhi syarat untuk menetapkan aturan dan
peraturan. Karena itu, aturan dan peraturan sebagaimana diuraikan dalam
śastra—di atas kelemahan tersebut—diterima tanpa perubahan oleh semua orang
suci yang mulia, ācārya-ācārya dan roh-roh yang mulia.
Di India ada banyak golongan pengertian rohani, yang pada
umumnya digolongkan menjadi dua yaitu: Orang tidak mengakui bentuk pribadi
Tuhan dan orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Akan tetapi, kedua golongan
tersebut hidup menurut prinsip-prinsip Veda. Seseorang tidak dapat naik sampai
tingkat kesempurnaan tanpa mengikuti prinsip-prinsip Kitab Suci. Karena itu,
orang yang sungguh-sungguh memahami arti śastra adalah orang yang beruntung.
Dalam masyarakat manusia, rasa enggan terhadap prinsip-prinsip mengerti tentang
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan keadaan semua orang jatuh. Itulah
kesalahan terbesar dalam kehidupan manusia. Karena itu, mayā, tenaga material
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, selalu mempersulit kita dalam bentuk tiga
jenis kesengsaraan. Tenaga material itu terdiri dari tiga sifat alam material.
Seseorang harus mengangkat Diri-Nya sekurang-kurangnya sampai sifat kebaikan
sebelum jalan menuju pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa dapat dibuka. Tanpa
mengangkat diri sampai taraf sifat kebaikan, seseorang tetap dalam kebodohan
dan nafsu, yang menyebabkan kehidupan jahat. Orang yang berada dalam
sifat-sifat nafsu dan kebodohan mengejek Kitab Suci, mengejek orang suci dan
mengejek pengertian yang benar tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mereka
melanggar pelajaran sang guru kerohanian, dan mereka tidak mempedulikan
peraturan Kitab Suci. Meskipun mereka mendengar tentang kebesaran pengabdian
suci bhakti, mereka tidak tertarik. Karena itu, mereka membuat cara sendiri
untuk maju. Inilah beberapa kelemahan masyarakat manusia yang membawa orang
menuju status kehidupan yang bersifat jahat. Akan tetapi, kalau seseorang dapat
dibimbing oleh seorang guru kerohanian yang benar dan dapat dipercaya, yang
sanggup membimbing orang ke jalan kemajuan sampai tingkat yang lebih tinggi,
maka kehidupannya akan menjadi sukses.
Demikianlah telah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Enam belas
Srimad-Bhagavad-gita perihal Sifat Rohani dan Sifat Jahat."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Sifat Rohani dan Sifat
Jahat
16.1-3
śrī-bhagavān
uvāca
abhayaḿ
sattva-saḿśuddhir
jñāna-yoga-vyavasthitiḥ
dānaḿ
damaś ca yajñaś ca
svādhyāyas
tapa ārjavam
ahiḿsā
satyam akrodhas
tyāgaḥ
śāntir apaiśunam
dayā
bhūteṣv aloluptvaḿ
mārdavaḿ
hrīr acāpalam
tejaḥ
kṣamā dhṛtiḥ śaucam
adroho
nāti-mānitā
bhavānti
sampadaḿ daivīm
abhijātasya
bhārata
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; abhayam—kebebasan
dari rasaan takut; sattva-saḿśuddhiḥ—penyucian kehidupan; jñāna—dalam
pengetahuan; yoga—tentang hubungan; vyavasthitiḥ—keadaan; dānam—kedermawanan;
damaḥ—mengendalikan pikiran; ca—dan; yajñaḥ—pelaksanaan
korban suci; ca—dan; svādhyāyaḥ—mempelajari tentang
kesusasteraan Veda; tapaḥ—pertapaan; ārjavam—kesederhanaan; ahiḿsā—tidak
melakukan kekerasan; satyam—kejujuran; akrodhaḥ—kebebasan dari
amarah; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; śāntiḥ—ketenangan; apaiśunam—tidak
mencari-cari kesalahan; dayā—karunia; bhūteṣu—terhadap semua
makhluk hidup; aloluptvām—kebebasan dari loba; mārdavam—sifat
lembut; hrīḥ—sifat sopan dan rendah hati; acāpalam—ketabahan
hati; tejaḥ—sifat giat; kṣamā—sifat mengampuni; dhṛtiḥ—sifat
ulet; śaucam—kebersihan; adrohaḥ—kebebasan dari rasa iri; na—tidak;
ati-mānitā—mengharapkan penghormatan; bhavānti—adalah; sampadam—sifat-sifat;
daivīm—sifat rohani; abhijātasya—milik orang yang dilahirkan
dari; bhārata—wahai putera Bhārata.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda: Kebebasan dari rasa takut; penyucian kehidupan; pengembangan
pengetahuan rohani; kedermawanan; mengendalikan diri; pelaksanaan korban suci;
mempelajari Veda; pertapaan; kesederhanaan; tidak melakukan kekerasan;
kejujuran; kebebasan dari amarah; pelepasan ikatan; ketenangan; tidak
mencaricari kesalahan; kasih sayang terhadap semua makhluk hidup; pembebasan
dari loba; sifat lembut; sifat malu; ketabahan hati yang mantap; kekuatan;
mudah mengampuni; sifat ulet; kebersihan; kebebasan dari rasa iri dan gila
hormat—sifat-sifat rohani tersebut dimiliki oleh orang suci yang diberkati
dengan sifat rohani, wahai putera Bhārata
Penjelasan
Pada Awal Bab Lima Belas, pohon
beringin dunia material ini dijelaskan. Akar-akar tambahan yang keluar dari
pohon itu diumpamakan sebagai kegiatan para makhluk hidup. Beberapa di antara
kegiatan itu menguntungkan, dan beberapa di antaranya tidak menguntungkan.
Dalam Bab Sembilan juga dijelaskan tentang para dewa, atau tujuan-tujuan yang
suci, dan para asura, atau tujuan-tujuan yang jahat dan tidak suci, atau
raksasa. Menurut upacara-upacara Veda, kegiatan dalam sifat kebaikan
menguntungkan demi kemajuan dalam menempuh jalan pembebasan, dan kegiatan
seperti itu terkenal sebagai daivi-prakṛti, atau kegiatan yang bersifat
rohani. Orang yang mantap dalam sifat rohani maju menempuh jalan pembebasan. Di
pihak lain, orang yang bertindak dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak
mungkin mencapai pembebasan. Mereka harus tetap tinggal di dunia material ini
sebagai manusia, atau mereka akan merosot hingga dilahirkan sebagai jenis-jenis
binatang atau jenis-jenis kehidupan yang lebih rendah. Dalam Bab Enam belas
ini, Tuhan Yang Maha Esa menjelaskan sifat rohani dan sifat jahat masing-masing
dengan cirinya. Beliau juga menjelaskan manfaat-manfaat dan kerugian-kerugian
sifat itu.
Kata abhijātasya
berhubungan dengan orang yang dilahirkan dari sifat-sifat rohani atau
Kecenderungan-kecenderungan suci sangat bermakna. Mendapatkan anak dalam
suasana kesucian disebut garbhadhana-samskara dalam Kitab-kitab Veda. Kalau
ayah dan ibu menginginkan anak yang memiliki sifat-sifat kesucian, hendaknya
mereka mengikuti sepuluh prinsip yang dianjurkan untuk kehidupan masyarakat
manusia. Dalam Bhagavad-gita kita juga sudah mempelajari bahwa hubungan suami
isteri untuk mendapat anak yang baik adalah Krishna Sendiri. Hubungan suami
isteri tidak disalahkan asal proses itu digunakan dalam kesadaran Krishna.
Orang yang sadar akan Krishna sekurang-kurangnya jangan berketurunan seperti
anjing dan kucing, melainkan berketurunan supaya anaknya dapat menjadi sadar
akan Krishna sesudah ia dilahirkan. Seharusnya itulah keuntungan anak-anak yang
dilahirkan dari ayah dan ibu yang tekun dalam kesadaran Krishna.
Lembaga masyarakat yang bernama varnasramadharma—lembaga itu yang
membagi masyarakat menjadi empat golongan kehidupan dan empat golongan
pencaharian—tidak dimaksudkan untuk membagi masyarakat manusia menurut
kelahiran. bagian-bagian tersebut menurut kwalifikasi pendidikan, dan
dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam keadaan damai dan makmur.
Sifat-sifat yang disebut di sini dijelaskan sebagai sifat-sifat rohani yang
dimaksudkan supaya seseorang maju dalam pengertian rohani dan dapat mencapai
pembebasan dari dunia material.
Dalam lembaga
varnasrama, seorang sannyāsī, atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk
melepaskan ikatan dianggap pemimpin atau guru kerohanian bagi semua tingkat dan
semua golongan masyarakat. Seorang brahmaṇā dianggap guru kerohanian bagi tiga
golongan masyarakat lainnya, yaitu para ksatriya, vaisya dan sudra, tetapi
seorang sannyāsī, yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam lembaga tersebut,
juga dianggap sebagai guru kerohanian para brahmaṇā. Bagi seorang sannyāsī,
kwalifikasi pertama yang dibutuhkan ialah bebas dari rasa takut. Oleh karena
seorang sannyāsī harus tinggal sendirian tanpa dukungan atau jaminan hidup apa
pun, ia harus bergantung kepada karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau
seseorang berpikir, Sesudah saya meninggalkan hubungan-hubungan saya, siapa
yang akan melindungi saya?" Seharusnya ia tidak memasuki golongan hidup
untuk meninggalkan hal-hal duniawi. Hendaknya seseorang yakin sepenuhnya bahwa
Krishna atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya di tempat-tempat
khusus sebagai Paramatma selalu bersemayam di hati, bahwa Beliau melihat segala
sesuatu dan bahwa Beliau selalu mengetahui apa yang ingin dilakukan seseorang.
Seperti itulah seseorang harus yakin dengan teguh bahwa Krishna sebagai
Paramatma akan menjaga kesejahteraan roh yang sudah menyerahkan diri kepada
Beliau. Sebaiknya seseorang berpikir, Saya tidak akan pernah sendirian.
Meskipun saya tinggal di daerah yang paling gelap di tengah hutan saya pasti
ditemani oleh Krishna, dan Krishna akan memberi segala perlindungan kepada
saya." Keyakinan itu disebut abhayam, atau kebebasan dari rasa takut. Keadaan
jiwa tersebut dibutuhkan pada tingkatan hidup yang meninggalkan ikatan hal-hal
duniawi.
Kemudian ia harus
menyucikan kehidupannya. Ada banyak aturan dan peraturan untuk diikuti pada
tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Yang paling
penting, seorang sannyāsī dilarang keras mempunyai hubungan dekat dengan
seorang wanita. Seorang sannyāsī dilarang berbicara dengan seorang wanita di
tempat yang sepi. Sri Caitanya adalah seorang sannyāsī yang teladan, dan
pada waktu tinggal di Puri, para penyembah-Nya yang wanita tidak boleh
mendekati Beliau bahkan untuk bersujud sekalipun. Dianjurkan supaya mereka
bersujud dari tempat yang jauh. Ini bukan tanda rasa benci terhadap kaum
wanita, melainkan peraturan yang dikenakan pada seorang sannyāsī supaya dia
jangan memelihara hubungan erat dengan wanita. Seseorang harus mengikuti aturan
dan peraturan tingkat hidup tertentu untuk menyucikan kehidupannya. Hubungan
erat dengan wanita dan memiliki kekayaan demi kepuasan indera-indera dilarang keras
bagi seorang sannyāsī. sannyāsī yang teladan adalah Sri Caitanya Sendiri,
dan kita dapat belajar dari riwayat Beliau bahwa Beliau selalu tegas sekali
dalam soal hubungan dengan wanita. Walaupun Sri Caitanya adalah
penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling murah hati, dan Beliau menerima
roh-roh yang paling jatuh sekalipun, Beliau mematuhi aturan dan peraturan
tingkatan hidup sannyāsa dengan tegas sekali dalam soal wanita. Salah seorang
rekan pribadi Sri Caitanya yang bernama Chota Haridasa bergaul dengan Sri
Caitanya bersama dengan rekanrekan pribadi lainnya yang dekat pada
Beliau, tetapi entah bagaimana Chota Haridasa ini memandang seorang wanita yang
masih muda dengan sikap hawa nafsu. Sri Caitanya begitu tegas sehingga
Beliau segera menolak Chota Haridasa dari pergaulan rekan-rekan pribadi-Nya.
Sri Caitanya bersabda, Bagi seorang sannyāsī atau siapapun yang
bercita-cita keluar dari cengkeraman alam material dan sedang berusaha
mengangkat diri sampai alam rohani hingga pulang, kembali kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memandang harta benda material dan wanita demi kepuasan
indera-indera—jangankan menikmatinya, tetapi hanya memandang dengan
kecenderungan seperti itu—sangat disalahkan sehingga mengalami keinginan yang
tidak sah seperti itu lebih buruk dari pada bunuh diri." Proses tersebut
adalah proses-proses penyucian diri.
Unsur berikutnya ialah
jñāna-yogavyavasthiti: menekuni pengembangan pengetahuan. Kehidupan sannyāsī
dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan kepada orang berumah tangga dan orang
lain yang sudah melupakan kehidupan kemajuan rohaninya yang sejati. Seharusnya
seorang sannyāsī mengemis dari rumah ke rumah untuk pencahariannya, tetapi ini
bukan berarti bahwa dia pengemis. Sifat rendah hati juga salah satu kwalifikasi
orang yang mantap secara rohani. Karena sifat rendah hati saja seorang sannyāsī
pergi dari rumah ke rumah, bukan dengan tujuan mengemis, melainkan dengan
tujuan bertemu dengan orang yang berumah tangga dan menyadarkan mereka hingga
sadar akan Krishna. Inilah kewajiban seorang sannyāsī. Kalau seorang sannyāsī
sungguh-sungguh maju dan sudah diperintahkan demikian oleh guru kerohaniannya,
dia harus mengajarkan kesadaran Krishna dengan logika dan pengertian, dan kalau
seseorang belum begitu maju, sebaiknya ia jangan menerima tingkatan hidup untuk
melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi seperti itu. Tetapi meskipun
seseorang sudah menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan hal-hal
duniawi tanpa memiliki pengetahuan secukupnya, sebaiknya ia tekun sepenuhnya
mendengar dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya untuk mengembangkan
pengetahuannya. Seorang sannyāsī atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup
untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi harus mantap dalam kebebasan
dari rasa takut, sattvaśamsuddhi (kesucian) dan jñāna-yoga (pengetahuan).
Unsur berikutnya ialah
kedermawanan. Kedermawanan dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Orang
yang berumah tangga hendaknya mencari nafkah dengan cara yang halal dan
mengeluarkan lima puluh persen dari pendapatannya untuk mengajarkan kesadaran
Krishna di seluruh dunia. Jadi, orang yang berumah tangga sebaiknya memberi
sumbangan kepada Perkumpulan-perkumpulan dan lembaga-lembaga yang sibuk di
bidang itu. Sebaiknya sumbangan diberikan kepada orang yang patut menerimanya.
Ada berbagai jenis kedermawanan, sebagai mana akan dijelaskan dalam Bab Tujuh
belas—kedermawanan dalam sifat-sifat kebaikan, nafsu, dan kebodohan.
Kedermawanan dalam sifat kebaikan dianjurkan dalam Kitab Suci, tetapi
kedermawanan dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak dianjurkan, sebab itu
hanya memboroskan uang. Sebaiknya sumbangan diberikan untuk mengembangkan
kesadaran Krishna diseluruh dunia. Itulah kedermawanan dalam sifat kebaikan.
Mengenai dama
(mengendalikan diri) itu tidak hanya dimaksudkan untuk golongan-golongan lain
dalam masyarakat beragama, tetapi khususnya dimaksudkan untuk orang yang
berumah tangga. Walaupun suami isteri yang sah, sebaiknya juga jangan
menggunakan inderanya untuk hubungan badan yang tidak diperlukan. Ada aturan
untuk orang yang berumah tangga, bahkan dalam hubungan badan sekalipun.
Hubungan suami isteri sebaiknya hanya digunakan untuk memiliki dan memelihara
anak. Kalau dia tidak ingin mendapatkan anak, sebaiknya dia menghindari
menikmati hubungan badan tersebut. Masyarakat modern menikmati hubungan itu
dengan cara-cara pencegahan kehamilan atau pun dengan cara yang lebih jahat
dari pada itu hanya untuk melepaskan tanggung jawab. Ini bukan sifat rohani,
melainkan sifat yang kurang baik. Kalau seseorang, termasuk pula orang yang
berumah tangga, ingin maju dalam kehidupan rohani, dia harus mengendalikan
hubungan suami isteri dan jangan mendapatkan anak tanpa tujuan mengabdikan diri
kepada Krishna. Jika ia dapat berketurunan dan memiliki anak yang sadar akan
Krishna, ia boleh mempunyai beberapa anak, tetapi jika tidak sanggup seperti
itu, sebaiknya ia jangan menikmati hubungan suami isteri hanya demi kesenangan
indera-indera saja.
Korban suci adalah
unsur lain untuk dilaksanakan oleh orang yang berumah tangga, sebab korban suci
membutuhkan jumlah dana yang besar. Dari golongan kehidupan lainnya, yaitu
brahmacarya, vanaprastha dan sannyāsa, tidak mempunyai uang; mereka hidup
dengan cara mengemis. Karena itu, pelaksanaan berbagai jenis korban suci
dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Sebaiknya mereka melakukan
korban-korban suci agnihotra sebagaimana dianjurkan dalam kesusasteraan Veda.
Tetapi saat ini korban-korban suci seperti itu memerlukan biaya yang besar
sekali, dan tidak mungkin semua orang yang berumah tangga melaksanakan
upacara-upacara seperti itu. Korban suci yang paling baik yang dianjurkan pada
jaman ini disebut sankirtana yajñā. Sankirtana yajñā, atau cara mengucapkan
mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare
Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, adalah korban suci yang paling baik dan paling
murah; siapa pun dapat melakukan dan memperoleh manfaatnya. Jadi, tiga unsur,
yakni kedermawanan, pengendalian indera-indera dan pelaksanaan korban suci
dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga.
Kemudian svādhyāya,
atau mempelajari Veda, dimaksudkan untuk brahmacarya, atau kehidupan sebagai
siswa. Sebaiknya para brahmacari tidak mempunyai hubungan apa pun dengan
wanita; mereka harus hidup dengan berpantang hubungan dengan wanita dan
menekuni pelajaran khusus tentang kesusasteraan Veda untuk mengembangkan
pengetahuan rohani. Ini disebut svādhyāya.
Tapas, atau pertapaan,
khususnya untuk orang yang sudah mengendurkan diri dari kehidupan duniawi.
Hendaknya seseorang jangan tetap berumah tangga sampai tutup usia; ia harus
ingat ada empat bagian dalam kehidupan—brahmacarya, grhastha, vanaprastha dan
sannyāsa. Karena itu sesu dah grhastha, atau kehidupan berumah tangga,
sebaiknya seseorang mengundurkan diri. Kalau seseorang hidup sampai berusia
seratus tahun, sebaiknya dia sebagai siswa selama dua puluh lima tahun, dua
puluh lima tahun hidup berumah tangga, dan dua puluh lima tahun dalam hidup
mengundurkan diri, dan dua puluh lima tahun pada tingkatan hidup untuk
meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Inilah peraturan disiplin
keagamaan dari Veda. Orang yang sudah mengundurkan diri dari kehidupan berumah
tangga harus mempraktekkan pertapaan dengan badan, pikiran, dan lidah. Itulah
tapasya. Seluruh masyarakat varnasramadharma dimaksudkan untuk tapasya. Tanpa
tapaśyaatau pertapaan, seorang manusia tidak dapat mencapai pembebasan. Teori
bahwa pertapaan tidak diperlukan dalam kehidupan, yaitu bahwa seseorang dapat
berangan-angan terus dan segala sesuatu akan menjadi baik-baik saja, tidak
dianjurkan baik dalam kesusasteraan Veda maupun dalam Bhagavad-gita.
Teori-teori seperti itu dibuat-buat oleh rohaniwan gadungan yang sedang
berusaha mengumpulkan pengikut semakin banyak. Kalau ada pantangan, aturan dan
peraturan, orang tidak akan tertarik. Karena itu, orang yang ingin mencari
pengikut atas nama kegiatan keagamaan hanya untuk pamer saja tidak mengatur
kehidupan para siswanya, maupun kehidupan pribadinya. Tetapi cara itu tidak
dibenarkan dalam Veda.
Mengenai kesederhanaan,
yang dimiliki oleh para brahmaṇā, hendaknya bukan hanya golongan tertentu yang
mengikuti prinsip ini, melainkan semua anggota masyarakat, baik dari
brahmacari-asrama, grhasthaasrama, vanaprastha-asrama, maupun sannyāsaasrama.
Sebaiknya semua orang sangat sederhana dan transparan.
Ahimsa berarti tidak
menghalang-halangi kehidupan makhluk hidup manapun yang maju dari salah satu
jenis kehidupan ke jenis kehidupan yang lain. Sebaiknya seseorang jangan
berpikir bahwa oleh karena bunga api rohani atau sang roh tidak pernah
terbunuh, bahkan sesudah badan terbunuh tiada salahnya ia membunuh binatang
demi kepuasan indera-indera. Saat ini orang kecanduan memakan binatang,
walaupun ada persediaan biji-bijian, padi-padian, buah-buahan, dan susu
secukupnya. Binatang tidak perlu dibunuh. Inilah peraturan bagi semua orang.
Bila tidak ada pilihan lain, seseorang boleh membunuh binatang, tetapi binatang
itu hendaknya dipersembahkan sebagai korban suci. Tetapi bagaimanapun, bila ada
persediaan pangan secukupnya untuk masyarakat manusia, orang yang bercita-cita
maju dalam keinsafan rohani sebaiknya jangan melakukan kekerasan terhadap
binatang. Ahimsa yang sejati berarti tidak menghalang-halangi kemajuan siapa
pun dalam kehidupan. Binatang pun sedang maju dalam kehidupan evolusinya dengan
berpindah-pindah dari satu golongan kehidupan binatang ke golongan hidup
lainnya. Kalau binatang dibunuh, maka kemajuannya terhambat. Kalau binatang
sedang hidup dalam badan tertentu selama sekian hari atau sekian tahun, lalu ia
dibunuh sebelum ia mati sendiri, maka dia harus kembali lagi dalam bentuk
kehidupan itu untuk menyelesaikan sisa waktu sebelum ia dapat diangkat memasuki
jenis kehidupan yang lain. Karena itu, hendaknya kemajuan binatang jangan
dihambat hanya untuk memuaskan lidah seseorang. Itu disebut ahiḿsā.
Satyam. Kata ini
berarti hendaknya seseorang jangan memutarbalikkan kebenaran demi kepentingan
pribadi. Dalam kesusasteraan Veda ada beberapa ayat yang sulit dipahami, tetapi
arti atau maksud ayat-ayat itu hendaknya dipelajari dari seorang guru
kerohanian yang dapat dipercaya. Itulah proses untuk mengerti Veda. sruti
berarti sebaiknya seseorang mendengar dari sumber yang dapat dipercaya.
Hendaknya seseorang jangan menafsirkan arti tertentu demi kepentingan
pribadinya. Ada banyak tafsiran Bhagavad-gita yang menyalah tafsirkan teks yang
asli. Arti sejati sebuah kata hendaknya disampaikan, dan arti kata itu
sebaiknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya.
Akrodha berarti
mengendalikan amarah. Walaupun seseorang digoda, hendaknya dia bersikap
toleransi, sebab begitu seseorang menjadi marah, seluruh badannya dicemari.
Amarah adalah akibat sifat nafsu dan birahi, karena itu orang yang mantap dalam
kerohanian sebaiknya mengendalikan diri supaya tidak menjadi marah. Apaisunam
berarti sebaiknya seseorang jangan mencari-cari kesalahan orang lain atau
menegur mereka kalau itu tidak diperlukan. Tentunya kalau seorang pencuri
dijuluki pencuri itu tidak berarti mencari-cari kesalahan, tetapi kalau orang
jujur disebut pencuri, maka itu merupakan kesalahan yang besar sekali bagi
orang yang ingin maju dalam kehidupan rohani. Hri berarti hendaknya seseorang
bersikap sopan dan rendah hati dan jangan melakukan perbuatan yang jijik.
Acapalam, atau ketabahan hati, berarti hendaknya seseorang jangan goyah dan
merasa frustrasi dalam suatu usaha. Barangkali dia gagal dalam suatu usaha,
tetapi hendaknya dia jangan menyesal karena itu. Sebaiknya dia berusaha maju
dengan kesabaran dan ketabahan hati.
Kata tejas yang
digunakan di sini dimaksudkan untuk para ksatriya. Para ksatriya harus selalu
kuat sekali supaya dapat memberi perlindungan kepada orang yang lemah.
Hendaknya mereka jangan purapura tidak melakukan kekerasan. Kalau kekerasan
diperlukan, mereka harus memperlihatkan kekerasan. Tetapi orang yang sanggup
menaklukkan musuhnya boleh memberi pengampunan dalam keadaan-keadaan tertentu.
Dia dapat memaafkan kesalahan-kesalahan kecil.
śaucam berarti
kebersihan, bukan hanya dalam pikiran dan badan, tetapi juga dalam tingkah
laku. Ini khususnya dimaksudkan untuk masyarakat pedagang. Hendaknya mereka
jangan berdagang di pasar gelap. Natimanita, atau tidak mengharapkan
penghormatan, berlaku bagi para sudra, atau golongan buruh, yang dianggap
golongan paling rendah di antara empat golongan menurut aturan Veda. Sebaiknya
mereka jangan sombong dengan kemasyhuran atau penghormatan yang tidak
diperlukan dan hendaknya tetap dalam status mereka sendiri. Kewajiban para
sudra ialah menghormati golongan yang lebih tinggi untuk memelihara ketertiban
masyarakat.
Dua puluh enam
kwalifikasi tersebut di atas semua sifat-sifat rohani. Sifat-sifat itu
sebaiknya dikembangkan menurut berbagai tingkat susunan masyarakat dan
pencaharian. Arti ayat ini ialah bahwa meskipun keadaan-keadaan material penuh
kesengsaraan, kalau sifat-sifat tersebut dikembangkan dengan latihan oleh
segala golongan manusia, maka berangsur-angsur dimungkinkan seseorang naik
tingkat sampai tingkat keinsafan rohani yang tertinggi.
16.4
dambho darpo 'bhimānaś ca
krodhaḥ pāruṣyam eva ca
ajñānaḿ cābhijātasya
pārtha sampadam āsurīm
dambhaḥ—sikap bangga;
darpaḥ—sikap sombong;
abhimānaḥ—sikap
tidak peduli;
ca—dan;
krodhaḥ—amarah;
pāruṣyam—sikap
kasar;
evā—pasti;
ca—dan;
ajñānām—kebodohan;
ca—dan;
abhijātasyā—milik orang yang dilahirkan dari;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
sampadam—sifat-sifat;
āsurīm—sifat jahat.
Terjemahan
Sikap bangga, sikap sombong, sikap tak peduli, amarah, sikap kasar, dan
kebodohan—sifat-sifat ini dimiliki oleh orang yang bersifat jahat, wahai putera
Pṛthā.
Penjelasan
Dalam ayat ini, jalan terbuka lebar menuju neraka diuraikan. Orang jahat
ingin memamerkan kegiatan keagamaan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
rohani, meskipun mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip rohani. Mereka selalu
sombong atau bangga karena memiliki sejenis pendidikan atau sejumlah kekayaan.
Mereka ingin disembah orang lain, dan mereka menuntut penghormatan, walaupun
mereka tidak layak dihormati. Mereka menjadi marah sekali karena hal-hal yang
kecil sekali dan mereka berbicara dengan cara yang kasar, bukan dengan cara
yang lembut. Mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang
seharusnya tidak dilakukan. Mereka melakukan segala sesuatu seenaknya, menurut
kehendak sendiri, dan mereka tidak mengakui kekuasaan apa pun. Sifat-sifat
jahat tersebut diambil oleh mereka sejak permulaan badan mereka dalam kandungan
ibunya, dan selama mereka tumbuh mereka mewujudkan segala sifat tersebut yang
tidak menguntungkan.
16.5
daivī sampad vimokṣāya
nibandhāyāsurī matā
mā śucaḥ sampadaḿ daivīm
abhijāto 'si pāṇḍava
daivī—rohani;
sampat—harta;
vimokṣāya—dimaksudkan
untuk pembebasan;
nibandhāya—untuk ikatan;
āsurī—sifat-sifat
jahat;
matā—dianggap;
mā—jangan;
śucaḥ—khawatir;
sampadam—harta;
daivīm—rohani;
abhijātaḥ—dilahirkan dari;
asi—engkau
adalah;
pāṇḍava—wahai putera Pandu.
Terjemahan
Sifat rohani menguntungkan untuk pembebasan, sedangkan sifat jahat
mengakibatkan ikatan. Wahai putera Pāṇḍu, jangan khawatir, sebab engkau
dilahirkan dengan sifat-sifat suci.
Penjelasan
Sri Krishna memberi semangat kepada Arjuna dengan memberitahunya bahwa
Arjuna tidak dilahirkan dengan sifat-sifat jahat. Arjuna terlibat dalam
pertempuran bukan karena sifat jahat, melainkan karena Arjuna mempertimbangkan
hal-hal yang mendukung dan menentang. Arjuna mempertimbangkan apakah
tujuan-tujuan yang patut dihormati seperti Bhīṣma dan Drona patut dibunuh atau
tidak. Jadi, Arjuna tidak bertindak dibawah pengaruh amarah, penghormatan palsu
maupun sikap kasar. Karena itu, Arjuna tidak berasal dari sifat orang jahat.
Tindakan seorang ksatriya, anggota angkatan bersenjata, dalam melepaskan anak
panah terhadap musuh dianggap rohani, dan melalaikan kewajiban seperti itu
adalah perbuatan yang jahat. Karena itu, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk
menyesal. Siapa pun yang melaksanakan prinsip-prinsip yang mengatur berbagai
tingkatan hidup mantap secara rohani.
16.6
dvau bhūta-sargau loke 'smin
daiva āsura eva ca
daivo vistaraśaḥ proktā
āsuraḿ pārtha me śṛṇu
dvau—dua;
bhūta-sargau—makhluk-makhluk yang diciptakan;
loke—didunia;
asmin—ini;
daivaḥ—suci;
aśūrāḥ—jahat;
evā—pasti;
ca—dan;
daivaḥ—yang suci;
vistaraśaḥ—secara panjang lebar;
proktāḥ—dikatakan;
āsuram—jahat;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
me—dari-Ku;
śṛṇu—dengarlah.
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, di dunia ini ada dua jenis makhluk yang diciptakan.
Yang satu disebut suci dan yang lain jahat. Aku sudah menerangkan sifat-sifat
suci kepadamu secara panjang lebar. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang sifat-sifat
jahat.
Penjelasan
Sri Krishna sudah meyakinkan Arjuna bahwa Arjuna dilahirkan dengan
sifat-sifat suci. Sekarang Krishna menguraikan jalan yang jahat. Para makhluk
hidup yang terikat dibagi menjadi dua golongan di dunia ini. Orang yang dilahirkan
dengan sifat-sifat suci mengikuti kehidupan yang teratur yaitu; mereka mematuhi
aturan di dalam Kitab Suci dan aturan yang diberikan oleh para penguasa.
Hendaknya orang melaksanakan tugas-tugas kewajiban berdasarkan keterangan dari
Kitab Suci yang dapat dipercaya. Sikap seperti ini disebut suci. Orang yang
tidak mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur sebagai mana tercantum dalam Kitab
Suci dan bertindak menurut selera pribadi disebut jahat atau memiliki sifat
asura. Tiada standar selain mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur dari Kitab
Suci. Disebutkan dalam Kitab-kitab Veda bahwa para dewa dan orang jahat
sama-sama dilahirkan dari Prājāpati: Satu-satunya perbedaannya ialah bahwa
golongan yang satu mematuhi aturan Veda sedangkan yang lain tidak.
16.7
pravṛttiḿ ca nivṛttiḿ ca
janā na vidur āsurāḥ
na śaucaḿ nāpi cācāro
na satyaḿ teṣu vidyāte
pravṛttim—bertindak sebagaimana mestinya;
ca—juga;
nivṛttim—tidak
bertindak dengan cara yang tidak pantas;
ca—dan;
janaḥ—orang;
na—tidak
pernah;
viduḥ—mengetahui;
aśūrāḥ—bersifat jahat;
na—tidak
pernah;
śaucam—kebersihan;
na—tidak juga;
api—juga;
ca—dan;
ācāraḥ—tingkah laku;
na—tidak pernah;
satyam—kebenaran;
teṣu—dalam
mereka;
vidyāte—ada.
Terjemahan
Orang jahat tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
seharusnya. Kebersihan, tingkah laku yang pantas dan kebenaran tidak dapat
ditemukan dalam diri mereka.
Penjelasan
Dalam setiap masyarakat manusia yang beradab ada daftar aturan dan peraturan
Kitab Suci yang diikuti sejak awal. Khususnya di kalangan para Arya, orang yang
mengikuti peradaban Veda dan terkenal sebagai bangsa beradab yang paling maju,
orang yang tidak mengikuti aturan Kitab Suci dianggap orang jahat. Karena itu,
dinyatakan di sini bahwa orang jahat tidak mengetahui aturan Kitab Suci dan
tidak berminat mengikuti aturan itu sama sekali. Kebanyakan di antara mereka
tidak mengetahui aturan Kitab Suci. Kalaupun ada beberapa di antaranya yang
mengenal aturan Kitab Suci, mereka cenderung tidak mengikutinya. Mereka tidak mempunyai
keyakinan, dan mereka tidak bersedia bertindak menurut aturan Veda. Orang jahat
tidak bersih, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Hendaknya seseorang
selalu rajin menjaga kebersihan badannya dengan cara mandi, gosok gigi, cukur
jenggot, ganti pakaian, dan sebagainya. Mengenai kebersihan batin, hendaknya
seseorang selalu ingat nama-nama suci Tuhan dan mengucapkan mantra Hare Krishna
Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare /Hare Rāma Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare
Hare. Orang jahat tidak suka dan tidak mengikuti segala peraturan untuk
kebersihan lahir dan batin tersebut.
Mengenai tingkah laku, ada banyak aturan dan peraturan yang
membimbing tingkah laku manusia, misalnya Manu-samhita, hukum manusia. Sampai
sekarang, pengikut Veda mengikuti Manusamhita. Hukum warisan dan hukum-hukum
lain diambil dari kitab tersebut. Dalam Manu-samhita dinyatakan dengan jelas
bahwa seorang wanita hendaknya jangan diberi kebebasan. Itu tidak berarti bahwa
wanita harus diperbudak, tetapi wanita seperti anak-anak. Anak-anak tidak
diberi kebebasan, tetapi itu tidak berarti bahwa anak-anak diperbudak. Sekarang
orang jahat mengalpakan peraturan seperti itu, dan mereka menganggap wanita
seharusnya diberi kebebasan yang sama dengan pria. Akan tetapi, tindakan
tersebut tidak memperbaiki keadaan masyarakat di dunia. Sebenarnya, seorang
wanita sebaiknya diberi perlindungan pada setiap tahap kehidupan. Dalam usia
muda, seorang wanita harus dilindungi oleh ayahnya, dalam usia remaja dia
dilindungi oleh suaminya, dan dalam usia tua dia dilindungi oleh
Putera-puteranya yang sudah dewasa. Inilah tingkah laku yang layak dalam
masyarakat menurut Manu-samhita. Tetapi pendidikan modern sudah menciptakan
paham kehidupan wanita yang bersifat sombong secara tidak wajar sehingga di
beberapa tempat di dunia pernikahan hampir merupakan bayangan belaka dalam
masyarakat manusia. Keadaan moral kaum wanita saat ini juga tidak begitu baik.
Karena itu, orang jahat tidak menerima pelajaran mana pun yang baik untuk
masyarakat, sebab mereka tidak mengikuti pengalaman resi-resi yang mulia maupun
aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh para resi. Keadaan masyarakat orang
jahat sangat sengsara.
16.8
asatyam apratiṣṭhaḿ te
jagad āhur anīśvaram
aparaspara-sambhūtaḿ
kim anyat kāma-haitukam
asatyam—tidak nyata;
apratiṣṭham—tanpa dasar;
te—mereka;
jagat—manifestasi alam semesta;
āhuḥ—mengatakan;
anīśvaram—tanpa
pengendali;
aparaspara—tanpa sebab;
sambhūtam—bangkit;
kim
anyat—tidak ada sebab lain;
kāma-haitukam—disebabkan oleh nafsu
birahi belaka.
Terjemahan
Mereka mengatakan bahwa dunia ini tidak nyata, tidak ada dasarnya dan tidak
ada Tuhan yang mengendalikan. Mereka mengatakan bahwa dunia ini dihasilkan dari
keinginan untuk hubungan kelamin, dan tidak ada sebabnya selain nafsu birahi.
Penjelasan
Orang jahat menarik kesimpulan bahwa dunia adalah angan-angan belaka. Mereka
menganggap bahwa tidak ada sebab maupun akibat, tidak ada yang mengendalikan,
tidak ada tujuan: Segala sesuatu tidak nyata. Mereka mengatakan bahwa
manifestasi alam semesta ini timbul karena perbuatan material dan reaksi yang
terjadi kebetulan saja. Mereka tidak mengakui bahwa dunia ini diciptakan oleh
Tuhan dengan tujuan tertentu. Mereka mempunyai teori sendiri yaitu; bahwa dunia
ini telah timbul dengan cara sendiri dan tidak ada alasan untuk percaya bahwa
Tuhan Yang Maha Esa penyebab dunia ini. Menurut mereka, tidak ada perbedaan
antara roh dan alam, dan mereka tidak mengakui Roh Yang Paling Utama. Segala
sesuatu hanya unsur-unsur alam saja, seluruh alam semesta dianggap sebagai
sebatang kebodohan. Menurut mereka, segala sesuatu adalah kekosongan, dan
manifestasi apa pun yang ada disebabkan oleh kebodohan kita dalam usaha
mengerti hal-hal itu. Mereka menduga bahwa segala manifestasi keanekawarnaan
adalah perwujudan kebodohan. Seperti halnya dalam impian barangkali kita
menciptakan begitu banyak benda yang sebenarnya tidak nyata, begitu pula ketika
kita sadar akan terlihat bahwa segala-galanya hanya merupakan bayangan saja.
Tetapi sebenarnya, walaupun orang jahat mengatakan bahwa kehidupan adalah
impian, mereka ahli sekali menikmati impian itu. Karena itu, mereka tidak
memperoleh pengetahuan; melainkan, mereka semakin terlibat dalam dunia impian
mereka. Mereka menarik kesimpulan bahwa, seperti halnya anak hanya merupakan
akibat hubungan suami isteri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita,
begitu pula dunia ini dilahirkan tanpa rohnya. Menurut mereka, dunia ini
hanyalah gabungan unsur-unsur alam yang sudah menghasilkan makhluk hidup, dan
adanya sang roh tidak mungkin. Seperti halnya banyak makhluk hidup ke luar dari
keringat dan dari bangkai tanpa sebab, seluruh dunia yang hidup ke luar dari
gabungan-gabungan material manifestasi alam semesta. Karena itu, alam material
adalah sebab manifestasi ini, dan tidak ada sebabnya selain itu. Mereka tidak
percaya kepada sabda Krishna dalam Bhagavad-gita: mayā dhyaksena prakṛtiḥ
sūyate sacara-caram. Seluruh dunia material ini bergerak di bawah
perintah-Ku." Dengan kata lain, di kalangan orang jahat, tidak ada pengetahuan
yang sempurna tentang ciptaan dunia ini; semuanya mempunyai teori sendiri.
Menurut mereka, salah satu penafsiran tentang Kitab Suci sama baiknya dengan
tafsiran lain, sebab mereka tidak percaya terhadap pengertian baku tentang
aturan Kitab Suci.
16.9
etāḿ dṛṣṭim avaṣṭabhya
naṣṭātmāno 'lpa-buddhayaḥ
prabhavānty ugra-karmaṇaḥ
kṣayāya jagato 'hitāḥ
etām—ini;
dṛṣṭim—penglihatan;
avaṣṭabhya—menerima;
naṣṭa—setelah kehilangan;
ātmanāḥ—Diri-Nya;
alpa-buddhayaḥ—orang
yang kurang cerdas;
prabhavānti—berkembang;
ugra-karmaṇaḥ—sibuk
dalam kegiatan yang menyakitkan;
kṣayāya—untuk peleburan;
jagataḥ—dunia;
ahitāḥ—tidak menguntungkan.
Terjemahan
Dengan mengikuti kesimpulan-kesimpulan seperti itu, orang-orang jahat, yang
sudah kehilangan Diri-Nya dan tidak memiliki kecerdasan sama sekali, menekuni
pekerjaan yang tidak menguntungkan dan mengerikan dimaksudkan untuk
menghancurkan dunia.
Penjelasan
Orang jahat menekuni kegiatan yang akan membawa dunia ke jurang kehancuran.
Krishna menyatakan di sini bahwa orang-orang itu kurang cerdas. Orang duniawi,
yang tidak memahami Tuhan, menganggap diri mereka sedang maju. Tetapi menurut
Bhagavad-gita, mereka kurang cerdas dan tidak mempunyai otak sama sekali.
Mereka berusaha menikmati dunia material ini sejauh mungkin. Karena itu, mereka
selalu sibuk menemukan sesuatu untuk kepuasan indera. Penemuan duniawi seperti
itu dianggap kemajuan peradaban masyarakat manusia, tetapi akibatnya orang
semakin keras dan kejam: Kejam terhadap binatang dan kejam terhadap sesama
manusia. Mereka tidak memahami sama sekali bagaimana tingkah laku yang baik
satu sama lain. Membunuh binatang menonjol sekali di kalangan orang jahat.
Orang seperti itu dianggap musuh dunia, sebab akhirnya mereka akan menemukan
atau menciptakan sesuatu yang akan mengakibatkan semua orang hancur. Secara
tidak langsung, ayat ini meramalkan penemuan senjata-senjata nuklir, yang
sangat dibanggakan oleh seluruh dunia dewasa ini. Perang dapat meledak setiap
saat, dan senjata-senjata atom tersebut dapat mengakibatkan pembinasaan.
Benda-benda seperti itu dirancang semata-mata untuk menghancurkan dunia, dan
kenyataan ini sudah disebutkan di sini. Oleh karena orang-orang tidak percaya
kepada Tuhan, senjata-senjata tersebut ditemukan oleh masyarakat manusia;
senjata-senjata itu tidak dimaksudkan untuk kedamaian dan kemakmuran dunia.
16.10
kāmam āśritya duṣpūraḿ
dambha-māna-madānvitāḥ
mohād gṛhītvāsad-grāhān
pravartante 'śuci-vratāḥ
kāmam—hawa nafsu;
āśritya—berlindung kepada;
duṣpūram—tidak
dapat dipuaskan;
dambha—dari rasa bangga;
māna—dan kemasyhuran
palsu;
mada-anvitāḥ—terlena dalam rasa sombong;
mohāt—oleh
khayalan;
gṛhītvā—menerima;
asat—tidak kekal;
grāhān—hal-hal;
pravartante—mereka berkembang;
aśuci—kepada yang tidak bersih;
vratāḥ—bertekad.
Terjemahan
Dengan berlindung kepada hawa nafsu yang tidak dapat dipuaskan, terlena
dalam rasa sombong dan kemasyhuran yang palsu, orang jahat yang berkhayal
seperti itu selalu bertekad melakukan pekerjaan yang tidak bersih, sebab mereka
tertarik kepada hal-hal yang tidak kekal.
Penjelasan
Mental orang jahat diuraikan di sini. Hawa nafsu orang jahat tidak dapat
dipuaskan. Mereka akan terus menerus meningkatkan keinginan yang tidak dapat
dipuaskan untuk kenikmatan material di dalam hatinya. Walaupun mereka selalu
penuh kecemasan akibat menerima hal-hal yang tidak kekal, mereka terus menekuni
kegiatan seperti itu karena khayalan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan dan
tidak dapat mengetahui bahwa mereka sedang menuju ke arah yang keliru. Orang
yang jahat seperti itu menerima hal-hal yang tidak kekal, menciptakan Tuhan
sendiri, mengarang doa-doa pujian sendiri dan mengucapkannya menurut cara itu.
Akibatnya mereka selalu semakin tertarik pada dua hal—kenikmatan hubungan
kelamin dan mengumpulkan kekayaan material. Kata asucivratah, sumpah-sumpah
yang tidak bersih," sangat bermakna berhubungan dengan hal ini. Orang
jahat seperti itu hanya tertarik kepada minuman keras, wanita, perjudian dan
makan daging; itulah kebiasaan asuci, atau kebiasaan yang tidak bersih yang
dimiliki mereka. Mereka didorong oleh rasa bangga dan kemashyuran yang palsu
hingga menciptakan beberapa prinsip keagamaan yang tidak dibenarkan oleh aturan
Veda. Walaupun orang jahat seperti itu adalah yang paling jijik di dunia, secara
tidak wajar dunia menciptakan kemasyhuran palsu bagi mereka. Walaupun mereka
sedang meluncur menuju neraka, mereka menganggap Diri-Nya sudah maju sekali.
16.11-12
cintām aparimeyāḿ ca
pralayāntām upāśritāḥ
kāmopabhoga-paramā
etāvad iti niścitāḥ
āśā-pāśa-śatair baddhāḥ
kāma-krodha-parāyaṇāḥ
īhante kāma-bhogārtham
anyāyenārtha-sañcayān
cintām—rasa takut dan kecemasan;
aparimeyām—tidak dapat
diukur;
ca—dan;
pralaya-antām—sampai titik kematian;
upāśritāḥ—setelah
berlindung kepada;
kāma-upabhoga—kepuasan indera-indera;
paramaḥ—tujuan
hidup tertinggi;
etāvat—demikian;
iti—dengan cara seperti ini;
niścitāḥ—setelah
menentukan;
āśā-pāśa—ikatan dalam jaringan harapan;
śataiḥ—oleh
beratus-ratus;
baddhāḥ—dengan diikat;
kāma—tentang nafsu;
krodha—dan
amarah;
parāyaṇāḥ—selalu mantap dalam sikap mental;
īhante—mereka
menginginkan;
kāma—hawa nafsu;
bhoga—kenikmatan indera;
artham—dengan
tujuan;
anyāyena—dengan cara yang melanggar hukum;
artha—kekayaan;
sañcayān—mengumpulkan.
Terjemahan
Mereka percaya bahwa memuaskan indera-indera adalah kebutuhan utama
peradaban manusia. Karena itu, sampai akhir hidupnya, kecemasan mereka tidak
dapat diukur. Mereka diikat oleh jaringan beratus-ratus ribu keinginan dan
terikat dalam hawa nafsu dan amarah. Mereka mendapat uang untuk kepuasan
indera-indera dengan cara-cara yang melanggar hukum.
Penjelasan
Orang jahat menganggap kenikmatan indera adalah tujuan hidup tertinggi, dan
paham ini dipegangnya sampai meninggal. Mereka tidak percaya bahwa ada kehidupan
sesudah meninggal, dan mereka tidak percaya bahwa seseorang menerima berbagai
jenis badan menurut karmanya, atau kegiatannya di dunia ini. Rencana-rencana
kehidupan mereka tidak pernah berakhir. Mereka terus menyiapkan rencana semakin
banyak, dan semuanya tidak pernah selesai. Kami sendiri sudah berpengalaman
mengenai orang yang bersikap jahat seperti itu. Sampai saat meninggal sekalipun
dia minta supaya seorang dokter memperpanjang usianya selama empat tahun lagi,
sebab rencana-rencananya belum selesai. Orang bodoh seperti itu tidak
mengetahui bahwa seorang dokter tidak mungkin memperpanjang usia kita bahkan
selama sedetik pun. Bila panggilan sudah ada, kehendak manusia tidak
dipertimbangkan. Hukum-hukum alam tidak mengizinkan sedetik pun melewati apa
yang sudah ditakdirkan untuk dinikmati seseorang. Orang jahat, yang tidak
percaya kepada Tuhan maupun Roh Yang Utama di dalam Diri-Nya, melakukan segala
jenis kegiatan yang berdosa hanya demi kepuasan indera-indera. Ia tidak
mengetahui bahwa ada saksi yang bersemayam di dalam hatinya. Roh Yang Utama
menyaksikan kegiatan roh individual. Sebagaimana dinyatakan dalam
Upanisad-upanisad, ada dua ekor burung yang hinggap pada sebatang pohon; yang
satu bertindak dan menikmati atau menderita buah pada cabang-cabang pohon,
sedangkan yang lain menyaksikan. Tetapi orang jahat tidak memiliki pengetahuan
tentang Kitab Suci Veda, maupun tentang kepercayaan apa pun; karena itu dia
merasa dirinya bebas untuk melakukan apa pun demi kenikmatan indera-indera,
biar bagaimanapun akibatnya.
16.13-15
idam adya mayā labdham
imaḿ prāpsye manoratham
idam astīdam api me
bhaviṣyati punar dhanam
asau mayā hataḥ śatrur
haniṣye cāparān api
īśvaro 'ham ahaḿ bhogī
siddho 'haḿ balavān sukhī
āḍhyo 'bhijanavān asmi
ko 'nyo 'sti sadṛśo mayā
yakṣye dāsyāmi modiṣya
ity ajñāna-vimohitāḥ
idam—ini;
adya—hari ini;
mayā—oleh-Ku;
labdham—didapatkan;
imām—ini;
prāpsye—akan kudapatkan;
manaḥ-ratham—menurut
kehendakku;
idam—ini;
asti—ada;
idam—ini;
api—juga;
me—milikku;
bhaviṣyati—akan meningkat pada masa yang akan
datang;
punaḥ—lagi;
dhanam—kekayaan;
asau—itu;
mayā—oleh-Ku;
hataḥ—sudah dibunuh;
śatruḥ—musuh;
haniṣye—akan
kubunuh;
ca—juga;
aparān—orang lain;
api—pasti;
īśvaraḥ—penguasa;
aham—aku adalah;
aham—aku adalah;
bhogī—yang menikmati;
siddhaḥ—sempurna;
aham—aku adalah;
bala-vān—perkasa;
sukhī—bahagia;
āḍhyaḥ—kaya;
abhijana-vān—diiringi oleh sanak keluarga yang bersifat bangsawan;
asmi—Aku
adalah;
kaḥ—siapa;
anyaḥ—lain;
asti—ada;
sadṛśaḥ—seperti;
mayā—aku;
yakṣye—aku akan mengorbankan;
dāsyāmi—aku akan
memberi sumbangan;
modiṣye—aku akan bersenang hati;
iti—demikian;
ajñāna—oleh kebodohan;
vimohitāḥ—dikhayalkan.
Terjemahan
Orang jahat berpikir: Sekian banyak kekayaan kumiliki hari ini, dan aku akan
memperoleh kekayaan lebih banyak lagi menurut rencanaku. Sekian banyak kumiliki
sekarang, dan jumlah itu bertambah semakin banyak pada masa yang akan datang.
Dia musuhku, dan dia sudah kubunuh, dan musuh-musuhku yang lain juga akan
terbunuh. Akulah penguasa segala sesuatu. Akulah yang menikmati. Aku sempurna,
perkasa dan bahagia. Aku manusia yang paling kaya, diiringi oleh keluarga yang
bersifat bangsawan. Tiada seorang pun yang seperkasa dan sebahagia diriku. Aku
akan melakukan korban suci, dan memberi sumbangan, dan dengan demikian aku akan
menikmati." Dengan cara seperti inilah, mereka dikhayalkan oleh kebodohan.
Tidak ada penjelasan.
16.16
aneka-citta-vibhrāntā
moha-jāla-samāvṛtāḥ
prasaktāḥ kāma-bhogeṣu
patanti narake 'śucau
aneka—banyak;
citta—oleh kecemasan;
vibhrāntāḥ—dibingungkan;
moha—dari khayalan-khayalan;
jāla—oleh jala;
samāvṛtaḥ—dikelilingi;
prasaktāḥ—terikat;
kāma-bhogeṣu—pada kepuasan indera-indera;
patanti—mereka
meluncur;
narake—ke dalam neraka;
aśucau—tidak suci.
Terjemahan
Dibingungkan oleh berbagai kecemasan seperti itu dan diikat oleh jala
khayalan, ikatan mereka terhadap kenikmatan indera-indera menjadi terlalu keras
dan mereka jatuh ke dalam neraka.
Penjelasan
Orang jahat tidak mengetahui batas keinginannya untuk memperoleh uang.
Keinginan itu tidak terhingga. Dia hanya berpikir berapa perkiraan harta
bendanya pada saat ini dan ia merencanakan untuk menggunakan modal kekayaan itu
semakin banyak. Karena itulah dia tidak segan bertindak dengan cara berdosa
manapun dan dia berdagang di pasar gelap untuk kepuasan yang melanggar hukum.
Dia berkhayal karena harta benda yang sudah dimilikinya, misalnya tanah,
keluarga, rumah dan saldo di bank, dan dia selalu merencanakan cara-cara untuk
menambah harta benda itu. Dia percaya pada kekuatan pribadinya, dan dia tidak
mengetahui bahwa apa pun yang diperolehnya adalah hasil perbuatan baik yang
dilakukannya pada masa lampau. Dia diberi kesempatan untuk mengumpulkan
benda-benda tersebut, tetapi dia tidak memahami penyebab-penyebab dari masa
lampau. Dia hanya berpikir bahwa semua kekayaan yang telah dikumpulkannya
disebabkan oleh usaha pribadinya. Orang jahat percaya pada kekuatan pekerjaan
pribadinya, dan dia tidak percaya pada hukum karma. Menurut hukum karma,
seseorang dilahirkan dalam keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi dalam
masyarakat, ia menjadi kaya, dididik dengan baik, atau memiliki badan yang
cantik atau tampan sekali karena pekerjaan baik yang dilakukan pada masa
lampau. Orang jahat menganggap segala hal tersebut terjadi kebetulan saja dan
disebabkan oleh kekuatan kecakapan pribadi. Mereka tidak melihat susunan apa
pun di belakang segala keanekaan manusia, kecantikan atau ketām panan dan pendidikan.
Siapa pun yang bersaing dengan orang jahat seperti itu dianggap musuhnya. Ada
banyak orang jahat, dan semuanya saling memusuhi. Rasa benci tersebut meningkat
semakin dalam—antara orang, kemudian antara keluarga, antara
masyarakat-masyarakat, dan akhirnya antara bangsa. Karena itulah keresahan,
perang dan rasa benci senantiasa timbul di mana-mana di dunia.
Setiap orang jahat menganggap Diri-Nya dapat hidup dengan
mengorbankan semua orang lain. Pada umumnya, orang jahat menganggap Diri-Nya
adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan guru yang jahat memberitahukan kepada para
pengikutnya: Mengapa kalian mencari Tuhan di tempat lain? Bukankah kalian semua
Tuhan! Apapun yang kalian sukai, kalian dapat melakukannya. Tidak usah percaya
kepada Tuhan. Tuhan dibuang saja. Tuhan sudah mati." Inilah ajaran orang
jahat.
Walaupun orang jahat melihat orang lain sama-sama kaya dan
berpengaruh, atau lebih dari itu, dia menganggap tiada seorang pun yang lebih
kaya dari pada Diri-Nya dan tiada seorang pun yang lebih berpengaruh dari pada
Diri-Nya. Mengenai pengangkatan kepada susunan planet yang lebih tinggi, dia
tidak percaya kepada pelaksanaan yajñā, atau korban suci. Orang jahat berpikir
bahwa mereka akan membuat proses yajñā sendiri dan menyiapkan sejenis mesin
yang akan memungkinkan mereka mencapai segala planet yang tinggi. Contoh orang
jahat seperti itu yang paling tepat adalah Ravana. Ravana menawarkan rencananya
untuk mendirikan tangga supaya siapa pun dapat mencapai planet-planet surga
tanpa melakukan korban suci seperti yang dianjurkan dalam Veda. Seperti itu
pula, dewasa ini orang jahat seperti Ravana sedang berusaha mencapai
susunan-susunan planet yang lebih tinggi dengan menggunakan mesin-mesin. Ini
contoh-contoh orang yang kebingungan. Akibatnya mereka meluncur masuk neraka
tanpa mengetahuinya. Di sini kata Sansekerta mohajala sangat bermakna. Jala
berarti jala"; seperti ikan terperangkap dalam jala, mereka tidak
mempunyai jalan keluar.
16.17
ātma-sambhāvitāḥ stabdhā
dhana-māna-madānvitāḥ
yajante nāma-yajñais te
dambhenāvidhi-pūrvakam
ātma-sambhāvitāḥ—malas dalam diri sendiri;
stabdhāḥ—tidak
sopan;
dhana-māna—dari kekayaan dan penghormatan;
mada—dalam
khayalan;
anvitāḥ—terlena;
yajante—mereka melakukan korban suci;
nāma—hanya dalam nama saja;
yajñaiḥ—dengan korban suci;
te—mereka;
dambhena—dari rasa bangga;
avidhi-pūrvakam—tanpa mengikuti aturan
dan peraturan sama sekali.
Terjemahan
Malas dalam diri sendiri dan selalu kurang sopan, berkhayal karena kekayaan
dan penghormatan palsu, kadang-kadang mereka melakukan korban suci secara
bangga hanya dalam nama saja, tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.
Penjelasan
Orang jahat menganggap Diri-Nya segala-galanya, dan tidak mempedulikan
kekuasaan maupun Kitab Suci apapun. Kadang-kadang mereka melakukan kegiatan
yang hanya namanya saja kegiatan keagamaan atau upacara-upacara korban suci.
Oleh karena mereka tidak percaya pada kekuasaan apapun, mereka sangat kurang
sopan. Ini disebabkan oleh khayalan karena mengumpulkan sejumlah kekayaan dan
kehormatan palsu. Kadang-kadang orang jahat seperti itu berperan sebagai guru
kerohanian, kemudian menyesatkan rakyat, dan menjadi terkenal sebagai tokoh
yang memperbaharui kerohanian atau sebagai penjelmaan-penjelmaan Tuhan. Mereka
memberi pertunjukkan pelaksanaan korban suci, atau menyembah dewa-dewa, atau
menciptakan Tuhan sendiri. Orang awam memaklumkan bahwa orang jahat tersebut
adalah Tuhan, lalu menyembah mereka, dan orang bodoh menganggap mereka sudah
maju dalam prinsip-prinsip keagamaan, atau prinsip-prinsip pengetahuan rohani.
Mereka mengenakan pakaian seperti orang pada tingkatan hidup untuk melepaskan
hal-hal duniawi lalu melakukan segala jenis kegiatan yang bukan-bukan sambil
mengenakan pakaian itu. Sebenarnya, ada banyak peraturan untuk orang yang sudah
melepaskan ikatannya terhadap dunia ini. Akan tetapi, orang jahat tidak
mempedulikan aturan itu. Mereka menganggap jalan apa pun yang dapat diciptakan
seseorang adalah jalannya sendiri; mereka menganggap tidak ada jalan baku yang
harus diikuti seseorang. Kata avidhi-pūrvakam, yang berarti mengalpakan aturan
dan peraturan, khususnya ditegaskan di sini. Hal-hal ini selalu disebabkan oleh
kebodohan dan khayalan.
16.18
ahańkāraḿ balaḿ darpaḿ
kāmaḿ krodhaḿ ca
saḿśritāḥ
mām ātma-para-deheṣu
pradviṣanto 'bhyasūyakāḥ
ahańkāram—keakuan palsu;
balam—kekuatan;
darpam—rasa
bangga;
kāmam—hawa nafsu;
krodham—amarah;
ca—juga;
samśritāh—setelah
berlindung kepada;
mām—Aku;
ātmā—dalam milik mereka sendiri;
parā—dan
di dalam yang lain;
deheṣu—badan-badan;
pradviṣantaḥ—menghina;
abhyasūyakāḥ—iri.
Terjemahan
Orang jahat dibingungkan oleh keakuan palsu, kekuatan, rasa bangga, hawa
nafsu dan amarah sehingga mereka menjadi iri terhadap Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, yang bersemayam di dalam badan mereka sendiri dan juga di dalam badan
orang lain, dan mereka menghina dharma yang sejati.
Penjelasan
Orang jahat selalu menentang Kemahakuasaan Tuhan, dan dia tidak percaya
kepada Kitab Suci. Dia iri terhadap Kitab Suci dan adanya Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Ini disebabkan oleh apa yang disebut penghormatan, kekayaan dan
kekuatan yang dikumpulkannya. Ia tidak mengetahui bahwa kehidupan sekarang
adalah persiapan untuk penjelmaan yang akan datang. Karena ia tidak mengetahui
hal ini, ia sebenarnya iri hati kepada Diri-Nya sendiri dan juga kepada orang
lain. Ia melakukan kekerasan terhadap badan-badan lain dan juga terhadap
badannya sendiri. Dia tidak mempedulikan Kemahakuasaan Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, sebab ia tidak memiliki pengetahuan. Oleh karena dia iri terhadap
Kitab Suci dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia mengemukakan argumentasi
palsu yang menentang adanya Tuhan dan menolak kekuasaan Kitab Suci. Dia
menganggap Diri-Nya bebas dan perkasa dalam segala perbuatan. Dia menganggap
bahwa oleh karena tiada seorang pun yang menandingi kekuatannya, kewibawaannya
maupun kekayaannya, ia bebas bertindak dengan cara apa pun dan tiada seorang
pun yang dapat melawan. Kalau ada musuhnya yang mungkin mengalangi kemajuan
kegiatan indera-inderanya, dia membuat rencana-rencana untuk memotong kedudukan
orang itu dengan kekuatannya sendiri.
16.19
tān ahaḿ dviṣataḥ krūrān
saḿsāreṣu narādhamān
kṣipāmy ajasram aśubhān
āsurīṣv eva yoniṣu
tān—itu;
aham—Aku;
dviṣataḥ—iri;
krūrān—nakal;
saḿsāreṣu—ke dalam lautan kehidupan material;
nara-adhamān—manusia
yang paling rendah;
kṣipāmi—Aku tempatkan;
ajasram—untuk
selamanya;
aśubhān—tidak menguntungkan;
āsurīṣu—jahat;
evā—pasti;
yoniṣu—ke dalam kandungan-kandungan.
Terjemahan
Orang yang iri dan nakal, manusia yang paling rendah, untuk selamanya
Kubuang ke dalam lautan kehidupan material, di dalam berbagai jenis kehidupan
yang jahat.
Penjelasan
Dalam ayat ini disebutkan dengan jelas bahwa penempatan roh individual
tertentu ke dalam badan tertentu adalah hak kehendak Yang Mahakuasa. Barangkali
orang jahat tidak setuju mengakui Kemahakuasaan Tuhan, dan memang kenyataan
bahwa dia boleh bertindak menurut kehendak pribadi, tetapi penjelmaan yang akan
datang akan bergantung kepada keputusan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bukan
pada Diri-Nya sendiri. Dalam Srimad-Bhagavatam, skanda Tiga, dinyatakan bahwa
sesudah roh individual meninggal, ia di tempatkan di dalam kandungan seorang
ibu. Di sana ia memperoleh jenis badan tertentu di bawah pengawasan kekuatan
yang lebih tinggi. Karena itu, dalam kehidupan material kita menemukan banyak
jenis kehidupan—binatang, serangga, manusia, dan sebagainya. Semuanya disusun
oleh kekuatan yang lebih tinggi. Semuanya tidak hanya terwujud secara kebetulan
saja. Mengenai orang jahat, dinyatakan dengan jelas di sini bahwa mereka
ditempatkan di dalam kandungan-kandungan orang-orang jahat untuk selamanya, dan
dengan demikian mereka terus bersikap iri, yaitu manusia yang paling rendah.
Dinyatakan bahwa jenis manusia yang jahat seperti itu selalu penuh hawa nafsu,
selalu bersikap keras, penuh rasa benci dan selalu tidak bersih. Berbagai jenis
pemburu di rimba-rimba dianggap termasuk jenis kehidupan yang jahat.
16.20
āsurīḿ yonim āpannā
mūḍhā janmāni janmāni
mām aprāpyaiva kaunteya
tato yānty adhamāḿ gatim
āsurīm—jahat;
yonim—jenis-jenis kehidupan;
āpannāḥ—memperoleh;
mūḍhāḥ—orang bodoh;
janmāni janmāni—dalam banyak
penjelmaan;
mām—Aku;
aprāpya—tanpa memperoleh;
evā—pasti;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
tataḥ—sesudah itu;
yānti—pergi;
adhamām—terkutuk;
gatim—tujuan.
Terjemahan
Setelah dilahirkan berulang kali di tengah-tengah jenis-jenis kehidupan yang
jahat, orang seperti itu tidak pernah dapat mendekati-Ku, wahai putera Kuntī .
Berangsur-angsur mereka merosot hingga mencapai jenis kehidupan yang paling
menjijikkan.
Penjelasan
Diketahui bahwa Tuhan adalah Yang Mahakarunia, tetapi disini kita menemukan
bahwa Tuhan tidak pernah mengaruniai orang jahat. Dinyatakan dengan jelas bahwa
orang jahat di tempatkan di dalam kandungan orang jahat yang serupa di dalam
banyak penjelmaan, dan oleh karena mereka tidak mencapai karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa, mereka semakin menurun, sampai akhirnya mencapai badan seperti
badan kucing, anjing, dan babi. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat
seperti itu hampir tidak mungkin mendapat karunia dari Tuhan pada suatu
tingkatan hidup berikutnya. Dalam Veda juga dinyatakan bahwa orang seperti itu
berangsur-angsur merosot hingga menjadi anjing dan babi. Kemudian, berhubungan
dengan hal ini, mungkin ada orang yang mengatakan bahwa seharusnya Tuhan tidak
dinyatakan Yang Mahakarunia kalau Beliau tidak mengaruniai orang jahat
tersebut. Sebagai jawaban atas pertanyaan itu, dalam Vedanta-sutra kita
menemukan pernyataan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak membenci siapa pun.
Menempatkan para asura, atau orang jahat, dalam status hidup terendah hanyalah
aspek lain dari karunia Beliau. Kadang-kadang para asura di bunuh oleh Tuhan
Yang Maha Esa, tetapi pembunuhan seperti ini juga baik untuk mereka, sebab
dalam kesusasteraan Veda kita menemukan pernyataan bahwa siapa pun yang dibunuh
oleh Tuhan Yang Maha Esa mencapai pembebasan (mokṣa). Ada contoh-contoh dalam
sejarah mengenai banyak asura—misalnya, Ravana, Kamsa dan Hiranyakasipu . Tuhan
muncul di hadapan asura-asura tersebut dalam berbagai penjelmaan-Nya hanya untuk
membunuh mereka. Karena itu, karunia Tuhan diperlihatkan kepada para asura
kalau mereka cukup beruntung hingga dibunuh oleh Beliau.
16.21
tri-vidhaḿ narakasyedaḿ
dvāraḿ nāśanam ātmanaḥ
kāmaḥ krodhas tathā lobhas
tasmād etat trayaḿ tyajet
tri-vidham—tiga jenis;
narakasya—tentang neraka;
idam—ini;
dvāram—pintu gerbang;
nāśanam—yang menghancurkan;
ātmanāḥ—tentang
sang diri;
kāmaḥ—hawa nafsu;
krodhaḥ—amarah;
tathā—dan;
lobhaḥ—loba;
tasmāt—karena itu;
etat—ini;
trayam—tiga;
tyajet—orang
harus meninggalkan.
Terjemahan
Ada tiga pintu gerbang menuju neraka tersebut—hawa nafsu, amarah dan loba.
Setiap orang waras harus meninggalkan tiga sifat ini, sebab tiga sifat ini
menyebabkan sang roh merosot.
Penjelasan
Awal kehidupan yang jahat diuraikan di sini. Seseorang berusaha memuaskan
hawa nafsunya, dan bila ia tidak berhasil, timbullah amarah dan loba. Orang
waras yang tidak ingin meluncur ke dalam jenis-jenis kehidupan jahat harus
berusaha meninggalkan tiga musuh tersebut, yang dapat membunuh sang diri sampai
tingkat kemungkinan pembebasan dari ikatan material ini tidak ada.
16.22
etair vimuktaḥ kaunteya
tamo-dvārais tribhir naraḥ
ācaraty ātmanaḥ śreyas
tato yāti parāḿ gatim
etaiḥ—dari yang ini;
vimuktaḥ—dengan dibebaskan;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
tamaḥ-dvāraiḥ—dari gerbang kebodohan;
tribhiḥ—dari
tiga jenis;
naraḥ—seseorang;
ācarati—melakukan;
ātmanāḥ—bagi
sang diri;
śreyaḥ—berkat;
tataḥ—sesudah itu;
yāti—ia
pergi;
param—kepada Yang Mahakuasa;
gatim—tujuan.
Terjemahan
Orang yang sudah bebas dari tiga gerbang neraka tersebut melakukan perbuatan
yang menguntungkan untuk keinsafan diri dan dengan demikian berangsur-angsur ia
mencapai tujuan yang paling utama, wahai putera Kuntī.
Penjelasan
Seseorang harus hati-hati sekali tentang tiga musuh kehidupan manusia yaitu:
Hawa nafsu, amarah dan loba. Semakin seseorang dibebaskan dari hawa nafsu,
amarah dan loba, hidupnya semakin suci. Kemudian ia dapat mengikuti aturan dan
peraturan yang dianjurkan dalam Kitab-kitab Veda. Dengan mengikuti
prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan manusia, berangsur-angsur seseorang
maju sampai tingkat keinsafan rohani. Kalau seseorang cukup beruntung seperti
itu, dan melalui latihan, sehingga ia maju sampai tingkat kesadaran Krishna, sukses
terjamin baginya. Dalam kesusasteraan Veda, cara-cara perbuatan dan reaksi
ditetapkan untuk memungkinkan seseorang mencapai tingkat penyucian. Seluruh
cara tersebut berdasarkan prinsip meninggalkan nafsu, loba dan amarah. Dengan
mengembangkan pengetahuan tentang proses tersebut, seseorang dapat diangkat
sampai kedudukan tertinggi keinsafan diri; keinsafan diri tersebut
disempurnakan dalam bhakti. Dalam bhakti itu, pembebasan roh yang terikat
terjamin. Karena itu, menurut sistem Veda, ditetapkan empat golongan tingkatan
hidup dan empat tingkatan hidup. Ini disebut susunan golongan masyarakat dan
susunan tingkatan rohani. Ada berbagai aturan dan peraturan untuk berbagai
golongan dan bagian masyarakat, dan kalau seseorang sanggup mengikuti peraturan
itu, dengan sendirinya ia akan diangkat sampai tingkat keinsafan rohani
tertinggi. Pada waktu itu ia pasti memperoleh pembebasan.
16.23
yaḥ śāstra-vidhim utsṛjya
vartate kāma-kārataḥ
na sa siddhim avāpnoti
na sukhaḿ na parāḿ gatim
yaḥ—siapa pun yang;
śāstra-vidhim—aturan Kitab Suci;
utsṛjya—meninggalkan;
vartate—tetap;
kāma-kārataḥ—bertindak seenaknya dalam hawa
nafsu;
na—tidak pernah;
saḥ—dia;
siddhim—kesempurnaan;
avāpnoti—memperoleh;
na—tidak pernah;
sukham—kebahagiaan;
na—tidak pernah;
param—paling
utama;
gatim—tingkat kesempurnaan.
Terjemahan
Orang yang meninggalkan aturan Kitab Suci dan bertindak menurut kehendak
sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi.
Penjelasan
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, śastra-vidhi, atau petunjuk dari śastra,
diberikan kepada berbagai golongan dan tingkatan masyarakat manusia. Seharusnya
semua orang mengikuti aturan dan peraturan tersebut. Kalau seseorang tidak
mengikuti aturan tersebut dan bertindak seenaknya menurut nafsu, loba dan
kehendak pribadinya, maka dia tidak akan pernah menjadi sempurna dalam
kehidupannya. Dengan kata lain, barangkali seseorang mengetahui segala hal
tersebut secara teori, tetapi kalau ia tidak melaksanakannya dalam kehidupannya
sendiri, maka ia harus dikenal sebagai manusia yang paling rendah. Dalam
kehidupan manusia, seharusnya makhluk hidup waras dan mematuhi peraturan yang
telah diberikan untuk meningkatkan kehidupannya sampai tingkat tertinggi,
tetapi kalau ia tidak mengikuti peraturan itu, maka ia akan merosot. Walaupun
ia mematuhi aturan dan peraturan serta prinsip-prinsip moral tetapi akhirnya
tidak mencapai tingkat pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka segala
pengetahuannya dirusakkan. Kalaupun ia mengakui adanya Tuhan tetapi tidak
menekuni bhakti kepada Tuhan, maka usaha-usahanya dirusakkan. Karena itu,
seharusnya seseorang berangsur-angsur mengangkat Diri-Nya sampai tingkat
kesadaran Krishna dan bhakti; pada waktu itulah ia dapat mencapai tingkat
kesempurnaan tertinggi, bukan dengan cara lain.
Kata kamakaratah sangat bermakna. Orang yang melanggar
peraturan secara sadar bertindak dalam nafsu. Dia mengetahui bahwa suatu
perbuatan dilarang, namun tetap dilakukan. Ini disebut bertindak seenaknya. Ia
mengetahui bahwa seharusnya perbuatannya ini tidak dilakukan, tetapi ia masih
melakukan perbuatan itu juga; dia disebut orang yang bertingkah. Orang seperti
itu akan disalahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara takdir. Orang seperti itu
tidak dapat memperoleh kesempurnaan yang dimaksudkan untuk kehidupan manusia.
Kehidupan manusia khususnya dimaksudkan untuk menyucikan kehidupan, dan orang
yang tidak mengikuti aturan dan peraturan tidak dapat menyucikan Diri-Nya, atau
pun mencapai tingkat kebahagiaan yang sejati.
16.24
tasmāc chāstraḿ pramāṇaḿ
te
kāryākārya-vyavasthitau
jñātvā śāstra-vidhānoktaḿ
karma kartum ihārhasi
tasmāt—karena itu;
śastram—Kitab Suci;
pramāṇam—bukti;
te—milikmu;
kārya—kewajiban;
akārya—dan kegiatan
terlarang;
vyavasthitau—alam menentukan;
jñātvā—mengetahui;
śastra—dari
Kitab Suci;
vidhāna—peraturan;
uktam—sebagaimana dimaklumkan;
karma—pekerjaan;
kartum—melakukan;
iha—di dunia ini;
arhasi—engkau harus.
Terjemahan
Karena itu, seharusnya seseorang mengerti apa itu kewajiban dan apa yang
bukan kewajiban menurut peraturan Kitab Suci. Dengan mengetahui aturan dan
peraturan tersebut, hendaknya ia bertindak dengan cara supaya berangsur-angsur
Diri-Nya maju ke tingkat yang lebih tinggi.
Penjelasan
Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Lima belas, segala aturan dan peraturan
Veda dimaksudkan untuk mengetahui tentang Krishna. Kalau seseorang mengetahui
tentang Krishna dari Bhagavad-gita, sudah mantap dalam kesadaran Krishna, dan
menekuni bhakti, ia sudah mencapai kesempurnaan pengetahuan tertinggi yang diberikan
oleh kesusasteraan Veda. Sri Caitanya Mahaprabhu mempermudah proses tersebut:
Beliau hanya meminta supaya orang mengucapkan mantra: Hare Krishna, Hare
Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare
Hare, menekuni bhakti kepada Tuhan dan makan sisa makanan yang sudah
dipersembahkan kepada Krishna. Orang yang menekuni segala kegiatan bhakti
tersebut secara langsung sudah mempelajari segala kesusasteraan Veda. Ia sudah
mencapai kesimpulannya secara sempurna. Tentu saja, bagi orang biasa yang belum
sadar akan Krishna atau belum menekuni bhakti, apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus tidak dilakukan harus ditentukan oleh peraturan Veda. Seseorang
harus bertindak menurut keputusan-keputusan itu, tanpa membantah. Itu disebut
mengikuti prinsip-prinsip śastra, atau Kitab Suci. Sastra adalah bebas dari
empat kelemahan utama yang dapat dilihat pada roh yang terikat yaitu:
Indera-indera yang kurang sempurna, kecenderungan menipu, pasti berbuat
kesalahan, dan pasti berkhayal. Empat kelemahan utama dalam kehidupan terikat
menyebabkan seseorang tidak memenuhi syarat untuk menetapkan aturan dan
peraturan. Karena itu, aturan dan peraturan sebagaimana diuraikan dalam
śastra—di atas kelemahan tersebut—diterima tanpa perubahan oleh semua orang
suci yang mulia, ācārya-ācārya dan roh-roh yang mulia.
Di India ada banyak golongan pengertian rohani, yang pada
umumnya digolongkan menjadi dua yaitu: Orang tidak mengakui bentuk pribadi
Tuhan dan orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Akan tetapi, kedua golongan
tersebut hidup menurut prinsip-prinsip Veda. Seseorang tidak dapat naik sampai
tingkat kesempurnaan tanpa mengikuti prinsip-prinsip Kitab Suci. Karena itu,
orang yang sungguh-sungguh memahami arti śastra adalah orang yang beruntung.
Dalam masyarakat manusia, rasa enggan terhadap prinsip-prinsip mengerti tentang
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan keadaan semua orang jatuh. Itulah
kesalahan terbesar dalam kehidupan manusia. Karena itu, mayā, tenaga material
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, selalu mempersulit kita dalam bentuk tiga
jenis kesengsaraan. Tenaga material itu terdiri dari tiga sifat alam material.
Seseorang harus mengangkat Diri-Nya sekurang-kurangnya sampai sifat kebaikan
sebelum jalan menuju pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa dapat dibuka. Tanpa
mengangkat diri sampai taraf sifat kebaikan, seseorang tetap dalam kebodohan
dan nafsu, yang menyebabkan kehidupan jahat. Orang yang berada dalam
sifat-sifat nafsu dan kebodohan mengejek Kitab Suci, mengejek orang suci dan
mengejek pengertian yang benar tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mereka
melanggar pelajaran sang guru kerohanian, dan mereka tidak mempedulikan
peraturan Kitab Suci. Meskipun mereka mendengar tentang kebesaran pengabdian
suci bhakti, mereka tidak tertarik. Karena itu, mereka membuat cara sendiri
untuk maju. Inilah beberapa kelemahan masyarakat manusia yang membawa orang
menuju status kehidupan yang bersifat jahat. Akan tetapi, kalau seseorang dapat
dibimbing oleh seorang guru kerohanian yang benar dan dapat dipercaya, yang
sanggup membimbing orang ke jalan kemajuan sampai tingkat yang lebih tinggi,
maka kehidupannya akan menjadi sukses.
Demikianlah telah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Enam belas
Srimad-Bhagavad-gita perihal Sifat Rohani dan Sifat Jahat."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Golongan-golongan
Keyakinan
17.1
Arjuna
uvāca
ye
śāstra-vidhim utsṛjya
yajante
śraddhayānvitāḥ
teṣāḿ
niṣṭhā tu kā kṛṣṇa
sattvām
āho rājā s tamaḥ
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; ye—orang yang; śāstra-vidhim—peraturan
Kitab Suci; utsṛjya—meninggalkan; yajante—menyembah; śraddhayā—kepercayaan
sepenuhnya; anvitāḥ—memiliki; teṣām—mengenai mereka; niṣṭhā—keyakinan;
tu—tetapi; kā—apakah; kṛṣṇa—o Krishna; sattvām—dalam
kebaikan; aho—atau hal lain; rājāḥ—dalam nafsu; tamaḥ—dalam
kebodohan.
Terjemahan
Arjuna bertanya: O Krishna,
bagaimana kedudukan orang yang tidak mengikuti prinsip-prinsip Kitab Suci
tetapi sembahyang menurut angan-angan sendiri? Apakah mereka berada dalam
kebaikan, nafsu atau dalam kebodohan?
Penjelasan
Dalam Bab Empat ayat ketiga puluh
sembilan, dinyatakan bahwa orang yang setia pada jenis sembahyang tertentu
berangsur-angsur naik sampai tahap pengetahuan dan mencapai tingkat
kesempurnaan tertinggi kedamaian dan kemakmuran. Dalam Bab Enam belas,
disimpulkan bahwa orang yang tidak mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan
dalam Kitab Suci disebut seorang asura, atau orang jahat, dan orang yang
mematuhi peraturan Kitab Suci dengan setia disebut deva, atau dewa. Dan jika ia
mengikuti beberapa peraturan yang tidak disebutkan dalam aturan Kitab Suci
dengan keyakinan, bagaimana kedudukannya? Keragu-raguan di dalam hati Arjuna
mengenai hal ini akan dihilangkan oleh Krishna. Apakah orang yang menciptakan
sejenis dewa dengan cara memilih seorang manusia dan menaruh kepercayaan
terhadap orang itu sedang sembahyang dalam sifat kebaikan, nafsu atau
kebodohan? Apakah orang seperti itu mencapai tingkat kesempurnaan dalam
kehidupan? Mungkinkah mereka mantap dalam pengetahuan sejati dan mengangkat
diri sampai tingkat kesempurnaan tertinggi? Apakah orang yang tidak mengikuti
aturan dan peraturan Kitab Suci tetapi percaya pada sesuatu dan menyembah
dewa-dewa dan manusia akan mencapai sukses dalam usahanya? Arjuna mengajukan
pertanyaan-pertanyaan ini kepada Krishna.
17.2
śrī-bhagavān uvāca
tri-vidhā bhavati śraddhā
dehināḿ sā svabhāva-jā
sāttvikī rājasī caiva
tāmasī ceti tāḿ śṛṇu
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda;
tri-vidhā—dari
tiga jenis;
bhavati—menjadi;
śraddhā—kepercayaan;
dehinam—milik
dia yang berada di dalam badan;
sa—itu;
sva-bhāva-jā—menurut
sifatnya dalam alam material;
sāttvikī—dalam sifat kebaikan;
rājāsi—dalam
sifat nafsu;
ca—juga;
evā—pasti;
tamasi—dalam sifat
kebodohan;
ca—juga;
iti—demikian;
tam—itu;
śṛṇu—dengarlah
dari-Ku.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Menurut sifat-sifat alam yang
diperoleh oleh roh di dalam badan, ada tiga jenis kepercayaan yang dapat
dimiliki seseorang—kepercayaan dalam kebaikan, dalam nafsu atau dalam
kebodohan. Sekarang dengarlah tentang hal ini.
Penjelasan
Orang yang mengetahui aturan dan peraturan Kitab Suci tetapi meninggalkan
dan tidak mengikuti aturan dan peraturan itu karena malas atau tidak peduli,
diatur oleh sifat-sifat alam material. Menurut aktivitas sebelumnya dalam
sifat-sifat kebaikan, nafsu atau kebodohan, mereka memperoleh sifat yang
memiliki ciri khusus. Pergaulan makhluk hidup dengan berbagai sifat alam sudah
berjalan sejak sebelum awal sejarah; oleh karena makhluk hidup berhubungan
dengan alam material, ia memperoleh berbagai jenis sikap mental menurut
hubungannya dengan sifat-sifat alam material. Tetapi sifat tersebut dapat
diubah kalau seseorang bergaul dengan seorang guru kerohanian yang dapat
dipercaya dan mematuhi aturan dari guru dan aturan dari Kitab Suci.
Berangsur-angsur seseorang dapat mengubah kedudukannya dari kebodohan menjadi
kebaikan, atau dari nafsu menjadi kebaikan. Kesimpulannya ialah bahwa percaya
secara buta terhadap sifat alam tertentu tidak dapat menolong seseorang untuk
naik tingkat sampai pada tingkat kesempurnaan. Seseorang harus mempertimbangkan
hal-hal dengan teliti, dengan kecerdasan, dalam pergaulan dengan seorang guru
kerohanian yang dapat dipercaya. Dengan demikian, ia dapat mengubah
kedudukannya hingga sifat alam yang lebih tinggi.
17.3
sattvānurūpā sarvasya
śraddhā bhavati bhārata
śraddhā-mayo 'yam#769; puruṣo
yo yac-chraddhaḥ sa eva saḥ
sattva-anurūpā—menurut keadaan hidup;
sarvasya—milik setiap
orang;
śraddhā—kepercayaan;
bhavati—menjadi;
Bhārata—wahai
putera
Bhārata ;
śraddhā—kepercayaan;
mayāḥ—penuh;
ayam—ini;
puruṣaḥ—makhluk hidup;
yaḥ—yang;
yat—yang mempunyai;
śraddhaḥ—kepercayaan;
saḥ—demikian;
evā—pasti;
saḥ—dia.
Terjemahan
Wahai putera Bhārata, menurut kehidupan seseorang di bawah berbagai sifat
alam, ia mengembangkan jenis kepercayaan tertentu. Dikatakan bahwa makhluk
hidup memiliki kepercayaan tertentu menurut sifat-sifat yang telah
diperolehnya.
Penjelasan
Semua orang memiliki jenis kepercayaan tertentu, bagaimanapun kedudukannya.
Namun kepercayaan itu ada yang bersifat baik, nafsu atau kebodohan sesuai sifat
yang diperolehnya. Karena itu, menurut jenis kepercayaan tertentu yang
dimilikinya, ia bergaul dengan orang tertentu. Kenyataan yang sebenarnya ialah
bahwa setiap makhluk hidup pada awal adalah bagian percikan dari Tuhan Yang
Maha Esa yang memiliki sifat yang sama seperti Tuhan Yang Maha Esa. Ini
dinyatakan dalam Bab Lima belas. Karena itu, pada permulaan seseorang melampaui
segala sifat alam material tetapi apabila seseorang melupakan hubungannya
kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan mengadakan hubungan dengan alam
material dalam kehidupan yang terikat, ia mengembangkan kedudukannya sendiri
melalui pergaulan dengan berbagai jenis alam material. Kepercayaan dan
kehidupan yang tidak asli sebagai akibatnya hanya bersifat material. Walaupun
seseorang barangkali diatur oleh suatu kesan, atau suatu paham hidup, pada
permulaan ia bersifat nirguna, atau rohani. Karena itu, seseorang harus
disucikan dari pengaruh material yang telah diperolehnya untuk memperoleh
kembali hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Itulah satu-satunya jalan
kembali tanpa rasa takut: Kesadaran Krishna. Kalau seseorang mantap dalam
kesadaran Krishna, maka jalan tersebut terjamin agar ia diangkat sampai tingkat
kesempurnaan. Kalau seseorang tidak mulai mengikuti jalan keinsafan diri
tersebut, maka pasti ia diatur oleh sifat-sifat alam.
Kata śraddhā atau kepercayaan," sangat bermakna di dalam
ayat ini. śraddhā, atau kepercayaan, pada permulaan berasal dari sifat
kebaikan. Mungkin seseorang percaya kepada dewa atau Tuhan yang diciptakan
orang atau sesuatu yang dibuat dalam pikiran. Kepercayaan kuat yang dimiliki
seseorang seharusnya menghasilkan pekerjaan dalam sifat kebaikan material.
Tetapi dalam kehidupan terikat yang bersifat material, tidak ada pekerjaan yang
bersifat suci sepenuhnya. Pekerjaan tersebut bersifat campuran. Pekerjaan itu
tidak berada dalam sifat kebaikan murni. Kebaikan murni bersifat rohani dan
melampaui hal-hal duniawi; dalam kebaikan yang disucikan seseorang dapat
memahami sifat sejati Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Selama kepercayaan
seseorang belum mantap sepenuhnya dalam kebaikan murni kepercayaan dipengaruhi
oleh salah satu sifat alam material. Pencemaran sifat-sifat alam material
tersebar sampai ke hati. Karena itu, menurut kedudukan hati seseorang
berhubungan dengan sifat alam material tertentu, kepercayaannya dimantapkan.
Harus dimengerti bahwa kalau hati seseorang berada dalam sifat kebaikan, maka
kepercayaannya juga berada dalam sifat kebaikan. Kalau hatinya berada dalam
sifat nafsu, maka kepercayaannya pun dalam sifat nafsu. Kalau hatinya berada
dalam sifat kegelapan, khayalan, maka kepercayaan pun dicemari seperti itu.
Karena itu, kita menemukan berbagai jenis kepercayaan di dunia ini, dan berbagai
jenis dharma menurut berbagai jenis kepercayaan. Prinsip sejati kepercayaan
keagamaan berada dalam sifat kebaikan murni, tetapi oleh karena hati dicemari,
kita menemukan berbagai jenis prinsip keagamaan. Jadi, ada berbagai jenis
sembahyang menurut berbagai jenis kepercayaan.
17.4
yajante sāttvikā devān
yakṣa-rakṣāḿsi rājasāḥ
pretān bhūta-gaṇāḿś cānye
yajante tāmasā janāḥ
yajante—menyembah;
sāttvikāḥ—orang yang berada dalam sifat
kebaikan;
devān—para dewa;
yakṣa-rakṣāḿsi—para raksasa atau
orang jahat;
rājasāḥ—orang yang berada dalam sifat nafsu;
pretān—arwah
orang yang sudah meninggal;
bhūta-gaṇān—hantu-hantu;
ca—dan;
anye—orang
lain;
yajante—menyembah;
tamasaḥ—dalam sifat kebodohan;
janaḥ—orang.
Terjemahan
Orang dalam sifat kebaikan menyembah para dewa; orang dalam sifat nafsu
menyembah para raksasa atau orang jahat; dan orang yang berada dalam sifat
kebodohan menyembah hantu-hantu dan roh-roh halus.
Penjelasan
Dalam ayat ini, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menguraikan berbagai jenis
orang yang sembahyang menurut kegiatan lahiriahnya. Menurut aturan Kitab Suci,
hanya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa patut disembah, tetapi orang yang belum
begitu menguasai atau percaya terhadap aturan Kitab Suci menyembah berbagai
obyek, menurut keadaannya yang khusus dalam sifat-sifat alam material. Orang
yang mantap dalam kebaikan pada umumnya menyembah para dewa. Para dewa termasuk
Brahma, Siva, dan lain-lain seperti Indra, Candra dan dewa matahari. Ada banyak
dewa. Orang dalam sifat kebaikan menyembah dewa tertentu dengan tujuan
tertentu. Begitu pula, orang yang berada dalam sifat nafsu menyembah orang
jahat. Kami masih ingat selama perang dunia kedua ada orang di Calcutta yang
menyembah Hitler karena akibat perang itu dia telah berhasil mengumpulkan
jumlah kekayaan yang cukup besar dengan cara berdagang di pasar gelap. Begitu
pula, orang dalam sifat nafsu dan kebodohan pada umumnya memilih manusia yang
perkasa sebagai Tuhan. Mereka menganggap siapa pun dapat disembah sebagai Tuhan
dan hasil yang sama akan diperoleh.
Diuraikan dengan jelas di sini bahwa orang yang berada dalam sifat
nafsu menyembah dan menciptakan dewa-dewa seperti itu, dan orang yang berada
dalam sifat kebodohan, dalam kegelapan, menyembah roh-roh orang yang sudah
meninggal. Kadang-kadang orang sembahyang di kuburan kepada orang yang sudah
meninggal. Sembahyang kepada hubungan suami isteri juga dianggap dalam sifat
kegelapan. Begitu pula di desa-desa terpencil di India ada orang yang menyembah
hantu. Kami pernah melihat bahwa di India golongan masyarakat yang rendah
kadang-kadang pergi ke hutan, dan kalau mereka mengetahui bahwa ada hantu yang
tinggal di sebatang pohon, mereka menyembah pohon itu dan mempersembahkan
korban-korban. Berbagai jenis sembahyang seperti itu sebenarnya bukan
sembahyang kepada Tuhan. Sembahyang kepada Tuhan adalah untuk orang yang mantap
secara rohani dalam sifat kebaikan murni. Dalam Srimad-Bhagavatam (4.3.23)
dikatakan, sattvām visuddham vasudevasabditam: Bila seseorang mantap dalam kebaikan
yang murni, ia menyembah Vasudeva." Penjelasan ayat ini ialah bahwa orang
yang sudah disucikan sepenuhnya dari sifat-sifat alam material dan mantap
secara rohani dapat menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dianggap berada
dalam sifat kebaikan, dan mereka menyembah lima jenis dewa. Mereka menyembah
bentuk Visnu yang tidak bersifat pribadi di dunia material, yang dikenal
sebagai Visnu yang dijadikan filsafat. Visnu adalah penjelmaan Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, tetapi oleh karena pada hakekatnya orang yang tidak mengakui
bentuk pribadi Tuhan tidak percaya pada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, mereka
membayangkan bahwa bentuk Visnu adalah aspek lain lagi dari Brahman yang tidak
bersifat pribadi. Dengan cara yang serupa mereka membayangkan bahwa Dewa Brahma
adalah bentuk yang tidak bersifat pribadi dalam sifat nafsu material. Karena
itu, kadang-kadang mereka menguraikan lima jenis dewa yang patut disembah.
Tetapi oleh karena mereka menganggap kebenaran sejati adalah Brahman yang tidak
bersifat pribadi, akhirnya mereka membuang segala obyek yang patut disembah.
Sebagai kesimpulan, berbagai sifat alam material dapat disucikan melalui
pergaulan dengan pemilik sifat-sifat rohani.
17.5-6
aśāstra-vihitaḿ ghoraḿ
tapyante ye tapo janāḥ
dambhāhańkāra-saḿyuktāḥ
kāma-rāga-balānvitāḥ
karṣayantaḥ śarīra-sthaḿ
bhūta-grāmam acetasāḥ
māḿ caivāntaḥ śarīra-sthaḿ
tān viddhy āsura-niścayān
aśastra—tidak tercantum dalam Kitab Suci;
vihitam—diatur;
ghoram—menyakiti
orang lain;
tapyante—menjalani;
ye—orang yang;
tapaḥ—pertapaan;
janaḥ—orang;
dambha—dengan rasa bangga;
ahańkāra—dan
keakuan palsu;
saḿyuktāḥ—sibuk;
kāma—nafsu;
rāga—dan
ikatan;
bala—oleh kekuatan;
anvitāḥ—didorong;
karṣayantaḥ—menyiksa;
śarīra-stham—berada di dalam badan;
bhūta-grāmam—gabungan
unsur-unsur material;
acetasāḥ—karena pikiran sesat;
mām—Aku;
ca—juga;
evā—pasti;
antaḥ—di dalam;
śarīra-stham—bersemayam di
dalam badan;
tān—mereka;
viddhi—memahami;
āsura-niścayān—orang
jahat.
Terjemahan
Orang yang menjalani pertapaan dan kesederhanaan yang keras yang tidak
dianjurkan dalam Kitab Suci, dan melakukan kegiatan itu karena rasa bangga dan
keakuan palsu didorong oleh nafsu dan ikatan, yang bersifat bodoh dan menyiksa
unsur-unsur material di dalam badan dan Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam
badan, dikenal sebagai orang jahat.
Penjelasan
Ada orang yang membuat cara-cara pertapaan dan kesederhanaan yang tidak
dianjurkan di dalam aturan Kitab Suci. Misalnya, puasa dengan suatu maksud
tersembunyi seperti mencari dukungan untuk tujuan yang bersifat politik belaka,
tidak disebutkan dalam petunjuk-petunjuk Kitab Suci. Dalam Kitab Suci,
puasa demi kemajuan rohani dianjurkan, bukan dengan tujuan politik atau sosial.
Orang yang melakukan pertapaan seperti itu tentunya bersifat jahat menurut
Bhagavad-gita. Perbuatan mereka bertentangan dengan aturan Kitab Suci dan tidak
bermanfaat bagi rakyat umum. Sebenarnya mereka bertindak karena rasa bangga,
keakuan palsu, nafsu dan ikatan terhadap kenikmatan material. Kegiatan seperti
itu tidak hanya mengganggu gabungan unsur-unsur material yang merupakan badan,
tetapi juga mengganggu Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri yang bersemayam
di dalam badan. Puasa atau melakukan pertapaan dengan cara yang tidak
dibenarkan seperti itu dengan tujuan politik tentunya sangat mengganggu orang
lain. Kegiatan seperti itu tidak disebutkan dalam Kitab-kitab Veda. Orang jahat
barangkali berpikir bahwa dia dapat memaksakan musuhnya atau pihak lain untuk
mengabulkan keinginannya dengan cara seperti ini, tetapi kadang-kadang
seseorang meninggal dunia karena puasa seperti itu. Perbuatan seperti ini tidak
dibenarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan Beliau mengatakan bahwa orang
yang melakukan kegiatan seperti itu adalah orang jahat. Perbuatan seperti itu
adalah penghinaan terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab perbuatan itu
dilakukan dengan melanggar aturan Kitab Veda. Kata acetasāḥ bermakna
berhubungan dengan hal ini. Orang yang waras harus mematuhi aturan Kitab Suci.
Orang yang tidak berada dalam kedudukan seperti itu mengalpakan dan melanggar
Kitab Suci dan membuat cara pertapaan dan kesederhanaan sendiri. Hendaknya
orang selalu ingat tujuan utama orang jahat, sebagaimana diuraikan dalam bab
sebelumnya. Tuhan memaksakan mereka dilahirkan dalam kandungan-kandungan
orang-orang jahat. Sebagai akibatnya mereka akan hidup menurut prinsip-prinsip
jahat dalam banyak penjelmaannya tanpa mengetahui hubungannya dengan Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, kalau orang seperti itu cukup beruntung
sehingga dapat dibimbing oleh seorang guru kerohanian yang sanggup menuntun
mereka pada jalan kebijaksanaan Veda, mereka dapat keluar dari ikatan tersebut
dan akhirnya mencapai tujuan yang paling utama.
17.7
āhāras tv api sarvasya
tri-vidho bhavati priyaḥ
yajñas tapas tathā dānaḿ
teṣāḿ bhedam imaḿ śṛṇu
āhārāḥ—makan;
tu—pasti;
api—juga;
sarvasya—milik
setiap orang;
tri-vidhaḥ—terdiri dari tiga jenis;
bhavati—ada;
priyaḥ—disukai;
yajñaḥ—korban suci;
tapaḥ—pertapaan;
tathā—juga;
dānam—kedermawanan;
teṣām—antara mereka;
bhedam—perbedaan;
imām—ini;
śṛṇu—dengarlah.
Terjemahan
Makanan yang paling disukai setiap orang juga terdiri dari tiga jenis,
menurut tiga sifat alam material. Demikian pula korban suci, pertapaan dan
kedermawanan. Sekarang dengarlah perbedaan antara hal-hal itu.
Penjelasan
Menurut berbagai keadaan dalam sifat-sifat alam material, ada perbedaan
dalam cara makan dan melakukan korban suci, pertapaan dan kedermawanan. Tidak
semuanya dilakukan pada tingkat yang sama. Orang yang dapat mengerti secara
analisis jenis pelaksanaan mana berada dalam sifat-sifat alam material mana
sungguh-sungguh bijaksana; orang yang menganggap segala jenis korban suci,
makanan atau kedermawanan adalah sama tidak dapat membedakan, dan mereka bodoh.
Ada orang yang bekerja untuk suatu misi yang menganjurkan bahwa orang dapat
melakukan apapun yang disukainya dan mencapai kesempurnaan. Tetapi
pembimbing-pembimbing yang bodoh tersebut tidak bertindak menurut pengarahan
Kitab Suci. Mereka mengarang cara-cara dan menyesatkan rakyat umum.
17.8
āyuḥ-sattva-balārogya-
sukha-prīti-vivardhanāḥ
rasyāḥ snigdhāḥ sthirā
hṛdyā
āhārāḥ sāttvika-priyāḥ
āyuḥ—usia hidup;
sattva—kehidupan;
bala—kekuatan;
ārogya—kesehatan;
sukha—kebahagiaan;
prīti—dan kepuasan;
vivardhanāḥ—meningkatkan;
rasyāḥ—penuh sari;
snigdhāḥ—berlemak;
sthiraḥ—tahan
lama;
hṛdyāḥ—menyenangkan;
āhārāḥ—makanan;
sāttvika—kepada
orang dalam sifat kebaikan;
priyaḥ—enak.
Terjemahan
Makanan yang disukai oleh orang dalam sifat kebaikan memperpanjang usia
hidup, menyucikan kehidupan dan memberi kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan
kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, berlemak, bergizi dan menyenangkan hati.
Tidak ada penjelasan
17.9
kaṭv-amla-lavaṇāty-uṣṇa-
tīkṣṇa-rūkṣa-vidāhinaḥ
āhārā rājasasyeṣṭā
duḥkha-śokāmayā –pradāḥ
kaṭu—pahit;
amla—asam;
lavaṇa—asin;
ati-uṣṇa—panas
sekali atau menyebabkan badan menjadi panas sekali;
tīkṣṇa—pedas;
rūkṣa—kering;
vidāhinaḥ—berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali;
āhārāḥ—makanan;
rājasasya—kepada orang dalam sifat nafsu;
iṣṭāḥ—enak;
duḥkha—dukacita;
śoka—kesengsaraan;
āmayā —penyakit;
pradāḥ—menyebabkan.
Terjemahan
Makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, panas sekali atau
menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan
berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali disukai oleh orang dalam sifat
nafsu. Makanan seperti itu menyebabkan dukacita, kesengsaraan dan penyakit.
Tidak ada penjelasan
17.10
yāta-yāmaḿ gata-rasaḿ
pūti paryuṣitaḿ ca yat
ucchiṣṭam api cāmedhyaḿ
bhojanaḿ tāmasa-priyam
yāta-yāmam—makanan yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan;
gata-rasam—hambar;
pūti—berbau busuk;
paryuṣitam—basi;
ca—juga;
yat—itu
yang;
ucchiṣṭam—sisa orang lain;
api—juga;
ca—dan;
amedhyam—haram;
bhojanam—makanan;
tāmasa—bagi orang dalam sifat kegelapan;
priyam—disukai.
Terjemahan
Makanan yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan, makanan yang
hambar, basi dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makanan orang lain dan
bahan-bahan haram disukai oleh orang dalam sifat kegelapan.
Penjelasan
Tujuan makan ialah untuk memperpanjang usia hidup, menyucikan pikiran dan
membantu kekuatan jasmani. Ini satu-satunya tujuannya. Pada masa lampau,
penguasa-penguasa besar memilih makanan yang paling baik untuk membantu
kesehatan dan memperpanjang usia hidup, seperti makanan terbuat dari susu,
gula, beras, gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran. Makanan tersebut sangat
disukai oleh orang dalam sifat kebaikan. Beberapa makanan lain, misalnya jagung
bakar dan ceng (tetes tebu), meskipun tidak begitu enak kalau dimakan begitu
saja, dapat dijadikan enak bila dicampur dengan susu atau makanan lain. Dengan
demikian makanan seperti itu juga bersifat kebaikan. Segala makanan tersebut
bersifat murni. Makanan tersebut lain sekali dari makanan haram seperti daging
dan minuman keras. Makanan berlemak, sebagaimana disebut dalam ayat kedelapan,
tidak ada hubungan dengan lemak daging yang diperoleh dengan cara memotong
hewan. Lemak dari hewan dapat diperoleh dalam bentuk susu, makanan yang paling
ajaib di antara segala jenis makanan. Susu, mentega, keju dan bahan-bahan
serupa memberi lemak hewani dalam bentuk yang menghilangkan kebutuhan memotong
makhluk-makhluk hidup yang tidak bersalah. Hanya karena jiwa yang kejam saja
pembunuhan seperti itu terus dilakukan. Cara beradab untuk memperoleh lemak
yang dibutuhkan ialah melalui susu. Pembunuhan adalah cara untuk
makhluk-makhluk di bawah taraf manusia. Protein secukupnya dapat diperoleh dari
kacang-kacangan, dal (sejenis bubur kacang), gandum, dan sebagainya.
Makanan dalam sifat nafsu, yaitu makanan yang pahit, terlalu
asin, terlalu panas atau menggunakan cabe berlebihan, menyebabkan dukacita
dengan mengurangi jumlah lendir di dalam perut, yang mengakibatkan penyakit.
Makanan dalam sifat kebodohan atau kegelapan pada hakekatnya terdiri dari
makanan yang tidak segar. Makanan apa pun yang dimasak lebih dari tiga jam
sebelum dimakan, (kecuali prasādam, makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan)
adalah makanan dalam sifat kegelapan. Oleh karena makanan seperti itu sudah
membusuk, makanan itu mengeluarkan bau yang tidak sedap yang seringkali menarik
hati orang dalam sifat kebodohan, tetapi orang dalam sifat kebaikan ingin
menjauhi makanan seperti itu.
Sisa-sisa makanan hanya boleh dimakan kalau makanan itu adalah
sebagian dari makanan yang telah dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau
dimakan terlebih dahulu oleh orang suci, khususnya oleh guru kerohanian. Kalau
tidak, sisa-sisa makanan dianggap dalam sifat kegelapan, dan makanan seperti
itu menyebabkan infeksi atau penyakit. Makanan seperti itu, meskipun sedap
sekali bagi orang dalam sifat kegelapan, tidak disukai ataupun disentuh oleh
orang dalam sifat kebaikan. Makanan terbaik adalah sisa makanan yang
dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa terlebih dahulu. Dalam
Bhagavad-gita, Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa Beliau menerima masakan
terdiri dari sayur-sayuran, tepung dan susu bila makanan itu dipersembahkan
dengan cinta-bhakti. Patram puṣpam phalam toyam. Tentu saja, pengabdian dan
cinta-bhakti adalah unsur-unsur utama yang diterima oleh Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa. Tetapi juga disebut bahwa prasādam harus dimasak dengan cara
tertentu. Segala makanan yang disiapkan menurut aturan Kitab Suci dan
dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dapat diterima, meskipun
sudah lama dimasak. Sebab masakan seperti itu bersifat rohani. Karena itu agar
makanan bebas dari kuman, halal untuk dimakan dan sedap untuk semua orang,
makanan sebaiknya dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
17.11
aphalākāńkṣibhir yajño
vidhi-diṣṭo ya ijyate
yaṣṭavyam eveti manaḥ
samādhāya sa sāttvikaḥ
aphala-ākāńkṣibhiḥ—orang yang bebas dari keinginan untuk memperoleh
hasil;
yajñaḥ—korban suci;
vidhi-dṛṣṭaḥ—menurut aturan Kitab
Suci;
yaḥ—yang;
ijyate—dilakukan;
yaṣṭavyam—harus
dilakukan;
evā—pasti;
iti—demikian;
manaḥ—pikiran;
samādhāya—memusatkan;
saḥ—itu;
sāttvikaḥ—dalam kebaikan.
Terjemahan
Di antara korban-korban suci, korban suci yang dilakukan menurut Kitab Suci,
karena kewajiban, oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci
dalam sifat kebaikan.
Penjelasan
Kecenderungan umum ialah mempersembahkan korban suci dengan tujuan tertentu,
tetapi di sini dinyatakan bahwa korban suci harus dilakukan tanpa keinginan
seperti itu. Dan harus dilakukan karena kewajiban. Sebagai contoh, kita dapat
memikirkan pelaksanaan upacara ditempat-tempat sembahyang. Pada umumnya
upacara-upacara itu dilakukan dengan tujuan keuntungan material, tetapi itu
bukan dalam sifat kebaikan. Hendaknya seseorang pergi ke tempat sembahyang
karena kewajiban, menghormati Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan
mempersembahkan bunga dan makanan. Banyak orang berpikir bahwa tiada gunanya
pergi ke tempat sembahyang hanya untuk sembahyang kepada Tuhan. Tetapi sembahyang
demi keuntungan keuangan tidak dianjurkan dalam Kitab Suci. Sebaiknya seseorang
hanya pergi ke tempat sembahyang untuk menyampaikan rasa hormat kepada Arca.
Itu akan menjadikan Diri-Nya mantap dalam sifat kebaikan. Kewajiban setiap
orang yang beradab ialah mematuhi peraturan Kitab Suci dan menghormati
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
17.12
abhisandhāya tu phalaḿ
dambhārtham api caiva yat
ijyate Bhārata -śreṣṭha
taḿ yajñaḿ viddhi rājasam
abhisandhāya—menginginkan;
tu—tetapi;
phalam—hasil;
dambha—merasa
bangga;
artham—demi;
api—juga;
ca—dan;
evā—pasti;
yat—itu
yang;
ijyate—dilakukan;
bhārata-śreṣṭha—yang paling utama di
antara
Bhārata ;
tam—itu;
yajñām—korban suci;
viddhi—ketahuilah;
rājasam—dalam sifat nafsu.
Terjemahan
Tetapi hendaknya engkau mengetahui bahwa korban suci yang dilakukan demi
suatu keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang
bersifat nafsu, wahai yang paling utama di antara para Bhārata.
Penjelasan
Kadang-kadang korban-korban suci dan ritual-ritual dilakukan supaya
seseorang diangkat sampai kerajaan surga atau demi keuntungan-keuntungan
material di dunia ini. Korban-korban atau pelaksanaan ritual-ritual seperti itu
dianggap bersifat nafsu.
17.13
vidhi-hīnam asṛṣṭānnaḿ
mantra-hīnam adakṣiṇam
śraddhā-virahitaḿ yajñaḿ
tāmasaḿ paricakṣate
vidhi-hīnam—tanpa petunjuk dari Kitab Suci;
asṛṣṭa-annam—tanpa
membagikan
prasādam;
mantra-hīnam—tanpa ucapan dari mantra-mantra
Veda;
adakṣiṇam—tanpa sumbangan pada para pendeta;
śraddhā—kepercayaan;
virahitam—tanpa;
yajñām—korban suci;
tāmasam—dalam sifat
kebodohan;
paricakṣate—harus dianggap.
Terjemahan
Korban suci apa pun yang dilakukan tanpa mempedulikan petunjuk Kitab Suci,
tanpa membagikan prasādam [makanan rohani], tanpa mengucapkan mantra-mantra
Veda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan
dianggap korban suci dalam sifat kebodohan.
Penjelasan
Kepercayaan terhadap sifat kegelapan atau kebodohan sebenarnya berarti tidak
beriman. Kadang-kadang orang sembahyang kepada dewa tertentu hanya untuk
mencari uang, dan kemudian mereka mengeluarkan uang itu untuk rekreasi, tanpa
mempedulikan aturan Kitab Suci. Pertunjukan upacara semangat keagamaan seperti
itu tidak diakui sebagai hal yang sejati. Semua kegiatan itu bersifat
kegelapan. Kegiatan seperti itu menghasilkan jiwa yang jahat dan tidak
menguntungkan masyarakat manusia.
17.14
deva-dvija-guru-prājña-
pūjanaḿ śaucam ārjavam
brahmācāryam ahiḿsā ca
śārīraḿ tapa ucyate
deva—terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
dvija—para
brahmaṇā;
guru—guru-guru kerohanian;
prajñā—dan tujuan-tujuan yang pantas
disembah;
pūjanam—menyembah;
śaucam—kebersihan;
ārjavam—kesederhanaan;
brahmācāryam—berpantang melakukan hubungan suami isteri;
ahiḿsā—tidak
melakukan kekerasan;
ca—juga;
śārīram—mengenai badan;
tapaḥ—pertapaan;
ucyate—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Pertapaan jasmani terdiri dari sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa, para
brahmaṇā, guru kerohanian dan atasan seperti ayah dan ibu, dan kebersihan,
kesederhanaan, berpantang hubungan suami isteri dan tidak melakukan kekerasan.
Penjelasan
Tuhan Yang Maha Esa menerangkan berbagai jenis pertapaan dan kesederhanaan
di sini. Pertama Beliau menjelaskan pertapaan dan kesederhanaan yang dilakukan
dengan badan. Orang harus menghormati atau belajar cara menghormati Tuhan Yang
Maha Esa atau para dewa, para brahmaṇā yang memiliki sifat-sifat yang mulia,
guru kerohanian atau atasan seperti ayah dan ibu atau siapapun yang menguasai
pengetahuan Veda. Kepribadian-kepribadian tersebut harus dihormati sebagaimana
mestinya. Sebaiknya orang melatih diri untuk menyucikan diri secara lahiriah
dan batiniah, dan hendaknya ia mempelajari tingkah laku yang sederhana.
Hendaknya ia jangan melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh aturan Kitab
Suci. Hendaknya ia jangan melakukan hubungan suami isteri di luar pernikahan
yang sah, sebab Kitab Suci hanya membenarkan hubungan suami isteri di dalam
ikatan pernikahan, lain tidak. Ini yang disebut berpantang hubungan suami
isteri. Pertapaan dan kesederhanaan tersebut di atas adalah pertapaan dan
kesederhanaan yang dilakukan dengan badan.
17.15
anudvega-karaḿ vākyaḿ
satyaḿ priya-hitaḿ ca yat
svādhyāyābhyasanaḿ caiva
vāń-mayā ḿ tapa ucyate
anudvega-karam—tidak dengan mengganggu;
vākyam—kata-kata;
satyam—jujur;
priya—disukai;
hitam—bermanfaat;
ca—juga;
yat—yang;
svādhyāya—mengenai pelajaran Veda;
abhyāsanam—latihan;
ca—juga;
evā—pasti;
vakmayam—mengenai suara;
tapaḥ—pertapaan;
ucyate—dikatakan
sebagai.
Terjemahan
Pertapaan suara terdiri dari mengeluarkan kata-kata yang jujur,
menyenangkan, bermanfaat, dan tidak mengganggu orang lain, dan juga membacakan
kesusasteraan Veda secara teratur.
Penjelasan
Hendaknya seseorang tidak berbicara dengan cara yang akan mengganggu pikiran
orang lain. Tentu saja, bila seorang guru berbicara, dia boleh mengatakan
kebenaran untuk memberi pelajaran kepada murid-muridnya, tetapi seorang guru
hendaknya jangan berbicara kepada orang yang bukan muridnya kalau pembicaraan
itu akan mengganggu pikiran mereka. Ini merupakan pertapaan berbicara. Di
samping itu, hendaknya seseorang jangan mengeluarkan kata-kata yang
bukan-bukan. Proses pembicaraan di kalangan rohani ialah mengatakan sesuatu
yang dibenarkan oleh Kitab Suci. Hendaknya seseorang mengutip dari kekuasaan
Kitab Suci untuk membenarkan apa yang dikatakannya. Pada waktu yang sama,
pembicaraan tersebut harus sangat menyenangkan untuk didengar. Dengan diskusi
seperti itu, seseorang dapat memperoleh manfaat tertinggi dan mengangkat
martabat masyarakat manusia. Jumlah kesusasteraan Veda tidak terhingga, dan
kesusasteraan itu harus dipelajari. Ini disebut pertapaan pembicaraan.
17.16
manaḥ-prasādaḥ saumyatvaḿ
maunam ātma-vinigrahaḥ
bhāva-saḿśuddhir ity etat
tapo mānasam ucyate
manaḥ-prasadāḥ—kepuasan pikiran;
saumyatvām—tanpa penipuan
terhadap orang lain;
maunam—sikap serius atau diam;
ātmā—terhadap
sang diri;
vinigrahaḥ—pengendalian;
bhava—terhadap sifat
seseorang;
saḿśuddhiḥ—penyucian;
iti—demikian;
etat—ini;
tapaḥ—pertapaan;
mānasam—mengenai pikiran;
ucyate—dikatakan
sebagai.
Terjemahan
Kepuasan, kesederhanaan, sikap yang serius, mengendalikan diri dan
menyucikan kehidupan adalah pertapaan pikiran.
Penjelasan
Bertapa dengan pikiran berarti melepaskan ikatan pikiran terhadap kepuasan
indera-indera. Pikiran harus dilatih supaya selalu merenungkan perbuatan baik
untuk orang lain. Latihan pikiran yang terbaik ialah pikiran yang bersifat
serius. Hendaknya seseorang jangan menyimpang dari kesadaran Krishna, dan ia
harus selalu menghindari kepuasan indera-indera. Menyucikan watak berarti
menjadi sadar akan Krishna. Pikiran dapat dipuaskan hanya dengan membawa
pikiran jauh dari renungan kenikmatan indera-indera. Makin kita merenungkan
kenikmatan indera-indera, makin pikiran kurang puas. Jaman ini pikiran
dijadikan sibuk dengan berbagai cara demi kepuasan indera-indera meskipun itu
tidak diperlukan. Karena itu, pikiran tidak mungkin puas. Cara terbaik ialah
mengalihkan pikiran kepada kesusasteraan Veda, yang penuh ceritera-ceritera
yang memuaskan, seperti di dalam Purana-purana dan Mahabhārata. Seseorang dapat
memanfaatkan pengetahuan tersebut dan dengan demikian Diri-Nya disucikan.
Pikiran hendaknya bebas dari penipuan, dan sebaiknya memikirkan kesejahteraan
semua orang. Diam atau sikap serius berarti selalu memikirkan keinsafan diri.
Orang yang sadar akan Krishna diam secara sempurna dalam arti ini.
Mengendalikan pikiran berarti melepaskan ikatan pikiran terhadap kenikmatan
indera-indera. Hendaknya seseorang tulus ikhlas dan terus terang dalam tingkah
lakunya, dan dengan demikian menyucikan kehidupannya. Segala sifat tersebut
semua merupakan pertapaan dalam kegiatan pikiran.
17.17
śraddhayā parayā taptaḿ
tapas tat tri-vidhaḿ naraiḥ
aphalākāńkṣibhir yuktaiḥ
sāttvikaḿ paricakṣate
śraddhayā—dengan keyakinan;
parayā—rohani;
taptam—dilakukan;
tapaḥ—pertapaan;
tat—itu;
tri-vidham—terdiri dari tiga
jenis;
naraiḥ—oleh manusia;
aphala-ākāńkṣibhiḥ—orang yang
tidak mengharapkan pamrih;
yuktaiḥ—tekun;
sāttvikam—dalam sifat
kebaikan;
paricakṣate—disebut.
Terjemahan
Tiga jenis pertapaan tersebut, yang dilakukan dengan keyakinan rohani oleh
orang yang tidak mengharapkan keuntungan material tetapi tekun hanya demi Yang
Mahakuasa, disebut pertapaan dalam sifat kebaikan.
Tidak ada penjelasan.
17.18
satkāra-māna-pūjārthaḿ
tapo dambhena caiva yat
kriyate tad iha proktāḿ
rājasaḿ calam adhruvam
sat-kāra—pujian;
māna—penghormatan;
pūjā—dan pujaan;
artham—demi;
tapaḥ—pertapaan;
dambhena—dengan rasa bangga;
ca—juga;
evā—pasti;
yat—yang;
kriyate—dilakukan;
tat—itu;
iha—di dunia
ini;
proktām—dikatakan;
rājasam—dalam sifat nafsu;
calam—berkedip-kedip;
adhruvam—sementara.
Terjemahan
Pertapaan yang dilakukan berdasarkan rasa bangga untuk memperoleh pujian,
penghormatan dan pujaan disebut pertapaan dalam sifat nafsu. Pertapaan itu
tidak mantap atau kekal.
Penjelasan
Kadang-kadang pertapaan dan kesederhanaan dilakukan untuk menarik hati orang
untuk menerima penghormatan, penghargaan dan pujaan orang lain. Orang dalam
sifat nafsu mengatur supaya ia disembah oleh bawahan dan ia membiarkan mereka
mencuci kakinya dan mempersembahkan kekayaan. Susunan seperti itu yang dibuat secara
tidak wajar melalui pelaksanaan pertapaan bersifat nafsu. Hasil pertapaan
tersebut bersifat sementara; yaitu dapat dilanjutkan selama beberapa waktu,
namun tidak berkesinambungan.
17.19
mūḍha-grāheṇātmano yat
pīḍayā kriyate tapaḥ
parasyotsādanārthaḿ vā
tat tāmasam udāhṛtam
mūḍha—bodoh;
grāheṇa—dengan usaha;
ātmanāḥ—dari diri
sendiri;
yat—yang;
pīḍayā—oleh siksaan;
kriyate—dilakukan;
tapaḥ—pertapaan;
parasya—kepada orang lain;
utsādana-artham—untuk
menghancurkan;
vā—atau;
tat—itu;
tāmasam—dalam sifat
kegelapan;
udāhṛtam—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Pertapaan yang dilakukan berdasarkan kebodohan, dan dengan menyiksa diri
atau menghancurkan atau menyakiti orang lain dikatakan sebagai pertapaan dalam
sifat kebodohan.
Penjelasan
Ada contoh-contoh pertapaan bodoh yang dilakukan oleh raksasa-raksasa
seperti Hiranyakasipu, yang melakukan pertapaan yang keras supaya dia tidak
mati dan dapat membunuh para dewa. Hiranyakasipu berdoa kepada Brahma untuk
mendapatkan berkat-berkat itu, tetapi akhirnya Hiranyakasipu dibunuh oleh
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Melakukan pertapaan untuk memperoleh sesuatu
yang mustahil tentu saja bersifat kebodohan.
17.20
dātavyam iti yad dānaḿ
dīyate 'nupakāriṇe
deśe kāle ca pātre ca
tad dānaḿ sāttvikaḿ smṛtam
dātavyam—patut diberikan;
iti—demikian;
yat—itu yang;
dānam—kedermawanan;
dīyate—diberikan;
anupakāriṇe—tidak mempedulikan pamrih;
deśe—di
tempat yang tepat;
kāle—pada waktu yang tepat;
ca—juga;
pātre—kepada
orang yang cocok;
ca—dan;
tat—itu;
dānam—kedermawanan;
sāttvikam—dalam
sifat kebaikan;
smṛtam—dianggap.
Terjemahan
Kedermawanan yang diberikan karena kewajiban, tanpa mengharapkan pamrih,
pada waktu dan tempat yang tepat, kepada orang yang patut menerimanya dianggap
bersifat kebaikan.
Penjelasan
Kesusasteraan Veda menganjurkan kedermawanan kepada mereka yang menekuni
kegiatan rohani. Memberi sumbangan secara sembarangan tidak dianjurkan.
Kesempurnaan rohani selalu merupakan pertimbangan. Karena itu, dianjurkan agar
sumbangan diberikan di tempat suci pada waktu gerhana bulan atau matahari, pada
akhir bulan atau kepada seorang brahmaṇā atau vaisnava (penyembah) yang
memiliki kwalifikasi yang mulia atau di tempat sembahyang. Sumbangan-sumbangan
seperti itu hendaknya diberikan tanpa mempertimbangkan pamrih. Sumbangan kepada
orang miskin kadang-kadang diberikan karena rasa kasihan, tetapi kalau orang
miskin tidak patut menerima sumbangan, maka seseorang tidak mencapai kemajuan
rohani dengan memberikan sumbangan seperti itu. Dengan kata lain, memberi
sumbangan secara sembarangan tidak dianjurkan dalam kesusasteraan Veda.
17.21
yat tu pratyupakārārthaḿ
phalam uddiśya vā punaḥ
dīyate ca parikliṣṭaḿ
tad dānaḿ rājasaḿ smṛtam
yat—itu yang;
tu—tetapi;
prati-
upakāra-artham—untuk
memperoleh pamrih;
phalam—hasil;
uddiśya—menginginkan;
vā—atau;
punaḥ—lagi;
dīyate—diberikan;
ca—juga;
parikliṣṭam—dengan
rasa kesal;
tat—itu;
dānam—kedermawanan;
rājasam—dalam
sifat nafsu;
smṛtam—dimengerti sebagai.
Terjemahan
Tetapi sumbangan yang diberikan dengan mengharapkan pamrih, atau dengan
keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala, atau dengan rasa kesal, dikatakan
sebagai kedermawanan dalam sifat nafsu.
Penjelasan
Orang kadang-kadang memberi sumbangan supaya Diri-Nya dapat diangkat sampai
kerajaan surga dan kadang-kadang dengan kesulitan besar dan rasa kesal
sesudahnya: Mengapa saya sudah mengeluarkan uang begitu banyak dengan cara
seperti ini?" Sumbangan kadang-kadang juga diberikan karena seseorang
diharuskan menyumbang, atas permintaan atasan. Dikatakan bahwa kedermawanan
seperti itu bersifat nafsu.
Ada banyak yayasan kedermawanan yang memberikan
sumbangan-sumbangannya kepada lembaga-lembaga tempat kepuasan indera.
Kedermawanan seperti itu tidak dianjurkan dalam Kitab Suci Veda. Hanya yang
dalam sifat kebaikan yang dianjurkan.
17.22
adeśa-kāle yad dānam
apātrebhyaś ca dīyate
asat-kṛtam avajñātaḿ
tat tāmasam udāhṛtam
adeśa—di tempat yang tidak suci;
kāle—dan pada waktu yang
tidak suci;
yat—itu yang;
dānam—sumbangan;
upātrebhyaḥ—kepada
orang yang tidak patut menerima;
ca—juga;
dīyate—diberikan;
asat-kṛtam—tanpa
rasa hormat;
avajñātam—tanpa perhatian yang benar;
tat—itu;
tāmasam—dalam
sifat kegelapan;
udāhṛtam—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Sumbangan-sumbangan yang diberikan di tempat yang tidak suci, pada waktu
yang tidak suci, kepada orang yang tidak patut menerimanya, atau tanpa
perhatian dan rasa hormat yang benar dikatakan sebagai sumbangan dalam sifat
kebodohan.
Penjelasan
Sumbangan-sumbangan yang digunakan untuk kenikmatan mabuk-mabukan dan
perjudian tidak dibenarkan di sini. Sumbangan seperti itu adalah sumbangan
dalam sifat kebodohan. Sumbangan seperti itu tidak bermanfaat; melainkan, orang
yang berdosa dipupuk. Begitu pula, kalau seseorang memberi sumbangan kepada
orang yang patut menerimanya tetapi tanpa rasa hormat dan tanpa perhatian, maka
sumbangan seperti itu juga dikatakan bersifat kegelapan.
17.23
oḿ tat sad iti nirdeśo
brahmaṇas tri-vidhaḥ
smṛtaḥ
brāhmaṇās tena vedāś ca
yajñāś ca vihitāḥ purā
oḿ—menunjukkan Yang Mahakuasa;
tat—itu;
sat—kekal;
iti—demikian;
nirdeśaḥ—sebutan;
brahmaṇaḥ—tentang Yang Mahakuasa;
tri-vidhaḥ—tiga
jenis;
smṛtaḥ—dianggap;
brahmaṇaḥ—para
brahmaṇā;
tena—dengan
itu;
vedāḥ—kesusasteraan Veda;
ca—juga;
yajñaḥ—korban
suci;
ca—juga;
vihitāḥ—digunakan;
purā—dahulu kala.
Terjemahan
Sejak awal ciptaan, tiga kata om tat sat digunakan untuk menunjukkan
Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Tiga lambang tersebut digunakan oleh para
brahmaṇā sambil mengucapkan mantra-mantra Veda dan pada waktu menghaturkan
korban suci untuk memuaskan Yang Mahakuasa.
Penjelasan
Sudah dijelaskan bahwa pertapaan, korban suci, sumbangan dan makanan dibagi
menjadi tiga golongan yaitu; sifat-sifat kebaikan, nafsu dan kebodohan. Baik
kelas pertama, kelas kedua maupun kelas ketiga, semuanya terikat, dipengaruhi
oleh sifat-sifat alam material. Bila hal-hal tersebut diarahkan kepada Yang
Mahakuasa—kepada om tat sat, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Yang
Mahaabādi—maka hal-hal itu menjadi sarana untuk kemajuan rohani. Tujuan seperti
itulah yang ditunjukkan di dalam aturan Kitab Suci. Tiga kata tersebut, om tat
sat, khusus menunjukkan Kebenaran Mutlak, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam mantra-mantra Veda kata om selalu ditemukan.
Orang yang bertindak tanpa mengikuti peraturan Kitab Suci tidak
akan mencapai Kebenaran Mutlak. Dia akan memperoleh hasil yang bersifat
sementara, tetapi tidak akan mencapai tujuan hidup tertinggi. Kesimpulannya adalah
bahwa pelaksanaan kedermawanan korban suci dan pertapaan harus dilakukan dalam
sifat kebaikan. Bila kegiatan tersebut dilakukan dalam sifat nafsu atau
kebodohan, tentu saja sifat kegiatan itu lebih rendah. Tiga kata om tat sat
diucapkan berhubungan dengan nama suci Tuhan Yang Maha Esa, misalnya, om tad
visnoh. Bilamana mantra Veda atau nama suci Tuhan Yang Maha Esa diucapkan, kata
om juga diucapkan sebagai tambahan. Inilah yang disebutkan dalam kesusasteraan
Veda. Tiga kata tersebut diambil dari mantra-mantra Veda. Om ity etad brahmano
nedistham nama (rg Veda) menunjukkan tujuan pertama. Kemudian tat tvām asi
(Chandogya Upanisad 6.8.7) menunjukkan tujuan kedua. Sad eva saumya (Chandogya
Upanisad 6.2.1) menunjukkan tujuan ketiga. Tiga kata tersebut digabungkan
menjadi om tat sat. Dahulu kala pada waktu Brahma, makhluk hidup pertama yang
diciptakan, menghaturkan korban-korban suci, beliau menunjukkan Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa dengan tiga kata tersebut. Jadi, prinsip yang sama selalu
diikuti oleh garis perguruan. Karena itu, mantra ini mempunyai makna yang
besar. Karena itu Bhagavad-gita menganjurkan supaya pekerjaan apapun hendaknya
dilakukan demi om tat sat, atau demi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Bila
seseorang memberi sumbangan, bertapa dan melakukan korban suci dengan tiga kata
tersebut, dia bertindak dalam kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna adalah
pelaksanaan ilmiah kegiatan rohani yang memungkinkan seseorang pulang, kembali
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bila seseorang bertindak secara rohani seperti itu,
tidak ada tenaga yang hilang.
17.24
tasmād oḿ ity udāhṛtya
yajña-dāna-tapaḥ-kriyāḥ
pravartante vidhānoktāḥ
satataḿ brahma-vādinām
tasmāt—karena itu;
oḿ—mulai dengan kata
oḿ;
iti—demikian;
udāhṛtya—menunjukkan;
yajñā—mengenai korban suci;
dāna—kedermawanan;
tapaḥ—dan pertapaan;
kriyāḥ—berbagai pelaksanaan;
pravartante—mulai;
vidhāna-uktāḥ—menurut aturan Kitab Suci;
satatam—selalu;
brahma-vādinām—para
rohaniwan.
Terjemahan
Karena itu, para rohaniwan yang melakukan korban suci, kedermawanan dan
pertapaan menurut aturan Kitab Suci selalu mulai dengan `om' untuk mencapai
pada Yang Mahakuasa.
Penjelasan
Om tad visnoh paramam padam (rg Veda 1.22.20). Kaki padma Visnu adalah
tingkat bhakti tertinggi. Pelaksanaan segala sesuatu atas nama Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa menjamin kesempurnaan segala kegiatan.
17.25
tad ity anabhisandhāya
phalaḿ yajña-tapaḥ-kriyāḥ
dāna-kriyāś ca vividhāḥ
kriyante mokṣa-kāńkṣibhiḥ
tat—itu;
iti—demikian;
anabhisandhāya—tanpa
menginginkan;
phalam—buah atau hasil yang diharapkan;
yajñā—dari
korban suci;
tapaḥ—dan per tapaan;
kriyāḥ—kegiatan;
dāna—dari
kedermawanan;
kriyāḥ—kegiatan;
ca—juga;
vividhāḥ—berbagai;
kriyante—dilakukan;
mokṣa-kāńkṣibhiḥ—oleh orang yang sungguh-sungguh
menginginkan pembebasan.
Terjemahan
Tanpa menginginkan hasil atau pahala, hendaknya seseorang melakukan berbagai
jenis korban suci, pertapaan dan kedermawanan dengan kata `tat.' Tujuan
kegiatan rohani tersebut ialah untuk mencapai pembebasan dari ikatan material.
Penjelasan
Hendaknya orang janganlah bertindak demi keuntungan material apapun agar
Diri-Nya dapat diangkat sampai kedudukan rohani. Perbuatan sebaiknya dilakukan
demi keuntungan tertinggi, supaya dia dapat dipindahkan ke kerajaan rohani,
yaitu pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
17.26-27
sad-bhāve sādhu-bhāve ca
sad ity etat prayujyate
praśaste karmaṇi tathā
sac-chabdaḥ pārtha yujyate
yajñe tapasi dāne ca
sthitiḥ sad iti cocyate
karma caiva tad-arthīyaḿ
sad ity evābhidhīyate
sat-bhāve—dalam pengertian sifat Yang Mahakuasa;
sādhu-bhāve—dalam
pengertian sifat seorang penyembah;
ca—juga;
sat—kata
sat;
iti—demikian;
etat—ini;
prayujyate—digunakan;
praśaste—dalam
yang dapat dipercaya;
karmaṇi—kegiatan;
tathā—juga;
sat-
śabdaḥ—suara
sat;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
yujyate—digunakan;
yajñe—dalam korban suci;
tapasi—dalam pertapaan;
dāne—dalam
kedermawanan;
ca—juga;
sthitiḥ—keadaan;
sat—Yang
Mahakuasa;
iti—demikian;
ca—dan;
ucyate—diucapkan;
karma—pekerjaan;
ca—juga;
evā—pasti;
tat—untuk itu;
arthīyam—dimaksudkan;
sat—Yang Mahakuasa;
iti—demikian;
evā—pasti;
abhidhīyate—ditunjukkan.
Terjemahan
Kebenaran Mutlak adalah tujuan korban suci bhakti. Kebenaran Mutlak
ditunjukkan dengan kata `sat.' Pelaksana korban suci seperti itu juga disebut
`sat.' Segala pekerjaan korban suci, pertapaan dan kedermawanan yang
dilaksanakan untuk memuaskan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan setia kepada
sifat Mutlak juga disebut `sat,' wahai putera Pṛthā.
Penjelasan
Kata-kata prasaste karmaṇi, atau kewajiban yang ditetapkan,"
menunjukkan banyak kegiatan yang dianjurkan dalam kesusasteraan Veda merupakan
proses-proses penyucian diri, mulai dari saat ayah dan ibu berkumpul untuk
mendapatkan anak sampai akhir hidup. Proses tersebut diikuti supaya akhirnya
makhluk hidup dapat mencapai pembebasan. Dalam segala kegiatan tersebut,
dianjurkan supaya om tat sat diucapkan. Kata-kata sad-bhave dan sadhubhave
menunjukkan keadaan rohani. Bertindak dalam kesadaran Krishna disebut sattva,
dan orang yang sepenuhnya menyadari kegiatan kesadaran Krishna disebut seorang
sadhu. Dalam Srimad-Bhagavatam (3.25.25) dikatakan bahwa mata pelajaran rohani
menjadi jelas dalam pergaulan dengan para penyembah. Kata-kata yang digunakan
dalam hal ini adalah satam prasańgāt. Seseorang tidak dapat mencapai
pengetahuan rohani tanpa pergaulan yang baik. Pada saat menerima seseorang
sebagai murid atau memberikan tali suci, kata-kata om tat sat diucapkan. Begitu
pula, dalam segala jenis pelaksanaan yajñā, Yang Mahakuasa, om tat sat, adalah
tujuan. Kata tad-arthiyam juga berarti mempersembahkan bhakti kepada sesuatu
yang melambangkan Yang Mahakuasa, termasuk bhakti seperti memasak dan membantu
di tempat sembahyang Tuhan, atau jenis pekerjaan lain untuk menyebarkan
kebesaran Tuhan. Kata-kata om tat sat yang paling mulia tersebut digunakan
dengan berbagai cara untuk menyempurnakan segala kegiatan dan melengkapi segala
sesuatu.
17.28
aśraddhayā hutaḿ dattaḿ
tapas taptaḿ kṛtaḿ ca yat
asad ity ucyate pārtha
na ca tat pretya no iha
aśraddhayā—tanpa keyakinan;
hutam—dipersembahkan dalam korban
suci;
dattam—diberikan;
tapaḥ—pertapaan;
taptam—dilaksanakan;
kṛtam—dilakukan;
ca—juga;
yat—itu yang;
asat—palsu;
iti—demikian;
ucyate—dikatakan sebagai;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā;
na—tidak pernah;
ca—juga;
tat—itu;
pretya—sesudah
meninggal;
na u—tidak juga;
iha—dalam hidup ini.
Terjemahan
Apa pun yang dilakukan sebagai korban suci, kedermawanan maupun pertapaan
tanpa keyakinan terhadap Yang Mahakuasa tidak bersifat kekal, wahai putera
Pṛthā. Kegiatan itu disebut `asat' dan tidak berguna dalam hidup ini maupun
dalam penjelmaan yang akan datang.
Penjelasan
Apa pun yang dilakukan tanpa tujuan rohani—baik korban suci, kedermawanan
maupun pertapaan—tidak berguna. Karena itu, dalam ayat ini dinyatakan bahwa
kegiatan seperti itu menjijikkan. Segala sesuatu harus dilakukan demi Yang
Mahakuasa dalam kesadaran Krishna. Tanpa keyakinan seperti itu dan bimbingan
yang benar, tidak pernah ada hasil. Dalam Kitab-kitab Veda, keyakinan terhadap
Yang Mahakuasa dianjurkan. Tujuan utama dalam mengikuti segala ajaran Veda,
ialah mengerti tentang Krishna. Tidak seorang pun dapat mencapai sukses tanpa
mengikuti prinsip tersebut. Karena itu, jalan terbaik ialah bekerja dalam
kesadaran Krishna sejak awal di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang
dapat dipercaya. Itulah cara menyukseskan segala sesuatu.
Dalam keadaan terikat, orang tertarik untuk sembahyang kepada
dewa-dewa, hantu, atau para Yaksa seperti Kuvera. Sifat kebaikan lebih baik
dari pada sifat-sifat nafsu dan kebodohan, tetapi orang yang mulai mengikuti
kesadaran Krishna secara langsung melampaui tiga sifat alam material. Meskipun
ada proses kemajuan tahap demi tahap, namun kalau seseorang mulai mengikuti
kesadaran Krishna secara langsung melalui pergaulan dengan para penyembah yang
murni, itulah cara yang terbaik. Itulah yang dianjurkan dalam bab ini. Untuk
mencapai sukses dengan cara seperti itu, terlebih dahulu seseorang harus
menemukan seorang guru kerohanian yang benar dan dilatih di bawah bimbingan
beliau. Kemudian ia dapat mencapai keyakinan terhadap Yang Mahakuasa. Apa bila
keyakinan tersebut matang, sesudah beberapa waktu, itu disebut cinta-bhakti kepada
Tuhan. Cinta-bhakti tersebut adalah tujuan utama bagi para makhluk hidup.
Karena itu, sebaiknya orang mulai mengikuti kesadaran Krishna secara langsung.
Itulah amanat Bab Tujuh belas ini.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Tujuh belas Srimad
Bhagavad-gita perihal Golongan-golongan Keyakinan."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Kesempurnaan
Pelepasan Ikatan
18.1
Arjuna
uvāca
sannyāsasya
mahā-bāho
tattvām
icchāmi veditum
tyāgasya
ca hṛṣīkeśa
pṛthak
keśī-niṣūdana
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; sannyāsasya—mengenai pelepasan
ikatan; mahā-bāho—o Yang berlengan perkasa; tattvām—kebenaran; icchāmi—hamba
ingin; veditum—mengerti; tyāgasya—tentang pelepasan ikatan; ca—juga;
hṛṣīkeśa—wahai Penguasa indera; pṛthak—secara berbeda; keśī-niṣūdana—wahai
Pembunuh raksasa bernama Keśī.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Yang berlengan
perkasa, hamba ingin mengerti tujuan pelepasan ikatan [tyāga] dan tingkatan
hidup pelepasan ikatan [sannyāsa], wahai Pembunuh raksasa Kesi, Penguasa
indera.
Penjelasan
Sebenarnya Bhagavad-gita selesai
dalam tujuh belas bab. Bab Delapan belas adalah ringkasan tambahan mengenai
hal-hal yang sudah dibicarakan dalam bab-bab sebelumnya. Dalam setiap bab
Bhagavad-gita, Sri Krishna menegaskan bahwa bhakti kepada Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa adalah tujuan hidup tertinggi. Kenyataan yang sama diringkas
dalam Bab Delapan belas sebagai jalan pengetahuan yang paling rahasia. Dalam
enam bab pertama, bhakti ditegaskan: yoginām api sarveṣām. . . Di antara semua
yogi atau rohaniwan, orang yang selalu berpikir tentang-Ku di dalam hatinya
yang paling baik."
Dalam enam bab
berikutnya, bhakti yang murni serta sifat dan kegiatan bhakti dibicarakan.
Dalam enam bab terakhir, pengetahuan, pelepasan ikatan, kegiatan alam material
dan alam rohani, serta bhakti diuraikan. Disimpulkan bahwa segala perbuatan
hendaknya dilakukan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang dilambangkan
dengan kata-kata om tat sat, yang menunjukkan Visnu, Kepribadian Yang Paling
Utama. Bagian ketiga Bhagavad-gita memperlihatkan bahwa pengabdian suci bhakti
adalah satu-satunya tujuan hidup tertinggi. Ini dibuktikan dengan mengutip
ācārya-ācārya dari dahulu dan Brahmasutra atau Vedanta-sutra. Beberapa orang
yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan menganggap Diri-Nya mempunyai monopoli
di bidang pengetahuan Vedanta-sutra. Tetapi sebenarnya Vedanta-sutra
dimaksudkan untuk mengerti bhakti, sebab Tuhan Sendiri adalah penyusun
Vedanta-sutra dan Beliaulah yang mengetahui isinya. Hal ini diuraikan dalam Bab
Lima belas. Dalam setiap Kitab Suci, setiap Veda, bhaktilah tujuannya. Itu
dijelaskan dalam Bhagavad-gita.
Seperti halnya dalam
Bab Dua ringkasan dari seluruh mata pelajaran yang telah diuraikan, dan sekali
lagi dalam Bab Delapan belas ringkasan segala mata pelajaran diberikan. Tujuan
hidup ditunjukkan sebagai pelepasan ikatan dan tercapainya kedudukan rohani di
atas tiga sifat alam material. Arjuna ingin penjelasan tentang dua atas mata
pelajaran yang berbeda dalam Bhagavad-gita; yaitu pelepasan ikatan (tyāga) dan
tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan (sannyāsa). Jadi, Arjuna menanyakan
arti dua kata tersebut.
Dua kata yang digunakan
dalam ayat ini sebagai sapaan kepada Tuhan Yang Maha Esa—yaitu hṛṣīkeśa dan
Keśīnisudana—bermakna. hṛṣīkeśa adalah Krishna, Penguasa semua indera, yang
selalu dapat membantu kita untuk mencapai ketenangan pikiran, Arjuna meminta
supaya Krishna meringkas segala sesuatu dengan cara supaya Arjuna selalu tetap
seimbang di dalam hatinya. Namun Arjuna masih agak ragu-ragu, dan keragu-raguan
selalu diumpamakan sebagai raksasa. Karena itu, Arjuna menyapa kepada Krishna
dengan nama Keśīnisudana. Keśī adalah raksasa yang sangat kuat yang dibunuh
oleh Krishna. Sekarang Arjuna mengharapkan Krishna akan membunuh raksasa
keragu-raguan.
18.2
śrī-bhagavān uvāca
kāmyānāḿ karmaṇāḿ nyāsaḿ
sannyāsaḿ kavayo viduḥ
sarva-karma-phala-tyāgaḿ
prāhus tyāgaḿ vicakṣaṇāḥ
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda;
kāmyānām—keinginan;
karmaṇām—terhadap kegiatan;
nyāsam—pelepasan ikatan;
sannyāsam—tingkatan
hidup untuk pelepasan ikatan;
kavayaḥ—orang bijaksana;
viduḥ—mengetahui;
sarva—dari semua;
karma—kegiatan;
phala—terhadap
hasil-hasil;
tyāgam—pelepasan ikatan;
prāhuḥ—menyebutkan;
tyāgam—pelepasan
ikatan;
vicakṣaṇāḥ—orang berpengalaman.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Meninggalkan kegiatan berdasarkan
keinginan material disebut tingkatan hidup untuk pelepasan ikatan [sannyāsī]
oleh orang bijaksana yang mulia. Menyerahkan hasil segala kegiatan disebut
pelepasan ikatan [tyāga] oleh orang bijaksana.
Penjelasan
Pelaksanaan kegiatan yang dimaksudkan untuk memperoleh hasil atau pahala
harus ditinggalkan. Inilah pelajaran Bhagavad-gita. Tetapi kegiatan menuju
pengetahuan rohani yang maju tidak boleh ditinggalkan. Ini akan dijelaskan
dalam ayat-ayat berikut. Dalam kesusasteraan Veda banyak cara melaksanakan
korban suci dengan tujuan tertentu dianjurkan. Ada korban-korban suci tertentu
yang dilakukan untuk mendapatkan putera yang baik atau naik tingkat sampai
planet-planet yang lebih tinggi, tetapi korban-korban yang didorong oleh
keinginan hendaknya dihentikan. Akan tetapi, korban suci untuk menyucikan hati
atau maju di bidang ilmu pengetahuan rohani hendaknya jangan ditinggalkan.
18.3
tyājyaḿ doṣa-vad ity eke
karma prāhur manīṣiṇaḥ
yajña-dāna-tapaḥ-karma
na tyājyam iti cāpare
tyājyam—harus ditinggalkan;
doṣa-vat—sebagai hal yang jahat;
iti—demikian;
eke—satu golongan;
karma—pekerjaan;
prāhuḥ—mereka
berkata;
manīṣiṇaḥ—para ahli pikir;
yajñā—korban suci;
dana—kedermawanan;
tapaḥ—dan pertapaan;
karma—pekerjaan;
na—tidak pernah;
tyājyamharus
ditinggalkan;
iti—demikian;
ca—dan;
apare—orang lain.
Terjemahan
Beberapa orang bijaksana menyatakan bahwa segala jenis kegiatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala hendaknya ditinggalkan sebagai
kegiatan yang salah, namun resi-resi lain yakin bahwa perbuatan korban suci,
kedermawanan dan pertapaan hendaknya tidak pernah ditinggalkan.
Penjelasan
Ada banyak kegiatan dalam kesusasteraan Veda yang menimbulkan perselisihan
pendapat. Misalnya, dikatakan bahwa seekor binatang dapat dibunuh dalam korban
suci, namun beberapa orang berpendapat bahwa membunuh binatang sama sekali
menjijikkan. Walaupun membunuh binatang dalam korban suci dianjurkan dalam kesusasteraan
Veda, binatang itu tidak dianggap terbunuh. Korban suci itu adalah untuk
memberi kehidupan baru kepada binatang itu. Kadang-kadang binatang itu diberi
kehidupan baru sebagai binatang sesudah dibunuh dalam korban suci, dan
kadang-kadang binatang langsung diangkat sampai bentuk kehidupan manusia.
Tetapi ada berbagai pendapat di kalangan para resi. Beberapa mengatakan bahwa
membunuh binatang harus selalu dihindari, sedangkan yang lain mengatakan bahwa
membunuh binatang baik untuk korban suci yang khusus. Semua pendapat yang
berbeda mengenai kegiatan korban suci sedang dijelaskan oleh Tuhan Sendiri.
18.4
niścayaḿ śṛṇu me tatra
tyāge Bhārata -sattama
tyāgo hi puruṣa-vyāghra
tri-vidhaḥ samprakīrtitaḥ
niścayam—kepastian;
śṛṇu—dengarlah;
me—dari-Ku;
tatra—dalam
itu;
tyāge—dalam hal pelepasan ikatan;
bhārata-sat-tama—wahai
yang paling baik di antara para
Bhārata ;
tyāgaḥ—pelepasan
ikatan;
hi—dengan pasti;
puruṣa-vyāghra—wahai manusia yang
sekuat harimau;
tri-vidhaḥ—terdiri dari tiga jenis;
samprakīrtitaḥ—dinyatakan.
Terjemahan
Wahai yang paling baik di antara para Bhārata, sekarang dengarlah
keputusan-Ku tentang pelepasan ikatan. Wahai manusia yang sekuat harimau, dalam
Kitab Suci dinyatakan bahwa ada tiga jenis pelepasan ikatan.
Penjelasan
Walaupun ada perselisihan pendapat mengenai cara pelepasan ikatan, di sini
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna memberi keputusan-Nya, yang
hendaknya selalu diterima sebagai keputusan terakhir. Bagaimanapun, Veda adalah
berbagai hukum yang diberikan oleh Tuhan. Disini Tuhan Sendiri hadir, dan sabda
Beliau hendaknya diakui sebagai keputusan terakhir. Tuhan menyatakan bahwa
proses pelepasan ikatan harus dipertimbangkan menurut tiga sifat alam material
yang mempengaruhi pelaksanaan pelepasan ikatan tersebut.
18.5
yajña-dāna-tapaḥ-karma
na tyājyaḿ kāryam eva tat
yajño dānaḿ tapaś caiva
pāvanāni manīṣiṇām
yajñā—korban suci;
dana—kedermawanan;
tapaḥ—dan
pertapaan;
karma—kegiatan;
na—tidak pernah;
tyājyam—harus
ditinggalkan;
kāryam—harus dilakukan;
evā—pasti;
tat—itu;
yajñaḥ—korban
suci;
dānam—kedermawanan;
tapaḥ—pertapaan;
ca—juga;
evā—pasti;
pāvanāni—menyucikan;
manīṣiṇām—bagi roh-roh yang mulia
sekalipun.
Terjemahan
Perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan tidak boleh ditinggalkan;
kegiatan itu harus dilakukan. Roh-roh yang mulia sekali pun disucikan oleh
korban suci, kedermawanan dan pertapaan.
Penjelasan
Para yogi hendaknya melakukan perbuatan demi kemajuan masyarakat manusia.
Ada banyak proses penyucian supaya manusia maju sampai kehidupan rohani.
Misalnya, upacara pernikahan dianggap salah satu di antara korban-korban suci
tersebut. Pernikahan disebut vivahayajñā. Apakah seorang sannyāsī, yang sudah
mencapai tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan dan sudah meninggalkan
hubungan dengan keluarganya boleh menganjurkan supaya upacara pernikahan
diadakan? Di sini Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa korban suci manapun yang
dimaksudkan untuk kesejahteraan manusia sebaiknya tidak pernah ditinggalkan.
Vivaha yajñā, upacara pernikahan, dimaksudkan untuk mengatur pikiran manusia
supaya pikiran dapat menjadi damai demi kemajuan rohani. Orang pada tingkatan
hidup pelepasan ikatan sekalipun hendaknya menganjurkan vivaha yajñā tersebut
untuk kebanyakan orang. sannyāsī hendaknya tidak pernah bergaul dengan wanita,
tetapi itu tidak berarti bahwa orang yang berada pada tingkatan hidup yang
lebih rendah yakni seorang pemuda, tidak boleh menerima seorang isteri dalam
upacara pernikahan. Segala korban suci dimaksudkan untuk mencapai kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Karena itu, pada tingkat-tingkat yang lebih rendah, korban suci
hendaknya tidak pernah ditinggalkan. Begitu pula, kedermawanan dimaksudkan
untuk menyucikan hati. Kalau sumbangan diberikan kepada orang yang tepat,
sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka kedermawanan membawa seseorang sampai
tingkat maju dalam kehidupan rohani.
18.6
etāny api tu karmaṇi
sańgaḿ tyaktvā phalāni ca
kartavyānīti me pārtha
niścitaḿ matam uttamam
etāni—dari semua ini;
api—pasti;
tu—tetapi;
karmaṇi—kegiatan;
sańgam—pergaulan;
tyaktvā—melepaskan ikatan;
phalāni—hasil;
ca—juga;
kartavyāni—harus dilakukan sebagai kewajiban;
iti—demikian;
me—milik-Ku;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
niścitam—pasti;
matam—pendapat;
uttamam—terbaik.
Terjemahan
Segala kegiatan tersebut harus dilakukan tanpa ikatan maupun harapan untuk
mendapat hasil. Kegiatan tersebut harus dilakukan sebagai kewajiban, wahai
putera Pṛthā. Itulah pendapat-Ku yang terakhir.
Penjelasan
Walaupun segala korban suci menyucikan, hendaknya seseorang jangan
mengharapkan hasil apapun dengan pelaksanaan korban suci itu. Dengan kata lain,
segala korban suci yang bertujuan mencapai kemajuan material dalam kehidupan
hendaknya ditinggalkan, tetapi korban-korban suci yang menyucikan kehidupan
seseorang dan mengangkat Diri-Nya sampai tingkat rohani hendaknya jangan
dihentikan. Segala sesuatu yang membawa seseorang pada kesadaran Krishna harus
dikembangkan. Dalam Srimad-Bhagavatam juga dinyatakan bahwa kegiatan apapun
yang membawa seseorang sampai bhakti kepada Tuhan hendaknya diterima. Itulah
patokan tertinggi kegiatan keagamaan. Seorang penyembah Tuhan hendaknya
menerima segala jenis pekerjaan korban suci maupun kedermawanan yang akan
menolong Diri-Nya dalam pelaksanaan bhakti kepada Tuhan.
18.7
niyatasya tu sannyāsaḥ
karmaṇo nopapadyate
mohāt tasya parityāgas
tāmasaḥ parikīrtitaḥ
niyatasya—dianjurkan;
tu—tetapi;
sannyāsaḥ—pelepasan
ikatan;
karmaṇaḥ—dari kegiatan;
na—tidak pernah;
upapadyate—patut;
mohāt—oleh khayalan;
tasya—terhadap kegiatan itu;
parityāgaḥ—pelepasan
ikatan;
tamasāḥ—dalam sifat kebodohan;
parikīrtitaḥ—dinyatakan.
Terjemahan
Tugas kewajiban hendaknya tidak pernah ditinggalkan. Kalau seseorang
meninggalkan tugas kewajiban yang telah ditetapkan karena khayalan, dikatakan
bahwa pelepasan ikatan seperti itu bersifat kebodohan.
Penjelasan
Pekerjaan demi kepuasan material harus ditinggalkan, tetapi Krishna
menganjurkan kegiatan yang mengangkat diri seseorang sampai kegiatan rohani,
misalnya masak untuk Tuhan Yang Maha Esa dan mempersembahkan makanan kepada
Tuhan, kemudian menerima makanan itu. Dikatakan bahwa orang pada tingkat hidup
untuk pelepasan ikatan sebaiknya tidak masak untuk Diri-Nya sendiri. Masak
untuk diri sendiri dilarang, tetapi masak untuk Tuhan Yang Maha Esa tidak
dilarang. Begitu pula, seorang sannyāsī boleh menyetujui pernikahan antara
murid-muridnya untuk membantu mereka dalam kemajuan kesadaran Krishna. Kalau
seseorang meninggalkan kegiatan seperti itu, harus dimengerti bahwa dia bertindak
dalam sifat kegelapan.
18.8
duḥkham ity eva yat karma
kāya-kleśa-bhayāt tyajet
sa kṛtvā rājasaḿ tyāgaḿ
naiva tyāga-phalaḿ labhet
duḥkham—tidak bahagia;
iti—demikian;
evā—pasti;
yat—yang;
karma—pekerjaan;
kāya—untuk badan;
kleśa—kesulitan;
bhayāt—karena
takut;
tyajet—meninggalkan;
saḥ—dia;
kṛtvā—sesudah
melakukan;
rājasam—dalam sifat nafsu;
tyāgam—pelepasan ikatan;
na—tidak;
evā—pasti;
tyāga—dari pelepasan ikatan;
phalam—hasil;
labhet—memperoleh.
Terjemahan
Siapapun yang meninggalkan tugas kewajiban yang sudah ditetapkan karena
terasa sulit atau karena takut pada hal-hal yang tidak menyenangkan badan
dikatakan telah melepaskan ikatan dalam sifat nafsu. Perbuatan seperti itu
tidak membawa seseorang sampai kemajuan pelepasan ikatan.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna hendaknya jangan meninggalkan usaha mencari
uang karena takut bahwa dia melakukan kegiatan yang dimaksudkan untuk
membuahkan hasil. Kalau seseorang dapat menggunakan uangnya dalam kesadaran
Krishna dengan cara bekerja, atau kalau seseorang dapat menemukan kesadaran
Krishnanya yang bersifat rohani dengan cara bangun pagi-pagi, maka hendaknya ia
jangan menghentikan kegiatan itu karena takut atau karena kegiatan itu dianggap
menyulitkan. Pelepasan ikatan seperti itu bersifat nafsu. Hasil pekerjaan yang
bersifat nafsu selalu sengsara. Kalau seseorang melepaskan ikatan terhadap
pekerjaan dengan perasaan seperti itu, ia tidak pernah memperoleh hasil
pelepasan ikatan.
18.9
kāryam ity eva yat karma
niyataḿ kriyate 'rjuna
sańgaḿ tyaktvā phalaḿ caiva
sa tyāgaḥ sāttviko mataḥ
kāryam—harus dilakukan;
iti—demikian;
evā—memang;
yat—yang;
karma—pekerjaan;
niyatam—ditetapkan;
kriyate—yang
dilakukan;
Arjuna—wahai
Arjuna;
sańgam—pergaulan;
tyaktvā—meninggalkan;
phalam—hasil;
ca—juga;
evā—pasti;
saḥ—itu;
tyāgaḥ—pelepasan
ikatan;
sāttvikaḥ—dalam sifat kebaikan;
mataḥ—menurut
pendapat-Ku.
Terjemahan
Wahai Arjuna, bila seseorang melakukan tugas kewajibannya yang telah
ditetapkan hanya karena kewajiban itu patut dilakukan, dan melepaskan ikatan
terhadap segala pergaulan duniawi dan segala ikatan terhadap hasil, maka
pelepasan ikatannya bersifat kebaikan.
Penjelasan
Tugas kewajiban yang sudah ditetapkan harus dilakukan dengan sikap seperti
ini. Seseorang harus bertindak tanpa ikatan terhadap hasil; sebaiknya ia bebas
dari pergaulan dengan sifat-sifat pekerjaan. Kalau orang yang sadar akan
Krishna bekerja di pabrik, dia tidak bergaul dengan pekerjaan itu, maupun para
buruh di dalam pabrik. Ia hanya bekerja demi Krishna. Dan bila ia menyerahkan
hasil untuk Krishna, ia bertindak secara rohani.
18.10
na dveṣṭy akuśalaḿ karma
kuśale nānuṣajjate
tyāgī sattva-samāviṣṭo
medhāvī chinna-saḿśayaḥ
na—tidak pernah;
dveṣṭi—benci;
akuśalam—tidak
menguntungkan;
karma—pekerjaan;
kuśale—yang dalam menguntungkan;
na—tidak
juga;
anuṣajjate—menjadi terikat;
tyāgī—orang yang melepaskan
ikatan;
sattva—dalam kebaikan;
samāviṣṭaḥ—khusuk;
medhāvī—yang
cerdas;
chinna—setelah memutuskan;
saḿśayaḥ—segala
keragu-raguan.
Terjemahan
Orang cerdas yang melepaskan ikatan dan mantap dalam sifat kebaikan, yang
tidak membenci pekerjaan yang tidak menguntungkan maupun terikat pada pekerjaan
yang menguntungkan, tidak ragu-ragu sama sekali tentang pekerjaan.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna atau orang dalam sifat kebaikan tidak membenci
siapapun dan tidak membenci hal-hal yang menyulitkan badannya. Dia melakukan
pekerjaan di tempat yang benar dan pada waktu yang benar tanpa takut pada efek
yang menyulitkan dari tugas kewajibannya. Orang seperti itu yang mantap dalam
kerohanian harus dimengerti sebagai orang yang paling cerdas yang sudah
melampaui segala keragu-raguan dalam kegiatannya.
18.11
na hi deha-bhṛtā śakyaḿ
tyaktuḿ karmaṇy aśeṣataḥ
yas tu karma-phala-tyāgī
sa tyāgīty abhidhīyate
na—tidak pernah;
hi—pasti;
deha-bhṛtā—oleh dia yang
berada di dalam badan;
śakyam—dimungkinkan;
tyaktum—untuk
melepaskan ikatan terhadap;
karmaṇi—kegiatan;
aśeṣataḥ—secara
keseluruhan;
yaḥ—siapapun yang;
tu—tetapi;
karma—terhadap
pekerjaan;
phala—terhadap hasil;
tyāgī—orang yang melepaskan
ikatan;
saḥ—dia;
tyāgī—orang yang melepaskan ikatan;
iti—demikian;
abhidhīyate—dikatakan.
Terjemahan
Memang tidak mungkin makhluk di dalam badan meninggalkan segala kegiatan.
Tetapi orang yang melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan disebut orang yang
serius melepaskan ikatan.
Penjelasan
Dalam Bhagavad-gita dikatakan bahwa seseorang tidak pernah dapat
meninggalkan pekerjaan pada suatu waktu. Karena itu, orang yang bekerja demi
Krishna dan tidak menikmati hasil pekerjaannya, yang mempersembahkan segala
sesuatu kepada Krishna, sungguh-sungguh melepaskan ikatan. Ada banyak anggota
perkumpulan kesadaran Krishna yang bekerja dengan keras sekali di kantornya
atau di pabrik atau di tempat lain, dan apapun yang diperolehnya disumbangkan
kepada perkumpulan. Orang yang sudah maju sekali seperti itu sebenarnya
sannyāsī dan mantap pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan. Sudah
digariskan dengan jelas di sini bagaimana cara melepaskan ikatan terhadap hasil
pekerjaan dan mengapa ikatan terhadap hasil harus ditinggalkan.
18.12
aniṣṭam iṣṭaḿ miśraḿ ca
tri-vidhaḿ karmaṇaḥ phalam
bhavaty atyāgināḿ pretya
na tu sannyāsināḿ kvacit
aniṣṭam—menuju neraka;
iṣṭam—menuju surga;
miśram—campur;
ca—dan;
tri-vidham—tiga jenis;
karmaṇaḥ—dari pekerjaan;
phalam—hasil;
bhavati—menjadi;
atyāginām—bagi orang yang belum melepaskan
ikatan;
pretya—sesudah meninggal;
na—tidak;
tu—tetapi;
sannyāsinām—untuk
golongan hidup yang melepaskan ikatan;
kvacit—pada suatu waktu.
Terjemahan
Tiga hasil perbuatan—yang diinginkan, yang tidak diinginkan dan
campuran—diberikan kepada orang yang belum melepaskan ikatan sesudah ia
meninggal. Tetapi tidak ada hasil seperti itu yang harus diderita atau
dinikmati oleh orang yang berada pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna dan bertindak dengan pengetahuan
mengenai hubungannya dengan Krishna selalu mencapai pembebasan. Karena itu, ia
tidak harus menikmati atau menderita hasil perbuatannya sesudah ia meninggal.
18.13
pañcaitāni mahā-bāho
kāraṇāni nibodha me
sāńkhye kṛtānte proktāni
siddhaye sarva-karmaṇām
pañca—lima;
etāni—hal ini;
mahā-bāho—wahai yang
berlengan perkasa;
kāraṇāni—menyebabkan;
nibodha—mengertilah;
me—dari-Ku;
sańkhye—dalam Vedanta;
kṛta ante—dalam kesimpulan;
proktāni—dikatakan;
siddhaye—demi kesempurnaan;
sarva—semua;
karmaṇām—kegiatan.
Terjemahan
Wahai Arjuna yang berlengan perkasa, menurut Vedanta, ada lima sebab untuk
tercapainya segala perbuatan. Sekarang pelajarilah hal-hal ini dari-Ku.
Penjelasan
Kegiatan manapun yang dilakukan haruslah ada reaksinya. Karena itu, boleh
ditanyakan bagaimana mungkin orang yang sadar akan Krishna tidak menderita atau
menikmati reaksi pekerjaan? Krishna mengutip filsafat Vedanta untuk
memperlihatkan bagaimana ini dimungkinkan. Krishna mengatakan bahwa ada lima
sebab segala kegiatan, dan demi sukses dalam segala kegiatan, seseorang harus
mempertimbangkan lima sebab tersebut. Sāńkhya berarti tangkai segala
pengetahuan, dan Vedanta adalah tangkai terakhir pengetahuan yang diakui oleh
semua ācārya yang terkemuka. Sankara mengakui Vedanta-sutra seperti itu. Karena
itu, sebaiknya orang mencari nasehat dari sumber yang dapat di percaya seperti
itu.
Pengendali tertinggi adalah Roh Yang Utama. Sebagaimana
dinyatakan dalam Bhagavad-gita, sarvasya caham hṛdi sannivistah. Roh yang
utama menjadikan semua orang sibuk dalam kegiatan tertentu dengan memberi peringatan
kepadanya mengenai perbuatannya dari dahulu. Perbuatan yang sadar akan Krishna
yang dilakukan di bawah perintah Beliau dari dalam tidak menghasilkan reaksi
apapun, baik dalam hidup ini maupun dalam kehidupan sesudah meninggal.
18.14
adhiṣṭhānaḿ tathā kartā
karaṇaḿ ca pṛthag-vidham
vividhāś ca pṛthak ceṣṭā
daivaḿ caivātra pañcamam
adhiṣṭhānam—tempat;
tathā—juga;
kartā—orang yang
bekerja;
kāraṇam—alat-alat;
ca—dan;
pṛthak-vidham—berbagai
jenis;
vividhāḥ—aneka;
ca—dan;
pṛthak—terpisah;
ceṣṭāḥ—usaha-usaha;
daivam—Yang Mahakuasa;
ca—juga;
evā—pasti;
atra—di
sini;
pañcamam—kelima.
Terjemahan
Tempat perbuatan [badan], pelaku, berbagai indera, aneka jenis usaha, dan
akhirnya Roh Yang Utama—inilah lima unsur perbuatan.
Penjelasan
Kata adhiṣṭhānam menunjukkan badan. Sang roh di dalam badan bertindak
untuk membawa hasil kegiatan, dan karena itu ia dikenal sebagai karta
pelaku." Dalam sruti dinyatakan bahwa yang mengetahui dan melakukan ialah
sang roh. Esa hi draṣṭā srasta (Prasna Upanisad 4.9). Juga dibenarkan dalam
Vedanta-sutra dengan ayat-ayat yang berbunyi jno 'ta eva 2.3.18) dan karta
śastrarthavattvat (2.3.33). Alat-alat perbuatan adalah indera, dan melalui
inderalah sang roh bertindak dengan berbagai cara. Untuk tiap-tiap perbuatan
ada usaha yang berbeda. Tetapi segala kegiatan orang tergantung pada kehendak
Roh Yang Utama, yang bersemayam di dalam hati sebagai kawan. Tuhan Yang Maha
Esa adalah sebab utama. Dalam keadaan seperti ini, orang yang bertindak dalam
kesadaran Krishna di bawah perintah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam
hati sewajarnya tidak diikat oleh kegiatan manapun. Orang yang sadar akan
Krishna sepenuhnya pada hakekatnya tidak memprakarsai perbuatannya sendiri.
Segala sesuatu bergantung kepada kehendak Yang Mahakuasa, Roh Yang Utama,
Kepribadian Yang Mahakuasa.
18.15
śarīra-vāń-manobhir yat
karma manobhiḥ naraḥ
nyāyyaḿ vā viparītaḿ vā
pañcaite tasya hetavaḥ
śarīra—oleh badan;
vāk—pembicaraan;
manobhiḥ—dan
pikiran;
yat—yang;
karma—pekerjaan;
manobhiḥ—memulai;
naraḥ—seseorang;
nyāyyam—benar;
vā—atau;
viparītam—lawannya;
vā—atau;
pañca—lima;
ete—semua ini;
tasya—miliknya;
hetavaḥ—sebab.
Terjemahan
Perbuatan benar maupun salah manapun yang dilakukan seseorang dengan badan, pikiran
maupun kata-kata disebabkan oleh lima unsur tersebut.
Penjelasan
Kata-kata benar" dan salah" juga bermakna dalam ayat ini.
Pekerjaan yang benar adalah pekerjaan yang dilakukan sesuai petunjuk-petunjuk
yang ditetapkan dalam Kitab Suci, dan pekerjaan yang salah adalah pekerjaan
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip aturan Kitab Suci. Tetapi apapun yang
dilakukan memerlukan lima unsur tersebut untuk pelaksanaannya yang lengkap.
18.16
tatraivaḿ sati kartāram
ātmānaḿ kevalaḿ tu yaḥ
paśyaty akṛta-buddhitvān
na sa paśyati durmatiḥ
tatra—di sana;
evam—dengan demikian;
sati—menjadi;
kartāram—orang
yang bekerja;
ātmanām—Diri-Nya;
kevalam—hanya;
tu—tetapi;
yaḥ—siapapun
yang;
paśyāti—melihat;
akṛta buddhitvat—karena kurang cerdas;
na—tidak
pernah;
saḥ—dia;
paśyāti—melihat;
durmatiḥ—bodoh.
Terjemahan
Karena itu, orang yang menganggap Diri-Nya satu-satunya pelaku, tanpa
mempertimbangkan lima unsur tersebut, tentu tidak begitu cerdas dan tidak dapat
melihat hal-hal dengan sebenarnya.
Penjelasan
Orang bodoh tidak dapat mengerti bahwa Roh Yang Utama bersemayam di dalam
hatinya sebagai kawan dan mengatur perbuatannya. Walaupun tempat, pekerjaan,
usaha dan indera-indera adalah sebab-sebab material, sebab utama ialah Yang
Mahakuasa, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, seharusnya seseorang
tidak hanya melihat empat sebab material tetapi juga melihat Yang Mahakuasa
sebagai sebab pelaksana utama. Orang yang tidak melihat Yang Mahakuasa
menganggap Diri-Nya sebagai satu-satunya pelaku.
18.17
yasya nāhańkṛto bhāvo
buddhir yasya na lipyate
hatvāpi sa imān lokān
na hanti na nibadhyate
yasya—orang yang;
na—tidak pernah;
ahańkṛtaḥ—keakuan
palsu;
bhāvaḥ—sifat;
buddhiḥ—kecerdasan;
yasya—orang
yang;
na—tidak pernah;
lipyate—terikat;
hatvā—membunuh;
api—walaupun;
saḥ—dia;
imān—ini;
lokān—dunia;
na—tidak pernah;
hanti—membunuh;
na—tidak pernah;
nibadhyate—menjadi terikat.
Terjemahan
Orang yang tidak digerakkan oleh keakuan palsu dan kecerdasannya tidak
terikat, tidak membunuh, meskipun ia membunuh orang didunia ini. Ia juga tidak
diikat oleh perbuatannya.
Penjelasan
Dalam ayat ini Krishna memberitahukan kepada Arjuna bahwa keinginan untuk
tidak bertempur berasal dari keakuan palsu. Arjuna menganggap Diri-Nya pelaku
perbuatan, tetapi dia tidak mempertimbangkan izin dari Yang Mahakuasa baik di
dalam maupun di luar. Kalau seseorang tidak mengetahui bahwa ada izin utama,
mengapa ia harus bertindak? Tetapi orang yang mengetahui alat-alat pekerjaan,
Diri-Nya sebagai pelaku, dan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Kepribadian Utama yang
mengizinkan adalah sempurna dalam melakukan segala sesuatu. Orang seperti itu
tidak pernah di dalam khayalan. Kegiatan dan tanggung jawab pribadi berasal
dari keakuan palsu dan kekurangan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
atau kekurangan kesadaran Krishna. Siapapun yang bertindak dalam kesadaran
Krishna dibawah perintah Yang Mahakuasa atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
tidak membunuh meskipun ia membunuh. Dia juga tidak pernah dipengaruhi oleh
reaksi pembunuhan itu. Bila seorang prajurit membunuh di bawah perintah seorang
perwira, ia tidak dapat dihukum. Tetapi kalau seorang prajurit membunuh atas
kehendak pribadi, maka dia pasti akan dihukum oleh pengadilan.
18.18
jñānaḿ jñeyaḿ parijñātā
tri-vidhā karma-codanā
karaṇaḿ karma karteti
tri-vidhaḥ karma-sańgrahaḥ
jñānam—pengetahuan;
jñeyam—obyek pengetahuan;
parijñātā—dia
yang mengetahui;
tri-vidhā—terdiri dari tiga jenis;
karma—dari
pekerjaan;
codanā—dorongan;
kāraṇam—indera;
karma—pekerjaan;
kartā—pelaku-pelaku;
iti—demikian;
tri-vidhaḥ—tiga jenis;
karma—dari pekerjaan;
sańgrahaḥ—pengumpulan.
Terjemahan
Pengetahuan, obyek pengetahuan, dan dia yang mengetahui adalah tiga unsur
yang menggerakkan perbuatan; indera; pekerjaan dan pelaku adalah tiga bahan
perbuatan.
Penjelasan
Ada tiga jenis dorongan untuk pekerjaan sehari-hari : Pengetahuan, obyek
pengetahuan dan yang mengetahui. Alat-alat pekerjaan, pekerjaan itu sendiri dan
orang yang bekerja disebut bahan-bahan pekerjaan. Segala pekerjaan yang
dilakukan oleh manusia terdiri dari unsur-unsur tersebut. Sebelum seseorang
bertindak, ada suatu dorongan, yang disebut inspirasi. Segala penyelesaian yang
dicapai sebelum pekerjaan dilaksanakan adalah jenis pekerjaan yang halus.
Kemudian pekerjaan berwujud sebagai perbuatan. Pertama seseorang harus
menjalankan proses-proses kejiwaan, yaitu berpikir, merasakan dan menginginkan,
dan itu disebut dorongan. Inspirasi untuk bekerja adalah sama, baik inspirasi
itu berasal dari Kitab Suci maupun pelajaran dari guru kerohanian. Apabila ada
inspirasi dan ada pekerja, maka kegiatan nyata terjadi dengan bantuan
indera-indera, termasuk pikiran, yang merupakan pusat semua indera. Jumlah
semua bahan suatu kegiatan disebut pengumpulan pekerjaan.
18.19
jñānaḿ karma ca kartā ca
tridhaiva guṇa-bhedataḥ
procyate guṇa-sańkhyāne
yathāvac chṛṇu tāny api
jñānam—pengetahuan;
karma—pekerjaan;
ca—juga;
kartā—pekerja;
ca—juga;
tridhā—dari tiga jenis;
evā—pasti;
guṇa-bhedataḥ—menurut
berbagai sifat alam material;
procyate—dikatakan;
guṇa-sańkhyāne—menurut
berbagai sifat;
yathā-vat—sebagaimana;
śṛṇu—dengarlah;
tāni—semuanya;
api—juga.
Terjemahan
Menurut tiga sifat alam material yang berbeda, ada tiga jenis pengetahuan,
perbuatan dan pelaku perbuatan. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang hal-hal itu.
Penjelasan
Dalam Bab Empat belas, tiga bagian sifat-sifat alam material diuraikan
secara panjang lebar. Dalam bab itu dinyatakan bahwa sifat kebaikan
menerangkan, sifat nafsu bersifat duniawi, sedangkan sifat kebodohan membawa
orang pada sifat malas dan tidak mau melakukan apa-apa. Semua sifat alam
material mengikat dan tidak merupakan sumber pembebasan. Dalam sifat kebaikan
sekalipun seseorang terikat. Dalam Bab Tujuh belas, berbagai jenis sembahyang
yang dilakukan oleh berbagai jenis orang dalam aneka sifat alam material
diuraikan. Dalam ayat ini, Krishna menyatakan bahwa Beliau ingin membicarakan
berbagai jenis pengetahuan, pekerjaan itu sendiri menurut tiga sifat alam
material.
18.20
sarva-bhūteṣu yenaikaḿ
bhāvam avyayām īkṣate
avibhaktaḿ vibhakteṣu
taj jñānaḿ viddhi sāttvikam
sarva-bhūteṣu—di dalam semua makhluk hidup;
yena—dengan itu;
ekam—satu;
bhāvam—keadaan;
avyayām—tidak dapat dimusnahkan;
īkṣate—seseorang
melihat;
avibhaktam—tidak dibagi;
vibhakteṣu—yang dibagi dalam
jumlah tidak terbilang;
tat—itu;
jñānam—pengetahuan;
viddhi—ketahuilah;
sāttvikam—dalam sifat kebaikan.
Terjemahan
Pengetahuan yang memungkinkan alam rohani yang satu dan tidak dipisahkan
dilihat di dalam semua makhluk hidup, meskipun mereka dipisahkan menjadi bentuk-bentuk
yang jumlahnya tidak dapat di hitung, hendaknya engkau pahami sebagai
pengetahuan dalam sifat kebaikan.
Penjelasan
Orang yang melihat roh yang sama di dalam setiap makhluk hidup, baik dewa,
manusia, binatang, burung, ikan maupun tumbuhan memiliki pengetahuan dalam
sifat kebaikan. Roh yang sama berada di dalam semua makhluk hidup, meskipun
mereka memiliki berbagai jenis badan menurut pekerjaan yang telah dilakukannya
sebelumnya. Sebagaimana diuraikan dalam Bab Tujuh, perwujudan daya hidup dalam
setiap badan disebabkan oleh tenaga utama Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu
melihat alam utama yang satu ini, yaitu daya hidup, di dalam setiap badan
berarti melihat dalam sifat kebaikan. Tenaga hidup tersebut tidak dapat
dimusnahkan, meskipun badan-badan dapat dimusnahkan. Perbedaan dilihat menurut
badan; tetapi oleh karena ada banyak bentuk kehidupan material dalam kehidupan
yang terikat, kelihatannya daya hidup dipisahkan. Pengetahuan yang tidak
bersifat pribadi seperti itu adalah salah satu aspek keinsafan diri.
18.21
pṛthaktvena tu yaj jñānaḿ
nānā-bhāvān pṛthag-vidhān
vetti sarveṣu bhūteṣu
taj jñānaḿ viddhi rājasam
pṛthaktvena—akibat dari pemisahan;
tu—tetapi;
yat—yang;
jñānam—pengetahuan;
nānābhavān—beraneka keadaan;
pṛthak-vidhān—berbeda;
vetti—mengetahui;
sarveṣu—di dalam semua;
bhūteṣu—makhluk
hidup;
tat—itu;
jñānam—pengetahuan;
viddhi—harus
diketahui;
rājasam—menurut nafsu.
Terjemahan
Pengetahuan yang menyebabkan seseorang melihat jenis makhluk hidup yang lain
di dalam setiap badan hendaknya engkau pahami sebagai pengetahuan dalam sifat
nafsu.
Penjelasan
Paham bahwa badan material adalah makhluk hidup dan bahwa kesadaran
dibinasakan sekalian dengan pembinasaan badan disebut pengetahuan dalam sifat
nafsu. Menurut pengetahuan itu, badan-badan berbeda satu sama lain karena
perkembangan berbagai jenis kesadaran, selain itu tidak ada roh tersendiri yang
mewujudkan kesadaran. Badan itu sendiri adalah roh, dan tidak ada roh yang
dapat dipisahkan di luar badan. Menurut pengetahuan seperti itu, kesadaran
bersifat sementara. Atau tidak ada roh-roh individual, melainkan hanya satu roh
yang berada di mana-mana, penuh pengetahuan, dan badan ini adalah perwujudan
kebodohan yang bersifat sementara. Atau di luar badan ini tidak ada roh
istimewa yang bersifat individual atau Roh Yang Utama. Segala paham seperti itu
dianggap hasil dari sifat nafsu.
18.22
yat tu kṛtsna-vad ekasmin
kārye saktam ahaitukam
atattvārtha-vad alpaḿ ca
tat tāmasam udāhṛtam
yat—itu yang;
tu—tetapi;
kṛtsna-vat—sebagai
segala-galanya;
ekasmin—dalam satu;
kārye—pekerjaan;
saktam—terikat;
ahaitukam—tanpa sebab;
atattva-artha-vat—tanpa pengetahuan
tentang kesunyataan;
alpam—sedikit sekali;
ca—dan;
tat—itu;
tāmasam—sifat kegelapan;
udāhṛtam—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Pengetahuan yang menyebabkan seseorang terikat pada satu jenis pekerjaan
sebagai segala-galanya, tanpa pengetahuan tentang kebenaran, dan jumlahnya
sedikit sekali, dikatakan sebagai pengetahuan dalam sifat kegelapan.
Penjelasan
Pengetahuan orang awam selalu dalam sifat kegelapan atau kebodohan, sebab
setiap makhluk hidup dalam kehidupan terikat dilahirkan dalam sifat kebodohan.
Orang yang tidak mengembangkan pengetahuan melalui para penguasa atau peraturan
Kitab Suci memiliki pengetahuan yang terbatas pada badan saja. Ia tidak peduli
untuk bertindak menurut petunjuk dari Kitab Suci. Menurut orang seperti itu,
Tuhan adalah uang dan pengetahuan berarti memuaskan permintaan jasmani.
Pengetahuan seperti itu tidak ada hubungan dengan Kebenaran Mutlak. Pengetahuan
tersebut kurang lebih seperti pengetahuan binatang biasa: Pengetahuan tentang
makan, tidur, membela diri, dan berketurunan. Pengetahuan seperti itu diuraikan
sebagai hasil sifat kegelapan dalam ayat ini. Dengan kata lain, pengetahuan
mengenai sang roh di luar badan ini disebut pengetahuan dalam sifat kebaikan,
pengetahuan yang menghasilkan banyak teori atau paham karena logika duniawi dan
angan-angan adalah hasil sifat nafsu, dan pengetahuan yang hanya menyangkut
pemeliharaan badan dalam keadaan nyaman dikatakan sebagai pengetahuan dalam
sifat kebodohan.
18.23
niyataḿ sańga-rahitam
arāga-dveṣataḥ kṛtam
aphala-prepsunā karma
yat tat sāttvikam ucyate
niyatam—teratur;
sańga-rahitam—tanpa ikatan;
arāga-dveṣataḥ—tanpa
cinta kasih maupun rasa benci;
kṛtam—dilakukan;
aphala-prepsunā—oleh
orang yang bebas dari keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala;
karma—perbuatan;
yat—yang;
tat—itu;
sāttvikam—dalam sifat kebaikan;
ucyate—disebut.
Terjemahan
Perbuatan yang teratur dan dilakukan tanpa ikatan, tanpa cinta kasih maupun
rasa benci dan tanpa keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala dikatakan
perbuatan dalam sifat kebaikan.
Penjelasan
Tugas kewajiban yang teratur, sebagaimana diuraikan dalam Kitab Suci menurut
berbagai golongan dan bagian masyarakat, dilakukan tanpa ikatan maupun hak
milik. Karena itu, pekerjaan itu bebas dari cinta kasih maupun rasa benci dan
dilakukan dalam kesadaran Krishna untuk memuaskan Yang Mahakuasa, tanpa
kepuasan diri atau menyenangkan diri sendiri. Tugas kewajiban itu disebut
perbuatan dalam sifat kebaikan.
18.24
yat tu kāmepsunā karma
sāhańkāreṇa vā punaḥ
kriyate bahulāyāsaḿ
tad rājasam udāhṛtam
yat—itu yang;
tu—tetapi;
kāma-īpsunā—oleh orang dengan
keinginan untuk mendapat hasil atau pahala;
karma—pekerjaan;
sa-ahańkāreṇa—dengan
keakuan;
vā—atau;
punaḥ—lagi;
kriyate—dilakukan;
bahula-āyāsam—dengan
pekerjaan yang keras;
tat—itu;
rājasam—dalam sifat nafsu;
udāhṛtam—dikatakan
sebagai.
Terjemahan
Tetapi perbuatan yang dilakukan dengan usaha yang keras oleh orang yang
mencari kepuasan keinginannya, dan dilakukan berdasarkan rasa keakuan palsu,
disebut perbuatan dalam sifat nafsu.
Tidak ada penjelasan
18.25
anubandhaḿ kṣayaḿ hiḿsām
anapekṣya ca pauruṣam
mohād ārabhyate karma
yat tat tāmasam ucyate
anubandham—dari ikatan pada masa yang akan datang;
ksayam—pembinasaan;
hiḿsām—dan dukacita kepada orang lain;
anapekṣya—tanpa
mempertimbangkan akibat;
ca—juga;
pauruṣam—diizinkan sendiri;
mohāt—oleh
khayalan;
ārabhyate—dimulai;
karma—pekerjaan;
yat—yang;
tat—itu;
tāmasam—dalam sifat kebodohan;
ucyate—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Perbuatan yang dilakukan dalam khayalan, tanpa mempedulikan aturan Kitab
Suci, dan tanpa mempedulikan ikatan pada masa yang akan datang, kekerasan
maupun dukacita yang diakibatkan terhadap orang lain disebut perbuatan dalam
sifat kebodohan.
Penjelasan
Seseorang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada negara atau
kepada para pesuruh Tuhan Yang Maha Esa yang disebut para Yamaduta. Pekerjaan
yang tidak bertanggung jawab menghancurkan, sebab pekerjaan itu membinasakan
prinsip-prinsip yang mengatur dari aturan Kitab Suci. Pekerjaan seperti itu
seringkali berdasarkan kekerasan dan menyebabkan makhluk hidup lain menderita.
Pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dilakukan berdasarkan pengalaman
pribadi. Ini disebut khayalan. Segala pekerjaan yang bersifat khayalan seperti
itu adalah hasil sifat kebodohan.
18.26
mukta-sańgo 'nahaḿ-vādī
dhṛty-utsāha-samanvitaḥ
siddhy-asiddhyor nirvikāraḥ
kartā sāttvika ucyate
mukta-sańgaḥ—dibebaskan dari segala pergaulan material;
anaham-vādī—tanpa
keakuan palsu;
dhṛti—dengan ketabahan hati;
utsāha—dan semangat
yang besar;
samanvitāḥ—memiliki kwalifikasi;
siddhi—dalam
kesempurnaan;
asiddhyoḥ—dan kegagalan;
nirvikāraḥ—tanpa
perubahan;
kartā—pekerja;
sāttvikaḥ—dalam sifat kebaikan;
ucyate—dikatakan
sebagai.
Terjemahan
Orang yang melakukan tugas kewajiban tanpa pergaulan dengan sifat-sifat alam
material, tanpa keakuan palsu, dengan ketabahan hati dan semangat yang besar,
tanpa goyah baik dalam sukses maupun dalam kegagalan dikatakan sebagai orang
yang bekerja dalam sifat kebaikan.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna selalu melampaui sifat-sifat alam material.
Dia tidak mengharapkan hasil dari pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, sebab
dia berada di atas keakuan palsu dan rasa bangga. Namun, dia selalu bersemangat
sampai pekerjaan tesebut selesai. Dia tidak khawatir tentang penderitaan yang
dialaminya; dia selalu bersemangat. Dia tidak mempedulikan sukses maupun
kegagalan; dia bersikap yang sama baik dalam suka maupun duka. Pekerja seperti
itu mantap dalam sifat kebaikan.
18.27
rāgī karma-phala-prepsur
lubdho hiḿsātmako 'śuciḥ
harṣa-śokānvitaḥ kartā
rājasaḥ parikīrtitaḥ
rāgī—sangat terikat;
karma-phala—hasil dari pekerjaan;
prepsuḥ—menginginkan;
lubdhaḥ—kelobaan;
hiḿsā-ātmakaḥ—selalu iri;
aśuciḥ—tidak
bersih;
harṣa-śoka-anvitaḥ—mengalami rasa riang dan rasa sedih;
kartā—pekerja
seperti itu;
rājasāḥ—dalam sifat nafsu;
parikīrtitaḥ—dinyatakan.
Terjemahan
Pekerja yang terikat pada pekerjaan dan hasil atau pahala dari pekerjaan,
yang ingin menikmati hasil-hasil itu, yang bersifat kelobaan, selalu iri, tidak
suci dan digerakkan oleh rasa riang dan rasa sedih, dikatakan sebagai pekerja
dalam sifat nafsu.
Penjelasan
Orang terlalu terikat pada jenis pekerjaan tertentu atau terhadap hasilnya
karena dia terlalu terikat pada keduniawian atau rumah tangga, isteri dan
anak-anak. Orang seperti itu tidak mempunyai keinginan untuk diangkat sampai
tingkat yang lebih tinggi dalam kehidupan. Dia hanya mempedulikan usaha
menjadikan dunia ini senyaman mungkin secara material. Pada umumnya dia sangat
kelobaan dan dia berpikir bahwa apapun yang diperolehnya bersifat kekal dan
tidak akan pernah hilang. Orang seperti itu iri terhadap orang lain dan berani
melakukan apapun yang salah demi kepuasan indera-indera. Karena itu, orang
tersebut tidak suci dan tidak peduli apakah nafkahnya suci atau tidak. Dia
berbahagia kalau pekerjaannya sukses dan sangat sedih bila pekerjaannya tidak
sukses. Demikianlah pekerja dalam sifat nafsu.
18.28
ayuktaḥ prākṛtaḥ stabdhaḥ
śaṭho naiṣkṛtiko 'lasaḥ
viṣādī dīrgha-sūtrī ca
kartā tāmasa ucyate
ayuktaḥ—tidak memperhatikan aturan Kitab Suci;
prākṛtaḥ—duniawi;
stabdhaḥ—keras kepala;
śaṭhaḥ—suka menipu;
naiṣkṛtikaḥ—ahli
menghina orang lain;
alasaḥ—malas;
viṣādī—murung;
dīrgha-sūtrī—mengulurulurkan
waktu;
ca—juga;
kartā—pekerjaan;
tamasāḥ—dalam sifat
kebodohan;
ucyate—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Pekerja yang selalu sibuk dalam pekerjaan yang bertentangan dengan aturan
Kitab Suci, yang duniawi, keras kepala, menipu dan ahli menghina orang lain,
malas, selalu murung dan menunda-nunda dikatakan sebagai pekerja dalam sifat
kebodohan.
Penjelasan
Dalam aturan Kitab Suci kita menemukan jenis pekerjaan mana yang harus
dilakukan dan yang mana seharusnya tidak dilakukan. Orang yang tidak
mempedulikan aturan tersebut sibuk dalam pekerjaan yang seharusnya tidak
dilakukan, orang seperti itu pada umumnya duniawi. Mereka bekerja menurut
sifat-sifat alam, bukan menurut Kitab Suci. Pekerja seperti itu tidak begitu
lembut, dan pada umumnya selalu licik dan ahli menghina orang lain. Mereka
malas sekali; walaupun mereka mempunyai tugas, mereka tidak melakukan tugas itu
dengan benar dan mereka menunda pekerjaan itu untuk dilakukan nanti. Karena
itu, kelihatannya mereka murung. Mereka mengulurkan waktu; apapun yang dapat
diselesaikan dalam waktu satu jam ditunda sampai bertahun-tahun. Pekerja
seperti itu berada dalam sifat kebodohan.
18.29
buddher bhedaḿ dhṛteś caiva
guṇatas tri-vidhaḿ śṛṇu
procyamānam aśeṣeṇa
pṛthaktvena dhanañjaya
buddheḥ—mengenai kecerdasan;
bhedam—perbedaanperbedaan;
dhṛteḥ—mengenai
sifat mantap;
ca—juga;
evā—pasti;
guṇataḥ—oleh
sifat-sifat alam material;
tri-vidham—dari tiga jenis;
śṛṇu—dengarlah;
procyamānam—sebagaimana Kuuraikan;
aśeṣeṇa—secara terperinci;
pṛthaktvena—secara
berbeda;
dhanañjaya—wahai perebut kekayaan.
Terjemahan
Wahai perebut kekayaan; sekarang dengarlah uraian terperinci yang akan
Kusampaikan kepadamu tentang berbagai jenis pengertian dan ketabahan hati,
menurut tiga sifat alam material.
Penjelasan
Sesudah Krishna menjelaskan tentang pengetahuan, obyek pengetahuan dan yang
mengetahui, dalam tiga bagian yang berbeda menurut sifat-sifat alam material,
sekarang Beliau akan menjelaskan kecerdasan dan ketabahan hati pekerja dengan
cara yang sama.
18.30
pravṛttiḿ ca nivṛttiḿ ca
kāryākārye bhayābhaye
bandhaḿ mokṣaḿ ca yā vetti
buddhiḥ sā pārtha sāttvikī
pravṛttim—melakukan;
ca—juga;
nivṛttim—tidak
melakukan;
ca—dan;
kārya—apa yang patut dilakukan;
akārye—dan
apa yang tidak patut dilakukan;
bhaya—rasa takut;
abhaye—kebebasan
dari rasa takut;
bandham—ikatan;
mokṣam—pembebasan;
ca—dan;
yā—itu yang;
vetti—mengetahui;
buddhiḥ—pengertian;
sa—itu;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
sāttvikī—dalam sifat kebaikan.
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, pengertian yang memungkinkan seseorang mengetahui apa
yang patut dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan, apa yang harus
ditakuti dan apa yang tidak perlu ditakuti, apa yang mengikat dan apa yang
membebaskan, berada dalam sifat kebaikan.
Penjelasan
Melakukan perbuatan menurut aturan Kitab Suci disebut pravrtti, atau
melaksanakan kegiatan yang patut dilakukan. Kegiatan yang tidak diatur seperti
itu seharusnya tidak dilakukan. Orang yang tidak mengetahui aturan Kitab Suci
menjadi terikat dalam perbuatan dan reaksi pekerjaan. Pengertian yang
membedakan dengan kecerdasan adalah pengertian yang mantap dalam sifat
kebaikan.
18.31
yayā dharmam adharmaḿ ca
kāryaḿ cākāryam eva ca
ayathāvat prajānāti
buddhiḥ sā pārtha rājasī
yayā—oleh itu;
dharmam—prinsip-prinsip dharma;
adharmam—hal-hal
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dharma;
ca—dan;
kāryam—apa
yang patut dilakukan;
ca—juga;
akāryam—apa yang seharusnya tidak
dilakukan;
evā—pasti;
ca—juga;
ayathā-vat—secara tidak
sempurna;
prājanati—mengetahui;
buddhiḥ—kecerdasan;
sa—itu;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
rājāsi—dalam sifat nafsu.
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, pengertian yang tidak dapat membedakan antara dharma
dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma, antara perbuatan yang harus
dilakukan dan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan, berada dalam sifat
nafsu.
Tidak ada penjelasan.
18.32
adharmaḿ dharmam iti yā
manyate tamasāvṛtā
sarvārthān viparītāḿś ca
buddhiḥ sā pārtha tāmasī
adharmam—hal-hal yang bertentangan dengan dharma;
dharmam—dharma;
iti—demikian;
yā—yang;
manyate—berpikir;
tamasā—oleh
khayalan;
āvṛtā—ditutupi;
sarva-arthān—segala hal;
viparītān—ke
arah yang salah;
ca—juga;
buddhiḥ—kecerdasan;
sa—itu;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā;
tamasi—dalam sifat kebodohan.
Terjemahan
Pengertian yang menganggap hal-hal yang bertentangan dengan dharma sebagai
dharma dan dharma sebagai hal-hal yang bertentangan dengan dharma, di bawah
pesona khayalan dan kegelapan, dan selalu berusaha ke arah yang salah berada
dalam sifat kebodohan, wahai putera Pṛthā.
Penjelasan
Kecerdasan dalam sifat kebodohan selalu bekerja dengan cara yang berlawanan
dengan cara yang sebenarnya. Kecerdasan tersebut mengakui dharma-dharma yang
sebenarnya bukan dharma dan menolak dharma yang sejati. Orang bodoh menganggap
roh yang mulia adalah manusia biasa dan mengakui orang biasa sebagai roh yang
mulia. Mereka menganggap kebenaran tidak benar dan mengakui hal-hal yang tidak
benar sebagai kebenaran. Dalam segala kegiatan mereka hanya mengambil jalan
yang salah; karena itu, kecerdasan mereka berada dalam sifat kebodohan.
18.33
dhṛtyā yayā dhārayate
manaḥ-prāṇendriya-kriyāḥ
yogenāvyabhicāriṇyā
dhṛtiḥ sā pārtha sāttvikī
dhṛtyā—dari ketabahan hati;
yayā—melalui itu;
dhārayate—seseorang
memelihara;
manaḥ—pikiran;
prāṇa—kehidupan;
indriya—dan
indera;
kriyāḥ—kegiatan;
yogena—oleh latihan yoga;
avyabhicāriṇyā—tanpa
terputus;
dhṛtiḥ—ketabahan hati;
sa—itu;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā;
sāttvikī—dalam sifat kebaikan.
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, ketabahan hati yang tidak dapat dipatahkan, dipelihara
dengan sifat teguh oleh latihan yoga, dan dengan demikian mengendalikan
pikiran, kehidupan dan indera-indera adalah ketabahan hati dalam sifat
kebaikan.
Penjelasan
Yoga berarti mengerti Roh Yang Utama. Orang yang mantap dengan teguh kepada
Roh Yang Utama dengan ketabahan hati dan memusatkan pikiran, kehidupan dan
kegiatan indera-inderanya kepada Yang Maha kuasa, menekuni kesadaran Krishna.
Ketabahan hati seperti itu berada dalam sifat kebaikan. Kata avyabhicarinya
bermakna sekali, sebab kata itu menunjukkan bahwa orang yang menekuni kesadaran
Krishna tidak pernah disesatkan oleh kegiatan lain manapun.
18.34
yayā tu dharma-kāmārthān
dhṛtyā dhārayate 'rjuna
prasańgena phalākāńkṣī
dhṛtiḥ sā pārtha rājasī
yayā—melalui itu;
tu—tetapi;
dharma—keagamaan;
kāma—kepuasan
indera-indera;
arthān—dan pengembangan ekonomi;
dhṛtyā—dengan
ketabahan hati;
dhārayate—seseorang memelihara;
Arjuna—wahai
Arjuna;
prasańgena—karena ikatan;
phala-ākāńkṣī—menginginkan hasil atau
pahala;
dhṛtiḥ—ketabahan hati;
sa—itu;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā;
rājāsi—dalam sifat nafsu.
Terjemahan
Tetapi hati yang tabah membuat seseorang berpegang teguh pada hasil atau
pahala di bidang keagamaan, pengembangan ekonomi dan kepuasan indera-indera
bersifat nafsu, wahai Arjuna.
Penjelasan
Siapapun yang selalu menginginkan hasil atau pahala dalam kegiatan keagamaan
atau ekonomi, dan satu-satunya keinginannya ialah kepuasan indera-indera dan
pikiran, kehidupan dan indera-inderanya tekun seperti itu berada dalam sifat
nafsu.
18.35
yayā svapnaḿ bhayaḿ śokaḿ
viṣādaḿ madam eva ca
na vimuñcati durmedhā
dhṛtiḥ sā pārtha tāmasī
yayā—melalui itu;
svapnam—mimpi;
bhayam—ketakutan;
śokam—penyesalan;
viṣādam—sifat murung;
madam—khayalan;
evā—pasti;
ca—juga;
na—tidak pernah;
vimuñcati—seseorang meninggalkan;
durmedhā—kurang
cerdas;
dhṛtiḥ—ketabahan hati;
sa—itu;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā;
tamasi—dalam sifat kebodohan.
Terjemahan
Ketabahan hati yang tidak dapat melampaui impian, rasa takut, penyesalan,
sifat murung dan khayalan—ketabahan hati yang kurang cerdas seperti itu
bersifat kegelapan, wahai putera Pṛthā.
Penjelasan
Hendaknya jangan disimpulkan bahwa orang dalam sifat kebaikan tidak mimpi.
Di sini mimpi" berarti tidur terlalu banyak. Impian selalu ada; baik dalam
sifat kebaikan, nafsu dan kebodohan. Impian adalah kejadian yang wajar. Tetapi
orang yang tidak dapat menghindari kecenderungan untuk tidur terlalu banyak,
yang tidak dapat menghindari rasa bangga akibat kenikmatan benda-benda
material, selalu memimpikan kekuasaan atas dunia material, dan kehidupan,
pikiran dan indera-inderanya sibuk seperti itu, dianggap memiliki ketabahan
hati dalam sifat kebodohan.
18.36
sukhaḿ tv idānīḿ
tri-vidhaḿ
śṛṇu me Bhārata rṣabha
abhyāsād ramate yatra
duḥkhāntaḿ ca nigacchati
sukham—kebahagiaan;
tu—tetapi;
idānīm—sekarang;
tri-vidham—terdiri
dari tiga jenis;
śṛṇu—dengarlah;
me—dari-Ku;
bhārata-ṛṣabha—wahai
yang paling baik di antara para
Bhārata ;
abhyāsāt—oleh latihan;
ramate—seseorang
menikmati;
yātrā—tempat;
duḥkha—dari dukacita;
antam—berakhirnya;
ca—juga;
nigacchati—mencapai.
Terjemahan
Wahai yang paling baik di antara para Bhārata, sekarang harap dengar dari-Ku
tentang tiga jenis kebahagiaan yang dinikmati oleh roh yang terikat, yang
kadang-kadang memungkinkan segala dukacita berakhir baginya.
Penjelasan
Roh terikat berusaha menikmati kebahagiaan material berulang kali. Dengan
demikian dia mengunyah sesuatu yang sudah dikunyah. Tetapi kadang-kadang, di
tengah kenikmatan seperti itu, ia dibebaskan dari ikatan material oleh
pergaulan dengan seorang roh yang mulia. Dengan kata lain, roh terikat selalu sibuk
dalam sejenis kepuasan indera-indera. Tetapi apabila ia mengerti melalui
pergaulan yang baik bahwa kepuasan indera-indera berarti hal yang sama hanya
diulangi berkali-kali, dan ia disadarkan sampai kesadaran Krishnanya yang
sejati, kadang-kadang ia sampai dibebaskan dari apa yang dianggap kebahagiaan
yang dialami berulangkali seperti itu.
18.37
yat tad agre viṣam iva
pariṇāme 'mṛtopamam
tat sukhaḿ sāttvikaḿ
proktām
ātma-buddhi-prasāda-jam
yat—yang;
tat—itu;
agre—pada permulaan;
viṣam ivā—seperti
racun;
pariṇāme—pada akhirnya;
amṛta—minuman kekekalan;
upamam—yang
diumpamakan sebagai;
tat—itu;
sukham—kebahagiaan;
sāttvikam—dalam
sifat kebaikan;
proktām—dikatakan;
ātmā—dalam sang diri;
buddhi—dari
kecerdasan;
prasāda-jam—dilahirkan dari kepuasan.
Terjemahan
Sesuatu yang pada permulaan barangkali seperti racun tetapi akhirnya seperti
minuman kekekalan dan menyadarkan seseorang terhadap keinsafan diri dikatakan
sebagai kebahagiaan dalam sifat kebaikan.
Penjelasan
Dalam usaha mencari keinsafan diri, seseorang harus mengikuti banyak aturan
dan peraturan untuk mengendalikan pikiran dan indera-indera dan memusatkan
pikiran pada sang diri. Segala prosedur tersebut sulit sekali, pahit bagaikan
racun, tetapi kalau seseorang berhasil mengikuti aturan dan mencapai kedudukan
rohani, ia mulai minum minuman kekekalan yang sejati dan dia menikmati
kehidupan.
18.38
viṣayendriya-saḿyogād
yat tad agre 'mṛtopamam
pariṇāme viṣam iva
tat sukhaḿ rājasaḿ smṛtam
viṣaya—dari obyek-obyek indera;
indriya—dan indera;
saḿyogāt—dari
gabungan;
yat—yang;
tat—itu;
agre—pada permulaan;
amṛta-upamam—persis
seperti minuman kekekalan;
pariṇāme—akhirnya;
viṣam iva—seperti
racun;
tat—itu;
sukham—kebahagiaan;
rājasam—dalam sifat
nafsu;
smṛtam—dianggap.
Terjemahan
Kebahagiaan yang didapatkan dari hubungan indera-indera dengan obyeknya dan
kelihatannya seperti minuman kekekalan pada awal, tetapi akhirnya seperti
racun, dikatakan bersifat nafsu.
Penjelasan
Seorang pemuda dan pemudi berjumpa, dan indera-indera mendorong si pemuda
untuk bertemu dengan si pemudi, menyentuh badannya dan mengadakan hubungan
suami isteri. Pada awalnya mungkin ini sangat menyenangkan indera-indera,
tetapi akhirnya, atau sesudah beberapa waktu, itu menjadi seperti racun. Mereka
pisah atau cerai, ada penyesalan, dukacita, dan sebagainya. Kebahagiaan seperti
itu selalu bersifat nafsu. Kebahagiaan yang diperoleh dari gabungan
indera-indera dan obyek-obyek indera selalu menyebabkan dukacita dan harus
dihindari dengan segala upaya.
18.39
yad agre cānubandhe ca
sukhaḿ mohanam ātmanaḥ
nidrālasya-pramādotthaḿ
tat tāmasam udāhṛtam
yat—itu yang;
agre—pada permulaan;
ca—juga;
anubandhe—akhirnya;
ca—juga;
sukham—kebahagiaan;
mohanam—bersifat khayalan;
ātmanāḥ—dari
sang diri;
nidrā—tidur;
ālasya—sifat malas;
pramāda—khayalan;
uttham—dihasilkan;
tat—itu;
tāmasam—dalam sifat kebodohan;
udāhṛtam—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Kebahagiaan yang buta terhadap keinsafan diri, yang bersifat khayalan dari
awal sampai akhir dan berasal dari tidur, bermalas-malasan dan khayalan
dikatakan bersifat kebodohan.
Penjelasan
Orang yang senang bermalas-malasan dan tidur tentunya berada dalam sifat
kegelapan, kebodohan, dan orang yang tidak mengetahui sama sekali bagaimana
cara bertindak dan bagaimana seharusnya ia tidak bertindak juga berada dalam
sifat kebodohan. Segala sesuatu adalah khayalan bagi orang dalam sifat
kebodohan. Tidak ada kebahagiaan, baik pada awal maupun pada akhir. Orang yang
berada dalam sifat nafsu mungkin mengalami sejenis kebahagiaan lahiriah pada
awal, kemudian pada akhirnya dukacita, tetapi orang dalam sifat kebodohan hanya
mengalami dukacita, baik pada awalnya maupun pada akhirnya.
18.40
na tad asti pṛthivyāḿ vā
divi deveṣu vā punaḥ
sattvaḿ prakṛti-jair
muktaḿ
yad ebhiḥ syāt tribhir
guṇaiḥ
na—tidak;
tat—itu;
asti—ada;
pṛthivyām—di bumi;
vā—atau;
divi—di sistem planet yang lebih tinggi;
deveṣu—di
kalangan para dewa;
vā—atau;
punaḥ—lagi;
sattvam—keberadaan;
prakṛti-jaiḥ—di lahirkan dari alam material;
muktam—dibebaskan;
yat—itu;
ebhiḥ—dari pengaruh yang lain;
syāt—adalah;
tribhiḥ—tiga;
guṇaiḥ—sifat-sifat alam material.
Terjemahan
Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para dewa di
susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang
dilahirkan dari alam material.
Penjelasan
Di sini Krishna meringkas seluruh pengaruh tiga sifat alam material di
seluruh jagat.
18.41
brāhmaṇa-kṣatriya-viśāḿ
śūdrāṇāḿ ca parantapa
karmaṇi pravibhaktāni
svabhāva-prabhavair guṇaiḥ
brahmaṇā—para
brahmaṇā;
kṣatriya—para
kṣatriya;
viśām—dan para vaisya;
śūdrāṇām—dari para sudra;
ca—dan;
parantapa—wahai
penakluk musuh;
karmaṇi—kegiatan;
pravibhaktāni—dibagikan;
svabhāva—sifatnya
sendiri;
prabhavaiḥ—dilahirkan dari;
guṇaiḥ—oleh sifat-sifat
alam material.
Terjemahan
Para brahmaṇā, para kṣatriya, para vaisya, dan para sudra dibedakan oleh
ciri-ciri yang dilahirkan dari watak-watak mereka sendiri menurut sifat-sifat
material, wahai penakluk musuh.
Tidak ada penjelasan.
18.42
śamo damas tapaḥ śaucaḿ
kṣāntir ārjavam eva ca
jñānaḿ vijñānam āstikyaḿ
brahma-karma svabhāva-jam
samaḥ—kedamaian;
damaḥ—mengendalikan diri;
tapaḥ—pertapaan;
śaucam—kesucian;
kśāntiḥ—toleransi;
ārjavam—sifat
kejujuran;
evā—pasti;
ca—dan;
jñānam—pengetahuan;
vijñānam—kebijaksanaan;
āstikyam—taat pada prinsip-prinsip keagamaan;
brahma—milik
seorang
brahmaṇā;
karma—kewajiban;
svabhāva-jam—dilahirkan
dari sifatnya sendiri.
Terjemahan
Kedamaian, mengendalikan diri, pertapaan, kesucian, toleransi, kejujuran,
pengetahuan, kebijaksanaan dan taat pada prinsip keagamaan—para brahmaṇā
bekerja dengan sifat yang wajar ini. Tidak ada penjelasan.
18.43
śauryaḿ tejo dhṛtir
dākṣyaḿ
yuddhe cāpy apalāyanam
dānam īśvara-bhāvaś ca
kṣātraḿ karma svabhāva-jam
śauryam—kepahlawanan;
tejaḥ—kewibawaan;
dhṛtiḥ—ketabahan
hati;
dākṣyam—pandai memanfaatkan keadaan;
yuddhe—di medan
perang;
ca—dan;
api—juga;
apalāyanam—tidak lari;
dānam—kedermawanan;
īśvara—tentang kepemimpinan;
bhāvaḥ—sifat;
ca—dan;
kṣātram—untuk
seorang
kṣatriya;
karma—kewajiban;
svabhāva-jam—dilahirkan
dari sifatnya sendiri.
Terjemahan
Kepahlawanan, kewibawaan, ketabahan hati, pandai memanfaatkan keadaan,
keberanian di medan perang, kedermawanan dan kepemimpinan adalah sifat-sifat
pekerjaan yang wajar bagi para kṣatriya.
Tidak ada penjelasan.
18.44
kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijyaḿ
vaiśya-karma svabhāva-jam
paricaryātmakaḿ karma
śūdrasyāpi svabhāva-jam
kṛṣi—membajak tanah;
go—sapi;
rakṣya—melindungi;
vāṇijyam—perdagangan;
vaiśya—milik seorang;
karma—kewajiban;
svabhāva-jam—dilahirkan
dari sifatnya sendiri;
paricaryā—pengabdian;
ātmakam—terdiri
dari;
karma—kewajiban;
śūdrasya—milik seorang sudra;
api—juga;
svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri.
Terjemahan
Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi
para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada
orang lain.
Tidak ada penjelasan.
18.45
sve sve karmaṇy abhirataḥ
saḿsiddhiḿ labhate naraḥ
sva-karma-nirataḥ siddhiḿ
yathā vindati tac chṛṇu
sve sve—milik masing-masing;
karmaṇi—pekerjaan;
abhirataḥ—mengikuti;
saḿsiddhim—kesempurnaan;
labhate—mencapai;
naraḥ—seorang
manusia;
sva-karma—dalam kewajibannya sendiri;
niratāḥ—sibuk;
siddhim—kesempurnaan;
yathā—sebagai;
vindati—mencapai;
tat—itu;
śṛṇu—dengarlah.
Terjemahan
Dengan mengikuti sifat-sifat pekerjaannya, setiap orang dapat menjadi
sempurna. Sekarang dengarlah dari-Ku bagaimana kesempurnaan ini dapat dicapai.
Tidak ada penjelasan.
18.46
yataḥ pravṛttir bhūtānāḿ
yena sarvam idaḿ tatam
sva-karmaṇā tam abhyarcya
siddhiḿ vindati mānavaḥ
yataḥ—dari siapa;
pravṛttiḥ—pancaran;
bhūtānām—semua
para makhluk hidup;
yena—oleh siapa;
sarvam—semua;
idam—ini;
tatam—berada dimana-mana;
svakarmaṇā—oleh kewajibannya sendiri;
tam—Beliau;
abhyarcyā—dengan menyembah;
siddhim—kesempurnaan;
vindati—mencapai;
mānavāḥ—seorang manusia.
Terjemahan
Dengan sembahyang kepada Tuhan, sumber semua makhluk, Yang berada di
mana-mana, seseorang dapat mencapai kesempurnaan dengan melakukan pekerjaan
sendiri.
Penjelasan
Sebagaimana telah dinyatakan dalam Bab Lima belas, semua makhluk hidup
adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama
seperti Beliau. Karena itu, Tuhan Yang Maha Esa adalah awal semua makhluk
hidup. Kenyataan ini dibenarkan dalam Vedanta-sutra: janmady asya yataḥ.
Karena itu, Tuhan Yang Maha Esa adalah awal kehidupan setiap makhluk hidup.
Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Tujuh dari Bhagavad-gita, Tuhan Yang Maha Esa
berada di mana-mana melalui dua tenaga-Nya, yaitu tenaga luar dan tenaga dalam.
Karena itu, seseorang harus menyembah Tuhan Yang Maha Esa bersama
tenaga-tenaga-Nya. Pada umumnya para penyembah vaisnava menyembah Tuhan Yang
Maha Esa bersama tenaga dalam yang dimiliki oleh Beliau. Tenaga luar Krishna
adalah bayangan tenaga dalam yang diputar balik. Tenaga luar adalah latar
belakang, tetapi Tuhan Yang Maha Esa berada di mana-mana melalui penjelmaan
bagian yang berkuasa penuh dari Diri-Nya sebagai Paramatma. Beliau adalah Roh
Yang Utama bagi semua dewa, semua manusia, semua binatang, di mana-mana. Karena
itu, hendaknya seseorang mengetahui bahwa sebagai bagian dari Tuhan Yang Maha
Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan, Diri-Nya wajib mengabdi
kepada Yang Mahakuasa. Sebaiknya semua orang menekuni bhakti kepada Tuhan dalam
kesadaran Krishna sepenuhnya. Itulah yang dianjurkan dalam ayat ini.
Semua orang harus berpikir bahwa Diri-Nya sibuk dalam jenis
pekerjaan tertentu karena hṛṣīkeśa, penguasa indera. Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, Sri Krishna, harus disembah dengan hasil pekerjaan yang ditekuni
orang. Kalau seseorang selalu berpikir seperti ini, dalam kesadaran Krishna
sepenuhnya, maka, ia menyadari segala sesuatu sepenuhnya atas karunia Tuhan.
Itulah kesempurnaan hidup. Krishna menyatakan dalam Bhagavad-gita (12.7), tesam
aham samuddhartā. Tuhan Yang Maha Esa Sendiri mengurus keselamatan seorang
penyembah seperti itu. Itulah kesempurnaan hidup tertinggi. Dalam pencaharian
manapun yang ditekuni seseorang, kalau ia mengabdikan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa, ia akan mencapai kesempurnaan tertinggi.
18.47
śreyān sva-dharmo viguṇaḥ
para-dharmāt sv-anuṣṭhitāt
svabhāva-niyataḿ karma
kurvan nāpnoti kilbiṣam
śreyān—lebih baik;
sva-dharmaḥ—pekerjaan sendiri;
viguṇaḥ—dilakukan
secara tidak sempurna;
para-dharmāt—daripada kewajiban orang lain;
su-anuṣṭhitāt—dilakukan
secara sempurna; svabhāva-
niyatam—ditetapkan menurut sifat seseorang;
karma—pekerjaan;
kurvan—melakukan;
na—tidak pernah;
āpnoti—mencapai;
kilbisam—reaksi-reaksi
dosa.
Terjemahan
Lebih baik menekuni kewajiban sendiri, meskipun dilakukan secara kurang
sempurna, daripada menerima kewajiban orang lain dan melakukannya secara
sempurna. Tugas kewajiban yang ditetapkan menurut sifat seseorang tidak pernah
dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa.
Penjelasan
Tugas dan kewajiban orang ditetapkan dalam Bhagavad-gita. Sebagaimana
dibicarakan dalam ayat-ayat sebelumnya, kewajiban brahmaṇā, kṣatriya, vaisya
dan sudra ditetapkan menurut sifat-sifat alamnya masing-masing. Hendaknya
seseorang jangan meniru kewajiban orang lain. Orang yang tertarik pada jenis
pekerjaan yang dilakukan oleh para sudra karena wataknya hendaknya janganlah
mengatakan secara tidak wajar bahwa Diri-Nya brahmaṇā, meskipun ia dilahirkan
dalam keluarga brahmaṇā. Dengan cara ini seseorang harus bekerja menurut sifat
pribadinya; tiada suatu pekerjaan yang jijik, kalau dilakukan dalam pengabdian
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tugas kewajiban seorang brahmaṇā tentunya dalam
sifat kebaikan, tetapi kalau sifat seorang bukan dalam sifat kebaikan,
hendaknya ia jangan meniru tugas kewajiban seorang brahmaṇā. Bagi seorang
kṣatriya, administrator, ada banyak hal yang menjijikkan; seorang kṣatriya
harus melakukan kekerasan untuk membunuh musuhnya, kadang-kadang seorang
kṣatriya harus berbohong demi hubungan diplomatik. Kekerasan dan penipuan
seperti itu adalah sebagian dari kegiatan politik, tetapi seorang kṣatriya
seharusnya tidak meninggalkan tugas kewajibannya dan mencoba melakukan
kewajiban seorang brahmaṇā.
Seseorang harus bertindak untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa
Misalnya, Arjuna seorang kṣatriya. Dia enggan bertempur melawan pihak lawan.
Tetapi kalau pertempuran dilakukan demi Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, seseorang tidak perlu takut bahwa Diri-Nya akan merosot. Di bidang
perdagangan juga kadang-kadang seseorang berbohong untuk mencari untung. Kalau
dia tidak melakukan demikian, tidak mungkin ada untung. Kadang-kadang seorang
pedagang berkata: O, kawanku yang baik hati, untuk anda saya sungguh-sungguh
tidak dapat untung," tetapi harus diketahui bahwa tanpa untung si pedagang
tidak mungkin hidup. Karena itu, kalau seorang pedagang mengatakan bahwa dia
tidak mendapat untung sebaiknya dia dianggap bohong secara sederhana. Tetapi
seorang pedagang janganlah berpikir bahwa oleh karena dia menekuni pencaharian
yang mengharuskan dia berbohong, dia harus meninggalkan pencahariannya dan
mengikuti pencaharian seorang brahmaṇā. Itu tidak dianjurkan. Kalau seseorang
mengabdikan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa melalui pekerjaannya,
tidak menjadi soal apakah dia menjadi kṣatriya, vaisya maupun sudra. Brahmana
yang melakukan berbagai jenis korban sucipun kadang-kadang harus membunuh
binatang, sebab kadang-kadang binatang dikorbankan dalam upacara-upacara
seperti itu. Begitu pula, kalau seorang kṣatriya yang sedang melakukan
kewajibannya membunuh musuh, dia tidak kena dosa. Dalam Bab Tiga, hal-hal ini
sudah diuraikan dengan jelas dan panjang lebar; hendaknya semua orang bekerja
dengan tujuan yajñā, atau demi Visnu, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Segala
sesuatu yang dilakukan demi kepuasan indera-indera pribadi mengakibatkan
ikatan. Kesimpulannya ialah bahwa semua orang harus tekun menurut sifat alam
tertentu yang diperolehnya dan hendaknya ia mengambil keputusan untuk bekerja
hanya untuk mengabdikan diri kepada kepentingan yang paling utama Tuhan Yang
Maha Esa.
18.48
saha-jaḿ karma kaunteya
sa-doṣam api na tyajet
sarvārambhā hi doṣeṇa
dhūmenāgnir ivāvṛtāḥ
saha-jam—dilahirkan sekaligus;
karma—pekerjaan;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
sa-doṣam—dengan kesalahan;
api—walaupun;
na—tidak
pernah;
tyajet—seseorang harus meninggalkan;
sarva-ārambhāḥ—segala
usaha;
hi—pasti;
doṣeṇa—dengan kesalahan;
dhūmena—dengan
asap;
agniḥ—api;
iva—seperti;
āvṛtaḥ—ditutupi.
Terjemahan
Setiap usaha ditutupi oleh sejenis kesalahan, seperti halnya api ditutupi
oleh asap. Karena itu, hendaknya seseorang jangan meninggalkan pekerjaan yang
dilahirkan dari sifat pribadinya, meskipun pekerjaan itu penuh kesalahan, wahai
putera Kuntī .
Penjelasan
Dalam kehidupan terikat, segala pekerjaan dicemari oleh sifat-sifat alam
material. Bahkan kalau seseorang menjadi brahmaṇā sekalipun ia harus melakukan
korban-korban yang memerlukan pembunuhan binatang. Begitu pula, walaupun
seorang kṣatriya saleh sekali, ia harus bertempur melawan musuh. Dia tidak
dapat menghindari kegiatan itu. Begitu pula, meskipun seorang pedagang saleh
sekali, kadang-kadang dia menyembunyikan keuntungannya supaya dia dapat tetap
berdagang, atau kadang-kadang dia berdagang di pasar gelap. Hal-hal tersebut
kadang-kadang diperlukan; seseorang tidak dapat menghindarinya. Begitu pula, walaupun
seseorang menjadi sudra dan melayani majikannya yang jahat, dia harus
melaksanakan perintah majikan, meskipun perbuatan itu seharusnya tidak
dilakukan. Walaupun ada kesalahan-kesalahan tersebut, seseorang harus
melanjutkan tugas-tugas kewajibannya yang telah ditetapkan, sebab
kewajiban-kewajiban tersebut dilahirkan dari sifat pribadinya.
Contoh yang baik sekali dikemukakan di sini. Meskipun api
bersifat murni, asap masih ada. Namun asap tidak membuat api menjadi tidak
suci. Meskipun ada asap di dalam api, api tetap dianggap unsur tersuci. Kalau
seseorang lebih suka meninggalkan pekerjaan seorang kṣatriya dan mengambil
kewajiban seorang brahmaṇā, tidak terjamin bahwa dalam kewajiban seorang
brahmaṇā tidak akan ada tugas kewajiban yang tidak menyenangkan. Karena itu,
dapat disimpulkan bahwa di dunia material ini tidak mungkin seorang pun bebas
sama sekali dari pencemaran alam material. Contoh tersebut mengenai api dan
asap tepat sekali berhubungan dengan hal ini. Pada musim dingin bila seseorang mengambil
sebuah batu dari api, kadang-kadang asap mengganggu mata dan anggota badan
lainnya, namun ia harus menggunakan api, walaupun ada keadaan yang mengganggu.
Begitu pula hendaknya seseorang janganlah meninggalkan kewajibannya yang wajar
karena ada beberapa unsur yang mengganggu. Melainkan, ia harus bertabah hati
untuk mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan tugas kewajibannya
dalam kesadaran Krishna. Itulah titik kesempurnaan. Bila jenis kewajiban
tertentu dilakukan untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa, maka segala kesalahan
dalam kewajiban tertentu itu disucikan. Bila hasil pekerjaan disucikan, dan
bila hasil pekerjaan itu dikaitkan dengan bhakti, maka seseorang menjadi
sempurna dalam melihat sang diri di dalam hati, dan itulah keinsafan diri.
18.49
āsakta-buddhiḥ sarvatra
jitātmā vigata-spṛhaḥ
naiṣkarmya-siddhiḿ paramāḿ
sannyāsenādhigacchati
āsakta-buddhiḥ—memiliki kecerdasan yang tidak terikat;
sarvatra—di
mana-mana;
jita-ātmā—setelah mengendalikan pikiran;
vigata-spṛhaḥ—tanpa
keinginan duniawi;
naiṣkarmya-siddhim—kesempurnaan tanpa reaksi;
paramam—paling
utama;
sannyāsena—oleh tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan;
adhigacchati—seseorang
mencapai.
Terjemahan
Orang yang mengendalikan diri, tidak terikat, dan mengalpakan segala
kenikmatan material dapat mencapai tingkat pembebasan dari reaksi yang paling
tinggi dan sempurna dengan cara mempraktekkan pelepasan ikatan.
Penjelasan
Pelepasan ikatan yang sebenarnya berarti seseorang harus selalu menganggap
Diri-Nya bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti
Tuhan. Karena itu, dia harus menganggap Diri-Nya tidak berhak menikmati hasil
pekerjaannya. Oleh karena Diri-Nya bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang
mempunyai sifat sama seperti Tuhan, hasil pekerjaannya harus dinikmati oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Inilah kesadaran Krishna yang sebenarnya. Orang yang
bertindak dalam kesadaran Krishna sungguh-sungguh sannyāsī, yaitu orang pada
tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan duniawi. Dengan sikap seperti itu,
seseorang puas karena ia sungguh-sungguh bertindak demi Yang Mahakuasa. Karena
itu dia tidak terikat pada sesuatu yang bersifat material, dia membiasakan diri
untuk tidak bersenang hati dalam sesuatupun di luar kebahagiaan rohani yang
diperoleh dari bhakti kepada Tuhan. Seharusnya seorang sannyāsī bebas dari
reaksi kegiatannya dari dahulu, tetapi orang yang sadar akan Krishna dengan
sendirinya mencapai kesempurnaan tersebut tanpa menerima apa yang disebut
tingkat pelepasan ikatan. Keadaan pikiran itu disebut yogaruda, atau tingkat
kesempurnaan yoga. Sebagaimana dibenarkan dalam Bab Tiga, yas tv atmaratir eva
syāt: Orang yang puas di dalam hatinya tidak takut pada jenis reaksi apapun
dari kegiatannya.
18.50
siddhiḿ prāpto yathā brahma
tathāpnoti nibodha me
samāsenaiva kaunteya
niṣṭhā jñānasya yā parā
siddhim—kesempurnaan;
prāptaḥ—mencapai;
yathā—sebagai;
brahma—Yang Mahakuasa;
tathā—demikian;
āpnoti—seseorang
mencapai;
nibodha—coba mengerti;
me—dari-Ku;
samāsena—secara
ringkas;
evā—pasti;
kaunteyā—wahai putera
Kuntī ;
niṣṭhā—tingkat;
jñānasya—dari pengetahuan;
yā—yang;
parā—rohani.
Terjemahan
Wahai putera Kuntī, pelajarilah dari-Ku bagaimana orang yang sudah mencapai
kesempurnaan itu dapat mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi, Brahman,
tingkat pengetahuan tertinggi, dengan bertindak dengan cara yang akan-Ku
ringkas sekarang.
Penjelasan
Krishna menguraikan untuk Arjuna bagaimana seseorang dapat mencapai tingkat
kesempurnaan tertinggi hanya dengan menekuni tugas kewajibannya, dengan
melaksanakan kewajiban itu demi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang
mencapai tingkat tertinggi Brahman hanya dengan melepaskan ikatan terhadap
hasil pekerjaannya untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa. Itulah proses keinsafan
diri. Kesempurnaan pengetahuan yang sebenarnya berarti mencapai kesadaran
Krishna yang murni; itulah yang diuraikan dalam ayat-ayat berikut.
18.51-53
buddhyā viśuddhayā yukto
dhṛtyātmānaḿ niyamya ca
śabdādīn viṣayāḿs tyaktvā
rāga-dveṣau vyudasya ca
vivikta-sevī laghv-āśī
yata-vāk-kāya-mānasaḥ
dhyāna-yoga-paro nityaḿ
vairāgyaḿ samupāśritaḥ
ahańkāraḿ balaḿ darpaḿ
kāmaḿ krodhaḿ parigraham
vimucya nirmamaḥ śānto
brahma-bhūyāya kalpate
buddhya—dengan kecerdasan;
viśuddhayā—disucikan sepenuhnya;
yuktaḥ—tekun;
dhṛtyā—dengan ketabahan hati;
ātmanām—sang diri;
niyamya—mengatur;
ca—juga;
śabda-ādīn—seperti suara;
viṣayān—obyek-obyek
indria;
tyaktvā—meninggalkan;
rāga—ikatan;
dveṣau—dan
rasa benci;
vyudasya—mengesampingkan;
ca—juga;
vivikta-sevī—tinggal
di tempat sunyi;
laghu-āśī—makan sedikit;
yata—setelah
mengendalikan;
vāk—pembicaraan;
kāya—badan;
mānasaḥ—dan
pikiran;
dhyāna-yoga-paraḥ—khusuk dalam semadi;
nityam—dua puluh
empat jam sehari;
vairāgyam—ketidakterikatan;
samupāśritaḥ—setelah
berlindung kepada;
ahańkāram—keakuan palsu;
balam—kekuatan palsu;
darpam—rasa bangga yang palsu;
kāmam—hawa nafsu;
krodham—amarah;
parigraham—dan penerimaan benda-benda material;
vimucya—dengan
diselamatkan dari;
nirmamaḥ—tanpa rasa memiliki sesuatu;
śāntaḥ—damai;
brahma-bhūyāya—demi keinsafan diri;
kalpate—memiliki kwalifikasi.
Terjemahan
Orang yang disucikan oleh kecerdasannya dan mengendalikan pikiran dengan
ketabahan hati, meninggalkan obyek-obyek kepuasan indera-indera, bebas dari
ikatan dan rasa benci, tinggal di tempat sunyi, makan sedikit, mengendalikan
badan, pikiran dan daya pembicaraan, yang selalu khusuk bersemadi dan bebas
dari ikatan, bebas dari keakuan palsu, kekuatan palsu, rasa bangga yang palsu,
amarah dan kecenderungan menerima benda-benda material, bebas dari rasa hak
milik yang palsu, dan damai—orang seperti itulah pasti diangkat sampai
kedudukan keinsafan diri.
Penjelasan
Bila seseorang disucikan oleh kecerdasan, ia menjaga Diri-Nya dalam sifat
kebaikan. Dengan demikian ia mengendalikan pikirannya dan selalu khusuk
bersemadi. Dia tidak terikat pada obyek-obyek kepuasan indera-indera, dan dia
bebas dari ikatan dan rasa benci dalam kegiatan. Orang yang tidak terikat
seperti itu sewajarnya lebih suka tinggal di tempat sunyi, dia tidak makan
lebih dari kebutuhannya, dan dia mengendalikan kegiatan badan serta pikirannya.
Ia tidak mempunyai keakuan palsu sebab dia tidak menganggap badan sebagai
Diri-Nya. Dia juga tidak ingin supaya badannya menjadi gemuk dan kuat dengan
menerima begitu banyak benda material. Oleh karena dia tidak mempunyai paham
jasmani tentang kehidupan, dia tidak bangga secara palsu. Dia puas dengan
segala sesuatu yang diberikan kepadanya atas karunia Tuhan, dan dia tidak
pernah marah bila kepuasan indera tidak ada. Dia juga tidak berusaha memperoleh
obyek-obyek indera. Dengan demikian, apabila dia sudah bebas sepenuhnya dari
keakuan palsu, dia tidak terikat terhadap segala benda material, dan itulah
tingkat keinsafan diri Brahman. Tingkat itu disebut brahmabhuta. Bila seseorang
bebas dari paham hidup material, ia menjadi damai dan tidak dapat digoyahkan.
Ini diuraikan dalam Bhagavad-gita (2.70):
āpūryamāṇam acala-pratiṣṭhaḿ
samudram āpaḥ praviśanti
yadvat
tadvat kāmā yaḿ praviśanti
sarve
sa śāntim āpnoti na kāma-kāmī
Orang yang tidak digoyahkan oleh arus keinginan yang mengalir senantiasa
yang bagaikan sungai masuk ke dalam lautan, yang senantiasa diisi namun selalu
tenang, hanya dia sendiri yang dapat mencapai kedamaian, bukanlah orang yang
berusaha memuaskan keinginan seperti itu."
18.54
brahma-bhūtaḥ prasannātmā
na śocati na kāńkṣati
samaḥ sarveṣu
bhūteṣu
mad-bhaktiḿ labhate parām
brahma-bhūtaḥ—bersatu dengan Yang Mutlak;
prasanna-ātmā—riang
sepenuhnya;
na—tidak pernah;
śocati—menyesal;
na—tidak
pernah;
kāńkṣati—menginginkan;
samaḥ—bersikap yang sama;
sarveṣu—terhadap
semua;
bhūteṣu—makhluk hidup;
mat-bhaktim—bhakti-Ku;
labhate—memperoleh;
param—rohani.
Terjemahan
Orang yang mantap secara rohani seperti itu segera menginsafi Brahman Yang
Paling Utama dan menjadi riang sepenuhnya. Ia tidak pernah menyesal atau ingin
mendapatkan sesuatu. Ia bersikap yang sama terhadap setiap makhluk hidup. Dalam
keadaan itulah ia mencapai bhakti yang murni kepada-Ku.
Penjelasan
Tercapainya tingkat brahmabhuta, atau menunggal dengan Yang Mutlak adalah
kata terakhir bagi orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan. Tetapi orang
yang mengakui bentuk pribadi Tuhan, atau penyembah yang murni, masih harus
lebih maju lebih tinggi lagi, untuk menekuni bhakti yang murni. Ini berarti
bahwa orang yang menekuni bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa sudah
berada pada tingkat pembebasan, yang disebut brahmabhuta, atau persatuan dengan
Yang Mutlak. Seseorang tidak dapat mengabdikan diri kepada Yang Mahakuasa, Yang
Mutlak tanpa bersatu dengan Yang Mutlak. Dalam paham mutlak tidak ada perbedaan
antara yang mengabdikan diri dan diabdi; namun perbedaan itu tetap ada, dalam
pengertian rohani yang lebih tinggi.
Dalam paham kehidupan material, bila seseorang bekerja demi
kepuasan indera-indera, ada kesengsaraan, tetapi di dunia mutlak, bila
seseorang menekuni bhakti yang murni, tidak ada kesengsaraan. Tidak ada sesuatu
yang disesalkan atau diinginkan oleh seorang penyembah dalam kesadaran Krishna.
Oleh karena Tuhan Yang Maha Esa sempurna, makhluk hidup yang menekuni bhakti
kepada Tuhan, dalam kesadaran Krishna, juga menjadi sempurna dalam Diri-Nya. Ia
seperti sungai yang sudah dijernihkan sehingga segala air yang kotor hilang.
Oleh karena penyembah yang murni tidak memikirkan sesuatu selain Krishna,
sewajarnya ia selalu riang. Ia tidak menyesalkan kerugian-kerugian material
apapun atau bercita-cita memperoleh keuntungan, sebab penuh dalam pengabdian
kepada Tuhan. Ia tidak menginginkan kenikmatan material sebab ia mengetahui
bahwa setiap makhluk hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang
mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan, dan karena itu makhluk hidup adalah
hamba untuk selamanya. Di dunia material ia tidak melihat seseorang lebih tinggi
atau orang lain lebih rendah. Kedudukan lebih tinggi dan lebih rendah bersifat
lahiriah, dan seorang penyembah tidak ada hubungan dengan muncul maupun
menghilangnya hal-hal yang bersifat lahiriah. Bagi penyembah itu, batu dan emas
mempunyai nilai yang sama. Inilah tingkat brahmabhuta, dan tingkat ini dicapai
dengan mudah sekali oleh seorang penyembah yang murni. Pada tingkat kehidupan
itu, gagasan menunggal dengan Brahman Yang Paling Utama dan meniadakan
individualitas pribadi adalah seperti masuk neraka, sedangkan gagasan mencapai
kerajaan surga menjadi angan-angan, dan indera-indera bagaikan gigi ular yang
telah patah. Kita tidak perlu takut terhadap ular yang tanpa gigi, demikian
pula indera-indera tidak perlu ditakuti jika telah dikendalikan dengan
sendirinya. Dunia ini sengsara bagi orang yang mengidap penyakit material,
tetapi bagi seorang penyembah seluruh dunia sebaik Vaikuntha, atau angkasa
rohani. Kepribadian tertinggi di alam semesta material ini tidak lebih penting
daripada seekor semut bagi seorang penyembah. Tingkatan itu dapat dicapai atas
karunia Sri Caitanya, yang mengajarkan bhakti yang murni pada jaman ini.
18.55
bhaktyā mām abhijānāti
yāvān yaś cāsmi tattvataḥ
tato māḿ tattvato jñātvā
viśate tad-anantaram
bhaktyā—oleh bhakti yang murni;
mām—Aku;
abhijānāti—seseorang
dapat mengetahui;
yāvān— sejauh mana;
yaḥ ca asmi—menurut
kedudukan-Ku yang sebenarnya;
tattvataḥ—dalam kebenaran;
tataḥ—sesudah
itu;
mām—Aku;
tattvataḥ—dalam kebenaran;
jñātvā—dengan
mengetahui; visate—ia memasuki;
tat-
anantaram—sesudah itu.
Terjemahan
Seseorang dapat mengerti tentang-Ku menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya,
sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, hanya dengan cara bhakti. Apabila ia
sudah sadar akan Diri-Ku sepenuhnya melalui bhakti seperti itu, ia dapat masuk
kerajaan Tuhan Yang Maha Esa.
Penjelasan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, serta bagian-bagian yang berkuasa
penuh dari Krishna tidak dapat dimengerti oleh angan-angan pikiran atau orang
yang bukan penyembah. Jika seseorang ingin mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, ia harus melakukan bhakti yang murni, di bawah bimbingan seorang penyembah
yang murni. Jika tidak demikian, maka kebenaran Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
akan selalu tetap tersembunyi. Sebagaimana sudah dinyatakan dalam Bhagavad-gita
(7.25), naham prakasah sarvasya: Krishna tidak memperlihatkan Diri-Nya kepada
semua orang. Tidak ada orang yang dapat mengerti tentang Tuhan hanya
berdasarkan kesarjanaan dari perguruan atau angan-angan pikiran. Hanya orang
yang sungguh-sungguh tekun dalam kesadaran Krishna dan bhakti dapat mengerti
apa itu Krishna. Gelar-gelar dari universitas tidak dapat menolong dalam hal
ini.
Orang yang sudah menguasai sepenuhnya ilmu pengetahuan Krishna
memenuhi syarat untuk memasuki kerajaan rohani, tempat tinggal Krishna. Menjadi
Brahman tidak berarti bahwa seseorang kehilangan identitasnya. Ada bhakti, dan
selama bhakti masih ada, harus ada Tuhan, seorang penyembah, dan proses bhakti.
Pengetahuan seperti itu tidak pernah dimusnahkan, bahkan setelah seseorang
mencapai pembebasan sekalipun. Pembebasan menyangkut usaha mencari kebebasan
dari paham kehidupan material; dalam kehidupan rohani perbedaan yang sama tetap
ada, individualitas yang sama tetap ada, tetapi dalam kesadaran Krishna yang
murni. Hendaknya orang tidak berbuat kesalahan dengan berpikir bahwa kata
visate, masuk ke dalam Diri-Ku," membenarkan teori monisme, yaitu teori
bahwa seseorang manunggal dengan Brahman yang tidak berbentuk pribadi. Tidak.
Visate berarti bahwa seseorang dapat memasuki tempat tinggal Tuhan Yang Maha
Esa dalam individualitasnya untuk menjadi tekun dalam hubungan dengan Beliau
dan mengabdikan diri kepada Beliau. Misalnya, burung berwarna hijau masuk ke
dalam pohon berwarna hijau bukan dengan tujuan menjadi satu dengan pohon itu,
tetapi untuk menikmati buah pada pohon itu. Orang yang tidak mengakui bentuk
pribadi Tuhan pada umumnya mengemukakan contoh tentang sungai yang mengalir ke
lautan lalu menunggal dengan lautan itu. Mungkin hal ini menjadi sumber
kebahagiaan bagi orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, tetapi orang
yang mengakui bentuk pribadi Tuhan tetap memiliki individualitas pribadinya
seperti ikanikan di dalam lautan. Kita menemukan banyak makhluk hidup di dalam
lautan, jika kita menyelam. Hanya mengenal permukaan lautan saja tidak cukup.
Orang harus memiliki pengetahuan lengkap tentang ikan-ikan yang hidup di dalam
lautan.
Oleh karena bhakti yang murni yang dilakukan seorang penyembah,
ia dapat mengerti sifat-sifat dan kehebatan rohani Tuhan Yang Maha Esa dengan
sebenarnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Sebelas, hanya dengan bhakti saja
seseorang dapat mengerti. Kenyataan yang sama dibenarkan di sini, orang dapat
mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan bhakti dan memasuki kerajaan
Beliau.
Setelah tercapainya tingkat kebebasan dari paham-paham
material yang disebut brahmabhuta, bhakti dimulai apabila seseorang mendengar
tentang Tuhan. Apabila seseorang mendengar tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka
dengan sendirinya tingkat brahmabhuta berkembang, dan paham material—kelobaan
dan nafsu terhadap kenikmatan indera-indera—hilang. Begitu nafsu dan keinginan
hilang dari hati seorang penyembah, ia menjadi semakin terikat terhadap bhakti
kepada Tuhan, dan dengan ikatan seperti itu ia menjadi bebas dari pengaruh
material. Dalam keadaan hidup seperti itu, ia dapat mengerti tentang Tuhan Yang
Maha Esa. Pernyataan ini juga diberikan dalam Srimad-Bhagavatam. Sesudah
pembebasan, proses bhakti atau pengabdian rohani berlangsung terus. Kenyataan
ini juga dibenarkan oleh Vedanta-sutra (4.1.12): aprayanat tatrapi hi drstam.
Ini berarti bahwa sesudah pembebasan, proses bhakti berjalan terus. Dalam
Srimad-Bhagavatam, pembebasan yang sejati dalam bhakti didefinisikan sebagai
berikut: Makhluk hidup diangkat kembali di dalam identitasnya sendiri, yaitu
kedudukan dasarnya sendiri. Kedudukan dasar sudah dijelaskan: Setiap makhluk
hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama
seperti Tuhan. Karena itu, kedudukan dasar makhluk hidup ialah mengabdikan
diri. Sesudah pembebasan, pengabdian tersebut tidak pernah dihentikan.
Pembebasan yang sejati berarti menjadi bebas dari salah paham tentang
kehidupan.
18.56
sarva-karmaṇy api sadā
kurvāṇo mad-vyapāśrayaḥ
mat-prasādād avāpnoti
śāśvataḿ padam avyayām
sarva—semua;
karmaṇi—kegiatan;
api—walaupun;
sadā—selalu;
kurvanaḥ—melakukan;
mat-vyapāśrayaḥ—di bawah perlindungan-Ku;
mat-prasādāt—atas
karunia-Ku;
avāpnoti—seseorang mencapai;
śāśvatam—yang kekal;
padam—tempat
tinggal;
avyayām—tidak dapat dimusnahkan.
Terjemahan
Meskipun penyembah-Ku yang murni yang selalu di bawah perlindungan-Ku sibuk
dalam segala jenis kegiatan, ia mencapai tempat tinggal yang kekal dan tidak
dapat dimusnahkan atas karunia-Ku.
Penjelasan
Kata mad-vyapāśrayaḥ berarti di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk dibebaskan dari pencemaran material, seorang penyembah murni bertindak di
bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa atau utusan-Nya, yaitu guru kerohanian.
Tidak ada pembatasan waktu bagi seorang penyembah yang murni. Dia selalu
seratus persen tekun dalam kegiatan di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa
selama dua puluh empat jam sehari. Tuhan Yang Maha Esa sangat murah hati kepada
seorang penyembah yang tekun dalam kesadaran Krishna seperti itu. Meskipun ada
segala jenis kesulitan, akhirnya ia ditempatkan di tempat tinggal rohani, atau
Krishnaloka. Terjamin bahwa dia akan masuk di sana; kenyataan itu tidak dapat
diragu-ragukan. Tidak ada perubahan apapun di tempat tinggal yang paling utama
itu; segala sesuatu bersifat kekal, tidak dapat dimusnahkan dan penuh
pengetahuan.
18.57
cetasā sarva-karmaṇi
mayi sannyasya mat-paraḥ
buddhi-yogam upāśritya
mac-cittaḥ satataḿ bhava
cetasā—oleh kecerdasan; sarva-karmaṇi—segala jenis
kegiatan; mayi—kepada-Ku; sannyasya—meninggalkan; mat-paraḥ—di
bawah perlindungan-Ku; buddhiyogam—kegiatan bhakti; upāśritya—berlindung
kepada; mat-cittaḥ—sadar kepada-Ku; satatam—selama dua puluh
empat jam sehari; bhava—jadilah.
Terjemahan
Dalam segala kegiatan, hanya bergantung kepada-Ku dan selalu bekerja di
bawah perlindungan-Ku. Dalam bhakti seperti itu, sadarilah Aku sepenuhnya.
Penjelasan
Bila seseorang bertindak dalam kesadaran Krishna, dia tidak bertindak
sebagai penguasa dunia. Seperti seorang pelayan, hendaknya ia bertindak
sepenuhnya di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa. Seorang pelayan tidak
mempunyai kebebasan khusus. Dia hanya bertindak atas perintah atasan. Seorang
pelayan yang bertindak atas nama penguasa yang paling utama tidak dipengaruhi
oleh laba dan rugi. Dia hanya melaksanakan tugas kewajibannya dengan setia
menurut perintah Tuhan. Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa Arjuna
bertindak di bawah perintah pribadi Krishna, tetapi apabila Krishna tidak ada,
bagaimana seseorang seharusnya bertindak? Jika seseorang bertindak menurut
perintah Krishna dalam buku ini, dan juga di bawah bimbingan utusan Krishna,
maka hasilnya sama dengan bertindak di bawah perintah Krishna secara langsung.
Kata Sansekerta matparah sangat penting dalam ayat ini. Kata tersebut
menunjukkan bahwa seseorang tidak mempunyai tujuan hidup selain bertindak dalam
kesadaran Krishna hanya untuk memuaskan Krishna. Sambil bekerja dengan cara
seperti itu, hendaknya seseorang hanya memikirkan Krishna: Saya diangkat oleh
Krishna untuk melaksanakan kewajiban ini." Sambil bertindak dengan cara
itu, sewajarnya seseorang harus berpikir tentang Krishna. Inilah kesadaran
Krishna yang sempurna. Akan tetapi, hendaknya diperhatikan bahwa sesudah
melakukan sesuatu seenaknya sebaiknya janganlah mempersembahkan hasilnya kepada
Tuhan. Tugas seperti itu tidak termasuk bhakti dalam kesadaran Krishna. Orang
harus bertindak menurut perintah Krishna. Ini kenyataan yang penting sekali.
Perintah Krishna tersebut turun melalui garis perguruan dari guru kerohanian
yang dapat dipercaya. Karena itu, perintah guru kerohanian harus diterima
sebagai kewajiban utama dalam hidup. Kalau seseorang berguru kepada seorang
guru kerohanian dan bertindak menurut perintahnya, maka kesempurnaan hidupnya
dalam kesadaran Krishna terjamin.
18.58
mac-cittaḥ sarva-durgāṇi
mat-prasādāt tariṣyasi
atha cet tvām ahańkārān
na śroṣyasi vinańkṣyasi
mat—dari-Ku;
cittaḥ—menjadi sadar;
sarva—semuanya;
durgāṇi—rintangan;
mat-prasādāt—atas karunia-Ku;
tariṣyasi—engkau akan mengatasi;
atha—tetapi;
cet—kalau;
tvām—engkau;
ahańkārat—oleh keakuan palsu;
na
śroṣyasi—tidak mendengar;
vinańkṣyasi—engkau akan hilang.
Terjemahan
Kalau engkau sadar akan-Ku, engkau akan melewati segala rintangan kehidupan
yang terikat atas karunia-Ku. Akan tetapi, kalau engkau tidak bekerja dengan
kesadaran seperti itu melainkan bertindak karena keakuan palsu, dan tidak
mendengar-Ku, engkau akan hilang.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya tidak terlalu cemas tentang
pelaksanaan tugas kewajiban kehidupannya. Orang bodoh tidak dapat mengerti
kebebasan yang besar dari segala kecemasan seperti itu. Krishna menjadi kawan
yang paling dekat bagi orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna. Krishna
selalu menjaga kesenangan kawan-Nya dan Beliau memberikan Diri-Nya kepada
kawan-Nya yang tekun dengan penuh bhakti selama dua puluh empat jam sehari
karena menyenangkan hati Tuhan. Karena itu, semestinya seseorang tidak terbawa
oleh keakuan palsu paham hidup jasmani. Hendaknya ia janganlah berpikir secara
palsu seolah-olah Diri-Nya bebas dari hukum-hukum alam material atau bebas
bertindak. Dia sudah di bawah hukum-hukum material yang ketat. Tetapi begitu ia
bertindak dalam kesadaran Krishna, ia dibebaskan dari hal-hal material yang
membingungkan. Hendaknya seseorang memperhatikan dengan seksama bahwa orang
yang tidak giat dalam kesadaran Krishna sedang menyebabkan Diri-Nya hilang
dalam pusaran air material, dalam lautan kelahiran dan kematian. Tidak ada roh
yang terikat yang sungguh-sungguh mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus tidak dilakukan, tetapi orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna
bebas bertindak karena segala sesuatu didorong oleh Krishna dari dalam hatinya
dan dibenarkan oleh guru kerohanian.
18.59
yad ahańkāram āśritya
na yotsya iti manyase
mithyaiṣa vyavasāyas te
prakṛtis tvāḿ niyokṣyati
yat—jika;
ahańkāram—dari keakuan palsu;
āśritya—berlindung;
na yotsye—aku tidak akan bertempur;
iti—demikian;
manyase—engkau
berpikir;
mithyā eṣaḥ—ini semua palsu;
vyavasāyaḥ—ketabahan
hati;
te—milikmu;
prakṛtiḥ—alam material;
tvām—engkau;
niyokṣyati—akan
menjadikan sibuk.
Terjemahan
Kalau engkau tidak bertindak menurut perintah-Ku dan tidak bertempur, maka
engkau akan salah jalan. Menurut sifatmu, engkau akan diharuskan ikut
berperang.
Penjelasan
Arjuna seorang kesatria, dan dia dilahirkan dari sifat kṣatriya. Karena
itu, kewajibannya yang wajar ialah bertempur. Tetapi akibat keakuan palsu dia
takut bahwa dengan membunuh gurunya, kakeknya dan kawan-kawannya, dia akan
menderita reaksi-reaksi dosa. Sebenarnya dia menganggap Diri-Nya penguasa
perbuatannya, seolah-olah dia mengatur hasil yang baik dan buruk dari pekerjaan
itu. Dia lupa bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sedang memberi perintah
kepadanya untuk bertempur. Itulah kecenderungan lupa yang dimiliki oleh roh
yang terikat. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa memberi petunjuk-petunjuk
tentang yang baik dan apa yang buruk dan seseorang hanya harus bertindak dalam
kesadaran Krishna untuk mencapai kesempurnaan hidup. Tidak seorangpun dapat
menentukan nasibnya sendiri seperti yang dapat diketahui oleh Tuhan Yang Maha
Esa; karena itu, jalan terbaik ialah menerima perintah dari Tuhan Yang Maha Esa
dan bertindak. Hendaknya orang janganlah mengalpakan perintah Tuhan Yang Maha
Esa ataupun perintah guru kerohanian, utusan Tuhan. Sebaiknya seseorang
bertindak tanpa menunda-nunda untuk melaksanakan perintah Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, itu akan menjaga Diri-Nya agar selamat dalam segala keadaan.
18.60
svabhāva-jena kaunteya
nibaddhaḥ svena karmaṇā
kartuḿ necchasi yan mohāt
kariṣyasy avaśo 'pi tat
svabhāva-jena—dilahirkan dari sifatmu sendiri;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
nibaddhaḥ—terikat;
svena—oleh milik anda
sendiri;
karmaṇā—kegiatan;
kartum—melakukan;
na—tidak;
icchasi—engkau
suka;
yat—itu yang;
mohāt—oleh khayalan;
kariṣyasi—engkau
akan berbuat;
avāsaḥ—tidak dengan sukarela;
api—walaupun;
tat—itu.
Terjemahan
Akibat khayalan, engkau sekarang menolak bertindak menurut perintah-Ku.
Tetapi didorong oleh pekerjaan yang dilahirkan dari sifatmu sendiri, engkau
akan bertindak juga, wahai putera Kuntī .
Penjelasan
Kalau seseorang menolak bertindak di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa,
maka ia dipaksakan untuk bertindak oleh sifat-sifat yang mempengaruhi Diri-Nya.
Semua orang dipesona oleh gabungan tertentu sifat-sifat alam dan ia bertindak
dengan cara seperti itu. Tetapi siapapun yang rela tekun di bawah perintah
Tuhan Yang Maha Esa menjadi mulia.
18.61
īśvaraḥ sarva-bhūtānāḿ
hṛd-deśe 'rjuna tiṣṭhati
bhrāmayā n sarva-bhūtāni
yantrārūḍhāni māyayā
īśvaraḥ—Tuhan Yang Maha Esa;
sarva-bhūtānām—terhadap semua
makhluk hidup;
hṛt-deśe—di sekitar jantung;
Arjuna—wahai
Arjuna;
tiṣṭhati—tinggal di;
bhrāmayā—menyebabkan berjalan;
sarva-bhūtāni—semua
makhluk hidup;
yantra—pada sebuah mesin;
ārūḍhani—dengan
ditempatkan;
māyayā—di bawah pesona tenaga material.
Terjemahan
Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua orang, wahai Arjuna, dan
Beliau mengarahkan pengembaraan semua makhluk hidup, yang duduk seolah-olah
pada sebuah mesin terbuat dari tenaga material.
Penjelasan
Arjuna bukan yang mahatahu, dan keputusan Arjuna untuk bertempur atau tidak,
dibatasi oleh pertimbangannya yang terbatas. Sri Krishna memberi pelajaran
bahwa diri pribadi bukanlah segala-galanya. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
atau Krishna Sendiri, sebagai Roh Yang Utama yang berada di tempat-tempat
khusus, bersemayam di dalam hati dan memberi pengarahan kepada makhluk hidup.
Sesudah makhluk hidup mengganti kan badannya, ia lupa perbuatannya yang dahulu,
namun Roh Yang Utama, yang mengetahui masa lampau, masa sekarang dan masa yang
akan datang, tetap sebagai saksi segala kegiatannya. Karena itu, semua kegiatan
para makhluk hidup diarahkan oleh Roh Yang Utama tersebut. Makhluk hidup
mendapat apa yang patut didapatkannya dan ia dibawa oleh badan jasmani, yang
diciptakan di dalam tenaga material atas perintah Roh Yang Utama. Begitu
makhluk hidup di tempatkan di dalam jenis badan tertentu, ia harus bekerja di
bawah pesona keadaan jasmani itu. Seperti orang yang mengendarai mobil dengan
kecepatan tinggi akan berjalan lebih cepat daripada orang yang naik mobil yang
lebih lambat, meskipun para makhluk hidup, para pengemudinya, mungkin sama.
Seperti itu pula, atas perintah Roh Yang Utama, alam material membentuk jenis
badan tertentu untuk jenis makhluk hidup tertentu supaya dia dapat bekerja
menurut keinginannya dari dahulu. Makhluk hidup tidak bebas. Hendaknya
seseorang janganlah menganggap Diri-Nya bisa bebas dari Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa. Roh individual selalu di bawah pengendalian Tuhan. Karena itu, tugas
kewajiban orang adalah menyerahkan diri, dan itulah perintah dalam ayat
berikut.
18.62
tam eva śaraṇaḿ gaccha
sarva-bhāvena bhārata
tat-prasādāt parāḿ śāntiḿ
sthānaḿ prāpsyasi śāśvatam
tam—kepada Beliau;
evā—pasti;
śaraṇam gaccha—serahkan
diri;
sarva-bhāvena—dalam segala hal;
bhārata—wahai putera
Bhārata
;
tat-prasādāt—atas karunia Beliau;
param—rohani;
śāntim—kedamaian;
sthānam—tempat tinggal;
prāpsyasi—engkau akan memperoleh;
śāśvatam—kekal.
Terjemahan
Wahai putera keluarga Bhārata, serahkanlah dirimu kepada Beliau sepenuhnya.
Atas karunia Beliau engkau akan mencapai kedamaian rohani dan tempat tinggal
kekal yang paling utama.
Penjelasan
Karena itu, makhluk hidup hendaknya menyerahkan diri kepada Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam hati semua orang, dan itu akan
membebaskan Diri-Nya dari segala jenis kesengsaraan kehidupan material ini.
Dengan menyerahkan diri seperti itu, seseorang tidak hanya dibebaskan dari
segala kesenangan dalam hidup ini, tetapi akhirnya dia akan mencapai kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dunia rohani diuraikan dalam kesusasteraan Veda (rg Veda
1.22.20) sebagai tad visnoh paramam padam. Oleh karena seluruh ciptaan adalah
kerajaan Tuhan, segala sesuatu yang bersifat material sebenarnya rohani, tetapi
paramam padam khususnya berarti tempat tinggal yang kekal, yang disebut angkasa
rohani atau Vaikuntha.
Dalam Bab Lima belas dari Bhagavad-gita dinyatakan, sarvasya
caham hrdi sannivistah: Tuhan bersemayam di dalam hati semua orang. Karena itu,
anjuran bahwa seseorang harus menyerahkan diri kepada Roh Yang Utama yang
bersemayam di dalam hatinya berarti bahwa ia harus menyerahkan diri kepada
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Arjuna sudah mengakui Krishna sebagai
Yang Mahakuasa. Dalam Bab Sepuluh, Krishna diakui sebagai param brahma param
dhāma. Arjuna mengakui Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan
tempat tinggal yang paling utama bagi semua makhluk hidup, bukan hanya karena
pengalaman pribadinya tetapi juga karena bukti dari penguasa-penguasa yang
mulia seperti Nārada, Asita, Devala dan Vyasa.
18.63
iti te jñānam ākhyātaḿ
guhyād guhyataraḿ mayā
vimṛśyaitad aśeṣeṇa
yathecchasi tathā kuru
iti—demikianlah;
te—kepadamu;
jñānam—pengetahuan;
ākhyātam—diuraikan;
guhyāt—daripada rahasia;
guhya-taram—lebih rahasia lagi;
mayā—oleh-Ku;
vimṛśya—mempertimbangkan;
etat—pada ini;
aśeṣeṇa—sepenuhnya;
yathā—sebagai;
icchasi—engkau suka;
tathā—itu;
kuru—lakukan.
Terjemahan
Demikianlah Aku sudah menjelaskan pengetahuan yang lebih rahasia lagi
kepadamu. Per
timbangkanlah hal-hal ini sepenuhnya, kemudian lakukanlah apa yang ingin kau
lakukan.
Penjelasan
Sri Krishna sudah menjelaskan kepada Arjuna tentang pengetahuan brahmabhuta.
Orang yang berada dalam keadaan brahmabhuta riang; ia tidak pernah menyesal
atau ingin mendapatkan sesuatu. Ini disebabkan oleh pengetahuan rahasia. Krishna
juga mengungkapkan pengetahuan tentang Roh Yang Utama. Ini juga pengetahuan
Brahman, pengetahuan tentang Brahman, tetapi pengetahuan ini lebih tinggi.
Di sini kata-kata yathecchasi tathā kuru—Menurut apa yang
engkau sukai, engkau boleh bertindak"—menunjukkan bahwa Tuhan tidak campur
tangan dengan kebebasan kecil yang dimiliki oleh makhluk hidup. Dalam
Bhagavad-gita, Krishna sudah menjelaskan segala hal tentang bagaimana seseorang
dapat meningkatkan keadaan hidupnya. Nasehat terbaik yang disampaikan kepada
Arjuna ialah untuk menyerahkan diri kepada Roh Yang Utama yang bersemayam di
dalam hatinya. Menurut pertimbangan yang benar, hendaknya seseorang setuju
bertindak menurut perintah Roh Yang Utama. Itu akan menolong Diri-Nya supaya
mantap senantiasa dalam kesadaran Krishna, tingkat kesempurnaan kehidupan
manusia yang tertinggi. Arjuna sedang diperintahkan langsung oleh Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa supaya ia bertempur. Penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa adalah demi kepentingan terbaik para makhluk hidup. Penyerahan diri itu
bukan demi kepentingan Yang Mahakuasa. Sebelum seseorang menyerahkan diri, ia
bebas mempertimbangkan mata pelajaran sejauh kemampuan kecerdasannya; itulah
cara terbaik untuk menerima perintah atau pelajaran Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa. Pelajaran tersebut juga datang melalui guru kerohanian, utusan Krishna
yang dapat dipercaya.
18.64
sarva-guhyatamaḿ bhūyaḥ
śṛṇu me paramaḿ vacaḥ
iṣṭo 'si me dṛḍham iti
tato vakṣyāmi te hitam
sarva-guhya-tamam—paling rahasia dari semuanya;
bhūyaḥ—ini
lagi;
śṛṇu—hanya mendengar;
me—Diri-Ku;
paramam—Yang
Mahakuasa;
vacaḥ—pelajaran; istah
asi—engkau tercinta;
me—kepada-Ku;
dṛḍham—sangat;
iti—demikian;
tataḥ—karena itu;
vakṣyāmi—Aku
bersabda;
te—untuk milikmu;
hitam—manfaat.
Terjemahan
Oleh karena engkau kawan-Ku yang sangat -Kucintai, Aku akan menyabdakan
perintah-Ku yang paling utama kepadamu, yaitu pengetahuan yang paling rahasia
dari segalanya. Dengarlah pelajaran ini dari-Ku, sebab pelajaran itu demi kesejahteraanmu.
Penjelasan
Krishna sudah memberikan tentang pengetahuan rahasia kepada Arjuna
(pengetahuan tentang Brahman) dan pengetahuan yang lebih rahasia lagi
(pengetahuan tentang Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hati semua orang).
Sekarang Krishna akan memberikan bagian pengetahuan yang paling rahasia; yaitu,
hanya menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhir Bab
Sembilan Krishna sudah bersabda,manmanaḥ: Hanya selalu berpikir
tentang-Ku." Pelajaran yang sama di ulangi di sini untuk menggarisbawahi
hakekat ajaran Bhagavad-gita. Hakekat tersebut tidak dapat dipahami oleh orang
awam, tetapi dapat dipahami oleh orang yang sungguh-sungguh dicintai oleh
Krishna, yaitu penyembah Krishna yang murni. Inilah pelajaran terpenting dalam
segala kesusasteraan Veda. Yang sedang disabdakan oleh Krishna berhubungan
dengan hal ini adalah bagian pengetahuan yang paling penting, dan harus
dilaksanakan tidak hanya oleh Arjuna tetapi oleh semua makhluk hidup.
18.65
man-manā bhava mad-bhakto
mad-yājī māḿ namaskuru
mām evaiṣyasi satyaḿ te
pratijāne priyo 'si me
mat-manāḥ—berpikir tentang-Ku;
bhava—hanya menjadi;
mat-bhaktaḥ—penyembah-Ku;
mat-yājī—orang yang sembahyang kepada-Ku;
mām—kepada-Ku;
namaskuru—menghaturkan
sembah sujudmu;
mām—kepada-Ku;
evā—pasti;
eṣyasi—engkau
akan datang;
satyam—sungguh;
te—kepadamu;
pratijāne—Aku
berjanji;
priyaḥ—tercinta;
asi—engkau adalah;
me—bagi-Ku.
Terjemahan
Berpikirlah tentang-Ku senantiasa, menjadi penyembah-Ku, bersembahyang
kepada-Ku dan bersujud kepada-Ku. Dengan demikian, pasti engkau akan datang
kepada-Ku. Aku berjanji demikian kepadamu karena engkau kawan-Ku yang sangat
Kucintai.
Penjelasan
Bagian pengetahuan yang paling rahasia ialah bahwa hendaknya orang menjadi
penyembah Krishna yang murni, selalu berpikir tentang Krishna dan bertindak
untuk Krishna. Hendaknya orang jangan hanya melakukan semadi sebagai kedok
saja. Kehidupan harus dibentukkan sedemikian rupa supaya orang selalu mendapat
kesempatan untuk berpikir tentang Krishna. Hendaknya orang selalu bertindak
dengan cara sedemikian rupa agar segala kegiatannya sehari-hari
berhubungan dengan Krishna. Sebaiknya ia mengatur kehidupannya dengan cara
supaya dia hanya dapat berpikir tentang Krishna selama dua puluh empat jam sehari.
Krishna berjanji bahwa siapapun yang berada dalam kesadaran Krishna yang murni
seperti itu pasti akan kembali ke tempat tinggal Krishna. Setelah kembali ke
tempat Krishna, dia akan menjadi tekun dalam hubungan dengan Krishna dan
bertemu muka dengan Krishna. Bagian pengetahuan yang paling rahasia ini
disampaikan kepada Arjuna karena Arjuna adalah kawan yang sangat dicintai oleh
Krishna. Semua orang yang mengikuti jalan Arjuna dapat menjadi kawan yang
dicintai oleh Krishna dan mencapai kesempurnaan yang sama seperti yang dicapai
oleh Arjuna.
Kata-kata ini menegaskan bahwa sebaiknya orang memusatkan
pikirannya kepada Krishna bentuk Krishna yang berlengan dua dan membawa
seruling, pemuda berwarna kebiru-biruan dengan wajah yang tampan dan bulub-ulu
merak menghiasi rambut-Nya. Ada uraian tentang Krishna dalam Brahma-samhita dan
kesusasteraan yang lain. Hendaknya orang selalu memusatkan pikirannya pada
bentuk Tuhan Yang Maha Esa yang asli, yaitu Krishna. Hendaknya orang jangan
mengalihkan perhatiannya kepada bentuk-bentuk lain yang berasal dari Krishna.
Tuhan mempunyai berbagai bentuk, sebagai Visnu, Narayana, Rāma, Varaha, dan
sebagainya, tetapi sebaiknya seorang penyembah memusatkan pikirannya pada
bentuk yang berada di hadapan Arjuna. Memusatkan pikiran pada bentuk Krishna
merupakan bagian pengetahuan yang paling rahasia, dan ini diungkapkan kepada
Arjuna karena Arjuna adalah kawan Krishna yang paling tercinta.
18.66
sarva-dharmān parityajya
mām ekaḿ śaraṇaḿ vrājā
ahaḿ tvāḿ sarva-pāpebhyo
mokṣayiṣyāmi mā śucaḥ
sarva-dharmān—segala jenis dharma;
parityajya—tinggalkanlah;
mām—kepada-Ku;
ekam—hanya;
śaraṇam—untuk penyerahan diri;
vrājā—pergi;
aham—Aku;
tvām—engkau;
sarva—semua;
pāpebhyaḥ—dari reaksi-reaksi
dosa;
mokṣayiṣyāmi—akan menyelamatkan;
mā—jangan;
śucaḥ—khawatir.
Terjemahan
Tinggalkanlah segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepada-Ku. Aku
akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut.
Penjelasan
Krishna sudah menguraikan berbagai jenis pengetahuan dan proses dharma
pengetahuan tentang Brahman Yang Paling Utama, pengetahuan tentang Roh Yang
Utama, pengetahuan tentang berbagai jenis tingkatan dan golongan hidup
masyarakat, pengetahuan tentang tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan,
pengetahuan tentang ketidakterikatan, cara mengendalikan indera dan pikiran,
semadi, dan sebagainya. Krishna sudah menguraikan berbagai jenis dharma dengan
berbagai cara. Sekarang dalam ringkasan Bhagavad-gita, Krishna menyatakan bahwa
Arjuna harus meninggalkan segala proses tersebut yang sudah dijelaskan
kepadanya; sebaiknya ia hanya menyerahkan diri kepada Krishna. Penyerahan diri
tersebut akan menyelamatkan Arjuna dari segala jenis reaksi dosa, sebab Krishna
Sendiri berjanji untuk melindunginya.
Dalam Bab Delapan dinyatakan bahwa hanya
orang
yang sudah bebas dari reaksi dosa dapat mulai sembahyang kepada Sri Krishna.
Karena itu, mungkin seseorang berpikir bahwa ia belum dapat memulai proses
penyerahan diri sampai ia bebas dari segala reaksi dosa. Mengenai keragu-raguan
seperti itu, di sini dinyatakan bahwa kalaupun seseorang belum bebas dari
segala reaksi dosa, hanya dengan proses penyerahan diri kepada Sri Krishna
dengan sendiri-Nya ia dibebaskan. Ia tidak perlu berusaha keras untuk
membebaskan Diri-Nya dari reaksi-reaksi dosa. Hendaknya seseorang tidak
ragu-ragu untuk mengakui Krishna sebagai Kepribadian Yang Paling Utama yang menyelamatkan
semua makhluk hidup. Seseorang harus menyerahkan diri kepada Krishna dengan
keyakinan dan cinta-bhakti.
Proses penyerahan diri kepada Krishna diuraikan dalam
Haribhaktivilasa (11.676):
ānukūlyasya sańkalpaḥ
prātikūlyasya varjanam
rakṣiṣyatīti viśvāso
goptṛtve varanaḿ tathā
ātma-nikṣepa-kārpaṇye
ṣ
aḍ-vidhā
śaraṇāgatiḥ
Menurut proses bhakti, hendaknya seseorang hanya menerima prinsip-prinsip
dharma yang akhirnya akan membawa Diri-Nya sampai bhakti kepada Tuhan.
Seseorang dapat melakukan tugas kewajiban tertentu menurut kedudukannya dalam
susunan masyarakat, tetapi kalau ia tidak mencapai titik kesadaran Krishna
dengan melaksanakan kewajibannya, maka segala kegiatannya sia-sia. Apapun yang
tidak membawa seseorang sampai tingkat kesempurnaan kesadaran Krishna hendaknya
dihindari. Hendaknya seseorang yakin bahwa dalam segala keadaan, Krishna akan
melindungi Diri-Nya terhadap segala kesulitan. Ia tidak perlu berpikir
bagaimana cara memelihara jiwa dan raganya. Krishna akan mengatur hal-hal itu.
Hendaknya seseorang selalu menganggap Diri-Nya tidak berdaya dan mengakui
Krishna sebagai satu-satunya dasar kemajuan dalam kehidupannya. Begitu seseorang
tekun dengan serius dalam bhakti kepada Tuhan dan sadar akan Krishna
sepenuhnya, ia segera dibebaskan dari segala pengaruh alam material. Ada
berbagai proses dharma dan proses penyucian diri melalui pengembangan
pengetahuan, samadhi dalam sistem yoga kebatinan dan sebagainya, tetapi
orang
yang menyerahkan diri kepada Krishna tidak harus melakukan begitu banyak cara.
Penyerahan diri kepada Krishna saja akan menyelamatkan Diri-Nya dari pemborosan
waktu yang tidak diperlukan. Dengan demikian ia dapat mencapai segala kemajuan
dengan segera dan dapat dibebaskan dari segala reaksi dosa.
Hendaknya seseorang tertarik kepada bentuk Krishna yang indah
Beliau bernama Krishna karena Beliau menarik hati semua makhluk.
Orang
yang tertarik pada bentuk Krishna yang tampan, Mahaperkasa dan Mahakuat adalah
orang beruntung. Ada berbagai jenis rohaniwan beberapa di antaranya ter tarik
pada aspek Roh Yang Utama, dan sebagainya, tetapi ada yang tertarik kepada
aspek pribadi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan tertua ma yang tertarik
kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sebagai Krishna Sendiri adalah rohaniwan
yang paling sempurna. Dengan kata lain, bhakti kepada Krishna, dalam kesadaran
sepenuhnya, adalah bagian pengetahuan yang paling rahasia, dan inilah hakekat
seluruh Bhagavad-gita. Para karma-yogi,para filosof yang mendasarkan
pengetahuannya pada percobaan, para ahli kebatinan dan para penyembah semua
disebut rohaniwan, tetapi seorang penyembah yang murni adalah yang paling baik
di antaranya semuanya. Kata-kata khusus yang digunakan di sini, ma sucah,
jangan takut, jangan was-was, jangan khawatir," sangat bermakna. Mungkin
seseorang bingung bagaimana cara ia dapat meninggalkan segala jenis bentuk
dharma dan hanya menyerahkan diri kepada Krishna, tetapi segala kekhawatiran
tersebut tidak berguna.
18.67
idaḿ te nātapaskāya
nābhaktāya kadācana
na cāśuśrūṣave vācyaḿ
na ca māḿ yo 'bhyasūyati
idam—ini;
te—oleh engkau;
na—tidak pernah;
atapaskāya—kepada
orang yang tidak bertapa;
na—tidak pernah;
abhaktāya—kepada orang
yang bukan penyembah;
kadācana—pada suatu waktu;
na—tidak pernah;
ca—juga;
aśuśrūṣave—kepada orang yang tidak menekuni bhakti;
vācyam—untuk
dikatakan;
na—tidak pernah;
ca—juga;
mām—menuju-Ku;
yaḥ—siapapun
yang;
abhyasūyati—iri hati.
Terjemahan
Pengetahuan yang rahasia ini tidak pernah boleh dijelaskan kepada orang yang
tidak bertapa, tidak setia, dan tidak menekuni bhakti—ataupun kepada orang yang
iri kepada-Ku.
Penjelasan
Orang yang belum menjalani pertapaan proses dharma, yang belum berusaha
berbhakti dalam kesadaran Krishna, atau belum melayani seorang penyembah yang
murni, khususnya orang yang sadar akan Krishna, dia hanyalah tokoh sejarah,
atau iri hati terhadap kebesaran Krishna tidak boleh diberitahukan tentang
bagian pengetahuan yang paling rahasia ini. Akan tetapi, terkadang dilihat
bahwa orang jahat yang iri kepada Krishna dan sembahyang kepada Krishna dengan
cara yang lain, mengambil pencaharian menjelaskan Bhagavad-gita dengan cara
yang lain sebagai usaha dagang tetapi orang-orang yang sungguh-sungguh ingin
mengerti tentang Krishna harus menghindari tafsiran Bhagavad-gita seperti itu.
Sebenarnya tujuan Bhagavad-gita tidak dapat dimengerti oleh orang yang selalu
berusaha memperhatikan indera-inderanya. Walaupun seseorang tidak selalu
berusaha memuaskan indera-inderanya tetapi mengikuti disiplin yang diajarkan
dalam Kitab-kitab Veda secara ketat, jikalau dia bukan penyembah, dia pun tidak
dapat mengerti tentang Krishna. Kalau seseorang menyamar sebagai penyembah
Krishna tetapi tidak tekun dalam kegiatan kesadaran Krishna, dia pun tidak
dapat mengerti tentang Krishna. Krishna sudah menjelaskan dalam Bhagavad-gita
bahwa Krishna adalah Yang Mahakuasa dan tiada sesuatupun yang lebih tinggi
ataupun sejajar dengan Krishna. Ada banyak orang yang iri hati kepada Krishna.
Orang seperti itu hendaknya jangan diberitahu tentang Bhagavad-gita, sebab
mereka tidak dapat mengerti. Orang yang tidak percaya tidak mungkin mengerti
tentang Bhagavad-gita dan Krishna. Hendaknya seseorang janganlah mencoba
menafsirkan Bhagavad-gita tanpa mengerti tentang Krishna dari kekuasaan seorang
penyembah murni.
18.68
ya idaḿ paramaḿ guhyaḿ
mad-bhakteṣv abhidhāsyāti
bhaktiḿ mayi parāḿ kṛtvā
mām evaiṣyaty asaḿśayaḥ
yaḥ—siapapun;
idam—ini;
paramam—paling;
guhyam—rahasia;
mat—milik-Ku;
bhakteṣu—di kalangan para penyembah;
abhidhāsyāti—menjelaskan;
bhaktim—pengabdian suci bhakti;
mayi—kepada-Ku;
param—rohani;
kṛtvā—melakukan;
mām—kepada-Ku;
evā—pasti;
esyāti—menjadi;
asaḿśayaḥ—tanpa ragu
Terjemahan
Terjamin bahwa orang yang menjelaskan rahasia yang paling utama ini kepada
para penyembah akan mencapai bhakti yang murni, dan akhirnya dia akan kembali
kepada-Ku.
Penjelasan
Pada umumnya disarankan agar Bhagavad-gita dibicarakan hanya di kalangan
penyembah, sebab orang yang bukan penyembah tidak akan mengerti tentang Krishna
maupun Bhagavad-gita. Orang yang tidak mengakui Krishna menurut kedudukan asli
Krishna maupun Bhagavad-gita menurut aslinya, hendaknya jangan mencoba
menjelaskan Bhagavad-gita secara sesuka hati sehingga melakukan kesalahan.
Bhagavad-gita harus dijelaskan kepada orang yang bersedia mengakui Krishna
sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Bhagavad-gita hanya merupakan mata
pelajaran bagi para penyembah, bukan untuk orang yang berangan-angan di bidang
filsafat. Akan tetapi, siapapun yang berusaha dengan tulus ikhlas untuk
menyampaikan Bhagavad-gita menurut aslinya akan maju dalam kegiatan bhakti dan
akan mencapai tingkat bhakti yang murni dalam hidup ini. Sebagai hasil dari
bhakti yang murni, ia pasti akan pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
18.69
na ca tasmān manuṣyeṣu
kaścin me priya-kṛttamaḥ
bhavitā na ca me tasmād
anyaḥ priyataro bhuvi
na—tidak pernah;
ca—dan;
tasmāt—daripada dia;
manuṣyeṣu—di
antara manusia;
kaścit—siapapun;
me—kepada-Ku;
priya-kṛt-tamaḥ—lebih
dicintai;
bhavitā—akan menjadi;
na—tidak juga;
ca—dan;
me—kepada-Ku;
tasmāt—daripada dia;
anyaḥ—lain;
priya-taraḥ—lebih
dicintai;
bhuvi—di dunia ini.
Terjemahan
Tidak ada hamba di dunia ini yang lebih Kucintai daripada dia, dan tidak
akan pernah ada orang yang lebih Kucintai.
Tidak ada penjelasan.
18.70
adhyeṣyate ca ya imaḿ
dharmyaḿ saḿvādam āvayoḥ
jñāna-yajñena tenāham
iṣṭaḥ syām iti me matiḥ
adhyeṣyate—mempelajari;
ca—juga;
yaḥ—dia yang;
imām—ini;
dharmyam—suci;
saḿvādam—percakapan;
avāyoḥ—milik kita;
jñāna—tentang
pengetahuan;
yajñena—oleh korban suci;
tena—oleh dia;
aham—Aku;
iṣṭaḥ—disembah;
syām—akan;
iti—demikian;
me—milik-Ku;
matiḥ—pendapat.
Terjemahan
Aku memaklumkan bahwa orang yang mempelajari percakapan kita yang suci ini
bersembahyang kepada-Ku dengan kecerdasannya. Tidak ada penjelasan.
18.71
śraddhāvān anasūyaś ca
śṛṇuyād api yo naraḥ
so 'pi muktaḥ śubhāl lokān
prāpnuyāt puṇya-karmaṇām
śraddhā-vān—yang yakin;
anasūyaḥ—tidak iri;
ca—dan;
śṛṇuyāt—mendengar;
api—pasti;
yaḥ—yang;
naraḥ—seseorang;
saḥ—dia;
api—juga;
muktaḥ—dengan dibebaskan;
śubhān—yang sangat menguntungkan;
lokān—planet-planet;
prāpnuyāt—dia akan mencapai;
puṇya-karmaṇām—milik orang saleh.
Terjemahan
Orang yang mendengar dengan keyakinan tanpa rasa iri dibebaskan dari
reaksi-reaksi dosa dan mencapai planet-planet yang menguntungkan, tempat
tinggal orang saleh.
Penjelasan
Dalam ayat keenam puluh tujuh dari bab ini, Krishna dengan jelas melarang
menyampaikan Bhagavad-gita kepada orang yang iri kepada Krishna. Dengan kata
lain, Bhagavad-gita hanya untuk penyembah saja. Tetapi kadang-kadang seseorang
penyembah mengadakan pelajaran terbuka, dan dalam pelajaran itu tidak
dipastikan bahwa semua murid adalah penyembah. Mengapa orang seperti itu
mengadakan pelajaran terbuka? Dijelaskan di sini bahwa walaupun tidak semua
orang penyembah, namun ada banyak orang yang tidak iri kepada Krishna. Mereka
percaya kepada Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau orang
seperti itu mendengar dari seorang penyembah yang dapat dipercaya tentang
Krishna, maka hasilnya ialah mereka segera dibebaskan dari segala reaksi dosa,
dan sesudah itu mereka mencapai susunan planet tempat tinggal semua orang
saleh. Karena itu, meskipun seseorang tidak berusaha menjadi penyembah yang
murni, tetapi kalau dia hanya mendengar Bhagavad-gita, ia akan mencapai hasil
kegiatan yang saleh. Jadi, seorang penyembah Tuhan yang murni memberikan
kesempatan kepada semua orang untuk dibebaskan dari segala reaksi dosa dan
menjadi penyembah Tuhan.
Pada umumnya, orang yang bebas dari segala reaksi dosa, orang
saleh, dengan mudah sekali mulai mengikuti kesadaran Krishna. Kata
punyakarmaṇām sangat bermakna di sini. Kata ini menunjukkan pelaksanaan
korban-korban suci yang besar, seperti asvamedhayajñā, yang disebutkan dalam
kesusasteraan Veda. Orang yang saleh dalam melaksanakan bhakti tetapi belum
suci dan murni dapat mencapai susunan planet bintang kutub, atau Dhruvaloka,
tempat Dhruva Maharājā berkuasa. Dhruva Maharājā adalah seorang
penyembah Tuhan yang mulia, dan beliau memiliki planet khusus, yang disebut
bintang kutub.
18.72
kaccid etac chrutaḿ pārtha
tvayaikāgreṇa cetasā
kaccid ajñāna-sammohaḥ
praṇaṣṭas te dhanañjaya
kaccit—apakah;
etat—ini;
śrutam—didengar;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā;
tvayā—oleh engkau;
eka-agreṇa—dengan
perhatian penuh;
cetasā—oleh pikiran;
kaccit—apakah;
ajñāna—mengenai
kebodohan;
sammohaḥ—khayalan;
praṇaṣṭaḥ—dihilangkan;
te—dari
engkau;
dhanañjaya—wahai perebut kekayaan (
Arjuna).
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, wahai perebut kekayaan, apakah engkau sudah mendengar
hal-hal ini dengan perhatian? Apakah kebodohan dan khayalanmu sudah dihilangkan
sekarang?
Penjelasan
Krishna bertindak sebagai guru kerohanian Arjuna. Karena itu, kewajiban
Krishna ialah bertanya kepada Arjuna apakah Arjuna mengerti seluruh
Bhagavad-gita menurut pengertiannya yang sebenarnya. Kalau tidak, Krishna
bersedia menjelaskan kembali beberapa mata pembicaraan, ataupun seluruh
Bhagavad-gita kalau diperlukan. Sebenarnya, siapapun yang mendengar
Bhagavad-gita dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya seperti Krishna
atau dari utusan Krishna, akan mengalami bahwa segala kebodohannya dihilangkan.
Bhagavad-gita bukan buku biasa yang ditulis oleh penyair atau penulis ceritera
dongeng, melainkan disabdakan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Siapapun
yang cukup beruntung hingga mendapat mendengar pelajaran Krishna ini dari
Krishna atau dari utusan rohani Krishna yang dapat dipercaya, pasti akan
dibebaskan dan ke luar dari kegelapan kebodohan.
18.73
Arjuna uvāca
naṣṭo mohaḥ smṛtir labdhā
tvat-prasādān mayācyuta
sthito 'smi gata-sandehaḥ
kariṣye vacanaḿ tava
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata;
naṣṭaḥ—dihilangkan;
mohaḥ—khayalan;
smṛtiḥ—ingatan;
labdhā—diperoleh kembali;
tvat-prasādāt—atas karunia Mu;
mayā—oleh
hamba;
acyuta—o Krishna yang tidak pernah gagal;
sthitāḥ—mantap;
asmi—hamba adalah;
gata—dihilangkan;
sandehaḥ—segala
keragu-raguan;
kariṣye—Aku akan melaksanakan;
vacanam—perintah;
tavā—milikMu.
Terjemahan
Arjuna berkata: Krishna yang hamba cintai, o Yang tidak pernah gagal,
khayalan hamba sekarang sudah hilang. Hamba sudah memperoleh kembali ingatan
hamba atas karuniaMu. Hamba sekarang teguh, bebas dari keragu-raguan dan
bersedia bertindak menurut perintah Anda.
Penjelasan
Kedudukan dasar makhluk hidup, yang diwakili oleh Arjuna, ialah bahwa ia
harus bertindak menurut perintah Tuhan Yang Maha Esa. Ia dimaksudkan untuk
mendisiplinkan Diri-Nya sendiri. Sri Caitanya Mahaprabhu menyatakan bahwa
kedudukan sejati makhluk hidup ialah sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa yang
kekal. Bila makhluk hidup melupakan prinsip tersebut, ia diikat oleh alam
material, tetapi dalam mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dia menjadi
hamba Tuhan yang sudah dibebaskan. Kedudukan dasar makhluk hidup ialah sebagai
hamba; ia harus melayani mayā yang menyebabkan khayalan atau melayani
Tuhan Yang Maha Esa. Kalau dia mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, ia
berada dalam kedudukan yang normal, tetapi kalau dia lebih suka melayani tenaga
luar yang mengkhayalkan, maka ia pasti akan berada dalam ikatan. Dalam
khayalan, makhluk hidup mengabdikan diri di dunia material ini. Ia diikat oleh
hawa nafsu dan keinginannya, namun ia menganggap Diri-Nya penguasa dunia. Ini
disebut khayalan. Bila seseorang sudah mencapai pembebasan, khayalannya
berakhir, dan dengan sukarela ia menyerahkan diri kepada Yang Mahakuasa untuk
bertindak menurut kehendak Beliau. Khayalan terakhir, yaitu perangkap mayā
yang terakhir untuk menangkap makhluk hidup, ialah gagasan bahwa Diri-Nya
adalah Tuhan. Makhluk hidup menganggap Diri-Nya bukan roh terikat lagi,
melainkan Diri-Nya Tuhan. Dia begitu kurang cerdas sehingga dia tidak berpikir
bahwa kalau memang benar Diri-Nya ialah Tuhan, bagaimana mungkin dia berada
dalam keragu-raguan? Kenyataan itu tidak dipikirkannya. Jadi, itulah perangkap
khayalan yang terakhir. Sebenarnya, menjadi bebas dari tenaga yang menyebabkan
khayalan berarti mengerti tentang Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan
setuju bertindak menurut perintah Beliau.
Kata moha sangat penting dalam ayat ini. Moha menunjukkan
sesuatu yang merupakan lawan pengetahuan. Sebenarnya pengetahuan sejati ialah
pengertian bahwa setiap makhluk hidup adalah hamba Tuhan untuk selamanya.
Tetapi makhluk hidup tidak menganggap Diri-Nya dalam kedudukan itu sebagai
hamba, melainkan ia menganggap Diri-Nya penguasa dunia material ini, sebab ia
ingin berkuasa atas alam material. Itulah khayalannya. Khayalan tersebut dapat
diatasi atas karunia Tuhan atau atas karunia seorang penyembah yang murni. Bila
khayalan tersebut sudah berakhir, seseorang setuju bertindak dalam kesadaran
Krishna.
Kesadaran Krishna berarti bertindak menurut perintah Krishna.
Roh terikat, yang dikhayalkan oleh tenaga alam luar, tidak mengetahui bahwa
Tuhan Yang Maha Esa adalah penguasa yang penuh pengetahuan dan pemilik segala
sesuatu. Beliau dapat menganugerahkan apapun kepada para penyembah-Nya menurut
kehendak-Nya; Beliau adalah kawan semua orang, dan khususnya menaruh perhatian
terhadap penyembah-Nya. Beliaulah yang mengendalikan alam material dan semua
makhluk hidup. Beliau juga mengendalikan waktu yang tidak pernah habis, dan
penuh segala kehebatan dan segala kekuatan. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
dapat memberikan diri-Nya kepada seorang penyembah. Orang yang belum mengenal
Beliau berada di bawah pesona khayalan; dia tidak menjadi penyembah, melainkan
ia menjadi pelayan mayā. Akan tetapi, sesudah Arjuna mendengar Bhagavad-gita
dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia menjadi bebas dari segala khayalan. Ia
dapat mengerti bahwa Krishna bukan hanya kawannya tetapi Krishna adalah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Arjuna mengerti Krishna dengan sebenarnya.
Karena itu, mempelajari Bhagavad-gita berarti sungguh-sungguh mengerti tentang
Krishna. Bila seseorang memiliki pengetahuan lengkap, sewajarnya ia menyerahkan
diri kepada Krishna. Ketika Arjuna mengerti bahwa rencana Krishna ialah
mengurangi peningkatan jumlah penduduk yang tidak diperlukan, dia setuju
bertempur sesuai dengan kehendak Krishna. Sekali lagi Arjuna mengangkat
senjata-senjatanya, busur dan anak panahnya untuk bertempur di bawah perintah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
18.74
sañjaya uvāca
ity ahaḿ vāsudevasya
pārthasya ca mahātmanaḥ
saḿvādam imam aśrauṣam
adbhutaḿ roma-harṣaṇam
sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata;
iti—demikian;
aham—Aku;
vāsudevasya—milik Krishna;
pārthasya—milik
Arjuna;
ca—juga;
mahā-ātmānaḥ—dari roh yang mulia;
saḿvādam—diskusi;
imām—ini;
aśrauṣam—sudah mendengar;
adbhutam—ajaib;
roma-harṣaṇam—membuat
bulu roma berdiri.
Terjemahan
Sañjaya berkata; Demikianlah saya sudah mendengar percakapan antara
dua roh yang mulia, Krishna dan Arjuna. Betapa ajaibnya amanat itu sehingga
bulu romaku tegak berdiri.
Penjelasan
Pada awal Bhagavad-gita, Dhṛtarāṣṭra bertanya kepada sekretarisnya,
Sanjaya, Apa yang terjadi di medan perang Kuruksetra ?" Seluruh pelajaran
diwahyukan ke dalam hati Sañjaya atas karunia guru kerohaniannya, Vyasa.
Sañjaya menjelaskan pokok pembicaraan medan perang dengan cara seperti ini.
Percakapan tersebut ajaib, sebab percakapan yang sepenting itu antara dua roh
yang mulia belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak akan terjadi lagi.
Percakapan tersebut ajaib sebab Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sedang
membicarakan Diri-Nya serta tenaga-tenaga-Nya kepada makhluk hidup, yaitu
Arjuna, seorang penyembah Tuhan yang mulia. Jika kita mengikuti jejak langkah
Arjuna untuk mengerti tentang Krishna, maka kehidupan kita akan berbahagia dan
sukses. Sañjaya menginsafi kenyataan ini, dan begitu dia mulai memahaminya, dia
menceritakan percakapannya kepada Dhṛtarāṣṭra. Sekarang disimpulkan bahwa di
manapun ada Krishna dan Arjuna di sanalah ada kejayaan.
18.75
vyāsa-prasādāc chrutavān
etad guhyam ahaḿ param
yogaḿ yogeśvarāt kṛṣṇāt
sākṣāt kathayataḥ svayam
vyāsa-prasādāt—atas karunia;
śrutavān—sudah mendengar;
etat—ini;
guhyam—rahasia;
aham—Aku;
param—paling utama;
yogam—kebatinan;
yoga-īśvarat—dari penguasa segala kebatinan;
kṛṣṇat—datang
dari Krishna;
sākṣāt—langsung;
kathayataḥ—bersabda;
svayam—secara
pribadi.
Terjemahan
Atas karunia Vyasa, saya sudah mendengar pembicaraan yang paling rahasia ini
langsung dari Penguasa segala kebatinan, Krishna, yang sedang bersabda secara
pribadi kepada Arjuna.
Penjelasan
Vyasa adalah guru kerohanian Sanjaya, dan Sañjaya mengakui bahwa ia dapat
mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa atas karunia Vyasa. Ini berarti bahwa
seseorang harus mengerti Krishna bukan secara langsung tetapi melalui perantara,
yaitu guru kerohanian. Guru kerohanian adalah perantara yang transparan,
meskipun memang kenyataan bahwa seorang murid mengalami secara langsung. Inilah
rahasia garis perguruan rohani. Bila seorang guru kerohanian dapat dipercaya,
maka seseorang dapat mendengar Bhagavad-gita secara langsung, sebagaimana
Bhagavad-gita didengar oleh Arjuna. Ada banyak ahli kebatinan dan yogi di
seluruh dunia, tetapi Krishna adalah Penguasa segala sistem yoga. Pelajaran
Krishna dinyatakan dengan jelas dalam Bhagavad-gita serahkanlah dirimu kepada
Krishna. Orang yang melakukan demikian adalah yogi tertinggi. Ini dibenarkan
dalam ayat terakhir Bab Enam. Yoginam api sarveṣām.
Nārada adalah murid Krishna secara langsung dan guru kerohanian
Vyasa. Jadi, Arjuna dapat dipercaya dan Vyasa juga dapat dipercaya, karena
Vyasa termasuk garis perguruan, dan Sañjaya adalah murid Vyasa secara langsung.
Karena itu, atas karunia Vyasa, indera-indera Sañjaya disucikan dan dia dapat
melihat dan mendengar Krishna secara langsung. Orang yang mendengar Krishna
secara langsung dapat mengerti pengetahuan yang rahasia ini. Kalau seseorang
tidak mendekati garis perguruan, ia tidak dapat mendengar Krishna; karena itu,
pengetahuannya selalu kurang sempurna, sekurang-kurangnya menurut pengertian
Bhagavad-gita.
Dalam Bhagavad-gita, semua sistem yoga dijelaskan karma-yoga,
Jnānā yoga dan bhakti-yoga. Krishna adalah Penguasa segala kegiatan kebatinan
seperti itu. Akan tetapi, harus dimengerti bahwa seperti halnya Arjuna cukup
beruntung hingga dapat mengerti tentang Krishna secara langsung, Sañjaya juga
dapat mendengar Krishna secara langsung atas karunia Vyasa. Sebenarnya, tidak
ada perbedaan antara mendengar langsung dari Krishna dengan mendengar langsung
dari Krishna melalui seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya seperti
Vyasa. Guru kerohanian juga utusan Vyasadeva. Karena itu, menurut sistem Veda,
pada hari ulang tahun guru kerohanian, para murid mengadakan upacara yang
disebut Vyasapuja.
18.76
rājan saḿsmṛtya saḿsmṛtya
saḿvādam imam adbhutam
keśavarjunayoḥ puṇyaḿ
hṛṣyāmi ca muhur muhuḥ
rājan—O Raja;
saḿsmṛtya—ingat;
saḿsmṛtya—ingat;
saḿvādam—amanat;
imām—ini;
adbhutam—ajaib;
keśava—dari Sri Krishna;
Arjunayoḥ—dan
Arjuna;
puṇyam—saleh;
hṛṣyāmi—aku senang;
ca—juga;
muhuḥ muhuḥ—berulang kali.
Terjemahan
O Raja, begitu aku berulang kali mengenang percakapan yang ajaib dan suci
ini antara Krishna dan Arjuna, aku senang, karena terharu pada setiap saat.
Penjelasan
Pengertian Bhagavad-gita begitu rohani sehingga siapapun yang menguasai
pelajaran antara Arjuna dan Krishna menjadi saleh dan tidak dapat melupakan
pembicaraan tersebut. Inilah kedudukan kehidupan rohani yang melampaui hal-hal
duniawi. Dengan kata lain, orang yang mendengar Bhagavad-gita dari sumber yang
benar, langsung dari Krishna, mencapai kesadaran Krishna sepenuhnya. Hasil
kesadaran Krishna ialah bahwa seseorang semakin dibebaskan dari kebodohan, dan
ia menikmati kehidupan dengan senang hati, bukan hanya selama beberapa waktu,
tetapi setiap saat.
18.77
tac ca saḿsmṛtya
saḿsmṛtya
rūpam aty-adbhutaḿ hareḥ
vismayo me mahān rājan
hṛṣyāmi ca punaḥ punaḥ
tat—itu;
ca—juga;
saḿsmṛtya—ingat;
saḿsmṛtya—ingat;
rūpam—bentuk;
ati—secara besar;
adbhutam—ajaib;
hareḥ—milik
Sri Krishna;
vismayāḥ—terharu;
me—milik saya;
mahān—mulia;
rājan—wahai Baginda Raja;
hṛṣyāmi—aku sedang menikmati;
ca—juga;
punaḥ punaḥ—berulangkali.
Terjemahan
O Baginda Raja, begitu saya ingat bentuk Sri Krishna yang ajaib, saya
semakin terharu, dan saya berbahagia berulang kali.
Penjelasan
Rupanya atas karunia Vyasa, Sañjaya juga dapat melihat bentuk semesta
Krishna yang diperlihatkan kepada Arjuna. Memang dikatakan bahwa Sri Krishna
belum pernah memperlihatkan bentuk seperti itu sebelumnya. Bentuk itu hanya
diperlihatkan kepada Arjuna, namun beberapa penyembah yang mulia juga dapat
melihat bentuk semesta Krishna pada waktu diperlihatkan kepada Arjuna. Salah
satu di antara tujuan-tujuan yang dapat melihat bentuk itu adalah Vyasa. Vyasa
adalah seorang penyembah Tuhan yang mulia, dan dia dianggap sebagai penjelmaan
yang perkasa dari Krishna. Vyasa mengungkapkan hal-hal ini kepada muridnya,
Sanjaya yāng mengenang bentuk Krishna yang ajaib yang diperlihatkan kepada
Arjuna dan menikmati bentuk itu berulang kali.
18.78
yatra yogeśvaraḥ kṛṣṇo
yatra pārtho dhanur-dharaḥ
tatra śrīr vijayo bhūtir
dhruvā nītir matir mama
yātrā—di mana;
yoga-īśvaraḥ—penguasa kebatinan;
kṛṣṇah—Sri
Krishna;
yatra—di mana;
pārthah—putera
Pṛthā;
dhanuḥ-dharaḥ—pembawa
busur dan anak panah;
tatra—di sana;
śrīḥ—kekayaan;
vijayaḥ—kejayaan;
bhūtiḥ—kekuatan luar biasa;
dhruvā—pasti;
nītiḥ—moralitas;
matiḥ mama—pendapat saya.
Terjemahan
Di manapun ada Krishna, penguasa semua ahli kebatinan, dan di manapun ada
Arjuna, pemanah yang paling utama, di sana pasti ada kekayaan, kejayaan,
kekuatan luar biasa dan moralitas. itulah pendapat saya.
Penjelasan
Mulai dengan pertanyaan Dhṛtarāṣṭra. Dhṛtarāṣṭra mengharapkan
Putera-puteranya akan jaya, dibantu oleh kesatria-kesatria yang mulia seperti
Bhīṣma, Drona dan Karṇa. Dia mengharapkan supaya pihaknya jaya. Tetapi
sesudah menguraikan pemandangan di medan perang, Sañjaya memberitahu kepada
Rājā , Anda memikirkan kejayaan, tetapi pendapat saya ialah bahwa di manapun
ada Krishna dan Arjuna, di sana pula pasti ada segala keuntungan yang
baik." Dia membenarkan secara langsung bahwa Dhṛtarāṣṭra tidak
dapat mengharapkan kejayaan untuk pihaknya. Kejayaan adalah kepastian bagi
pihak Arjuna, sebab Krishna berada di sana. Krishna menerima tugas sebagai
kusir kereta untuk Arjuna, dan ini memperlihatkan kehebatan lain lagi yang
dimiliki-Nya. Krishna memiliki segala kehebatan sepenuhnya, dan
ketidakterikatan adalah salah satu di antara kehebatan-kehebatan itu. Ada banyak
contoh mengenai ketidakterikatan Krishna, sebab Krishna juga Penguasa
ketidakterikatan.
Sebenarnya pertempuran di Kuruksetra adalah perang antara
Duryodhana dan Yudhisthira. Arjuna bertempur atas nama kakaknya, yaitu
Yudhisthira. Oleh karena Krishna dan Arjuna ikut di pihak Yudhisthira,
Yudhisthira pasti akan jaya. Perang diadakan untuk memutuskan siapa yang akan
berkuasa di dunia, dan Sañjaya meramalkan bahwa kekuasaan akan dipindahkan
kepada Yudhisthira. Juga diramalkan di sini bahwa sesudah Yudhisthira menang
dalam perang ini, dia akan semakin makmur karena dia tidak hanya saleh dan taat
kepada prinsip-prinsip keagamaan, tetapi juga mengikuti prinsip-prinsip moral
secara ketat. Yudhisthira tidak pernah bohong selama hidupnya.
Ada banyak orang yang kurang cerdas yang menganggap
Bhagavad-gita adalah diskusi tentang berbagai hal antara dua orang kawan di
medan perang. Tetapi buku seperti itu tidak dapat dianggap kitab suci. Mungkin
ada beberapa orang yang berkeberatan bahwa Krishna mengajak Arjuna bertempur,
yang merupakan sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral, tetapi
keadaan yang sebenarnya dinyatakan dengan jelas di sini; Bhagavad-gita adalah
pelajaran moralitas yang tertinggi. Pelajaran moralitas tertinggi dinyatakan
dalam Bab Sembilan, dalam ayat ke tiga puluh empat: manmana bhava mad-bhaktaḥ.
Seseorang harus menjadi penyembah Krishna, dan hakekat segala dharma ialah
menyerahkan diri kepada Krishna (sarvadharman parityajya mam ekam śaraṇam
vrājā ). Pelajaran Bhagavad-gita merupakan proses tertinggi dharma dan
moralitas. Segala proses lainnya barangkali menyucikan diri dan membawa
seseorang sampai proses ini, tetapi pelajaran terakhir Bhagavad-gita ialah kata
terakhir mengenai segala moralitas dan dharma: yaitu menyerahkan diri kepada
Krishna. Inilah keputusan Bab Delapan belas.
Dari Bhagavad-gita kita dapat mengerti bahwa menginsafi
diri melalui angan-angan filsafat dan semadi adalah suatu proses, tetapi
menyerahkan diri kepada Krishna adalah kesempurnaan tertinggi. Inilah hakekat
ajaran Bhagavad-gita. Jalan prinsip-prinsip yang mengatur menurut
golongan-golongan hidup masyarakat dan menurut berbagai jalan kegiatan
keagamaan mungkin dapat dianggap sebagai jalan pengetahuan yang rahasia. Tetapi
walaupun ritual-ritual dharma bersifat rahasia, semadi dan pengembangan
pengetahuan lebih rahasia lagi. Penyerahan diri kepada Krishna dalam bhakti dan
kesadaran Krishna sepenuhnya adalah pelajaran yang paling rahasia. Itulah
hakekat Bab Delapan belas.
Aspek lain Bhagavad-gita ialah bahwa kebenaran sejati
adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Kebenaran Mutlak diinsafi
dalam tiga aspek Brahman yang tidak bersifat pribadi, Paramatma yang berada di
tempat-tempat khusus, dan akhirnya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Pengetahuan
yang sempurna tentang Kebenaran Mutlak berarti pengetahuan yang sempurna
tentang Krishna. Jika seseorang mengerti tantang Krishna, maka segala bagian
pengetahuan adalah bagian dari pengertian itu yang mempunyai sifat yang sama.
Krishna bersifat rohani, sebab Beliau selalu mantap dalam kekuatan dalam yang
kekal dari Diri-Nya. Para makhluk hidup diwujudkan dari tenaga Krishna dan
dibagi menjadi dua golongan; yaitu terikat untuk selamanya dan dibebaskan untuk
selamanya. Jumlah para makhluk hidup tersebut tidak dapat dihitung, dan mereka
dianggap bagian-bagian dasar dari Krishna. Tenaga material diwujudkan dalam dua
puluh empat bagian. Ciptaan dilaksanakan oleh waktu yang kekal, dan diciptakan
dan dileburkan oleh tenaga luar. Manifestasi alam dunia ini berulang kali
tampak dan tidak.
Dalam Bhagavad-gita, lima mata pelajaran pokok sudah
dibicarakan: Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, alam material, para makhluk
hidup, waktu yang kekal dan segala jenis kegiatan. Segala sesuatu bergantung
pada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Segala paham terhadap Kebenaran
Mutlak Brahman yang tidak bersifat pribadi, Paramatma yang berada di
tempat-tempat khusus dan paham rohani manapun yang lain berada dalam golongan
pengertian tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun secara lahiriah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup, alam material dan waktu
nampaknya berbeda, namun tiada sesuatupun yang berbeda dari Yang Mahakuasa.
Namun Yang Mahakuasa senantiasa berbeda dari segala sesuatu. Filsafat Sri
Caitanya ialah filsafat persatuan dan perbedaan yang tidak dapat
dipahami." Sistem filsafat ini merupakan pengetahuan yang sempurna tentang
kebenaran mutlak.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Delapan belas
Srimad Bhagavad-gita perihal Kesimpulan—Kesempurnaan Pelepasan Ikatan."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Tulis Komentar Anda....