-->
Welcome to our online store

Terimakasih kepada semua semua DONATUR, CONTRIBUTOR dan CUSTOMER yang telah berkunjung dan telah membeli buku-buku kami. semoga kita mendapatkan manfaat yang besar setelah membacanya, mengerti dan menjalankannya dengan semangat cinta bhakti yang besar. marilah kita budayakan membaca sastra/ kitab suci dan buku-buku spiritual mulai dari sekarang. Semoga niat baik kita dapat terlaksana dengan sukses. kabari kami pengalaman kemajuan anda semua. Hp./WA. 081277403909


Mahanila Store
Mahanila Store

Bhagavad-gita Bab 12 - 18

Pengabdian Suci Bhakti


12.1

Arjuna uvāca
evaḿ satata-yuktā ye
bhaktās tvāḿ paryupāsate
ye cāpy akṣaram avyaktaḿ
teṣāḿ ke yoga-vittamāḥ

Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; evam—demikian; satata—selalu; yuktaḥ—tekun; ye—orang yang; bhaktaḥ—para penyembah; tvām—Anda; paryupāsate—menyembah dengan sebenarnya; ye—orang yang; ca—juga; api—lagi; akṣaram—di luar indera-indera; avyaktam—yang tidak terwujud; teṣām—dari mereka; ke—siapa; yoga-vit-tamāḥ—paling sempurna dalam pengetahuan yoga.


Terjemahan

Arjuna bertanya: Yang mana dianggap lebih sempurna: orang yang selalu tekun dalam bhakti kepada Anda dengan cara yang benar ataukah orang yang menyembah Brahman, yang tidak bersifat pribadi dan tidak terwujud?


Penjelasan


Sekarang Krishna sudah menjelaskan tentang yang bersifat pribadi, yang tidak bersifat pribadi, bentuk semesta dan Beliau sudah menguraikan segala jenis penyembah dan yogi. Pada umumnya, para rohaniwan yang berusaha melampaui hal-hal duniawi dapat dibagi menjadi dua golongan. Yang satu adalah orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, dan yang lain adalah yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Seorang penyembah yang mengakui bentuk pribadi Tuhan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala tenaganya. Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi juga tekun, tidak secara langsung dalam pengabdian kepada Krishna, tetapi dalam semadi pada Brahman yang tidak bersifat pribadi, atau yang tidak terwujud.
   Dalam bab ini kita menemukan bahwa di antara berbagai proses untuk menginsafi Kebenaran Mutlak, bhakti-yoga, pengabdian dalam bhakti adalah yang tertinggi. Kalau seseorang sungguh-sungguh ingin mengadakan hubungan dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, maka ia harus melakukan bhakti.
   Orang yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa secara langsung melalui bhakti disebut orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Orang yang menekuni semadi kepada Brahman yang tidak bersifat pribadi disebut orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan. Di sini Arjuna bertanya kedudukan mana yang lebih baik. Ada berbagai cara untuk menginsafi Kebenaran Mutlak, tetapi dalam bab ini Krishna menunjukkan bahwa bhakti-yoga, atau bhakti kepada Krishna adalah cara tertinggi. Cara bhakti adalah cara yang paling langsung, dan cara paling mudah untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
   Dalam Bab Dua dari Bhagavad-gita, Tuhan Yang Maha Esa menjelaskan bahwa makhluk hidup bukan badan jasmani; makhluk hidup adalah bunga api rohani. Kebenaran Mutlak adalah keseluruhan rohani. Dalam Bab Tujuh Krishna berbicara tentang makhluk hidup sebagai bagian dari keseluruhan yang paling utama yang mempunyai sifat yang sama seperti keseluruhan yang paling utama itu. Krishna menganjurkan supaya makhluk hidup mengalihkan perhatiannya sepenuhnya kepada keseluruhan itu. Kemudian sekali lagi dalam Bab Delapan dinyatakan bahwa siapapun yang berpikir tentang Krishna pada saat meninggalkan badannya segera dipindahkan ke angkasa rohani, ketempat tinggal Krishna. Pada akhir Bab Enam, Krishna menyatakan dengan jelas bahwa di antara semua yogi, orang yang selalu berpikir tentang Krishna di dalam hatinya adalah yogi yang paling sempurna. Dalam hampir setiap bab, kesimpulan ialah bahwa orang sebaiknya terikat pada bentuk pribadi Krishna, sebab itulah keinsafan rohani yang tertinggi.
   Walaupun demikian, ada orang yang tidak terikat pada bentuk pribadi Krishna. Mereka begitu teguh dalam melepaskan ikatan sehingga dalam menyusun tafsiran Bhagavad-gita mereka ingin mengalihkan perhatian orang ke hal-hal selain Krishna dan memindahkan segala bhakti kepada brahmajyoti yang tidak bersifat pribadi. Mereka lebih suka bersemadi pada bentuk Kebenaran Mutlak yang tidak bersifat pribadi, yang berada di luar jangkauan indera-indera yang tidak terwujud.
  Jadi, sebenarnya ada dua golongan rohaniwan. Sekarang Arjuna sedang berusaha menyelesaikan pertanyaan tentang proses mana yang lebih mudah dan golongan mana yang paling sempurna. Dengan kata lain, Arjuna memperjelas kedudukannya sendiri karena dia terikat pada bentuk pribadi Krishna. Dia tidak terikat pada Brahman yang tidak bersifat pribadi. Arjuna ingin mengetahui apakah kedudukannya aman. Manifestasi yang tidak bersifat pribadi, baik di dunia material ini maupun di dunia rohani tempat Tuhan Yang Maha Esa, merupakan masalah untuk semadi. Sebenarnya, seseorang tidak dapat membayangkan aspek Kebenaran Mutlak yang tidak bersifat pribadi dengan cara yang sempurna. Karena itu, Arjuna ingin berkata, Apa gunanya membuang waktu seperti itu?" Dalam Bab Sebelas Arjuna mengalami bahwa lebih baik seseorang terikat pada bentuk pribadi Krishna, sebab dengan demikian ia dapat mengerti segala bentuk lainnya pada waktu yang sama dan tidak ada gangguan terhadap cinta-bhaktinya kepada Krishna. Pertanyaan yang penting ini yang diajukan kepada Krishna oleh Arjuna akan menjelaskan perbedaan antara paham Kebenaran Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan paham yang mengakui bentuk pribadi Tuhan.




12.2

 

śrī-bhagavān uvāca
mayy āveśya mano ye māḿ
nitya-yuktā upāsate
śraddhayā parayopetās
te me yuktatamā matāḥ


Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; mayi—kepada-Ku; āveśya—memusatkan; manaḥ—pikiran; ye—orang yang; mām—Aku; nitya—selalu; yuktaḥ—tekun; upāsate—menyembah; śraddhayā—dengan keyakinan; parayā—rohani; upetaḥ—dianugerahkan; te—mereka; me—oleh-Ku; yukta-tamāḥ—paling sempurna dalam yoga; mataḥ—dianggap.


Terjemahan

Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Orang yang memusatkan pikirannya pada bentuk pribadi-Ku dan selalu tekun menyembah-Ku dengan keyakinan besar yang rohani dan melampaui hal-hal duniawi Aku anggap paling sempurna.

Penjelasan

Sebagai jawaban atas pertanyaan Arjuna, Krishna menyatakan dengan jelas bahwa orang yang memusatkan perhatiannya pada bentuk pribadi Krishna dan menyembah Krishna dengan keyakinan dan bhakti adalah orang yang paling sempurna dalam yoga. Tidak ada kegiatan material bagi orang yang sadar akan Krishna seperti itu, sebab segala sesuatu dilakukan demi Krishna. Seorang penyembah yang murni senantiasa tekun seperti itu. Kadang-kadang ia memuji, kadang-kadang ia mendengar atau membaca buku tentang Krishna, atau kadang-kadang dia masak prasādam atau pergi ke pasar untuk membeli sesuatu untuk Krishna, kadang-kadang dia membersihkan tempat sembahyang atau piring—dalam apapun yang dilakukannya, ia tidak membiarkan sedetikpun berlalu tanpa mempersembahkan kegiatannya kepada Krishna. Perbuatan seperti itu dilakukan dalam samadhi sepenuhnya.




12.3-4

 

ye tv akṣaram anirdeśyam
avyaktaḿ paryupāsate
sarvatra-gam acintyaḿ ca
kūṭa-stham acalaḿ dhruvam


sanniyamyendriya-grāmaḿ
sarvatra sama-buddhayaḥ
te prāpnuvanti mām eva
sarva-bhūta-hite ratāḥ

ye—orang yang; tu—tetapi; akṣaram—yang di luar jangkauan indera-indera; anirdeśyam—tidak tentu; avyaktam—tidak terwujud; paryupāsate—tekun sepenuhnya dalam menyembah; sarvatra-gam—berada di mana-mana; acintyam—tidak dapat dipahami; ca—juga; kūṭa-stham—tidak pernah berubah; acalam—tidak dapat dipindahkan; dhruvam—mantap; sanniyamya—mengendalikan; indriya-grāmām—semua indera; sarvatra—di mana-mana; sama-buddhayaḥ—bersikap yang sama; te—mereka; prāpnuvanti—mencapai; mām—Aku; evā—pasti; sarva-bhūtahite—demi kesejahteraan semua makhluk hidup; ratāḥ—sibuk.


Terjemahan

Tetapi orang yang sepenuhnya menyembah yang tidak terwujud, di luar jangkauan indera-indera, yang berada di mana-mana, tidak dapat dipahami, tidak pernah berubah, mantap dan tidak dapat dipindahkan—paham tentang Kebenaran Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan—dengan mengendalikan indera-indera, bersikap yang sama terhadap semua orang, dan sibuk demi kesejahteraan semua orang, akhirnya mencapai kepada-Ku.


Penjelasan
Orang yang tidak menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, secara langsung, tetapi berusaha mencapai tujuan yang sama melalui proses tidak langsung, juga akhirnya mencapai tujuan yang sama yaitu, Sri Krishna. Sesudah dilahirkan berulangkali, orang bijaksana berlindung dalam Diri-Ku, dengan mengetahui, bahwa Vasudeva adalah segala sesuatu." Bila seseorang mencapai pengetahuan yang lengkap sesudah dilahirkan berulangkali, ia menyerahkan diri kepada Sri Krishna. Kalau seseorang mendekati Tuhan Yang Maha Esa dengan cara yang disebut dalam ayat ini, ia harus mengendalikan indera-indera, mengabdikan diri kepada semua orang dan menjadi sibuk demi kesejahteraan semua makhluk. Diisyaratkan bahwa seseorang harus mendekati Sri Krishna, kalau tidak, tidak ada keinsafan yang sempurna. Seringkali seseorang harus banyak bertapa sebelum ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Krishna.
    Untuk mengerti Roh Yang Utama di dalam roh yang individual, seseorang harus menghentikan kegiatan indera-indera, yaitu melihat, mendengar, merasa, bekerja dan sebagainya. Kemudian ia mengerti bahwa Roh Yang Utama berada di mana-mana. Sesudah menginsafi kenyataan ini, seseorang tidak iri kepada semua makhluk hidup manapun—ia tidak melihat perbedaan apapun antara manusia dan binatang, sebab dia hanya melihat sang roh, bukan tutup lahiriahnya. Tetapi bagi orang awam, cara keinsafan yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan sangat sulit.




12.5

 

kleśo 'dhikataras teṣām
avyaktāsakta-cetasām
avyaktā hi gatir duḥkhaḿ
dehavadbhir avāpyate

kleśaḥ—kesulitan; adhika-taraḥ—sangat; teṣām—dari mereka; avyakta—kepada yang tidak terwujud; āsakta—terikat; cetasām—orang yang pikirannya; avyakta—menuju yang tidak berwujud; hi—pasti; gatiḥ—kemajuan; duḥkham—dengan kesulitan; deha-vadbhiḥ—oleh yang berada di dalam badan; avāpyate—dicapai.


Terjemahan

Orang yang pikirannya terikat pada aspek Yang Mahakuasa yang tidak berwujud dan tidak bersifat pribadi sulit sekali maju. Kemajuan dalam disiplin itu selalu sulit sekali bagi orang yang mempunyai badan.


Penjelasan

Golongan rohaniwan yang mengikuti jalan aspek Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat tak pribadi, tidak dapat dipahami dan tidak terwujud disebut para jñāna-yogi, sedangkan orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya dan tekun dalam bhakti kepada Tuhan disebut para bhaktiyogi. Sekarang perbedaan antara jñāna-yogi dan bhakti yoga diungkapkan secara pasti. Kendatipun proses jñāna-yoga akhirnya dapat membawa seseorang sampai tujuan yang sama, proses jñāna-yoga sulit sekali, sedangkan jalan bhakti-yoga, proses berbhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa secara langsung, lebih mudah dan lebih wajar bagi sang roh di dalam badan. Roh yang individual sudah berada di dalam badan sejak sebelum awal sejarah. Sulit sekali ia mengerti bahwa Diri-Nya bukan badan hanya secara teori saja. Karena itu, seorang bhaktiyogi mengakui Arca Krishna patut disembah sebab masih ada paham jasmani di dalam pikiran yang dapat digunakan dengan cara seperti itu. Tentu saja, sembahyang kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk-Nya di tempat sembahyang bukan sembahyang kepada berhala. Dalam kesusasteraan Veda ada bukti bahwa sembahyang dapat bersifat saguna dan nirguna Yang Mahakuasa yang memiliki atau tidak memiliki sifat. Sembahyang kepada Arca di tempat sembahyang adalah sembahyang yang bersifat saguna, sebab Tuhan diwujudkan melalui sifat-sifat material. Tetapi meskipun bentuk Tuhan diwujudkan melalui sifat-sifat material seperti batu, kayu atau cat minyak, sebenarnya bentuk itu bukan bentuk material. Itulah sifat mutlak Tuhan Yang Maha Esa.
   Di sini sebuah contoh yang sederhana dapat dikemukakan. Barangkali dijalan kita melihat banyak kotak surat (bis surat) yang dipasang secara resmi oleh petugas Kantor Pos. Jika kita memasukkan surat-surat ke dalam kotak-kotak itu, maka secara wajar surat-surat tersebut akan dibawa ke tempat tujuannya tanpa kesulitan. Tetapi jika sembarangan kotak, atau kotak tiruan yang kita temukan pada tempat lain yang tidak diakui secara resmi oleh Jawatan Pos, dan memasukkan surat di situ, maka proses pengiriman tersebut tidak akan terlaksana. Begitu pula, ada perwujudan Tuhan Yang Maha Esa yang dibenarkan dalam bentuk Arca, yang disebut arca-vigraha. Arca vigraha adalah penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan akan menerima bhakti melalui bentuk itu. Tuhan adalah Yang Mahasakti dan Mahaperkasa; karena itu, Beliau dapat menerima pengabdian seorang penyembah melalui penjelmaan-Nya sebagai arca-vigraha, untuk mempermudah pengabdian bagi manusia dalam kehidupan yang terikat.
   Karena itu, seorang penyembah tidak mengalami kesulitan apapun untuk segera mendekati Yang Mahakuasa secara langsung. Tetapi orang yang menempuh jalan menuju keinsafan rohani yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan mengalami kesulitan. Mereka harus mengerti gambaran Yang Mahakuasa yang tidak terwujud melalui kesusasteraan Veda seperti Upanisad-upanisad, dan mereka harus menguasai bahasa, mengerti perasaan yang tidak dapat dilihat, dan menginsafi segala proses tersebut. Hal ini tidak mudah bagi orang awam. Orang yang sadar akan Krishna dan menekuni bhakti menginsafi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan mudah sekali hanya dengan bimbingan guru kerohanian yang dapat dipercaya, bersujud secara teratur kepada Arca, mendengar kebesaran Tuhan, dan makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Tuhan. Tidak dapat diragu-ragukan bahwa orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan sedang menempuh jalan yang penuh kesulitan. Mereka juga mengambil resiko bahwa akhirnya mereka tidak akan menginsafi Kebenaran Mutlak. Sebenarnya mereka tidak perlu menempuh jalan itu dengan resikonya yang berat. Tetapi orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan tidak mengambil resiko, gangguan maupun kesulitan apapun, dan ia mendekati Kepribadian Yang Paling Utama secara langsung. Ayat yang serupa terdapat dalam Srimad-Bhagavatam. Dalam Srimad-Bhagavatam dinyatakan bahwa kalau pada akhirnya seseorang harus menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (proses penyerahan diri itu disebut bhakti), tetapi sebagai penggantinya ia bersusah-susah untuk mengerti apa Brahman dan apa yang bukan Brahman dan mengisi seluruh masa hidupnya dengan cara seperti itu, maka akibatnya hanya mempersulit Diri-Nya. Karena itu, di sini dianjurkan supaya orang tidak mulai mengikuti jalan keinsafan diri yang penuh kesulitan seperti itu, sebab hasilnya yang terakhir tidak dapat dipastikan.
   Makhluk hidup adalah roh yang individual untuk selamanya. Kalau sang roh ingin menunggal ke dalam keseluruhan rohani, barangkali ia dapat mencapai keinsafan terhadap aspek-aspek yang kekal dan penuh pengetahuan dari sifatnya yang asli, tetapi bagian kebahagiaan tidak diinsafi. Atas berkat karunia seorang penyembah, seorang rohaniwan yang memiliki pengetahuan yang tinggi dalam proses jñāna-yoga, dapat mencapai bhakti-yoga atau pengabdian dalam bhakti. Pada waktu itu, latihan yang sudah lama ditekuninya dalam filsafat yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan juga menjadi sumber kesulitan, sebab ia tidak dapat meninggalkan paham itu. Karena itu, sang roh di dalam badan selalu mengalami kesulitan dengan aspek yang tidak terwujud, baik pada waktu berlatih maupun pada waktu keinsafan. Setiap roh yang hidup mempunyai kebebasan sebagian. Karena itu, ia harus mengetahui dengan pasti bahwa keinsafan yang tidak terwujud tersebut bertentangan dengan ciri diri rohaninya yang penuh kebahagiaan. Sebaiknya orang jangan mulai mengikuti proses tersebut. Proses kesadaran Krishna, yang menyangkut kesibukan sepenuhnya dalam bhakti, adalah cara terbaik untuk setiap makhluk hidup yang individual. Kalau seseorang ingin mengalpakan bhakti tersebut, ada bahaya bahwa ia akan memeluk filsafat yang tidak percaya kepada Tuhan. Karena itu, proses memusatkan perhatian kepada yang tidak terwujud, yang tidak dapat dipahami, yang di luar pendekatan indera-indera, sebagaimana dijelaskan dalam ayat ini, sebaiknya jangan sekali-sekali dianjurkan, khususnya pada jaman ini. Sri Krishna tidak menganjurkan proses tersebut dalam ayat ini.



12.6-7

 

ye tu sarvāṇi karmaṇi
mayi sannyasya mat-parāḥ
ananyenaiva yogena
māḿ dhyāyanta upāsate


teṣām ahaḿ samuddhartā
mṛtyu-saḿsāra-sāgarāt
bhavāmi na cirāt pārtha
mayy āveśita-cetasām

ye—orang yang; tu—tetapi; sarvāni—semua; karmaṇi—kegiatan; mayi—kepada-Ku; sannyasya—meninggalkan; mat-paraḥ—terikat kepada-Ku; ananyena—tanpa pembagian; evā—pasti; yogena—oleh latihan bhakti-yoga seperti itu; mām—kepada-Ku; dhyāyantaḥ—bersemadi; upāsate—sembah yang; teṣām—bagi mereka; aham—Aku; samuddhartā—yang menyelamatkan; mṛtyu—dari kematian; saḿsāra—dalam kehidupan material; sāgarāt—dari lautan; bhavāmi—Aku menjadi; na—tidak; cirāt—sesudah lama; pārtha—wahai putera Pṛthā; mayi—kepada-Ku; āveśita—mantap; cetasām—mengenai orang yang pikirannya.


Terjemahan

Tetapi orang yang menyembah-Ku, menyerahkan segala kegiatannya kepada-Ku, setia kepada-Ku tanpa menyimpang, tekun dalam pengabdian suci bhakti, selalu bersemadi kepada-Ku, dan sudah memusatkan pikirannya kepada-Ku—cepat -Kuselamatkan dari lautan kelahiran dan kematian, wahai putera Pṛthā.


Penjelasan

 Dinyatakan dengan jelas di sini bahwa para penyembah beruntung sekali karena mereka diselamatkan dari kehidupan material oleh Tuhan dalam waktu yang singkat sekali. Dalam bhakti yang murni, seseorang menginsafi bahwa Tuhan adalah Yang Mahabesar dan bahwa roh yang individual selalu takluk kepada Tuhan. Kewajibannya ialah mengabdikan diri kepada Tuhan—dan kalau dia tidak mengabdikan diri kepada Tuhan, dia akan mengabdikan diri kepada mayā.
  Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, Tuhan Yang Maha Esa hanya dapat dimengerti melalui bhakti. Karena itu, sebaiknya seseorang berbhakti sepenuhnya. Sebaiknya ia memusatkan pikirannya sepenuhnya kepada Krishna. Hendaknya seseorang hanya bekerja demi Krishna. Jenis pekerjaan yang ditekuni seseorang tidak menjadi soal, tetapi pekerjaan itu sebaiknya dilakukan hanya demi Krishna. Itulah standar bhakti. Seorang penyembah tidak bercita-cita mencapai sesuatu pun selain memuaskan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Maksud dan tujuan hidupnya ialah untuk menyenangkan hati Krishna, dan dia dapat mengorbankan segala sesuatu untuk memuaskan Krishna, seperti yang dilakukan oleh Arjuna dalam perang Kuruksetra. Proses tersebut sederhana sekali: Seseorang dapat menekuni pencahariannya dan pada waktu yang sama tekun mengucapkan mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Mengucapkan mantra rohani seperti itu menyebabkan seorang penyembah tertarik kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
  Di sini Tuhan Yang Maha Esa berjanji bahwa Beliau akan segera menyelamatkan seorang penyembah murni yang tekun seperti itu dari lautan kehidupan material. Orang yang sudah maju dalam latihan yoga secara sengaja dapat memindahkan sang roh ke planet manapun yang diinginkannya melalui proses yoga, dan orang lain mengambil kesempatan dengan berbagai cara. Tetapi dinyatakan dengan jelas di sini bahwa Tuhan Sendiri membawa seorang penyembah. Seorang penyembah tidak perlu menunggu sampai dia berpengalaman sekali untuk memindahkan Diri-Nya ke angkasa rohani.
   Dalam Varaha Purana, ayat berikut berbunyi:

nayāmi paramaḿ sthānam
arcir-ādi-gatiḿ vinā
garuḍa-skandham āropya
yatheccham anivāritaḥ

Penjelasan ayat ini ialah bahwa seorang penyembah tidak perlu berlatih astanga-yoga untuk memindahkan rohnya ke planet-planet rohani. Tanggung jawab untuk itu dipikul oleh Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Krishna menyatakan di sini bahwa Krishna Sendiri yang menyelamatkan seorang penyembah.
 Seorang anak dipelihara sepenuhnya oleh orang tuanya. Karena itu, kedudukan si anak aman. Begitu pula, seorang penyembah tidak perlu berusaha memindahkan Diri-Nya ke planet lain melalui latihan yoga. Melainkan, Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya yang besar, segera datang dengan menaiki burung Garuda, dan segera menyelamatkan penyembah-Nya dari kehidupan material. Jika seseorang jatuh ke dalam lautan walaupun ia berjuang dengan keras sekali dan mungkin pandai berenang, dia tidak sanggup menyelamatkan diri. Tetapi kalau orang lain datang dan mengangkat orang itu dari lautan, ia diselamatkan dengan mudah sekali. Begitu pula, Tuhan Yang Maha Esa mengangkat seorang penyembah dari kehidupan material ini. Seseorang hanya perlu berlatih proses kesadaran Krishna yang mudah dan menekuni bhakti sepenuhnya. Semua orang cerdas sebaiknya selalu lebih suka proses bhakti daripada jalan lainnya. Dalam Narayaniya, kenyataan ini dibenarkan sebagai berikut:

yā vai sādhana-sampattiḥ
puruṣārtha-catuṣṭaye
tayā vinā tad āpnoti
naro nārāyaṇāśrayaḥ

Penjelasan ayat ini adalah bahwa hendaknya seseorang janganlah menekuni berbagai proses kegiatan untuk membuahkan hasil atau mengembangkan pengetahuan melalui proses angan-angan. Orang yang berbhakti kepada Kepribadian Yang Paling Utama dapat memperoleh segala manfaat yang diperoleh dari proses-proses yoga, angan-angan, ritual, korban suci, kedermawanan, dan sebagainya. Itulah berkat bhakti yang istimewa.
  Hanya dengan mengucapkan nama suci Krishna—Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare—seorang penyembah Krishna dapat mendekati tujuan yang paling utama dengan mudah dan bahagia, tetapi tujuan itu tidak dapat didekati oleh proses-proses rohani lainnya.
  Kesimpulan Bhagavad-gita dinyatakan dalam Bab Delapan belas:

sarva-dharmān parityajya
mām ekaḿ śaraṇaḿ vrājā
ahaḿ tvāḿ sarva-pāpebhyo
mokṣayiṣyāmi mā śucaḥ

[Bg. 18.66]
Sebaiknya seseorang meninggalkan segala proses keinsafan diri lainnya dan hanya melaksanakan bhakti dalam kesadaran Krishna. Itu akan memungkinkan ia mencapai kesempurnaan hidup tertinggi. Ia tidak perlu mempertimbangkan perbuatan yang berdosa dari penjelmaan yang lalu, sebab Tuhan Yang Maha Esa mengurus orang itu sepenuhnya. Karena itu, hendaknya seseorang jangan berusaha secara sia-sia untuk menyelamatkan Diri-Nya dalam keinsafan rohani. Sebaiknya semua orang berlindung kepada Tuhan Yang Mahaperkasa, Krishna. Itulah kesempurnaan hidup tertinggi.



12.8

 

mayy eva mana ādhatsva
mayi buddhiḿ niveśaya
nivasiṣyasi mayy eva
ata ūrdhvaḿ na saḿśayaḥ

mayi—kepada-Ku; evā—pasti; manaḥ—pikiran; ādhatsva—memantapkan; mayi—kepada-Ku; buddhim—kecerdasan; niveśaya—menggunakan; nivasiṣyasi—engkau akan hidup; mayi—dalam Diri-Ku; evā—pasti; ataḥ ūrdhvam—sesudah itu; na—tidak pernah; saḿśayaḥ—keragu-raguan.


Terjemahan

Pusatkanlah pikiranmu kepada-Ku, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan gunakanlah segala kecerdasanmu dalam Diri-Ku. Dengan cara demikian, engkau akan selalu hidup di dalam Diri-Ku, tanpa keragu-raguan.


Penjelasan

Orang yang menekuni bhakti kepada Sri Krishna hidup dalam hubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, tidak dapat diragukan bahwa kedudukannya sudah bersifat rohani sejak awal. Seorang penyembah tidak hidup pada tingkat material—ia hidup di dalam Krishna. Nama Suci Tuhan dan Tuhan Sendiri tidak berbeda. Karena itu, bila seorang penyembah mengucapkan mantra Hare Krishna, Krishna serta kekuatan dalam dari Krishna sedang menari pada lidah penyembah itu. Bila seorang penyembah mempersembahkan makanan kepada Krishna, Krishna menerima makanan itu secara langsung, dan penyembah itu diKrishnakan dengan memakan sisa makanan itu. Orang yang tidak menekuni bhakti seperti itu tidak dapat mengerti bagaimana kenyataan ini terjadi, walaupun ini merupakan proses yang dianjurkan dalam Bhagavad-gita dan kesusasteraan Veda lainnya.



12.9

 

atha cittaḿ samādhātuḿ
na śaknoṣi mayi sthirām
abhyāsa-yogena tato
mām icchāptuḿ dhanañjaya

atha—kalau, karena itu; cittam—pikiran; samādhātum—memusatkan; na—tidak; śaknoṣi—engkau dapat; mayi—kepada-Ku; sthirām—secara mantap; abhyāsa-yogena—dengan latihan bhakti; tataḥ—kemudian; mām—Aku; icchā—inginkanlah; āptum—mencapai; dhanam-jaya—wahai perebut kekayaan, Arjuna.


Terjemahan

Arjuna yang baik hati, perebut kekayaan, kalau engkau tidak dapat memusatkan pikiranmu kepada-Ku tanpa menyimpang, ikutilah prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga. Dengan cara demikian, kembangkanlah keinginan untuk mencapai kepada-Ku.


Penjelasan


Dalam ayat ini, dua proses bhakti-yoga yang berbeda tersebut. Proses pertama menyangkut orang yang sudah sungguh-sungguh mengembangkan ikatan kepada Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, melalui cinta-bhakti rohani. Proses kedua dimaksudkan untuk orang yang belum mengembangkan ikatan terhadap Kepribadian Yang Paling Utama melalui cinta-bhakti rohani. Berbagai aturan dan peraturan sudah ditetapkan untuk golongan kedua tersebut. Aturan itu dapat diikuti supaya akhirnya mereka diangkat sampai tingkat ikatan kepada Krishna.
   Bhakti-yoga berarti penyucian indera-indera. Saat ini dalam kehidupan material indera-indera selalu tidak suci, sebab indera-indera sibuk dalam kepuasan indera-indera. Tetapi indera-indera tersebut dapat disucikan melalui latihan bhakti-yoga, dan dalam keadaan suci indera-indera berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan material ini, barangkali kita sibuk melayani seorang majikan, tetapi kita tidak sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada majikan dengan cinta kasih. Kita hanya mengabdi untuk mendapat uang. Majikan juga tidak mencintai karyawannya; dia menerima pengabdian kita dan kemudian memberi gaji. Karena itu, tidak ada cinta kasih dalam hubungan tersebut. Tetapi seseorang harus diangkat sampai tingkat cinta-bhakti yang murni untuk kehidupan rohani. Tingkat cinta-bhakti itu dapat dicapai melalui latihan pengabdian suci, yang dilakukan dengan indera-indera yang kita miliki sekarang.
   Saat ini cinta-bhakti tersebut terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang bersemayam di dalam hati semua orang berada dalam keadaan tidur. Cinta-bhakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berada di dalam hati orang terwujud dengan berbagai cara, tetapi cinta-bhakti itu dicemarkan oleh pergaulan material. Sekarang hati kita harus disucikan dari pergaulan material, dan cintabhakti yang wajar kepada Krishna yang bersemayam di dalam hati kita harus dihidupkan kembali. Itulah seluruh proses yang dimaksud.
   Untuk mempraktekkan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga, seseorang harus mengikuti beberapa prinsip tertentu di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang ahli: Sebaiknya dia bangun pagi-pagi, mandi, masuk tempat sembahyang, berdoa dan mengucapkan mantra Hare Krishna, kemudian mengumpulkan bunga untuk dipersembahkan kepada Arca, menerima prasādam, dan sebagainya. Ada berbagai aturan dan peraturan yang harus diikuti orang. Hendaknya seseorang juga senantiasa mendengar Bhagavad-gita dan Srimad-Bhagavatam dari para penyembah yang murni. Latihan tersebut dapat membantu semua orang untuk diangkat sampai tingkat cinta-bhakti kepada Tuhan, dan pada waktu itu ia pasti akan maju hingga memasuki kerajaan rohani Tuhan. Latihan bhakti-yoga tersebut, di bawah aturan dan peraturan, dengan petunjuk-petunjuk  dari seorang guru kerohanian, pasti akan membawa seseorang sampai tingkat cinta-bhakti kepada Tuhan.





12.10

 

abhyāse 'py asamartho 'si
mat-karma-paramo bhava
mad-artham api karmaṇi
kurvan siddhim avāpsyasi

 abhyāse—dalam mempraktekkan; api—kalaupun; asamarthaḥ—tidak sanggup; asi—engkau adalah; mat-karma—pekerjaan-Ku; paramaḥ—dipersembahkan kepada; bhava—menjadi; mat-artham—demi-Ku; api—walaupun; karmaṇi—pekerjaan; kurvan—melakukan; siddhim—kesempurnaan; avāpsyasi—engkau akan mencapai.


Terjemahan

Kalau engkau tidak sanggup mengikuti latihan aturan bhakti-yoga, cobalah bekerja untuk-Ku, sebab dengan bekerja untuk-Ku, engkau akan mencapai tingkat yang sempurna.


Penjelasan

Orang yang tidak dapat mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga, di bawah bimbingan seorang guru kerohanian, masih dapat ditarik sampai tingkat kesempurnaan tersebut dengan cara bekerja untuk Tuhan Yang Maha Esa. Cara melakukan pekerjaan tersebut sudah dijelaskan dalam ayat lima puluh lima dari Bab Sebelas. Hendaknya seseorang simpatik terhadap kegiatan mengajarkan kesadaran Krishna. Ada banyak penyembah yang tekun mengajarkan kesadaran Krishna, dan mereka perlu dibantu. Jadi, kalau seseorang tidak sanggup mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga secara langsung, ia dapat berusaha membantu pekerjaan seperti itu. Tiap-tiap usaha memerlukan tanah, modal, organisasi dan tenaga. Seperti halnya dalam usaha dagang seseorang memerlukan tempat tinggal, sejumlah modal untuk digunakan, sejumlah tenaga dan organisasi untuk memperluas kegiatan, begitu pula bahan-bahan yang sama dibutuhkan dalam pengabdian kepada Krishna. Satu-satunya perbedaan ialah bahwa dalam keduniawian seseorang bekerja demi kepuasan indera-indera. Akan tetapi, pekerjaan yang sama dapat dilakukan demi kepuasan Krishna, dan itulah kegiatan rohani. Kalau seseorang memiliki dana secukupnya, ia dapat membantu mendirikan kantor atau tempat sembahyang untuk mengajarkan kesadaran Krishna. Ia dapat membantu dengan penerbitan. Ada berbagai lapangan kegiatan, dan hendaknya seseorang tertarik pada kegiatan seperti itu. Kalau seseorang tidak dapat mengorbankan hasil kegiatannya, orang yang sama masih dapat mengorbankan sebagian dari hasil pekerjaannya untuk mengajarkan kesadaran Krishna. Mengabdikan diri secara sukarela seperti itu demi kepentingan kesadaran Krishna akan membantu seseorang untuk naik tingkat sampai tingkat yang lebih tinggi dalam cinta-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan pada waktu ia mencapai tingkat itu, ia menjadi sempurna.




12.11

 

athaitad apy aśakto 'si
kartuḿ mad-yogam āśritaḥ
sarva-karma-phala-tyāgaḿ
tataḥ kuru yatātmavān

atha—walaupun; etat—ini; api—juga; asaktaḥ—tidak sanggup; asi—engkau adalah; kartum—melakukan; mat—kepada-Ku; yogam—dalam bhakti; āśritaḥ—berlindung; sarva-karma—dari segala kegiatan; phala—dari hasil; tyāgam—melepaskan ikatan; tataḥ—kemudian; kuru—lakukan; yata-ātma-vān—mantap dalam sang diri.


Terjemahan

Akan tetapi, kalau engkau tidak sanggup bekerja sambil sadar kepada-Ku seperti ini, cobalah bertindak dengan melepaskan segala hasil dari pekerjaanmu dan berusaha menjadi mantap dalam diri sendiri.


Penjelasan

Mungkin seseorang tidak dapat ikut simpatik dengan kegiatan kesadaran Krishna karena pertimbangan masyarakat, keluarga, keagamaan atau alangan lain. Kalau seseorang menjadi terikat secara langsung pada kegiatan kesadaran Krishna, barangkali anggota keluarganya berkeberatan, atau ada banyak kesulitan yang lain. Orang yang mengalami masalah seperti itu dianjurkan mengorbankan hasil kegiatannya yang sudah dikumpulkan untuk suatu tujuan yang baik. Prosedur-prosedur seperti itu diuraikan dalam aturan Veda. Ada banyak uraian tentang korban-korban suci dan fungsi-fungsi khusus punya, atau pekerjaan khusus untuk menggunakan hasil perbuatan seseorang dari dahulu. Dengan cara demikian, berangsur-angsur seseorang dapat naik tingkat sampai tingkat pengetahuan. Juga dilihat bahwa bila orang yang tidak tertarik pada kegiatan kesadaran Krishna memberi sumbangan kepada rumah sakit atau lembaga sosial lainnya, ia menyerahkan hasil kegiatannya yang telah diperoleh sesudah bekerja dengan keras. Kegiatan itu juga dianjurkan di sini, sebab melalui cara melepaskan hasil kegiatan seseorang pasti menyucikan pikirannya tahap demi tahap. Kalau pikiran seseorang sudah disucikan, ia dapat mengerti kesadaran Krishna. Tentu saja kesadaran Krishna tidak bergantung pada pengalaman lain, sebab kesadaran Krishna dengan sendirinya dapat menyucikan pikiran seseorang. Tetapi kalau ada alangan sehingga seseorang tidak dapat mulai melakukan kesadaran Krishna ia dapat berusaha menyerahkan hasil perbuatannya. Dalam hal ini, pengabdian sosial, pengabdian kepada masyarakat, pengabdian kepada bangsa, pengorbanan untuk negara, dan sebagainya, dapat diterima supaya pada suatu hari seseorang dapat mencapai tingkat bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagavad-gita (18.46) dinyatakan, yataḥ pravrttir bhūtānām: kalau seseorang memutuskan untuk berkorban demi kepentingan utama, walaupun ia tidak mengetahui bahwa kepentingan yang paling utama itu adalah Krishna, berangsur-angsur dia akan mengerti bahwa Krishna adalah sebab utama melalui metode korban suci.




12.12

 

śreyo hi jñānam abhyāsāj
jñānād dhyānaḿ viśiṣyate
dhyānāt karma-phala-tyāgas
tyāgāc chāntir anantaram

śreyaḥ—lebih baik; hi—pasti; jñānam—pengetahuan; abhyāsāt—latihan; jñānāt—daripada pengetahuan; dhyānam—semadi; viśiṣyate—dianggap lebih baik; dhyānāt—daripada semadi; karma-phala-tyāgaḥ—melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; tyāgāt—dengan melepaskan ikatan seperti itu; śāntiḥ—kedamaian; anantaram—sesudah itu.


Terjemahan

Kalau engkau tidak sanggup mengikuti latihan tersebut, tekunilah pengembangan pengetahuan. Akan tetapi, semadi lebih baik daripada pengetahuan, dan melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan lebih baik daripada semadi, sebab dengan melepaskan ikatan seperti itu seseorang dapat mencapai kedamaian jiwa.


Penjelasan

Sebagaimana disebut dalam ayat-ayat sebelumnya, ada dua jenis bhakti: Cara prinsip-prinsip yang mengatur dan cara ikatan penuh dalam cinta-bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang sungguh-sungguh tidak sanggup mengikuti prinsip-prinsip kesadaran Krishna lebih baik mengembangkan pengetahuan, sebab pengetahuan memungkinkan seseorang mengerti kedudukannya yang sebenarnya. Berangsur-angsur pengetahuan akan berkembang sampai tingkat semadi. Dengan semadi seseorang dapat mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa melalui proses yang bertahap. Ada proses-proses yang menyebabkan orang menganggap Diri-Nya Yang Mahakuasa, dan jenis semadi seperti itu lebih disukai kalau seseorang tidak sanggup menekuni bhakti. Kalau seseorang tidak sanggup seperti itu, ada tugas-tugas kewajiban yang dianjurkan, sebagaimana ditetapkan dalam kesusasteraan Veda, untuk para brahmaṇā, ksatriya, vaisya, dan sudra. Tugas-tugas itu diuraikan dalam bab terakhir dari Bhagavad-gita. Tetapi dalam segala keadaan, hendaknya seseorang menyerahkan hasil atau buah dari pekerjaannya; ini berarti menggunakan hasil karma untuk tujuan yang baik.
   Sebagai ringkasan, untuk mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, tujuan tertinggi, ada dua proses: Salah satu proses ialah melalui perkembangan secara bertahap, dan proses lainnya secara langsung. Bhakti dalam kesadaran Krishna ialah metode langsung, dan metode lainnya menyangkut pelepasan ikatan terhadap hasil kegiatan. Dengan demikian, seseorang dapat mencapai tingkat pengetahuan, kemudian tingkat semadi, kemudian tingkat pengertian Roh Yang Utama, kemudian tingkat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat mengikuti proses tahap demi tahap atau jalan secara langsung. Proses langsung tidak mungkin dilakukan oleh semua orang; karena itu, proses tidak langsung juga baik. Akan tetapi, dimengerti bahwa proses tidak langsung tidak dianjurkan untuk Arjuna, sebab Arjuna sudah berada pada tingkat cinta-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Proses tidak langsung dimaksudkan untuk orang lain, yang belum mencapai tingkat ini. Sebaiknya mereka mengikuti proses bertahap yang terdiri dari pelepasan ikatan, pengetahuan, semadi dan keinsafan terhadap Roh Yang Utama dan Brahman. Bhagavad-gita menitikberatkan proses langsung. Dianjurkan supaya semua orang mengikuti metode langsung dan menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna.


12.13-14

 

adveṣṭā sarva-bhūtānāḿ
maitraḥ karuṇa eva ca
nirmamo nirahańkāraḥ
sama-duḥkha-sukhaḥ kṣamī


santuṣṭaḥ satataḿ yogī
yatātmā dṛḍha-niścayaḥ
mayy arpita-mano-buddhir
yo mad-bhaktaḥ sa me priyaḥ

adveṣṭā—tidak iri; sarva-bhūtānām—terhadap semua makhluk; maitraḥ—ramah; karuṇaḥ—murah hati; evā—pasti; ca—juga; nirmamaḥ—bebas dari rasa memiliki sesuatu; nirahańkāraḥ—bebas dari keakuan yang palsu; sama—sama; duḥkha—dalam dukacita; sukhaḥ—dan kebahagiaan; kṣamī—memaafkan; santuṣṭaḥ—puas; satatam—selalu; yogī—orang yang tekun dalam bhakti; yata-ātmā—mengendalikan diri; dṛḍha-niścayaḥ—dengan ketabahan hati; mayi—kepada-Ku; arpita—tekun; manaḥ—pikiran; buddhiḥ—dan kecerdasan; yaḥ—orang yang; mat-bhaktaḥ—penyembah-Ku; saḥ—dia; me—kepada-Ku; priyaḥ—dicintai.


Terjemahan

Orang yang tidak iri tetapi menjadi kawan baik bagi semua makhluk hidup, tidak menganggap Diri-Nya pemilik, bebas dari keakuan palsu, bersikap sama baik dalam suka maupun duka, bersikap toleransi, selalu puas, mengendalikan diri, tekun dalam bhakti dengan ketabahan hati, dengan pikiran dan kecerdasannya dipusatkan kepada-Ku—penyembah-Ku yang seperti itu sangat Kucintai.


Penjelasan

Sekali lagi Krishna membicarakan soal bhakti yang murni dan menguraikan kwalifikasi rohani seorang penyembah yang murni dalam dua ayat ini. Seorang penyembah murni tidak pernah goyah dalam keadaan manapun. Penyembah murni juga tidak iri kepada siapapun. Seorang penyembah tidak menjadi musuh bagi musuhnya; dia berpikir, Orang ini sedang bertindak sebagai musuh saya karena perbuatan salah yang telah saya lakukan dahulu kala. Karena itu, lebih baik menderita daripada mengadu." Dalam Srimad-Bhagavatam (10.14.8) dinyatakan: tat te 'nukampam susamiksamano bhunjana evatmakrtam vipakam. Bilamana seorang penyembah berdukacita atau sudah jatuh ke dalam kesulitan, dia berpikir itu karunia Tuhan terhadap Diri-Nya. Dia berpikir, Akibat kesalahan saya dari dahulu seharusnya saya menderita jauh lebih banyak daripada penderitaan yang saya alami sekarang. Karena itu, atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, saya tidak mendapat segala hukumannya yang seharusnya saya terima. Saya hanya diberi hukuman kecil, atas karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa." Karena itu, dia selalu tenang, diam dan sabar, meskipun ia mengalami banyak keadaan yang menyedihkan. Seorang penyembah selalu baik hati kepada semua orang, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. Nirmama berarti seorang penyembah yang tidak begitu mementingkan rasa sakit dan kesulitan yang menyangkut badan, sebab ia mengetahui secara sempurna bahwa Diri-Nya bukan badan jasmani. Ia tidak mempersamakan Diri-Nya dengan badan; karena itu, dia bebas dari paham keakuan palsu dan dia seimbang, baik dalam suka maupun duka. Dia bersikap toleransi, puas dengan apa yang diperolehnya atas karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dia tidak berusaha terlalu banyak untuk mencapai sesuatu yang mengharuskan ia mengalami kesulitan yang besar. Karena itu, dia selalu riang. Dia ahli kebatinan yang sempurna dan lengkap karena dia mantap dalam pelajaran yang diterima dari guru kerohaniannya. Oleh karena indera-inderanya sudah terkendalikan, ia bertabah hati. Dia tidak dipengaruhi oleh argumentasi yang palsu, sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengalihkan penyembah dari ketabahan bhakti yang mantap. Ia sadar sepenuhnya bahwa Krishna adalah Tuhan Yang Mahaabadi. Karena itu, tiada seorangpun yang dapat mengganggu Diri-Nya. Segala kwalifikasi tersebut memungkinkan ia memusatkan pikiran dan kecerdasannya sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Standar bhakti seperti itu tentu saja jarang sekali dicapai, tetapi seorang penyembah menjadi mantap pada tingkat itu dengan cara mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur bhakti. Di samping itu, Krishna menyatakan bahwa penyembah seperti itu sangat dicintai-Nya, sebab Krishna selalu senang dengan segala kegiatan penyembah itu yang sadar akan Krishna sepenuhnya.

12.15

 

yasmān nodvijate loko
lokān nodvijate ca yaḥ
harṣāmarṣa-bhayodvegair
mukto yaḥ sa ca me priyaḥ


yasmāt—darinya; na—tidak pernah; udvijate—digoyahkan; lokaḥ—orang; lokāt—dari orang; na—tidak pernah; udvijate—digoyahkan; ca—juga; yah—siapapun yang; harṣa—dari kebahagiaan; amarṣa—dukacita; bhaya—rasa takut; udvegaiḥ—dan rasa cemas; muktaḥ—dibebaskan; yaḥ—yang; saḥ—siapapun; ca—juga; me—kepada-Ku; priyaḥ—yang dicintai.


Terjemahan

Aku sangat mencintai orang yang tidak menyebabkan siapapun dipersulit, tidak digoyahkan oleh siapapun dan bersikap yang sama, baik dalam suka, duka, rasa takut maupun kecemasan.


Penjelasan

Beberapa kwalifikasi seorang penyembah diuraikan lebih lanjut. Seorang penyembah seperti itu tidak pernah menyebabkan seseorang di persulit, merasa cemas, takut atau kurang puas. Oleh karena seorang penyembah murah hati kepada semua orang, ia tidak bertindak dengan cara yang mencemaskan orang lain. Pada waktu yang sama, kalau orang lain berusaha menyebabkan seorang penyembah cemas, ia tidak goyah. Atas karunia Tuhan, dia sudah terlatih sehingga dia tidak digoyahkan oleh gangguan lahiriah manapun. Sebenarnya, oleh karena seorang penyembah selalu tekun dalam kesadaran Krishna dan bhakti, keadaan material seperti itu tidak dapat menggeser Diri-Nya. Pada umumnya orang duniawi senang sekali bila ada sesuatu untuk memuaskan indera-indera dan badannya, tetapi bila ia melihat orang lain mempunyai sesuatu untuk kepuasan mereka sedangkan ia belum memiliki benda itu, dia menyesal dan merasa iri. Bilamana dia menantikan balasan dari musuh, dia ketakutan, dan bilamana dia tidak dapat melaksanakan sesuatu dengan sukses dia merasa murung. Seorang penyembah yang selalu melampaui segala gangguan tersebut sangat dicintai oleh Krishna.




12.16

 

anapekṣaḥ śucir dakṣa
udāsīno gata-vyathaḥ
sarvārambha-parityāgī
yo mad-bhaktaḥ sa me priyaḥ


anapekṣaḥ—netral; śuciḥ—suci; dakṣaḥ—ahli; udāsīnaḥ—bebas dari rasa prihatin; gata-vyathaḥ—bebas dari segala dukacita; sarva-ārambha—dari segala usaha; parityāgī—orang yang melepaskan ikatan; yaḥ—siapapun yang; mat-bhaktaḥ—penyembah-Ku; saḥ—dia; me—kepada-Ku; priyaḥ—sangat dicintai.


Terjemahan


Aku sangat mencintai penyembah-Ku yang tidak bergantung pada jalan kegiatan yang biasa, yang suci, ahli, bebas dari rasa prihatin, bebas dari segala dukacita, dan tidak berusaha memperoleh suatu hasil atau pahala.

Penjelasan

Barangkali uang ditawarkan kepada seorang penyembah, tetapi hendaknya dia jangan berjuang untuk memperoleh uang itu. Kalau atas karunia Yang Mahakuasa uang datang dengan sendirinya kepada seorang penyembah, ia tidak goyah. Sewajarnya seorang penyembah mandi sekurang-kurangnya dua kali sehari dan bangun pagi-pagi untuk berbhakti. Karena itu, sewajarnya ia suci, baik secara lahir maupun batin. Seorang penyembah selalu ahli karena dia mengetahui sepenuhnya hakekat segala kegiatan hidup dan dia yakin terhadap Kitab-kitab Suci yang dapat dipercaya. Seorang penyembah tidak pernah memihak pada golongan tertentu; karena itu ia bebas dari rasa prihatin. Ia tidak pernah disakiti, sebab ia bebas dari segala julukan; ia mengetahui bahwa badannya adalah julukan. Karena itu, jika dia mengalami beberapa rasa sakit jasmani, dia tetap bebas. Seorang penyembah yang murni tidak berusaha mendapat sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip bhakti. Misalnya, mendirikan gedung besar memerlukan tenaga yang besar, dan seorang penyembah tidak memulai urusan seperti itu kalau kegiatan itu tidak memberi manfaat kepadanya dengan memajukan bhaktinya. Barangkali ia mendirikan tempat sembahyang untuk Krishna, dan untuk itu dia rela mengalami segala jenis rasa cemas, tetapi dia tidak mulai mendirikan rumah yang besar hanya untuk sanak keluarganya sendiri.




12.17

 

yo na hṛṣyati na dveṣṭi
na śocati na kāńkṣati
śubhāśubha-parityāgī
bhakti-mān yaḥ sa me priyaḥ

yaḥ—orang yang; na—tidak pernah; hṛṣyati—bersenang hati; na—tidak pernah; dveṣṭi—bersedih hati; na—tidak pernah; śocati—menyesalkan; na—tidak pernah; kāńkṣati—menginginkan; śubha—dari hal yang menguntungkan; aśubha—dan hal yang tidak menguntungkan; parityāgī—orang yang melepaskan ikatan; bhakti-mān—penyembah; yaḥ—orang yang; saḥ—dia adalah; me—kepada-Ku; priyaḥ—tercinta.


Terjemahan

Orang yang tidak bersenang hati atau bersedih hati, tidak menyesalkan atau menginginkan, dan melepaskan ikatan terhadap hal-hal yang menguntungkan dan tidak menguntungkan—seorang penyembah seperti itu sangat Kucintai.


Penjelasan

Seorang penyembah yang murni tidak senang atau sedih mengenai keuntungan dan kerugian material. Dia tidak mempunyai keinginan yang besar untuk mendapat putera atau murid, dan juga tidak bersedih hati bila tidak mendapat putera atau murid. Kalau dia kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya, dia tidak menyesal. Begitu pula, kalau dia tidak mendapat apa yang diinginkannya, dia tidak bersedih hati. Dia bersikap rohani di hadapan segala jenis kegiatan yang menguntungkan dan kegiatan yang berdosa dan tidak menguntungkan. Dia bersedia menanggung segala jenis resiko untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada hal-hal yang menjadi alangan dalam pelaksanaan bhaktinya. Seorang penyembah seperti itu sangat dicintai oleh Krishna.




12.18-19

 

samaḥ  śatrau ca mitre ca
tathā mānāpamānayoḥ
śītoṣṇa-sukha-duḥkheṣu
samaḥ  sańga-vivarjitaḥ


tulya-nindā-stutir maunī
santuṣṭo yena kenacit
aniketaḥ sthira-matir
bhakti-mān me priyo naraḥ

samaḥ—sama; śatrau—terhadap musuh; ca—juga; mitre—terhadap seorang kawan; ca—juga; tathā—seperti itu; māna—dalam penghormatan; apamānayoḥ—dan penghinaan; Śīta—dalam keadaan dingin; uṣṇa—panas; sukha—suka; duḥkheṣu—dan dukacita; samaḥ—seimbang; sańga-vivarjitaḥ—bebas dari segala pergaulan; tulya—sama; nindā—dalam fitnah; stutiḥ—dan kemashyuran; maunī—diam; santuṣṭaḥ—puas; yena kenacit—dengan apapun; aniketaḥ—tidak mempunyai tempat tinggal; sthira—mantap; matih—ketabahan hati; bhakti-mān—tekun dalam bhakti; me—kepada-Ku; priyaḥ—tercinta; naraḥ—seorang manusia.


Terjemahan

Orang yang bersikap sama terhadap kawan dan musuh, seimbang dalam penghormatan dan penghinaan, panas dan dingin, suka dan duka, kemashyuran dan fitnah, selalu bebas dari pergaulan yang mencemarkan, selalu diam dan puas dengan segala sesuatu, yang tidak mempedulikan tempat tinggal apapun, mantap dalam pengetahuan dan tekun dalam bhakti—orang seperti itu sangat -Kucintai.


Penjelasan

Seorang penyembah selalu bebas dari segala pergaulan yang buruk. Kadang-kadang seorang dipuji dan kadang-kadang dihina; itulah sifat masyarakat manusia. Tetapi seorang penyembah selalu melampaui kemashyuran dan penghinaan yang tidak wajar, suka maupun duka cita. Dia selalu sabar sekali. Dia tidak membicarakan sesuatupun selain hal-hal mengenai Krishna; karena itu dia disebut pendiam. Diam bukan berarti bahwa seseorang tidak boleh bicara; diam berarti hendaknya dia jangan mengatakan hal-hal yang tidak-tidak. Hendaknya seseorang hanya mengatakan yang perlu dikatakan, dan pembicaraan yang paling diperlukan untuk seorang penyembah ialah pembicaraan demi kepentingan Tuhan Yang Maha Esa. Seorang penyembah bahagia dalam segala keadaan; kadang-kadang ia mendapat makanan yang lezat sekali, kadang-kadang tidak, tetapi ia tetap puas. Dia tidak mempedulikan fasilitas tempat tinggal manapun. Barang kali ia tinggal di bawah pohon, dan kadang-kadang ia tinggal di gedung seperti istana; dia tidak tertarik kepada kedua-duanya. Dia disebut mantap, sebab ketabahan hati dan pengetahuannya sudah mantap. Mungkin kita menemukan kata-kata yang diulangi dalam uraian tentang kwalifikasi seorang penyembah, tetapi ini dimaksudkan untuk menegaskan kenyataan bahwa seorang penyembah harus memperoleh segala kwalifikasi tersebut. Tanpa kwalifikasi yang baik, seseorang tidak dapat menjadi penyembah yang murni. Harav abhaktasya kuto mahad-gunah: Orang yang bukan penyembah tidak mempunyai kwalifikasi baik apapun. Orang yang ingin diakui sebagai penyembah hendaknya mengembangkan sifat-sifat yang baik. Tentu saja dia tidak berusaha luar biasa untuk memperoleh segala kwalifikasi tersebut, tetapi kesibukan dalam kesadaran Krishna dan bhakti dengan sendirinya membantu dia untuk mengembangkan sifat-sifat itu.


12.20

 

ye tu dharmāmṛtam idaḿ
yathoktaḿ paryupāsate
śraddadhānā mat-paramā
bhaktās te 'tīva me priyāḥ

ye—orang yang; tu—tetapi; dharma—mengenai dharma; amṛtam—minuman kekekalan; idam—ini; yathā—sebagai; uktam—dikatakan; paryupāsate—tekun sepenuhnya; śraddadhānāḥ—dengan keyakinan; mat-paramaḥ—mengakui Aku, Tuhan Yang Maha Esa, sebagai segala sesuatu; bhaktaḥ—para penyembah; te—mereka; atīva—amat sangat; me—kepada-Ku; priyaḥ—tercinta.


Terjemahan

Aku sangat mencintai orang yang mengikuti jalan bhakti yang kekal ini, tekun sepenuhnya dengan keyakinan, dan menjadikan Aku sebagai tujuan tertinggi.


Penjelasan

Dalam bab ini, dari ayat dua sampai akhir bab—mulai dari mayy avesya mano ye mam (memusatkan pikiran kepada-Ku") sampai dengan ye tu dharmamṛtam idam (dharma kesibukan yang kekal")—Tuhan Yang Maha Esa sudah menjelaskan proses pengabdian rohani untuk mendekati Beliau. Proses-proses tersebut sangat dicintai oleh Krishna, dan Beliau menerima orang yang menekuni proses-proses itu. Pertanyaan tentang siapa yang lebih baik—orang yang menekuni jalan Brahman yang tidak bersifat pribadi atau orang yang tekun dalam pengabdian pribadi kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa—diajukan oleh Arjuna, dan Krishna menjawab pertanyaan Arjuna dengan cara yang begitu jelas sehingga tidak dapat diragu-ragukan sama sekali bahwa bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah proses keinsafan rohani yang paling baik. Dengan kata lain, dalam bab ini diputuskan bahwa melalui pergaulan yang baik seseorang dapat mengembangkan ikatan terhadap bhakti yang murni. Dengan demikian ia berguru kepada seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Dia mulai mendengar, memuji dan mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur bhakti dengan keyakinan, ikatan dan sikap bhakti yang setia atas perintah dari guru kerohanian. Dengan cara demikian dia menjadi tekun dalam pengabdian rohani kepada Tuhan. Inilah jalan yang dianjurkan dalam bab ini; karena itu, tidak dapat diragukan bahwa bhakti adalah satu-satunya jalan mutlak untuk keinsafan diri, yaitu untuk mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Paham Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, sebagaimana diuraikan dalam bab ini, dianjurkan hanya sampai saat seseorang menyerahkan Diri-Nya untuk keinsafan diri. Dengan kata lain, selama seseorang belum mendapat kesempatan untuk bergaul dengan seorang penyembah yang murni, paham yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan mungkin bermanfaat. Dalam paham Kebenaran Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, seseorang bekerja tanpa mencari hasil atau pahala, bersemadi dan mengembangkan pengetahuan untuk mengerti tentang alam dan hal-hal rohani. Ini diperlukan selama seseorang tidak bergaul dengan seorang penyembah yang murni. Untungnya, kalau seseorang mengembangkan keinginan untuk menekuni kesadaran Krishna secara langsung dalam bhakti yang murni, ia tidak perlu menjalankan perbaikan langkah demi langkah dalam keinsafan diri. Bhakti, sebagaimana diuraikan dalam enam bab pertengahan Bhagavad-gita, lebih serasi. Seseorang tidak perlu khawatir tentang bahan-bahan untuk memelihara jiwa dan raganya, sebab atas karunia Tuhan segala sesuatu dilaksanakan dengan sendiri-Nya.

Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Dua belas Srimad Bhagavad-gita perihal Pengabdian Suci Bhakti."



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Visit Related Posts Below:

















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    Alam, Kepribadian Yang Menikmati dan Kesadaran
      

    13.1-2

    Arjuna uvāca
    prakṛtiḿ puruṣaḿ caiva
    kṣetraḿ kṣetra-jñam eva ca
    etad veditum icchāmi
    jñānaḿ jñeyaḿ ca keśava


    śrī-bhagavān uvāca
    idaḿ śarīraḿ kaunteya
    kṣetram ity abhidhīyate
    etad yo vetti taḿ prāhuḥ
    kṣetra-jña iti tad-vidaḥ

    Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; prakṛtim—alam; puruṣam—yang menikmati; ca—juga; evā—pasti; kṣetram—lapangan; kṣetra-jñam—yang mengenal lapangan; evā—pasti; ca—juga; etat—semua ini; veditum—mengerti; icchāmi—hamba ingin; jñānam—pengetahuan; jñeyam—obyek pengetahuan; ca—juga; keśava—o Krishna; Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; idam—ini; śārīram—badan; kaunteya—wahai putera Kuntī ; kṣetram—lapangan; iti—demikian; abhidhīyate—disebut; etat—ini; yaḥ—orang yang; vetti—mengenal; tam—dia; prāhuḥ—disebut; kṣetra-jñaḥ—yang mengenal lapangan; iti—demikian; tat-vidaḥ—oleh orang yang mengetahui hal ini.


    Terjemahan

    Arjuna berkata: O Krishna yang hamba cintai, hamba ingin mengetahui tentang prakṛti [alam] purusa [yang menikmati], lapangan dan yang mengenal lapangan, pengetahuan dan obyek pengetahuan. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Wahai putera Kuntī, badan ini disebut lapangan, dan yang mengetahui tentang badan ini disebut yang mengetahui lapangan.


    Penjelasan

    Arjuna ingin tahu tentang prakṛti (alam), purusa (yang menikmati), kṣetra (lapangan), ksetrajna (yang mengetahuinya), serta pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ketika Arjuna bertanya tentang segala hal ini, Krishna menyatakan bahwa badan ini disebut lapangan dan orang yang mengetahui tentang badan ini disebut yang mengetahui lapangan. Badan ini adalah lapangan kegiatan bagi roh yang terikat. Roh yang terikat terperangkap dalam keberadaan material, dan ia berusaha untuk berkuasa atas alam material. Karena itu, ia mendapat sebuah lapangan kegiatan menurut kesanggupannya untuk berkuasa atas alam material. Lapangan kegiatan itu adalah badan. Apa arti badan? Badan terdiri dari indera-indera. Roh yang terikat ingin menikmati kepuasan indera-indera, dan ia diberi sebuah badan, atau lapangan kegiatan, menurut kecakapannya untuk menikmati kepuasan indera-indera. Karena itu, badan disebut kṣetra atau lapangan kegiatan untuk roh yang terikat. Orang yang mempersamakan Diri-Nya dengan badan disebut ksetrajna, yang berarti yang mengetahui lapangan. Tidak sulit mengerti perbedaan antara lapangan dan yang mengetahui lapangan, yakni antara badan dan yang mengetahui badan. Siapa pun dapat mengerti bahwa semenjak masa kanak-kanak sampai masa tua ia mengalami banyak perubahan badan, namun Diri-Nya tetap satu kepribadian, dan ia tetap ada. Karena itu, ada perbedaan antara yang mengetahui lapangan kegiatan dan lapangan kegiatan yang nyata. Roh yang terikat yang masih hidup dapat mengerti bahwa Diri-Nya berbeda dari badan. Pada permulaan diuraikan—dehino `smin—yaitu makhluk hidup berada di dalam badan dan badan mengalami perubahan dari masa bayi sampai masa kanak-kanak, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja, masa remaja sampai masa tua. Kepribadian yang memiliki badan mengetahui bahwa badan sedang mengalami perubahan. Pemilik badan jelas adalah ksetrajna. Kadang-kadang kita berpikir, Saya berbahagia,"  Saya laki-laki," Saya wanita," Saya anjing," Saya kucing." Inilah juluk anjulukan jasmani terhadap dia yang mengetahui. Tetapi yang mengetahui berbeda dari badan. Meskipun kita menggunakan banyak benda—pakaian kita dan sebagainya—kita mengetahui bahwa diri kita berbeda dari benda-benda yang digunakan. Seperti itu pula, dengan mempertimbangkan hal ini kita juga mengerti bahwa diri kita berbeda dari badan. Anda atau saya atau siapa pun yang memiliki badan disebut ksetrajna, yaitu yang mengetahui lapangan kegiatan, sedangkan badan disebut kṣetra, atau lapangan kegiatan.
       Dalam enam bab pertama dari Bhagavad-gita, yang mengenal badan (makhluk hidup) dan kedudukan yang memungkinkan makhluk hidup mengerti Tuhan Yang Maha Esa diuraikan. Dalam enam bab pertengahan Bhagavad-gita, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa serta hubungan antara roh yang individual dan Roh Yang Utama sehubungan dengan bhakti diuraikan. Kedudukan tertinggi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa serta kedudukan roh individual yang selalu lebih rendah didefinisikan dengan pasti dalam bab-bab ini. Kedudukan para makhluk hidup lebih rendah dalam segala keadaan, tetapi mereka sedang menderita karena mereka lupa. Bila makhluk hidup dibebaskan dari kebodohan oleh kegiatan yang saleh, mereka mendekati Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai kedudukan—sebagai yang berduka cita, orang yang kekurangan uang, orang yang ingin tahu, dan orang yang ingin mencari pengetahuan. Hal itu juga diuraikan. Sekarang, mulai dengan Bab Tiga belas, dijelaskan bagaimana makhluk hidup berhubungan dengan alam material dan bagaimana cara ia diselamatkan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui berbagai jenis kegiatan untuk membuahkan hasil, pengembangan pengetahuan, dan pelaksanaan bhakti. Walaupun makhluk hidup berbeda sama sekali dari badan jasmani, entah bagaimana timbullah hubungan antara makhluk dan badan. Hal ini juga dijelaskan.





    13.3

     

    kṣetra-jñaḿ cāpi māḿ viddhi
    sarva-kṣetreṣu bhārata
    kṣetra-kṣetrajñayor jñānaḿ
    yat taj jñānaḿ mataḿ mama

    kṣetra-jñam—yang mengetahui lapangan; ca—juga; api—pasti; mām—Aku; viddhi—mengetahui; sarva—semua; kṣetreṣu—di dalam lapangan-lapangan jasmani; Bhārata—wahai putera Bhārata ; kṣetra—lapangan kegiatan (badan); kṣetra-jñayoḥ—dan yang mengetahui lapangan; jñānam—pengetahuan tentang; yat—itu yang; tat—itu; jñānam—pengetahuan; matam—pendapat; mama—milik-Ku.


    Terjemahan

    Wahai putera keluarga Bhārata, engkau harus mengerti bahwa Aku juga yang mengetahui di dalam semua badan. Pengetahuan berarti mengerti badan ini dan dia yang mengetahui badan ini. Itulah pendapat-Ku.


    Penjelasan

    Dalam diskusi perihal badan dan dia yang mengetahui badan, roh dan Roh Yang Utama, kita akan menemukan tiga mata pelajaran yaitu; Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup dan alam. Ada dua roh dalam setiap lapangan kegiatan, dalam setiap badan yaitu; roh individual dan Roh Yang Utama. Oleh karena Roh Yang Utama adalah penjelmaan yang berkuasa penuh dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, Krishna bersabda, Aku juga yang mengetahui, tetapi Aku bukan individu yang mengetahui tentang badan. Akulah Yang Mahatahu. Aku berada dalam setiap badan sebagai Paramatma, atau Roh Yang Utama."
       Orang yang mempelajari mata pelajaran lapangan kegiatan serta yang mengetahui kegiatan secara terperinci sekali, menurut Bhagavad-gita, dapat mencapai pengetahuan.
       Tuhan Yang Maha Esa bersabda, Akulah yang mengetahui lapangan kegiatan di dalam tiap-tiap badan individual." Barangkali roh yang individual mengetahui badannya sendiri, tetapi dia tidak mengetahui badan-badan lain. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam semua badan sebagai Roh Yang Utama, mengetahui segala sesuatu tentang semua badan. Beliau mengetahui semua badan dalam segala jenis kehidupan. Seorang warga negara barangkali mengetahui segala sesuatu tentang sepetak tanah yang dimilikinya, tetapi rājā  tidak hanya mengetahui tentang istananya tetapi semua harta benda yang dimiliki oleh tiap-tiap warga negara. Seperti itu pula seseorang memiliki badan pribadinya, tetapi Tuhan Yang Maha Esa memiliki semua badan. Rājā  adalah pemilik kerajaan yang pertama, dan warga negara adalah pemilik kedua. Begitu pula, Tuhan Yang Maha Esa adalah Yang Mahakuasa yang memiliki semua badan.
       Badan terdiri dari indera-indera. Tuhan Yang Maha Esa adalah Hrsikesa, yang berarti, Yang mengendalikan indera-indera." Tuhan Yang Maha Esa adalah Pengendali pertama indera-indera, seperti halnya rājā  adalah kepribadian pertama yang mengendalikan semua kegiatan negara; para warga negara adalah para pengendali yang kedua. Krishna bersabda, Aku juga yang mengetahui." Ini berarti Beliau adalah Yang Mahatahu; roh yang individual hanya mengetahui badannya sendiri. Dalam kesusasteraan Veda, ini dinyatakan sebagai berikut:

    kṣetrāṇi hi śarīrāṇi
    bījaḿ cāpi śubhāśubhe
    tāni vetti sa yogātmā
    tataḥ kṣetra-jña ucyate

    Badan ini disebut kṣetra. Pemilik badan tinggal di dalam badan bersama Tuhan Yang Maha Esa, yang mengetahui badan dan pemilik badan. Karena itu, Beliau disebut yang mengetahui segala lapangan. Perbedaan antara lapangan kegiatan, yang mengenal kegiatan, dan Yang Mahatahu yang mengetahui segala kegiatan diuraikan sebagai berikut. Pengetahuan yang sempurna tentang kedudukan dasar badan, kedudukan dasar roh yang individual dan kedudukan dasar Roh Yang Utama dikenal dalam kesusasteraan Veda sebagai jñāna. Itulah pendapat Krishna. Kalau seseorang mengerti bahwa sang roh dan Roh Yang Utama adalah satu namun berbeda, maka pengertian itu disebut pengetahuan. Orang Yang tidak mengetahui lapangan kegiatan dan juga tentang yang mengetahui kegiatan belum memiliki pengetahuan yang sempurna. Seseorang harus mengerti kedudukan prakṛti (alam), purusa (yang menikmati alam) dan Isvara (yang mengetahui yang berkuasa atau yang mengendalikan alam dan roh yang individual). Hendaknya orang jangan keliru tentang ketiga hal tersebut dalam kedudukannya masing-masing. Sebaiknya seseorang jangan keliru tentang kedudukan pelukis, lukisan dan kuda-kuda papan tulis yang dipakai untuk melukis. Dunia material, yaitu lapangan kegiatan, adalah alam, dan makhluk hidup menikmati alam. Yang Mahakuasa, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa berada di atas kedua-duanya. Dalam Veda dinyatakan (svetasvatara Upanisad 1.12), bhokta bhogyam preritaram ca matva / sarvam proktām tri-vidham brahmam etat. Ada tiga paham Brahman: Prakrti adalah Brahman sebagai lapangan kegiatan, dan jiva (roh yang individual) juga Brahman dan ia sedang berusaha mengendalikan alam material, dan Yang mengendalikan kedua-duanya juga Brahman tetapi Beliaulah yang sungguh-sungguh mengendalikan.
       Dalam bab ini juga akan dijelaskan bahwa di antara kedua kepribadian yang mengetahui, yang satu (roh yang individual) dapat gagal sedangkan yang lain (Tuhan Yang Maha Esa) tidak pernah gagal. Kedudukan yang satu (roh yang individual) lebih rendah, sedangkan kedudukan yang kedua (Tuhan Yang Maha Esa) lebih tinggi. Orang yang menganggap kedua kepribadian yang mengetahui lapangan adalah satu dan sama saja menentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersabda di sini dengan jelas sekali, Aku juga yang mengetahui lapangan kegiatan." Orang yang keliru dan menganggap tali adalah ular tidak memiliki pengetahuan. Ada berbagai jenis badan, dan berbagai pemilik badan-badan. Oleh karena tiap-tiap roh individual mempunyai kesanggupan pribadi untuk berkuasa atas alam material, ada berbagai jenis badan. Tetapi Yang Mahakuasa bersemayam di dalam semuanya sebagai Yang Mengendalikan. Kata ca bermakna, sebab kata itu menunjukkan jumlah badan-badan. Itulah pendapat Srila Baladeva Vidyabhusana. Krishna adalah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam tiap-tiap badan mendampingi roh yang individual. Krishna menyatakan dengan jelas di sini bahwa Roh Yang Utama mengendalikan lapangan kegiatan dan juga mengendalikan kepribadian terbatas yang menikmati.




    13.4

     

    tat kṣetraḿ yac ca yādṛk ca
    yad-vikāri yataś ca yat
    sa ca yo yat-prabhāvaś ca
    tat samāsena me śṛṇu

    tat—itu; kṣetram—lapangan kegiatan; yat—apa; ca—juga; yādṛk—menurut kedudukannya yang sebenarnya; ca—juga; yat—mempunyai apa; vikāri—perubahan; yataḥ—dari mana; ca—juga; yat—apa; saḥ—dia; ca—juga; yaḥ—yang; yat—mempunyai apa; prabhāvaḥ—pengaruh; ca—juga; tat—itu; samāsena—sebagai ringkasan; me—dari-Ku; śṛṇu—mengerti.



    Terjemahan

    Sekarang dengarlah uraian singkat dari-Ku tentang lapangan kegiatan ini serta bagaimana kedudukan dasar lapangan kegiatan, bagaimana perubahannya, darimana sumbernya, siapa yang mengetahui lapangan kegiatan, dan bagaimana pengaruh-pengaruhnya.


    Penjelasan

    Krishna sedang menguraikan lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui lapangan kegiatan dalam kedudukan dasarnya. Seseorang harus mengetahui bagaimana kedudukan dasar badan ini, bahan-bahan yang merupakan badan ini, siapa yang mengendalikan pekerjaan badan ini, sumber perubahan-perubahan, sebab-sebab, alasan-alasan, bagaimana tujuan tertinggi bagi roh yang individual, dan bagaimana bentuk sejati roh yang individual. Seseorang juga harus mengetahui perbedaan antara roh yang individual dan Roh Yang Utama, berbagai pengaruhnya, kekuatannya yang terpendam dan sebagainya. Seseorang harus mengerti Bhagavad-gita ini secara langsung dari uraian yang diberikan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan segala hal tersebut akan menjadi jelas. Tetapi orang harus hati-hati agar tidak menganggap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa di dalam tiap-tiap badan bersatu dengan roh yang individual, yaitu sang jiva. Anggapan tersebut adalah seperti mempersamakan Dia yang memiliki kekuatan dan dia yang tidak memiliki kekuatan.




    13.5

     


    ṛṣibhir bahudhā gītaḿ
    chandobhir vividhaiḥ pṛthak
    brahma-sūtra-padaiś caiva
    hetumadbhir viniścitaiḥ

    ṛṣibhiḥ—oleh resi-resi yang bijaksana; bahudhā—dalam berbagai cara; gītam—diuraikan; chandobhiḥ—oleh mantra-mantra Veda; vividhaiḥ—berbagai; pṛthak—dengan banyak cara; brahma-sūtra—dari Vedanta; padaiḥ—oleh pepatah-pepatah; ca—juga; evā—pasti; hetu-madbhiḥ—dengan sebab dan akibat; viniścitaiḥ—pasti.


    Terjemahan

    Pengetahuan itu tentang lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui kegiatan diuraikan oleh berbagai sastera Veda. Pengetahuan itu khususnya disampaikan dalam Vedanta-sutra dengan segala logika mengenai sebab dan akibat.


    Penjelasan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna adalah Penguasa tertinggi dalam menjelaskan pengetahuan tersebut. Namun, menurut kebiasaan, sarjana-sarjana yang bijaksana dan para penguasa baku selalu mengemukakan bukti dari penguasa-penguasa dari dahulu. Krishna sedang menjelaskan hal ini yang sering menimbulkan perselisihan pendapat mengenai apakah sang roh dan Roh Yang Utama bersatu atau berbeda dengan cara mengutip dari sebuah Kitab Suci, yaitu Vedanta, yang diakui sebagai sumber yang dapat dipercaya. Pertama-tama Krishna bersabda, Ini menurut berbagai resi." Di kalangan para resi, di samping Krishna Sendiri, Vyasadeva (Penyusun Vedanta-sutra) adalah seorang resi yang mulia. Perbedaan antara Roh Yang Utama dan roh yang individual dijelaskan secara sempurna di dalam Vedanta-sutra. Ayah Vyasadeva, Parasara, juga seorang resi yang mulia, Parasara menulis dalam buku-buku nya tentang kegiatan keagamaan, aham tvām ca tathānye. . . Kita—anda, saya dan berbagai makhluk hidup lainnya—semua bersifat rohani, meskipun kita berada di dalam badan-badan jasmani. Sekarang kita sudah jatuh ke dalam cara-cara tiga sifat alam material menurut karmakita masing-masing. Karena itu, beberapa orang berada pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi, dan beberapa berada di dalam alam yang rendah. Alam yang tinggi dan yang rendah ada karena kebodohan. Kedua alam tersebut diwujudkan dalam jumlah makhluk hidup yang tidak dapat dihitung. Tetapi Roh Yang Utama yang tidak pernah gagal tidak dipengaruhi oleh tiga sifat alam dan bersifat rohani. Begitu pula, dalam Veda yang asli, dibedakan antara sang roh, Roh Yang Utama dan badan, khususnya dalam Katha Upanisad. Ada banyak resi yang mulia yang sudah menjelaskan kenyataan ini, dan Parasaralah yang paling utama di antaranya. Kata chandobhiḥ berarti berbagai kesusasteraan Veda. Misalnya, Taittiriya Upanisad, sebagian dari Yajur Veda, menguraikan alam, makhluk hidup dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
       Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, kṣetra adalah lapangan kegiatan, dan ada dua jenis ksetrajna; yaitu makhluk hidup yang individual dan insan yang paling utama. Sebagaimana dinyatakan dalam Taittiriya Upanisad (2.9), brahma puccham pratistha. Ada manifestasi tenaga Tuhan Yang Maha Esa yang bernama annamayā , ketergantungan pada makanan untuk kehidupan. Ini merupakan keinsafan duniawi terhadap Yang Mahakuasa. Kemudian, dalam prāṇamayā , sesudah menginsafi Kebenaran Yang Paling Utama dalam makanan, seseorang dapat menginsafi Kebenaran Mutlak dalam gejala-gejala hidup atau bentuk-bentuk hidup. Dalam Jnānāmayā , keinsafan berkembang melampaui gejala-gejala hidup sampai tingkat berpikir, merasakan dan menginginkan. Kemudian ada keinsafan Brahman yang disebut vijñāna-mayā. Dalam keinsafan itu, pikiran dan gejala-gejala hidup makhluk dibedakan dari makhluk hidup itu sendiri. Tingkat berikutnya, yaitu tingkat yang paling tinggi, adalah anandamayā , keinsafan terhadap alam yang serba bahagia. Jadi, ada lima tingkat keinsafan Brahman, yang disebut brahma puccham. Di antara lima tahap tersebut, tiga yang pertama—annamayā , prāṇamayā  dan jñānamayā—menyangkut lapangan-lapangan kegiatan para makhluk hidup. Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut anandamayā , melampaui segala lapangan kegiatan tersebut. Dalam Vedanta-sutra, Yang Maha kuasa juga diuraikan dengan kata-kata, anandamayo 'bhyasat: Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersifat penuh kebahagiaan. Beliau menjelmakan Diri menjadi vijñānamayā , prāṇamayā , jñānamayā  dan annamayā  untuk menikmati kebahagiaan rohani-Nya. Di lapangan kegiatan, makhluk hidup dianggap yang menikmati. “nandamayā  berbeda dari makhluk hidup itu. Itu berarti bahwa kalau makhluk hidup mengambil keputusan untuk menikmati dengan cara menghubungkan Diri-Nya dengan anandamayā , maka ia menjadi sempurna. Inilah gambaran yang sebenarnya tentang Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Mahatahu tentang lapangan, sedangkan makhluk hidup mengetahui sebagai bawahan, dan bersifat lapangan kegiatan. Seseorang harus mencari kebenaran tersebut dalam Vedanta-sutra, atau Brahmasutra.
       Disebut di sini bahwa rumus-rumus Brahmasutra disusun dengan baik sekali menurut sebab dan akibat. Beberapa sutra, atau pepatah, tersebut adalah sebagai berikut: na viyad asruteh (2.3.2), natma sruteh (2.3.18), dan parat tu tac-chruteh (2.3.40). Pepatah pertama menunjukkan lapangan kegiatan, yang kedua menunjukkan makhluk hidup, dan yang ketiga menunjukkan Tuhan Yang Maha Esa, summum bonum di antara sagala perwujudan berbagai insan.





    13.6-7

     

    mahā-bhūtāny ahańkāro
    buddhir avyaktam eva ca
    indriyāṇi daśaikaḿ ca
    pañca cendriya-gocarāḥ


    icchā dveṣaḥ sukhaḿ duḥkhaḿ
    sańghātaś cetanā dhṛtiḥ
    etat kṣetraḿ samāsena
    sa-vikāram udāhṛtam

    mahā-bhūtāni—unsur-unsur besar; ahańkāraḥ—keakuan palsu; buddhiḥ—kecerdasan; avyaktam—yang tidak terwujud; evā—pasti; ca—juga; indriyāṇi—indera-indera; daśa-ekam—sebelas; ca—juga; pañca—lima; ca—juga; indriya-go-carāḥ—obyek-obyek indera; icchā—keinginan; dveṣaḥ—rasa benci; sukham—kebahagiaan; duḥkham—dukacita; sańghātaḥ—jumlah gabungan; cetanā—gejala-gejala hidup; dhṛtiḥ—ketabahan hati; etat—semua ini; kṣetram—lapangan kegiatan; samāsena—sebagai ringkasan; sa-vikāram—dengan hal-hal yang saling mempengaruhi; udāhṛtam—diterangkan dengan contoh.


    Terjemahan

    Lima unsur besar, keakuan palsu, kecerdasan, yang tidak terwujud, sepuluh indera dan pikiran, lima obyek indera, keinginan, rasa benci, kebahagiaan, dukacita, jumlah gabungan, gejala-gejala hidup, dan keyakinan-keyakinan—sebagai ringkasan, semua unsur tersebut merupakan lapangan kegiatan dan hal-hal yang saling mempengaruhi dari lapangan kegiatan.


    Penjelasan

    Dari segala pertanyaan resi-resi yang mulia yang dapat dipercaya, mantra-mantra Veda dan pepatah-pepatah Vedanta-sutra, unsur-unsur dunia ini dapat dimengerti sebagai berikut. Pertama ada tanah, air, api, udara dan angkasa. Ini merupakan lima unsur besar (mahabhuta). Kemudian ada keakuan palsu, kecerdasan dan tahap tidak terwujud dari tiga sifat alam. Kemudian ada lima indera untuk memperoleh pengetahuan yaitu; mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Kemudian lima indera yang bekerja; suara, kaki, tangan, dubur dan kemaluan. Kemudian, ada pikiran yang lebih halus daripada indera-indera. Pikiran berada di dalam badan dan dapat disebut indera di dalam. Karena itu, ada sebelas indera kalau kita menghitung pikiran sebagai salah satu indera. Kemudian ada lima obyek indera; bau, rasa, bentuk, rabaan dan suara. Jumlah gabungan dua puluh empat unsur tersebut disebut lapangan kegiatan. Kalau seseorang mempelajari dua puluh empat mata pelajaran tersebut secara analisis, ia dapat mengerti dengan baik tentang lapangan kegiatan. Kemudian ada rasa benci, keinginan, kebahagiaan dan dukacita, yang merupakan hal-hal saling mempengaruhi, perwujudan perwujudan lima unsur besar dalam badan kasar. Gejala-gejala hidup, yang diwujudkan melalui kesadaran dan keyakinan, adalah perwujudan badan halus—pikiran, kecerdasan, dan keakuan yang palsu. Unsur-unsur halus tersebut termasuk di dalam lapangan kegiatan.
        Lima unsur besar adalah perwujudan kasar keakuan palsu, yang kemudian mewujudkan tahap awal keakuan palsu yang disebut dengan istilah paham material atau tamasabuddhi, kecerdasan dalam kebodohan. Kemudian, ini mewujudkan tahap tidak terwujud tiga sifat alam material. Unsur-unsur alam material yang tidak terwujud disebut pradhana.
        Orang yang ingin mengetahui tentang dua puluh empat unsur secara terperinci serta hal-hal saling mempengaruhi dari unsur-unsur itu sebaiknya mempelajari filsafat tersebut secara lebih terperinci lagi. Dalam Bhagavad-gita, yang diberikan hanya ringkasan saja.
        Badan adalah perwujudan segala unsur tersebut, dan badan mengalami enam jenis perubahan: Badan dilahirkan, tumbuh, bertahan, menghasilkan sesuatu, kemudian mulai merosot, dan akhirnya pada tahap terakhir badan lenyap. Karena itu, lapangan adalah benda material yang tidak kekal. Akan tetapi, ksetrajna, yang mengetahui lapangan, adalah pemilik lapangan, dan ia berbeda dari lapangan itu.




    13.8-12

    (8)
    amānitvām adambhitvām
    ahiḿsā kṣāntir ārjavam
    ācāryopāsanaḿ śaucaḿ
    sthairyam ātma-vinigrahaḥ


    (9)
    indriyārtheṣu vairāgyam
    anahańkāra eva ca
    janma-mṛtyu-jarā-vyādhi-
    duḥkha-doṣānudarśanam


    (10)
    asaktir anabhiṣvańgaḥ
    putra-dāra-gṛhādiṣu
    nityaḿ ca sama-cittatvām
    iṣṭāniṣṭopapattiṣu


    (11)
    mayi cānanya-yogena
    bhaktir avyabhicāriṇī
    vivikta-deśa-sevitvām
    aratir jana-saḿsadi


    (12)
    adhyātma-jñāna-nityatvaḿ
    tattva-jñānārtha-darśanam
    etaj jñānam iti proktām
    ajñānaḿ yad ato 'nyathā

    amānitvām—sifat rendah hati; adambhitvām—bebas dari rasa bangga; ahiḿsā—tidak melakukan kekerasan; kṣāntiḥ—toleransi; ārjavam—kesederhanaan; ācārya-upāsanam—mendekati seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya; śaucam—kebersihan; sthairyam—sifat mantap; ātma-vinigrahaḥ—mengendalikan diri; indriya-artheṣu—dalam hal indera-indera; vairāgyam—pelepasan ikatan; anahańkāraḥ—bebas dari keakuan palsu; evā—pasti; ca—juga; janma—dari kelahiran; mṛtyu—kematian; jarā—usia tua; vyādhi—dan penyakit; duḥkha—dari dukacita; doṣa—kesalahan; anudarśanam—melihat; asaktiḥ—berada tanpa ikatan; anabhiṣvańgaḥ—berada tanpa pergaulan; putra—untuk putera; dāra—isteri; gṛha-ādiṣu—rumah, dan sebagainya; nityam—tetap; ca—juga; sama-cittatvām—keseimbangan; iṣṭa—yang diinginkan; aniṣṭa—dan yang tidak diinginkan; upapattiṣu—sesudah memperoleh; mayi—kepada-Ku; ca—juga; anaknya-yogena—oleh bhakti yang murni; bhaktiḥ—bhakti; avyabhicāriṇī—tanpa putus; vivikta—kepada yang sunyi; deśa—tempat-tempat; sevitvām—bercita-cita; aratiḥ—berada tanpa ikatan; jana-saḿsadi—terhadap rakyat umum; adhyātma—mengenai sang diri; jñāna—dalam pengetahuan; nityatvām—sifat tetap; tattva-jñāna—dari pengetahuan tentang kebenaran; artha—terhadap obyek; darśanam—filsafat; etat—semua ini; jñānam—pengetahuan; iti—demikian; proktām—dinyatakan; ajñānām—kebodohan; yat—itu yang; ataḥ—dari ini; anyathā—lain.


    Terjemahan

    Sifat rendah hati; kebebasan dari rasa bangga; tidak melakukan kekerasan; toleransi; kesederhanaan; mendekati seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya; kebersihan; sifat mantap; pengendalian diri; melepaskan ikatan terhadap obyek-obyek kepuasan indera-indera; kebebasan dari keakuan yang palsu; mengerti buruknya kelahiran; kematian; usia tua dan penyakit; ketidakterikatan; kebebasan dari ikatan terhadap anak-anak; isteri; rumah dan sebagainya; keseimbangan pikiran di tengah-tengah kejadian yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan; bhakti kepada-Ku yang murni dan tidak pernah menyimpang; bercita-cita tinggal di tempat yang sunyi; ketidakterikatan terhadap khalayak ramai; mengakui bahwa keinsafan diri adalah hal yang penting; dan usaha mencari Kebenaran Mutlak dalam filsafat—Aku menyatakan bahwa segala sifat tersebut adalah pengetahuan, dan apa pun yang ada di luar sifat-sifat itu adalah kebodohan.


    Penjelasan

    Kadang-kadang orang yang kurang cerdas salah paham dengan menganggap bahwa proses pengetahuan tersebut adalah hal saling mempengaruhi dari lapangan kegiatan. Tetapi sebenarnya proses tersebut adalah proses pengetahuan yang sejati. Kalau seseorang menerima proses ini, maka ada kemungkinan dia dapat mendekati Kebenaran Mutlak. Ini bukan hal saling mempengaruhi dari dua puluh empat unsur, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Ini sebenarnya merupakan sarana untuk mencari jalan keluar dari ikatan unsur-unsur tersebut. Sang roh di kurung di dalam badan, yang merupakan kemasan terbuat dari dua puluh empat unsur, dan proses pengetahuan yang diuraikan di sini adalah sarana untuk keluar dari badan. Dari segala uraian mengenai proses pengetahuan, unsur yang paling penting diuraikan dalam baris pertama dari ayat sebelas. Mayi cananyayogena bhaktir avyabhicarini: Proses pengetahuan memuncak dalam bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, kalau seseorang tidak mendekati, atau tidak dapat mendekati pengabdian rohani kepada Tuhan, maka sembilan belas unsur lainnya tidak begitu berharga. Tetapi, kalau seseorang mulai melakukan bhakti dalam kesadaran Krishna sepenuhnya, maka sembilan belas unsur lainnya dengan sendirinya akan berkembang di dalam Diri-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Srimad-Bhagavatam (5.18.12), yasyasti bhaktir bhagavaty akiñcana sarvair gunais tatra samasate śūrāḥ. Segala sifat pengetahuan yang baik berkembang di dalam hati orang yang sudah mencapai tingkat bhakti. Prinsip berguru kepada guru kerohanian, sebagaimana disebut dalam ayat kedelapan, adalah syarat mutlak. Itulah yang paling penting, bahkan bagi orang yang mulai melakukan bhakti sekalipun. Kehidupan rohani mulai ketika seseorang berguru kepada seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna, menyatakan dengan jelas di sini bahwa proses pengetahuan ini adalah jalan yang sebenarnya. Apapun yang dibayangkan di luar proses ini adalah hal yang tidak masuk akal.
       Mengenai pengetahuan yang diuraikan di sini, unsur-unsur tersebut di atas dapat dianalisis sebagai berikut: Rendah hati berarti seharusnya orang jangan berhasrat supaya hati puas dengan dihormati orang lain. Paham hidup yang duniawi menyebabkan kita ingin sekali dihormati orang, tetapi dari segi pandangan orang yang memiliki pengetahuan sempurna—orang yang mengetahui bahwa Diri-Nya bukan badan ini—apa pun berhubungan dengan badan ini tidak berguna, baik ia dihormati maupun tidak dihormati. Hendaknya orang janganlah berhasrat terhadap penipuan material tersebut. Orang ingin sekali menjadi terkenal karena kegiatan rohaninya, dan akibatnya kadang-kadang ditemukan bahwa tanpa mengerti prinsip-prinsip dharma seseorang masuk menjadi anggota suatu organisasi yang sebenarnya tidak mengikuti prinsip-prinsip dharma, kemudian dia ingin memaklumkan Diri-Nya sebagai seorang guru kerohanian. Mengenai kemajuan yang sebenarnya dalam ilmu pengetahuan rohani, seharusnya seseorang mempunyai ujian untuk menentukan sejauh mana ia sudah maju. Dia dapat menguji dengan unsur-unsur dalam ayat ini.
       Tidak melakukan kekerasan pada umumnya diartikan tidak membunuh atau membinasakan badan, tetapi sebenarnya tidak melakukan kekerasan berarti tidak menyebabkan makhluk lain berdukacita. Pada umumnya orang diperangkap oleh kebodohan dalam paham hidup yang duniawi, dan mereka menderita kesengsaraan material untuk selamanya. Karena itu, kalau seseorang tidak mengangkat orang lain sampai tingkat pengetahuan rohani, maka itu berarti bahwa dia melakukan kekerasan. Hendaknya orang berusaha sekuat tenaga untuk menyebarkan pengetahuan yang sebenarnya kepada rakyat, agar mereka dapat dibebaskan dari kebodohan dan meninggalkan ikatan material ini. Itulah arti istilah tidak melakukan kekerasan.
       Toleransi berarti hendaknya orang dilatih untuk tahan penghinaan dan ejekan orang lain. Kalau seseorang tekun dalam kemajuan pengetahuan rohani, maka dia akan mengalami begitu banyak penghinaan dan sikap kurang hormat dari orang lain. Ini memang diduga karena alam material disusun sedemikian rupa. Anak kecil, misalnya Prahlada, yang hanya berumur lima tahun, tekun mengembangkan pengetahuan rohani, tetapi diapun mengalami bahaya ketika ayahnya sangat membenci bhakti yang dilakukannya. Sang ayah berusaha membunuh Prahlada dengan berbagai cara, tetapi Prahlada tahan terhadap kegiatan ayahnya. Jadi, barangkali ada banyak halangan terhadap kemajuan di bidang pengetahuan rohani, hendaknya kita toleransi dan melanjutkan kemajuan kita dengan ketabahan hati.
       Kesederhanaan berarti hendaknya orang bebas dari siasat dan begitu terus terang hingga dapat mengungkapkan kebenaran yang sejati, bahkan kepada musuh sekalipun. Berguru kepada guru kerohanian merupakan syarat mutlak, sebab tanpa ajaran dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, orang tidak dapat maju di bidang ilmu pengetahuan rohani. Sebaiknya orang mendekati seorang guru kerohanian dengan sikap sangat rendah hati dan melayani guru kerohanian dengan berbagai cara agar beliau berkenan menganugerahkan berkat karunianya kepada muridnya. Oleh karena seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya adalah utusan Krishna, kalau guru kerohanian memberikan berkat kepada muridnya, maka itu akan menyebabkan murid itu segera maju, meskipun murid itu belum mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur. Atau, prinsip-prinsip yang mengatur akan menjadi lebih mudah diikuti bagi orang yang sudah mengabdikan diri kepada guru kerohanian tanpa ragu-ragu.
       Kebersihan merupakan syarat mutlak untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan rohani. Ada dua jenis kebersihan; kebersihan lahiriah dan kebersihan batiniah. Kebersihan lahiriah berarti mandi, tetapi untuk kebersihan batiniah, orang harus berpikir tentang Krishna senantiasa dan mengucapkan mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Proses ini menghilangkan debu yang tertumpuk di dalam pikiran kita akibat karmadari dahulu.
       Sifat mantap berarti hendaknya orang sangat bertabah hati untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan rohani. Tanpa ketabahan hati seperti itu, seseorang tidak dapat mencapai kemajuan yang nyata. Mengendalikan diri berarti hendaknya orang janganlah menerima sesuatu yang menghalang-halangi kemajuan rohani. Hendaknya orang membiasakan diri dengan sikap ini dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan jalan kemajuan rohani. Inilah ketidakterikatan yang sebenarnya. Betapa kuatnya indera-indera sehingga indera-indera selalu ingin dipuaskan. Sebaiknya orang tidak melayani permintaan indera-indera, yang sebenarnya tidak diperlukan. Hendaknya indera indera hanya dipuaskan untuk menjaga kesehatan badan supaya kita dapat melaksanakan tugas kewajiban kita untuk mencari kemajuan dalam kehidupan rohani. Indera yang paling penting dan yang paling sulit dikendalikan ialah lidah. Kalau seseorang dapat mengendalikan lidah, kemungkinan besar ia dapat mengendalikan indera-indera lainnya. Fungsi lidah ialah merasakan dan bergetar. Karena itu, dengan aturan yang sistematis, hendaknya lidah selalu dijadikan tekun mencicipi sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna dan mengucapkan mantra Hare Krishna. Mengenai mata, hendaknya mata jangan dibiarkan melihat sesuatu selain bentuk Krishna yang indah. Itu akan mengendalikan mata. Begitu pula, hendaknya telinga dijadikan tekun mendengar tentang Krishna dan hidung dijadikan tekun mencium bunga-bunga yang sudah dipersembahkan kepada Krishna. Inilah proses bhakti, dan di sini dimengerti bahwa Bhagavad-gita hanya mengemukakan ilmu pengetahuan tentang bhakti. Bhakti adalah tujuan utama dan tujuan tunggal. Orang yang kurang cerdas menafsirkan Bhagavad-gita dan berusaha menyesatkan pikiran pembaca menuju hal-hal lain, tetapi tiada mata pelajaran selain pengabdian suci bhakti dalam Bhagavad-gita.
       Keakuan yang palsu berarti menganggap badan ini adalah diri kita. Apabila seseorang mengerti bahwa Diri-Nya bukan badan, melainkan Diri-Nya adalah roh, itulah keakuan yang sebenarnya. Keakuan benar-benar ada. Keakuan yang palsu disalahkan, tetapi keakuan yang sebenarnya tidak disalahkan. Dalam kesusasteraan Veda (Brhad-aranyaka Upanisad 1.4.10) dinyatakan, aham brahmasmi: Diri saya adalah Brahman, diri saya adalah roh. Saya berada," pengertian tentang adanya diri kita, juga ada pada tingkat pembebasan dalam keinsafan diri. Pengertian bahwa Saya berada" adalah keakuan, tetapi apabila pengertian Saya berada" dikenakan pada badan yang palsu ini, maka itu merupakan keakuan yang palsu. Apabila pengertian tentang diri kita dihubungkan dengan kesunyataan, itu merupakan keakuan yang sebenarnya. Ada beberapa filosof yang mengatakan hendaknya kita meninggalkan keakuan kita, tetapi kita tidak dapat meninggalkan keakuan kita, sebab keakuan berarti identitas. Tentu saja, sebaiknya kita meninggalkan sikap mempersamakan diri kita dengan badan yang merupakan sikap palsu.
       Hendaknya orang berusaha mengerti duka cita pengalaman kelahiran, kematian, usia tua, dan penyakit. Ada dua uraian dalam berbagai kesusasteraan Veda mengenai kelahiran. Dalam Srimad-Bhagavatam, dunia anak yang belum lahir, masa anak di dalam kandungan ibu, penderitaan si anak, dan sebagainya, semua diuraikan secara panjang lebar. Orang harus mengerti secara mendalam bahwa kelahiran penuh kesengsaraan. Oleh karena kita lupa betapa besarnya kesengsaraan yang telah kita alami di dalam kandungan ibu, kita tidak berusaha mencari penyelesaian kelahiran dan kematian yang dialami berulang kali. Begitu pula, pada saat meninggal, ada segala jenis kesengsaraan, dan kesengsaraan itu juga disebut dalam Kitab-kitab Suci yang dapat dipercaya. Seyogyanya hal-hal ini dibicarakan. Mengenai penyakit dan usia tua, semua orang mendapat pengalaman yang nyata. Tiada seorang pun yang ingin jatuh sakit, dan tidak ada seorang pun yang ingin menjadi tua, tetapi hal-hal itu tidak dapat dihindari. Kalau kita tidak bersikap pesimis terhadap kehidupan material ini, dengan mempertimbangkan kesengsaraan kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit, maka tidak ada dorongan untuk kemajuan kita dalam kehidupan rohani.
       Mengenai ketidakterikatan terhadap anak, isteri dan rumah, tidak dimaksudkan agar orang tidak mempunyai perasaan sama sekali terhadap hal-hal itu. Hal-hal itu merupakan obyek kasih sayang yang wajar, tetapi apabila hal-hal itu tidak menguntungkan demi kemajuan rohani, maka sebaiknya orang jangan terikat kepadanya. Cara terbaik agar rumah tangga menyenangkan ialah kesadaran Krishna. Kalau seseorang berada dalam kesadaran Krishna sepenuhnya maka dia dapat menjadikan rumah tangganya sangat bahagia sekali karena proses dalam kesadaran Krishna sangat mudah. Orang hanya perlu mengucapkan mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, menerima sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna, mengadakan diskusi tentang buku-buku  seperti Bhagavad-gita dan Srimad-Bhagavatam, dan menjadi tekun dalam sembahyang kepada Arca. Empat kegiatan tersebut akan membahagiakan Diri-Nya. Sebaiknya orang melatih anggota keluarganya dengan cara seperti itu. Para anggota keluarga dapat duduk pagi dan sore bersama-sama dan menyanyi Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Kalau seseorang dapat membentuk kehidupan keluarganya dengan cara demikian untuk mengembangkan kesadaran Krishna, dengan mengikuti empat prinsip tersebut di atas, maka dia tidak perlu berubah dari hidup berkeluarga sampai kehidupan meninggalkan hal-hal duniawi. Tetapi kalau hidup berkeluarga tidak menguntungkan dan tidak bermanfaat demi kemajuan rohani, maka hendaknya hidup berkeluarga ditinggalkan. Orang harus mengorbankan segala sesuatu untuk menginsafi atau melayani Krishna, seperti yang dilakukan Arjuna. Arjuna tidak ingin membunuh anggota keluarganya tetapi ketika dia mengerti bahwa anggota keluarga itu merintangi keinsafannya terhadap Krishna, dia menerima perintah dari Krishna untuk bertempur dan membunuh mereka dalam perang. Dalam segala keadaan, seseorang harus bebas dari ikatan terhadap suka dan duka hidup berkeluarga, karena di dunia ini orang tidak akan pernah bahagia sepenuhnya atau sengsara sepenuhnya.
       Suka dan duka adalah hal-hal yang berjalan berdampingan dalam kehidupan material. Sebagaimana dinasehatkan dalam Bhagavad-gita, orang harus belajar cara toleransi. Orang tidak akan pernah membatasi datang dan perginya suka dan duka; karena itu, sebaiknya ia lepas dari ikatan terhadap cara hidup yang duniawi, dan dengan sendirinya bersikap seimbang dalam kedua keadaan tersebut. Pada umumnya, apabila kita mendapat sesuatu yang diinginkan kita bahagia sekali, dan apabila kita mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan, maka kita bersedih hati. Tetapi kalau kita sungguh-sungguh berada dalam tingkat kerohanian, maka hal-hal seperti itu tidak akan menggoyahkan diri kita. Untuk mencapai tingkat itu, kita harus mempraktekkan bhakti yang tidak terputus. Bhakti kepada Krishna tanpa menyimpang berarti menekuni sembilan cara bhakti—yaitu, memuji, mendengar, sembahyang, menghormati, dan sebagainya—sebagaimana diuraikan dalam ayat terakhir dari Bab Sembilan. Hendaknya cara tersebut diikuti.
       Sewajarnya, apabila seseorang sudah menyesuaikan diri dengan cara hidup rohani, dia tidak ingin bergaul dengan orang-orang duniawi. Itu akan bertentangan dengan jiwanya. Orang dapat menguji Diri-Nya dengan melihat sejauh mana dia berminat tinggal di tempat yang sunyi tanpa pergaulan yang tidak diinginkan. Sewajarnya seorang penyembah tidak berminat ikut permainan atau nonton film yang tidak diperlukan atau menikmati suatu pesta duniawi, karena dia mengerti bahwa hal-hal itu hanya memboroskan waktu. Ada banyak sarjana riset dan filosof yang mempelajari hubungan kelamin atau hal yang lain, tetapi menurut Bhagavad-gita riset dan angan-angan filsafat seperti itu tidak berharga. Hal-hal seperti itu kurang lebih tidak masuk akal.
    Menurut Bhagavad-gita, hendaknya orang mengadakan riset dengan pertimbangan filsafat mengenai sifat sang roh. Sebaiknya orang mengadakan riset untuk mengerti sang roh. Itulah yang dianjurkan di sini.
       Mengenai keinsafan diri, dinyatakan dengan jelas di sini bahwa khususnya bhakti-yoga yang praktis. Begitu soal bhakti ditanyakan, maka orang harus mempertimbangkan hubungan antara Roh Yang Utama dengan roh yang individual. Roh yang individual dan Roh Yang Utama tidak mungkin satu, sekurang-kurangnya menurut paham bhakti, atau paham pengabdian rohani dalam hidup. Pengabdian roh yang individual kepada Roh Yang Utama adalah hal yang kekal, nityam, sebagaimana dinyatakan dengan jelas. Jadi, bhakti, atau pengabdian rohani adalah kenyataan yang kekal. Hendak nya orang menjadi mantap dalam keyakinan filsafat tersebut.
       Dalam Srimad-Bhagavatam (1.2.11) hal ini dijelaskan. Vadanti tat tattva vidas tattvām yaj jñānam advayam. Orang yang sungguh-sungguh mengetahui Kebenaran Mutlak mengetahui bahwa Sang Diri diinsafi dalam tiga tahap yang berbeda sebagai Brahman, Paramatma dan Bhagavan." Bhagavan adalah kata yang terakhir dalam keinsafan terhadap Kebenaran Mutlak. Karena itu, hendaknya orang mencapai tingkat itu dalam pengertian terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan dengan demikian menekuni bhakti kepada Tuhan. Itulah kesempurnaan pengetahuan.
       Mulai dari latihan sikap rendah hati sampai tingkat keinsafan terhadap Kebenaran Yang Paling Utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Yang Mutlak, proses tersebut adalah seperti tangga yang mulai dari lantai satu sampai lantai paling atas. Pada tangga ini ada banyak orang yang sudah mencapai lantai satu, lantai dua, atau lantai tiga, dan sebagainya, tetapi kalau seseorang belum mencapai lantai paling atas, yaitu pengertian terhadap Krishna maka dia berada pada tingkat pengetahuan yang lebih rendah. Kalau seseorang ingin bersaing dengan Tuhan dan pada waktu yang sama maju dalam pengetahuan rohani, maka dia akan mengalami kegagalan. Dinyatakan dengan jelas bahwa tanpa sikap rendah hati, pengertian yang sebenarnya tidak dimungkinkan. Kalau seseorang menganggap Diri-Nya adalah Tuhan, itu sikap yang sombong sekali. Walaupun makhluk hidup selalu ditendang oleh hukum-hukum alam material yang keras, ia masih berpikir Aku adalah Tuhan" karena kebodohan. Karena itu awal pengetahuan adalah amanitva, sifat rendah hati. Hendaknya orang bersikap rendah hati dan mengetahui bahwa kedudukan Diri-Nya di bawah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pemberontakan terhadap Tuhan Yang Maha Esa orang menjadi takluk pada alam material. Orang harus mengetahui dan meyakini kebenaran ini.




    13.13

     

    jñeyaḿ yat tat pravakṣyāmi
    yaj jñātvāmṛtam aśnute
    anādi mat-paraḿ brahma
    na sat tan nāsad ucyate

    jñeyam—apa yang dapat diketahui; yat—yang; tat—itu; pravakṣyāmi—sekarang Aku akan menjelaskan; yat—yang; jñātvā—mengetahui; amṛtam—minuman kekekalan; aśnute—seseorang merasakan; anādi—yang tidak berawal; mat-param—dibawah-Ku; brahma—sang roh; na—tidak juga; sat—sebab; tat—itu; na—tidak juga; asat—akibat; ucyate—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Sekarang Aku akan menjelaskan tentang apa yang dapat diketahui. Sesudah mengetahui tentang hal ini, engkau akan merasakan kekekalan. Brahman, sang roh, yang tidak berawal dan berada di bawah-Ku, berada di luar sebab dan akibat dunia material ini.


    Penjelasan

    Krishna sudah menjelaskan lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui lapangan. Beliau juga sudah menjelaskan proses mengenal dia yang mengetahui lapangan kegiatan. Sekarang Krishna mulai menjelaskan apa yang dapat diketahui, pertama sang roh kemudian Roh Yang Utama. Dengan mengetahui tentang dia yang mengetahui, baik sang roh maupun Roh Yang Utama, seseorang dapat menikmati kekekalan dalam kehidupan. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab Dua, makhluk hidup adalah kekal. Kenyataan ini juga dibenarkan di sini. Tanggal tertentu kelahiran sang jiva tidak ada. Jejak sejarah perwujudan sang jivatma dari Tuhan juga tidak mungkin di cari oleh siapa pun. Karena itu, sang jivatma tidak berawal. Kenyataan ini dibenarkan dalam kesusasteraan Veda: na jāyate mriyate va vipascit (Katha Upanisad 1.2.18). Yang mengetahui badan tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah mati, dan dia penuh pengetahuan.
       Dalam kesusasteraan Veda (svetasvatara Upanisad 6.16) dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai Roh Yang Utama adalah pradhanaksetrajna patir gunesah, yang berarti Kepribadian Yang Paling Utama yang mengetahui badan dan Penguasa tiga sifat alam material. Dalam smrti juga dinyatakan, dasabhuto harer eva nanyasyaiva kadācana. Para makhluk hidup mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk selamanya. Ini juga dibenarkan oleh Sri Caitanya dalam ajaran-Nya. Karena itu, uraian Brahman yang disebut dalam ayat ini adalah uraian berhubungan dengan roh yang individual, dan bila kata Brahman dikaitkan dengan makhluk hidup, dimengerti bahwa makhluk hidup adalah vijñānabrahma, bukan anandabrahma. “nandabrahma adalah Brahman Yang Paling Utama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

    13.14

     

    sarvataḥ pāṇi-pādaḿ tat
    sarvato 'kṣi-śiro-mukham
    sarvataḥ śrutimal loke
    sarvam āvṛtya tiṣṭhati

    sarvataḥ—di mana-mana; pāṇi—tangan-tangan; padam—kaki; tat—itu; sarvataḥ—di mana-mana; akṣi—mata; śiraḥ—kepala; mukham—wajah-wajah; sarvataḥ—di mana-mana; śruti-mat—memiliki telinga; loke—di dunia; sarvam—segala sesuatu; āvṛtya—menutupi; tiṣṭhati—berada.


    Terjemahan

    Tangan, kaki, mata, kepala-kepala dan muka-muka Roh Yang Utama berada di mana-mana, dan Beliau mempunyai telinga di mana-mana. Roh Yang Utama berada dengan cara seperti ini, dan Beliau berada di dalam segala sesuatu.


    Penjelasan

    Seperti halnya keberadaan matahari dan memancarkan sinar-sinarnya yang tidak terbatas, Roh Yang Utama, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, juga berada seperti itu. Roh Yang Utama berada dalam bentuk-Nya yang berada di mana-mana, dan semua makhluk yang individual berada di dalam Diri-Nya, mulai dari guru besar pertama yaitu, Brahma, sampai dengan semut yang kecil. Jumlah kepala, kaki, tangan, mata dan makhluk hidup tidak dapat dihitung. Semuanya berada di dalam Roh Yang Utama dan bersandar pada Beliau. Karena itu, Roh Yang Utama berada di mana-mana. Akan tetapi, roh yang individual tidak dapat mengatakan bahwa tangan, kaki, dan matanya berada di mana-mana. Itu tidak mungkin.  Kalau makhluk hidup berpikir Diri-Nya berada di bawah kebodohan sehingga ia tidak menyadari bahwa tangan dan kakinya tersebar di mana-mana, tetapi apabila ia mencapai pengetahuan yang benar ia akan mencapai tingkat itu, maka anggapannya merupakan penyangkalan. Ini berarti roh yang individual bukan Yang Mahakuasa, karena dia diikat oleh alam material. Yang Maha kuasa berbeda dari roh yang individual. Tuhan Yang Mahakuasa dapat mengulurkan tangan-Nya tanpa batas; Roh yang individual tidak dapat berbuat seperti itu. Dalam Bhagavad-gita Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa kalau seorang mempersembahkan setangkai bunga, buah, atau air Beliau akan menerima persembahan itu. Kalau Tuhan berada di tempat yang jauh sekali, bagaimana mungkin Beliau dapat menerima benda-benda itu? Inilah sifat Mahasakti yang dimiliki oleh Tuhan: Kendatipun Beliau berada di tempat tinggal-Nya yang jauh sekali dari bumi, Beliau dapat mengulurkan tangannya untuk menerima apa yang dipersembahkan seseorang. Itulah kekuatan Beliau. Dalam Brahma-samhita (5.37) dinyatakan, goloka eva nivasaty akhilatma-bhutah: Walaupun Beliau selalu sibuk dalam kegiatan rohani-Nya Beliau berada di mana-mana. Roh yang individual tidak dapat mengatakan Diri-Nya berada di mana-mana. Karena itu, ayat ini menguraikan Roh Yang Utama, Kepribadian Tuhan Yang Mahakuasa, roh yang individual.




    13.15

     

    sarvendriya-guṇābhāsaḿ
    sarvendriya-vivarjitam
    asaktaḿ sarva-bhṛc caiva
    nirguṇaḿ guṇa-bhoktṛ ca

    sarva—dari semua; indriya—indera-indera; guṇa—dari sifat-sifat; ābhāsam—sumber asli; sarva—semua; indriya—indera-indera; vivarjitam—berada tanpa; asaktam—tanpa ikatan; sarva-bhṛt—Pemelihara semua orang; ca—juga; evā—pasti; nirguṇam—tanpa sifat-sifat material; guṇa-bhoktṛ—Penguasa semua guna; ca—juga.



    Terjemahan

    Roh Yang Utama adalah sumber asli semua indera, namun Beliau tidak mempunyai indera material. Beliau tidak terikat, walaupun Beliau memelihara semua makhluk hidup. Beliau melampaui sifat-sifat alam, dan pada waktu yang sama Beliau adalah Penguasa semua sifat alam material.


    Penjelasan

    Kendatipun Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber semua indera para makhluk hidup, Beliau tidak mempunyai indera-indera material seperti mereka. Sebenarnya, para roh yang individual mempunyai indera-indera rohani, namun dalam kehidupan terikat mereka ditutupi unsur-unsur material; karena itu, kegiatan indera-indera diperlihatkan melalui unsur-unsur alam. Indera-indera  Tuhan Yang Maha Esa tidak ditutupi dengan cara seperti itu. Indera-indera  Tuhan Yang Maha Esa bersifat rohani. Karena itu, indera-indera Beliau disebut nirguna. Guna berarti sifat-sifat material, jadi indera-indera Tuhan Yang Maha Esa tidak ditutupi oleh hal-hal material. Hendaknya dimengerti bahwa indera-indera Beliau tidak persis seperti indera-indera kita. Walaupun Beliau adalah sumber kegiatan indera-indera kita, Beliau mempunyai indera-indera rohani-Nya yang tidak dicemari. Kenyataan ini dijelaskan dengan baik dalam svetasvatara Upanisad (3.19) dalam ayat yang berbunyi apanipado javano grahita. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak mempunyai tangan yang dicemari secara material, tetapi Beliau mempunyai tangan dan Beliau menerima setiap korban suci yang dipersembahkan kepada-Nya. Itulah perbedaan antara roh yang terikat dan Roh Yang Utama. Beliau tidak mempunyai mata material, tetapi Beliau mempunyai matā—kalau tidak, bagaimana mungkin Beliau dapat melihat? Beliau melihat segala sesuatu—masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Ini juga dibenarkan dalam Bhagavad-gita: Beliau mengetahui segala sesuatu, apa yang dilakukan sekarang dan apa yang menantikan pada masa yang akan datang, namun tiada seorang pun yang mengetahui Beliau. Dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak mempunyai kaki seperti kita, tetapi Beliau dapat berjalan di antariksa karena Beliau mempunyai kaki rohani. Dengan kata lain, Tuhan bukan tanpa sifat pribadi; Beliau mempunyai mata, kaki, tangan dan segala sesuatu yang lain, dan oleh karena kita bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Beliau, kita juga mempunyai anggota-anggota badan seperti itu. Tetapi tangan, kaki, mata dan indera-indera Beliau tidak dicemari oleh alam material.
       Dalam Bhagavad-gita juga dibenarkan bahwa apabila Tuhan Yang Maha Esa muncul, Beliau muncul dalam bentuk-Nya yang asli melalui tenaga dalam dari Diri-Nya. Beliau tidak dicemari oleh tenaga material, sebab Beliau adalah penguasa tenaga material. Dalam kesusasteraan Veda, dinyatakan bahwa seluruh badan Beliau bersifat rohani, mempunyai bentuk yang kekal yang disebut sac-cid-anandavigraha. Beliau penuh segala kehebatan, pemilik segala kekayaan dan pemilik segala tenaga. Beliau adalah Yang Mahacerdas dan penuh pengetahuan. Inilah beberapa ciri Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliau memelihara semua makhluk hidup dan menyaksikan segala kegiatan. Menurut pengertian kita dari kesusasteraan Veda, Tuhan Yang Maha Esa selalu bersifat rohani. Walaupun kita tidak melihat kepala, muka, tangan maupun kaki-Nya, Beliau mempunyai tangan, muka, dan kaki, dan apabila kita diangkat hingga keadaan rohani, kita dapat melihat bentuk Tuhan. Oleh karena indera-indera kita dicemari secara material, kita tidak dapat melihat bentuk Beliau. Karena itu, orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, yang masih dipengaruhi secara material, tidak dapat mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.




    13.16

     

    bahir antaś ca bhūtānām
    acaraḿ caram eva ca
    sūkṣmatvāt tad avijñeyaḿ
    dūra-sthaḿ cāntike ca tat

    bahiḥ—di luar; antaḥ—di dalam; ca—juga; bhūtānām—antara semua makhluk hidup; acaram—tidak bergerak; caram—bergerak; evā—juga; ca—dan; sūkṣmatvāt—karena bersifat halus; tat—itu; avijñeyam—tidak dapat diketahui; dūra-stham—jauh; ca—juga; antike—dekat; ca—dan; tat—itu.


    Terjemahan

    Kebenaran Yang Paling Utama berada di luar dan di dalam semua makhluk hidup, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Oleh karena Beliau bersifat halus, Beliau di luar daya lihat atau daya mengerti indera-indera material. Kendatipun Beliau jauh sekali, Beliau juga dekat kepada semua makhluk hidup.


    Penjelasan

    Dalam kesusasteraan Veda kita mengerti bahwa Narayana, Kepribadian Yang Paling Utama, bersemayam di luar dan di dalam setiap makhluk hidup. Beliau berada di dunia rohani dan juga di dunia material. Walaupun Beliau berada di tempat yang jauh sekali, Beliau masih dekat pada kita. Demikianlah pernyataan-pernyataan dari kesusasteraan Veda. “sinoduram vrājā ti sayano yati sarvataḥ (Katha Upanisad 1.2.21). Oleh karena Beliau selalu sibuk dalam kebahagiaan rohani, kita tidak dapat mengerti bagaimana Beliau menikmati kehebatan lengkap yang dimiliki-Nya. Kita tidak dapat melihat maupun mengerti dengan indera-indera material ini. Karena itu, dalam ayat-ayat Veda dinyatakan bahwa pikiran dan indera-indera yang bersifat material tidak dapat bergerak untuk mengerti Beliau. Tetapi orang yang sudah menyucikan pikiran dan indera-inderanya dengan cara mempraktekkan kesadaran Krishna dalam bhakti dapat melihat Beliau senantiasa. Dibenarkan dalam Brahma-samhita bahwa seorang penyembah yang sudah mengembangkan cinta-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat melihat Beliau senantiasa, dan tidak pernah berhenti. Dibenarkan dalam Bhagavad-gita (11.54) bahwa Beliau hanya dapat dilihat dan dimengerti melalui bhakti. Bhaktya tv ananyayā śakyaḥ.




    13.17

     

    avibhaktaḿ ca bhūteṣu
    vibhaktam iva ca sthitam
    bhūta-bhartṛ ca taj jñeyaḿ
    grasiṣṇu prabhaviṣṇu ca

    avibhaktam—tanpa dibagi; ca—juga; bhūteṣu—di dalam semua makhluk; vibhaktam—dibagi; ivā—seolah-olah; ca—juga; sthitam—mantap; bhūta-bhartṛ—memelihara semua makhluk hidup; ca—juga; tat—itu; jñeyam—untuk dimengerti; grasiṣṇu—menelan; prabhaviṣṇu—mengembangkan; ca—juga.


    Terjemahan

    Walaupun rupanya Roh Yang Utama dibagi antara semua makhluk, Beliau tidak pernah dibagi. Beliau mantap sebagai Yang Tunggal. Walaupun Beliau memelihara semua makhluk hidup, harus dimengerti bahwa Beliau menelan dan mengembangkan segala-galanya.


    Penjelasan

    Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua makhluk hidup sebagai Roh Yang Utama. Apakah ini berarti bahwa Beliau sudah dibagi? Tidak. Sebenarnya Beliau adalah satu. Ada contoh tentang matahari yang dikemukakan sebagai berikut: Matahari berada di tempatnya pada titik tertinggi yang dicapainya. Tetapi jika kita berjalan delapan ribuan kilometer ke semua arah dan bertanya, Di mana matahari?" Maka semua orang akan menjawab bahwa matahari memancarkan sinarnya di atas kepalanya. Dalam kesusasteraan Veda contoh tersebut dikemukakan untuk membuktikan bahwa walaupun Beliau tidak dibagi, kedudukan Beliau tampaknya seolah-olah Beliau dibagi. Juga dinyatakan dalam kesusasteraan Veda bahwa Visnu yang satu berada di mana-mana melalui Kemahakuasaan-Nya, seperti halnya matahari kelihatan di banyak tempat bagi banyak orang. Walaupun Tuhan Yang Maha Esa memelihara setiap makhluk hidup, Beliau menelan segala sesuatu pada saat alam semesta dilebur. Kenyataan ini dibenarkan dalam Bab Sebelas. Krishna menyatakan bahwa Beliau datang untuk menelan semua kesatria yang telah berkumpul di Kuruksetra . Krishna juga menyebutkan bahwa Beliau juga menelan dalam bentuk waktu. Krishna adalah Pelebur, Pembunuh segala-galanya. Apabila ada ciptaan, Beliau mengembangkan semuanya dari keadaan yang asli dan pada waktu peleburan Beliau menelan semuanya. Kenyataan bahwa Krishna adalah sumber semua makhluk hidup dan sandaran segala-galanya dibenarkan dalam mantra-mantra Veda. Sesudah ciptaan segala sesuatu bersandar dalam Kemahakuasaan Beliau, dan sesudah peleburan segala sesuatu kembali lagi bersandar di dalam Diri Beliau. Kenyataan ini dibenarkan dalam mantra-mantra Veda sebagai berikut: Yato va imani bhūtāni jāyante yena jatani jivanti yat prayanty abhisamviśanti tad brahma tad vijijnasasva (Taittiriya Upanisad 3.1).




    13.18

     

    jyotiṣām api taj jyotis
    tamasaḥ param ucyate
    jñānaḿ jñeyaḿ jñāna-gamyaḿ
    hṛdi sarvasya viṣṭhitam

     jyotiṣām—dalam segala benda yang bercahaya; api—juga; tat—itu; jyotiḥ—sumber cahaya; tamasaḥ—kegelapan; param—di luar; ucyate—dikatakan; jñānam—pengetahuan; jñeyam—untuk diketahui; jñāna-gamyam—untuk didekati oleh pengetahuan; hṛdi—di dalam hati; sarvasya—dari semua orang; viṣṭhitam—mantap.


    Terjemahan

    Beliau adalah sumber cahaya dalam semua benda yang bercahaya. Beliau di luar kegelapan alam dan tidak terwujud. Beliau adalah pengetahuan, Beliau adalah obyek pengetahuan, dan Beliau adalah tujuan pengetahuan. Beliau bersemayam di dalam hati semua makhluk hidup.


    Penjelasan

    Roh Yang Utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, adalah sumber cahaya dalam semua benda yang bercahaya seperti matahari, bulan dan bintangbintang. Dalam kesusasteraan Veda, kita membaca bahwa di kerajaan rohani, matahari dan bulan tidak diperlukan, sebab ada cahaya dari Tuhan Yang Maha Esa di sana. Di dunia material, brahmajyoti, cahaya rohani Tuhan, ditutupi oleh mahat-tattva, yaitu unsur-unsur material. Karena itu, di dunia material  ini kita memerlukan bantuan dari matahari, bulan, listrik, dan sebagainya sebagai sumber cahaya. Tetapi di dunia rohani, matahari, bulan, dan sumber cahaya lainnya tidak diperlukan. Dinyatakan dengan jelas dalam kesusasteraan Veda bahwa segala sesuatu diterangi karena cahaya yang berseri dari Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, jelas bahwa kedudukan Tuhan Yang Maha Esa bukan di dunia material. Beliau berada di dunia rohani, jauh sekali dari sini di angkasa rohani. Kenyataan itu juga dibenarkan dalam kesusasteraan Veda. Ādityavarnam tamasaḥ parastāt (svetasvatara Upanisad 3.8). Beliau persis seperti matahari, yang bercahaya untuk selamanya, tetapi Beliau jauh di luar kegelapan dunia material ini.
       Pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa bersifat rohani. Dalam kesusasteraan Veda dibenarkan bahwa Brahman adalah pengetahuan rohani yang terpadu. Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam hati semua orang, memberikan pengetahuan kepada orang yang ingin dipindahkan ke dunia rohani itu. Salah satu mantra Veda (svetasvatara Upanisad 6.18) berbunyi, tam ha devam atmabuddhiprakasam mumuksur vai śaraṇam aham prapadye. Seseorang harus menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa kalau ia sungguh-sungguh ingin mencapai pembebasan. Mengenai tujuan pengetahuan tertinggi, juga dibenarkan dalam kesusasteraan Veda: tam eva viditvāti mṛtyum eti. Seseorang hanya dapat melampaui batas kelahiran dan kematian dengan cara mengenal Beliau." (svetasvatara Upanisad 3.8)
       Beliau bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Kepribadian yang mengendalikan segala sesuatu. Lengan dan kaki Yang Mahakuasa tersebar di mana-mana, sedangkan roh yang individual tidak seperti itu. Karena itu, harus diakui bahwa ada dua kepribadian yang mengenal lapangan kegiatan—yakni roh yang individual dan Roh Yang Utama. Tangan dan kaki seseorang berada di satu tempat, tetapi tangan dan kaki Krishna tersebar ke mana-mana. Ini dibenarkan dalam svetasvatara Upanisad (3.17): sarvasya prabhum isanam sarvasya śaraṇam brhat. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Roh Yang Utama, adalah prabhu, atau Penguasa semua makhluk hidup; karena itu Beliau adalah Pelindung tertinggi semua makhluk hidup. Kenyataan bahwa Roh Yang Utama Yang Mahakuasa dan roh yang individu selalu berbeda tidak dapat ditolak.




    13.19

     

    iti kṣetraḿ tathā jñānaḿ
    jñeyaḿ coktaḿ samāsataḥ
    mad-bhakta etad vijñāya
    mad-bhāvāyopapadyate

    iti—demikian; kṣetram—lapangan kegiatan (badan); tathā—juga; jñānam—pengetahuan; jñeyam—yang dapat diketahui; ca—juga; uktam—diuraikan; samāsataḥ—sebagai ringkasan; mat-bhaktaḥ—penyembah-Ku; etat—semua ini; vijñāya—sesudah mengerti; mat-bhāvāya—sifat-Ku; upapadyate—mencapai.


    Terjemahan

    Demikianlah lapangan kegiatan [badan], pengetahuan dan apa yang dapat diketahui sudah -Kuuraikan sebagai ringkasan. Hanya para penyembah-Ku dapat mengerti hal ini secara panjang lebar dan dengan demikian mencapai sifat-Ku.


    Penjelasan

    Krishna sudah memberikan ringkasan yang menguraikan badan, pengetahuan dan apa yang dapat diketahui. Pengetahuan tersebut terdiri dari tiga unsur; yang mengetahui, yang dapat diketahui, dan proses mengetahui. Gabungan tiga unsur tersebut disebut vijñāna, atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan sempurna dapat dimengerti oleh para penyembah Tuhan Yang Murni secara langsung. Orang lain tidak dapat mengerti. Para pengikut filsafat yang menganggap makhluk hidup dan Tuhan Yang Maha Esa adalah satu, mengatakan bahwa pada tingkat tertinggi tiga unsur tersebut menunggal, tetapi para penyembah tidak mengakui pendapat itu. Pengetahuan dan pengembangan pengetahuan berarti mengerti diri kita dalam kesadaran Krishna. Kita sedang dibawa oleh kesadaran material, tetapi begitu kita memindahkan segala kesadaran kepada kegiatan Krishna dan menginsafi bahwa Krishna adalah segala sesuatu, maka kita mencapai pengetahuan yang sejati. Dengan kata lain, pengetahuan tidak lain daripada tingkat pendahuluan untuk mengerti bhakti secara sempurna. Hal ini akan diuraikan dengan jelas sekali dalam Bab Lima belas.
       Sebagai ringkasan, dapat dimengerti bahwa ayat 6 dan 7, yang mulai dari mahā-bhūtāni sampai kata-kata cetana dhṛtiḥ, menganalisis unsur-unsur material dan manifestasi-manifestasi  tertentu gejala-gejala hidup. Gabungan unsur-unsur tersebut merupakan badan, atau lapangan kegiatan. Dalam ayat-ayat 8 sampai dengan 12, mulai dari kata amānitvām sampai tattvajñānar thadarśanam, proses pengetahuan untuk mengerti kedua jenis kepribadian yang mengetahui lapangan kegiatan, yakni sang roh dan Roh Yang Utama, diuraikan. Kemudian ayat 13 sampai 18, mulai dari kata anadimat-param sampai dengan kata hṛdi sarvasya viṣṭhitam menguraikan tentang sang roh dan Tuhan Yang Maha Esa, atau Roh Yang Utama.
       Jadi, tiga unsur sudah diuraikan: Lapangan kegiatan (badan), proses pengertian, kemudian sang roh dan Roh Yang Utama. Khususnya diuraikan di sini bahwa hanya para penyembah Tuhan Yang Murni dapat mengerti ketiga unsur tersebut dengan jelas. Karena itu, Bhagavad-gita berguna sepenuhnya untuk para penyembah tersebut; merekalah yang dapat mencapai tujuan yang paling utama, yaitu sifat Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Dengan kata lain, hanya para penyembah dapat mengerti Bhagavad-gita dan mencapai hasil yang diinginkan, sedangkan orang yang bukan penyembah belum dapat mengerti dan mencapai hasil itu.



    13.20

     

    prakṛtiḿ puruṣaḿ caiva
    viddhy anādī ubhāv api
    vikārāḿś ca guṇāḿś caiva
    viddhi prakṛti-sambhavān


    prakṛtim—alam material; puruṣam—para makhluk hidup; ca—juga; evā—pasti; viddhi—engkau harus mengetahui; anādi—tanpa awal; ubhau—keduanya; api—juga; vikārān—perubahan; ca—juga; guṇān—tiga sifat alam; ca—juga; evā—pasti; viddhi—mengetahui; prakṛti—alam material; sambhavān—dihasilkan dari.

    Terjemahan

    Harus dimengerti bahwa alam material dan para makhluk hidup tidak berawal. Perubahan-perubahan alam material, para makhluk hidup dan sifat-sifat alam dihasilkan dari alam material.


    Penjelasan

    Melalui pengetahuan yang tercantum dalam bab ini, seseorang dapat mengerti badan (lapangan kegiatan) dan dua kepribadian yang mengetahui (roh individual dan Roh Yang Utama). Badan adalah lapangan kegiatan terdiri dari unsur-unsur alam material. Roh individual di dalam badan menikmati kegiatan badan. Roh individual itu disebut purusa, atau makhluk hidup. Makhluk hidup adalah salah satu kepribadian yang mengetahui, dan yang lain adalah Roh Yang Utama. Tentu saja, harus dimengerti bahwa Roh Yang Utama dan roh yang individual adalah manifestasi-manifestasi yang berbeda yang berasal dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Makhluk hidup digolongkan sebagai tenaga Tuhan, dan Roh Yang Utama digolongkan sebagai penjelmaan pribadi Tuhan.
       Alam material dan makhluk hidup bersifat kekal. Itu berarti bahwa mereka sudah ada sebelum ciptaan. Manifestasi material berasal dari tenaga Tuhan Yang Maha Esa. Para makhluk hidup juga berasal dari tenaga Tuhan, tetapi, para makhluk hidup terdiri dari tenaga utama. Para makhluk hidup dan tenaga material kedua-duanya sudah ada sebelum alam semesta ini diwujudkan. Alam material terkandung di dalam Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, MahaVisnu, dan pada waktu alam material itu dibutuhkan, alam diwujudkan melalui kekuatan mahat-tattva. Begitu pula, para makhluk hidup juga berada di dalam Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh karena mereka terikat, mereka tidak setuju mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, mereka tidak diperkenankan masuk dunia rohani. Tetapi bila alam material diwujudkan, para makhluk hidup tersebut diberi kesempatan lagi untuk bertindak di dunia material dan mempersiapkan diri untuk memasuki dunia rohani. Itulah rahasia ciptaan material ini. Sebenarnya semua makhluk hidup adalah bagian rohani Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan. Tetapi oleh karena sifatnya yang cenderung berontak, ia terikat di alam material. Sebenarnya tidak menjadi soal bagaimana makhluk hidup atau makhluk-makhluk utama dari Tuhan Yang Maha Esa telah mengadakan hubungan dengan alam material. Akan tetapi, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa mengetahui bagaimana dan mengapa hal ini terjadi. Dalam kitab-kitab Suci, Krishna menyatakan bahwa orang yang tertarik pada alam material ini mengalami perjuangan keras untuk kehidupan.
    Tetapi hendaknya kita mengetahui dengan pasti dari uraian beberapa ayat ini bahwa segala perubahan dan pengaruh alam material oleh tiga sifat alam juga dihasilkan dari alam material. Segala perubahan dan keanekawarnaan berhubungan dengan para makhluk hidup disebabkan oleh badan. Dari segi kerohanian, semua makhluk hidup adalah sama.



    13.21

     

    kārya-kāraṇa-kartṛtve
    hetuḥ prakṛtir ucyate
    puruṣaḥ sukha-duḥkhānāḿ
    bhoktṛtve hetur ucyate

    kārya—mengenai akibat; kāraṇa—dan sebab; kartṛtve—dalam hal ciptaan; hetuḥ—alat; prakṛtiḥ—alam material; ucyate—dikatakan sebagai; puruṣaḥ—makhluk hidup; sukha—dari kebahagiaan; duḥkhānām—dan dukacita; bhoktṛtve—dalam kenikmatan; hetuḥ—alat; ucyate—dikatakan.

    Terjemahan

    Dikatakan bahwa alam adalah penyebab segala sebab dan akibat material, sedangkan makhluk hidup adalah penyebab berbagai penderitaan dan kenikmatan di dunia ini.


    Penjelasan

    Berbagai manifestasi badan dan indera-indera di kalangan para makhluk hidup disebabkan oleh alam material. Ada 8.400.000 jenis kehidupan, dan keanekawarnaan tersebut diciptakan oleh alam material. Jenis-jenis kehidupan tersebut berasal dari berbagai kenikmatan indera-indera para makhluk hidup, yang ingin hidup dalam badan ini atau badan itu. Bila makhluk hidup ditempatkan dalam berbagai jenis badan, ia menikmati berbagai jenis suka dan duka. Suka dan duka material yang dialami olehnya disebabkan oleh badannya, bukan oleh Diri-Nya menurut kedudukannya yang asli. Dalam kedudukan asli makhluk hidup, kenikmatan tidak dapat diragukan; karena itu, itulah kedudukan sejatinya. Oleh karena makhluk hidup ingin berkuasa atas alam material, ia berada di dunia material. Di dunia rohani tidak ada hal seperti itu. Dunia rohani bersifat murni, tetapi di dunia material semua orang berjuang keras untuk memperoleh berbagai jenis kenikmatan untuk badan. Mungkin lebih jelas kalau dinyatakan bahwa badan ini adalah akibat indera-indera, yang merupakan sarana untuk memuaskan keinginan. Jumlah keseluruhan—badan dan indera-indera sebagai alat—diberikan oleh alam material, dan hal itu akan dijelaskan dalam ayat berikut. Makhluk hidup diberkahi atau dikutuk dengan keadaan menurut keinginan dan kegiatannya dari dahulu. Alam material menempatkannya dalam berbagai tempat tinggal menurut keinginan dan kegiatannya. Makhluk hidup sendiri yang menyebabkan Diri-Nya mencapai tempat tinggal seperti itu serta kenikmatan atau penderitaan sebagai akibatnya. Begitu makhluk hidup di tempatkan di dalam jenis badan tertentu, ia dikendalikan oleh alam, sebab badan, yang terdiri dari unsur-unsur alam, bertindak menurut hukum-hukum alam. Pada waktu itu, makhluk hidup tidak berdaya mengubah hukum itu. Andaikata makhluk hidup ditempatkan di dalam badan sebagai anjing, maka segera ia harus berlaku seperti anjing. Ia tidak dapat berlaku dengan cara lain. Kalau makhluk hidup ditempatkan dalam badan sebagai babi, maka ia terpaksa memakan kotoran dan berlaku seperti babi. Begitu pula, kalau makhluk hidup ditempatkan dalam badan sebagai dewa, ia harus bertindak menurut badannya. Inilah hukum alam. Tetapi dalam segala keadaan, Roh Yang Utama mendampingi roh yang individual. Kenyataan itu dijelaskan dalam Veda (Mundaka Upanisad 3.1.1) sebagai berikut: dva suparna sayuja sakhayah. Tuhan Yang Maha Esa begitu murah hati kepada makhluk hidup sehingga Beliau mendampingi roh yang individual dalam segala keadaan sebagai Roh Yang Utama, atau Paramatma.




    13.22

     

    puruṣaḥ prakṛti-stho hi
    bhuńkte prakṛti-jān guṇān
    kāraṇaḿ guṇa-sańgo 'sya
    sad-asad-yoni-janmasu

    puruṣaḥ—makhluk hidup; prakṛti-sthaḥ—dengan ditempatkan di dalam tenaga material; hi—pasti; bhuńkte—menikmati; prakṛti-jān—dihasilkan oleh alam material; guṇān—sifat-sifat alam; kāraṇam—penyebab; guṇa-sańgaḥ—hubungan dengan sifat-sifat alam; asya—milik makhluk hidup; sat-asat—dalam baik dan buruk; yoni—jenis-jenis kehidupan; janmasu—dalam kelahiran-kelahiran.


    Terjemahan

    Dengan cara seperti itu makhluk hidup di dalam alam material mengikuti cara-cara hidup, dan menikmati tiga sifat alam. Ini disebabkan oleh hubungan makhluk dengan alam material itu. Karena itu, ia menemukan hal yang baik dan hal yang buruk di dalam berbagai jenis kehidupan.


    Penjelasan

    Ayat ini sangat penting untuk mengerti bagaimana makhluk hidup berpindah-pindah dari satu badan ke badan yang lain. Dijelaskan dalam Bab Dua bahwa makhluk hidup berpindah-pindah dari satu badan ke badan lain seperti orang mengganti pakaian. Penggantian pakaian tersebut disebabkan oleh ikatan makhluk hidup terhadap kehidupan material. Selama makhluk hidup terpikat oleh manifestasi yang palsu ini, ia harus berpindah-pindah dari satu badan ke badan lain. Oleh karena keinginan makhluk hidup untuk berkuasa atas alam material, ia ditempatkan dalam keadaan keadaan yang tidak diinginkan seperti itu. Di bawah pengaruh keinginan material, makhluk hidup kadang-kadang lahir sebagai dewa, kadang-kadang sebagai manusia, kadang-kadang sebagai hewan, sebagai burung, sebagai ulat, sebagai ikan, sebagai orang suci, atau sebagai serangga. Proses tersebut berjalan terus. Dalam segala keadaan, makhluk hidup menganggap Diri-Nya menguasai keadaannya, namun ia di bawah pengaruh alam material.
      Di sini dijelaskan bagaimana makhluk hidup ditempatkan di dalam berbagai badan seperti itu karena hubungan dengan aneka sifat alam. Karena itu, orang harus mengatasi tiga sifat material tersebut dan menjadi mantap dalam kedudukan rohani. Itu disebut kesadaran Krishna. Kalau seseorang belum mantap dalam kesadaran Krishna, maka kesadaran duniawinya akan memaksakan ia berpindah-pindah dari satu badan ke badan lain karena keinginan material yang ada di dalam hatinya sejak masa lampau. Tetapi sekarang ia harus mengubah paham itu. Perubahan tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan cara mendengar dari sumber-sumber yang dapat dipercaya. Contoh terbaik diberikan di sini: Arjuna sedang mendengar ilmu pengetahuan Ketuhanan dari Krishna. Kalau makhluk hidup menyerahkan diri kepada cara mendengar tersebut, maka keinginan yang sudah lama tersimpan di dalam hatinya untuk menguasai alam material akan hilang. Begitu makhluk hidup mengurangi keinginan untuk berkuasa yang sudah lama tersimpan di dalam hatinya, berangsur-angsur secara setimpal ia mulai menikmati kebahagiaan rohani. Dalam mantra Veda dinyatakan bahwa begitu makhluk hidup menjadi bijaksana berhubungan dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, secara setimpal ia menikmati kehidupan kebahagiaan yang kekal.


    13.23

     

    upadraṣṭānumantā ca
    bhartā bhoktā maheśvaraḥ
    paramātmeti cāpy ukto
    dehe 'smin puruṣaḥ paraḥ

    upadraṣṭā—pengawas; anumantā—yang mengizinkan; ca—juga; bhartā—penguasa; bhoktā—kepribadian Yang Paling Utama yang menikmati; mahā-īśvaraḥ—Tuhan Yang Maha Esa; parama -ātmā—Roh Yang Utama; iti—juga; ca—dan; api—memang; uktaḥ—dikatakan; dehe—di dalam badan; asmin—ini; puruṣaḥ—kepribadian yang menikmati; paraḥ—rohani.


    Terjemahan

    Namun di dalam badan ini ada kepribadian lain, kepribadian rohani yang menikmati, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Pemilik segala sesuatu. Beliau berada sebagai Pengawas dan Yang mengizinkan dan Beliau dikenal sebagai Roh Yang Utama.


    Penjelasan

    Dinyatakan di sini bahwa Roh Yang Utama, yang selalu mendampingi roh yang individual, adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa. Beliau bukan makhluk hidup biasa. Oleh karena para pengikut filsafat yang menganggap makhluk hidup bersatu dengan Tuhan menganggap dia yang mengetahui badan adalah satu, mereka menganggap tidak ada perbedaan antara Roh Yang Utama dengan roh yang individual. Untuk menjelaskan hal ini, Krishna menyatakan bahwa Diri-Nya terwujud sebagai Paramatma di dalam setiap badan. Beliau berbeda dari roh individual; Beliau bersifat para, yang berarti rohani. Roh individual menikmati kegiatan lapangan tertentu, tetapi Roh Yang Utama tidak berada sebagai kepribadian terbatas yang menikmati maupun sebagai kepribadian yang ikut serta dalam kegiatan jasmani, melainkan sebagai saksi, pengawas, Yang mengizinkan dan Kepribadian Yang Paling Utama yang menikmati. Beliau bernama Paramatma, bukan atma, dan Beliau bersifat rohani. Cukup jelas bahwa atma dan Paramatma berbeda. Roh Yang Utama, Paramatma, mempunyai lengan dan kaki di mana-mana, tetapi roh individual tidak mempunyai lengan dan kaki seperti itu. Oleh karena Paramatma adalah Tuhan Yang Maha Esa, Beliau berada di dalam untuk mengizinkan roh individual untuk menikmati material. Tanpa izin dari Roh Yang Paling Utama, roh individual tidak dapat berbuat apa-apa. Roh individual adalah bhukta, atau yang dipelihara, sedangkan Tuhan adalah bhokta, atau Pemelihara. Ada makhluk-makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung, dan Beliau bersemayam di dalam hati mereka sebagai kawan.
       Kenyataannya ialah bahwa setiap makhluk hidup adalah bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan untuk selamanya, dan kedua-duanya mempunyai hubungan yang dekat sekali sebagai kawan-kawan. Tetapi makhluk hidup cenderung menolak izin Tuhan Yang Maha Esa dan bertindak sendiri dalam usaha berkuasa atas alam. Oleh karena makhluk hidup mempunyai kecenderungan itu, ia disebut tenaga pinggir dari Tuhan Yang Maha Esa. Makhluk hidup dapat ditempatkan dalam tenaga material atau dalam tenaga rohani. Selama makhluk hidup diikat oleh tenaga material, Tuhan Yang Maha Esa, Roh Yang Utama, sebagai kawannya tetap tinggal bersama makhluk hidup untuk meyakinkannya supaya kembali kepada tenaga rohani. Tuhan selalu ingin mengajak makhluk hidup kembali kepada tenaga rohani, tetapi oleh karena makhluk hidup memiliki kebebasan yang kecil sekali, makhluk hidup senantiasa menolak pergaulan cahaya rohani. Penyalahgunaan kebebasan menyebabkan kesulitan material yang dialami oleh makhluk hidup di dalam alam yang terikat. Karena itu, Tuhan selalu memberi pelajaran, baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar Beliau memberi pelajaran sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita, dan dari dalam Beliau berusaha meyakinkan makhluk hidup bahwa kegiatannya di lapangan material tidak menguntungkan untuk kebahagiaan yang sejati. Beliau bersabda, Tinggalkanlah kegiatan itu dan mengalihkan keyakinanmu kepada-Ku. Baru engkau akan berbahagia." Karena itu, orang cerdas yang menaruh keyakinannya terhadap Paramatma atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa mulai maju menuju kehidupan pengetahuan yang kekal dan penuh kebahagiaan.




    13.24

     

    ya evaḿ vetti puruṣaḿ
    prakṛtiḿ ca guṇaiḥ saha
    sarvathā vartamāno 'pi
    na sa bhūyo 'bhijāyate

    yaḥ—siapa pun yang; evam—demikian; vetti—mengerti; puruṣam—makhluk hidup; prakṛtim—alam material; ca—dan; guṇaiḥ—sifat-sifat alam material; saha—dengan; sarvathā—dengan segala cara; varta-mānaḥ—dengan menjadi mantap; api—walaupun; na—tidak pernah; saḥ—dia; bhūyaḥ—lagi; abhijāyate—dia dilahirkan.


    Terjemahan

    Orang yang mengerti filsafat tersebut mengenai alam material, makhluk hidup dan hal saling mempengaruhi antara sifat-sifat alam pasti mencapai pembebasan. Dia tidak akan dilahirkan lagi di sini, walau bagaimanapun kedudukannya sekarang.


    Penjelasan

    Pengertian yang jelas mengenai alam material, Roh Yang Utama, roh individual dan hubungannya satu sama lain memungkinkan seseorang memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan dan kembali ke alam rohani tanpa ia terpaksa kembali ke alam material ini. Inilah hasil pengetahuan. Tujuan pengetahuan ialah mengerti dengan jelas bahwa makhluk hidup kebetulan telah jatuh ke dalam kehidupan material ini. Melalui usaha pribadinya dalam pergaulan dengan para penguasa, orang-orang suci dan seorang guru kerohanian, dia harus mengerti kedudukannya dan kemudian beralih kepada kesadaran rohani atau kesadaran Krishna dengan cara mengerti Bhagavad-gita sebagaimana dijelaskan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian pasti dia tidak akan pernah datang lagi ke dalam kehidupan material ini; dia akan dipindahkan ke dunia rohani untuk menikmati kehidupan pengetahuan yang kekal yang penuh kebahagiaan.




    13.25

     

    dhyānenātmani paśyanti
    kecid ātmānam ātmanā
    anye sāńkhyena yogena
    karma-yogena cāpare

    dhyānena—oleh semadi; ātmani—di dalam sang diri; paśyānti—melihat; kecit—beberapa; ātmanām—Roh Yang Utama; ātmanā—oleh pikiran; anye—lain-lain; sańkhye na—dari diskusi filsafat; yogena—oleh sistem yoga; karma-yogena—kegiatan tanpa keinginan untuk membuahkan hasil atau pahala; ca—juga; apare—lain-lain.


    Terjemahan


    Beberapa orang melihat Roh Yang Utama melihat di dalam Diri-Nya melalui semadi, orang lain melihat melalui pengembangan pengetahuan, dan orang lain lagi melihat melalui cara bekerja tanpa keinginan untuk membuahkan hasil atau pahala.


    Penjelasan

    Krishna memberitahukan kepada Arjuna bahwa roh-roh yang terikat dapat dibagi menjadi dua golongan dalam hal usaha manusia untuk mencapai keinsafan diri. Orang yang tidak percaya terhadap Tuhan, orang yang menganggap kita tidak mampu mengetahui tentang Tuhan dan orang yang ragu-ragu berada di luar rasa pengertian rohani. Tetapi ada orang lain lagi, yang setia dalam pengertiannya terhadap kehidupan rohani, dan mereka disebut para penyembah yang mawas diri, para filosof dan pekerja yang sudah melepaskan ikatan terhadap hasil atau pahala. Orang yang selalu berusaha membuktikan pelajaran filsafat yang menganggap Tuhan dan makhluk hidup bersatu juga termasuk golongan yang sama dengan orang yang tidak percaya kepada Tuhan (atheis) dan orang yang menganggap bahwa kita tidak dapat mengetahui apa-apa tentang Tuhan. Dengan kata lain, hanya para penyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa berada dalam kedudukan terbaik dalam pengertian rohani, sebab mereka mengerti bahwa di luar alam material ini ada dunia rohani dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang menjelma sebagai Paramatma, Roh Yang Utama di dalam hati semua orang, Tuhan Yang Maha Esa yang berada di mana-mana. Tentu saja ada orang yang berusaha mengerti Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama melalui pengembangan pengetahuan, dan mereka terhitung dalam golongan orang yang setia. Para filosof Sāńkhya menganalisis dunia ini menjadi dua puluh empat unsur dan mereka menempatkan roh yang individual sebagai unsur yang kedua puluh lima. Bila mereka dapat mengerti sifat roh individual melampaui unsur-unsur material, mereka juga dapat mengerti bahwa di atas roh individual ada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliaulah unsur ke dua puluh enam. Dengan cara demikian mereka juga mencapai tingkat bhakti dalam kesadaran Krishna. Orang yang bekerja tanpa ikatan terhadap hasil juga sempurna dalam sikapnya. Mereka diberi kesempatan untuk maju sampai tingkat bhakti dalam kesadaran Krishna. Di sini dinyatakan bahwa ada beberapa orang yang mempunyai kesadaran yang murni dan berusaha menemukan Roh Yang Utama melalui semadi. Bila mereka menemukan Roh Yang Utama di dalam Diri-Nya, mereka pun menjadi mantap pada kedudukan rohani. Begitu pula, ada orang lain yang berusaha mengerti Roh Yang Paling Utama melalui pengembangan pengetahuan, dan ada orang lain lagi yang mengembangkan sistem hatha-yoga dan berusaha memuaskan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dengan kegiatan yang bersifat kekanak-kanakan.



    13.26

     

    anye tv evam ajānantaḥ
    śrutvānyebhya upāsate
    te 'pi cātitaranty eva
    mṛtyuḿ śruti-parāyaṇāḥ

    anye—orang lain; tu—tetapi; evam—demikian; ajānantaḥ—tanpa pengetahuan rohani; śrutvā—dengan mendengar; anyebhyaḥ—dari orang lain; upāsate—mulai menyembah; te—mereka; api—juga; ca—dan; atitaranti—melampaui; evā—pasti; mṛtyum—jalan kematian; srutiparāyaṇāḥ —cenderung mengikuti proses mendengar.


    Terjemahan

    Ada pula orang yang mulai menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa setelah mendengar tentang Beliau dari orang lain, walaupun mereka sendiri belum menguasai pengetahuan rohani. Oleh karena mereka cenderung mendengar dari penguasa-penguasa, mereka pun melampaui jalan kelahiran dan kematian


    Penjelasan

    Ayat ini khususnya dapat dikaitkan dengan masyarakat modern, sebab dalam masyarakat modern pendidikan tentang hal-hal kerohanian hampir tidak ada. Barangkali ada beberapa orang yang kelihatannya tidak percaya kepada Tuhan, menganggap kita tidak dapat mengetahui tentang Tuhan atau suka mempelajari filsafat, tetapi sebenarnya tidak ada orang yang memiliki pengetahuan tentang filsafat. Kalau orang awam adalah roh yang baik, ada kemungkinan ia dapat maju melalui cara mendengar. Proses mendengar tersebut sangat penting. Sri  Caitanya, yang mengajarkan kesadaran Krishna di dunia modern, mementingkan proses mendengar, sebab kalau orang awam hanya mendengar dari sumber-sumber yang dapat dipercaya ia dapat maju, khususnya, menurut Sri  Caitanya, kalau ia mendengar getaran suara rohani Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Karena itu, dinyatakan bahwa semua orang harus memanfaatkan cara mendengar dari roh-roh yang sudah insaf akan Diri-Nya dan berangsur-angsur mereka dapat mengerti segala sesuatu. Kemudian sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa pasti akan dilakukan. Sri Caitanya menyatakan pada jaman ini seseorang tidak perlu mengubah kedudukannya, tetapi ia harus meninggalkan usaha mengerti Kebenaran Mutlak melalui argumentasi yang bersifat angan-angan. Hendaknya seseorang belajar cara menjadi hamba orang yang memiliki pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang cukup beruntung hingga ia dapat berlindung kepada seorang penyembah yang murni, mendengar dari penyembah itu tentang keinsafan diri dan mengikuti langkah-langkahnya, berangsur-angsur ia akan diangkat sampai kedudukan seorang penyembah yang murni. Khususnya dalam ayat ini, proses mendengar sangat dianjurkan, dan ini sangat tepat. Walaupun orang awam seringkali kurang pandai dibandingkan dengan orang yang disebut filosof, namun mendengar dengan penuh keyakinan dari orang yang dapat dipercaya akan membantu seseorang untuk melampaui kehidupan material ini dan pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.




    13.27

     

    yāvat sañjāyate kiñcit
    sattvaḿ sthāvara-jańgamam
    kṣetra-kṣetrajña-saḿyogāt
    tad viddhi Bhārata rṣabha

    yāvat—apa pun; sañjāyate—terwujud; kiñcit—apa pun; sattvām—keberadaan; sthāvara—tidak bergerak; jańgamam—bergerak; kṣetra—dari badan; kṣetra-jña—dan yang mengetahui badan; saḿyogāt—oleh gabungan antara; tat viddhi—engkau harus mengetahuinya; bhārata-ṛṣabha—wahai yang paling utama di antara para Bhārata.


    Terjemahan

    Wahai yang paling utama di antara para Bhārata, ketahuilah bahwa apa pun yang engkau lihat yang sudah diwujudkan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, hanyalah gabungan antara lapangan kegiatan dan yang mengetahui lapangan.


    Penjelasan

    Alam material dan makhluk hidup, yang sudah ada sebelum alam semesta diciptakan, dijelaskan dalam ayat ini. Apa pun yang diciptakan hanyalah gabungan antara makhluk hidup dan alam material. Ada banyak manifestasi seperti pohon, gunung dan bukit yang tidak bergerak, dan banyak kehidupan yang bergerak. Semuanya hanya gabungan antara alam material dan alam utama, yaitu makhluk hidup. Tanpa sentuhan alam utama, yaitu makhluk hidup, tiada sesuatupun yang dapat tumbuh. Hubungan antara unsur-unsur material dan alam berjalan terus untuk selamanya, dan gabungan ini dilaksanakan oleh Tuhan Yang Maha Esa; karena itu, Tuhan Yang Maha Esa mengendalikan alam utama dan alam rendah. Alam material diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan alam utama ditempatkan di dalam alam material ini, dan dengan demikian segala kegiatan dan manifestasi tersebut terjadi.




    13.28

     

    samaḿ sarveṣu bhūteṣu
    tiṣṭhantaḿ parameśvaram
    vinaśyatsv avinaśyantaḿ
    yaḥ paśyati sa paśyati

    samām—secara sama; sarveṣu—didalam semua; bhūteṣu—para makhluk hidup; tiṣṭhan-tam—tinggal; parama -īśvaram—Roh Yang Utama; vinaśyatsu—dalam yang dapat dimusnahkan; avinaśyantam—tidak dibinasakan; yah—siapa pun yang; paśyāti—melihat; saḥ—dia; paśyāti—melihat dengan sebenarnya.


    Terjemahan

    Orang yang melihat Roh Yang Utama mendampingi roh individual di dalam semua badan, dan mengerti bahwa sang roh dan Roh Yang Utama tidak pernah dimusnahkan di dalam badan yang dapat dimusnahkan, melihat dengan sebenarnya.


    Penjelasan

    Melalui pergaulan yang baik, siapa pun yang dapat melihat tiga hal yang telah digabungkan—yaitu badan, pemilik badan, atau roh individual, kawan roh individual—sungguh-sungguh memiliki pengetahuan. Kalau seseorang belum bergaul dengan orang yang sungguh-sungguh menguasai mata pelajaran kerohanian, dia belum dapat melihat tiga hal tersebut. Orang yang tidak dapat bergaul seperti itu berada dalam kebodohan. Mereka hanya melihat badan, dan mereka berpikir bahwa ketika badan dibinasakan, segala sesuatu sudah habis. Tetapi sebenarnya tidak demikian. Sesudah badan dibinasakan, sang roh dan Roh Yang Utama tetap ada, dan mereka berjalan terus untuk selamanya dalam berbagai bentuk yang bergerak dan tidak bergerak. Kata Sansekerta paramesvara kadang-kadang diterjemahkan sebagai roh individual" karena sang roh adalah penguasa badan, dan sesudah badan dibinasakan ia dipindahkan ke dalam bentuk yang lain.
    Dengan cara demikian, sang roh adalah penguasa. Tetapi ada orang lain yang mengartikan kata paramesvara sebagai Roh Yang Utama. Dalam kedua arti tersebut, Roh Yang Utama dan roh individual tetap ada. Mereka tidak dibinasakan. Orang yang dapat melihat dengan cara seperti itu benar-benar dapat melihat apa yang sedang terjadi.




    3.29

     

    samaḿ paśyan hi sarvatra
    samavasthitam īśvaram
    na hinasty ātmanātmānaḿ
    tato yāti parāḿ gatim

    samām—secara merata; paśyan—melihat; hi—pasti; sarvatra—di mana-mana; samavasthitam—terletak secara sama; īśvaram—Roh Yang Utama; na—tidak; hinasti—merosot; ātmanā—oleh pikiran; ātmanām—sang roh; tataḥ—kemudian; yāti—mencapai; param—yang rohani; gatim—tujuan.


    Terjemahan

    Orang yang melihat Roh Yang Utama berada di mana-mana dengan cara yang sama di dalam setiap makhluk hidup tidak menyebabkan Diri-Nya merosot karena pikirannya. Dengan cara demikian ia mendekati tujuan rohani.


    Penjelasan


    Dengan menerima kehidupan materialnya, makhluk hidup ditempatkan dalam kedudukan yang berbeda dari kehidupan rohaninya, tetapi kalau seseorang mengerti bahwa Yang Mahakuasa berada di mana-mana dalam manifestasi-Nya sebagai Paramatma, yaitu kalau seseorang dapat melihat adanya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa di dalam setiap makhluk hidup, ia tidak menyebabkan Diri-Nya merosot melalui sikap mental yang membinasakan. Karena itu, berangsur-angsur ia maju menuju dunia rohani. Pada umumnya pikiran ketagihan proses-proses kepuasan indera-indera; tetapi apabila pikiran beralih kepada Roh Yang Utama, seseorang maju dalam pengertian rohani.




    13.30

     

    prakṛtyaiva ca karmaṇi
    kriyamāṇāni sarvaśaḥ
    yaḥ paśyati tathātmānam
    akartāraḿ sa paśyati

    prakṛtyā—oleh alam material; evā—pasti; ca—juga; karmaṇi—kegiatan; kriyamāṇāni—dengan dilaksanakan; sarvāsaḥ—dalam segala hal; yaḥ—siapa pun yang; paśyāti—melihat; tathā—juga; ātmanām—Diri-Nya; akartāram—yang tidak melakukan; saḥ—dia; paśyāti—melihat secara sempurna.


    Terjemahan

    Orang yang dapat melihat bahwa segala kegiatan dilaksanakan oleh badan, yang diciptakan oleh alam material, dan melihat bahwa sang diri tidak melakukan apa pun, melihat dengan sebenarnya.


    Penjelasan

    Badan ini dibuat oleh alam material di bawah perintah Roh Yang Utama, dan kegiatan apa pun yang sedang terjadi berhubungan dengan badan seseorang bukan hasil karya orang yang bersangkutan. Yang dianggap dilakukan seseorang, baik untuk kebahagiaan maupun untuk dukacita, terpaksa dilakukannya karena kedudukan dasar badan. Akan tetapi, sang diri di luar segala kegiatan jasmani tersebut. Badan ini diberikan menurut keinginan makhluk hidup dari dahulu. Seseorang diberi badan untuk memenuhi keinginan, dan ia bertindak dengan badan menurut itu. Kenyataannya badan adalah mesin, dirancang oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk memenuhi keinginan. Oleh karena keinginan, seseorang ditempatkan dalam keadaan yang sulit untuk menderita atau menikmati. Bilamana penglihatan rohani tersebut tentang makhluk hidup dikembangkan, itu memungkinkan seseorang berpisah dari kegiatan jasmani. Orang yang melihat seperti itu melihat dengan sebenarnya.




    13.31

     

    yadā bhūta-pṛthag-bhāvam
    eka-stham anupaśyati
    tata eva ca vistāraḿ
    brahma sampadyate tadā

    yadā—apabila; bhūta—mengenai para makhluk hidup; pṛthakbhāvam—identitas-identitas yang dipisahkan; eka-stham—mantap dalam satu; anupaśyati—seseorang berusaha melihat melalui penguasa; tatah evā—sesudah itu; ca—juga; vistāram—penjelmaan; brahma—Yang Mutlak; sampadyate—dia mencapai; tadā—pada waktu itu.


    Terjemahan

    Bilamana orang yang mempunyai akal tidak melihat lagi berbagai identitas yang disebabkan oleh berbagai badan jasmani dan ia melihat bagaimana para makhluk hidup dijelmakan di mana-mana, ia mencapai paham Brahman.


    Penjelasan

    Apabila seseorang dapat melihat bahwa berbagai badan yang dimiliki oleh para makhluk hidup timbul karena berbagai keinginan roh individual dan sebenarnya bukan milik sang roh itu sendiri, ia melihat dengan sebenarnya. Dalam paham material tentang kehidupan, kadang-kadang kita melihat makhluk hidup sudah menjadi dewa, makhluk hidup lain sudah menjadi manusia, anjing, kucing, dan sebagainya. Ini merupakan penglihatan material, bukan penglihatan yang sebenarnya. Membedakan secara material seperti itu disebabkan oleh paham hidup yang bersifat material. Sesudah badan material dileburkan, sang roh tetap satu. Sang roh mendapat berbagai jenis badan karena hubungan dengan alam material. Bila seseorang dapat melihat kenyataan ini, ia mencapai penglihatan rohani. Apabila seseorang sudah dibebaskan dari sikap yang membedakan, seperti antara manusia, binatang, besar, rendah dan sebagainya, kesadarannya disucikan dan ia dapat mengembangkan kesadaran Krishna dalam identitas rohaninya. Dalam ayat berikut akan dijelaskan bagaimana ia melihat hal-hal pada waktu itu.




    13.32

     

    anāditvān nirguṇatvāt
    paramātmāyam avyayāḥ
    śarīra-stho 'pi kaunteya
    na karoti na lipyate

    anāditvāt—karena kekekalan; nirguṇatvāt—karena bersifat rohani; parama—di luar alam material; ātmā—sang roh; ayam—ini; avyayāh—tidak dapat dimusnahkan; śarīra-sthah—tinggal di dalam badan; api—walaupun; kaunteyā—wahai putera Kuntī ; na karoti—tidak pernah berbuat apa-apa; na lipyate—dia juga tidak terikat.


    Terjemahan

    Orang yang mempunyai penglihatan kekekalan dapat melihat bahwa sang roh yang tidak dapat dimusnahkan bersifat rohani, kekal, dan di luar sifat-sifat alam. Wahai Arjuna, walaupun sang roh berhubungan dengan badan material, sang roh tidak berbuat apa-apa dan juga tidak diikat.


    Penjelasan


    Makhluk hidup kelihatannya dilahirkan karena badan jasmaninya dilahirkan, tetapi sebenarnya makhluk hidup adalah kekal; ia tidak dilahirkan, dan ia bersifat rohani dan kekal, kendatipun ia berada dalam sesosok badan jasmani. Karena itu, kegiatan yang dilakukan akibat hubungannya dengan badan-badan jasmani tidak menyebabkan ia diikat.




    13.33

     

    yathā sarva-gataḿ saukṣmyād
    ākāśaḿ nopalipyate
    sarvatrāvasthito dehe
    tathātmā nopalipyate

    yathā—sebagai; sarva-gatam—berada di mana-mana; saukṣmyāt—karena bersifat halus; ākāśam—angkasa; na—tidak pernah; upalipyate—campur; sarvatra—di mana-mana; avasthitāḥ—mantap; dehe—dalam badan; tathā—begitu pula; ātmā—sang diri; na—tidak pernah; upalipyate—tercampur.


    Terjemahan

    Oleh karena angkasa bersifat halus, angkasa tidak tercampur dengan apa pun, kendatipun angkasa berada di mana-mana. Begitu pula sang roh yang mantap dalam penglihatan Brahman tidak tercampur dengan badan, walaupun sang roh itu berada di dalam badan.


    Penjelasan

    Udara masuk ke dalam air, lumpur, kotoran dan segala sesuatu yang ada; namun udara tidak tercampur dengan apa pun. Begitu pula, walaupun makhluk hidup berada dalam berbagai jenis badan, ia menyisih dari badan-badan itu karena ia bersifat halus. Karena itu, dengan mata material tidak mungkin seseorang melihat bagaimana makhluk hidup berhubungan dengan badannya dan bagaimana ia keluar dari badan sesudah badan dibinasakan. Tiada seorang ahli pengetahuan pun yang dapat menentukan hal-hal ini.




    13.34

     

    yathā prakāśayaty ekaḥ
    kṛtsnaḿ lokam imaḿ raviḥ
    kṣetraḿ kṣetrī tathā kṛtsnaḿ
    prakāśayati bhārata
    yathā—sebagai; prakāśayāti—menerangi; ekaḥ—satu; kṛtsnam—keseluruhan; lokam—alam semesta; imām—ini; raviḥ—matahari; kṣetram—badan ini; kṣetrī—sang roh; tathā—seperti itu pula; kṛtsnam—semua; prakāśayāti—menerangi; bhārata—wahai putera Bhārata.


    Terjemahan

    Wahai Bhārata, seperti halnya matahari sendiri menerangi seluruh alam semesta ini, begitu pula makhluk hidup, tunggal di dalam badan, menerangi seluruh badan dengan kesadaran.


    Penjelasan

    Ada berbagai teori mengenai kesadaran. Di dalam Bhagavad-gita contoh tentang matahari dan sinar matahari dikemukakan. Seperti halnya matahari mantap di satu tempat tetapi menerangi seluruh alam semesta,begitu pula sebutir roh yang kecil menerangi seluruh badan dengan kesadaran, walaupun ia berada di bagian jantung di dalam tubuh ini. Karena itu, kesadaran membuktikan adanya sang roh, seperti halnya sinar matahari atau cahaya membuktikan adanya matahari. Bila sang roh berada di dalam badan, ada kesadaran di seluruh badan, dan begitu sang roh keluar dari badan, tidak ada kesadaran lagi. Hal itu mudah dimengerti oleh siapa pun yang cerdas. Karena itu, kesadaran tidak dihasilkan dari gabungan-gabungan unsur-unsur alam. Kesadaran adalah tanda atau ciri makhluk hidup. Walaupun kesadaran makhluk hidup bersatu dalam sifat dengan Kesadaran Yang Paling Utama, kesadaran makhluk hidup bukan Mahakuasa, sebab kesadaran tentang badan tertentu tidak ikut menyadari kesadaran dalam badan ini. Tetapi Roh Yang Utama, yang berada di dalam semua badan sebagai kawan roh individual, sadar akan semua badan. Itulah perbedaan antara Kesadaran Yang Paling Utama dan kesadaran individual.





    13.35

     

    kṣetra-kṣetrajñayor evam
    antaraḿ jñāna-cakṣuṣā
    bhūta-prakṛti-mokṣaḿ ca
    ye vidur yānti te param

    kṣetra—mengenai badan; kṣetra-jñayoḥ—mengenai pemilik badan; evam—demikian adanya; antaram—perbedaan; jñāna-cakṣuṣā—oleh pengelihatan pengetahuan; bhūta—dari mahkluk hidup; prakṛti—dari alam material; mokṣam—pembebasan; ca—juga; ye—orang yang; viduḥ—mengetahui; yānti—mendekat; te—mereka; param—Yang Mahakuasa.


    Terjemahan

    Orang yang melihat dengan mata pengetahuan perbedaan antara badan dan yang mengetahui badan, dan juga dapat mengerti proses pembebasan dari ikatan dalam alam material, mencapai Tujuan Yang Paling Utama.


    Penjelasan

    Makna Bab Tiga belas ini ialah bahwa seseorang harus mengetahui perbedaan antara badan, pemilik badan dan Roh Yang Utama. Hendaknya orang mengakui proses pembebasan, sebagaimana diuraikan dalam ayat delapan sampai dua belas. Pada waktu itu ia dapat berjalan terus menuju tujuan yang paling utama.
       Orang yang setia dalam keyakinan terlebih dahulu harus mendapat kesempatan untuk bergaul dengan baik untuk mendengar tentang Tuhan, dan dengan demikian berangsur-angsur dibebaskan dari kebodohan. Kalau seseorang berguru kepada seorang guru kerohanian, ia dapat belajar cara membedakan antara unsur-unsur alam dan roh, dan itulah batu loncatan untuk keinsafan rohani lebih lanjut. Seorang guru kerohanian mengajar murid-muridnya dengan berbagai pelajarannya supaya mereka dapat dibebaskan dari paham hidup yang bersifat material. Misalnya, dalam Bhagavad-gita kita melihat Krishna memberi pelajaran kepada Arjuna untuk membebaskan Arjuna dari pertimbangan-pertimbangan material yang bersifat duniawi.
       Seseorang dapat mengerti bahwa badan ini terdiri dari unsur-unsur alam; badan dapat dianalisis bersama dua puluh empat unsurnya. Badan adalah manifestasi kasar. Manifestasi halus adalah pikiran dan efekefek kejiwaan.Gejala-gejala hidup adalah hal saling mempengaruhi antara ciri-ciri tersebut. Di samping itu, ada sang roh, dan ada pula Roh Yang Utama. Sang roh dan Roh Yang Utama adalah dua. Dunia material ini bekerja karena hubungan antara sang roh dan dua puluh empat unsur material. Orang yang dapat melihat kedudukan dasar seluruh manifestasi material sebagai gabungan tersebut antara sang roh dan unsur-unsur material dan juga dapat melihat kedudukan Roh Yang Utama memenuhi syarat untuk dipindahkan ke dunia rohani. Hal hal ini dimaksudkan untuk direnungkan dan diinsafi, dan hendaknya orang mengerti bab ini secara sempurna dengan bantuan dari guru kerohanian.

    Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Tiga belas Srimad Bhagavad-gita perihal Alam, Kepribadian yang Menikmati dan Kesadaran."



    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Visit Related Posts Below:

















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    Tiga Sifat Alam Material


    14.1

    śrī-bhagavān uvāca
    paraḿ bhūyaḥ pravakṣyāmi
    jñānānāḿ jñānam uttamam
    yaj jñātvā munayaḥ sarve
    parāḿ siddhim ito gatāḥ


    Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; param—rohani; bhūyaḥ—lagi; pravakṣyāmi—Aku akan bersabda; jñānānām—diantara segala pengetahuan; jñānam—pengetahuan; uttamām—paling utama; yat—yang; jñātvā—dengan mengetahui; munayaḥ—para resi; sarve—semua; param—rohani; siddhim—kesempurnaan; itaḥ—dari dunia ini; gatāḥ—mencapai.


    Terjemahan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Sekali lagi Aku akan bersabda kepadamu tentang kebijaksanaan yang paling utama ini, yang paling baik di antara segala pengetahuan. Setelah menguasai pengetahuan ini, semua resi sudah mencapai kesempurnaan yang paling tinggi.


    Penjelasan

    Dari Bab Tujuh sampai akhir Bab Dua belas, Sri Krishna mengungkapkan Kebenaran Mutlak, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa secara terperinci. Sekarang, Krishna Sendiri memberi pengetahuan lebih lanjut kepada Arjuna. Kalau seseorang mengerti bab ini melalui proses angan-angan filsafat, ia akan mencapai pengertian tentang bhakti. Dalam Bab Tiga belas, diterangkan dengan jelas bahwa seseorang dapat dibebaskan dari ikatan material dengan cara mengembangkan pengetahuan dengan rendah hati. Juga sudah dijelaskan bahwa makhluk hidup terikat di dunia material ini karena pergaulan dengan sifat-sifat alam. Sekarang, dalam bab ini, Kepribadian Yang Paling Utama menerangkan bahwa apakah sifat-sifat alam itu, bagaimana cara sifat-sifat alam bergerak, mengikat dan memberi pembebasan. Pengetahuan yang dijelaskan dalam bab ini lebih tinggi dari pada pengetahuan yang diungkapkan di dalam bab-bab sebelumnya, sebagaimana dinyatakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mengerti pengetahuan ini, berbagai resi yang mulia sudah mencapai kesempurnaan dan dipindahkan ke dunia rohani. Sekarang Krishna menjelaskan pengetahuan yang sama dengan cara yang lebih baik. Pengetahuan ini jauh lebih tinggi daripada segala proses pengetahuan yang telah dijelaskan sebelumnya, dan setelah menguasai pengetahuan ini banyak orang sudah mencapai kesempurnaan. Karena itu, diharapkan bahwa orang yang mengerti Bab Empat belas ini akan mencapai kesempurnaan.





    14.2

     

    idaḿ jñānam upāśritya
    mama sādharmyam āgatāḥ
    sarge 'pi nopajāyante
    pralaye na vyathanti ca

    idam—ini; jñānam—pengetahuan; upāśritya—berlindung kepada; mama—milik-Ku; sādharmyam—sifat yang sama; āgatāḥ—setelah mencapai; sarge api—bahkan di dalam ciptaan; na—tidak pernah; upajāyante—dilahirkan; pralaye—dalam peleburan; na—tidak juga; vyathanti—digoyahkan; ca—juga.


    Terjemahan

    Dengan menjadi mantap dalam pengetahuan ini, seseorang dapat mencapai sifat rohani seperti sifat-Ku Sendiri. Setelah menjadi mantap seperti itu, ia tidak dilahirkan pada masa ciptaan atau pun digoyahkan pada masa peleburan.


    Penjelasan

    Sesudah memperoleh pengetahuan rohani yang sempurna, seseorang mencapai sifat yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan ia dibebaskan dari kelahiran dan kematian yang dialami berulang kali. Akan tetapi, ia tidak kelihatan identitasnya sebagai roh individual. Dimengerti dari kesusasteraan Veda bahwa roh-roh yang sudah mencapai pembebasan dan sudah mencapai planet-planet rohani di angkasa rohani selalu memandang kakipadma Tuhan Yang Maha Esa dan menekuni cinta bhakti rohani kepada Beliau. Karena itu, sesudah pembebasan sekalipun, para penyembah tidak kehilangan identitasnya yang individual.
       Pada umumnya, di dunia material, pengetahuan apa pun yang kita peroleh dicemari oleh tiga sifat alam material. Pengetahuan yang tidak dicemari oleh tiga sifat alam disebut pengetahuan rohani. Begitu seseorang mantap dalam pengetahuan rohani itu, ia berada pada tingkat yang sama seperti Kepribadian Yang Paling Utama. Orang yang belum memiliki pengetahuan tentang angkasa rohani menganggap bahwa sesudah makhluk hidup dibebaskan dari kegiatan material yang berasal dari bentuk material, identitas rohani tersebut berubah hingga tidak terwujud, tanpa keanekawarnaan apa pun. Akan tetapi, seperti halnya ada keanekawarnaan material di dunia ini, di dunia rohani pun ada keanekaan. Orang yang tidak mengetahui kenyataan ini menganggap keberadaan rohani adalah lawan keanekawarnaan material. Tetapi sebenarnya di angkasa rohani makhluk hidup memperoleh bentuk rohani. Ada kegiatan rohani, dan keadaan rohani itu disebut kehidupan bhakti. Dinyatakan bahwa suasana itu tidak dicemarkan dan di sana makhluk hidup bersatu dalam sifat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang harus mengembangkan segala sifat rohani untuk memperoleh pengetahuan seperti itu. Orang yang mengembangkan sifat-sifat rohani dengan cara seperti itu tidak dipengaruhi oleh ciptaan maupun peleburan dunia material.





    14.3

     

    mama yonir mahad brahma
    tasmin garbhaḿ dadhāmy aham
    sambhavaḥ sarva-bhūtānāḿ
    tato bhavati bhārata

    mama—milik-Ku; yoniḥ—sumber kelahiran; mahat—seluruh keberadaan material; brahma—paling tama; tasmin—dalam itu; garbham—hamil; dadhāmi—menciptakan; aham—Aku; sambhavaḥ—kemungkinan; sarva-bhūtānām—di antara semua makhluk hidup; tataḥ—sesudah itu; bhavati—menjadi; bhārata—wahai putera Bhārata.


    Terjemahan

    Seluruh bahan material, yang disebut Brahman, adalah sumber kelahiran, dan Aku menyebabkan Brahman itu mengandung, yang memungkinkan kelahiran semua makhluk hidup, wahai putera Bhārata.


    Penjelasan

    Ayat ini adalah penjelasan tentang dunia; segala sesuatu yang terjadi disebabkan oleh gabungan antara kṣetra dan ksetrajna, yaitu badan dan roh. Gabungan antara alam material dan makhluk hidup dimungkinkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sendiri. Mahat-tattva adalah seluruh sebab manifestasi seluruh alam semesta. Jumlah bahan sebab material tersebut, yang terdiri dari tiga sifat alam, kadang-kadang disebut Brahman. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan jumlah bahan tersebut mengandung, dan dengan demikian banyak alam semesta yang jumlahnya tidak terbilang dimungkinkan. Seluruh bahan material tersebut, yaitu mahat-tattva, diuraikan sebagai Brahman dalam kesusasteraan Veda (Mundaka Upanisad 1.1.9): tasmad etad brahma namarupam annam ca jayate. Kepribadian Yang Paling Utama menyebabkan Brahman itu mengandung dengan benih-benih para makhluk hidup. Dua puluh empat unsur, mulai dari tanah, air, api, dan udara, semua adalah tenaga material, dan unsur-unsur itu merupakan apa yang disebut mahad brahma, atau Brahman yang besar, atau alam material. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab Tujuh, di luar alam itu ada alam lain, alam utama—yaitu makhluk hidup. Alam utama dicampur di dalam alam material atas kehendak Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kemudian semua makhluk hidup dilahirkan dari alam material ini.
       Kalajengking bertelur di dalam timbunan beras, dan kadang-kadang dikatakan bahwa kalajengking dilahirkan dari beras. Tetapi beras tidak menyebabkan kalajengking dilahirkan. Sebenarnya ada kalajengking yang bertelur. Begitu pula, alam material bukan sebab kelahiran para makhluk hidup. Benih diberikan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan hanya kelihatannya ia keluar sebagai hasil alam material. Karena itu, setiap makhluk hidup mempunyai badan yang berbeda menurut kegiatannya dari dahulu, dan badan itu diciptakan oleh alam material ini supaya makhluk hidup dapat menikmati atau menderita menurut perbuatannya dari dahulu. Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan segala manifestasi para makhluk hidup di dunia material ini.



    14.4

     

    sarva-yoniṣu kaunteya
    mūrtayaḥ sambhavānti yāḥ
    tāsāḿ brahma mahad yonir
    ahaḿ bīja-pradaḥ pitā


    sarva-yoniṣu—di dalam segala jenis kehidupan; kaunteya—wahai putera Kuntī ; mūrtayaḥ—bentuk-bentuk; sambhavānti—mereka muncul; yaḥ—yang; tāsām—dari semua; brahma—Yang Mahakuasa; mahat yoniḥ—sumber kelahiran dalam bahan material; aham—Aku; bīja-pradaḥ—yang memberi benih; pitā—ayah.


    Terjemahan

    Hendaknya dimengerti bahwa segala jenis kehidupan dimungkinkan oleh kelahiran di alam material ini, dan bahwa Akulah ayah yang memberi benih, wahai putera Kuntī.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini diterangkan dengan jelas bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, adalah ayah asli semua makhluk hidup. Para makhluk hidup adalah gabungan-gabungan antara alam material dan alam rohani. Makhluk-makhluk hidup seperti itu tidak hanya dilihat di planet ini, tetapi juga di semua planet, bahkan di planet yang lebih tinggi sekalipun, yaitu tempat tinggal Brahma. Para makhluk hidup berada di mana-mana; di dalam tanah ada makhluk hidup, bahkan di dalam air dan di dalam api pun ada makhluk hidup. Para makhluk hidup muncul seperti itu karena sang ibu, yaitu alam material, dan proses pemberian benih oleh Krishna. Penjelasan ialah bahwa dunia material mengandung para makhluk hidup, yang ke luar dalam berbagai bentuk pada waktu ciptaan menurut perbuatan mereka dari dahulu.





    14.5

     

    sattvaḿ rājā s tama iti
    guṇāḥ prakṛti-sambhavāḥ
    nibadhnanti mahā-bāho
    dehe dehinam avyayām


    sattvām—sifat kebaikan; rājāḥ—sifat nafsu; tamaḥ—sifat kebodohan; iti—demikian; guṇāḥ—sifat-sifat; prakṛti—alam material; sambhavaḥ—dihasilkan dari; nibadhnanti—mengikat; mahā-bāho—wahai kepribadian yang berlengan perkasa; dehe—dalam badan ini; dehinam—makhluk hidup; avyayām—kekal.


    Terjemahan

    Alam material terdiri dari tiga sifat—kebaikan, nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup yang kekal berhubungan dengan alam, ia diikat oleh sifat-sifat tersebut, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.


    Penjelasan

    Oleh karena makhluk hidup bersifat rohani, ia tidak mempunyai hubungan dengan alam material. Namun, oleh karena ia diikat oleh dunia material, maka ia bertindak di bawah pesona tiga sifat alam material. Oleh karena para makhluk hidup mempunyai berbagai jenis badan, menurut berbagai sifat alam, mereka didorong supaya bertindak menurut sifat alam itu. Inilah yang menyebabkan berbagai jenis suka dan duka.





    14.6

     

    tatra sattvaḿ nirmalatvāt
    prakāśakam anāmayam
    sukha-sańgena badhnāti
    jñāna-sańgena cānagha

    tatra—di sana; sattvām—sifat kebaikan; nirmalatvāt—karena paling murni di dunia material; prakāśakam—menerangi; anāmayam—tanpa reaksi dosa apa pun; sukha—dengan kebahagiaan; sańgena—oleh pergaulan; badhnāti—mengikat; jñāna—dengan pengetahuan; sańgena—oleh pergaulan; ca—juga; anagha—wahai kepribadian yang tidak berdosa.


    Terjemahan

    Wahai yang tidak berdosa, sifat kebaikan lebih murni daripada sifat-sifat yang lain. Karena itu, sifat kebaikan memberi penerangan dan membebaskan seseorang dari segala reaksi dosa. Orang yang mantap dalam sifat itu diikat oleh rasa kebahagiaan dan pengetahuan.


    Penjelasan

    Ada berbagai jenis makhluk hidup yang diikat oleh alam material. Salah satunya adalah jenis makhluk berbahagia, yang lain giat sekali dan yang lain lagi tidak berdaya. Segala manifestasi kejiwaan tersebut menyebabkan status terikat para makhluk hidup di alam. Berbagai jenis ikatan para makhluk hidup dijelaskan dalam bagian ini dari Bhagavad-gita. Sifat pertama yang dipertimbangkan ialah sifat kebaikan. Akibat pengembangan sifat kebaikan di dunia material ialah bahwa seseorang lebih bijaksana daripada orang yang diikat dengan cara yang lain. Orang dalam sifat kebaikan tidak begitu dipengaruhi oleh kesengsaraan material. Contoh sifat ini ialah seorang brahmaṇā, yang dianggap berada dalam sifat kebaikan. Rasa kebahagiaan tersebut disebabkan oleh pengertian bahwa orang dalam sifat kebaikan kurang lebih bebas dari reaksi-reaksi dosa. Sebenarnya, dalam kesusasteraan Veda dinyatakan bahwa sifat kebaikan berarti pengetahuan lebih banyak dan rasa kebahagiaan yang lebih tinggi.
      Kesulitan yang dialami dalam hal ini adalah apabila makhluk hidup berada dalam sifat kebaikan, maka ia menjadi terikat hingga merasa Diri-Nya sudah maju dalam pengetahuan dan lebih baik daripada makhluk hidup lainnya. Dengan cara demikian, ia akan terikat. Ahli ilmu pengetahuan dan filosof adalah contoh yang paling tepat tentang hal ini. Kedua orang tersebut sangat bangga karena pengetahuannya. Oleh karena pada umumnya mereka memperbaiki keadaan hidupnya, mereka merasakan sejenis kebahagiaan material. Rasa kebahagiaan yang sudah maju seperti itu dalam kehidupan yang terikat menyebabkan mereka diikat oleh sifat kebaikan dari alam material. Karena itu mereka tertarik untuk bekerja dalam sifat kebaikan. Selama mereka tertarik untuk bekerja dengan cara seperti itu, mereka harus menerima jenis badan tertentu dalam sifat-sifat alam. Karena itu, pembebasan atau kesempatan untuk dipindahkan ke dunia rohani tidak dimungkinkan. Seseorang dapat dilahirkan sebagai filosof, ahli ilmu pengetahuan, atau penyair berkali-kali, dan berulang kali ia terikat dalam kerugian-kerugian yang sama, yaitu kelahiran dan kematian. Tetapi, akibat khayalan tenaga material, seseorang menganggap kehidupan seperti itu menyenangkan.




    14.7

     

    rajo rāgātmakaḿ viddhi
    tṛṣṇā-sańga-samudbhavam
    tan nibadhnāti kaunteya
    karma-sańgena dehinam

    rājāḥ—nafsu; rāga-ātmakam—dilahirkan dari keinginan atau hawa nafsu; viddhi—mengetahui; tṛṣṇā—dengan hasrat; sańga—pergaulan; samudbhavam—dihasilkan dari; tat—itu; nibadhnāti—mengikat; kaunteya—wahai putera Kuntī ; karma-sańgena—oleh pergaulan dengan kegiatan yang dimaksudkan untuk dapat membuahkan hasil atau pahala; dehinam—makhluk yang berada di dalam badan.


    Terjemahan

    Sifat nafsu dilahirkan dari keinginan dan hasrat yang tidak terhingga, wahai putera Kuntī . Karena itu, makhluk hidup di dalam badan terikat terhadap perbuatan material yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.


    Penjelasan

    Ciri sifat nafsu ialah rasa tertarik antara pria dan wanita. Wanita tertarik pada pria, dan pria tertarik pada wanita. Ini disebut sifat nafsu. Bila sifat nafsu ditingkatkan, seseorang mengembangkan hasrat terhadap kenikmatan material. Dia ingin menikmati kepuasan indera-indera. Demi kepuasan indera-indera, orang dalam sifat nafsu ingin dihormati dalam masyarakat, atau dalam bangsa, dan dia ingin mempunyai keluarga bahagia, dengan anak-anak yang baik, isteri dan rumah. Inilah hasil sifat nafsu. Selama seseorang mempunyai hasrat terhadap hal-hal tersebut, ia harus bekerja dengan giat sekali. Karena itu, dinyatakan dengan jelas di sini, bahwa ia bergaul dengan hasil kegiatannya dan dengan demikian ia diikat oleh kegiatan seperti itu. Seseorang harus bekerja untuk menyenangkan hati isteri, anak-anak dan masyarakatnya dan memelihara prestasinya. Karena itu, seluruh dunia material kurang lebih berada dalam sifat nafsu. Peradaban modern dianggap maju menurut patokan sifat nafsu. Dahulu, sifat kebaikan dianggap sebagai kemajuan. Kalau orang yang berada dalam sifat kebaikan sekalipun tidak mencapai pembebasan, apa yang dapat dikatakan tentang orang yang terikat dalam sifat nafsu?




    14.8

     

    tamas tv ajñāna-jaḿ viddhi
    mohanaḿ sarva-dehinām
    pramādālasya-nidrābhis
    tan nibadhnāti bhārata

    tamaḥ—sifat kebodohan; tu—tetapi; ajñāna-jam—dihasilkan dari kebodohan; viddhi—ketahuilah; mohanam—khayalan; sarva-dehinam—terhadap semua makhluk yang mempunyai badan; pramāda—dengan goncangan jiwa; ālasya—sifat malas; nidrābhiḥ—dan kecenderungan untuk tidur; tat—itu; nibadhnāti—mengikat; bhārata—wahai putera Bhārata.


    Terjemahan

    Wahai putera Bhārata, ketahuilah bahwa sifat kegelapan, yang dilahirkan dari kebodohan, adalah khayalan bagi semua makhluk hidup yang mempunyai badan. Akibat sifat ini adalah kegoncangan jiwa, sifat malas dan kecenderungan untuk tidur, yang mengikat roh yang terikat


    Penjelasan

    Dalam ayat ini, penggunaan khusus kata tu sangat bermakna. Ini berarti sifat kebodohan adalah kwalifikasi yang aneh sekali bagi roh di dalam badan. Sifat kebodohan adalah lawan sifat kebaikan. Dalam sifat kebaikan, seseorang dapat mengerti bagaimana keadaan yang sebenarnya dengan cara mengembangkan pengetahuan. Tetapi sifat kebodohan adalah lawan pengetahuan itu. Semua orang di bawah pesona sifat kebodohan menjadi gila, dan orang gila tidak dapat mengerti bagaimana keadaan yang sebenarnya. Orang dalam kebodohan tidak maju, melainkan ia merosot. Definisi sifat kebodohan dinyatakan dalam kesusasteraan Veda. Vastuyathatmya jñānavarakam viparyaYajñānajanakam tamah: Di bawah pesona kebodohan, seseorang tidak dapat mengerti sesuatu dengan sebenarnya. Misalnya, semua orang dapat melihat bahwa kakeknya sudah meninggal. Karena itu, dia pun akan meninggal nanti; manusia pasti meninggal. Anak-anak juga pasti akan meninggal; karena itu, kematian adalah kepastian. Namun, orang masih gila untuk mengumpulkan uang dan bekerja dengan keras sekali sepanjang hari dan sepanjang malam, tanpa mempedulikan sang roh yang kekal. Inilah kegoncangan jiwa. Dalam keadaan gila, mereka sangat enggan maju dalam pengertian rohani. Orang seperti itu malas sekali. Bila mereka diundang bergaul untuk pengertian rohani, mereka tidak begitu tertarik. Mereka juga tidak giat seperti orang yang dikendalikan oleh sifat nafsu. Karena itu, gejala lain orang yang tertanam dalam sifat kebodohan ialah bahwa dia tidur lebih daripada yang dibutuhkan. Tidur enam jam sudah cukup, tetapi orang dalam sifat kebodohan tidur sekurang-kurangnya sepuluh atau dua belas jam sehari. Orang seperti itu kelihatannya selalu murung, kecanduan mabuk-mabukan dan suka tidur pada setiap waktu. Inilah gejala-gejala orang yang diikat oleh sifat kebodohan.




    14.9

     

    sattvaḿ sukhe sañjayati
    rājāḥ karmaṇi bhārata
    jñānam āvṛtya tu tamaḥ
    pramāde sañjayaty uta

    sattvām—sifat kebaikan; sukhe—dalam kebahagiaan; sañjayati—mengikat; rājāḥ—sifat nafsu; karmaṇi—dalam kegiatan untuk membuahkan hasil; bhārata—wahai putera Bhārata ; jñānam—pengetahuan; āvṛtya—menutupi; tu—tetapi; tamaḥ—sifat kebodohan; pramāde—dalam keadaan gila; sañjayati—mengikat; uta—dikatakan.


    Terjemahan

    Wahai putera Bhārata, sifat kebaikan mengikat seseorang pada kebahagiaan; nafsu mengikat Diri-Nya pada kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala; dan kebodohan, yang menutupi pengetahuannya mengikat Diri-Nya pada kegilaan.


    Penjelasan

    Orang dalam sifat kebaikan puas dengan pekerjaan atau apa yang dicarinya di bidang intelek, seperti seorang filosof, ahli ilmu pengetahuan atau pendidik barangkali menekuni bidang pengetahuan tertentu dan merasa puas dengan cara seperti itu. Orang dalam sifat nafsu sibuk dalam kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; ia memiliki sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan uang untuk kepentingan-kepentingan yang baik. Kadang-kadang ia berusaha membuka rumah sakit, memberi sumbangan kepada lembaga-lembaga sosial dan sebagainya. Inilah tanda-tanda orang dalam sifat nafsu. Sifat kebodohan menutupi pengetahuan. Dalam sifat kebodohan, apa pun yang dilakukan seseorang tidak baik untuk Diri-Nya maupun untuk orang lain.




    14.10

     

    rājā s tamaś cābhibhūya
    sattvaḿ bhavati bhārata
    rājā ḥ sattvaḿ tamaś caiva
    tamaḥ sattvaḿ rājā s tathā

    rājāḥ—sifat nafsu; tamaḥ—sifat kebodohan; ca—juga; abhibhūya—mengatasi; sattvām—sifat kebaikan; bhavati—menonjol; bhārata—wahai putera Bhārata ; rājāḥ—sifat nafsu; sattvām—sifat kebaikan; tamaḥ—sifat kebodohan; ca—juga; evā—seperti itu; tamaḥ—sifat kebodohan; sattvām—sifat kebaikan; rājāḥ—sifat nafsu; tathā—demikian.


    Terjemahan

    Kadang-kadang sifat kebaikan menonjol, dan mengalahkan sifat nafsu dan kebodohan, wahai putera Bhārata. Kadang-kadang sifat nafsu mengalahkan sifat kebaikan dan kebodohan, dan pada waktu yang lain kebodohan mengalahkan kebaikan dan nafsu. Dengan cara demikian selalu ada persaingan untuk berkuasa.


    Penjelasan

    Bila sifat nafsu menonjol, sifat-sifat kebaikan dan kebodohan dikalahkan. Bila sifat kebaikan menonjol, sifat nafsu dan kebodohan dikalahkan. Bilamana sifat kebodohan menonjol, nafsu dan kebaikan dikalahkan. Persaingan ini selalu berjalan terus. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh ingin maju dalam kesadaran Krishna harus melampaui tiga sifat tersebut. Menonjolnya sifat alam tertentu terwujud dalam tingkah laku, kegiatan, cara makan seseorang, dan sebagainya. Semua ini akan dijelaskan dalam bab-bab terakhir. Tetapi kalau seseorang berminat, ia dapat mengembangkan sifat kebaikan melalui latihan dan dengan demikian mengalahkan sifat-sifat kebodohan dan nafsu. Begitu pula seseorang dapat mengembangkan sifat nafsu dan mengalahkan sifat kebaikan dan kebodohan. Atau seseorang dapat mengembangkan sifat kebodohan dan mengalahkan kebaikan dan nafsu. Walaupun ada tiga sifat alam material, kalau seseorang bertabah hati ia dapat diberkati oleh sifat kebaikan, dan dengan melampaui sifat kebaikan, ia dapat menjadi mantap dalam kebaikan murni, yang disebut keadaan vasudeva, keadaan yang memungkinkan seseorang mengerti ilmu pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Esa. Dari perwujudan kegiatan tertentu, dapat dimengerti seseorang berada dalam sifat alam yang mana.




    14.11

    sarva-dvāreṣu dehe 'smin
    prakāśa upajāyate
    jñānaḿ yadā tadā  vidyād
    vivṛddhaḿ sattvām ity uta

    sarva-dvāreṣu—di semua pintu gerbang; dehe asmin—dalam badan ini; prakāśaḥ—sifat terang; upajāyate—berkembang; jñānam—pengetahuan; yadā—apabila; tadā—pada waktu itu; vidyāt—mengetahui; vivṛddham—meningkat; sattvām—sifat kebaikan; iti uta—dinyatakan demikian.


    Terjemahan

    Perwujudan-perwujudan sifat kebaikan dapat dialami bila semua pintu gerbang badan diterangi oleh pengetahuan.


    Penjelasan

    Badan mempunyai sembilan pintu gerbang: Dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, mulut, kemaluan dan dubur. Bila tiap pintu gerbang diterangi oleh tanda-tanda kebaikan, harus dimengerti bahwa seseorang sudah mengembangkan sifat kebaikan. Dalam sifat kebaikan, seseorang dapat melihat hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya, mendengar hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya, dan merasakan hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya. Lahir batin seseorang disucikan. Pada setiap pintu gerbang tanda-tanda kebahagiaan berkembang, dan itulah kedudukan kebaikan.


    14.12

     

    lobhaḥ pravṛttir ārambhaḥ
    karmaṇām aśamaḥ spṛhā
    rājā sy etāni jāyante
    vivṛddhe Bhārata rṣabha

    lobhāḥ—loba; pravṛttiḥ—kegiatan; ārambhaḥ—usaha; karmaṇām—di dalam kegiatan; aśamaḥ—tidak dapat dikendalikan; spṛhā—keinginan; rājāsi—dari sifat nafsu; etāni—semua ini; jāyante—berkembang; vivṛddhe—bila ada kelebihan; bhārata-ṛṣabha—wahai yang paling utama di antara para putera keturunan Bhārata.


    Terjemahan

    Wahai yang paling utama di antara para putera keturunan Bhārata, bila sifat nafsu meningkat, berkembanglah tanda-tanda ikatan yang besar, kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, usaha yang keras sekali, keinginan dan hasrat yang tidak dapat dikendalikan.


    Penjelasan

    Orang di bawah pengaruh sifat nafsu tidak pernah puas dalam kedudukan yang sudah dicapainya. Ia berhasrat menaikkan kedudukannya. Kalau dia ingin mendirikan rumah tempat tinggal, dia berusaha sekuat tenaga untuk memiliki rumah seperti istana, seolah-olah dia dapat tinggal di dalam rumah itu untuk selamanya. Dia mengembangkan hasrat yang besar sekali untuk kepuasan indera-indera. Kepuasan indera-indera tidak ada habisnya. Dia selalu ingin tetap tinggal bersama keluarganya di rumahnya dan melanjutkan proses kepuasan indera-indera. Semua hal tersebut tidak ada habisnya. Harus dimengerti bahwa semua tanda-tanda tersebut adalah ciri sifat nafsu.



    14.13

     

    aprakāśo 'pravṛttiś ca
    pramādo moha eva ca
    tamasy etāni jāyante
    vivṛddhe kuru-nandana

    aprakāśaḥ—kegelapan; apravṛttiḥ—tidak melakukan kegiatan; ca—dan; pramādaḥ—kegilaan; mohaḥ—khayalan; evā—pasti; ca—juga; tamasi—sifat kebodohan; etāni—ini; jāyante—diwujudkan; vivṛddhe—dikembangkan; kuru-nandana—wahai putera Kuru.


    Terjemahan

    Bila sifat kebodohan meningkat, terwujudlah kegelapan, malas-malasan, keadaan gila dan khayalan, wahai putera Kuru.


    Penjelasan

    Bila tidak ada penerangan, tidak ada pengetahuan. Orang dalam sifat kebodohan tidak bekerja menurut prinsip yang mengatur; dia ingin bertindak seenaknya, tanpa tujuan tertentu. Walaupun ia sanggup bekerja, ia tidak berusaha. Inilah yang disebut khayalan. Walaupun kesadaran berjalan terus, kehidupan tidak ada kegiatannya. Inilah ciri-ciri orang yang berada dalam sifat kebodohan.




    14.14

     

    yadā sattve pravṛddhe tu
    pralayaḿ yāti deha-bhṛt
    tadottama-vidāḿ lokān
    amalān pratipadyate

    yadā—apabila; sattve—sifat kebaikan; pravṛddhe—dikembangkan; tu—tetapi; pralayam—peleburan; yāti—pergi; deha-bhṛt—dia yang berada di dalam badan; tadā—pada waktu itu; uttama-vidām—milik para resi yang mulia; lokān—planet-planet; amalān—murni; pratipadyate—mencapai.


    Terjemahan

    Bila seseorang meninggal dalam sifat kebaikan, ia mencapai planet-planet murni yang lebih tinggi, tempat tinggal para resi yang mulia.

    Penjelasan


     Orang yang berada dalam sifat kebaikan mencapai susunan-susunan planet yang lebih tinggi, misalnya Brahmaloka atau Janoloka. Di sana ia menikmati kebahagiaan seperti yang dinikmati oleh para dewa. Kata amalān bermakna bebas dari sifat-sifat nafsu dan kebodohan." Ada hal-hal yang mencemarkan dunia material, tetapi sifat kebaikan adalah bentuk kehidupan yang paling murni di dunia material. Ada berbagai jenis planet untuk berbagai jenis makhluk hidup. Orang yang meninggal dalam sifat kebaikan diangkat sampai planet-planet tempat tinggal para resi yang mulia dan para penyembah yang mulia.




    14.15

     

    rājāsi pralayaḿ gatvā
    karma-sańgiṣu jāyate
    tathā pralīnas tamasi
    mūḍha-yoniṣu jāyate

    rājāsi—dalam nafsu; pralayam—peleburan; gatvā—dengan mencapai; karma-sańgiṣu—dalam pergaulan orang yang sibuk dalam kegiatan untuk membuahkan hasil; jāyate—dilahirkan; tathā—seperti itu pula; pralīnaḥ—dengan dilebur; tamasi—dalam kebodohan; mūḍha-yoniṣu—dalam jenis kehidupan sebagai binatang; jāyate—dilahirkan.


    Terjemahan

    Bila seseorang meninggal dalam sifat nafsu, ia dilahirkan di tengah-tengah mereka yang sibuk dalam kegiatan yang dimaksud untuk membuahkan hasil. Bila seseorang meninggal dalam sifat kebodohan, ia dilahirkan di kerajaan binatang.


    Penjelasan

    Beberapa orang mempunyai kesan seolah-olah apabila sang roh mencapai tingkat kehidupan manusia, ia tidak pernah turun lagi. Ini anggapan yang keliru. Menurut ayat ini, kalau seseorang mengembangkan sifat kebodohan, sesudah ia meninggal ia merosot ke dalam jenis kehidupan sebagai binatang. Dari tingkat itu, dia harus naik lagi, melalui suatu proses evolusi, sampai mencapai bentuk kehidupan manusia lagi. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh serius tentang kehidupan manusia hendaknya mengambil sifat kebaikan dan melampaui sifat-sifat alam dalam pergaulan yang baik hingga menjadi mantap dalam kesadaran Krishna. Inilah tujuan kehidupan manusia. Kalau tidak demikian, tidak dapat dijamin bahwa seorang manusia akan mencapai status manusia lagi.




    14.16

     

    karmaṇaḥ sukṛtasyāhuḥ
    sāttvikaḿ nirmalaḿ phalam
    rājā sas tu phalaḿ duḥkham
    ajñānaḿ tamasaḥ phalam

    karmaṇaḥ—tentang pekerjaan; su-kṛtasya—saleh; āhuḥ—dikatakan; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; nirmalam—disucikan; phalam—hasil; rājā saḥ—dari sifat nafsu; tu—tetapi; phalam—hasil; duḥkham—dukacita; ajñānām—hal-hal yang tidak-tidak; tamasaḥ—dari sifat kebodohan; phalam—hasil.


    Terjemahan

    Hasil perbuatan saleh bersifat murni dan dikatakan bersifat kebaikan. Tetapi perbuatan yang dilakukan dalam sifat nafsu mengakibatkan kesengsaraan, dan perbuatan yang dilakukan dalam sifat kebodohan mengakibatkan hal-hal yang bukan-bukan.


    Penjelasan

    Hasil kegiatan saleh dalam sifat kebaikan bersifat murni. Karena itu para resi, yang bebas dari segala khayalan, mantap dalam kebahagiaan. Tetapi kegiatan dalam sifat nafsu hanya penuh kesengsaraan. Kegiatan mana pun yang dilakukan demi kebahagiaan material pasti dikalahkan. Misalnya, kalau seseorang ingin memiliki gedung pencakar langit, manusia harus menderita banyak sebelum pencakar langit yang besar itu dapat dibangun. Seorang pengumpul modal harus mengalami banyak kesulitan untuk mengumpulkan jumlah kekayaan yang besar, dan orang yang bekerja keras untuk mendirikan banguṇān itu harus bekerja dengan badannya. Kesengsaraan tentunya ada. Karena itu, dalam Bhagavad-gita dinyatakan bahwa dalam segala kegiatan yang dilakukan di bawah pesona sifat nafsu, pasti ada kesengsaraan yang besar. Mungkin dirasakan sekedar apa yang disebut kebahagiaan dalam pikiran—Saya sudah memiliki rumah ini atau uang ini"—tetapi ini bukan kebahagiaan yang sebenarnya.
       Orang yang bekerja dalam sifat kebodohan tidak memiliki pengetahuan. Karena itu, segala kegiatan orang itu mengakibatkan kesengsaraan pada saat ini, dan sesudahnya dia akan berjalan terus menuju kehidupan binatang. Kehidupan binatang selalu penuh kesengsaraan, kendatipun para binatang tidak mengerti kenyataan ini karena mereka berada di bawah pesona tenaga yang mengkhayalkan, tenaga mayā. Menyembelih binatang yang tidak bersalah juga disebabkan oleh sifat kebodohan. Para pembunuh binatang tidak mengetahui bahwa pada masa yang akan datang binatang itu akan memperoleh badan yang tepat untuk membunuh mereka. Itulah hukum alam. Dalam masyarakat manusia, kalau seseorang membunuh orang lain, ia harus menjalani hukuman mati. Itulah hukum negara. Oleh karena kebodohan, manusia tidak mengerti bahwa alam semesta adalah seperti suatu negara yang lengkap yang dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Setiap makhluk hidup adalah putera Tuhan Yang Maha Esa, dan Beliau tidak membiarkan seekor semut pun dibunuh. Seseorang harus menerima reaksi perbuatan itu. Karena itu, membunuh binatang untuk memuaskan nafsu lidah adalah jenis kebodohan yang paling kasar. Manusia tidak perlu membunuh binatang, sebab Tuhan Yang Maha Esa sudah menyediakan begitu banyak bahan makanan yang bagus. Kalau seseorang makan daging tanpa mempedulikan kenyataan tersebut, harus dimengerti bahwa ia bertindak dalam sifat kebodohan dan ia sedang menyiapkan masa depan yang sangat gelap. Di antara segala jenis pembunuhan binatang, membunuh sapi adalah yang paling kejam, sebab sapi memberikan segala jenis kebahagiaan kepada kita dengan menyediakan susu. Membunuh sapi adalah perbuatan kebodohan yang paling kasar. Dalam kesusasteraan Veda (rg Veda 9.4.64) kata-kata gobhih prinitamatsaram menunjukkan bahwa orang yang sudah puas sepenuhnya dengan susu tetapi ingin membunuh sapi berada dalam kebodohan yang paling kasar. Ada doa pujian dalam kesusasteraan Veda yang berbunyi:

    namo brahmaṇya-devāya
    go-brāhmaṇa-hitāya ca
    jagad-dhitāya kṛṣṇāya
    govindāya namo namaḥ

    Tuhan yang hamba cintai, Andalah yang mengharapkan kesejahteraan sapi dan para brahmaṇā, dan Anda mengharapkan kesejahteraan seluruh masyarakat manusia dan dunia" (Visnu Purana 1.19.65). Arti ayat tersebut adalah bahwa dalam doa pujian ini perlindungan terhadap sapi dan para brahmaṇā disebut secara khusus. Para brahmaṇā adalah lambang pendidikan rohani, dan sapi adalah lambang makanan yang paling berharga; dua makhluk hidup tersebut, yaitu para brahmaṇā dan sapi-sapi, harus diberi segala perlindungan—itulah kemajuan sejati peradaban. Dalam masyarakat manusia modern, pengetahuan rohani dialpakan, dan pemotongan sapi dikembangkan. Karena itu, harus dimengerti bahwa masyarakat manusia sedang maju ke arah yang keliru dan sedang membuka jalan untuk kutukannya sendiri. Peradaban yang membimbing para warga negara untuk menjadi binatang dalam penjelmaan yang akan datang tentu saja bukan peradaban manusia. Peradaban manusia sekarang jelas tersesat secara kasar oleh sifat-sifat nafsu dan kebodohan. Jaman sekarang sangat berbahaya, dan semua bangsa dengan seksama harus memberikan cara yang paling mudah, yaitu kesadaran Krishna, untuk menyelamatkan manusia dari bahaya yang paling besar.




    14.17

     

    sattvāt sañjāyate jñānaḿ
    rājā so lobha eva ca
    pramāda-mohau tamaso
    bhavato 'jñānam eva ca

    sattvāt—dari sifat kebaikan; sañjāyate—berkembang; jñānam—pengetahuan; rājā saḥ—dari sifat kebodohan; lobhāḥ—loba; evā—pasti; ca—juga; pramāda—sifat gila; mohau—dan khayalan; tamasaḥ—dari sifat kebodohan; bhavataḥ—berkembang; ajñānām—hal-hal yang tidaktidak; evā—pasti; ca—juga.


    Terjemahan

    Pengetahuan yang sejati berkembang dari sifat kebaikan; loba berkembang dari sifat nafsu; dan kegiatan yang bukan-bukan, sifat gila dan khayalan berkembang dari sifat kebodohan.


    Penjelasan

    Oleh karena peradaban sekarang tidak begitu baik bagi para makhluk hidup, maka kesadaran Krishna-lah yang dianjurkan. Melalui kesadaran Krishna, masyarakat akan mengembangkan sifat kebaikan. Bila sifat kebaikan dikembangkan, orang akan melihat hal-hal menurut kedudukannya yang sebenarnya. Dalam sifat kebodohan, manusia persis seperti binatang dan tidak dapat melihat dengan jelas. Misalnya, dalam sifat kebodohan, mereka tidak melihat bahwa dengan membunuh seekor binatang, mereka mengambil resiko bahwa mereka akan dibunuh oleh binatang yang sama dalam penjelmaan yang akan datang. Oleh karena orang tidak dididik dengan pengetahuan yang sejati, akhirnya mereka tidak bertanggung jawab. Untuk menghentikan sifat tidak bertanggung jawab tersebut, harus ada pendidikan untuk mengembangkan sifat kebaikan di kalangan rakyat umum. Bila mereka sungguh-sungguh terdidik dalam sifat kebaikan, mereka akan menjadi sopan, dan memiliki pengetahuan sepenuhnya tentang hal-hal menurut kedudukannya yang sebenarnya. Pada waktu itu rakyat akan bahagia dan makmur. Meskipun kebanyakan orang belum berbahagia dan makmur, kalau beberapa persen mengembangkan kesadaran Krishna hingga mantap dalam sifat kebaikan, maka ada kemungkinan kedamaian dan kemakmuran dapat dinikmati di seluruh dunia. Kalau tidak demikian, bila dunia menekuni sifat-sifat nafsu dan kebodohan, maka tidak mungkin ada kedamaian maupun kemakmuran. Dalam sifat nafsu, orang kelobaan dan hasrat mereka untuk menikmati indera-indera tidak terhingga. Orang dapat melihat bahwa walaupun seseorang memiliki uang secukupnya dan fasilitas yang memadai untuk kepuasan indera-indera, tidak ada kebahagiaan maupun ketenangan di dalam pikirannya. Itu tidak mungkin, sebab ia berada dalam sifat nafsu. Kalau seseorang sungguh-sungguh menginginkan kebahagiaan, uangnya tidak dapat membantu Diri-Nya; ia harus mengangkat Diri-Nya sampai sifat kebaikan dengan cara berlatih kesadaran Krishna. Bila seseorang sibuk dalam sifat nafsu, dia tidak hanya sedih dalam hatinya, tetapi pekerjaan dan pencahariannya juga penuh kesulitan. Ia harus membuat begitu banyak rencana dan acara untuk memperoleh uang secukupnya guna memelihara kedudukannya sekarang. Ini semua penuh kesengsaraan. Dalam sifat kebodohan, orang menjadi semakin gila. Mereka dibuat sedih oleh keadaannya, hingga berlindung pada mabuk-mabukan, dan dengan demikian mereka semakin merosot ke dalam kebodohan. Masa depan kehidupan mereka sangat gelap.

    14.18

     

    ūrdhvaḿ gacchanti sattva-sthā
    madhye tiṣṭhanti rājasāḥ
    jaghanya-guṇa-vṛtti-sthā
    adho gacchanti tāmasāḥ


    ūrdhvam—ke atas; gacchanti—pergi; sattva-sthāḥ—orang yang berada dalam sifat kebaikan; madhye—di tengah; tiṣṭhanti—tinggal; rājasāḥ—orang yang berada dalam sifat kebaikan; jaghanya—dari yang jijik; guṇa—sifat; vṛtti-sthāḥ—yang pencahariannya; adhaḥ—ke bawah; gacchanti—pergi; tamasaḥ—orang yang berada dalam sifat kebodohan.


    Terjemahan

    Orang yang berada dalam sifat kebaikan berangsur-angsur naik sampai planet-planet yang lebih tinggi; orang yang berada dalam sifat nafsu hidup di planet-planet seperti bumi; orang yang berada dalam sifat kebodohan yang menjijikkan turun memasuki dunia-dunia neraka.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini hasil perbuatan dalam tiga sifat alam dikemukakan dengan cara yang lebih jelas. Ada susunan planet yang lebih tinggi, terdiri dari planet-planet surga. Di planet-planet surga semua makhluk hidup sudah maju sekali. Menurut tingkat perkembangan sifat kebaikan, makhluk hidup dapat dipindahkan ke berbagai planet dalam sistem tersebut. Planet tertinggi bernama Satyaloka, atau Brahmaloka, tempat tinggal kepribadian yang paling utama di alam semesta ini, yaitu dewa Brahma. Kita sudah melihat bahwa kita hampir tidak sanggup memperkirakan keadaan hidup yang ajaib di Brahmaloka, tetapi keadaan hidup tertinggi, yaitu sifat kebaikan, dapat membawa diri kita ke sana.
      Sifat nafsu bersifat campuran. Sifat nafsu berada di tengah antara sifat kebaikan dan sifat kebodohan. Seseorang tidak selalu murni, tetapi kalaupun ia berada dalam sifat nafsu secara murni, ia hanya akan tetap tinggal di bumi ini sebagai rājā  atau orang kaya. Tetapi oleh karena ada campuran, ia juga dapat turun. Manusia di bumi ini, baik dalam sifat nafsu maupun kebodohan, tidak dapat mendekati planet-planet yang lebih tinggi secara paksa dengan menggunakan mesin. Dalam sifat nafsu, juga ada kemungkinan seseorang akan menjadi gila dalam penjelmaan yang akan datang.
      Sifat yang paling rendah, yakni sifat kebodohan, diuraikan di sini sebagai sesuatu yang menjijikkan. Akibat seseorang mengembangkan kebodohan adalah resiko yang amat besar. Sifat kebodohan adalah sifat terendah dalam alam material. Di bawah tingkat manusia ada delapan juta jenis kehidupan—burung, hewan, binatang yang merayap, pohon, dan sebagainya—dan menurut perkembangan sifat kebodohan, orang merosot sampai keadaan yang menjijikkan tersebut. Kata tamasaḥ juga sangat bermakna di sini. Tamasah berarti orang yang senantiasa hidup dalam sifat kebodohan tanpa naik tingkat sampai tingkat yang lebih tinggi. Masa depan mereka sangat gelap.
      Ada kesempatan untuk manusia dalam sifat-sifat kebodohan dan nafsu untuk diangkat sampai sifat kebaikan, dan sistem itu disebut kesadaran Krishna. Tetapi orang yang tidak memanfaatkan kesempatan tersebut pasti akan terus hidup di dalam sifat-sifat yang lebih rendah.




    14.19

     

    nānyaḿ guṇebhyaḥ kartāraḿ
    yadā draṣṭānupaśyati
    guṇebhyaś ca paraḿ vetti
    mad-bhāvaḿ so 'dhigacchati

    na—tidak ada; anyam—lain; guṇebhyaḥ—pada sifat-sifat; kartāram—pelaku; yadā—bila; draṣṭā—orang yang melihat; anupaśyāti—melihat dengan sebenarnya; guṇebhyaḥ—pada sifat-sifat alam; ca—dan; param—rohani; vetti—mengetahui; mat-bhāvam—kepada alam rohani-Ku; saḥ—dia; adhigacchati—diangkat.


    Terjemahan

    Bila seseorang melihat dengan sebenarnya bahwa dalam segala kegiatan tiada pelaku lain yang bekerja selain sifat-sifat alam tersebut dan ia mengenal Tuhan Yang Maha Esa, yang melampaui segala sifat tersebut, maka ia mencapai alam rohani-Ku.


    Penjelasan

    Seseorang dapat melampaui segala kegiatan sifat-sifat alam material hanya kalau ia mengerti tentang sifat-sifat itu dengan cara yang sebenarnya dengan belajar dari tujuan-tujuan yang benar. Guru kerohanian yang sejati adalah Krishna, dan Krishna sedang menyampaikan pengetahuan rohani ini kepada Arjuna. Begitu pula, seseorang harus mempelajari ilmu pengetahuan tentang hubungan menurut sifat-sifat alam material dari orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya. Kalau tidak, kehidupannya akan tersesat. Dari ajaran seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, makhluk hidup dapat mengetahui tentang kedudukan rohaninya, badan jasmaninya, indera-inderanya, bagaimana ia terperangkap, dan bagaimana ia dibawah pesona sifat-sifat alam material. Ia tidak berdaya dalam cengkeraman sifat-sifat tersebut, tetapi apabila ia dapat melihat kedudukan yang sebenarnya, ia dapat mencapai tingkat rohani, dan dimungkinkan ia memasuki kehidupan rohani. Sebenarnya bukan makhluk hidup yang melaksanakan berbagai kegiatan. Ia terpaksa bertindak karena berada dalam jenis badan tertentu, yang diatur oleh sifat alam material tertentu. Kalau seseorang tidak dibantu oleh penguasa rohani, ia tidak dapat mengerti kedudukannya yang sebenarnya. Dengan pergaulan seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, ia dapat melihat kedudukannya yang sebenarnya, dan dengan pengertian seperti itu ia dapat menjadi mantap dalam kesadaran Krishna sepenuhnya. Orang yang sadar akan Krishna tidak dikendalikan oleh pesona sifat-sifat alam material. Sudah dinyatakan dalam Bab Tujuh bahwa orang yang sudah menyerahkan diri kepada Krishna dibebaskan dari kegiatan alam material. Pengaruh alam material berangsur-angsur berhenti bagi orang yang dapat melihat hal-hal dengan sebenarnya.




    14.20

     

    guṇān etān atītya trīn
    dehī deha-samudbhavān
    janma-mṛtyu-jarā-duḥkhair
    vimukto 'mṛtam aśnute

    guṇān—sifat-sifat; etān—semua ini; atītya—melampaui; trīn—tiga; dehī—dia yang berada di dalam badan; deha—badan; samudbhavān—dihasilkan dari; janma—dari kelahiran; mṛtyu—kematian; jarā—dan usia tua; duḥkhaiḥ—dukacita; vimuktaḥ—dengan dibebaskan dari; amṛtam—minuman kekekalan; aśnute—dia menikmati.


    Terjemahan

    Bila makhluk hidup di dalam badan dapat melampaui ke tiga sifat alam yang berhubungan dengan badan jasmani, ia dapat dibebaskan dari kelahiran, kematian, usia tua dan dukacitanya hingga ia dapat menikmati minuman kekekalan bahkan dalam kehidupan ini pun.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini dijelaskan bagaimana cara seseorang dapat tetap berada dalam kedudukan rohani, bahkan dalam badan ini, dalam kesadaran Krishna sepenuhnya. Kata dehī dalam bahasa Sansekerta berarti berada di dalam badan." Walaupun seseorang berada di dalam badan jasmani ini, melalui kemajuannya dalam pengetahuan rohani ia dapat dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam. Ia dapat menikmati kebahagiaan kehidupan rohani bahkan dalam badan ini juga, sebab sesudah meninggalkan badan ini, pasti ia akan pergi ke angkasa rohani. Tetapi dalam badan inipun ia dapat menikmati kebahagiaan rohani. Dengan kata lain, bhakti dalam kesadaran Krishna adalah tanda pembebasan dari ikatan material, dan ini akan dijelaskan dalam Bab Delapan belas. Bila seseorang dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam material ia memasuki bhakti.




    14.21

     

    Arjuna uvāca
    kair lińgais trīn guṇān etān
    atīto bhavati prabho
    kim ācāraḥ kathaḿ caitāḿs
    trīn guṇān ativartate

    Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; kaiḥ—oleh yang mana; lińgaiḥ—tandatan da; trīn—tiga; guṇān—sifat-sifat; etān—semua ini; atītaḥ—sesudah melampaui; bhavati—adalah; prabho—o Tuhan yang hamba hormati; kim—apa; ācāraḥ—tingkah laku; katham—bagaimana; ca—juga; etān—ini; trīn—tiga; guṇān—sifat-sifat; ativartate—melampaui.


    Terjemahan

    Arjuna berkata: O Tuhan yang hamba cintai, melalui tanda-tanda manakah kita dapat mengetahui orang yang melampaui tiga sifat alam tersebut? Bagaimana tingkah lakunya? Bagaimana cara melampaui sifat-sifat alam?


    Penjelasan

    Dalam ayat ini, pertanyaan-pertanyaan Arjuna tepat sekali. Arjuna ingin mengetahui tanda-tanda orang yang sudah melampaui sifat-sifat alam. Pertama ia bertanya tentang tanda-tanda orang rohani seperti itu. Bagaimana cara seseorang dapat mengerti bahwa ia sudah melampaui pengaruh sifat-sifat alam material? Pertanyaan kedua diajukan mengenai cara dia hidup dan bagai mana kegiatannya. Apakah kegiatan tersebut teratur atau tidak teratur? Kemudian Arjuna bertanya mengenai cara ia mencapai alam rohani. Itu penting sekali. Kalau seseorang belum mengenal cara langsung yang memungkinkan ia selalu mantap secara rohani, tidak mungkin tanda-tanda tersebut diperlihatkan. Karena itu, segala pertanyaan yang diajukan oleh Arjuna sangat penting, dan Krishna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.




    14.22-25

    śrī-bhagavān uvāca
    prakāśaḿ ca pravṛttiḿ ca
    moham eva ca pāṇḍava
    na dveṣṭi sampravṛttāni
    na nivṛttāni kāńkṣati


    udāsīna-vad āsīno
    guṇair yo na vicālyate
    guṇā vartanta ity evaḿ
    yo 'vatiṣṭhati neńgate


    sama-duḥkha-sukhaḥ sva-sthaḥ
    sama-loṣṭāśma-kāñcanaḥ
    tulya-priyāpriyo dhīras
    tulya-nindātma-saḿstutiḥ



    mānāpamānayos tulyas
    tulyo mitrāri-pakṣayoḥ
    sarvārambha-parityāgī
    guṇātītaḥ sa ucyate

    Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; prakāśam—penerangan; ca—dan; pravṛttim—ikatan; ca—dan; moham—khayalan; eva ca—juga; pāṇḍava—wahai putera Pāṇḍu ; na dveṣṭi—tidak benci; sampravṛttāni—walaupun sudah berkembang; na nivṛttāni—tidak juga menghentikan pengembangan; kāńkṣati—menginginkan; udāsīna-vat—seolah-olah netral; aśinaḥ—mantap; guṇaiḥ—oleh sifat-sifat; yaḥ—orang yang; na—tidak pernah; vicālyate—digoyahkan; guṇāḥ—sifat-sifat; vartante—bertindak; iti evam—dengan mengetahui demikian; yaḥ—orang yang; avatiṣṭhati—tetap; na—tidak pernah; ińgate—berkedip; sama—merata; duḥkha—dalam dukacita; sukhaḥ—dan kebahagiaan; sva-sthaḥ—dengan menjadi mantap dalam Diri-Nya; sama—dengan cara yang sama; loṣṭa—segumpal tanah; aśma—batu; kāñcanaḥ—emas; tulya—bersikap yang sama; priya—kepada yang dicintai; apriyaḥ—dan yang tidak diinginkan; dhīraḥ—mantap; tulya—sama; nindā—dalam penghinaan; ātma-saḿstutiḥ—dan pujian terhadap Diri-Nya; māna—dalam penghormatan; apamānayoḥ—dan tidak dihormati; tulyaḥ—sama; tulyaḥ—sama; mitra—tentang kawan; ari—dan musuh; pakṣayoḥ—kepada pihak-pihak; sarva—dari semua; ārambha—usaha-usaha; parityāgī—orang yang melepaskan ikatan; guṇa-atītaḥ—melampaui sifat-sifat alam material; saḥ—dia; ucyate—dikatakan sebagai.

    Terjemahan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Wahai putera Pāṇḍu, orang yang tidak membenci penerangan, ikatan dan khayalan bila hal-hal itu ada ataupun merindukannya bila hal-hal itu lenyap; yang tidak pernah gelisah atau goyah selama ia mengalami segala reaksi sifat-sifat alam material, tetap netral dan rohani, dengan mengetahui bahwa hanya sifat-sifat itulah yang bergerak; mantap dalam sang diri dan memandang suka dan duka dengan sikap yang sama; memandang segumpal tanah, sebuah batu dan sebatang emas dengan pandangan yang sama; bersikap yang sama terhadap yang diinginkan dan yang tidak diinginkan; mantap, bersikap yang sama baik terhadap pujian maupun tuduhan, penghormatan maupun penghinaan; yang memperlakukan kawan dan musuh dengan cara yang sama; dan sudah melepaskan ikatan terhadap segala kegiatan material—orang seperti itulah dikatakan sudah melampaui sifat-sifat alam.


    Penjelasan

    Arjuna mengemukakan tiga pertanyaan yang berbeda, dan Krishna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu satu demi satu. Dalam ayat-ayat ini, pertama Krishna menyatakan bahwa orang yang mantap secara rohani tidak iri hati dan tidak berhasrat mendapat sesuatu. Bila makhluk hidup tinggal di dunia material ini dalam keadaan terkurung di dalam badan jasmani, harus dimengerti bahwa ia dikendalikan oleh salah satu di antara tiga sifat alam material. Bila ia sungguh-sungguh keluar dari badan, ia keluar dari cengkeraman sifat-sifat alam material. Tetapi selama ia belum keluar dari badan jasmani, sebaiknya ia bersikap netral. Hendaknya ia menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya identitasnya di dalam badan jasmani dengan sendirinya akan dilupakan. Bila seseorang sadar akan badan jasmani, ia hanya akan bertindak demi kepuasan indera-indera, tetapi bila seseorang mengalihkan kesadarannya kepada Krishna, maka kepuasan indera-indera dengan sendirinya berhenti. Seseorang tidak memerlukan badan jasmani ini, dan ia tidak perlu menerima perintah-perintah dari badan jasmani. Ciri-ciri sifat-sifat alam material dalam badan akan bertindak, tetapi sebagai roh, sang diri menyisih dari kegiatan seperti itu. Bagaimana cara ia menyisihkan diri? Ia tidak ingin menikmati badan atau ke luar dari badan. Dengan demikian, ia mantap secara rohani, dan seorang penyembah dibebaskan dengan sendiri-Nya. Ia tidak perlu berusaha untuk dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam material.
       Pertanyaan berikut menyangkut tingkah laku orang yang mantap secara rohani. Orang yang mantap secara material dipengaruhi oleh apa yang disebut hormat dan tidak hormat yang diberikan kepada badan, tetapi orang yang mantap secara rohani tidak dipengaruhi hormat dan tidak hormat yang bersifat palsu itu. Ia melaksanakan tugas kewajibannya dalam kesadaran Krishna, dan tidak peduli apakah seseorang menghormati atau tidak menghormati Diri-Nya. Ia menerima benda-benda yang menguntungkan untuk pelaksanaan kewajibannya dalam kesadaran Krishna, kalau tidak, ia tidak perlu menerima sesuatu yang bersifat material, baik batu maupun emas. Ia mengakui semua orang yang menolong Diri-Nya dalam pelaksanaan kesadaran Krishna sebagai kawannya yang tercinta, dan tidak membenci orang yang disebut musuhnya. Ia bersikap yang sama dan melihat segala sesuatu pada tingkat yang sama, sebab ia mengetahui secara sempurna bahwa Diri-Nya tidak mempunyai hubungan apa pun dengan kehidupan material. Hal-hal sosial dan politik tidak mempengaruhi Diri-Nya, sebab ia mengetahui keadaan goncangan dan keresahan yang bersifat sementara. Ia tidak berusaha untuk memperoleh sesuatu demi kepentingan pribadinya. Ia dapat mengusahakan apapun untuk Krishna, tetapi untuk kepentingan pribadinya, ia tidak mengusahakan sesuatu. Dengan tingkah laku seperti itu, seseorang sungguh-sungguh mantap secara rohani.




    14.26

     

    māḿ ca yo 'vyabhicāreṇa
    bhakti-yogena sevate
    sa guṇān samatītyaitān
    brahma-bhūyāya kalpate

    mām—kepada-Ku; ca—juga; yaḥ—orang yang; avyabhicāreṇa—tidak pernah gagal; bhakti-yogena—oleh bhakti; sevate—mengabdikan diri; saḥ—dia; guṇān—sifat-sifat alam material; samatītya—melampaui; etān—semua ini; brahma-bhūyāya—diangkat sampai tingkat Brahman; kalpate—menjadi.


    Terjemahan

    Orang yang menekuni bhakti sepenuhnya, dan tidak gagal dalam segala keadaan, segera melampaui sifat-sifat alam material, dan dengan demikian mencapai tingkat Brahman.



    Penjelasan

    Ayat ini adalah jawaban atas pertanyaan Arjuna yang ketiga: Bagaimana cara mencapai kedudukan rohani? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dunia material bergerak di bawah pesona sifat-sifat alam material. Hendaknya seseorang jangan digoyahkan oleh kegiatan sifat-sifat alam; dari pada menempatkan kesadarannya ke dalam kegiatan seperti itu, ia dapat memindahkan kesadarannya kepada kegiatan Krishna. Kegiatan Krishna disebut bhakti-yoga—selalu bertindak untuk Krishna. Yang dimaksudkan di sini tidak hanya Krishna, tetapi juga berbagai penjelmaan yang berkuasa penuh dari Krishna, misalnya Rāma dan Narayana. Jumlah penjelmaan Krishna tidak terbilang. Orang yang menekuni bhakti kepada salah satu bentuk Krishna atau kepada penjelmaan-penjelmaan yang berkuasa penuh dari Krishna, dianggap sudah mantap secara rohani. Hendaknya juga diperhatikan bahwa segala bentuk Krishna bersifat rohani dan melampaui dunia ini, penuh kebahagiaan, penuh pengetahuan dan bersifat kekal. Tujuan-tujuan Tuhan Yang Maha Esa tersebut adalah Mahakuasa dan Mahatahu, dan memiliki segala sifat rohani. Karena itu, kalau seseorang menekuni bhakti kepada Krishna atau bhakti kepada penjelmaan-penjelmaan Krishna yang berkuasa penuh dengan ketabahan hati yang tidak pernah gagal, meskipun sifat-sifat alam material tersebut sulit sekali diatasi, ia dapat mengatasi sifat-sifat alam itu dengan mudah. Ini sudah dijelaskan dalam Bab Tujuh. Orang yang menyerahkan diri kepada Krishna segera melampaui pengaruh sifat-sifat alam material. Sadar akan Krishna atau bhakti berarti mencapai persamaan sifat dengan Krishna. Krishna menyatakan bahwa ciri-Nya bersifat kekal, penuh kebahagiaan dan penuh pengetahuan. Para makhluk hidup adalah bagian dari Yang Maha kuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti Yang Mahakuasa, bagaikan butir-butir emas yang merupakan bagian dari pertambangan emas. Karena itu, makhluk hidup dalam kedudukan rohaninya sama dengan emas, dan mempunyai persamaan sifat dengan Krishna. Perbedaan individualitas tetap ada, kalau tidak, tidak mungkin ada bhakti-yoga. Bhakti-yoga berarti ada Tuhan Yang Maha Esa, ada seorang penyembah dan kegiatan cinta-bhakti yang bertimbal balik antara Tuhan Yang Maha Esa dan seorang penyembah. Karena itu, individualitas dua kepribadian tetap ada dalam kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan kepribadian individual, kalau tidak, bhakti-yoga tidak ada artinya. Kalau seseorang belum mantap dalam kedudukan rohani yang sama seperti Tuhan, ia tidak dapat mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menjadi pembantu pribadi seorang rājā , terlebih dahulu seseorang harus memperoleh kwalifikasi. Jadi, kwalifikasi ialah menjadi Brahman, atau bebas dari segala pengaruh material. Dinyatakan dalam kesusasteraan Veda, brahmaiva san brahmapy eti. Seseorang dapat mencapai Brahman Yang Paling Utama dengan cara menjadi Brahman. Ini berarti bahwa seseorang harus memperoleh persatuan sifat dengan Brahman. Dengan mencapai Brahman, seseorang tidak kehilangan identitas Brahmannya yang kekal sebagai roh individual.




    14.27

     

    brahmaṇo hi pratiṣṭhāham
    amṛtasyāvyayāsya ca
    śāśvatasya ca dharmasya
    sukhasyaikāntikasya ca

    brahmaṇaḥ—dari brahmajyoti yang tidak bersifat pribadi; hi—pasti; prātiṣṭha—sandaran; aham—Aku adalah; amṛtasya—dari yang tidak mati; avyayāsya—dari yang tidak dapat dimusnahkan; ca—juga; śāśvatasya—dari yang bersifat kekal; ca—dan; dharmasya—dari kedudukan dasar; sukhasya—dari kebahagiaan; aikāntikasya—paling tinggi; ca—juga.


    Terjemahan

    Aku adalah sandaran Brahman yang tidak bersifat pribadi, yang bersifat kekal, tidak pernah mati, tidak dapat dimusnahkan dan bersifat kekal, kedudukan dasar kebahagiaan yang paling tinggi.


    Penjelasan

    Kedudukan dasar Brahman ialah keadaan bebas dari kematian, bebas dari kemusnahan, kekal dan bahagia. Brahman adalah awal keinsafan rohani. Paramatma, Roh Yang Utama, adalah tahap kedua atau tahap pertengahan dalam keinsafan rohani, dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah keinsafan tertinggi Kebenaran Mutlak. Karena itu, baik Paramatma maupun Brahman yang tidak bersifat pribadi berada di dalam Kepribadian Yang Paling Utama. Dinyatakan dalam Bab Tujuh bahwa alam material adalah perwujudan tenaga rendah Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa menghamilkan alam material yang bersifat rendah dengan butir-butir dari alam utama, dan itulah sentuhan rohani di dalam alam material. Bila makhluk hidup yang diikat oleh alam material mulai mengembangkan pengetahuan rohani, ia mengangkat Diri-Nya dari kedudukan kehidupan material dan berangsur-angsur naik sampai paham Brahman terhadap Yang Mahakuasa. Tercapainya paham hidup Brahman tersebut adalah tahap pertama dalam keinsafan diri. Pada tingkat ini, orang yang sudah menginsafi Brahman melampaui kedudukan material, tetapi sebenarnya ia belum sempurna dalam keinsafan Brahman. Kalau ia menginginkan demikian, ia dapat menetap pada kedudukan Brahman, kemudian berangsur-angsur naik sampai keinsafan Paramatma kemudian sampai keinsafan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ada banyak contoh mengenai hal ini dalam kesusasteraan Veda. Pada permulaan, empat -Kumara mantap dalam paham kebenaran Brahman yang tidak bersifat pribadi, tetapi kemudian berangsur-angsur mereka naik sampai tingkat bhakti. Orang yang tidak dapat mengangkat diri sampai melampaui paham Brahman yang tidak bersifat pribadi mengambil resiko bahwa Diri-Nya akan jatuh. Dalam Srimad-Bhagavatam, dinyatakan bahwa meskipun seseorang naik sampai tingkat Brahman yang tidak bersifat pribadi, namun kalau ia tidak maju lebih lanjut dan belum memiliki keterangan apa pun tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasannya masih belum jernih secara sempurna. Karena itu walaupun ia diangkat sampai tingkat Brahman, ada kemungkinan ia akan jatuh kalau ia belum tekun dalam bhakti kepada Tuhan. Dalam bahasa Veda, juga dinyatakan, raso vai sah, rasam hyevayam labdhvānandi bhavati: Bila seseorang mengerti Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa, sumber kebahagiaan, Krishna, ia sungguh-sungguh menjadi penuh kebahagiaan rohani" (Taittiriya Upanisad 2.7.1). Tuhan Yang Maha Esa memiliki enam jenis kehebatan sepenuhnya, dan bila seseorang penyembah mendekati Tuhan Yang Mahaesa ada penukaran enam jenis kehebatan tersebut. Seorang abdi rājā  menikmati hampir sejajar dengan rājā . Karena itu, kebahagiaan yang kekal, kebahagiaan yang tidak dapat dimusnahkan, serta kehidupan yang kekal mengiringi bhakti. Karena itu, keinsafan terhadap Brahman, atau kekekalan, atau yang tidak dapat dimusnahkan, terkandung dalam bhakti. Sifat-sifat tersebut sudah dimiliki oleh orang yang menekuni bhakti.
       Walaupun makhluk hidup bersifat Brahman, ia ingin berkuasa atas alam dunia material, dan karena inilah ia jatuh. Dalam kedudukan dasarnya, makhluk hidup berada di atas tiga sifat alam material, tetapi pergaulan dengan alam material melibatkan Diri-Nya dalam berbagai sifat alam material—kebaikan, nafsu dan kebodohan. Oleh karena pergaulan dengan tiga sifat tersebut, ia ingin berkuasa atas dunia material. Dengan menekuni bhakti dalam kesadaran Krishna sepenuhnya, ia segera mantap dalam kedudukan rohani, dan keinginan yang tidak sah dalam hatinya untuk mengendalikan alam material dihilangkan. Karena itu, proses bhakti, mulai dengan mendengar, memuji, ingat—sembilan cara yang dianjurkan untuk menginsafi bhakti—hendaknya dipraktekkan dalam pergaulan dengan para penyembah. Berangsur-angsur, pergaulan seperti itu, dengan pengarahan dari guru kerohanian, keinginan material dalam hati seseorang untuk berkuasa dihilangkan, dan ia menjadi mantap dengan teguh dalam cinta-bhakti kepada Tuhan. Cara tersebut dianjurkan dari ayat dua puluh dua sampai ayat terakhir dalam bab ini. Bhakti kepada Tuhan sederhana sekali: Hendaknya seseorang selalu menekuni bhakti kepada Tuhan, makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna, mencium bunga yang sudah dipersembahkan kepada kaki padma Tuhan, melihat tempat-tempat Tuhan melakukan kegiatan rohani -Nya, membaca tentang berbagai kegiatan Tuhan, cinta bhakti yang bertimbal balik antara Tuhan dan para penyembah-Nya, selalu mengucapkan getaran rohani Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, dan mengikuti hari-hari puasa yang memperingati muncul dan menghilangnya penjelmaan-penjelmaan Tuhan dan para penyembah-Nya. Dengan mengikuti proses seperti itu, seseorang dibebaskan sepenuhnya dari ikatan terhadap segala kegiatan material. Orang yang dapat menjadi mantap dalam brahmajyoti atau berbagai paham Brahman mencapai persamaan sifat dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

    Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Empat belas Srimad Bhagavad-gita perihal Tiga Sifat Alam Material."



    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Visit Related Posts Below:

















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    Yoga Berhubungan dengan Kepribadian Yang Paling Utama


    15.1

    śrī-bhagavān uvāca
    ūrdhva-mūlam adhaḥ-śākham
    aśvatthaḿ prāhur avyayām
    chandāḿsi yasya parṇāni
    yas taḿ veda sa veda-vit

    Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; ūrdhva-mūlam—dengan akar ke atas; adhaḥ—ke bawah; śākham—cabang-cabang; aśvattham—pohon beringin; prāhuḥ—dikatakan; avyayām—kekal; chandāḿsi—mantera-mantera Veda; yasya—dari pada itu; parṇāni—daun-daun; yaḥ—siapa pun yang; tam—itu; veda—mengalami; saḥ—dia; veda-vit—yang mengetahui Veda.


    Terjemahan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Dikatakan bahwa ada pohon beringin yang tidak dapat dimusnahkan yang akarnya ke atas dan cabangnya ke bawah, dan daun-daunnya adalah mantra-mantra Veda. Orang yang mengetahui tentang pohon ini mengetahui Veda.

    Penjelasan


    Setelah diskusi mengenai pentingnya bhakti-yoga, mungkin seseorang bertanya, Bagaimana tentang Veda?" Dijelaskan dalam bab ini bahwa tujuan mempelajari Veda ialah untuk mengerti tentang Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan Krishna, orang yang menekuni bhakti, sudah mengetahui Veda.
       Ikatan dunia material di sini diumpamakan sebagai pohon beringin. Bagi orang yang menekuni kegiatan untuk membuahkan hasil, pohon beringin tersebut tiada habisnya. Ia mengembara dari cabang ke cabang, ke cabang yang lain, lalu ke cabang yang lain lagi. Pohon dunia material ini tiada habisnya, dan tidak mungkin orang yang terikat pada pohon tersebut mencapai pembebasan. Mantra-mantra Veda, yang dimaksud untuk mengangkat diri seseorang, disebut daun-daun pohon tersebut. Akar pohon tersebut tumbuh ke atas, sebab akar tersebut mulai dari tempat Brahma, planet tertinggi di alam semesta ini. Kalau seseorang dapat mengerti pohon khayalan yang tidak dapat dimusnahkan tersebut, ia dapat keluar dari pohon itu.
       Proses membebaskan diri harus dimengerti. Dalam bab-bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa ada banyak proses yang memungkinkan seseorang keluar dari ikatan material. Sampai Bab Tiga belas, kita sudah melihat bahwa bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah cara terbaik. Sekarang, prinsip dasar bhakti adalah ketidakterikatan terhadap kegiatan material dan ikatan terhadap bhakti rohani kepada Tuhan. Proses memutuskan ikatan terhadap dunia material dibicarakan pada awal bab ini. Akar kehidupan material tumbuh di atas. Ini berarti bahwa akar tersebut mulai dari keseluruhan bahan material, dari planet tertinggi alam semesta. Mulai dari tempat itu, seluruh alam semesta terwujud, dengan begitu banyak cabangnya, yang merupakan berbagai susunan planet. Buah-buahan pada pohon itu adalah hasil kegiatan para makhluk hidup, yaitu, dharma, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera dan pembebasan.
       Di dunia ini, orang tidak mudah memahami sebatang pohon yang terletak dengan cabangnya ke bawah dan akarnya ke atas, tetapi pohon seperti itu betul-betul ada. Pohon seperti itu dapat ditemukan di tepi kolam air. Kita dapat melihat bahwa pohon di tepi kolam tercermin pada permukaan air dengan cabangnya ke bawah dan akarnya ke atas. Dengan kata lain, pohon dunia material adalah bayangan pohon yang sejati di dunia rohani. Bayangan dunia rohani tersebut tercermin pada keinginan, bagaikan bayangan sebatang pohon tercermin di atas permukaan air. Keinginan menyebabkan benda-benda terletak dalam cahaya material yang tercermin itu. Orang yang ingin keluar dari kehidupan material ini harus mengetahui pohon tersebut secara panjang lebar melalui studi analisis. Pada waktu itu ia dapat memutuskan hubungannya dengan pohon itu.
       Pohon tersebut persis seperti pohon yang asli, sebab pohon tersebut adalah bayangan pohon yang sejati. Segala sesuatu ada di dunia rohani. Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan menganggap Brahman sebagai akar pohon material tersebut, dan menurut filsafat Sāńkhya, prakṛti, purusa, tiga guna, kemudian lima unsur kasar (pancamaha bhuta), kemudian sepuluh indera (dasendriya), pikiran dan sebagainya berasal dari akar itu. Dengan cara demikian mereka membagi seluruh dunia material menjadi duapuluh empat unsur. Kalau Brahman adalah pusat segala manifestasi, maka dunia material adalah manifestasi dari pusat selebar sudut 180 derājā t, sedangkan 180 derājā t di baliknya merupakan dunia rohani. Dunia material adalah bayangan yang terputar balik. Karena itu, dunia rohani harus memiliki keanekawarnaan yang sama, tetapi dalam kesunyataan. Prakrti adalah tenaga luar dari Tuhan Yang Maha Esa, dan purusa adalah Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Kenyataan tersebut dijelaskan dalam Bhagavad-gita. Oleh karena manifestasi ini bersifat material, manifestasi ini bersifat sementara. Bayangan bersifat sementara karena kadang-kadang dilihat dan kadang-kadang tidak kelihatan. Tetapi sumber bayangan tersebut kekal. Bayangan material dari pohon yang sejati harus ditebang. Bilamana dikatakan bahwa seseorang mengetahui Veda, diduga bahwa ia mengetahui bagaimana cara memutuskan ikatan terhadap dunia material ini. Kalau seseorang mengetahui proses tersebut, ia sungguh-sungguh mengetahui Veda. Orang yang tertarik pada rumus-rumus ritual dari Veda tertarik pada daun-daun hijau yang indah pada pohon tersebut. Ia belum mengetahui tujuan Veda secara tepat. Tujuan Veda, sebagaimana diungkapkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri, ialah menebang pohon yang dibayangkan tersebut dan mencapai pohon sejati di dunia rohani.




    15.2

     

    adhaś cordhvaḿ prasṛtās tasya śākhā
    guṇa-pravṛddhā viṣaya-pravālāḥ
    adhaś ca mūlāny anusantatāni
    karmanubandhīni manuṣya-loke

    adhaḥ—ke bawah; ca—dan; ūrdhvam—ke atas; prasṛtāḥ—diperluas; tasya—miliknya; śākhāḥ—cabang-cabang; guṇa—oleh sifat-sifat alam material; pravṛddhaḥ—dikembangkan; viṣaya—obyek-obyek indera; pravālāḥ—ranting-ranting; adhaḥ—ke bawah; ca—dan; mūlāni—akar; anusantatāni—diulurkan; karma—kepada pekerjaan; anubandhīni—diikat; manuṣya-loke—di dunia masyarakat manusia.


    Terjemahan

    Cabang-cabang pohon tersebut menjulur ke bawah dan ke atas, dipelihara oleh tiga sifat alam material. Ranting-ranting adalah obyek-obyek indera. Pohon tersebut juga mempunyai akar yang turun kebawah, dan akar-akar tersebut terikat pada perbuatan masyarakat manusia yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.


    Penjelasan

    Uraian pohon beringin dijelaskan lebih lanjut di sini. Cabang-cabang pohon tersebut tersebar ke segala penjuru. Pada bagian-bagian yang lebih rendah, terdapat berbagai manifestasi makhluk hidup—manusia, binatang, kuda, sapi, anjing, kucing, dan sebagainya. Makhluk-makhluk hidup tersebut terletak pada bagian-bagian bawah cabang-cabang pohon, sedangkan pada bagian atas terdapat bentuk-bentuk makhluk hidup yang lebih tinggi yaitu; para dewa, para Gandharva dan banyak jenis kehidupan lainnya yang lebih tinggi. Seperti halnya pohon dipelihara dengan air, begitu pula pohon tersebut dipelihara oleh tiga sifat alam material. Kadang-kadang kita menemukan sebidang tanah yang tidak subur karena kekurangan air, dan kadang-kadang ada tanah yang subur sekali; seperti itu pula, di tempat kadar jumlah sifat-sifat alam material tertentu lebih besar dibandingkan dengan sifat-sifat lainnya, berbagai jenis kehidupan terwujud sesuai dengan jumlah itu.
       Ranting-ranting pohon adalah obyek-obyek indera. Dengan perkembangan berbagai sifat alam kita mengembangkan berbagai indera, dan dengan indera-indera itu kita menikmati berbagai jenis obyek indera. Ujung cabang-cabang adalah indera-indera—telinga, hidung, mata, dan sebagainya—yang terikat pada kenikmatan berbagai obyek indera. Ranting-ranting adalah suara, bentuk, rabaan, dan sebagainya—yaitu obyek-obyek indera. Ujungujung akar adalah ikatan dan rasa tidak senang, hasil sampingan dari berbagai jenis penderitaan dan kenikmatan indera. Kecenderungan-kecenderungan menuju sifat yang saleh dan sifat berdosa berkembang dari akar serabut, yang tersebar ke segala penjuru. Akar yang sejati berasal dari Brahmaloka, dan akar-akar lainnya terletak dalam susunan-susunan planet manusia. Sesudah seseorang menikmati hasil kegiatan saleh di susunan-susunan planet yang lebih tinggi, ia turun ke bumi ini dan memulai lagi karmanya, atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala supaya ia dapat naik tingkat. Planet manusia ini adalah lapangan kegiatan.




    15.3-4

     

    na rūpam asyeha tathopalabhyate
    nānto na cādir na ca sampratiṣṭhā
    aśvattham enaḿ su-virūḍha-mūlam
    asańga-śastreṇa dṛḍhena chittvā


    tataḥ padaḿ tat parimārgitavyaḿ
    yasmin gatā na nivartanti bhūyaḥ
    tam eva cādyaḿ puruṣaḿ prapadye
    yataḥ pravṛttiḥ prasṛtā purāṇī

    na—tidak; rūpam—bentuk; asya—dari pohon ini; iha—di dunia ini; tathā—juga; upalabhyate—dapat dilihat; na—tidak pernah; antaḥ—akhir; na—tidak pernah; ca—juga; ādiḥ—awal; na—tidak pernah; ca—juga; samprātiṣṭha—dasar; aśvattham—pohon beringin; enam—ini; su-virūḍha—secara kuat; mūlam—berakar; asańga-śastreṇa—dengan senjata ketidakterikatan; dṛḍhena—kuat; chittvā—memotong; tataḥ—sesudah itu; padam—keadaan; tat—itu; parimārgitavyam—harus dicari; yasmin—di mana; gataḥ—pergi; na—tidak pernah; nivartanti—mereka kembali; bhūyaḥ—lagi; tam—kepada Beliau; evā—pasti; ca—juga; ādyam—asli; puruṣam—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; prapadye—menyerahkan diri; yataḥ—dari siapa; pravṛttiḥ—awal; prasṛtā—tersebar; purāṇi—tua sekali.


    Terjemahan

    Bentuk sejati pohon tersebut tidak dapat dipahami di dunia ini. Tidak ada orang yang dapat mengerti di mana pohon itu berakhir, di mana pohon itu mulai, atau di mana dasar pohon itu. Tetapi dengan ketabahan hati orang harus menebang pohon itu yang mempunyai akar yang kuat dengan memakai senjata ketidakterikatan. Kemudian, ia harus mencari suatu tempat sehingga setelah mencapai tempat itu,ia tidak akan pernah kembali lagi. Di tempat itu, ia harus menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, asal mula segala sesuatu dan sumber perwujudan segala sesuatu sejak sebelum awal sejarah.


    Penjelasan

    Sekarang dinyatakan dengan jelas bahwa bentuk sejati pohon beringin tersebut tidak dapat dimengerti di dunia material ini. Oleh karena akar pohon tersebut ke atas, perluasan pohon yang sejati berada diujung lain. Kalau seseorang masih terikat di dalam perluasan material pohon tersebut, ia tidak dapat melihat luasnya pohon itu, dan tidak ada orang yang dapat melihat awal pohon itu. Namun orang harus mencari sebabnya. Saya anak ayah saya, ayah saya anak orang ini, dan seterusnya." Kalau seseorang mencari-cari dengan cara seperti itu, akhirnya ia akan sampai kepada Brahma, yang diciptakan oleh Garbhodakakasayi Visnu. Akhirnya, apabila seseorang mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan cara tersebut, itulah penyelesaian pekerjaan riset. Orang harus mencari sumber pohon ini, yaitu Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, melalui hubungan dengan orang yang mempunyai pengetahuan tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa itu. Kemudian berangsur-angsur seseorang dibebaskan dari ikatan terhadap bayangan kesunyataan yang palsu ini melalui pengertian, dan dengan pengetahuan ia dapat memotong hubungan antara Diri-Nya dan bayangan itu dan sungguh-sungguh menjadi mantap di dalam pohon yang sejati.
       Kata asańga penting sekali berhubungan dengan hal ini, sebab ikatan terhadap kenikmatan indera-indera dan keinginan untuk berkuasa atas alam material sangat kuat. Karena itu, orang harus mempelajari ketidakterikatan dengan mengadakan diskusi tentang ilmu pengetahuan rohani berdasarkan Kitab-kitab Suci yang dapat dipercaya, dan ia harus mendengar dari orang yang sungguh-sungguh memiliki pengetahuan. Sebab hasil diskusi seperti itu dalam pergaulan dengan para penyembah, ia mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian hal pertama harus dilakukannya ialah menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang sudah mencapai tempat yang istimewa ia tidak pernah kembali ke dalam pohon palsu ini yang hanya merupakan bayangan yang dicerminkan. Uraian tentang tempat istimewa tersebut diberikan di sini. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, adalah akar asli, dan segala sesuatu berasal dari Beliau. Untuk mencapai berkat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa itu, orang hanya harus menyerahkan diri, dan inilah hasil pelaksanaan bhakti dengan cara mendengar, memuji, dan sebagainya. Krishna adalah sebab perluasan dunia material ini. Hal ini sudah dijelaskan oleh Krishna Sendiri: aham sarvasya prabhāvaḥ. Aku adalah sumber segala sesuatu." Karena itu, orang harus menyerahkan diri kepada Krishna agar ia dapat ke luar dari ikatan pohon beringin kuat tersebut yang berupa kehidupan material. Begitu seseorang menyerahkan diri kepada Krishna, dengan sendirinya ia dibebaskan dari ikatan terhadap perluasan material tersebut.




    15.5

     

    nirmāna-mohā jita-sańga-doṣā
    adhyātma-nityā vinivṛtta-kāmāḥ
    dvandvair vimuktāḥ sukha-duḥkha-saḿjñair
    gacchanty amūḍhāḥ padam avyayāḿ tat

    niḥ—tanpa; māna—kemasyhuran yang palsu; mohaḥ—khayalan; jita—setelah menaklukkan; sańga—dari pergaulan; doṣāḥ—kesalahan-kesalahan; adhyātma—dalam pengetahuan rohani; nityaḥ—dalam kekekalan; vinivṛtta—sudah melepaskan hubungan; kāmaḥ—dari nafsu; dvandvaiḥ—dari hal-hal yang relatif; vimuktaḥ—sudah mencapai pembebasan; sukhaduḥkha—suka dan duka; saḿjñaiḥ—disebut; gacchanti—mencapai; amūḍhāḥ—tidak bingung; padam—keadaan; avyayām—kekal; tat—itu.


    Terjemahan

    Orang yang bebas dari kemasyhuran palsu, khayalan dan pergaulan palsu, dan mengerti hal-hal yang kekal, sudah tidak mempunyai hubungan lagi dengan nafsu material, bebas dari hal-hal relatif berupa suka dan duka, tidak dibingungkan dan mengetahui bagaimana cara menyerahkan diri kepada Kepribadian Yang Paling Utama akan mencapai kerajaan yang kekal itu.


    Penjelasan

    Proses penyerahan diri diuraikan di sini dengan baik sekali. Kwalifikasi pertama ialah bahwa seharusnya seseorang jangan berkhayal karena rasa bangga. Oleh karena roh terikat bangga dengan menganggap dirinya penguasa alam material, sulit sekali ia menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Orang harus mengetahui melalui pengembangan pengetahuan yang sejati bahwa Diri-Nya bukan penguasa alam material; Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah Yang Mahakuasa. Bila seseorang bebas dari khayalan yang disebabkan oleh rasa bangga, ia dapat memulai proses penyerahan diri. Tidak mungkin orang yang selalu mengharapkan sejenis penghormatan di dunia material ini menyerahkan diri kepada Kepribadian Yang Paling Utama. Rasa bangga disebabkan oleh khayalan, sebab walaupun seseorang datang ke sini, tinggal selama waktu yang singkat dan kemudian pergi, ia mempunyai paham yang bodoh seolah-olah Diri-Nya adalah penguasa dunia. Karena itu, segala sesuatu dijadikan rumit oleh orang itu, dan dia selalu berada dalam kesulitan. Seluruh dunia bergerak di bawah kesan tersebut. Orang menganggap tanah ini, bumi ini, adalah milik masyarakat manusia, dan mereka sudah membagi tanah itu di bawah kesan palsu seolah olah merekalah yang memilikinya. Seseorang harus bebas dari paham palsu yang menganggap masyarakat manusia adalah pemilik dunia ini. Bila seseorang sudah bebas dari paham palsu tersebut, ia bebas dari segala pergaulan palsu yang disebabkan oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa. Pergaulan yang kurang sempurna tersebut mengikat diri seseorang pada dunia material ini. Sesudah tingkat ini, ia harus mengembangkan pengetahuan rohani. Ia harus mengembangkan pengetahuan tentang apa yang sebenarnya milik Diri-Nya dan apa yang sebenarnya bukan milik Diri-Nya.Bila seseorang sudah mengerti hal-hal dengan sebenarnya, ia dibebaskan dari segala paham relatif seperti suka dan duka, rasa senang dan rasa sakit. Ia memiliki pengetahuan sepenuhnya. Pada waktu itu dimungkinkan ia menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.




    15.6

     

    na tad bhāsayate sūryo
    na śaśāńko na pāvakaḥ
    yad gatvā na nivartante
    tad dhāma paramaḿ mama

    na—tidak; tat—itu; bhāsayate—menerangi; sūryaḥ—matahari; na—tidak juga; śaśāńkaḥ—bulan; na—tidak juga; pavakaḥ—api, listrik; yat—tempat; gatvā—pergi; na—tidak pernah; nivartante—mereka kembali lagi; tat dhamā—tempat tinggal itu; paramam—paling utama; mama—milik-Ku.


    Terjemahan

    Tempat tinggal-Ku yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari, bulan, api maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah kembali lagi ke dunia material ini.


    Penjelasan

    Dunia rohani, tempat tinggal Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna—yang terkenal sebagai Krishnaloka, Goloka Vrndavana—diuraikan di sini. Di dunia rohani sinar matahari, sinar bulan, api dan listrik tidak diperlukan, sebab semua planet bercahaya sendiri. Di dalam alam semesta ini hanya satu planet bercahaya sendiri, yaitu matahari. Tetapi semua planet di angkasa rohani bercahaya sendiri. Cahaya dari segala planet tersebut (planet-planet Vaikuntha) merupakan angkasa bercahaya yang bernama brahmajyoti. Sebenarnya, cahaya tersebut berasal dari planet Krishna, Goloka Vrndavana. Sebagian dari cahaya yang cerah tersebut ditutupi oleh mahat-tattva, atau dunia material. Selain itu, sebagian besar angkasa yang cemerlang itu penuh planet-planet rohani, yang disebut planet-planet Vaikuntha. Yang paling utama di antara planet-planet Vaikuntha adalah Goloka Vrndavana.
       Selama makhluk hidup berada di dunia material yang gelap ini, ia berada dalam kehidupan terikat, tetapi begitu ia mencapai angkasa rohani dengan memotong pohon dunia material yang palsu dan terbalik, ia mencapai pembebasan. Pada waktu itu ia tidak mungkin kembali lagi ke sini. Dalam kehidupannya yang terikat, makhluk hidup menganggap Diri-Nya penguasa dunia material ini, tetapi dalam keadaannya sesudah mencapai pembebasan ia memasuki kerajaan rohani dan menjadi rekan Tuhan Yang Maha Esa. Di sana ia menikmati kebahagiaan yang kekal, kehidupan yang kekal dan pengetahuan yang sempurna.
       Hendaknya orang merasa terpikat oleh keterangan tersebut, dan berhasrat memindahkan Diri-Nya ke dunia yang kekal itu dan membebaskan diri dari bayangan palsu kesunyataan ini. Orang yang terlalu terikat kepada dunia material ini sulit sekali memutuskan ikatan tersebut, tetapi kalau ia mulai mengikuti kesadaran Krishna, ada kemungkinan berangsur-angsur ia dibebaskan dari ikatan. Seseorang harus bergaul dengan para penyembah, orang yang sadar akan Krishna. Hendaknya seseorang mencari perkumpulan yang berdasarkan kesadaran Krishna dan mempelajari bagaimana cara melaksanakan bhakti. Dengan cara demikian, ia dapat memutuskan ikatannya terhadap dunia material. Seseorang tidak dapat menjadi bebas dari rasa tertarik kepada dunia material hanya dengan mengenakan kain berwarna kuning. Ia harus terikat pada bhakti kepada Tuhan. Karena itu, sebaiknya orang menerima dengan serius sekali bahwa bhakti sebagaimana diuraikan dalam Bab Dua belas adalah satu-satunya jalan keluar dari bayangan palsu ini dari pohon yang sejati. Dalam Bab Empat Belas, pencemaran segala jenis proses oleh alam material diuraikan. Hanya bhakti diuraikan sebagai sesuatu yang bersifat rohani murni.
       Kata-kata paramam mama penting sekali di sini. Sebenarnya setiap pelosok adalah milik Tuhan Yang Maha Esa, tetapi dunia rohani adalah paramam, penuh enam jenis kehebatan. Dalam Katha Upanisad (2.2.15) juga dibenarkan bahwa di dunia rohani sinar matahari, sinar bulan dan bintang-bintang tidak diperlukan (na tatra suryo bhati na candratarakam), sebab  seluruh angkasa rohani diterangi oleh kekuatan dalam dari Tuhan Yang Maha Esa. Tempat tinggal yang paling utama itu dapat dicapai hanya dengan cara menyerahkan diri dan tidak dengan cara yang lain.


    15.7

     

    mamaivāḿśo jīva-loke
    jīva-bhūtaḥ sanātanaḥ
    manaḥ-ṣaṣṭhānīndriyāṇi
    prakṛti-sthāni karṣati

    mama—milik-Ku; evā—pasti; aḿśaḥ—butir percikan; jīva-loke—di dunia kehidupan yang terikat; jīva-bhūtaḥ—makhluk hidup yang terikat; sanātanāḥ—kekal; manaḥ—dengan pikiran; ṣaṣṭhāni—enam; indriyāṇi—indera; prakṛti—di alam material; sthāni—terletak; karṣati—berjuang dengan keras.


    Terjemahan

    Para makhluk hidup di dunia yang terikat ini adalah bagian-bagian percikan yang kekal dari Diri-Ku. Oleh karena kehidupan yang terikat, mereka berjuang dengan keras sekali melawan enam indera, termasuk pikiran.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini, identitas makhluk hidup diberikan dengan jelas. Makhluk hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan—untuk selamanya. Tidak benar bahwa makhluk hidup mendapatkan individualitas dalam kehidupan yang terikat, lalu dalam keadaan pembebasan ia menunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa. Makhluk hidup adalah bagian percikan untuk selamanya. Dinyatakan dengan jelas, sanatanah. Menurut keterangan Veda, Tuhan Yang Maha Esa memperlihatkan dan mewujudkan Diri-Nya dalam penjelmaan-penjelmaan yang jumlahnya tidak terbilang, dan di antara penjelmaan-penjelmaan itu, penjelmaan-penjelmaan pertama disebut Visnutattva, sedangkan penjelmaan-penjelmaan kedua disebut para makhluk hidup. Dengan kata lain, Visnutattva adalah penjelmaan pribadi, sedangkan para makhluk hidup adalah penjelmaan-penjelmaan yang terpisah. Tuhan Yang Maha Esa berwujud dalam aneka bentuk, misalnya Sri  Rāma, Nrsimhadeva, Visnumurti dan segala bentuk Tuhan Yang Maha Esa di planet-planet Vaikuntha, dengan penjelmaan pribadi-Nya. Para makhluk hidup, penjelmaan-penjelmaan terpisah, adalah hamba-hamba untuk selamanya. Penjelmaan-penjelmaan pribadi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yaitu identitas-identitas pribadi dari Tuhan Yang Maha Esa, selalu ada. Begitu pula, penjelmaan-penjelmaan yang dipisahkan, yaitu para makhluk hidup, mempunyai identitas masing-masing. Sebagai bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan, para makhluk hidup juga mempunyai bagian-bagian percikan dari sifat-sifat Beliau, dan kemerdekaan adalah salah satu diantara sifat-sifat percikan itu. Setiap makhluk hidup adalah roh yang individual, dan ia mempunyai individualitas pribadi dan bentuk kemerdekaan yang kecil. Dengan menyalahgunakan kemerdekaan itu, ia menjadi roh yang terikat, dan dengan menggunakan kemerdekaan itu dengan sebenarnya, ia selalu dibebaskan. Dalam kedua keadaan tersebut, makhluk hidup bersifat kekal, seperti Tuhan Yang Maha Esa yang kekal. Dalam keadaan pembebasan, ia dibebaskan dari keadaan material ini, dan ia tekun dalam pengabdian rohani kepada Tuhan; dalam kehidupan yang terikat, ia dikuasai oleh sifat-sifat alam material, dan ia melupakan cinta-bhakti rohani kepada Tuhan. Sebagai akibatnya, ia harus berjuang dengan keras sekali untuk memelihara kehidupannya di dunia material.
       Para makhluk hidup, bukan hanya manusia, kucing dan anjing, tetapi juga penguasa-penguasa besar yang mengendalikan dunia material yaitu, Brahma, Siva, dan juga Visnu—semua adalah bagian Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan. Semuanya kekal, bukan manifestasi-manifestasi sementara. Kata karsati (berjuang atau berusaha keras untuk memegang) sangat bermakna. Roh yang terikat diikat, seolah-olah dibelenggu dengan rantai besi. Ia diikat oleh keakuan palsu, dan pikiran adalah unsur pertama yang mendorong Diri-Nya dalam kehidupan material ini. Apabila pikiran sang roh berada dalam sifat kebaikan, maka kegiatannya baik; apabila pikiran sang roh berada dalam sifat nafsu, kegiatannya menyulitkan; dan apabila pikiran berada dalam sifat kebodohan, dia berjalan dalam jenis-jenis kehidupan yang lebih rendah. Akan tetapi dalam ayat ini, jelas bahwa roh yang terikat ditutupi oleh badan jasmani, pikiran dan indera-indera, dan apabila ia mencapai pembebasan, maka penutup material ini hilang, tetapi badan rohaninya berwujud dalam kedudukan pribadinya. Keterangan berikut tercantum dalam Madhyandinayanasruti: sa va esa brahmaṇiṣṭhā idam śārīram martyam atis‚jya brahmabhisampadya brahmaṇā paśyati  brahmaṇāśṛṇoti brahmaṇāivedam sarvam anubhavati. Dalam ayat tersebut, dinyatakan bahwa apabila makhluk hidup meninggalkan badan jasmaninya dan memasuki dunia rohani, ia menghidupkan kembali badan rohaninya, dan di dalam badan rohani itu, ia dapat melihat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan bertemu muka dengan Beliau. Ia dapat mendengar, bicara dan bertemu muka dengan Beliau, dan ia dapat mengerti tentang Kepribadian Yang Paling Utama menurut aslinya. Dari smrti juga dimengerti, vasanti yatra puruṣaḥ sarve vaikunthamurtayah: Di planet-planet rohani, semua insan hidup didalam badan-badan yang mempunyai ciri seperti badan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai susunan badan, tidak ada perbedaan antara para makhluk hidup sebagai bagian yang mempunyai sifat yang sama dan para penjelmaan Visnu-murti. Dengan kata lain, pada saat pembebasan, makhluk hidup mendapat badan rohani atas berkat karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
       Kata mamaivamsah (bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan) juga bermakna sekali. Bagian percikan Tuhan Yang Maha Esa bukan seperti bagian pecahan yang bersifat material. Kita sudah mengerti dari Bab Dua bahwa sang roh tidak dapat dipotong menjadi bagian-bagian. Percikan tersebut tidak dimengerti secara material. Sang roh bukan seperti unsur alam yang dapat dipotong menjadi bagian-bagian lalu disambung kembali. Paham itu sama sekali tidak dapat digunakan di sini, sebab kata Sansekerta sanatana (kekal) digunakan. Bagian percikan tersebut adalah kekal. Pada awal Bab Dua juga dinyatakan: Bahwa dalam setiap badan individual, bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa juga ada (dehino `smin yatha dehe). Apabila bagian percikan itu mencapai pembebasan dari kurungan badan jasmani, ia menghidupkan kembali badan rohaninya yang asli di angkasa rohani di suatu planet rohani dan menikmati hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, dimengerti di sini bahwa makhluk hidup sebagai bagian dari percikan Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan juga mempunyai persatuan sifat, seperti halnya butir emas yang mempunyai sifat sama seperti emas adalah emas juga.





    15.8

     

    śarīraḿ yad avāpnoti
    yac cāpy utkrāmatīśvaraḥ
    gṛhītvaitāni saḿyāti
    vāyur gandhān ivāśayāt

    śārīram—badan; yat—sebagai; avāpnoti—memperoleh; yat—sebagai; ca api—juga; utkrāmati—meninggalkan; īśvaraḥ—penguasa; gṛhītvā—mengambil; etāni—semua ini; saḿyāti—pergi; vāyuḥ—udara; gandhān—berbagai macam bau; ivā—seperti; āśayāt—sumbernya.


    Terjemahan

    Makhluk hidup di dunia material membawa berbagai paham hidupnya dari satu badan ke badan yang lain seperti udara membawa berbagai bau. Dengan cara demikian ia menerima jenis badan tertentu, lalu sekali lagi meninggalkan badan itu untuk menerima badan lain.


    Penjelasan

    Di sini makhluk hidup diuraikan sebagai Isvara, atau yang mengendalikan badannya sendiri. Kalau makhluk hidup menginginkan demikian, ia dapat menggantikan badannya sampai tingkat yang lebih tinggi, dan kalau ia menginginkan, ia dapat pindah ke golongan yang lebih rendah. Ada kebebasan yang kecil sekali. Penggantian badan makhluk hidup tergantung pada makhluk hidup sendiri. Pada saat meninggal, kesadaran yang telah diciptakannya akan membawa Diri-Nya ke dalam jenis badan berikutnya. Kalau ia telah menjadikan kesadarannya seperti kesadaran kucing atau anjing, pasti ia akan menggantikan badannya menjadi badan kucing atau anjing. Kalau ia sudah memusatkan kesadarannya kepada sifat-sifat suci, ia akan menggantikan badannya mengambil bentuk sebagai dewa. Kalau ia sadar akan Krishna, ia akan dipindahkan ke Krishnaloka di dunia rohani dan ia akan bergaul dengan Krishna. Tidak benar bahwa sesudah badan dileburkan segala sesuatu sudah berakhir. Roh yang individual berpindah-pindah dari badan yang satu ke dalam badan yang lain, dan badan yang dimilikinya sekarang serta kegiatannya sekarang adalah latar belakang badan berikutnya. Seseorang mendapat badan yang berbeda menurut karmanya, dan ia harus meninggalkan badan ini sesudah beberapa waktu. Dinyatakan di sini bahwa badan halus, yang membawa paham badan berikutnya, mengembangkan badan lain dalam penjelmaan berikutnya. Proses perpindahan dari badan yang satu ke dalam badan lain dan perjuangan selama berada di dalam badan disebut karsati, atau perjuangan untuk hidup.



    15.9

     

    śrotraḿ cakṣuḥ sparśanaḿ ca
    rasanaḿ ghrāṇam eva ca
    adhiṣṭhāya manaś cāyaḿ
    viṣayān upasevate

    śrotram—telinga; cakṣuḥ—mata; sparśanam—peraba; ca—juga; rāsanam—lidah; ghrāṇam—daya mencium; evā—juga; ca—dan; adhiṣṭhāya—terletak di dalam; manaḥ—pikiran; ca—juga; ayam—dia; viṣayān—obyek-obyek indera; upasevate—menikmati.


    Terjemahan

    Makhluk hidup, yang menerima badan kasar lain lagi dengan cara seperti itu, memperoleh jenis telinga, mata, lidah, hidung dan peraba tertentu tersusun di sekitar pikiran. Dengan demikian, ia menikmati pasangan obyek-obyek indera tertentu.


    Penjelasan

    Dengan kata lain, kalau makhluk hidup mencemari kesadarannya dengan sifat-sifat kucing dan anjing, maka dalam penjelmaan berikutnya ia memperoleh badan sebagai kucing atau anjing dan ia menikmati. Semula kesadaran bersifat murni, seperti air. Tetapi kalau kita mencampur air dengan warna tertentu, air itu berubah. Begitu pula, kesadaran bersifat murni, sebab sang roh adalah murni. Tetapi kesadaran diubah menurut pergaulan dengan sifat-sifat alam material. Kesadaran sejati adalah kesadaran Krishna, Karena itu, apabila seseorang mantap dalam kesadaran Krishna, kehidupannya murni. Tetapi kalau kesadarannya dicemari dengan jenis sikap mental material tertentu, dalam penjelmaan berikutnya ia memperoleh badan sesuai dengan kesadaran itu. Belum tentu ia akan mendapat badan manusia lagi. Ia dapat memperoleh badan sebagai kucing, anjing, babi, dewa atau salah satu di antara banyak bentuk lainnya, sebab ada 8.400.000 jenis kehidupan.




    15.10

     

    utkrāmantaḿ sthitaḿ vāpi
    bhuñjānaḿ vā guṇānvitam
    vimūḍhā nānupaśyanti
    paśyanti jñāna-cakṣuṣaḥ


    utkrāmantam—meninggalkan badan; sthitam—berada di dalam badan; vā api—atau; bhuñjānam—menikmati; vā—atau; guṇa-anvitam—di bawah pesona sifat-sifat alam material; vimūḍhaḥ—orang bodoh; na—tidak pernah; anupaśyānti—dapat melihat; paśyānti—dapat melihat; jñāna-cakṣuṣaḥ—orang yang mempunyai mata pengetahuan.


    Terjemahan

    Orang bodoh tidak dapat mengerti bagaimana makhluk hidup dapat meninggalkan badannya, dan mereka tidak dapat mengerti jenis badan mana yang dinikmatinya di bawah pesona sifat-sifat alam. Tetapi orang yang matanya sudah terlatih dalam pengetahuan dapat melihat segala hal tersebut.


    Penjelasan

    Kata jñānacaksusah sangat bermakna. Tanpa pengetahuan, seseorang tidak dapat mengerti bagaimana makhluk hidup meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, maupun bentuk badan mana yang akan diterimanya dalam penjelmaan yang akan datang, ataupun mengapa ia hidup dalam jenis badan tertentu. Mengerti tentang hal-hal tersebut memerlukan banyak pengetahuan yang dipahami dari Bhagavad-gita dan kesusasteraan yang serupa yang didengar dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Orang yang terlatih untuk memahami segala hal tersebut beruntung. Setiap makhluk hidup meninggalkan badannya dalam keadaan tertentu, ia hidup dalam keadaan tertentu, dan ia menikmati dalam keadaan tertentu di bawah pesona alam material. Sebagai akibatnya, ia menderita berbagai jenis suka dan duka, di bawah khayalan kenikmatan indera-indera. Orang yang di bodohkan untuk selamanya oleh nafsu dan keinginan kehilangan segala daya untuk mengerti penggantian badannya serta masa hidupnya dalam badan tertentu. Mereka tidak dapat memahami hal-hal itu. Akan tetapi, orang yang sudah mengembangkan pengetahuan rohani dapat melihat bahwa sang roh berbeda dari badan dan sang roh menggantikan badannya dan menikmati dengan berbagai cara. Orang yang memiliki pengetahuan seperti itu dapat mengerti bagaimana makhluk hidup yang terikat menderita dalam kehidupan material ini. Karena itu, orang yang sudah berkembang sampai tingkat tinggi dalam kesadaran Krishna berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan pengetahuan ini kepada rakyat umum, sebab kehidupan terikat rakyat umum penuh kesulitan. Sebaiknya mereka keluar dari kesulitan itu, menjadi sadar akan Krishna dan membebaskan diri untuk berpindah ke dunia rohani.




    15.11

     

    yatanto yoginaś cainaḿ
    paśyanty ātmany avasthitam
    yatanto 'py akṛtātmāno
    nainaḿ paśyanty acetasāḥ


    yatantaḥ—berusaha; yoginaḥ—rohaniwan rohaniwan; ca—juga; enam—ini; paśyānti—dapat melihat; ātmani—di dalam sang diri; avasthitam—mantap; yatantaḥ—berusaha; api—walaupun; akṛta-ātmanāḥ—orang yang tidak insaf akan diri; na—tidak; enam—ini; paśyānti—melihat; acetasāḥ—memiliki pikiran yang belum berkembang.


    Terjemahan

    Para rohaniwan yang sedang berusaha, yang mantap dalam keinsafan diri, dapat melihat segala hal tersebut dengan jelas. Tetapi orang yang pikirannya belum berkembang dan belum mantap dalam    keinsafan diri tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi, meskipun mereka berusaha melihat.


    Penjelasan

    Ada banyak rohaniwan yang menempuh jalan keinsafan diri, tetapi orang yang belum mantap dalam keinsafan diri tidak dapat melihat bagaimana hal-hal berubah di dalam badan makhluk hidup. Kata yoginah bermakna berhubungan dengan hal ini. Dewasa ini ada banyak orang yang hanya namanya saja yogi dan banyak organisasi yang hanya namanya saja perkumpulan yogi, tetapi mereka sebenarnya buta dalam hal keinsafan diri. Mereka hanya kecanduan sejenis senam olahraga dan mereka puas kalau badan gemuk dan sehat. Mereka tidak memiliki keterangan lain lagi. Mereka disebut yatanto `py akṛta tmanaḥ. Walaupun mereka sedang berusaha dalam apa yang disebut sistem yoga, mereka belum insaf akan diri. Orang seperti itu tidak dapat mengerti proses perpindahan sang roh. Hanya orang yang sungguh-sungguh mantap dalam sistem yoga dan sudah menginsafi sang diri, dunia, dan Tuhan Yang Maha Esa—dengan kata lain, para bhakti-yoga, orang yang menekuni bhakti yang murni dalam kesadaran Krishna—dapat mengerti bagaimana hal-hal sedang terjadi.




    15.12

     

    yad āditya-gataḿ tejo
    jagad bhāsayate 'khilam
    yac candramasi yac cāgnau
    tat tejo viddhi māmakam

    yat—itu yang; āditya-gatam—dalam sinar matahari; tejaḥ—kemuliaan; jagat—seluruh dunia; bhāsayate—menerangi; akhilam—secara keseluruhan; yat—itu yang; candramasi—di dalam bulan; yat—itu yang; ca—juga; agnau—di dalam api; tat—itu; tejaḥ—kemuliaan; viddhi—mengerti; māmakam—dari-Ku.


    Terjemahan

    Kemuliaan matahari, yang menghilangkan kegelapan seluruh dunia ini, berasal dari-Ku. Kemuliaan bulan dan kemuliaan api juga berasal dari-Ku.


    Penjelasan

    Orang yang kurang cerdas tidak dapat mengerti bagaimana hal-hal sedang terjadi. Tetapi seseorang dapat menjadi mantap dalam pengetahuan dengan cara mengerti apa yang dijelaskan oleh Tuhan Yang Maha Esa di sini. Semua orang melihat matahari, bulan, api dan listrik. Sebaiknya orang hanya berusaha mengerti bahwa kemuliaan matahari, bulan, dan kemuliaan listrik atau api berasal dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kemajuan pesat bagi roh yang terikat di dunia material ini terletak dalam paham hidup seperti itu, yakni awal kesadaran Krishna. Pada hakekatnya para makhluk hidup adalah bagian-bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan, dan di sini Krishna mengemukakan isyarat bagaimana cara para makhluk hidup dapat pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
       Dari ayat ini kita dapat mengerti bahwa matahari menerangi seluruh tatasurya. Ada berbagai alam semesta dan tata surya dan ada berbagai matahari, bulan, dan planet, tetapi di dalam setiap alam semesta matahari hanya satu. Sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita (10.21), bulan adalah salah satu bintang (nakṣatrāṇām aham sasi). Sinar matahari disebabkan oleh cahaya rohani Tuhan Yang Maha Esa di angkasa rohani. Kegiatan manusia digerakkan dengan terbitnya matahari. Mereka menyalakan api untuk memasak makanan, untuk mulai kerja di pabrik, dan sebagainya. Banyak kegiatan yang dilakukan dengan bantuan api. Karena itu, terbitnya matahari, api dan sinar bulan sangat menyenangkan para makhluk hidup. Tanpa bantuan sumber-sumber cahaya itu, tidak satu makhluk pun dapat hidup. Karena itu, kalau seseorang dapat mengerti bahwa cahaya dan kemuliaan matahari, bulan dan api berasal dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, maka kesadaran Krishna akan mulai di dalam hati orang. Semua sayur-sayuran dipelihara oleh sinar bulan. Sinar bulan sangat menyenangkan sehingga orang dapat mengerti dengan mudah bahwa mereka hidup atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Tanpa karunia Krishna, tidak mungkin ada matahari, tanpa karunia Krishna tidak mungkin ada bulan, dan tanpa karunia Krishna tidak ada api, dan tanpa bantuan dari matahari, bulan dan api, tidak seorang pun dapat hidup. Ini beberapa buah pikiran untuk membangkitkan kesadaran Krishna di dalam hati roh yang terikat.




    15.13

     

    gām āviśya ca bhūtāni
    dhārayāmy aham ojasā
    puṣṇāmi cauṣadhīḥ sarvāḥ
    somo bhūtvā rasātmakaḥ

    gām—planet-planet; āviśya—memasuki; ca—juga; bhūtāni—para makhluk hidup; dhārayāmi—memelihara; aham—Aku; ojasā—oleh tenaga-Ku; puṣṇāmi—memelihara; ca—dan; auṣadhīḥ—sayur-sayuran; sarvaḥ—semua; somaḥ—bulan; bhūtvā—menjadi; rasa-ātmakaḥ—menyediakan sari.


    Terjemahan

    Aku masuk ke dalam setiap planet, dan planet-planet itu tetap melintasi garis edarnya atas tenaga-Ku. Aku menjadi bulan dan dengan demikian menyediakan sari hidup kepada semua sayur.


    Penjelasan

    Dipahami bahwa semua planet berputar di udara hanya atas tenaga Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan masuk ke dalam setiap atom, setiap planet, dan setiap makhluk hidup. Itu dibicarakan dalam Brahma-samhita. Dalam Brahma-samhita dinyatakan bahwa salah satu bagian yang berkuasa penuh dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bernama Paramatma, masuk ke dalam setiap planet, alam semesta, makhluk hidup, bahkan ke dalam setiap atom. Karena itu, oleh karena Beliau sudah masuk, segala sesuatu terwujud sebagai mana mestinya. Selama sang roh masih ada, manusia yang masih hidup dapat mengapung pada permukaan air, tetapi apabila bunga api yang hidup keluar dari badan dan badan itu sudah mati, badan itu tenggelam. Tentu saja kalau badan sudah busuk, mayat itu terapung seperti jerami dan benda-benda lainnya, tetapi pada saat orang meninggal, badannya segera tenggelam di air. Begitu pula, semua planet terapung di antariksa, dan ini disebabkan oleh tenaga yang paling utama dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang masuk ke dalam planet-planet itu. Tenaga Tuhan Yang Maha Esa memelihara semua planet, seperti segenggam debu. Kalau seseorang memegang segenggam debu, tidak mungkin debu itu jatuh, tetapi ia melemparkan debu itu ke udara, maka debu itu akan jatuh. Begitu pula, semua planet ini yang melayang di udara sebenarnya di pegang dalam tangan bentuk semesta Tuhan Yang Maha Esa. Semua benda, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, tetap ditempatnya karena kekuatan dan tenaga Tuhan Yang Maha Esa. Dalam mantra-mantra Veda dinyatakan bahwa matahari bersinar dan planet-planet bergerak secara teratur karena Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau tidak ada Beliau, semua planet akan berantakan, bagaikan debu di udara, lalu musnah. Begitu pula oleh karena Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bulan memberi gizi kepada semua jenis sayur-sayuran. Oleh karena pengaruh bulan, sayur menjadi lezat. Tanpa sinar bulan, sayur-sayuran tidak dapat tumbuh dan rasanya tidak enak. Masyarakat manusia bekerja hidup secara nyaman dan menikmati makanan karena persediaan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kalau tidak demikian, manusia tidak dapat hidup. Kata rasatmakah bermakna sekali. Segala sesuatu menjadi lezat karena kekuatan Tuhan Yang Maha Esa melalui pengaruh bulan.




    15.14

     

    ahaḿ vaiśvānaro bhūtvā
    prāṇināḿ deham āśritaḥ
    prāṇāpāna-samāyuktaḥ
    pacāmy annaḿ catur-vidham


    aham—Aku; vaiśvānaraḥ—bagian yang berkuasa penuh dari Diri-Ku sebagai api pencerna; bhūtvā—menjadi; prāṇinām—di antara semua makhluk hidup; deham—di dalam badan-badan; aśritāh—terletak; prāṇa—udara yang keluar; apāna—udara yang turun; samāyuktaḥ—memelihara keseimbangan; pacāmi—Aku mencerna; annam—makanan; catuḥ-vidham—empat jenis.


    Terjemahan

    Aku adalah api pencerna di dalam badan-badan semua makhluk hidup, dan Aku bergabung dengan udara kehidupan, yang keluar dan masuk, untuk mencernakan empat jenis makanan.


    Penjelasan

    Menurut śastra Ayur Veda, kita mengerti bahwa ada api didalam perut yang mencerna semua makanan yang di kirim ke perut. Bila api tersebut tidak menyala, tidak ada rasa lapar, dan bila menyala sebagaimana mestinya, kita merasa lapar. Kadang-kadang kalau api tersebut tidak menyala dengan baik, pengobatan dibutuhkan. Bagaimanapun, api tersebut adalah lambang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mantra-mantra Veda (Brhad-aranyaka Upanisad 5.9.1) juga membenarkan bahwa Tuhan Yang Maha Esa atau Brahman berada di dalam perut dalam bentuk api dan Beliau mencernakan segala jenis makanan (ayam agnir vaisvanaro yo 'yam antaḥ puruse yenedam annam pacyate). Dari itu, oleh karena Beliau membantu pencernaan segala jenis makanan, makhluk hidup tidak bebas dalam proses makan. Kalau Tuhan Yang Maha Esa tidak menolong makhluk hidup mencernakan makanan, tidak mungkin ia makan. Dengan cara seperti itu Tuhan Yang Maha Esa menghasilkan dan mencernakan makanan, dan atas karunia Beliau kita menikmati kehidupan. Dalam Vedanta-sutra (1.2.27) kenyataan ini juga dibenarkan. sabdadibhyo 'ntah pratisthanac ca: Tuhan Yang Maha Esa berada di dalam suara dan badan, di dalam udara dan bahkan di dalam perut sekalipun sebagai kekuatan yang mencerna. Ada empat jenis makanan—ada yang ditelan atau diminum, ada yang dikunyah, ada yang dijilat dan yang diisap—dan Beliau adalah kekuatan pencerna semuanya.


    15.15

     

    sarvasya cāhaḿ hṛdi sanniviṣṭo
    mattaḥ smṛtir jñānam apohanaḿ ca
    vedaiś ca sarvair aham eva vedyo
    vedānta-kṛd veda-vid eva cāham



    sarvasya—milik semua makhluk hidup; ca—dan; aham—Aku; hṛdi—di dalam hati (jantung); sanniviṣṭaḥ—terletak; mattaḥ—dari-Ku; smṛtiḥ—ingatan; jñānam—pengetahuan; apohanam—pelupaan; ca—dan; vedaiḥ—oleh Veda; ca—juga; sarvaiḥ—semua; aham—Aku adalah; evā—pasti; vedyaḥ—yang dapat diketahui; vedānta-kṛt—penyusun Vedanta; veda-vit—yang mengetahui Veda; evā—pasti; ca—dan; aham—Aku.


    Terjemahan

    Aku bersemayam di dalam hati setiap makhluk. Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus diketahui dari segala Veda; memang Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah yang mengetahui Veda.


    Penjelasan

    Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Paramatma, dan segala kegiatan diprakarsai oleh Beliau. Para makhluk hidup lupa akan segala sesuatu dari penjelmaannya yang lalu, tetapi dia harus bertindak menurut perintah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang menyaksikan segala pekerjaan makhluk hidup. Karena itu, makhluk hidup memulai pekerjaannya menurut perbuatannya dari dahulu. Pengetahuan dan ingatan yang dibutuhkan diberikan kepada makhluk hidup, dan ia juga melupakan penjelmaannya yang lalu. Jadi, Tuhan tidak hanya berada di mana-mana; Beliau juga berada di tempat-tempat khusus, yaitu di dalam hati setiap makhluk hidup. Tuhan menganugerahkan berbagai hasil atau pahala. Tuhan tidak hanya patut disembah sebagai Brahman yang tidak berbentuk pribadi, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan Paramatma yang barada di tempat-tempat khusus, tetapi juga dalam bentuk penjelmaan-Nya sebagai Veda. Veda memberikan pengarahan yang benar kepada manusia supaya kehidupannya dapat dibentukkan dengan cara yang sebenarnya hingga dapat pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Veda memberikan pengetahuan tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, dan Krishna dalam penjelmaan-Nya sebagai Vyasadeva adalah penyusun Vedanta-sutra. Penjelasan Vedanta-sutra oleh Vyasadeva dalam Srimad-Bhagavatam memberikan pengertian yang sebenarnya tentang Vedanta-sutra. Tuhan Yang Maha Esa begitu penuh kehebatan sehingga untuk menyelamatkan roh yang terikat, Beliau menyediakan dan mencernakan makanan, menyaksikan kegiatan makhluk hidup, memberikan pengetahuan dalam bentuk Veda dan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna, Beliau mengajarkan Bhagavad-gita. Krishna patut disembah oleh roh yang terikat. Karena itu Tuhan adalah Maha Pengasih; Tuhan adalah Yang Mahakarunia.
       Antaḥ prāviṣṭaḥ sasta janānām. Pada saat makhluk hidup meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, dia lupa akan segala sesuatu; tetapi makhluk hidup memulai pekerjaannya lagi, karena ia digerakkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun ia lupa, Tuhan memberikan kecerdasan untuk memulai pekerjaannya dari tingkat yang telah dicapainya pada saat ia berhenti dalam penjelmaannya yang lalu. Makhluk hidup tidak hanya menikmati atau menderita di dunia ini menurut perintah dari Tuhan Yang Maha Esa yang bersemayam di dalam hatinya, tetapi juga mendapat kesempatan untuk mengerti Veda dari Beliau. Kalau seseorang sungguh-sungguh ingin mengerti pengetahuan Veda, maka Krishna memberikan kecerdasan yang dibutuhkan. Mengapa Krishna menyampaikan pengetahuan Veda untuk di mengerti? Karena makhluk hidup sendiri perlu mengerti tentang Krishna. Ini dibenarkan dalam kesusasteraan Veda: yo 'sau sarvair vedair giyate. Dalam segala kesusasteraan Veda, mulai dari empat Veda, Vedanta-sutra, Upanisad-upanisad dan Purana-purana, kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dipuji. Dengan melakukan ritual-ritual Veda membicarakan filsafat Veda dan sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bhakti, orang mencapai kepada Beliau. Karena itu, maksud Veda ialah untuk mengerti tentang Krishna. Veda memberikan petunjuk kepada kita untuk mengerti Krishna dan mengenai proses menginsafi Krishna. Tujuan utamanya ialah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
    Ini dibenarkan dalam Vedanta-sutra (1.1.4) sebagai berikut: tat tu saman vayat. Orang dapat mencapai kesempurnaan dalam tiga tahap. Dengan cara mengerti kesusasteraan Veda, orang dapat mengerti hubungan Diri-Nya dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dengan melaksanakan berbagai proses orang dapat mendekati Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan akhirnya ia dapat mencapai tujuan yang paling utama, yang tidak lain dari pada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ayat ini, maksud Veda, pengertian Veda, dan tujuan Veda didefinisikan dengan jelas.

    15.16

     

    dvāv imau puruṣau loke
    kṣaraś cākṣara eva ca
    kṣaraḥ sarvāṇi bhūtāni
    kūṭa-stho 'kṣara ucyate

    dvau—dua; imau—yang ini; puruṣau—para makhluk hidup; loke—di dunia; kṣaraḥ—dapat gagal; ca—dan; akṣaraḥ—tidak pernah gagal; evā—pasti; ca—dan; kṣaraḥ—dapat gagal; sarvāni—semua; bhūtāni—para makhluk hidup; kūṭa-sthaḥ—dalam persatuan; akṣaraḥ—tidak pernah gagal; ucyate—dikatakan.

    Terjemahan

    Ada dua golongan makhluk hidup, yaitu yang dapat gagal dan yang tidak. Di dunia material semua makhluk hidup dapat gagal, dan di dunia rohani setiap makhluk hidup tidak pernah gagal.


    Penjelasan

    Sebagaimana sudah dijelaskan, Tuhan Yang Maha Esa dalam penjelmaan-Nya sebagai Vyasadeva penyusun Vedanta-sutra. Di sini Tuhan Yang Maha Esa sedang menguraikan isi Vedanta-sutra sebagai ringkasan. Beliau menyatakan bahwa para makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung, dapat dibagi menjadi dua golongan—yang dapat gagal dan yang tidak pernah gagal. Para makhluk hidup adalah bagian-bagian dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Beliau untuk selamanya. Bila makhluk hidup berhubungan dengan dunia material, mereka disebut jivabhuta. Kata-kata Sansekerta yang dikemukakan di sini, kṣaraḥ sarvāni bhūtāni, berarti para makhluk hidup dapat gagal. Akan tetapi, dinyatakan bahwa mereka yang berada dalam persatuan sifat dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah gagal. Persatuan tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki individualitas, itu berarti bahwa tidak ada perpecahan persatuan. Semuanya selaras dengan tujuan ciptaan. Tentu saja, di dunia rohani tidak ada ciptaan, tetapi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber segala perwujudan, sebagaimana dinyatakan dalam Vedanta-sutra, paham itu dijelaskan.    Menurut pernyataan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna, ada dua golongan makhluk hidup. Veda membuktikan kenyataan ini. Karena itu, kenyataan ini tidak dapat diragukan. Para makhluk hidup yang berjuang di dunia ini dengan pikiran dan indera-indera mempunyai badan-badan jasmani yang berubah. Selama makhluk hidup terikat, badannya berubah karena hubungan dengan alam: Alam berubah, karena itu tampaknya makhluk hidup juga berubah. Tetapi di dunia rohani badan tidak terbuat dari unsur-unsur alam; karena itu, tidak ada perubahan. Di dunia material makhluk hidup mengalami enam jenis perubahan—kelahiran, pertumbuhan, tahan selama beberapa waktu, berketurunan, kemudian merosot dan akhirnya lenyap. Inilah perubahan yang dialami badan jasmani. Tetapi di dunia rohani badan tidak berubah; tidak ada usia tua, kelahiran, dan tidak ada kematian. Di sana segala sesuatu berada dalam kesatuan. Ksarah sarvāni bhūtāni: Makhluk hidup manapun yang sudah berhubungan dengan alam, mulai dari makhluk pertama yang diciptakan, yaitu Brahma, sampai dengan semut yang kecil, menggantikan badannya. Karena itu mereka semua dapat gagal. Akan tetapi, di dunia rohani, para makhluk hidup selalu mencapai pembebasan dalam kesatuan.





    15.17

     

    uttamaḥ puruṣas tv anyaḥ
    paramātmety udāhṛtaḥ
    yo loka-trayam āviśya
    bibharty avyayā īśvaraḥ

    uttamaḥ—yang paling baik; puruṣaḥ—kepribadian; tu—tetapi; anyaḥ—lain; parama—Yang Mahatinggi; ātmā—diri; iti—demikian; udāhṛtaḥ—dikatakan; yaḥ—yang; loka—tentang alam semesta; trayam—tiga bagian; āviśya—masuk; bibharti—memelihara; avyayāḥ—tidak dapat dimusnahkan; īśvaraḥ—Tuhan.


    Terjemahan

    Di samping dua golongan tersebut, ada Kepribadian Yang Paling Utama yang hidup, yaitu Roh Yang Paling Utama, Tuhan Yang Maha Esa Sendiri yang tidak dapat dimusnahkan, yang sudah memasuki tiga dunia dan sedang memeliharanya.


    Penjelasan

    Maksud ayat ini diungkapkan dengan baik sekali dalam Katha Upanisad (2.2.13) dan svetasvatara Upanisad (6.13). Dinyatakan dalam dua Upanisad tersebut bahwa Kepribadian Yang Paling Utama Paramatma, berada di atas para makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung, sedangkan sebagian di antara para makhluk hidup terikat dan sebagian diantaranya sudah mencapai pembebasan. Ayat Upanisad berbunyi sebagai berikut: nityo nityanam cetanas cetanānām. Arti ayat tersebut ialah bahwa di antara semua insan hidup, baik yang terikat maupun yang sudah mencapai pembebasan, ada satu kepribadian hidup yang paling utama yaitu Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang memelihara semua makhluk hidup dan memberi segala fasilitas kenikmatan kepada mereka menurut berbagai pekerjaan. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tersebut bersemayam didalam hati semua orang sebagai Paramatma. Orang bijaksana yang dapat mengerti Beliau memenuhi syarat untuk mencapai kedamaian yang sempurna, sedangkan orang lain belum memenuhi syarat.



    15.18

     

    yasmāt kṣaram atīto 'ham
    akṣarād api cottamaḥ
    ato 'smi loke vede ca
    prathitaḥ puruṣottamaḥ

    yasmāt—karena; kṣaram—kepada yang dapat gagal; atītaḥ—rohani; aham—Aku adalah; akṣarāt—di luar yang dapat gagal; api—juga; ca—dan; uttamaḥ—yang paling baik; ataḥ—karena itu; asmi—Aku adalah; loke—di dunia; vede—dalam kesusasteraan Veda; ca—dan; prathitaḥ—dimuliakan; puruṣa-uttamaḥ—sebagai Kepribadian Yang Paling Utama.


    Terjemahan

    Oleh karena Aku bersifat rohani, di luar yang dapat gagal dan yang tidak pernah gagal, dan oleh karena Aku adalah Yang Mahabesar, Aku dimuliakan, baik di dunia maupun dalam Veda, sebagai Kepribadian Yang Paling Utama itu.


    Penjelasan

    Tiada seorang pun dapat melampaui Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna—baik roh yang terikat maupun roh yang sudah mencapai pembebasan. Karena itu, Krishna adalah Kepribadian Yang Paling Mulia. Jelas di sini para makhluk hidup dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah individu. Perbedaannya ialah bahwa para makhluk hidup, baik dalam keadaan terikat maupun sesudah mencapai pembebasan, tidak dapat melampaui jumlah kekuatan yang tidak terhingga yang dimiliki oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang menganggap Tuhan Yang Maha Esa dan para makhluk hidup sejajar atau sama dalam segala hal, itu merupakan kekeliruan. Selalu ada soal lebih tinggi dan rendah antara Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan para makhluk hidup. Kata utama sangat bermakna. Tiada seorang pun yang dapat melampaui Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
       Kata loke berarti dalam paurusa agama (Kitab-kitab smrti)." Sebagaimana dibenarkan dalam kamus Nirukti, lokyate vedartho 'nena: Tujuan Veda dijelaskan oleh Kitab-kitab smrti."
       Tuhan Yang Maha Esa, dalam aspek Paramatma-Nya yang berada di tempat-tempat khusus, juga diuraikan dalam Veda sendiri. Ayat berikut tercantum dalam Veda (Chandogya Upanisad 8.12.3): tavad esa samprasado 'smaccharirat samutthaya param jyotirupam sampadya svena rupenabhinispadyate sa uttamaḥ  puruṣaḥ. Roh Yang Utama yang keluar dari badan masuk ke dalam brahmajyoti yang tidak bersifat pribadi; kemudian dalam bentuk-Nya Beliau tetap dalam identitas rohani-Nya. Yang Mahakuasa itu disebut Kepribadian Yang Paling Utama." Ini berarti bahwa Kepribadian Yang Paling Utama memperlihatkan dan memancarkan cahaya rohani-Nya, yang merupakan penerangan Yang Paling Utama. Kepribadian Yang Paling Utama juga mempunyai aspek di tempat-tempat khusus sebagai Paramatma. Beliau menjelmakan Diri-Nya sebagai putera Satyāvati dan Parasara dan menjelaskan pengetahuan Veda sebagai Vyasadeva.




    15.19

     

    yo mām evam asammūḍho
    jānāti puruṣottamam
    sa sarva-vid bhajati māḿ
    sarva-bhāvena bhārata

    yaḥ—siapa pun yang; mām—Aku; evam—demikian; asammūḍhaḥ—tanpa keragu-raguan; jānāti—mengetahui; puruṣa-uttama—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; saḥ—dia; sarva-vit—yang mengetahui segala sesuatunya; bhajati—berbhakti; mām—kepada-Ku; sarva-bhāvena—dalam segala hal; bhārata—wahai putera Bhārata.


    Terjemahan

    Siapa pun yang mengenal Aku sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tanpa ragu-ragu, mengetahui segala sesuatu. Karena itu, ia sepenuhnya menekuni pengabdian suci bhakti kepada-Ku, wahai putera Bhārata.


    Penjelasan

    Ada banyak angan-angan filsafat mengenai kedudukan dasar para makhluk hidup dan Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Sekarang dalam ayat ini Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menerangkan dengan jelas bahwa siapa pun yang mengenal Sri Krishna sebagai Kepribadian Yang Paling Utama sungguh-sungguh mengetahui segala sesuatu. Orang yang mengetahui secara kurang sempurna terus-menerus berangan-angan tentang Kebenaran Mutlak, tetapi orang yang mengetahui secara sempurna langsung menekuni kesadaran Krishna, bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa memboroskan waktunya yang sangat berharga. Sepanjang Bhagavad-gita, kenyataan ini ditegaskan dalam setiap ayat. Namun banyak penyusun tafsiran Bhagavad-gita yang keras kepala yang menganggap Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama dan para makhluk hidup satu dan sama saja.
       Pengetahuan Veda disebut sruti, yang berarti pelajaran dengan cara mendengar. Hendaknya seseorang sungguh-sungguh menerima amanat Veda dari para penguasa seperti Krishna dan para utusan-Nya. Di sini Krishna membedakan antara segala sesuatu dengan baik sekali, dan hendaknya seseorang mendengar dari sumber ini. Hanya mendengar seperti babi tidak cukup; seseorang harus dapat mengerti dari para penguasa. Tidak benar bahwa seseorang harus hanya berangan-angan secara kesarjanaan. Sebaiknya ia mendengar dengan tunduk hati dari Bhagavad-gita bahwa para makhluk hidup selalu di bawah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, siapa pun yang dapat mengerti kenyataan ini mengetahui tujuan Veda, orang lain tidak mengetahui tujuan Veda.
       Kata bhajati sangat bermakna. Dalam banyak ayat kata bhajati diucapkan berhubungan dengan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang sepenuhnya menekuni kesadaran Krishna, yaitu bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, harus dimengerti bahwa dia sudah memahami segala pengetahuan Veda. Dalam parampara Vaisnava dinyatakan bahwa kalau seseorang menekuni bhakti kepada Krishna, proses kerohanian lain lagi untuk mengerti Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama tidak dibutuhkan. Ia sudah mencapai tingkat itu, sebab ia menekuni bhakti kepada Tuhan. Dia sudah menyelesaikan segala proses pendahuluan untuk mencapai pengertian. Akan tetapi, kalau seseorang berangan-angan selama beratus-ratus ribu penjelmaan tetapi masih belum mencapai pengertian bahwa Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan bahwa ia harus menyerahkan diri di sana, maka segala angan-angannya selama bertahun-tahun dan selama banyak penjelmaannya hanya menyia-nyiakan waktu dengan cara yang tidak berguna.




    15.20

     

    iti guhyatamaḿ śāstram
    idam uktaḿ mayānagha
    etad buddhvā buddhimān syāt
    kṛta-kṛtyaś ca bhārata

    iti—demikian; guhya-tamam—paling rahasia; śastram—Kitab Suci yang di wahyukan; idam—ini; uktam—diungkapkan; mayā—oleh-Ku; anagha—wahai yang tidak berdosa; etat—ini; buddhvā—mengerti; buddhi-mān—cerdas; syāt—seseorang menjadi; kṛta-kṛtyaḥ—yang paling sempurna dalam usaha-usahanya; ca—dan; bhārata—wahai putera Bhārata.

    Terjemahan

    Inilah bagian yang paling rahasia dari Kitab-kitab Veda, wahai yang tidak berdosa, dan sekarang bagian itu -Kuungkapkan. Siapapun yang mengerti ini akan menjadi bijaksana, dan usaha-usahanya akan mencapai kesempurnaan.



    Penjelasan

    Tuhan Yang Maha Esa menerangkan dengan jelas di sini bahwa inilah hakekat segala Kitab Suci yang diwahyukan. Hendaknya seseorang mengerti kenyataan ini sebagaimana diberikan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian ia akan menjadi cerdas dan sempurna dalam pengetahuan rohani. Dengan kata lain, mengerti filsafat tersebut dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan menekuni bhakti rohani kepada Beliau, semua orang dapat dibebaskan dari segala pencemaran sifat-sifat alam material. Pengabdian suci bhakti adalah proses pengertian rohani. Di mana pun ada bhakti, pencemaran material tidak dapat bertahan bersama bhakti itu. Bhakti kepada Tuhan dan Tuhan Sendiri adalah satu dan sama saja, sebab kedua-duanya bersifat rohani; bhakti dilakukan di bawah kekuasaan tenaga dalam dari Tuhan Yang Maha Esa. Dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah matahari, sedangkan kebodohan disebut kegelapan. Di mana pun ada matahari, tidak mungkin ada kegelapan. Karena itu, di mana pun ada bhakti yang dilakukan menurut bimbingan yang benar dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, tidak mungkin ada kebodohan.
       Semua orang harus membawa kesadaran tersebut tentang Krishna dan menekuni bhakti untuk menjadi cerdas dan disucikan. Kalau seseorang tidak mencapai kedudukan pengertian tentang Krishna dan menekuni bhakti, maka kecerdasannya belum sempurna, meskipun kecerdasannya tinggi sekali menurut perkiraan orang biasa.
       Arjuna disapa dengan kata anagha, dan itu juga bermakna. Anagha, Wahai yang tidak berdosa," berarti sulit sekali seseorang mengerti tentang Krishna kalau ia belum bebas dari segala reaksi dosa. Seseorang harus dibebaskan dari segala pencemaran, segala kegiatan yang berdosa, baru ia dapat mengerti. Tetapi bhakti sangat suci dan kuat sehingga sekali seseorang menekuni bhakti, dengan sendirinya ia mencapai tingkat pembebasan dari dosa.
       Selama seseorang melaksanakan bhakti dalam pergaulan dengan para penyembah yang murni dalam kesadaran Krishna sepenuhnya, ada hal-hal tertentu yang perlu dihapus sama sekali. Hal paling penting yang harus diatasi ialah kelemahan hati. Jatuh untuk pertama kalinya disebabkan oleh keinginan untuk berkuasa di atas alam material. Karena itulah seseorang meninggalkan cinta-bhakti rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kelemahan hati kedua ialah bahwa begitu seseorang meningkatkan kecenderungan untuk berkuasa di atas alam material, ia menjadi terikat pada alam dan rasa memiliki alam. Masalah-masalah kehidupan disebabkan oleh kelemahan-kelemahan hati tersebut. Dalam bab ini, lima ayat pertama menguraikan proses membebaskan diri dari berbagai kelemahan hati tersebut, dan sisa bab ini, dari ayat enam sampai dengan ayat terakhir, membicarakan purusottamayoga.

    Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Lima belas Srimad Bhagavad-gita perihal Yoga Berhubungan dengan Kepribadian Yang Paling Utama."



    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Visit Related Posts Below:

















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    Sifat Rohani dan Sifat Jahat


    16.1-3

    śrī-bhagavān uvāca
    abhayaḿ sattva-saḿśuddhir
    jñāna-yoga-vyavasthitiḥ
    dānaḿ damaś ca yajñaś ca
    svādhyāyas tapa ārjavam



    ahiḿsā satyam akrodhas
    tyāgaḥ śāntir apaiśunam
    dayā bhūteṣv aloluptvaḿ
    mārdavaḿ hrīr acāpalam


    tejaḥ kṣamā dhṛtiḥ śaucam
    adroho nāti-mānitā
    bhavānti sampadaḿ daivīm
    abhijātasya bhārata

    Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; abhayam—kebebasan dari rasaan takut; sattva-saḿśuddhiḥ—penyucian kehidupan; jñāna—dalam pengetahuan; yoga—tentang hubungan; vyavasthitiḥ—keadaan; dānam—kedermawanan; damaḥ—mengendalikan pikiran; ca—dan; yajñaḥ—pelaksanaan korban suci; ca—dan; svādhyāyaḥ—mempelajari tentang kesusasteraan Veda; tapaḥ—pertapaan; ārjavam—kesederhanaan; ahiḿsā—tidak melakukan kekerasan; satyam—kejujuran; akrodhaḥ—kebebasan dari amarah; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; śāntiḥ—ketenangan; apaiśunam—tidak mencari-cari kesalahan; dayā—karunia; bhūteṣu—terhadap semua makhluk hidup; aloluptvām—kebebasan dari loba; mārdavam—sifat lembut; hrīḥ—sifat sopan dan rendah hati; acāpalam—ketabahan hati; tejaḥ—sifat giat; kṣamā—sifat mengampuni; dhṛtiḥ—sifat ulet; śaucam—kebersihan; adrohaḥ—kebebasan dari rasa iri; na—tidak; ati-mānitā—mengharapkan penghormatan; bhavānti—adalah; sampadam—sifat-sifat; daivīm—sifat rohani; abhijātasya—milik orang yang dilahirkan dari; bhārata—wahai putera Bhārata.


    Terjemahan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Kebebasan dari rasa takut; penyucian kehidupan; pengembangan pengetahuan rohani; kedermawanan; mengendalikan diri; pelaksanaan korban suci; mempelajari Veda; pertapaan; kesederhanaan; tidak melakukan kekerasan; kejujuran; kebebasan dari amarah; pelepasan ikatan; ketenangan; tidak mencaricari kesalahan; kasih sayang terhadap semua makhluk hidup; pembebasan dari loba; sifat lembut; sifat malu; ketabahan hati yang mantap; kekuatan; mudah mengampuni; sifat ulet; kebersihan; kebebasan dari rasa iri dan gila hormat—sifat-sifat rohani tersebut dimiliki oleh orang suci yang diberkati dengan sifat rohani, wahai putera Bhārata  

    Penjelasan

    Pada Awal Bab Lima Belas, pohon beringin dunia material ini dijelaskan. Akar-akar tambahan yang keluar dari pohon itu diumpamakan sebagai kegiatan para makhluk hidup. Beberapa di antara kegiatan itu menguntungkan, dan beberapa di antaranya tidak menguntungkan. Dalam Bab Sembilan juga dijelaskan tentang para dewa, atau tujuan-tujuan yang suci, dan para asura, atau tujuan-tujuan yang jahat dan tidak suci, atau raksasa. Menurut upacara-upacara Veda, kegiatan dalam sifat kebaikan menguntungkan demi kemajuan dalam menempuh jalan pembebasan, dan kegiatan seperti itu terkenal sebagai daivi-prakṛti, atau kegiatan yang bersifat rohani. Orang yang mantap dalam sifat rohani maju menempuh jalan pembebasan. Di pihak lain, orang yang bertindak dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak mungkin mencapai pembebasan. Mereka harus tetap tinggal di dunia material ini sebagai manusia, atau mereka akan merosot hingga dilahirkan sebagai jenis-jenis binatang atau jenis-jenis kehidupan yang lebih rendah. Dalam Bab Enam belas ini, Tuhan Yang Maha Esa menjelaskan sifat rohani dan sifat jahat masing-masing dengan cirinya. Beliau juga menjelaskan manfaat-manfaat dan kerugian-kerugian sifat itu.
       Kata abhijātasya  berhubungan dengan orang yang dilahirkan dari sifat-sifat rohani atau Kecenderungan-kecenderungan suci sangat bermakna. Mendapatkan anak dalam suasana kesucian disebut garbhadhana-samskara dalam Kitab-kitab Veda. Kalau ayah dan ibu menginginkan anak yang memiliki sifat-sifat kesucian, hendaknya mereka mengikuti sepuluh prinsip yang dianjurkan untuk kehidupan masyarakat manusia. Dalam Bhagavad-gita kita juga sudah mempelajari bahwa hubungan suami isteri untuk mendapat anak yang baik adalah Krishna Sendiri. Hubungan suami isteri tidak disalahkan asal proses itu digunakan dalam kesadaran Krishna. Orang yang sadar akan Krishna sekurang-kurangnya jangan berketurunan seperti anjing dan kucing, melainkan berketurunan supaya anaknya dapat menjadi sadar akan Krishna sesudah ia dilahirkan. Seharusnya itulah keuntungan anak-anak yang dilahirkan dari ayah dan ibu yang tekun dalam kesadaran Krishna.
       Lembaga masyarakat yang bernama varnasramadharma—lembaga itu yang membagi masyarakat menjadi empat golongan kehidupan dan empat golongan pencaharian—tidak dimaksudkan untuk membagi masyarakat manusia menurut kelahiran. bagian-bagian tersebut menurut kwalifikasi pendidikan, dan dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam keadaan damai dan makmur. Sifat-sifat yang disebut di sini dijelaskan sebagai sifat-sifat rohani yang dimaksudkan supaya seseorang maju dalam pengertian rohani dan dapat mencapai pembebasan dari dunia material.
       Dalam lembaga varnasrama, seorang sannyāsī, atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan dianggap pemimpin atau guru kerohanian bagi semua tingkat dan semua golongan masyarakat. Seorang brahmaṇā dianggap guru kerohanian bagi tiga golongan masyarakat lainnya, yaitu para ksatriya, vaisya dan sudra, tetapi seorang sannyāsī, yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam lembaga tersebut, juga dianggap sebagai guru kerohanian para brahmaṇā. Bagi seorang sannyāsī, kwalifikasi pertama yang dibutuhkan ialah bebas dari rasa takut. Oleh karena seorang sannyāsī harus tinggal sendirian tanpa dukungan atau jaminan hidup apa pun, ia harus bergantung kepada karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang berpikir, Sesudah saya meninggalkan hubungan-hubungan saya, siapa yang akan melindungi saya?" Seharusnya ia tidak memasuki golongan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi. Hendaknya seseorang yakin sepenuhnya bahwa Krishna atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya di tempat-tempat khusus sebagai Paramatma selalu bersemayam di hati, bahwa Beliau melihat segala sesuatu dan bahwa Beliau selalu mengetahui apa yang ingin dilakukan seseorang. Seperti itulah seseorang harus yakin dengan teguh bahwa Krishna sebagai Paramatma akan menjaga kesejahteraan roh yang sudah menyerahkan diri kepada Beliau. Sebaiknya seseorang berpikir, Saya tidak akan pernah sendirian. Meskipun saya tinggal di daerah yang paling gelap di tengah hutan saya pasti ditemani oleh Krishna, dan Krishna akan memberi segala perlindungan kepada saya." Keyakinan itu disebut abhayam, atau kebebasan dari rasa takut. Keadaan jiwa tersebut dibutuhkan pada tingkatan hidup yang meninggalkan ikatan hal-hal duniawi.
       Kemudian ia harus menyucikan kehidupannya. Ada banyak aturan dan peraturan untuk diikuti pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Yang paling penting, seorang sannyāsī dilarang keras mempunyai hubungan dekat dengan seorang wanita. Seorang sannyāsī dilarang berbicara dengan seorang wanita di tempat yang sepi. Sri  Caitanya adalah seorang sannyāsī yang teladan, dan pada waktu tinggal di Puri, para penyembah-Nya yang wanita tidak boleh mendekati Beliau bahkan untuk bersujud sekalipun. Dianjurkan supaya mereka bersujud dari tempat yang jauh. Ini bukan tanda rasa benci terhadap kaum wanita, melainkan peraturan yang dikenakan pada seorang sannyāsī supaya dia jangan memelihara hubungan erat dengan wanita. Seseorang harus mengikuti aturan dan peraturan tingkat hidup tertentu untuk menyucikan kehidupannya. Hubungan erat dengan wanita dan memiliki kekayaan demi kepuasan indera-indera dilarang keras bagi seorang sannyāsī. sannyāsī yang teladan adalah Sri  Caitanya Sendiri, dan kita dapat belajar dari riwayat Beliau bahwa Beliau selalu tegas sekali dalam soal hubungan dengan wanita. Walaupun Sri  Caitanya adalah penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling murah hati, dan Beliau menerima roh-roh yang paling jatuh sekalipun, Beliau mematuhi aturan dan peraturan tingkatan hidup sannyāsa dengan tegas sekali dalam soal wanita. Salah seorang rekan pribadi Sri  Caitanya yang bernama Chota Haridasa bergaul dengan Sri  Caitanya bersama dengan rekanrekan pribadi lainnya yang dekat pada Beliau, tetapi entah bagaimana Chota Haridasa ini memandang seorang wanita yang masih muda dengan sikap hawa nafsu. Sri  Caitanya begitu tegas sehingga Beliau segera menolak Chota Haridasa dari pergaulan rekan-rekan pribadi-Nya. Sri  Caitanya bersabda, Bagi seorang sannyāsī atau siapapun yang bercita-cita keluar dari cengkeraman alam material dan sedang berusaha mengangkat diri sampai alam rohani hingga pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, memandang harta benda material dan wanita demi kepuasan indera-indera—jangankan menikmatinya, tetapi hanya memandang dengan kecenderungan seperti itu—sangat disalahkan sehingga mengalami keinginan yang tidak sah seperti itu lebih buruk dari pada bunuh diri." Proses tersebut adalah proses-proses penyucian diri.
       Unsur berikutnya ialah jñāna-yogavyavasthiti: menekuni pengembangan pengetahuan. Kehidupan sannyāsī dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan kepada orang berumah tangga dan orang lain yang sudah melupakan kehidupan kemajuan rohaninya yang sejati. Seharusnya seorang sannyāsī mengemis dari rumah ke rumah untuk pencahariannya, tetapi ini bukan berarti bahwa dia pengemis. Sifat rendah hati juga salah satu kwalifikasi orang yang mantap secara rohani. Karena sifat rendah hati saja seorang sannyāsī pergi dari rumah ke rumah, bukan dengan tujuan mengemis, melainkan dengan tujuan bertemu dengan orang yang berumah tangga dan menyadarkan mereka hingga sadar akan Krishna. Inilah kewajiban seorang sannyāsī. Kalau seorang sannyāsī sungguh-sungguh maju dan sudah diperintahkan demikian oleh guru kerohaniannya, dia harus mengajarkan kesadaran Krishna dengan logika dan pengertian, dan kalau seseorang belum begitu maju, sebaiknya ia jangan menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi seperti itu. Tetapi meskipun seseorang sudah menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan hal-hal duniawi tanpa memiliki pengetahuan secukupnya, sebaiknya ia tekun sepenuhnya mendengar dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya untuk mengembangkan pengetahuannya. Seorang sannyāsī atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi harus mantap dalam kebebasan dari rasa takut, sattvaśamsuddhi (kesucian) dan jñāna-yoga (pengetahuan).
       Unsur berikutnya ialah kedermawanan. Kedermawanan dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Orang yang berumah tangga hendaknya mencari nafkah dengan cara yang halal dan mengeluarkan lima puluh persen dari pendapatannya untuk mengajarkan kesadaran Krishna di seluruh dunia. Jadi, orang yang berumah tangga sebaiknya memberi sumbangan kepada Perkumpulan-perkumpulan dan lembaga-lembaga yang sibuk di bidang itu. Sebaiknya sumbangan diberikan kepada orang yang patut menerimanya. Ada berbagai jenis kedermawanan, sebagai mana akan dijelaskan dalam Bab Tujuh belas—kedermawanan dalam sifat-sifat kebaikan, nafsu, dan kebodohan. Kedermawanan dalam sifat kebaikan dianjurkan dalam Kitab Suci, tetapi kedermawanan dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak dianjurkan, sebab itu hanya memboroskan uang. Sebaiknya sumbangan diberikan untuk mengembangkan kesadaran Krishna diseluruh dunia. Itulah kedermawanan dalam sifat kebaikan.
       Mengenai dama (mengendalikan diri) itu tidak hanya dimaksudkan untuk golongan-golongan lain dalam masyarakat beragama, tetapi khususnya dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Walaupun suami isteri yang sah, sebaiknya juga jangan menggunakan inderanya untuk hubungan badan yang tidak diperlukan. Ada aturan untuk orang yang berumah tangga, bahkan dalam hubungan badan sekalipun. Hubungan suami isteri sebaiknya hanya digunakan untuk memiliki dan memelihara anak. Kalau dia tidak ingin mendapatkan anak, sebaiknya dia menghindari menikmati hubungan badan tersebut. Masyarakat modern menikmati hubungan itu dengan cara-cara pencegahan kehamilan atau pun dengan cara yang lebih jahat dari pada itu hanya untuk melepaskan tanggung jawab. Ini bukan sifat rohani, melainkan sifat yang kurang baik. Kalau seseorang, termasuk pula orang yang berumah tangga, ingin maju dalam kehidupan rohani, dia harus mengendalikan hubungan suami isteri dan jangan mendapatkan anak tanpa tujuan mengabdikan diri kepada Krishna. Jika ia dapat berketurunan dan memiliki anak yang sadar akan Krishna, ia boleh mempunyai beberapa anak, tetapi jika tidak sanggup seperti itu, sebaiknya ia jangan menikmati hubungan suami isteri hanya demi kesenangan indera-indera saja.
       Korban suci adalah unsur lain untuk dilaksanakan oleh orang yang berumah tangga, sebab korban suci membutuhkan jumlah dana yang besar. Dari golongan kehidupan lainnya, yaitu brahmacarya, vanaprastha dan sannyāsa, tidak mempunyai uang; mereka hidup dengan cara mengemis. Karena itu, pelaksanaan berbagai jenis korban suci dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Sebaiknya mereka melakukan korban-korban suci agnihotra sebagaimana dianjurkan dalam kesusasteraan Veda. Tetapi saat ini korban-korban suci seperti itu memerlukan biaya yang besar sekali, dan tidak mungkin semua orang yang berumah tangga melaksanakan upacara-upacara seperti itu. Korban suci yang paling baik yang dianjurkan pada jaman ini disebut sankirtana yajñā. Sankirtana yajñā, atau cara mengucapkan mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, adalah korban suci yang paling baik dan paling murah; siapa pun dapat melakukan dan memperoleh manfaatnya. Jadi, tiga unsur, yakni kedermawanan, pengendalian indera-indera dan pelaksanaan korban suci dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga.
       Kemudian svādhyāya, atau mempelajari Veda, dimaksudkan untuk brahmacarya, atau kehidupan sebagai siswa. Sebaiknya para brahmacari tidak mempunyai hubungan apa pun dengan wanita; mereka harus hidup dengan berpantang hubungan dengan wanita dan menekuni pelajaran khusus tentang kesusasteraan Veda untuk mengembangkan pengetahuan rohani. Ini disebut svādhyāya.
       Tapas, atau pertapaan, khususnya untuk orang yang sudah mengendurkan diri dari kehidupan duniawi. Hendaknya seseorang jangan tetap berumah tangga sampai tutup usia; ia harus ingat ada empat bagian dalam kehidupan—brahmacarya, grhastha, vanaprastha dan sannyāsa. Karena itu sesu dah grhastha, atau kehidupan berumah tangga, sebaiknya seseorang mengundurkan diri. Kalau seseorang hidup sampai berusia seratus tahun, sebaiknya dia sebagai siswa selama dua puluh lima tahun, dua puluh lima tahun hidup berumah tangga, dan dua puluh lima tahun dalam hidup mengundurkan diri, dan dua puluh lima tahun pada tingkatan hidup untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Inilah peraturan disiplin keagamaan dari Veda. Orang yang sudah mengundurkan diri dari kehidupan berumah tangga harus mempraktekkan pertapaan dengan badan, pikiran, dan lidah. Itulah tapasya. Seluruh masyarakat varnasramadharma dimaksudkan untuk tapasya. Tanpa tapaśyaatau pertapaan, seorang manusia tidak dapat mencapai pembebasan. Teori bahwa pertapaan tidak diperlukan dalam kehidupan, yaitu bahwa seseorang dapat berangan-angan terus dan segala sesuatu akan menjadi baik-baik saja, tidak dianjurkan baik dalam kesusasteraan Veda maupun dalam Bhagavad-gita. Teori-teori seperti itu dibuat-buat oleh rohaniwan gadungan yang sedang berusaha mengumpulkan pengikut semakin banyak. Kalau ada pantangan, aturan dan peraturan, orang tidak akan tertarik. Karena itu, orang yang ingin mencari pengikut atas nama kegiatan keagamaan hanya untuk pamer saja tidak mengatur kehidupan para siswanya, maupun kehidupan pribadinya. Tetapi cara itu tidak dibenarkan dalam Veda.
       Mengenai kesederhanaan, yang dimiliki oleh para brahmaṇā, hendaknya bukan hanya golongan tertentu yang mengikuti prinsip ini, melainkan semua anggota masyarakat, baik dari brahmacari-asrama, grhasthaasrama, vanaprastha-asrama, maupun sannyāsaasrama. Sebaiknya semua orang sangat sederhana dan transparan.
       Ahimsa berarti tidak menghalang-halangi kehidupan makhluk hidup manapun yang maju dari salah satu jenis kehidupan ke jenis kehidupan yang lain. Sebaiknya seseorang jangan berpikir bahwa oleh karena bunga api rohani atau sang roh tidak pernah terbunuh, bahkan sesudah badan terbunuh tiada salahnya ia membunuh binatang demi kepuasan indera-indera. Saat ini orang kecanduan memakan binatang, walaupun ada persediaan biji-bijian, padi-padian, buah-buahan, dan susu secukupnya. Binatang tidak perlu dibunuh. Inilah peraturan bagi semua orang. Bila tidak ada pilihan lain, seseorang boleh membunuh binatang, tetapi binatang itu hendaknya dipersembahkan sebagai korban suci. Tetapi bagaimanapun, bila ada persediaan pangan secukupnya untuk masyarakat manusia, orang yang bercita-cita maju dalam keinsafan rohani sebaiknya jangan melakukan kekerasan terhadap binatang. Ahimsa yang sejati berarti tidak menghalang-halangi kemajuan siapa pun dalam kehidupan. Binatang pun sedang maju dalam kehidupan evolusinya dengan berpindah-pindah dari satu golongan kehidupan binatang ke golongan hidup lainnya. Kalau binatang dibunuh, maka kemajuannya terhambat. Kalau binatang sedang hidup dalam badan tertentu selama sekian hari atau sekian tahun, lalu ia dibunuh sebelum ia mati sendiri, maka dia harus kembali lagi dalam bentuk kehidupan itu untuk menyelesaikan sisa waktu sebelum ia dapat diangkat memasuki jenis kehidupan yang lain. Karena itu, hendaknya kemajuan binatang jangan dihambat hanya untuk memuaskan lidah seseorang. Itu disebut ahiḿsā.
       Satyam. Kata ini berarti hendaknya seseorang jangan memutarbalikkan kebenaran demi kepentingan pribadi. Dalam kesusasteraan Veda ada beberapa ayat yang sulit dipahami, tetapi arti atau maksud ayat-ayat itu hendaknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Itulah proses untuk mengerti Veda. sruti berarti sebaiknya seseorang mendengar dari sumber yang dapat dipercaya. Hendaknya seseorang jangan menafsirkan arti tertentu demi kepentingan pribadinya. Ada banyak tafsiran Bhagavad-gita yang menyalah tafsirkan teks yang asli. Arti sejati sebuah kata hendaknya disampaikan, dan arti kata itu sebaiknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya.
       Akrodha berarti mengendalikan amarah. Walaupun seseorang digoda, hendaknya dia bersikap toleransi, sebab begitu seseorang menjadi marah, seluruh badannya dicemari. Amarah adalah akibat sifat nafsu dan birahi, karena itu orang yang mantap dalam kerohanian sebaiknya mengendalikan diri supaya tidak menjadi marah. Apaisunam berarti sebaiknya seseorang jangan mencari-cari kesalahan orang lain atau menegur mereka kalau itu tidak diperlukan. Tentunya kalau seorang pencuri dijuluki pencuri itu tidak berarti mencari-cari kesalahan, tetapi kalau orang jujur disebut pencuri, maka itu merupakan kesalahan yang besar sekali bagi orang yang ingin maju dalam kehidupan rohani. Hri berarti hendaknya seseorang bersikap sopan dan rendah hati dan jangan melakukan perbuatan yang jijik. Acapalam, atau ketabahan hati, berarti hendaknya seseorang jangan goyah dan merasa frustrasi dalam suatu usaha. Barangkali dia gagal dalam suatu usaha, tetapi hendaknya dia jangan menyesal karena itu. Sebaiknya dia berusaha maju dengan kesabaran dan ketabahan hati.
       Kata tejas yang digunakan di sini dimaksudkan untuk para ksatriya. Para ksatriya harus selalu kuat sekali supaya dapat memberi perlindungan kepada orang yang lemah. Hendaknya mereka jangan purapura tidak melakukan kekerasan. Kalau kekerasan diperlukan, mereka harus memperlihatkan kekerasan. Tetapi orang yang sanggup menaklukkan musuhnya boleh memberi pengampunan dalam keadaan-keadaan tertentu. Dia dapat memaafkan kesalahan-kesalahan kecil.
       śaucam berarti kebersihan, bukan hanya dalam pikiran dan badan, tetapi juga dalam tingkah laku. Ini khususnya dimaksudkan untuk masyarakat pedagang. Hendaknya mereka jangan berdagang di pasar gelap. Natimanita, atau tidak mengharapkan penghormatan, berlaku bagi para sudra, atau golongan buruh, yang dianggap golongan paling rendah di antara empat golongan menurut aturan Veda. Sebaiknya mereka jangan sombong dengan kemasyhuran atau penghormatan yang tidak diperlukan dan hendaknya tetap dalam status mereka sendiri. Kewajiban para sudra ialah menghormati golongan yang lebih tinggi untuk memelihara ketertiban masyarakat.
       Dua puluh enam kwalifikasi tersebut di atas semua sifat-sifat rohani. Sifat-sifat itu sebaiknya dikembangkan menurut berbagai tingkat susunan masyarakat dan pencaharian. Arti ayat ini ialah bahwa meskipun keadaan-keadaan material penuh kesengsaraan, kalau sifat-sifat tersebut dikembangkan dengan latihan oleh segala golongan manusia, maka berangsur-angsur dimungkinkan seseorang naik tingkat sampai tingkat keinsafan rohani yang tertinggi.




    16.4

     

    dambho darpo 'bhimānaś ca
    krodhaḥ pāruṣyam eva ca
    ajñānaḿ cābhijātasya
    pārtha sampadam āsurīm

    dambhaḥ—sikap bangga; darpaḥ—sikap sombong; abhimānaḥ—sikap tidak peduli; ca—dan; krodhaḥ—amarah; pāruṣyam—sikap kasar; evā—pasti; ca—dan; ajñānām—kebodohan; ca—dan; abhijātasyā—milik orang yang dilahirkan dari; pārtha—wahai putera Pṛthā; sampadam—sifat-sifat; āsurīm—sifat jahat.


    Terjemahan

    Sikap bangga, sikap sombong, sikap tak peduli, amarah, sikap kasar, dan kebodohan—sifat-sifat ini dimiliki oleh orang yang bersifat jahat, wahai putera Pṛthā.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini, jalan terbuka lebar menuju neraka diuraikan. Orang jahat ingin memamerkan kegiatan keagamaan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan rohani, meskipun mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip rohani. Mereka selalu sombong atau bangga karena memiliki sejenis pendidikan atau sejumlah kekayaan. Mereka ingin disembah orang lain, dan mereka menuntut penghormatan, walaupun mereka tidak layak dihormati. Mereka menjadi marah sekali karena hal-hal yang kecil sekali dan mereka berbicara dengan cara yang kasar, bukan dengan cara yang lembut. Mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Mereka melakukan segala sesuatu seenaknya, menurut kehendak sendiri, dan mereka tidak mengakui kekuasaan apa pun. Sifat-sifat jahat tersebut diambil oleh mereka sejak permulaan badan mereka dalam kandungan ibunya, dan selama mereka tumbuh mereka mewujudkan segala sifat tersebut yang tidak menguntungkan.





    16.5

     

    daivī sampad vimokṣāya
    nibandhāyāsurī matā
    mā śucaḥ sampadaḿ daivīm
    abhijāto 'si pāṇḍava

    daivī—rohani; sampat—harta; vimokṣāya—dimaksudkan untuk pembebasan; nibandhāya—untuk ikatan; āsurī—sifat-sifat jahat; matā—dianggap; mā—jangan; śucaḥ—khawatir; sampadam—harta; daivīm—rohani; abhijātaḥ—dilahirkan dari; asi—engkau adalah; pāṇḍava—wahai putera Pandu.


    Terjemahan

    Sifat rohani menguntungkan untuk pembebasan, sedangkan sifat jahat mengakibatkan ikatan. Wahai putera Pāṇḍu, jangan khawatir, sebab engkau dilahirkan dengan sifat-sifat suci.


    Penjelasan

    Sri Krishna memberi semangat kepada Arjuna dengan memberitahunya bahwa Arjuna tidak dilahirkan dengan sifat-sifat jahat. Arjuna terlibat dalam pertempuran bukan karena sifat jahat, melainkan karena Arjuna mempertimbangkan hal-hal yang mendukung dan menentang. Arjuna mempertimbangkan apakah tujuan-tujuan yang patut dihormati seperti Bhīṣma dan Drona patut dibunuh atau tidak. Jadi, Arjuna tidak bertindak dibawah pengaruh amarah, penghormatan palsu maupun sikap kasar. Karena itu, Arjuna tidak berasal dari sifat orang jahat. Tindakan seorang ksatriya, anggota angkatan bersenjata, dalam melepaskan anak panah terhadap musuh dianggap rohani, dan melalaikan kewajiban seperti itu adalah perbuatan yang jahat. Karena itu, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk menyesal. Siapa pun yang melaksanakan prinsip-prinsip yang mengatur berbagai tingkatan hidup mantap secara rohani.




    16.6

     

    dvau bhūta-sargau loke 'smin
    daiva āsura eva ca
    daivo vistaraśaḥ proktā
    āsuraḿ pārtha me śṛṇu

    dvau—dua; bhūta-sargau—makhluk-makhluk yang diciptakan; loke—didunia; asmin—ini; daivaḥ—suci; aśūrāḥ—jahat; evā—pasti; ca—dan; daivaḥ—yang suci; vistaraśaḥ—secara panjang lebar; proktāḥ—dikatakan; āsuram—jahat; pārtha—wahai putera Pṛthā; me—dari-Ku; śṛṇu—dengarlah.


    Terjemahan

    Wahai putera Pṛthā, di dunia ini ada dua jenis makhluk yang diciptakan. Yang satu disebut suci dan yang lain jahat. Aku sudah menerangkan sifat-sifat suci kepadamu secara panjang lebar. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang sifat-sifat jahat.


    Penjelasan

    Sri Krishna sudah meyakinkan Arjuna bahwa Arjuna dilahirkan dengan sifat-sifat suci. Sekarang Krishna menguraikan jalan yang jahat. Para makhluk hidup yang terikat dibagi menjadi dua golongan di dunia ini. Orang yang dilahirkan dengan sifat-sifat suci mengikuti kehidupan yang teratur yaitu; mereka mematuhi aturan di dalam Kitab Suci dan aturan yang diberikan oleh para penguasa. Hendaknya orang melaksanakan tugas-tugas kewajiban berdasarkan keterangan dari Kitab Suci yang dapat dipercaya. Sikap seperti ini disebut suci. Orang yang tidak mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur sebagai mana tercantum dalam Kitab Suci dan bertindak menurut selera pribadi disebut jahat atau memiliki sifat asura. Tiada standar selain mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur dari Kitab Suci. Disebutkan dalam Kitab-kitab Veda bahwa para dewa dan orang jahat sama-sama dilahirkan dari Prājāpati: Satu-satunya perbedaannya ialah bahwa golongan yang satu mematuhi aturan Veda sedangkan yang lain tidak.

    16.7

     

    pravṛttiḿ ca nivṛttiḿ ca
    janā na vidur āsurāḥ
    na śaucaḿ nāpi cācāro
    na satyaḿ teṣu vidyāte

    pravṛttim—bertindak sebagaimana mestinya; ca—juga; nivṛttim—tidak bertindak dengan cara yang tidak pantas; ca—dan; janaḥ—orang; na—tidak pernah; viduḥ—mengetahui; aśūrāḥ—bersifat jahat; na—tidak pernah; śaucam—kebersihan; na—tidak juga; api—juga; ca—dan; ācāraḥ—tingkah laku; na—tidak pernah; satyam—kebenaran; teṣu—dalam mereka; vidyāte—ada.


    Terjemahan

    Orang jahat tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak seharusnya. Kebersihan, tingkah laku yang pantas dan kebenaran tidak dapat ditemukan dalam diri mereka.

    Penjelasan

    Dalam setiap masyarakat manusia yang beradab ada daftar aturan dan peraturan Kitab Suci yang diikuti sejak awal. Khususnya di kalangan para Arya, orang yang mengikuti peradaban Veda dan terkenal sebagai bangsa beradab yang paling maju, orang yang tidak mengikuti aturan Kitab Suci dianggap orang jahat. Karena itu, dinyatakan di sini bahwa orang jahat tidak mengetahui aturan Kitab Suci dan tidak berminat mengikuti aturan itu sama sekali. Kebanyakan di antara mereka tidak mengetahui aturan Kitab Suci. Kalaupun ada beberapa di antaranya yang mengenal aturan Kitab Suci, mereka cenderung tidak mengikutinya. Mereka tidak mempunyai keyakinan, dan mereka tidak bersedia bertindak menurut aturan Veda. Orang jahat tidak bersih, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Hendaknya seseorang selalu rajin menjaga kebersihan badannya dengan cara mandi, gosok gigi, cukur jenggot, ganti pakaian, dan sebagainya. Mengenai kebersihan batin, hendaknya seseorang selalu ingat nama-nama suci Tuhan dan mengucapkan mantra Hare Krishna Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare /Hare Rāma Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Orang jahat tidak suka dan tidak mengikuti segala peraturan untuk kebersihan lahir dan batin tersebut.
       Mengenai tingkah laku, ada banyak aturan dan peraturan yang membimbing tingkah laku manusia, misalnya Manu-samhita, hukum manusia. Sampai sekarang, pengikut Veda mengikuti Manusamhita. Hukum warisan dan hukum-hukum lain diambil dari kitab tersebut. Dalam Manu-samhita dinyatakan dengan jelas bahwa seorang wanita hendaknya jangan diberi kebebasan. Itu tidak berarti bahwa wanita harus diperbudak, tetapi wanita seperti anak-anak. Anak-anak tidak diberi kebebasan, tetapi itu tidak berarti bahwa anak-anak diperbudak. Sekarang orang jahat mengalpakan peraturan seperti itu, dan mereka menganggap wanita seharusnya diberi kebebasan yang sama dengan pria. Akan tetapi, tindakan tersebut tidak memperbaiki keadaan masyarakat di dunia. Sebenarnya, seorang wanita sebaiknya diberi perlindungan pada setiap tahap kehidupan. Dalam usia muda, seorang wanita harus dilindungi oleh ayahnya, dalam usia remaja dia dilindungi oleh suaminya, dan dalam usia tua dia dilindungi oleh Putera-puteranya yang sudah dewasa. Inilah tingkah laku yang layak dalam masyarakat menurut Manu-samhita. Tetapi pendidikan modern sudah menciptakan paham kehidupan wanita yang bersifat sombong secara tidak wajar sehingga di beberapa tempat di dunia pernikahan hampir merupakan bayangan belaka dalam masyarakat manusia. Keadaan moral kaum wanita saat ini juga tidak begitu baik. Karena itu, orang jahat tidak menerima pelajaran mana pun yang baik untuk masyarakat, sebab mereka tidak mengikuti pengalaman resi-resi yang mulia maupun aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh para resi. Keadaan masyarakat orang jahat sangat sengsara.




    16.8

     

    asatyam apratiṣṭhaḿ te
    jagad āhur anīśvaram
    aparaspara-sambhūtaḿ
    kim anyat kāma-haitukam

    asatyam—tidak nyata; apratiṣṭham—tanpa dasar; te—mereka; jagat—manifestasi alam semesta; āhuḥ—mengatakan; anīśvaram—tanpa pengendali; aparaspara—tanpa sebab; sambhūtam—bangkit; kim anyat—tidak ada sebab lain; kāma-haitukam—disebabkan oleh nafsu birahi belaka.


    Terjemahan

    Mereka mengatakan bahwa dunia ini tidak nyata, tidak ada dasarnya dan tidak ada Tuhan yang mengendalikan. Mereka mengatakan bahwa dunia ini dihasilkan dari keinginan untuk hubungan kelamin, dan tidak ada sebabnya selain nafsu birahi.


    Penjelasan

    Orang jahat menarik kesimpulan bahwa dunia adalah angan-angan belaka. Mereka menganggap bahwa tidak ada sebab maupun akibat, tidak ada yang mengendalikan, tidak ada tujuan: Segala sesuatu tidak nyata. Mereka mengatakan bahwa manifestasi alam semesta ini timbul karena perbuatan material dan reaksi yang terjadi kebetulan saja. Mereka tidak mengakui bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan tertentu. Mereka mempunyai teori sendiri yaitu; bahwa dunia ini telah timbul dengan cara sendiri dan tidak ada alasan untuk percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa penyebab dunia ini. Menurut mereka, tidak ada perbedaan antara roh dan alam, dan mereka tidak mengakui Roh Yang Paling Utama. Segala sesuatu hanya unsur-unsur alam saja, seluruh alam semesta dianggap sebagai sebatang kebodohan. Menurut mereka, segala sesuatu adalah kekosongan, dan manifestasi apa pun yang ada disebabkan oleh kebodohan kita dalam usaha mengerti hal-hal itu. Mereka menduga bahwa segala manifestasi keanekawarnaan adalah perwujudan kebodohan. Seperti halnya dalam impian barangkali kita menciptakan begitu banyak benda yang sebenarnya tidak nyata, begitu pula ketika kita sadar akan terlihat bahwa segala-galanya hanya merupakan bayangan saja. Tetapi sebenarnya, walaupun orang jahat mengatakan bahwa kehidupan adalah impian, mereka ahli sekali menikmati impian itu. Karena itu, mereka tidak memperoleh pengetahuan; melainkan, mereka semakin terlibat dalam dunia impian mereka. Mereka menarik kesimpulan bahwa, seperti halnya anak hanya merupakan akibat hubungan suami isteri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita, begitu pula dunia ini dilahirkan tanpa rohnya. Menurut mereka, dunia ini hanyalah gabungan unsur-unsur alam yang sudah menghasilkan makhluk hidup, dan adanya sang roh tidak mungkin. Seperti halnya banyak makhluk hidup ke luar dari keringat dan dari bangkai tanpa sebab, seluruh dunia yang hidup ke luar dari gabungan-gabungan material manifestasi alam semesta. Karena itu, alam material adalah sebab manifestasi ini, dan tidak ada sebabnya selain itu. Mereka tidak percaya kepada sabda Krishna dalam Bhagavad-gita: mayā dhyaksena prakṛtiḥ sūyate sacara-caram. Seluruh dunia material ini bergerak di bawah perintah-Ku." Dengan kata lain, di kalangan orang jahat, tidak ada pengetahuan yang sempurna tentang ciptaan dunia ini; semuanya mempunyai teori sendiri. Menurut mereka, salah satu penafsiran tentang Kitab Suci sama baiknya dengan tafsiran lain, sebab mereka tidak percaya terhadap pengertian baku tentang aturan Kitab Suci.




    16.9

     

    etāḿ dṛṣṭim avaṣṭabhya
    naṣṭātmāno 'lpa-buddhayaḥ
    prabhavānty ugra-karmaṇaḥ
    kṣayāya jagato 'hitāḥ

    etām—ini; dṛṣṭim—penglihatan; avaṣṭabhya—menerima; naṣṭa—setelah kehilangan; ātmanāḥ—Diri-Nya; alpa-buddhayaḥ—orang yang kurang cerdas; prabhavānti—berkembang; ugra-karmaṇaḥ—sibuk dalam kegiatan yang menyakitkan; kṣayāya—untuk peleburan; jagataḥ—dunia; ahitāḥ—tidak menguntungkan.


    Terjemahan

    Dengan mengikuti kesimpulan-kesimpulan seperti itu, orang-orang jahat, yang sudah kehilangan Diri-Nya dan tidak memiliki kecerdasan sama sekali, menekuni pekerjaan yang tidak menguntungkan dan mengerikan dimaksudkan untuk menghancurkan dunia.

    Penjelasan

    Orang jahat menekuni kegiatan yang akan membawa dunia ke jurang kehancuran. Krishna menyatakan di sini bahwa orang-orang itu kurang cerdas. Orang duniawi, yang tidak memahami Tuhan, menganggap diri mereka sedang maju. Tetapi menurut Bhagavad-gita, mereka kurang cerdas dan tidak mempunyai otak sama sekali. Mereka berusaha menikmati dunia material ini sejauh mungkin. Karena itu, mereka selalu sibuk menemukan sesuatu untuk kepuasan indera. Penemuan duniawi seperti itu dianggap kemajuan peradaban masyarakat manusia, tetapi akibatnya orang semakin keras dan kejam: Kejam terhadap binatang dan kejam terhadap sesama manusia. Mereka tidak memahami sama sekali bagaimana tingkah laku yang baik satu sama lain. Membunuh binatang menonjol sekali di kalangan orang jahat. Orang seperti itu dianggap musuh dunia, sebab akhirnya mereka akan menemukan atau menciptakan sesuatu yang akan mengakibatkan semua orang hancur. Secara tidak langsung, ayat ini meramalkan penemuan senjata-senjata nuklir, yang sangat dibanggakan oleh seluruh dunia dewasa ini. Perang dapat meledak setiap saat, dan senjata-senjata atom tersebut dapat mengakibatkan pembinasaan. Benda-benda seperti itu dirancang semata-mata untuk menghancurkan dunia, dan kenyataan ini sudah disebutkan di sini. Oleh karena orang-orang tidak percaya kepada Tuhan, senjata-senjata tersebut ditemukan oleh masyarakat manusia; senjata-senjata itu tidak dimaksudkan untuk kedamaian dan kemakmuran dunia.




    16.10

     

    kāmam āśritya duṣpūraḿ
    dambha-māna-madānvitāḥ
    mohād gṛhītvāsad-grāhān
    pravartante 'śuci-vratāḥ

    kāmam—hawa nafsu; āśritya—berlindung kepada; duṣpūram—tidak dapat dipuaskan; dambha—dari rasa bangga; māna—dan kemasyhuran palsu; mada-anvitāḥ—terlena dalam rasa sombong; mohāt—oleh khayalan; gṛhītvā—menerima; asat—tidak kekal; grāhān—hal-hal; pravartante—mereka berkembang; aśuci—kepada yang tidak bersih; vratāḥ—bertekad.


    Terjemahan

    Dengan berlindung kepada hawa nafsu yang tidak dapat dipuaskan, terlena dalam rasa sombong dan kemasyhuran yang palsu, orang jahat yang berkhayal seperti itu selalu bertekad melakukan pekerjaan yang tidak bersih, sebab mereka tertarik kepada hal-hal yang tidak kekal.


    Penjelasan

    Mental orang jahat diuraikan di sini. Hawa nafsu orang jahat tidak dapat dipuaskan. Mereka akan terus menerus meningkatkan keinginan yang tidak dapat dipuaskan untuk kenikmatan material di dalam hatinya. Walaupun mereka selalu penuh kecemasan akibat menerima hal-hal yang tidak kekal, mereka terus menekuni kegiatan seperti itu karena khayalan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan dan tidak dapat mengetahui bahwa mereka sedang menuju ke arah yang keliru. Orang yang jahat seperti itu menerima hal-hal yang tidak kekal, menciptakan Tuhan sendiri, mengarang doa-doa pujian sendiri dan mengucapkannya menurut cara itu. Akibatnya mereka selalu semakin tertarik pada dua hal—kenikmatan hubungan kelamin dan mengumpulkan kekayaan material. Kata asucivratah, sumpah-sumpah yang tidak bersih," sangat bermakna berhubungan dengan hal ini. Orang jahat seperti itu hanya tertarik kepada minuman keras, wanita, perjudian dan makan daging; itulah kebiasaan asuci, atau kebiasaan yang tidak bersih yang dimiliki mereka. Mereka didorong oleh rasa bangga dan kemashyuran yang palsu hingga menciptakan beberapa prinsip keagamaan yang tidak dibenarkan oleh aturan Veda. Walaupun orang jahat seperti itu adalah yang paling jijik di dunia, secara tidak wajar dunia menciptakan kemasyhuran palsu bagi mereka. Walaupun mereka sedang meluncur menuju neraka, mereka menganggap Diri-Nya sudah maju sekali.




    16.11-12

     

    cintām aparimeyāḿ ca
    pralayāntām upāśritāḥ
    kāmopabhoga-paramā
    etāvad iti niścitāḥ


    āśā-pāśa-śatair baddhāḥ
    kāma-krodha-parāyaṇāḥ
    īhante kāma-bhogārtham
    anyāyenārtha-sañcayān

    cintām—rasa takut dan kecemasan; aparimeyām—tidak dapat diukur; ca—dan; pralaya-antām—sampai titik kematian; upāśritāḥ—setelah berlindung kepada; kāma-upabhoga—kepuasan indera-indera; paramaḥ—tujuan hidup tertinggi; etāvat—demikian; iti—dengan cara seperti ini; niścitāḥ—setelah menentukan; āśā-pāśa—ikatan dalam jaringan harapan; śataiḥ—oleh beratus-ratus; baddhāḥ—dengan diikat; kāma—tentang nafsu; krodha—dan amarah; parāyaṇāḥ—selalu mantap dalam sikap mental; īhante—mereka menginginkan; kāma—hawa nafsu; bhoga—kenikmatan indera; artham—dengan tujuan; anyāyena—dengan cara yang melanggar hukum; artha—kekayaan; sañcayān—mengumpulkan.


    Terjemahan

    Mereka percaya bahwa memuaskan indera-indera adalah kebutuhan utama peradaban manusia. Karena itu, sampai akhir hidupnya, kecemasan mereka tidak dapat diukur. Mereka diikat oleh jaringan beratus-ratus ribu keinginan dan terikat dalam hawa nafsu dan amarah. Mereka mendapat uang untuk kepuasan indera-indera dengan cara-cara yang melanggar hukum.


    Penjelasan

    Orang jahat menganggap kenikmatan indera adalah tujuan hidup tertinggi, dan paham ini dipegangnya sampai meninggal. Mereka tidak percaya bahwa ada kehidupan sesudah meninggal, dan mereka tidak percaya bahwa seseorang menerima berbagai jenis badan menurut karmanya, atau kegiatannya di dunia ini. Rencana-rencana kehidupan mereka tidak pernah berakhir. Mereka terus menyiapkan rencana semakin banyak, dan semuanya tidak pernah selesai. Kami sendiri sudah berpengalaman mengenai orang yang bersikap jahat seperti itu. Sampai saat meninggal sekalipun dia minta supaya seorang dokter memperpanjang usianya selama empat tahun lagi, sebab rencana-rencananya belum selesai. Orang bodoh seperti itu tidak mengetahui bahwa seorang dokter tidak mungkin memperpanjang usia kita bahkan selama sedetik pun. Bila panggilan sudah ada, kehendak manusia tidak dipertimbangkan. Hukum-hukum alam tidak mengizinkan sedetik pun melewati apa yang sudah ditakdirkan untuk dinikmati seseorang. Orang jahat, yang tidak percaya kepada Tuhan maupun Roh Yang Utama di dalam Diri-Nya, melakukan segala jenis kegiatan yang berdosa hanya demi kepuasan indera-indera. Ia tidak mengetahui bahwa ada saksi yang bersemayam di dalam hatinya. Roh Yang Utama menyaksikan kegiatan roh individual. Sebagaimana dinyatakan dalam Upanisad-upanisad, ada dua ekor burung yang hinggap pada sebatang pohon; yang satu bertindak dan menikmati atau menderita buah pada cabang-cabang pohon, sedangkan yang lain menyaksikan. Tetapi orang jahat tidak memiliki pengetahuan tentang Kitab Suci Veda, maupun tentang kepercayaan apa pun; karena itu dia merasa dirinya bebas untuk melakukan apa pun demi kenikmatan indera-indera, biar bagaimanapun akibatnya.

    16.13-15

     

    idam adya mayā labdham
    imaḿ prāpsye manoratham
    idam astīdam api me
    bhaviṣyati punar dhanam


    asau mayā hataḥ śatrur
    haniṣye cāparān api
    īśvaro 'ham ahaḿ bhogī
    siddho 'haḿ balavān sukhī


    āḍhyo 'bhijanavān asmi
    ko 'nyo 'sti sadṛśo mayā
    yakṣye dāsyāmi modiṣya
    ity ajñāna-vimohitāḥ

    idam—ini; adya—hari ini; mayā—oleh-Ku; labdham—didapatkan; imām—ini; prāpsye—akan kudapatkan; manaḥ-ratham—menurut kehendakku; idam—ini; asti—ada; idam—ini; api—juga; me—milikku; bhaviṣyati—akan meningkat pada masa yang akan datang; punaḥ—lagi; dhanam—kekayaan; asau—itu; mayā—oleh-Ku; hataḥ—sudah dibunuh; śatruḥ—musuh; haniṣye—akan kubunuh; ca—juga; aparān—orang lain; api—pasti; īśvaraḥ—penguasa; aham—aku adalah; aham—aku adalah; bhogī—yang menikmati; siddhaḥ—sempurna; aham—aku adalah; bala-vān—perkasa; sukhī—bahagia; āḍhyaḥ—kaya; abhijana-vān—diiringi oleh sanak keluarga yang bersifat bangsawan; asmi—Aku adalah; kaḥ—siapa; anyaḥ—lain; asti—ada; sadṛśaḥ—seperti; mayā—aku; yakṣye—aku akan mengorbankan; dāsyāmi—aku akan memberi sumbangan; modiṣye—aku akan bersenang hati; iti—demikian; ajñāna—oleh kebodohan; vimohitāḥ—dikhayalkan.


    Terjemahan

    Orang jahat berpikir: Sekian banyak kekayaan kumiliki hari ini, dan aku akan memperoleh kekayaan lebih banyak lagi menurut rencanaku. Sekian banyak kumiliki sekarang, dan jumlah itu bertambah semakin banyak pada masa yang akan datang. Dia musuhku, dan dia sudah kubunuh, dan musuh-musuhku yang lain juga akan terbunuh. Akulah penguasa segala sesuatu. Akulah yang menikmati. Aku sempurna, perkasa dan bahagia. Aku manusia yang paling kaya, diiringi oleh keluarga yang bersifat bangsawan. Tiada seorang pun yang seperkasa dan sebahagia diriku. Aku akan melakukan korban suci, dan memberi sumbangan, dan dengan demikian aku akan menikmati." Dengan cara seperti inilah, mereka dikhayalkan oleh kebodohan.
    Tidak ada penjelasan.



    16.16

     

    aneka-citta-vibhrāntā
    moha-jāla-samāvṛtāḥ
    prasaktāḥ kāma-bhogeṣu
    patanti narake 'śucau

    aneka—banyak; citta—oleh kecemasan; vibhrāntāḥ—dibingungkan; moha—dari khayalan-khayalan; jāla—oleh jala; samāvṛtaḥ—dikelilingi; prasaktāḥ—terikat; kāma-bhogeṣu—pada kepuasan indera-indera; patanti—mereka meluncur; narake—ke dalam neraka; aśucau—tidak suci.


    Terjemahan

    Dibingungkan oleh berbagai kecemasan seperti itu dan diikat oleh jala khayalan, ikatan mereka terhadap kenikmatan indera-indera menjadi terlalu keras dan mereka jatuh ke dalam neraka.


    Penjelasan

    Orang jahat tidak mengetahui batas keinginannya untuk memperoleh uang. Keinginan itu tidak terhingga. Dia hanya berpikir berapa perkiraan harta bendanya pada saat ini dan ia merencanakan untuk menggunakan modal kekayaan itu semakin banyak. Karena itulah dia tidak segan bertindak dengan cara berdosa manapun dan dia berdagang di pasar gelap untuk kepuasan yang melanggar hukum. Dia berkhayal karena harta benda yang sudah dimilikinya, misalnya tanah, keluarga, rumah dan saldo di bank, dan dia selalu merencanakan cara-cara untuk menambah harta benda itu. Dia percaya pada kekuatan pribadinya, dan dia tidak mengetahui bahwa apa pun yang diperolehnya adalah hasil perbuatan baik yang dilakukannya pada masa lampau. Dia diberi kesempatan untuk mengumpulkan benda-benda tersebut, tetapi dia tidak memahami penyebab-penyebab dari masa lampau. Dia hanya berpikir bahwa semua kekayaan yang telah dikumpulkannya disebabkan oleh usaha pribadinya. Orang jahat percaya pada kekuatan pekerjaan pribadinya, dan dia tidak percaya pada hukum karma. Menurut hukum karma, seseorang dilahirkan dalam keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, ia menjadi kaya, dididik dengan baik, atau memiliki badan yang cantik atau tampan sekali karena pekerjaan baik yang dilakukan pada masa lampau. Orang jahat menganggap segala hal tersebut terjadi kebetulan saja dan disebabkan oleh kekuatan kecakapan pribadi. Mereka tidak melihat susunan apa pun di belakang segala keanekaan manusia, kecantikan atau ketām panan dan pendidikan. Siapa pun yang bersaing dengan orang jahat seperti itu dianggap musuhnya. Ada banyak orang jahat, dan semuanya saling memusuhi. Rasa benci tersebut meningkat semakin dalam—antara orang, kemudian antara keluarga, antara masyarakat-masyarakat, dan akhirnya antara bangsa. Karena itulah keresahan, perang dan rasa benci senantiasa timbul di mana-mana di dunia.
       Setiap orang jahat menganggap Diri-Nya dapat hidup dengan mengorbankan semua orang lain. Pada umumnya, orang jahat menganggap Diri-Nya adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan guru yang jahat memberitahukan kepada para pengikutnya: Mengapa kalian mencari Tuhan di tempat lain? Bukankah kalian semua Tuhan! Apapun yang kalian sukai, kalian dapat melakukannya. Tidak usah percaya kepada Tuhan. Tuhan dibuang saja. Tuhan sudah mati." Inilah ajaran orang jahat.
       Walaupun orang jahat melihat orang lain sama-sama kaya dan berpengaruh, atau lebih dari itu, dia menganggap tiada seorang pun yang lebih kaya dari pada Diri-Nya dan tiada seorang pun yang lebih berpengaruh dari pada Diri-Nya. Mengenai pengangkatan kepada susunan planet yang lebih tinggi, dia tidak percaya kepada pelaksanaan yajñā, atau korban suci. Orang jahat berpikir bahwa mereka akan membuat proses yajñā sendiri dan menyiapkan sejenis mesin yang akan memungkinkan mereka mencapai segala planet yang tinggi. Contoh orang jahat seperti itu yang paling tepat adalah Ravana. Ravana menawarkan rencananya untuk mendirikan tangga supaya siapa pun dapat mencapai planet-planet surga tanpa melakukan korban suci seperti yang dianjurkan dalam Veda. Seperti itu pula, dewasa ini orang jahat seperti Ravana sedang berusaha mencapai susunan-susunan planet yang lebih tinggi dengan menggunakan mesin-mesin. Ini contoh-contoh orang yang kebingungan. Akibatnya mereka meluncur masuk neraka tanpa mengetahuinya. Di sini kata Sansekerta mohajala sangat bermakna. Jala berarti jala"; seperti ikan terperangkap dalam jala, mereka tidak mempunyai jalan keluar.




    16.17

     

    ātma-sambhāvitāḥ stabdhā
    dhana-māna-madānvitāḥ
    yajante nāma-yajñais te
    dambhenāvidhi-pūrvakam

    ātma-sambhāvitāḥ—malas dalam diri sendiri; stabdhāḥ—tidak sopan; dhana-māna—dari kekayaan dan penghormatan; mada—dalam khayalan; anvitāḥ—terlena; yajante—mereka melakukan korban suci; nāma—hanya dalam nama saja; yajñaiḥ—dengan korban suci; te—mereka; dambhena—dari rasa bangga; avidhi-pūrvakam—tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.


    Terjemahan

    Malas dalam diri sendiri dan selalu kurang sopan, berkhayal karena kekayaan dan penghormatan palsu, kadang-kadang mereka melakukan korban suci secara bangga hanya dalam nama saja, tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.


    Penjelasan

    Orang jahat menganggap Diri-Nya segala-galanya, dan tidak mempedulikan kekuasaan maupun Kitab Suci apapun. Kadang-kadang mereka melakukan kegiatan yang hanya namanya saja kegiatan keagamaan atau upacara-upacara korban suci. Oleh karena mereka tidak percaya pada kekuasaan apapun, mereka sangat kurang sopan. Ini disebabkan oleh khayalan karena mengumpulkan sejumlah kekayaan dan kehormatan palsu. Kadang-kadang orang jahat seperti itu berperan sebagai guru kerohanian, kemudian menyesatkan rakyat, dan menjadi terkenal sebagai tokoh yang memperbaharui kerohanian atau sebagai penjelmaan-penjelmaan Tuhan. Mereka memberi pertunjukkan pelaksanaan korban suci, atau menyembah dewa-dewa, atau menciptakan Tuhan sendiri. Orang awam memaklumkan bahwa orang jahat tersebut adalah Tuhan, lalu menyembah mereka, dan orang bodoh menganggap mereka sudah maju dalam prinsip-prinsip keagamaan, atau prinsip-prinsip pengetahuan rohani. Mereka mengenakan pakaian seperti orang pada tingkatan hidup untuk melepaskan hal-hal duniawi lalu melakukan segala jenis kegiatan yang bukan-bukan sambil mengenakan pakaian itu. Sebenarnya, ada banyak peraturan untuk orang yang sudah melepaskan ikatannya terhadap dunia ini. Akan tetapi, orang jahat tidak mempedulikan aturan itu. Mereka menganggap jalan apa pun yang dapat diciptakan seseorang adalah jalannya sendiri; mereka menganggap tidak ada jalan baku yang harus diikuti seseorang. Kata avidhi-pūrvakam, yang berarti mengalpakan aturan dan peraturan, khususnya ditegaskan di sini. Hal-hal ini selalu disebabkan oleh kebodohan dan khayalan.



    16.18

     

    ahańkāraḿ balaḿ darpaḿ
    kāmaḿ krodhaḿ ca saḿśritāḥ
    mām ātma-para-deheṣu
    pradviṣanto 'bhyasūyakāḥ

    ahańkāram—keakuan palsu; balam—kekuatan; darpam—rasa bangga; kāmam—hawa nafsu; krodham—amarah; ca—juga; samśritāh—setelah berlindung kepada; mām—Aku; ātmā—dalam milik mereka sendiri; parā—dan di dalam yang lain; deheṣu—badan-badan; pradviṣantaḥ—menghina; abhyasūyakāḥ—iri.


    Terjemahan

    Orang jahat dibingungkan oleh keakuan palsu, kekuatan, rasa bangga, hawa nafsu dan amarah sehingga mereka menjadi iri terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam badan mereka sendiri dan juga di dalam badan orang lain, dan mereka menghina dharma yang sejati.


    Penjelasan

    Orang jahat selalu menentang Kemahakuasaan Tuhan, dan dia tidak percaya kepada Kitab Suci. Dia iri terhadap Kitab Suci dan adanya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ini disebabkan oleh apa yang disebut penghormatan, kekayaan dan kekuatan yang dikumpulkannya. Ia tidak mengetahui bahwa kehidupan sekarang adalah persiapan untuk penjelmaan yang akan datang. Karena ia tidak mengetahui hal ini, ia sebenarnya iri hati kepada Diri-Nya sendiri dan juga kepada orang lain. Ia melakukan kekerasan terhadap badan-badan lain dan juga terhadap badannya sendiri. Dia tidak mempedulikan Kemahakuasaan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab ia tidak memiliki pengetahuan. Oleh karena dia iri terhadap Kitab Suci dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia mengemukakan argumentasi palsu yang menentang adanya Tuhan dan menolak kekuasaan Kitab Suci. Dia menganggap Diri-Nya bebas dan perkasa dalam segala perbuatan. Dia menganggap bahwa oleh karena tiada seorang pun yang menandingi kekuatannya, kewibawaannya maupun kekayaannya, ia bebas bertindak dengan cara apa pun dan tiada seorang pun yang dapat melawan. Kalau ada musuhnya yang mungkin mengalangi kemajuan kegiatan indera-inderanya, dia membuat rencana-rencana untuk memotong kedudukan orang itu dengan kekuatannya sendiri.




    16.19

     

    tān ahaḿ dviṣataḥ krūrān
    saḿsāreṣu narādhamān
    kṣipāmy ajasram aśubhān
    āsurīṣv eva yoniṣu

    tān—itu; aham—Aku; dviṣataḥ—iri; krūrān—nakal; saḿsāreṣu—ke dalam lautan kehidupan material; nara-adhamān—manusia yang paling rendah; kṣipāmi—Aku tempatkan; ajasram—untuk selamanya; aśubhān—tidak menguntungkan; āsurīṣu—jahat; evā—pasti; yoniṣu—ke dalam kandungan-kandungan.


    Terjemahan

    Orang yang iri dan nakal, manusia yang paling rendah, untuk selamanya Kubuang ke dalam lautan kehidupan material, di dalam berbagai jenis kehidupan yang jahat.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini disebutkan dengan jelas bahwa penempatan roh individual tertentu ke dalam badan tertentu adalah hak kehendak Yang Mahakuasa. Barangkali orang jahat tidak setuju mengakui Kemahakuasaan Tuhan, dan memang kenyataan bahwa dia boleh bertindak menurut kehendak pribadi, tetapi penjelmaan yang akan datang akan bergantung kepada keputusan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bukan pada Diri-Nya sendiri. Dalam Srimad-Bhagavatam, skanda Tiga, dinyatakan bahwa sesudah roh individual meninggal, ia di tempatkan di dalam kandungan seorang ibu. Di sana ia memperoleh jenis badan tertentu di bawah pengawasan kekuatan yang lebih tinggi. Karena itu, dalam kehidupan material kita menemukan banyak jenis kehidupan—binatang, serangga, manusia, dan sebagainya. Semuanya disusun oleh kekuatan yang lebih tinggi. Semuanya tidak hanya terwujud secara kebetulan saja. Mengenai orang jahat, dinyatakan dengan jelas di sini bahwa mereka ditempatkan di dalam kandungan-kandungan orang-orang jahat untuk selamanya, dan dengan demikian mereka terus bersikap iri, yaitu manusia yang paling rendah. Dinyatakan bahwa jenis manusia yang jahat seperti itu selalu penuh hawa nafsu, selalu bersikap keras, penuh rasa benci dan selalu tidak bersih. Berbagai jenis pemburu di rimba-rimba dianggap termasuk jenis kehidupan yang jahat.




    16.20

     

    āsurīḿ yonim āpannā
    mūḍhā janmāni janmāni
    mām aprāpyaiva kaunteya
    tato yānty adhamāḿ gatim

    āsurīm—jahat; yonim—jenis-jenis kehidupan; āpannāḥ—memperoleh; mūḍhāḥ—orang bodoh; janmāni janmāni—dalam banyak penjelmaan; mām—Aku; aprāpya—tanpa memperoleh; evā—pasti; kaunteya—wahai putera Kuntī ; tataḥ—sesudah itu; yānti—pergi; adhamām—terkutuk; gatim—tujuan.


    Terjemahan

    Setelah dilahirkan berulang kali di tengah-tengah jenis-jenis kehidupan yang jahat, orang seperti itu tidak pernah dapat mendekati-Ku, wahai putera Kuntī . Berangsur-angsur mereka merosot hingga mencapai jenis kehidupan yang paling menjijikkan.


    Penjelasan

    Diketahui bahwa Tuhan adalah Yang Mahakarunia, tetapi disini kita menemukan bahwa Tuhan tidak pernah mengaruniai orang jahat. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat di tempatkan di dalam kandungan orang jahat yang serupa di dalam banyak penjelmaan, dan oleh karena mereka tidak mencapai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, mereka semakin menurun, sampai akhirnya mencapai badan seperti badan kucing, anjing, dan babi. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat seperti itu hampir tidak mungkin mendapat karunia dari Tuhan pada suatu tingkatan hidup berikutnya. Dalam Veda juga dinyatakan bahwa orang seperti itu berangsur-angsur merosot hingga menjadi anjing dan babi. Kemudian, berhubungan dengan hal ini, mungkin ada orang yang mengatakan bahwa seharusnya Tuhan tidak dinyatakan Yang Mahakarunia kalau Beliau tidak mengaruniai orang jahat tersebut. Sebagai jawaban atas pertanyaan itu, dalam Vedanta-sutra kita menemukan pernyataan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak membenci siapa pun. Menempatkan para asura, atau orang jahat, dalam status hidup terendah hanyalah aspek lain dari karunia Beliau. Kadang-kadang para asura di bunuh oleh Tuhan Yang Maha Esa, tetapi pembunuhan seperti ini juga baik untuk mereka, sebab dalam kesusasteraan Veda kita menemukan pernyataan bahwa siapa pun yang dibunuh oleh Tuhan Yang Maha Esa mencapai pembebasan (mokṣa). Ada contoh-contoh dalam sejarah mengenai banyak asura—misalnya, Ravana, Kamsa dan Hiranyakasipu . Tuhan muncul di hadapan asura-asura tersebut dalam berbagai penjelmaan-Nya hanya untuk membunuh mereka. Karena itu, karunia Tuhan diperlihatkan kepada para asura kalau mereka cukup beruntung hingga dibunuh oleh Beliau.




    16.21

     

    tri-vidhaḿ narakasyedaḿ
    dvāraḿ nāśanam ātmanaḥ
    kāmaḥ krodhas tathā lobhas
    tasmād etat trayaḿ tyajet

    tri-vidham—tiga jenis; narakasya—tentang neraka; idam—ini; dvāram—pintu gerbang; nāśanam—yang menghancurkan; ātmanāḥ—tentang sang diri; kāmaḥ—hawa nafsu; krodhaḥ—amarah; tathā—dan; lobhaḥ—loba; tasmāt—karena itu; etat—ini; trayam—tiga; tyajet—orang harus meninggalkan.


    Terjemahan

    Ada tiga pintu gerbang menuju neraka tersebut—hawa nafsu, amarah dan loba. Setiap orang waras harus meninggalkan tiga sifat ini, sebab tiga sifat ini menyebabkan sang roh merosot.


    Penjelasan

    Awal kehidupan yang jahat diuraikan di sini. Seseorang berusaha memuaskan hawa nafsunya, dan bila ia tidak berhasil, timbullah amarah dan loba. Orang waras yang tidak ingin meluncur ke dalam jenis-jenis kehidupan jahat harus berusaha meninggalkan tiga musuh tersebut, yang dapat membunuh sang diri sampai tingkat kemungkinan pembebasan dari ikatan material ini tidak ada.




    16.22

     

    etair vimuktaḥ kaunteya
    tamo-dvārais tribhir naraḥ
    ācaraty ātmanaḥ śreyas
    tato yāti parāḿ gatim

    etaiḥ—dari yang ini; vimuktaḥ—dengan dibebaskan; kaunteya—wahai putera Kuntī ; tamaḥ-dvāraiḥ—dari gerbang kebodohan; tribhiḥ—dari tiga jenis; naraḥ—seseorang; ācarati—melakukan; ātmanāḥ—bagi sang diri; śreyaḥ—berkat; tataḥ—sesudah itu; yāti—ia pergi; param—kepada Yang Mahakuasa; gatim—tujuan.


    Terjemahan

    Orang yang sudah bebas dari tiga gerbang neraka tersebut melakukan perbuatan yang menguntungkan untuk keinsafan diri dan dengan demikian berangsur-angsur ia mencapai tujuan yang paling utama, wahai putera Kuntī.


    Penjelasan

    Seseorang harus hati-hati sekali tentang tiga musuh kehidupan manusia yaitu: Hawa nafsu, amarah dan loba. Semakin seseorang dibebaskan dari hawa nafsu, amarah dan loba, hidupnya semakin suci. Kemudian ia dapat mengikuti aturan dan peraturan yang dianjurkan dalam Kitab-kitab Veda. Dengan mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan manusia, berangsur-angsur seseorang maju sampai tingkat keinsafan rohani. Kalau seseorang cukup beruntung seperti itu, dan melalui latihan, sehingga ia maju sampai tingkat kesadaran Krishna, sukses terjamin baginya. Dalam kesusasteraan Veda, cara-cara perbuatan dan reaksi ditetapkan untuk memungkinkan seseorang mencapai tingkat penyucian. Seluruh cara tersebut berdasarkan prinsip meninggalkan nafsu, loba dan amarah. Dengan mengembangkan pengetahuan tentang proses tersebut, seseorang dapat diangkat sampai kedudukan tertinggi keinsafan diri; keinsafan diri tersebut disempurnakan dalam bhakti. Dalam bhakti itu, pembebasan roh yang terikat terjamin. Karena itu, menurut sistem Veda, ditetapkan empat golongan tingkatan hidup dan empat tingkatan hidup. Ini disebut susunan golongan masyarakat dan susunan tingkatan rohani. Ada berbagai aturan dan peraturan untuk berbagai golongan dan bagian masyarakat, dan kalau seseorang sanggup mengikuti peraturan itu, dengan sendirinya ia akan diangkat sampai tingkat keinsafan rohani tertinggi. Pada waktu itu ia pasti memperoleh pembebasan.




    16.23

     

    yaḥ śāstra-vidhim utsṛjya
    vartate kāma-kārataḥ
    na sa siddhim avāpnoti
    na sukhaḿ na parāḿ gatim

    yaḥ—siapa pun yang; śāstra-vidhim—aturan Kitab Suci; utsṛjya—meninggalkan; vartate—tetap; kāma-kārataḥ—bertindak seenaknya dalam hawa nafsu; na—tidak pernah; saḥ—dia; siddhim—kesempurnaan; avāpnoti—memperoleh; na—tidak pernah; sukham—kebahagiaan; na—tidak pernah; param—paling utama; gatim—tingkat kesempurnaan.


    Terjemahan

    Orang yang meninggalkan aturan Kitab Suci dan bertindak menurut kehendak sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi.


    Penjelasan

    Sebagaimana diuraikan sebelumnya, śastra-vidhi, atau petunjuk dari śastra, diberikan kepada berbagai golongan dan tingkatan masyarakat manusia. Seharusnya semua orang mengikuti aturan dan peraturan tersebut. Kalau seseorang tidak mengikuti aturan tersebut dan bertindak seenaknya menurut nafsu, loba dan kehendak pribadinya, maka dia tidak akan pernah menjadi sempurna dalam kehidupannya. Dengan kata lain, barangkali seseorang mengetahui segala hal tersebut secara teori, tetapi kalau ia tidak melaksanakannya dalam kehidupannya sendiri, maka ia harus dikenal sebagai manusia yang paling rendah. Dalam kehidupan manusia, seharusnya makhluk hidup waras dan mematuhi peraturan yang telah diberikan untuk meningkatkan kehidupannya sampai tingkat tertinggi, tetapi kalau ia tidak mengikuti peraturan itu, maka ia akan merosot. Walaupun ia mematuhi aturan dan peraturan serta prinsip-prinsip moral tetapi akhirnya tidak mencapai tingkat pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka segala pengetahuannya dirusakkan. Kalaupun ia mengakui adanya Tuhan tetapi tidak menekuni bhakti kepada Tuhan, maka usaha-usahanya dirusakkan. Karena itu, seharusnya seseorang berangsur-angsur mengangkat Diri-Nya sampai tingkat kesadaran Krishna dan bhakti; pada waktu itulah ia dapat mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi, bukan dengan cara lain.
       Kata kamakaratah sangat bermakna. Orang yang melanggar peraturan secara sadar bertindak dalam nafsu. Dia mengetahui bahwa suatu perbuatan dilarang, namun tetap dilakukan. Ini disebut bertindak seenaknya. Ia mengetahui bahwa seharusnya perbuatannya ini tidak dilakukan, tetapi ia masih melakukan perbuatan itu juga; dia disebut orang yang bertingkah. Orang seperti itu akan disalahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara takdir. Orang seperti itu tidak dapat memperoleh kesempurnaan yang dimaksudkan untuk kehidupan manusia. Kehidupan manusia khususnya dimaksudkan untuk menyucikan kehidupan, dan orang yang tidak mengikuti aturan dan peraturan tidak dapat menyucikan Diri-Nya, atau pun mencapai tingkat kebahagiaan yang sejati.




    16.24

     

    tasmāc chāstraḿ pramāṇaḿ te
    kāryākārya-vyavasthitau
    jñātvā śāstra-vidhānoktaḿ
    karma kartum ihārhasi

    tasmāt—karena itu; śastram—Kitab Suci; pramāṇam—bukti; te—milikmu; kārya—kewajiban; akārya—dan kegiatan terlarang; vyavasthitau—alam menentukan; jñātvā—mengetahui; śastra—dari Kitab Suci; vidhāna—peraturan; uktam—sebagaimana dimaklumkan; karma—pekerjaan; kartum—melakukan; iha—di dunia ini; arhasi—engkau harus.


    Terjemahan

    Karena itu, seharusnya seseorang mengerti apa itu kewajiban dan apa yang bukan kewajiban menurut peraturan Kitab Suci. Dengan mengetahui aturan dan peraturan tersebut, hendaknya ia bertindak dengan cara supaya berangsur-angsur Diri-Nya maju ke tingkat yang lebih tinggi.


    Penjelasan

    Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Lima belas, segala aturan dan peraturan Veda dimaksudkan untuk mengetahui tentang Krishna. Kalau seseorang mengetahui tentang Krishna dari Bhagavad-gita, sudah mantap dalam kesadaran Krishna, dan menekuni bhakti, ia sudah mencapai kesempurnaan pengetahuan tertinggi yang diberikan oleh kesusasteraan Veda. Sri Caitanya Mahaprabhu mempermudah proses tersebut: Beliau hanya meminta supaya orang mengucapkan mantra: Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, menekuni bhakti kepada Tuhan dan makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna. Orang yang menekuni segala kegiatan bhakti tersebut secara langsung sudah mempelajari segala kesusasteraan Veda. Ia sudah mencapai kesimpulannya secara sempurna. Tentu saja, bagi orang biasa yang belum sadar akan Krishna atau belum menekuni bhakti, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus tidak dilakukan harus ditentukan oleh peraturan Veda. Seseorang harus bertindak menurut keputusan-keputusan itu, tanpa membantah. Itu disebut mengikuti prinsip-prinsip śastra, atau Kitab Suci. Sastra adalah bebas dari empat kelemahan utama yang dapat dilihat pada roh yang terikat yaitu: Indera-indera  yang kurang sempurna, kecenderungan menipu, pasti berbuat kesalahan, dan pasti berkhayal. Empat kelemahan utama dalam kehidupan terikat menyebabkan seseorang tidak memenuhi syarat untuk menetapkan aturan dan peraturan. Karena itu, aturan dan peraturan sebagaimana diuraikan dalam śastra—di atas kelemahan tersebut—diterima tanpa perubahan oleh semua orang suci yang mulia, ācārya-ācārya dan roh-roh yang mulia.
       Di India ada banyak golongan pengertian rohani, yang pada umumnya digolongkan menjadi dua yaitu: Orang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Akan tetapi, kedua golongan tersebut hidup menurut prinsip-prinsip Veda. Seseorang tidak dapat naik sampai tingkat kesempurnaan tanpa mengikuti prinsip-prinsip Kitab Suci. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh memahami arti śastra adalah orang yang beruntung.  Dalam masyarakat manusia, rasa enggan terhadap prinsip-prinsip mengerti tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan keadaan semua orang jatuh. Itulah kesalahan terbesar dalam kehidupan manusia. Karena itu, mayā, tenaga material Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, selalu mempersulit kita dalam bentuk tiga jenis kesengsaraan. Tenaga material itu terdiri dari tiga sifat alam material. Seseorang harus mengangkat Diri-Nya sekurang-kurangnya sampai sifat kebaikan sebelum jalan menuju pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa dapat dibuka. Tanpa mengangkat diri sampai taraf sifat kebaikan, seseorang tetap dalam kebodohan dan nafsu, yang menyebabkan kehidupan jahat. Orang yang berada dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan mengejek Kitab Suci, mengejek orang suci dan mengejek pengertian yang benar tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mereka melanggar pelajaran sang guru kerohanian, dan mereka tidak mempedulikan peraturan Kitab Suci. Meskipun mereka mendengar tentang kebesaran pengabdian suci bhakti, mereka tidak tertarik. Karena itu, mereka membuat cara sendiri untuk maju. Inilah beberapa kelemahan masyarakat manusia yang membawa orang menuju status kehidupan yang bersifat jahat. Akan tetapi, kalau seseorang dapat dibimbing oleh seorang guru kerohanian yang benar dan dapat dipercaya, yang sanggup membimbing orang ke jalan kemajuan sampai tingkat yang lebih tinggi, maka kehidupannya akan menjadi sukses.

    Demikianlah telah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Enam belas Srimad-Bhagavad-gita perihal Sifat Rohani dan Sifat Jahat."



    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Visit Related Posts Below:

















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    Sifat Rohani dan Sifat Jahat


    16.1-3

    śrī-bhagavān uvāca
    abhayaḿ sattva-saḿśuddhir
    jñāna-yoga-vyavasthitiḥ
    dānaḿ damaś ca yajñaś ca
    svādhyāyas tapa ārjavam



    ahiḿsā satyam akrodhas
    tyāgaḥ śāntir apaiśunam
    dayā bhūteṣv aloluptvaḿ
    mārdavaḿ hrīr acāpalam


    tejaḥ kṣamā dhṛtiḥ śaucam
    adroho nāti-mānitā
    bhavānti sampadaḿ daivīm
    abhijātasya bhārata

    Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; abhayam—kebebasan dari rasaan takut; sattva-saḿśuddhiḥ—penyucian kehidupan; jñāna—dalam pengetahuan; yoga—tentang hubungan; vyavasthitiḥ—keadaan; dānam—kedermawanan; damaḥ—mengendalikan pikiran; ca—dan; yajñaḥ—pelaksanaan korban suci; ca—dan; svādhyāyaḥ—mempelajari tentang kesusasteraan Veda; tapaḥ—pertapaan; ārjavam—kesederhanaan; ahiḿsā—tidak melakukan kekerasan; satyam—kejujuran; akrodhaḥ—kebebasan dari amarah; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; śāntiḥ—ketenangan; apaiśunam—tidak mencari-cari kesalahan; dayā—karunia; bhūteṣu—terhadap semua makhluk hidup; aloluptvām—kebebasan dari loba; mārdavam—sifat lembut; hrīḥ—sifat sopan dan rendah hati; acāpalam—ketabahan hati; tejaḥ—sifat giat; kṣamā—sifat mengampuni; dhṛtiḥ—sifat ulet; śaucam—kebersihan; adrohaḥ—kebebasan dari rasa iri; na—tidak; ati-mānitā—mengharapkan penghormatan; bhavānti—adalah; sampadam—sifat-sifat; daivīm—sifat rohani; abhijātasya—milik orang yang dilahirkan dari; bhārata—wahai putera Bhārata.


    Terjemahan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Kebebasan dari rasa takut; penyucian kehidupan; pengembangan pengetahuan rohani; kedermawanan; mengendalikan diri; pelaksanaan korban suci; mempelajari Veda; pertapaan; kesederhanaan; tidak melakukan kekerasan; kejujuran; kebebasan dari amarah; pelepasan ikatan; ketenangan; tidak mencaricari kesalahan; kasih sayang terhadap semua makhluk hidup; pembebasan dari loba; sifat lembut; sifat malu; ketabahan hati yang mantap; kekuatan; mudah mengampuni; sifat ulet; kebersihan; kebebasan dari rasa iri dan gila hormat—sifat-sifat rohani tersebut dimiliki oleh orang suci yang diberkati dengan sifat rohani, wahai putera Bhārata  

    Penjelasan

    Pada Awal Bab Lima Belas, pohon beringin dunia material ini dijelaskan. Akar-akar tambahan yang keluar dari pohon itu diumpamakan sebagai kegiatan para makhluk hidup. Beberapa di antara kegiatan itu menguntungkan, dan beberapa di antaranya tidak menguntungkan. Dalam Bab Sembilan juga dijelaskan tentang para dewa, atau tujuan-tujuan yang suci, dan para asura, atau tujuan-tujuan yang jahat dan tidak suci, atau raksasa. Menurut upacara-upacara Veda, kegiatan dalam sifat kebaikan menguntungkan demi kemajuan dalam menempuh jalan pembebasan, dan kegiatan seperti itu terkenal sebagai daivi-prakṛti, atau kegiatan yang bersifat rohani. Orang yang mantap dalam sifat rohani maju menempuh jalan pembebasan. Di pihak lain, orang yang bertindak dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak mungkin mencapai pembebasan. Mereka harus tetap tinggal di dunia material ini sebagai manusia, atau mereka akan merosot hingga dilahirkan sebagai jenis-jenis binatang atau jenis-jenis kehidupan yang lebih rendah. Dalam Bab Enam belas ini, Tuhan Yang Maha Esa menjelaskan sifat rohani dan sifat jahat masing-masing dengan cirinya. Beliau juga menjelaskan manfaat-manfaat dan kerugian-kerugian sifat itu.
       Kata abhijātasya  berhubungan dengan orang yang dilahirkan dari sifat-sifat rohani atau Kecenderungan-kecenderungan suci sangat bermakna. Mendapatkan anak dalam suasana kesucian disebut garbhadhana-samskara dalam Kitab-kitab Veda. Kalau ayah dan ibu menginginkan anak yang memiliki sifat-sifat kesucian, hendaknya mereka mengikuti sepuluh prinsip yang dianjurkan untuk kehidupan masyarakat manusia. Dalam Bhagavad-gita kita juga sudah mempelajari bahwa hubungan suami isteri untuk mendapat anak yang baik adalah Krishna Sendiri. Hubungan suami isteri tidak disalahkan asal proses itu digunakan dalam kesadaran Krishna. Orang yang sadar akan Krishna sekurang-kurangnya jangan berketurunan seperti anjing dan kucing, melainkan berketurunan supaya anaknya dapat menjadi sadar akan Krishna sesudah ia dilahirkan. Seharusnya itulah keuntungan anak-anak yang dilahirkan dari ayah dan ibu yang tekun dalam kesadaran Krishna.
       Lembaga masyarakat yang bernama varnasramadharma—lembaga itu yang membagi masyarakat menjadi empat golongan kehidupan dan empat golongan pencaharian—tidak dimaksudkan untuk membagi masyarakat manusia menurut kelahiran. bagian-bagian tersebut menurut kwalifikasi pendidikan, dan dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam keadaan damai dan makmur. Sifat-sifat yang disebut di sini dijelaskan sebagai sifat-sifat rohani yang dimaksudkan supaya seseorang maju dalam pengertian rohani dan dapat mencapai pembebasan dari dunia material.
       Dalam lembaga varnasrama, seorang sannyāsī, atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan dianggap pemimpin atau guru kerohanian bagi semua tingkat dan semua golongan masyarakat. Seorang brahmaṇā dianggap guru kerohanian bagi tiga golongan masyarakat lainnya, yaitu para ksatriya, vaisya dan sudra, tetapi seorang sannyāsī, yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam lembaga tersebut, juga dianggap sebagai guru kerohanian para brahmaṇā. Bagi seorang sannyāsī, kwalifikasi pertama yang dibutuhkan ialah bebas dari rasa takut. Oleh karena seorang sannyāsī harus tinggal sendirian tanpa dukungan atau jaminan hidup apa pun, ia harus bergantung kepada karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang berpikir, Sesudah saya meninggalkan hubungan-hubungan saya, siapa yang akan melindungi saya?" Seharusnya ia tidak memasuki golongan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi. Hendaknya seseorang yakin sepenuhnya bahwa Krishna atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya di tempat-tempat khusus sebagai Paramatma selalu bersemayam di hati, bahwa Beliau melihat segala sesuatu dan bahwa Beliau selalu mengetahui apa yang ingin dilakukan seseorang. Seperti itulah seseorang harus yakin dengan teguh bahwa Krishna sebagai Paramatma akan menjaga kesejahteraan roh yang sudah menyerahkan diri kepada Beliau. Sebaiknya seseorang berpikir, Saya tidak akan pernah sendirian. Meskipun saya tinggal di daerah yang paling gelap di tengah hutan saya pasti ditemani oleh Krishna, dan Krishna akan memberi segala perlindungan kepada saya." Keyakinan itu disebut abhayam, atau kebebasan dari rasa takut. Keadaan jiwa tersebut dibutuhkan pada tingkatan hidup yang meninggalkan ikatan hal-hal duniawi.
       Kemudian ia harus menyucikan kehidupannya. Ada banyak aturan dan peraturan untuk diikuti pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Yang paling penting, seorang sannyāsī dilarang keras mempunyai hubungan dekat dengan seorang wanita. Seorang sannyāsī dilarang berbicara dengan seorang wanita di tempat yang sepi. Sri  Caitanya adalah seorang sannyāsī yang teladan, dan pada waktu tinggal di Puri, para penyembah-Nya yang wanita tidak boleh mendekati Beliau bahkan untuk bersujud sekalipun. Dianjurkan supaya mereka bersujud dari tempat yang jauh. Ini bukan tanda rasa benci terhadap kaum wanita, melainkan peraturan yang dikenakan pada seorang sannyāsī supaya dia jangan memelihara hubungan erat dengan wanita. Seseorang harus mengikuti aturan dan peraturan tingkat hidup tertentu untuk menyucikan kehidupannya. Hubungan erat dengan wanita dan memiliki kekayaan demi kepuasan indera-indera dilarang keras bagi seorang sannyāsī. sannyāsī yang teladan adalah Sri  Caitanya Sendiri, dan kita dapat belajar dari riwayat Beliau bahwa Beliau selalu tegas sekali dalam soal hubungan dengan wanita. Walaupun Sri  Caitanya adalah penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling murah hati, dan Beliau menerima roh-roh yang paling jatuh sekalipun, Beliau mematuhi aturan dan peraturan tingkatan hidup sannyāsa dengan tegas sekali dalam soal wanita. Salah seorang rekan pribadi Sri  Caitanya yang bernama Chota Haridasa bergaul dengan Sri  Caitanya bersama dengan rekanrekan pribadi lainnya yang dekat pada Beliau, tetapi entah bagaimana Chota Haridasa ini memandang seorang wanita yang masih muda dengan sikap hawa nafsu. Sri  Caitanya begitu tegas sehingga Beliau segera menolak Chota Haridasa dari pergaulan rekan-rekan pribadi-Nya. Sri  Caitanya bersabda, Bagi seorang sannyāsī atau siapapun yang bercita-cita keluar dari cengkeraman alam material dan sedang berusaha mengangkat diri sampai alam rohani hingga pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, memandang harta benda material dan wanita demi kepuasan indera-indera—jangankan menikmatinya, tetapi hanya memandang dengan kecenderungan seperti itu—sangat disalahkan sehingga mengalami keinginan yang tidak sah seperti itu lebih buruk dari pada bunuh diri." Proses tersebut adalah proses-proses penyucian diri.
       Unsur berikutnya ialah jñāna-yogavyavasthiti: menekuni pengembangan pengetahuan. Kehidupan sannyāsī dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan kepada orang berumah tangga dan orang lain yang sudah melupakan kehidupan kemajuan rohaninya yang sejati. Seharusnya seorang sannyāsī mengemis dari rumah ke rumah untuk pencahariannya, tetapi ini bukan berarti bahwa dia pengemis. Sifat rendah hati juga salah satu kwalifikasi orang yang mantap secara rohani. Karena sifat rendah hati saja seorang sannyāsī pergi dari rumah ke rumah, bukan dengan tujuan mengemis, melainkan dengan tujuan bertemu dengan orang yang berumah tangga dan menyadarkan mereka hingga sadar akan Krishna. Inilah kewajiban seorang sannyāsī. Kalau seorang sannyāsī sungguh-sungguh maju dan sudah diperintahkan demikian oleh guru kerohaniannya, dia harus mengajarkan kesadaran Krishna dengan logika dan pengertian, dan kalau seseorang belum begitu maju, sebaiknya ia jangan menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi seperti itu. Tetapi meskipun seseorang sudah menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan hal-hal duniawi tanpa memiliki pengetahuan secukupnya, sebaiknya ia tekun sepenuhnya mendengar dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya untuk mengembangkan pengetahuannya. Seorang sannyāsī atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi harus mantap dalam kebebasan dari rasa takut, sattvaśamsuddhi (kesucian) dan jñāna-yoga (pengetahuan).
       Unsur berikutnya ialah kedermawanan. Kedermawanan dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Orang yang berumah tangga hendaknya mencari nafkah dengan cara yang halal dan mengeluarkan lima puluh persen dari pendapatannya untuk mengajarkan kesadaran Krishna di seluruh dunia. Jadi, orang yang berumah tangga sebaiknya memberi sumbangan kepada Perkumpulan-perkumpulan dan lembaga-lembaga yang sibuk di bidang itu. Sebaiknya sumbangan diberikan kepada orang yang patut menerimanya. Ada berbagai jenis kedermawanan, sebagai mana akan dijelaskan dalam Bab Tujuh belas—kedermawanan dalam sifat-sifat kebaikan, nafsu, dan kebodohan. Kedermawanan dalam sifat kebaikan dianjurkan dalam Kitab Suci, tetapi kedermawanan dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak dianjurkan, sebab itu hanya memboroskan uang. Sebaiknya sumbangan diberikan untuk mengembangkan kesadaran Krishna diseluruh dunia. Itulah kedermawanan dalam sifat kebaikan.
       Mengenai dama (mengendalikan diri) itu tidak hanya dimaksudkan untuk golongan-golongan lain dalam masyarakat beragama, tetapi khususnya dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Walaupun suami isteri yang sah, sebaiknya juga jangan menggunakan inderanya untuk hubungan badan yang tidak diperlukan. Ada aturan untuk orang yang berumah tangga, bahkan dalam hubungan badan sekalipun. Hubungan suami isteri sebaiknya hanya digunakan untuk memiliki dan memelihara anak. Kalau dia tidak ingin mendapatkan anak, sebaiknya dia menghindari menikmati hubungan badan tersebut. Masyarakat modern menikmati hubungan itu dengan cara-cara pencegahan kehamilan atau pun dengan cara yang lebih jahat dari pada itu hanya untuk melepaskan tanggung jawab. Ini bukan sifat rohani, melainkan sifat yang kurang baik. Kalau seseorang, termasuk pula orang yang berumah tangga, ingin maju dalam kehidupan rohani, dia harus mengendalikan hubungan suami isteri dan jangan mendapatkan anak tanpa tujuan mengabdikan diri kepada Krishna. Jika ia dapat berketurunan dan memiliki anak yang sadar akan Krishna, ia boleh mempunyai beberapa anak, tetapi jika tidak sanggup seperti itu, sebaiknya ia jangan menikmati hubungan suami isteri hanya demi kesenangan indera-indera saja.
       Korban suci adalah unsur lain untuk dilaksanakan oleh orang yang berumah tangga, sebab korban suci membutuhkan jumlah dana yang besar. Dari golongan kehidupan lainnya, yaitu brahmacarya, vanaprastha dan sannyāsa, tidak mempunyai uang; mereka hidup dengan cara mengemis. Karena itu, pelaksanaan berbagai jenis korban suci dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Sebaiknya mereka melakukan korban-korban suci agnihotra sebagaimana dianjurkan dalam kesusasteraan Veda. Tetapi saat ini korban-korban suci seperti itu memerlukan biaya yang besar sekali, dan tidak mungkin semua orang yang berumah tangga melaksanakan upacara-upacara seperti itu. Korban suci yang paling baik yang dianjurkan pada jaman ini disebut sankirtana yajñā. Sankirtana yajñā, atau cara mengucapkan mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, adalah korban suci yang paling baik dan paling murah; siapa pun dapat melakukan dan memperoleh manfaatnya. Jadi, tiga unsur, yakni kedermawanan, pengendalian indera-indera dan pelaksanaan korban suci dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga.
       Kemudian svādhyāya, atau mempelajari Veda, dimaksudkan untuk brahmacarya, atau kehidupan sebagai siswa. Sebaiknya para brahmacari tidak mempunyai hubungan apa pun dengan wanita; mereka harus hidup dengan berpantang hubungan dengan wanita dan menekuni pelajaran khusus tentang kesusasteraan Veda untuk mengembangkan pengetahuan rohani. Ini disebut svādhyāya.
       Tapas, atau pertapaan, khususnya untuk orang yang sudah mengendurkan diri dari kehidupan duniawi. Hendaknya seseorang jangan tetap berumah tangga sampai tutup usia; ia harus ingat ada empat bagian dalam kehidupan—brahmacarya, grhastha, vanaprastha dan sannyāsa. Karena itu sesu dah grhastha, atau kehidupan berumah tangga, sebaiknya seseorang mengundurkan diri. Kalau seseorang hidup sampai berusia seratus tahun, sebaiknya dia sebagai siswa selama dua puluh lima tahun, dua puluh lima tahun hidup berumah tangga, dan dua puluh lima tahun dalam hidup mengundurkan diri, dan dua puluh lima tahun pada tingkatan hidup untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Inilah peraturan disiplin keagamaan dari Veda. Orang yang sudah mengundurkan diri dari kehidupan berumah tangga harus mempraktekkan pertapaan dengan badan, pikiran, dan lidah. Itulah tapasya. Seluruh masyarakat varnasramadharma dimaksudkan untuk tapasya. Tanpa tapaśyaatau pertapaan, seorang manusia tidak dapat mencapai pembebasan. Teori bahwa pertapaan tidak diperlukan dalam kehidupan, yaitu bahwa seseorang dapat berangan-angan terus dan segala sesuatu akan menjadi baik-baik saja, tidak dianjurkan baik dalam kesusasteraan Veda maupun dalam Bhagavad-gita. Teori-teori seperti itu dibuat-buat oleh rohaniwan gadungan yang sedang berusaha mengumpulkan pengikut semakin banyak. Kalau ada pantangan, aturan dan peraturan, orang tidak akan tertarik. Karena itu, orang yang ingin mencari pengikut atas nama kegiatan keagamaan hanya untuk pamer saja tidak mengatur kehidupan para siswanya, maupun kehidupan pribadinya. Tetapi cara itu tidak dibenarkan dalam Veda.
       Mengenai kesederhanaan, yang dimiliki oleh para brahmaṇā, hendaknya bukan hanya golongan tertentu yang mengikuti prinsip ini, melainkan semua anggota masyarakat, baik dari brahmacari-asrama, grhasthaasrama, vanaprastha-asrama, maupun sannyāsaasrama. Sebaiknya semua orang sangat sederhana dan transparan.
       Ahimsa berarti tidak menghalang-halangi kehidupan makhluk hidup manapun yang maju dari salah satu jenis kehidupan ke jenis kehidupan yang lain. Sebaiknya seseorang jangan berpikir bahwa oleh karena bunga api rohani atau sang roh tidak pernah terbunuh, bahkan sesudah badan terbunuh tiada salahnya ia membunuh binatang demi kepuasan indera-indera. Saat ini orang kecanduan memakan binatang, walaupun ada persediaan biji-bijian, padi-padian, buah-buahan, dan susu secukupnya. Binatang tidak perlu dibunuh. Inilah peraturan bagi semua orang. Bila tidak ada pilihan lain, seseorang boleh membunuh binatang, tetapi binatang itu hendaknya dipersembahkan sebagai korban suci. Tetapi bagaimanapun, bila ada persediaan pangan secukupnya untuk masyarakat manusia, orang yang bercita-cita maju dalam keinsafan rohani sebaiknya jangan melakukan kekerasan terhadap binatang. Ahimsa yang sejati berarti tidak menghalang-halangi kemajuan siapa pun dalam kehidupan. Binatang pun sedang maju dalam kehidupan evolusinya dengan berpindah-pindah dari satu golongan kehidupan binatang ke golongan hidup lainnya. Kalau binatang dibunuh, maka kemajuannya terhambat. Kalau binatang sedang hidup dalam badan tertentu selama sekian hari atau sekian tahun, lalu ia dibunuh sebelum ia mati sendiri, maka dia harus kembali lagi dalam bentuk kehidupan itu untuk menyelesaikan sisa waktu sebelum ia dapat diangkat memasuki jenis kehidupan yang lain. Karena itu, hendaknya kemajuan binatang jangan dihambat hanya untuk memuaskan lidah seseorang. Itu disebut ahiḿsā.
       Satyam. Kata ini berarti hendaknya seseorang jangan memutarbalikkan kebenaran demi kepentingan pribadi. Dalam kesusasteraan Veda ada beberapa ayat yang sulit dipahami, tetapi arti atau maksud ayat-ayat itu hendaknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Itulah proses untuk mengerti Veda. sruti berarti sebaiknya seseorang mendengar dari sumber yang dapat dipercaya. Hendaknya seseorang jangan menafsirkan arti tertentu demi kepentingan pribadinya. Ada banyak tafsiran Bhagavad-gita yang menyalah tafsirkan teks yang asli. Arti sejati sebuah kata hendaknya disampaikan, dan arti kata itu sebaiknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya.
       Akrodha berarti mengendalikan amarah. Walaupun seseorang digoda, hendaknya dia bersikap toleransi, sebab begitu seseorang menjadi marah, seluruh badannya dicemari. Amarah adalah akibat sifat nafsu dan birahi, karena itu orang yang mantap dalam kerohanian sebaiknya mengendalikan diri supaya tidak menjadi marah. Apaisunam berarti sebaiknya seseorang jangan mencari-cari kesalahan orang lain atau menegur mereka kalau itu tidak diperlukan. Tentunya kalau seorang pencuri dijuluki pencuri itu tidak berarti mencari-cari kesalahan, tetapi kalau orang jujur disebut pencuri, maka itu merupakan kesalahan yang besar sekali bagi orang yang ingin maju dalam kehidupan rohani. Hri berarti hendaknya seseorang bersikap sopan dan rendah hati dan jangan melakukan perbuatan yang jijik. Acapalam, atau ketabahan hati, berarti hendaknya seseorang jangan goyah dan merasa frustrasi dalam suatu usaha. Barangkali dia gagal dalam suatu usaha, tetapi hendaknya dia jangan menyesal karena itu. Sebaiknya dia berusaha maju dengan kesabaran dan ketabahan hati.
       Kata tejas yang digunakan di sini dimaksudkan untuk para ksatriya. Para ksatriya harus selalu kuat sekali supaya dapat memberi perlindungan kepada orang yang lemah. Hendaknya mereka jangan purapura tidak melakukan kekerasan. Kalau kekerasan diperlukan, mereka harus memperlihatkan kekerasan. Tetapi orang yang sanggup menaklukkan musuhnya boleh memberi pengampunan dalam keadaan-keadaan tertentu. Dia dapat memaafkan kesalahan-kesalahan kecil.
       śaucam berarti kebersihan, bukan hanya dalam pikiran dan badan, tetapi juga dalam tingkah laku. Ini khususnya dimaksudkan untuk masyarakat pedagang. Hendaknya mereka jangan berdagang di pasar gelap. Natimanita, atau tidak mengharapkan penghormatan, berlaku bagi para sudra, atau golongan buruh, yang dianggap golongan paling rendah di antara empat golongan menurut aturan Veda. Sebaiknya mereka jangan sombong dengan kemasyhuran atau penghormatan yang tidak diperlukan dan hendaknya tetap dalam status mereka sendiri. Kewajiban para sudra ialah menghormati golongan yang lebih tinggi untuk memelihara ketertiban masyarakat.
       Dua puluh enam kwalifikasi tersebut di atas semua sifat-sifat rohani. Sifat-sifat itu sebaiknya dikembangkan menurut berbagai tingkat susunan masyarakat dan pencaharian. Arti ayat ini ialah bahwa meskipun keadaan-keadaan material penuh kesengsaraan, kalau sifat-sifat tersebut dikembangkan dengan latihan oleh segala golongan manusia, maka berangsur-angsur dimungkinkan seseorang naik tingkat sampai tingkat keinsafan rohani yang tertinggi.




    16.4

     

    dambho darpo 'bhimānaś ca
    krodhaḥ pāruṣyam eva ca
    ajñānaḿ cābhijātasya
    pārtha sampadam āsurīm

    dambhaḥ—sikap bangga; darpaḥ—sikap sombong; abhimānaḥ—sikap tidak peduli; ca—dan; krodhaḥ—amarah; pāruṣyam—sikap kasar; evā—pasti; ca—dan; ajñānām—kebodohan; ca—dan; abhijātasyā—milik orang yang dilahirkan dari; pārtha—wahai putera Pṛthā; sampadam—sifat-sifat; āsurīm—sifat jahat.


    Terjemahan

    Sikap bangga, sikap sombong, sikap tak peduli, amarah, sikap kasar, dan kebodohan—sifat-sifat ini dimiliki oleh orang yang bersifat jahat, wahai putera Pṛthā.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini, jalan terbuka lebar menuju neraka diuraikan. Orang jahat ingin memamerkan kegiatan keagamaan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan rohani, meskipun mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip rohani. Mereka selalu sombong atau bangga karena memiliki sejenis pendidikan atau sejumlah kekayaan. Mereka ingin disembah orang lain, dan mereka menuntut penghormatan, walaupun mereka tidak layak dihormati. Mereka menjadi marah sekali karena hal-hal yang kecil sekali dan mereka berbicara dengan cara yang kasar, bukan dengan cara yang lembut. Mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Mereka melakukan segala sesuatu seenaknya, menurut kehendak sendiri, dan mereka tidak mengakui kekuasaan apa pun. Sifat-sifat jahat tersebut diambil oleh mereka sejak permulaan badan mereka dalam kandungan ibunya, dan selama mereka tumbuh mereka mewujudkan segala sifat tersebut yang tidak menguntungkan.





    16.5

     

    daivī sampad vimokṣāya
    nibandhāyāsurī matā
    mā śucaḥ sampadaḿ daivīm
    abhijāto 'si pāṇḍava

    daivī—rohani; sampat—harta; vimokṣāya—dimaksudkan untuk pembebasan; nibandhāya—untuk ikatan; āsurī—sifat-sifat jahat; matā—dianggap; mā—jangan; śucaḥ—khawatir; sampadam—harta; daivīm—rohani; abhijātaḥ—dilahirkan dari; asi—engkau adalah; pāṇḍava—wahai putera Pandu.


    Terjemahan

    Sifat rohani menguntungkan untuk pembebasan, sedangkan sifat jahat mengakibatkan ikatan. Wahai putera Pāṇḍu, jangan khawatir, sebab engkau dilahirkan dengan sifat-sifat suci.


    Penjelasan

    Sri Krishna memberi semangat kepada Arjuna dengan memberitahunya bahwa Arjuna tidak dilahirkan dengan sifat-sifat jahat. Arjuna terlibat dalam pertempuran bukan karena sifat jahat, melainkan karena Arjuna mempertimbangkan hal-hal yang mendukung dan menentang. Arjuna mempertimbangkan apakah tujuan-tujuan yang patut dihormati seperti Bhīṣma dan Drona patut dibunuh atau tidak. Jadi, Arjuna tidak bertindak dibawah pengaruh amarah, penghormatan palsu maupun sikap kasar. Karena itu, Arjuna tidak berasal dari sifat orang jahat. Tindakan seorang ksatriya, anggota angkatan bersenjata, dalam melepaskan anak panah terhadap musuh dianggap rohani, dan melalaikan kewajiban seperti itu adalah perbuatan yang jahat. Karena itu, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk menyesal. Siapa pun yang melaksanakan prinsip-prinsip yang mengatur berbagai tingkatan hidup mantap secara rohani.




    16.6

     

    dvau bhūta-sargau loke 'smin
    daiva āsura eva ca
    daivo vistaraśaḥ proktā
    āsuraḿ pārtha me śṛṇu

    dvau—dua; bhūta-sargau—makhluk-makhluk yang diciptakan; loke—didunia; asmin—ini; daivaḥ—suci; aśūrāḥ—jahat; evā—pasti; ca—dan; daivaḥ—yang suci; vistaraśaḥ—secara panjang lebar; proktāḥ—dikatakan; āsuram—jahat; pārtha—wahai putera Pṛthā; me—dari-Ku; śṛṇu—dengarlah.


    Terjemahan

    Wahai putera Pṛthā, di dunia ini ada dua jenis makhluk yang diciptakan. Yang satu disebut suci dan yang lain jahat. Aku sudah menerangkan sifat-sifat suci kepadamu secara panjang lebar. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang sifat-sifat jahat.


    Penjelasan

    Sri Krishna sudah meyakinkan Arjuna bahwa Arjuna dilahirkan dengan sifat-sifat suci. Sekarang Krishna menguraikan jalan yang jahat. Para makhluk hidup yang terikat dibagi menjadi dua golongan di dunia ini. Orang yang dilahirkan dengan sifat-sifat suci mengikuti kehidupan yang teratur yaitu; mereka mematuhi aturan di dalam Kitab Suci dan aturan yang diberikan oleh para penguasa. Hendaknya orang melaksanakan tugas-tugas kewajiban berdasarkan keterangan dari Kitab Suci yang dapat dipercaya. Sikap seperti ini disebut suci. Orang yang tidak mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur sebagai mana tercantum dalam Kitab Suci dan bertindak menurut selera pribadi disebut jahat atau memiliki sifat asura. Tiada standar selain mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur dari Kitab Suci. Disebutkan dalam Kitab-kitab Veda bahwa para dewa dan orang jahat sama-sama dilahirkan dari Prājāpati: Satu-satunya perbedaannya ialah bahwa golongan yang satu mematuhi aturan Veda sedangkan yang lain tidak.

    16.7

     

    pravṛttiḿ ca nivṛttiḿ ca
    janā na vidur āsurāḥ
    na śaucaḿ nāpi cācāro
    na satyaḿ teṣu vidyāte

    pravṛttim—bertindak sebagaimana mestinya; ca—juga; nivṛttim—tidak bertindak dengan cara yang tidak pantas; ca—dan; janaḥ—orang; na—tidak pernah; viduḥ—mengetahui; aśūrāḥ—bersifat jahat; na—tidak pernah; śaucam—kebersihan; na—tidak juga; api—juga; ca—dan; ācāraḥ—tingkah laku; na—tidak pernah; satyam—kebenaran; teṣu—dalam mereka; vidyāte—ada.


    Terjemahan

    Orang jahat tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak seharusnya. Kebersihan, tingkah laku yang pantas dan kebenaran tidak dapat ditemukan dalam diri mereka.

    Penjelasan

    Dalam setiap masyarakat manusia yang beradab ada daftar aturan dan peraturan Kitab Suci yang diikuti sejak awal. Khususnya di kalangan para Arya, orang yang mengikuti peradaban Veda dan terkenal sebagai bangsa beradab yang paling maju, orang yang tidak mengikuti aturan Kitab Suci dianggap orang jahat. Karena itu, dinyatakan di sini bahwa orang jahat tidak mengetahui aturan Kitab Suci dan tidak berminat mengikuti aturan itu sama sekali. Kebanyakan di antara mereka tidak mengetahui aturan Kitab Suci. Kalaupun ada beberapa di antaranya yang mengenal aturan Kitab Suci, mereka cenderung tidak mengikutinya. Mereka tidak mempunyai keyakinan, dan mereka tidak bersedia bertindak menurut aturan Veda. Orang jahat tidak bersih, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Hendaknya seseorang selalu rajin menjaga kebersihan badannya dengan cara mandi, gosok gigi, cukur jenggot, ganti pakaian, dan sebagainya. Mengenai kebersihan batin, hendaknya seseorang selalu ingat nama-nama suci Tuhan dan mengucapkan mantra Hare Krishna Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare /Hare Rāma Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Orang jahat tidak suka dan tidak mengikuti segala peraturan untuk kebersihan lahir dan batin tersebut.
       Mengenai tingkah laku, ada banyak aturan dan peraturan yang membimbing tingkah laku manusia, misalnya Manu-samhita, hukum manusia. Sampai sekarang, pengikut Veda mengikuti Manusamhita. Hukum warisan dan hukum-hukum lain diambil dari kitab tersebut. Dalam Manu-samhita dinyatakan dengan jelas bahwa seorang wanita hendaknya jangan diberi kebebasan. Itu tidak berarti bahwa wanita harus diperbudak, tetapi wanita seperti anak-anak. Anak-anak tidak diberi kebebasan, tetapi itu tidak berarti bahwa anak-anak diperbudak. Sekarang orang jahat mengalpakan peraturan seperti itu, dan mereka menganggap wanita seharusnya diberi kebebasan yang sama dengan pria. Akan tetapi, tindakan tersebut tidak memperbaiki keadaan masyarakat di dunia. Sebenarnya, seorang wanita sebaiknya diberi perlindungan pada setiap tahap kehidupan. Dalam usia muda, seorang wanita harus dilindungi oleh ayahnya, dalam usia remaja dia dilindungi oleh suaminya, dan dalam usia tua dia dilindungi oleh Putera-puteranya yang sudah dewasa. Inilah tingkah laku yang layak dalam masyarakat menurut Manu-samhita. Tetapi pendidikan modern sudah menciptakan paham kehidupan wanita yang bersifat sombong secara tidak wajar sehingga di beberapa tempat di dunia pernikahan hampir merupakan bayangan belaka dalam masyarakat manusia. Keadaan moral kaum wanita saat ini juga tidak begitu baik. Karena itu, orang jahat tidak menerima pelajaran mana pun yang baik untuk masyarakat, sebab mereka tidak mengikuti pengalaman resi-resi yang mulia maupun aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh para resi. Keadaan masyarakat orang jahat sangat sengsara.




    16.8

     

    asatyam apratiṣṭhaḿ te
    jagad āhur anīśvaram
    aparaspara-sambhūtaḿ
    kim anyat kāma-haitukam

    asatyam—tidak nyata; apratiṣṭham—tanpa dasar; te—mereka; jagat—manifestasi alam semesta; āhuḥ—mengatakan; anīśvaram—tanpa pengendali; aparaspara—tanpa sebab; sambhūtam—bangkit; kim anyat—tidak ada sebab lain; kāma-haitukam—disebabkan oleh nafsu birahi belaka.


    Terjemahan

    Mereka mengatakan bahwa dunia ini tidak nyata, tidak ada dasarnya dan tidak ada Tuhan yang mengendalikan. Mereka mengatakan bahwa dunia ini dihasilkan dari keinginan untuk hubungan kelamin, dan tidak ada sebabnya selain nafsu birahi.


    Penjelasan

    Orang jahat menarik kesimpulan bahwa dunia adalah angan-angan belaka. Mereka menganggap bahwa tidak ada sebab maupun akibat, tidak ada yang mengendalikan, tidak ada tujuan: Segala sesuatu tidak nyata. Mereka mengatakan bahwa manifestasi alam semesta ini timbul karena perbuatan material dan reaksi yang terjadi kebetulan saja. Mereka tidak mengakui bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan tertentu. Mereka mempunyai teori sendiri yaitu; bahwa dunia ini telah timbul dengan cara sendiri dan tidak ada alasan untuk percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa penyebab dunia ini. Menurut mereka, tidak ada perbedaan antara roh dan alam, dan mereka tidak mengakui Roh Yang Paling Utama. Segala sesuatu hanya unsur-unsur alam saja, seluruh alam semesta dianggap sebagai sebatang kebodohan. Menurut mereka, segala sesuatu adalah kekosongan, dan manifestasi apa pun yang ada disebabkan oleh kebodohan kita dalam usaha mengerti hal-hal itu. Mereka menduga bahwa segala manifestasi keanekawarnaan adalah perwujudan kebodohan. Seperti halnya dalam impian barangkali kita menciptakan begitu banyak benda yang sebenarnya tidak nyata, begitu pula ketika kita sadar akan terlihat bahwa segala-galanya hanya merupakan bayangan saja. Tetapi sebenarnya, walaupun orang jahat mengatakan bahwa kehidupan adalah impian, mereka ahli sekali menikmati impian itu. Karena itu, mereka tidak memperoleh pengetahuan; melainkan, mereka semakin terlibat dalam dunia impian mereka. Mereka menarik kesimpulan bahwa, seperti halnya anak hanya merupakan akibat hubungan suami isteri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita, begitu pula dunia ini dilahirkan tanpa rohnya. Menurut mereka, dunia ini hanyalah gabungan unsur-unsur alam yang sudah menghasilkan makhluk hidup, dan adanya sang roh tidak mungkin. Seperti halnya banyak makhluk hidup ke luar dari keringat dan dari bangkai tanpa sebab, seluruh dunia yang hidup ke luar dari gabungan-gabungan material manifestasi alam semesta. Karena itu, alam material adalah sebab manifestasi ini, dan tidak ada sebabnya selain itu. Mereka tidak percaya kepada sabda Krishna dalam Bhagavad-gita: mayā dhyaksena prakṛtiḥ sūyate sacara-caram. Seluruh dunia material ini bergerak di bawah perintah-Ku." Dengan kata lain, di kalangan orang jahat, tidak ada pengetahuan yang sempurna tentang ciptaan dunia ini; semuanya mempunyai teori sendiri. Menurut mereka, salah satu penafsiran tentang Kitab Suci sama baiknya dengan tafsiran lain, sebab mereka tidak percaya terhadap pengertian baku tentang aturan Kitab Suci.




    16.9

     

    etāḿ dṛṣṭim avaṣṭabhya
    naṣṭātmāno 'lpa-buddhayaḥ
    prabhavānty ugra-karmaṇaḥ
    kṣayāya jagato 'hitāḥ

    etām—ini; dṛṣṭim—penglihatan; avaṣṭabhya—menerima; naṣṭa—setelah kehilangan; ātmanāḥ—Diri-Nya; alpa-buddhayaḥ—orang yang kurang cerdas; prabhavānti—berkembang; ugra-karmaṇaḥ—sibuk dalam kegiatan yang menyakitkan; kṣayāya—untuk peleburan; jagataḥ—dunia; ahitāḥ—tidak menguntungkan.


    Terjemahan

    Dengan mengikuti kesimpulan-kesimpulan seperti itu, orang-orang jahat, yang sudah kehilangan Diri-Nya dan tidak memiliki kecerdasan sama sekali, menekuni pekerjaan yang tidak menguntungkan dan mengerikan dimaksudkan untuk menghancurkan dunia.

    Penjelasan

    Orang jahat menekuni kegiatan yang akan membawa dunia ke jurang kehancuran. Krishna menyatakan di sini bahwa orang-orang itu kurang cerdas. Orang duniawi, yang tidak memahami Tuhan, menganggap diri mereka sedang maju. Tetapi menurut Bhagavad-gita, mereka kurang cerdas dan tidak mempunyai otak sama sekali. Mereka berusaha menikmati dunia material ini sejauh mungkin. Karena itu, mereka selalu sibuk menemukan sesuatu untuk kepuasan indera. Penemuan duniawi seperti itu dianggap kemajuan peradaban masyarakat manusia, tetapi akibatnya orang semakin keras dan kejam: Kejam terhadap binatang dan kejam terhadap sesama manusia. Mereka tidak memahami sama sekali bagaimana tingkah laku yang baik satu sama lain. Membunuh binatang menonjol sekali di kalangan orang jahat. Orang seperti itu dianggap musuh dunia, sebab akhirnya mereka akan menemukan atau menciptakan sesuatu yang akan mengakibatkan semua orang hancur. Secara tidak langsung, ayat ini meramalkan penemuan senjata-senjata nuklir, yang sangat dibanggakan oleh seluruh dunia dewasa ini. Perang dapat meledak setiap saat, dan senjata-senjata atom tersebut dapat mengakibatkan pembinasaan. Benda-benda seperti itu dirancang semata-mata untuk menghancurkan dunia, dan kenyataan ini sudah disebutkan di sini. Oleh karena orang-orang tidak percaya kepada Tuhan, senjata-senjata tersebut ditemukan oleh masyarakat manusia; senjata-senjata itu tidak dimaksudkan untuk kedamaian dan kemakmuran dunia.




    16.10

     

    kāmam āśritya duṣpūraḿ
    dambha-māna-madānvitāḥ
    mohād gṛhītvāsad-grāhān
    pravartante 'śuci-vratāḥ

    kāmam—hawa nafsu; āśritya—berlindung kepada; duṣpūram—tidak dapat dipuaskan; dambha—dari rasa bangga; māna—dan kemasyhuran palsu; mada-anvitāḥ—terlena dalam rasa sombong; mohāt—oleh khayalan; gṛhītvā—menerima; asat—tidak kekal; grāhān—hal-hal; pravartante—mereka berkembang; aśuci—kepada yang tidak bersih; vratāḥ—bertekad.


    Terjemahan

    Dengan berlindung kepada hawa nafsu yang tidak dapat dipuaskan, terlena dalam rasa sombong dan kemasyhuran yang palsu, orang jahat yang berkhayal seperti itu selalu bertekad melakukan pekerjaan yang tidak bersih, sebab mereka tertarik kepada hal-hal yang tidak kekal.


    Penjelasan

    Mental orang jahat diuraikan di sini. Hawa nafsu orang jahat tidak dapat dipuaskan. Mereka akan terus menerus meningkatkan keinginan yang tidak dapat dipuaskan untuk kenikmatan material di dalam hatinya. Walaupun mereka selalu penuh kecemasan akibat menerima hal-hal yang tidak kekal, mereka terus menekuni kegiatan seperti itu karena khayalan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan dan tidak dapat mengetahui bahwa mereka sedang menuju ke arah yang keliru. Orang yang jahat seperti itu menerima hal-hal yang tidak kekal, menciptakan Tuhan sendiri, mengarang doa-doa pujian sendiri dan mengucapkannya menurut cara itu. Akibatnya mereka selalu semakin tertarik pada dua hal—kenikmatan hubungan kelamin dan mengumpulkan kekayaan material. Kata asucivratah, sumpah-sumpah yang tidak bersih," sangat bermakna berhubungan dengan hal ini. Orang jahat seperti itu hanya tertarik kepada minuman keras, wanita, perjudian dan makan daging; itulah kebiasaan asuci, atau kebiasaan yang tidak bersih yang dimiliki mereka. Mereka didorong oleh rasa bangga dan kemashyuran yang palsu hingga menciptakan beberapa prinsip keagamaan yang tidak dibenarkan oleh aturan Veda. Walaupun orang jahat seperti itu adalah yang paling jijik di dunia, secara tidak wajar dunia menciptakan kemasyhuran palsu bagi mereka. Walaupun mereka sedang meluncur menuju neraka, mereka menganggap Diri-Nya sudah maju sekali.




    16.11-12

     

    cintām aparimeyāḿ ca
    pralayāntām upāśritāḥ
    kāmopabhoga-paramā
    etāvad iti niścitāḥ


    āśā-pāśa-śatair baddhāḥ
    kāma-krodha-parāyaṇāḥ
    īhante kāma-bhogārtham
    anyāyenārtha-sañcayān

    cintām—rasa takut dan kecemasan; aparimeyām—tidak dapat diukur; ca—dan; pralaya-antām—sampai titik kematian; upāśritāḥ—setelah berlindung kepada; kāma-upabhoga—kepuasan indera-indera; paramaḥ—tujuan hidup tertinggi; etāvat—demikian; iti—dengan cara seperti ini; niścitāḥ—setelah menentukan; āśā-pāśa—ikatan dalam jaringan harapan; śataiḥ—oleh beratus-ratus; baddhāḥ—dengan diikat; kāma—tentang nafsu; krodha—dan amarah; parāyaṇāḥ—selalu mantap dalam sikap mental; īhante—mereka menginginkan; kāma—hawa nafsu; bhoga—kenikmatan indera; artham—dengan tujuan; anyāyena—dengan cara yang melanggar hukum; artha—kekayaan; sañcayān—mengumpulkan.


    Terjemahan

    Mereka percaya bahwa memuaskan indera-indera adalah kebutuhan utama peradaban manusia. Karena itu, sampai akhir hidupnya, kecemasan mereka tidak dapat diukur. Mereka diikat oleh jaringan beratus-ratus ribu keinginan dan terikat dalam hawa nafsu dan amarah. Mereka mendapat uang untuk kepuasan indera-indera dengan cara-cara yang melanggar hukum.


    Penjelasan

    Orang jahat menganggap kenikmatan indera adalah tujuan hidup tertinggi, dan paham ini dipegangnya sampai meninggal. Mereka tidak percaya bahwa ada kehidupan sesudah meninggal, dan mereka tidak percaya bahwa seseorang menerima berbagai jenis badan menurut karmanya, atau kegiatannya di dunia ini. Rencana-rencana kehidupan mereka tidak pernah berakhir. Mereka terus menyiapkan rencana semakin banyak, dan semuanya tidak pernah selesai. Kami sendiri sudah berpengalaman mengenai orang yang bersikap jahat seperti itu. Sampai saat meninggal sekalipun dia minta supaya seorang dokter memperpanjang usianya selama empat tahun lagi, sebab rencana-rencananya belum selesai. Orang bodoh seperti itu tidak mengetahui bahwa seorang dokter tidak mungkin memperpanjang usia kita bahkan selama sedetik pun. Bila panggilan sudah ada, kehendak manusia tidak dipertimbangkan. Hukum-hukum alam tidak mengizinkan sedetik pun melewati apa yang sudah ditakdirkan untuk dinikmati seseorang. Orang jahat, yang tidak percaya kepada Tuhan maupun Roh Yang Utama di dalam Diri-Nya, melakukan segala jenis kegiatan yang berdosa hanya demi kepuasan indera-indera. Ia tidak mengetahui bahwa ada saksi yang bersemayam di dalam hatinya. Roh Yang Utama menyaksikan kegiatan roh individual. Sebagaimana dinyatakan dalam Upanisad-upanisad, ada dua ekor burung yang hinggap pada sebatang pohon; yang satu bertindak dan menikmati atau menderita buah pada cabang-cabang pohon, sedangkan yang lain menyaksikan. Tetapi orang jahat tidak memiliki pengetahuan tentang Kitab Suci Veda, maupun tentang kepercayaan apa pun; karena itu dia merasa dirinya bebas untuk melakukan apa pun demi kenikmatan indera-indera, biar bagaimanapun akibatnya.

    16.13-15

     

    idam adya mayā labdham
    imaḿ prāpsye manoratham
    idam astīdam api me
    bhaviṣyati punar dhanam


    asau mayā hataḥ śatrur
    haniṣye cāparān api
    īśvaro 'ham ahaḿ bhogī
    siddho 'haḿ balavān sukhī


    āḍhyo 'bhijanavān asmi
    ko 'nyo 'sti sadṛśo mayā
    yakṣye dāsyāmi modiṣya
    ity ajñāna-vimohitāḥ

    idam—ini; adya—hari ini; mayā—oleh-Ku; labdham—didapatkan; imām—ini; prāpsye—akan kudapatkan; manaḥ-ratham—menurut kehendakku; idam—ini; asti—ada; idam—ini; api—juga; me—milikku; bhaviṣyati—akan meningkat pada masa yang akan datang; punaḥ—lagi; dhanam—kekayaan; asau—itu; mayā—oleh-Ku; hataḥ—sudah dibunuh; śatruḥ—musuh; haniṣye—akan kubunuh; ca—juga; aparān—orang lain; api—pasti; īśvaraḥ—penguasa; aham—aku adalah; aham—aku adalah; bhogī—yang menikmati; siddhaḥ—sempurna; aham—aku adalah; bala-vān—perkasa; sukhī—bahagia; āḍhyaḥ—kaya; abhijana-vān—diiringi oleh sanak keluarga yang bersifat bangsawan; asmi—Aku adalah; kaḥ—siapa; anyaḥ—lain; asti—ada; sadṛśaḥ—seperti; mayā—aku; yakṣye—aku akan mengorbankan; dāsyāmi—aku akan memberi sumbangan; modiṣye—aku akan bersenang hati; iti—demikian; ajñāna—oleh kebodohan; vimohitāḥ—dikhayalkan.


    Terjemahan

    Orang jahat berpikir: Sekian banyak kekayaan kumiliki hari ini, dan aku akan memperoleh kekayaan lebih banyak lagi menurut rencanaku. Sekian banyak kumiliki sekarang, dan jumlah itu bertambah semakin banyak pada masa yang akan datang. Dia musuhku, dan dia sudah kubunuh, dan musuh-musuhku yang lain juga akan terbunuh. Akulah penguasa segala sesuatu. Akulah yang menikmati. Aku sempurna, perkasa dan bahagia. Aku manusia yang paling kaya, diiringi oleh keluarga yang bersifat bangsawan. Tiada seorang pun yang seperkasa dan sebahagia diriku. Aku akan melakukan korban suci, dan memberi sumbangan, dan dengan demikian aku akan menikmati." Dengan cara seperti inilah, mereka dikhayalkan oleh kebodohan.
    Tidak ada penjelasan.



    16.16

     

    aneka-citta-vibhrāntā
    moha-jāla-samāvṛtāḥ
    prasaktāḥ kāma-bhogeṣu
    patanti narake 'śucau

    aneka—banyak; citta—oleh kecemasan; vibhrāntāḥ—dibingungkan; moha—dari khayalan-khayalan; jāla—oleh jala; samāvṛtaḥ—dikelilingi; prasaktāḥ—terikat; kāma-bhogeṣu—pada kepuasan indera-indera; patanti—mereka meluncur; narake—ke dalam neraka; aśucau—tidak suci.


    Terjemahan

    Dibingungkan oleh berbagai kecemasan seperti itu dan diikat oleh jala khayalan, ikatan mereka terhadap kenikmatan indera-indera menjadi terlalu keras dan mereka jatuh ke dalam neraka.


    Penjelasan

    Orang jahat tidak mengetahui batas keinginannya untuk memperoleh uang. Keinginan itu tidak terhingga. Dia hanya berpikir berapa perkiraan harta bendanya pada saat ini dan ia merencanakan untuk menggunakan modal kekayaan itu semakin banyak. Karena itulah dia tidak segan bertindak dengan cara berdosa manapun dan dia berdagang di pasar gelap untuk kepuasan yang melanggar hukum. Dia berkhayal karena harta benda yang sudah dimilikinya, misalnya tanah, keluarga, rumah dan saldo di bank, dan dia selalu merencanakan cara-cara untuk menambah harta benda itu. Dia percaya pada kekuatan pribadinya, dan dia tidak mengetahui bahwa apa pun yang diperolehnya adalah hasil perbuatan baik yang dilakukannya pada masa lampau. Dia diberi kesempatan untuk mengumpulkan benda-benda tersebut, tetapi dia tidak memahami penyebab-penyebab dari masa lampau. Dia hanya berpikir bahwa semua kekayaan yang telah dikumpulkannya disebabkan oleh usaha pribadinya. Orang jahat percaya pada kekuatan pekerjaan pribadinya, dan dia tidak percaya pada hukum karma. Menurut hukum karma, seseorang dilahirkan dalam keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, ia menjadi kaya, dididik dengan baik, atau memiliki badan yang cantik atau tampan sekali karena pekerjaan baik yang dilakukan pada masa lampau. Orang jahat menganggap segala hal tersebut terjadi kebetulan saja dan disebabkan oleh kekuatan kecakapan pribadi. Mereka tidak melihat susunan apa pun di belakang segala keanekaan manusia, kecantikan atau ketām panan dan pendidikan. Siapa pun yang bersaing dengan orang jahat seperti itu dianggap musuhnya. Ada banyak orang jahat, dan semuanya saling memusuhi. Rasa benci tersebut meningkat semakin dalam—antara orang, kemudian antara keluarga, antara masyarakat-masyarakat, dan akhirnya antara bangsa. Karena itulah keresahan, perang dan rasa benci senantiasa timbul di mana-mana di dunia.
       Setiap orang jahat menganggap Diri-Nya dapat hidup dengan mengorbankan semua orang lain. Pada umumnya, orang jahat menganggap Diri-Nya adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan guru yang jahat memberitahukan kepada para pengikutnya: Mengapa kalian mencari Tuhan di tempat lain? Bukankah kalian semua Tuhan! Apapun yang kalian sukai, kalian dapat melakukannya. Tidak usah percaya kepada Tuhan. Tuhan dibuang saja. Tuhan sudah mati." Inilah ajaran orang jahat.
       Walaupun orang jahat melihat orang lain sama-sama kaya dan berpengaruh, atau lebih dari itu, dia menganggap tiada seorang pun yang lebih kaya dari pada Diri-Nya dan tiada seorang pun yang lebih berpengaruh dari pada Diri-Nya. Mengenai pengangkatan kepada susunan planet yang lebih tinggi, dia tidak percaya kepada pelaksanaan yajñā, atau korban suci. Orang jahat berpikir bahwa mereka akan membuat proses yajñā sendiri dan menyiapkan sejenis mesin yang akan memungkinkan mereka mencapai segala planet yang tinggi. Contoh orang jahat seperti itu yang paling tepat adalah Ravana. Ravana menawarkan rencananya untuk mendirikan tangga supaya siapa pun dapat mencapai planet-planet surga tanpa melakukan korban suci seperti yang dianjurkan dalam Veda. Seperti itu pula, dewasa ini orang jahat seperti Ravana sedang berusaha mencapai susunan-susunan planet yang lebih tinggi dengan menggunakan mesin-mesin. Ini contoh-contoh orang yang kebingungan. Akibatnya mereka meluncur masuk neraka tanpa mengetahuinya. Di sini kata Sansekerta mohajala sangat bermakna. Jala berarti jala"; seperti ikan terperangkap dalam jala, mereka tidak mempunyai jalan keluar.




    16.17

     

    ātma-sambhāvitāḥ stabdhā
    dhana-māna-madānvitāḥ
    yajante nāma-yajñais te
    dambhenāvidhi-pūrvakam

    ātma-sambhāvitāḥ—malas dalam diri sendiri; stabdhāḥ—tidak sopan; dhana-māna—dari kekayaan dan penghormatan; mada—dalam khayalan; anvitāḥ—terlena; yajante—mereka melakukan korban suci; nāma—hanya dalam nama saja; yajñaiḥ—dengan korban suci; te—mereka; dambhena—dari rasa bangga; avidhi-pūrvakam—tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.


    Terjemahan

    Malas dalam diri sendiri dan selalu kurang sopan, berkhayal karena kekayaan dan penghormatan palsu, kadang-kadang mereka melakukan korban suci secara bangga hanya dalam nama saja, tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.


    Penjelasan

    Orang jahat menganggap Diri-Nya segala-galanya, dan tidak mempedulikan kekuasaan maupun Kitab Suci apapun. Kadang-kadang mereka melakukan kegiatan yang hanya namanya saja kegiatan keagamaan atau upacara-upacara korban suci. Oleh karena mereka tidak percaya pada kekuasaan apapun, mereka sangat kurang sopan. Ini disebabkan oleh khayalan karena mengumpulkan sejumlah kekayaan dan kehormatan palsu. Kadang-kadang orang jahat seperti itu berperan sebagai guru kerohanian, kemudian menyesatkan rakyat, dan menjadi terkenal sebagai tokoh yang memperbaharui kerohanian atau sebagai penjelmaan-penjelmaan Tuhan. Mereka memberi pertunjukkan pelaksanaan korban suci, atau menyembah dewa-dewa, atau menciptakan Tuhan sendiri. Orang awam memaklumkan bahwa orang jahat tersebut adalah Tuhan, lalu menyembah mereka, dan orang bodoh menganggap mereka sudah maju dalam prinsip-prinsip keagamaan, atau prinsip-prinsip pengetahuan rohani. Mereka mengenakan pakaian seperti orang pada tingkatan hidup untuk melepaskan hal-hal duniawi lalu melakukan segala jenis kegiatan yang bukan-bukan sambil mengenakan pakaian itu. Sebenarnya, ada banyak peraturan untuk orang yang sudah melepaskan ikatannya terhadap dunia ini. Akan tetapi, orang jahat tidak mempedulikan aturan itu. Mereka menganggap jalan apa pun yang dapat diciptakan seseorang adalah jalannya sendiri; mereka menganggap tidak ada jalan baku yang harus diikuti seseorang. Kata avidhi-pūrvakam, yang berarti mengalpakan aturan dan peraturan, khususnya ditegaskan di sini. Hal-hal ini selalu disebabkan oleh kebodohan dan khayalan.



    16.18

     

    ahańkāraḿ balaḿ darpaḿ
    kāmaḿ krodhaḿ ca saḿśritāḥ
    mām ātma-para-deheṣu
    pradviṣanto 'bhyasūyakāḥ

    ahańkāram—keakuan palsu; balam—kekuatan; darpam—rasa bangga; kāmam—hawa nafsu; krodham—amarah; ca—juga; samśritāh—setelah berlindung kepada; mām—Aku; ātmā—dalam milik mereka sendiri; parā—dan di dalam yang lain; deheṣu—badan-badan; pradviṣantaḥ—menghina; abhyasūyakāḥ—iri.


    Terjemahan

    Orang jahat dibingungkan oleh keakuan palsu, kekuatan, rasa bangga, hawa nafsu dan amarah sehingga mereka menjadi iri terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam badan mereka sendiri dan juga di dalam badan orang lain, dan mereka menghina dharma yang sejati.


    Penjelasan

    Orang jahat selalu menentang Kemahakuasaan Tuhan, dan dia tidak percaya kepada Kitab Suci. Dia iri terhadap Kitab Suci dan adanya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ini disebabkan oleh apa yang disebut penghormatan, kekayaan dan kekuatan yang dikumpulkannya. Ia tidak mengetahui bahwa kehidupan sekarang adalah persiapan untuk penjelmaan yang akan datang. Karena ia tidak mengetahui hal ini, ia sebenarnya iri hati kepada Diri-Nya sendiri dan juga kepada orang lain. Ia melakukan kekerasan terhadap badan-badan lain dan juga terhadap badannya sendiri. Dia tidak mempedulikan Kemahakuasaan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab ia tidak memiliki pengetahuan. Oleh karena dia iri terhadap Kitab Suci dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia mengemukakan argumentasi palsu yang menentang adanya Tuhan dan menolak kekuasaan Kitab Suci. Dia menganggap Diri-Nya bebas dan perkasa dalam segala perbuatan. Dia menganggap bahwa oleh karena tiada seorang pun yang menandingi kekuatannya, kewibawaannya maupun kekayaannya, ia bebas bertindak dengan cara apa pun dan tiada seorang pun yang dapat melawan. Kalau ada musuhnya yang mungkin mengalangi kemajuan kegiatan indera-inderanya, dia membuat rencana-rencana untuk memotong kedudukan orang itu dengan kekuatannya sendiri.




    16.19

     

    tān ahaḿ dviṣataḥ krūrān
    saḿsāreṣu narādhamān
    kṣipāmy ajasram aśubhān
    āsurīṣv eva yoniṣu

    tān—itu; aham—Aku; dviṣataḥ—iri; krūrān—nakal; saḿsāreṣu—ke dalam lautan kehidupan material; nara-adhamān—manusia yang paling rendah; kṣipāmi—Aku tempatkan; ajasram—untuk selamanya; aśubhān—tidak menguntungkan; āsurīṣu—jahat; evā—pasti; yoniṣu—ke dalam kandungan-kandungan.


    Terjemahan

    Orang yang iri dan nakal, manusia yang paling rendah, untuk selamanya Kubuang ke dalam lautan kehidupan material, di dalam berbagai jenis kehidupan yang jahat.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini disebutkan dengan jelas bahwa penempatan roh individual tertentu ke dalam badan tertentu adalah hak kehendak Yang Mahakuasa. Barangkali orang jahat tidak setuju mengakui Kemahakuasaan Tuhan, dan memang kenyataan bahwa dia boleh bertindak menurut kehendak pribadi, tetapi penjelmaan yang akan datang akan bergantung kepada keputusan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bukan pada Diri-Nya sendiri. Dalam Srimad-Bhagavatam, skanda Tiga, dinyatakan bahwa sesudah roh individual meninggal, ia di tempatkan di dalam kandungan seorang ibu. Di sana ia memperoleh jenis badan tertentu di bawah pengawasan kekuatan yang lebih tinggi. Karena itu, dalam kehidupan material kita menemukan banyak jenis kehidupan—binatang, serangga, manusia, dan sebagainya. Semuanya disusun oleh kekuatan yang lebih tinggi. Semuanya tidak hanya terwujud secara kebetulan saja. Mengenai orang jahat, dinyatakan dengan jelas di sini bahwa mereka ditempatkan di dalam kandungan-kandungan orang-orang jahat untuk selamanya, dan dengan demikian mereka terus bersikap iri, yaitu manusia yang paling rendah. Dinyatakan bahwa jenis manusia yang jahat seperti itu selalu penuh hawa nafsu, selalu bersikap keras, penuh rasa benci dan selalu tidak bersih. Berbagai jenis pemburu di rimba-rimba dianggap termasuk jenis kehidupan yang jahat.




    16.20

     

    āsurīḿ yonim āpannā
    mūḍhā janmāni janmāni
    mām aprāpyaiva kaunteya
    tato yānty adhamāḿ gatim

    āsurīm—jahat; yonim—jenis-jenis kehidupan; āpannāḥ—memperoleh; mūḍhāḥ—orang bodoh; janmāni janmāni—dalam banyak penjelmaan; mām—Aku; aprāpya—tanpa memperoleh; evā—pasti; kaunteya—wahai putera Kuntī ; tataḥ—sesudah itu; yānti—pergi; adhamām—terkutuk; gatim—tujuan.


    Terjemahan

    Setelah dilahirkan berulang kali di tengah-tengah jenis-jenis kehidupan yang jahat, orang seperti itu tidak pernah dapat mendekati-Ku, wahai putera Kuntī . Berangsur-angsur mereka merosot hingga mencapai jenis kehidupan yang paling menjijikkan.


    Penjelasan

    Diketahui bahwa Tuhan adalah Yang Mahakarunia, tetapi disini kita menemukan bahwa Tuhan tidak pernah mengaruniai orang jahat. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat di tempatkan di dalam kandungan orang jahat yang serupa di dalam banyak penjelmaan, dan oleh karena mereka tidak mencapai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, mereka semakin menurun, sampai akhirnya mencapai badan seperti badan kucing, anjing, dan babi. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat seperti itu hampir tidak mungkin mendapat karunia dari Tuhan pada suatu tingkatan hidup berikutnya. Dalam Veda juga dinyatakan bahwa orang seperti itu berangsur-angsur merosot hingga menjadi anjing dan babi. Kemudian, berhubungan dengan hal ini, mungkin ada orang yang mengatakan bahwa seharusnya Tuhan tidak dinyatakan Yang Mahakarunia kalau Beliau tidak mengaruniai orang jahat tersebut. Sebagai jawaban atas pertanyaan itu, dalam Vedanta-sutra kita menemukan pernyataan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak membenci siapa pun. Menempatkan para asura, atau orang jahat, dalam status hidup terendah hanyalah aspek lain dari karunia Beliau. Kadang-kadang para asura di bunuh oleh Tuhan Yang Maha Esa, tetapi pembunuhan seperti ini juga baik untuk mereka, sebab dalam kesusasteraan Veda kita menemukan pernyataan bahwa siapa pun yang dibunuh oleh Tuhan Yang Maha Esa mencapai pembebasan (mokṣa). Ada contoh-contoh dalam sejarah mengenai banyak asura—misalnya, Ravana, Kamsa dan Hiranyakasipu . Tuhan muncul di hadapan asura-asura tersebut dalam berbagai penjelmaan-Nya hanya untuk membunuh mereka. Karena itu, karunia Tuhan diperlihatkan kepada para asura kalau mereka cukup beruntung hingga dibunuh oleh Beliau.




    16.21

     

    tri-vidhaḿ narakasyedaḿ
    dvāraḿ nāśanam ātmanaḥ
    kāmaḥ krodhas tathā lobhas
    tasmād etat trayaḿ tyajet

    tri-vidham—tiga jenis; narakasya—tentang neraka; idam—ini; dvāram—pintu gerbang; nāśanam—yang menghancurkan; ātmanāḥ—tentang sang diri; kāmaḥ—hawa nafsu; krodhaḥ—amarah; tathā—dan; lobhaḥ—loba; tasmāt—karena itu; etat—ini; trayam—tiga; tyajet—orang harus meninggalkan.


    Terjemahan

    Ada tiga pintu gerbang menuju neraka tersebut—hawa nafsu, amarah dan loba. Setiap orang waras harus meninggalkan tiga sifat ini, sebab tiga sifat ini menyebabkan sang roh merosot.


    Penjelasan

    Awal kehidupan yang jahat diuraikan di sini. Seseorang berusaha memuaskan hawa nafsunya, dan bila ia tidak berhasil, timbullah amarah dan loba. Orang waras yang tidak ingin meluncur ke dalam jenis-jenis kehidupan jahat harus berusaha meninggalkan tiga musuh tersebut, yang dapat membunuh sang diri sampai tingkat kemungkinan pembebasan dari ikatan material ini tidak ada.




    16.22

     

    etair vimuktaḥ kaunteya
    tamo-dvārais tribhir naraḥ
    ācaraty ātmanaḥ śreyas
    tato yāti parāḿ gatim

    etaiḥ—dari yang ini; vimuktaḥ—dengan dibebaskan; kaunteya—wahai putera Kuntī ; tamaḥ-dvāraiḥ—dari gerbang kebodohan; tribhiḥ—dari tiga jenis; naraḥ—seseorang; ācarati—melakukan; ātmanāḥ—bagi sang diri; śreyaḥ—berkat; tataḥ—sesudah itu; yāti—ia pergi; param—kepada Yang Mahakuasa; gatim—tujuan.


    Terjemahan

    Orang yang sudah bebas dari tiga gerbang neraka tersebut melakukan perbuatan yang menguntungkan untuk keinsafan diri dan dengan demikian berangsur-angsur ia mencapai tujuan yang paling utama, wahai putera Kuntī.


    Penjelasan

    Seseorang harus hati-hati sekali tentang tiga musuh kehidupan manusia yaitu: Hawa nafsu, amarah dan loba. Semakin seseorang dibebaskan dari hawa nafsu, amarah dan loba, hidupnya semakin suci. Kemudian ia dapat mengikuti aturan dan peraturan yang dianjurkan dalam Kitab-kitab Veda. Dengan mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan manusia, berangsur-angsur seseorang maju sampai tingkat keinsafan rohani. Kalau seseorang cukup beruntung seperti itu, dan melalui latihan, sehingga ia maju sampai tingkat kesadaran Krishna, sukses terjamin baginya. Dalam kesusasteraan Veda, cara-cara perbuatan dan reaksi ditetapkan untuk memungkinkan seseorang mencapai tingkat penyucian. Seluruh cara tersebut berdasarkan prinsip meninggalkan nafsu, loba dan amarah. Dengan mengembangkan pengetahuan tentang proses tersebut, seseorang dapat diangkat sampai kedudukan tertinggi keinsafan diri; keinsafan diri tersebut disempurnakan dalam bhakti. Dalam bhakti itu, pembebasan roh yang terikat terjamin. Karena itu, menurut sistem Veda, ditetapkan empat golongan tingkatan hidup dan empat tingkatan hidup. Ini disebut susunan golongan masyarakat dan susunan tingkatan rohani. Ada berbagai aturan dan peraturan untuk berbagai golongan dan bagian masyarakat, dan kalau seseorang sanggup mengikuti peraturan itu, dengan sendirinya ia akan diangkat sampai tingkat keinsafan rohani tertinggi. Pada waktu itu ia pasti memperoleh pembebasan.




    16.23

     

    yaḥ śāstra-vidhim utsṛjya
    vartate kāma-kārataḥ
    na sa siddhim avāpnoti
    na sukhaḿ na parāḿ gatim

    yaḥ—siapa pun yang; śāstra-vidhim—aturan Kitab Suci; utsṛjya—meninggalkan; vartate—tetap; kāma-kārataḥ—bertindak seenaknya dalam hawa nafsu; na—tidak pernah; saḥ—dia; siddhim—kesempurnaan; avāpnoti—memperoleh; na—tidak pernah; sukham—kebahagiaan; na—tidak pernah; param—paling utama; gatim—tingkat kesempurnaan.


    Terjemahan

    Orang yang meninggalkan aturan Kitab Suci dan bertindak menurut kehendak sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi.


    Penjelasan

    Sebagaimana diuraikan sebelumnya, śastra-vidhi, atau petunjuk dari śastra, diberikan kepada berbagai golongan dan tingkatan masyarakat manusia. Seharusnya semua orang mengikuti aturan dan peraturan tersebut. Kalau seseorang tidak mengikuti aturan tersebut dan bertindak seenaknya menurut nafsu, loba dan kehendak pribadinya, maka dia tidak akan pernah menjadi sempurna dalam kehidupannya. Dengan kata lain, barangkali seseorang mengetahui segala hal tersebut secara teori, tetapi kalau ia tidak melaksanakannya dalam kehidupannya sendiri, maka ia harus dikenal sebagai manusia yang paling rendah. Dalam kehidupan manusia, seharusnya makhluk hidup waras dan mematuhi peraturan yang telah diberikan untuk meningkatkan kehidupannya sampai tingkat tertinggi, tetapi kalau ia tidak mengikuti peraturan itu, maka ia akan merosot. Walaupun ia mematuhi aturan dan peraturan serta prinsip-prinsip moral tetapi akhirnya tidak mencapai tingkat pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka segala pengetahuannya dirusakkan. Kalaupun ia mengakui adanya Tuhan tetapi tidak menekuni bhakti kepada Tuhan, maka usaha-usahanya dirusakkan. Karena itu, seharusnya seseorang berangsur-angsur mengangkat Diri-Nya sampai tingkat kesadaran Krishna dan bhakti; pada waktu itulah ia dapat mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi, bukan dengan cara lain.
       Kata kamakaratah sangat bermakna. Orang yang melanggar peraturan secara sadar bertindak dalam nafsu. Dia mengetahui bahwa suatu perbuatan dilarang, namun tetap dilakukan. Ini disebut bertindak seenaknya. Ia mengetahui bahwa seharusnya perbuatannya ini tidak dilakukan, tetapi ia masih melakukan perbuatan itu juga; dia disebut orang yang bertingkah. Orang seperti itu akan disalahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara takdir. Orang seperti itu tidak dapat memperoleh kesempurnaan yang dimaksudkan untuk kehidupan manusia. Kehidupan manusia khususnya dimaksudkan untuk menyucikan kehidupan, dan orang yang tidak mengikuti aturan dan peraturan tidak dapat menyucikan Diri-Nya, atau pun mencapai tingkat kebahagiaan yang sejati.




    16.24

     

    tasmāc chāstraḿ pramāṇaḿ te
    kāryākārya-vyavasthitau
    jñātvā śāstra-vidhānoktaḿ
    karma kartum ihārhasi

    tasmāt—karena itu; śastram—Kitab Suci; pramāṇam—bukti; te—milikmu; kārya—kewajiban; akārya—dan kegiatan terlarang; vyavasthitau—alam menentukan; jñātvā—mengetahui; śastra—dari Kitab Suci; vidhāna—peraturan; uktam—sebagaimana dimaklumkan; karma—pekerjaan; kartum—melakukan; iha—di dunia ini; arhasi—engkau harus.


    Terjemahan

    Karena itu, seharusnya seseorang mengerti apa itu kewajiban dan apa yang bukan kewajiban menurut peraturan Kitab Suci. Dengan mengetahui aturan dan peraturan tersebut, hendaknya ia bertindak dengan cara supaya berangsur-angsur Diri-Nya maju ke tingkat yang lebih tinggi.


    Penjelasan

    Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Lima belas, segala aturan dan peraturan Veda dimaksudkan untuk mengetahui tentang Krishna. Kalau seseorang mengetahui tentang Krishna dari Bhagavad-gita, sudah mantap dalam kesadaran Krishna, dan menekuni bhakti, ia sudah mencapai kesempurnaan pengetahuan tertinggi yang diberikan oleh kesusasteraan Veda. Sri Caitanya Mahaprabhu mempermudah proses tersebut: Beliau hanya meminta supaya orang mengucapkan mantra: Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, menekuni bhakti kepada Tuhan dan makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna. Orang yang menekuni segala kegiatan bhakti tersebut secara langsung sudah mempelajari segala kesusasteraan Veda. Ia sudah mencapai kesimpulannya secara sempurna. Tentu saja, bagi orang biasa yang belum sadar akan Krishna atau belum menekuni bhakti, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus tidak dilakukan harus ditentukan oleh peraturan Veda. Seseorang harus bertindak menurut keputusan-keputusan itu, tanpa membantah. Itu disebut mengikuti prinsip-prinsip śastra, atau Kitab Suci. Sastra adalah bebas dari empat kelemahan utama yang dapat dilihat pada roh yang terikat yaitu: Indera-indera  yang kurang sempurna, kecenderungan menipu, pasti berbuat kesalahan, dan pasti berkhayal. Empat kelemahan utama dalam kehidupan terikat menyebabkan seseorang tidak memenuhi syarat untuk menetapkan aturan dan peraturan. Karena itu, aturan dan peraturan sebagaimana diuraikan dalam śastra—di atas kelemahan tersebut—diterima tanpa perubahan oleh semua orang suci yang mulia, ācārya-ācārya dan roh-roh yang mulia.
       Di India ada banyak golongan pengertian rohani, yang pada umumnya digolongkan menjadi dua yaitu: Orang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Akan tetapi, kedua golongan tersebut hidup menurut prinsip-prinsip Veda. Seseorang tidak dapat naik sampai tingkat kesempurnaan tanpa mengikuti prinsip-prinsip Kitab Suci. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh memahami arti śastra adalah orang yang beruntung.  Dalam masyarakat manusia, rasa enggan terhadap prinsip-prinsip mengerti tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan keadaan semua orang jatuh. Itulah kesalahan terbesar dalam kehidupan manusia. Karena itu, mayā, tenaga material Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, selalu mempersulit kita dalam bentuk tiga jenis kesengsaraan. Tenaga material itu terdiri dari tiga sifat alam material. Seseorang harus mengangkat Diri-Nya sekurang-kurangnya sampai sifat kebaikan sebelum jalan menuju pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa dapat dibuka. Tanpa mengangkat diri sampai taraf sifat kebaikan, seseorang tetap dalam kebodohan dan nafsu, yang menyebabkan kehidupan jahat. Orang yang berada dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan mengejek Kitab Suci, mengejek orang suci dan mengejek pengertian yang benar tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mereka melanggar pelajaran sang guru kerohanian, dan mereka tidak mempedulikan peraturan Kitab Suci. Meskipun mereka mendengar tentang kebesaran pengabdian suci bhakti, mereka tidak tertarik. Karena itu, mereka membuat cara sendiri untuk maju. Inilah beberapa kelemahan masyarakat manusia yang membawa orang menuju status kehidupan yang bersifat jahat. Akan tetapi, kalau seseorang dapat dibimbing oleh seorang guru kerohanian yang benar dan dapat dipercaya, yang sanggup membimbing orang ke jalan kemajuan sampai tingkat yang lebih tinggi, maka kehidupannya akan menjadi sukses.

    Demikianlah telah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Enam belas Srimad-Bhagavad-gita perihal Sifat Rohani dan Sifat Jahat."



    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Visit Related Posts Below:

















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    Golongan-golongan Keyakinan
     
    17.1

    Arjuna uvāca
    ye śāstra-vidhim utsṛjya
    yajante śraddhayānvitāḥ
    teṣāḿ niṣṭhā tu kā kṛṣṇa
    sattvām āho rājā s tamaḥ

    Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; ye—orang yang; śāstra-vidhim—peraturan Kitab Suci; utsṛjya—meninggalkan; yajante—menyembah; śraddhayā—kepercayaan sepenuhnya; anvitāḥ—memiliki; teṣām—mengenai mereka; niṣṭhā—keyakinan; tu—tetapi; kā—apakah; kṛṣṇa—o Krishna; sattvām—dalam kebaikan; aho—atau hal lain; rājāḥ—dalam nafsu; tamaḥ—dalam kebodohan.


    Terjemahan

    Arjuna bertanya: O Krishna, bagaimana kedudukan orang yang tidak mengikuti prinsip-prinsip Kitab Suci tetapi sembahyang menurut angan-angan sendiri? Apakah mereka berada dalam kebaikan, nafsu atau dalam kebodohan?

    Penjelasan

    Dalam Bab Empat ayat ketiga puluh sembilan, dinyatakan bahwa orang yang setia pada jenis sembahyang tertentu berangsur-angsur naik sampai tahap pengetahuan dan mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi kedamaian dan kemakmuran. Dalam Bab Enam belas, disimpulkan bahwa orang yang tidak mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Kitab Suci disebut seorang asura, atau orang jahat, dan orang yang mematuhi peraturan Kitab Suci dengan setia disebut deva, atau dewa. Dan jika ia mengikuti beberapa peraturan yang tidak disebutkan dalam aturan Kitab Suci dengan keyakinan, bagaimana kedudukannya? Keragu-raguan di dalam hati Arjuna mengenai hal ini akan dihilangkan oleh Krishna. Apakah orang yang menciptakan sejenis dewa dengan cara memilih seorang manusia dan menaruh kepercayaan terhadap orang itu sedang sembahyang dalam sifat kebaikan, nafsu atau kebodohan? Apakah orang seperti itu mencapai tingkat kesempurnaan dalam kehidupan? Mungkinkah mereka mantap dalam pengetahuan sejati dan mengangkat diri sampai tingkat kesempurnaan tertinggi? Apakah orang yang tidak mengikuti aturan dan peraturan Kitab Suci tetapi percaya pada sesuatu dan menyembah dewa-dewa dan manusia akan mencapai sukses dalam usahanya? Arjuna mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini kepada Krishna.




    17.2

     

    śrī-bhagavān uvāca
    tri-vidhā bhavati śraddhā
    dehināḿ sā svabhāva-jā
    sāttvikī rājasī caiva
    tāmasī ceti tāḿ śṛṇu

    Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; tri-vidhā—dari tiga jenis; bhavati—menjadi; śraddhā—kepercayaan; dehinam—milik dia yang berada di dalam badan; sa—itu; sva-bhāva-jā—menurut sifatnya dalam alam material; sāttvikī—dalam sifat kebaikan; rājāsi—dalam sifat nafsu; ca—juga; evā—pasti; tamasi—dalam sifat kebodohan; ca—juga;iti—demikian; tam—itu; śṛṇu—dengarlah dari-Ku.


    Terjemahan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Menurut sifat-sifat alam yang diperoleh oleh roh di dalam badan, ada tiga jenis kepercayaan yang dapat dimiliki seseorang—kepercayaan dalam kebaikan, dalam nafsu atau dalam kebodohan. Sekarang dengarlah tentang hal ini.


    Penjelasan

    Orang yang mengetahui aturan dan peraturan Kitab Suci tetapi meninggalkan dan tidak mengikuti aturan dan peraturan itu karena malas atau tidak peduli, diatur oleh sifat-sifat alam material. Menurut aktivitas sebelumnya dalam sifat-sifat kebaikan, nafsu atau kebodohan, mereka memperoleh sifat yang memiliki ciri khusus. Pergaulan makhluk hidup dengan berbagai sifat alam sudah berjalan sejak sebelum awal sejarah; oleh karena makhluk hidup berhubungan dengan alam material, ia memperoleh berbagai jenis sikap mental menurut hubungannya dengan sifat-sifat alam material. Tetapi sifat tersebut dapat diubah kalau seseorang bergaul dengan seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya dan mematuhi aturan dari guru dan aturan dari Kitab Suci. Berangsur-angsur seseorang dapat mengubah kedudukannya dari kebodohan menjadi kebaikan, atau dari nafsu menjadi kebaikan. Kesimpulannya ialah bahwa percaya secara buta terhadap sifat alam tertentu tidak dapat menolong seseorang untuk naik tingkat sampai pada tingkat kesempurnaan. Seseorang harus mempertimbangkan hal-hal dengan teliti, dengan kecerdasan, dalam pergaulan dengan seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Dengan demikian, ia dapat mengubah kedudukannya hingga sifat alam yang lebih tinggi.


    17.3

     

    sattvānurūpā sarvasya
    śraddhā bhavati bhārata
    śraddhā-mayo 'yam&#7#769; puruṣo
    yo yac-chraddhaḥ sa eva saḥ

    sattva-anurūpā—menurut keadaan hidup; sarvasya—milik setiap orang; śraddhā—kepercayaan; bhavati—menjadi; Bhārata—wahai putera Bhārata ; śraddhā—kepercayaan; mayāḥ—penuh; ayam—ini; puruṣaḥ—makhluk hidup; yaḥ—yang; yat—yang mempunyai; śraddhaḥ—kepercayaan; saḥ—demikian; evā—pasti; saḥ—dia.


    Terjemahan

    Wahai putera Bhārata, menurut kehidupan seseorang di bawah berbagai sifat alam, ia mengembangkan jenis kepercayaan tertentu. Dikatakan bahwa makhluk hidup memiliki kepercayaan tertentu menurut sifat-sifat yang telah diperolehnya.


    Penjelasan

    Semua orang memiliki jenis kepercayaan tertentu, bagaimanapun kedudukannya. Namun kepercayaan itu ada yang bersifat baik, nafsu atau kebodohan sesuai sifat yang diperolehnya. Karena itu, menurut jenis kepercayaan tertentu yang dimilikinya, ia bergaul dengan orang tertentu. Kenyataan yang sebenarnya ialah bahwa setiap makhluk hidup pada awal adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki sifat yang sama seperti Tuhan Yang Maha Esa. Ini dinyatakan dalam Bab Lima belas. Karena itu, pada permulaan seseorang melampaui segala sifat alam material tetapi apabila seseorang melupakan hubungannya kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan mengadakan hubungan dengan alam material dalam kehidupan yang terikat, ia mengembangkan kedudukannya sendiri melalui pergaulan dengan berbagai jenis alam material. Kepercayaan dan kehidupan yang tidak asli sebagai akibatnya hanya bersifat material. Walaupun seseorang barangkali diatur oleh suatu kesan, atau suatu paham hidup, pada permulaan ia bersifat nirguna, atau rohani. Karena itu, seseorang harus disucikan dari pengaruh material yang telah diperolehnya untuk memperoleh kembali hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Itulah satu-satunya jalan kembali tanpa rasa takut: Kesadaran Krishna. Kalau seseorang mantap dalam kesadaran Krishna, maka jalan tersebut terjamin agar ia diangkat sampai tingkat kesempurnaan. Kalau seseorang tidak mulai mengikuti jalan keinsafan diri tersebut, maka pasti ia diatur oleh sifat-sifat alam.
       Kata śraddhā atau kepercayaan," sangat bermakna di dalam ayat ini. śraddhā, atau kepercayaan, pada permulaan berasal dari sifat kebaikan. Mungkin seseorang percaya kepada dewa atau Tuhan yang diciptakan orang atau sesuatu yang dibuat dalam pikiran. Kepercayaan kuat yang dimiliki seseorang seharusnya menghasilkan pekerjaan dalam sifat kebaikan material. Tetapi dalam kehidupan terikat yang bersifat material, tidak ada pekerjaan yang bersifat suci sepenuhnya. Pekerjaan tersebut bersifat campuran. Pekerjaan itu tidak berada dalam sifat kebaikan murni. Kebaikan murni bersifat rohani dan melampaui hal-hal duniawi; dalam kebaikan yang disucikan seseorang dapat memahami sifat sejati Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Selama kepercayaan seseorang belum mantap sepenuhnya dalam kebaikan murni kepercayaan dipengaruhi oleh salah satu sifat alam material. Pencemaran sifat-sifat alam material tersebar sampai ke hati. Karena itu, menurut kedudukan hati seseorang berhubungan dengan sifat alam material tertentu, kepercayaannya dimantapkan. Harus dimengerti bahwa kalau hati seseorang berada dalam sifat kebaikan, maka kepercayaannya juga berada dalam sifat kebaikan. Kalau hatinya berada dalam sifat nafsu, maka kepercayaannya pun dalam sifat nafsu. Kalau hatinya berada dalam sifat kegelapan, khayalan, maka kepercayaan pun dicemari seperti itu. Karena itu, kita menemukan berbagai jenis kepercayaan di dunia ini, dan berbagai jenis dharma menurut berbagai jenis kepercayaan. Prinsip sejati kepercayaan keagamaan berada dalam sifat kebaikan murni, tetapi oleh karena hati dicemari, kita menemukan berbagai jenis prinsip keagamaan. Jadi, ada berbagai jenis sembahyang menurut berbagai jenis kepercayaan.




    17.4

     

    yajante sāttvikā devān
    yakṣa-rakṣāḿsi rājasāḥ
    pretān bhūta-gaṇāḿś cānye
    yajante tāmasā janāḥ

    yajante—menyembah; sāttvikāḥ—orang yang berada dalam sifat kebaikan; devān—para dewa; yakṣa-rakṣāḿsi—para raksasa atau orang jahat; rājasāḥ—orang yang berada dalam sifat nafsu; pretān—arwah orang yang sudah meninggal; bhūta-gaṇān—hantu-hantu; ca—dan; anye—orang lain; yajante—menyembah; tamasaḥ—dalam sifat kebodohan; janaḥ—orang.


    Terjemahan

    Orang dalam sifat kebaikan menyembah para dewa; orang dalam sifat nafsu menyembah para raksasa atau orang jahat; dan orang yang berada dalam sifat kebodohan menyembah hantu-hantu dan roh-roh halus.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menguraikan berbagai jenis orang yang sembahyang menurut kegiatan lahiriahnya. Menurut aturan Kitab Suci, hanya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa patut disembah, tetapi orang yang belum begitu menguasai atau percaya terhadap aturan Kitab Suci menyembah berbagai obyek, menurut keadaannya yang khusus dalam sifat-sifat alam material. Orang yang mantap dalam kebaikan pada umumnya menyembah para dewa. Para dewa termasuk Brahma, Siva, dan lain-lain seperti Indra, Candra dan dewa matahari. Ada banyak dewa. Orang dalam sifat kebaikan menyembah dewa tertentu dengan tujuan tertentu. Begitu pula, orang yang berada dalam sifat nafsu menyembah orang jahat. Kami masih ingat selama perang dunia kedua ada orang di Calcutta yang menyembah Hitler karena akibat perang itu dia telah berhasil mengumpulkan jumlah kekayaan yang cukup besar dengan cara berdagang di pasar gelap. Begitu pula, orang dalam sifat nafsu dan kebodohan pada umumnya memilih manusia yang perkasa sebagai Tuhan. Mereka menganggap siapa pun dapat disembah sebagai Tuhan dan hasil yang sama akan diperoleh.
      Diuraikan dengan jelas di sini bahwa orang yang berada dalam sifat nafsu menyembah dan menciptakan dewa-dewa seperti itu, dan orang yang berada dalam sifat kebodohan, dalam kegelapan, menyembah roh-roh orang yang sudah meninggal. Kadang-kadang orang sembahyang di kuburan kepada orang yang sudah meninggal. Sembahyang kepada hubungan suami isteri juga dianggap dalam sifat kegelapan. Begitu pula di desa-desa terpencil di India ada orang yang menyembah hantu. Kami pernah melihat bahwa di India golongan masyarakat yang rendah kadang-kadang pergi ke hutan, dan kalau mereka mengetahui bahwa ada hantu yang tinggal di sebatang pohon, mereka menyembah pohon itu dan mempersembahkan korban-korban. Berbagai jenis sembahyang seperti itu sebenarnya bukan sembahyang kepada Tuhan. Sembahyang kepada Tuhan adalah untuk orang yang mantap secara rohani dalam sifat kebaikan murni. Dalam Srimad-Bhagavatam (4.3.23) dikatakan, sattvām visuddham vasudevasabditam: Bila seseorang mantap dalam kebaikan yang murni, ia menyembah Vasudeva." Penjelasan ayat ini ialah bahwa orang yang sudah disucikan sepenuhnya dari sifat-sifat alam material dan mantap secara rohani dapat menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
       Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dianggap berada dalam sifat kebaikan, dan mereka menyembah lima jenis dewa. Mereka menyembah bentuk Visnu yang tidak bersifat pribadi di dunia material, yang dikenal sebagai Visnu yang dijadikan filsafat. Visnu adalah penjelmaan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, tetapi oleh karena pada hakekatnya orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan tidak percaya pada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, mereka membayangkan bahwa bentuk Visnu adalah aspek lain lagi dari Brahman yang tidak bersifat pribadi. Dengan cara yang serupa mereka membayangkan bahwa Dewa Brahma adalah bentuk yang tidak bersifat pribadi dalam sifat nafsu material. Karena itu, kadang-kadang mereka menguraikan lima jenis dewa yang patut disembah. Tetapi oleh karena mereka menganggap kebenaran sejati adalah Brahman yang tidak bersifat pribadi, akhirnya mereka membuang segala obyek yang patut disembah. Sebagai kesimpulan, berbagai sifat alam material dapat disucikan melalui pergaulan dengan pemilik sifat-sifat rohani.





    17.5-6

     

    aśāstra-vihitaḿ ghoraḿ
    tapyante ye tapo janāḥ
    dambhāhańkāra-saḿyuktāḥ
    kāma-rāga-balānvitāḥ


    karṣayantaḥ śarīra-sthaḿ
    bhūta-grāmam acetasāḥ
    māḿ caivāntaḥ śarīra-sthaḿ
    tān viddhy āsura-niścayān

    aśastra—tidak tercantum dalam Kitab Suci; vihitam—diatur; ghoram—menyakiti orang lain; tapyante—menjalani; ye—orang yang; tapaḥ—pertapaan; janaḥ—orang; dambha—dengan rasa bangga; ahańkāra—dan keakuan palsu; saḿyuktāḥ—sibuk; kāma—nafsu; rāga—dan ikatan; bala—oleh kekuatan; anvitāḥ—didorong; karṣayantaḥ—menyiksa; śarīra-stham—berada di dalam badan; bhūta-grāmam—gabungan unsur-unsur material; acetasāḥ—karena pikiran sesat; mām—Aku; ca—juga; evā—pasti; antaḥ—di dalam; śarīra-stham—bersemayam di dalam badan; tān—mereka; viddhi—memahami; āsura-niścayān—orang jahat.


    Terjemahan

    Orang yang menjalani pertapaan dan kesederhanaan yang keras yang tidak dianjurkan dalam Kitab Suci, dan melakukan kegiatan itu karena rasa bangga dan keakuan palsu didorong oleh nafsu dan ikatan, yang bersifat bodoh dan menyiksa unsur-unsur material di dalam badan dan Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam badan, dikenal sebagai orang jahat.


    Penjelasan

    Ada orang yang membuat cara-cara pertapaan dan kesederhanaan yang tidak dianjurkan di dalam aturan Kitab Suci. Misalnya, puasa dengan suatu maksud tersembunyi seperti mencari dukungan untuk tujuan yang bersifat politik belaka, tidak disebutkan dalam petunjuk-petunjuk  Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, puasa demi kemajuan rohani dianjurkan, bukan dengan tujuan politik atau sosial. Orang yang melakukan pertapaan seperti itu tentunya bersifat jahat menurut Bhagavad-gita. Perbuatan mereka bertentangan dengan aturan Kitab Suci dan tidak bermanfaat bagi rakyat umum. Sebenarnya mereka bertindak karena rasa bangga, keakuan palsu, nafsu dan ikatan terhadap kenikmatan material. Kegiatan seperti itu tidak hanya mengganggu gabungan unsur-unsur material yang merupakan badan, tetapi juga mengganggu Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri yang bersemayam di dalam badan. Puasa atau melakukan pertapaan dengan cara yang tidak dibenarkan seperti itu dengan tujuan politik tentunya sangat mengganggu orang lain. Kegiatan seperti itu tidak disebutkan dalam Kitab-kitab Veda. Orang jahat barangkali berpikir bahwa dia dapat memaksakan musuhnya atau pihak lain untuk mengabulkan keinginannya dengan cara seperti ini, tetapi kadang-kadang seseorang meninggal dunia karena puasa seperti itu. Perbuatan seperti ini tidak dibenarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan Beliau mengatakan bahwa orang yang melakukan kegiatan seperti itu adalah orang jahat. Perbuatan seperti itu adalah penghinaan terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab perbuatan itu dilakukan dengan melanggar aturan Kitab Veda. Kata acetasāḥ  bermakna berhubungan dengan hal ini. Orang yang waras harus mematuhi aturan Kitab Suci. Orang yang tidak berada dalam kedudukan seperti itu mengalpakan dan melanggar Kitab Suci dan membuat cara pertapaan dan kesederhanaan sendiri. Hendaknya orang selalu ingat tujuan utama orang jahat, sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya. Tuhan memaksakan mereka dilahirkan dalam kandungan-kandungan orang-orang jahat. Sebagai akibatnya mereka akan hidup menurut prinsip-prinsip jahat dalam banyak penjelmaannya tanpa mengetahui hubungannya dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, kalau orang seperti itu cukup beruntung sehingga dapat dibimbing oleh seorang guru kerohanian yang sanggup menuntun mereka pada jalan kebijaksanaan Veda, mereka dapat keluar dari ikatan tersebut dan akhirnya mencapai tujuan yang paling utama.




    17.7

     

    āhāras tv api sarvasya
    tri-vidho bhavati priyaḥ
    yajñas tapas tathā dānaḿ
    teṣāḿ bhedam imaḿ śṛṇu

    āhārāḥ—makan; tu—pasti; api—juga; sarvasya—milik setiap orang; tri-vidhaḥ—terdiri dari tiga jenis; bhavati—ada; priyaḥ—disukai; yajñaḥ—korban suci; tapaḥ—pertapaan; tathā—juga; dānam—kedermawanan; teṣām—antara mereka; bhedam—perbedaan; imām—ini; śṛṇu—dengarlah.


    Terjemahan

    Makanan yang paling disukai setiap orang juga terdiri dari tiga jenis, menurut tiga sifat alam material. Demikian pula korban suci, pertapaan dan kedermawanan. Sekarang dengarlah perbedaan antara hal-hal itu.


    Penjelasan

    Menurut berbagai keadaan dalam sifat-sifat alam material, ada perbedaan dalam cara makan dan melakukan korban suci, pertapaan dan kedermawanan. Tidak semuanya dilakukan pada tingkat yang sama. Orang yang dapat mengerti secara analisis jenis pelaksanaan mana berada dalam sifat-sifat alam material mana sungguh-sungguh bijaksana; orang yang menganggap segala jenis korban suci, makanan atau kedermawanan adalah sama tidak dapat membedakan, dan mereka bodoh. Ada orang yang bekerja untuk suatu misi yang menganjurkan bahwa orang dapat melakukan apapun yang disukainya dan mencapai kesempurnaan. Tetapi pembimbing-pembimbing yang bodoh tersebut tidak bertindak menurut pengarahan Kitab Suci. Mereka mengarang cara-cara dan menyesatkan rakyat umum.




    17.8

     

    āyuḥ-sattva-balārogya-
    sukha-prīti-vivardhanāḥ
    rasyāḥ snigdhāḥ sthirā hṛdyā
    āhārāḥ sāttvika-priyāḥ

    āyuḥ—usia hidup; sattva—kehidupan; bala—kekuatan; ārogya—kesehatan; sukha—kebahagiaan; prīti—dan kepuasan; vivardhanāḥ—meningkatkan; rasyāḥ—penuh sari; snigdhāḥ—berlemak; sthiraḥ—tahan lama; hṛdyāḥ—menyenangkan; āhārāḥ—makanan; sāttvika—kepada orang dalam sifat kebaikan; priyaḥ—enak.


    Terjemahan

    Makanan yang disukai oleh orang dalam sifat kebaikan memperpanjang usia hidup, menyucikan kehidupan dan memberi kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, berlemak, bergizi dan menyenangkan hati.
    Tidak ada penjelasan





    17.9

     

    kaṭv-amla-lavaṇāty-uṣṇa-
    tīkṣṇa-rūkṣa-vidāhinaḥ
    āhārā rājasasyeṣṭā
    duḥkha-śokāmayā –pradāḥ

    kaṭu—pahit; amla—asam; lavaṇa—asin; ati-uṣṇa—panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas sekali; tīkṣṇa—pedas; rūkṣa—kering; vidāhinaḥ—berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali; āhārāḥ—makanan; rājasasya—kepada orang dalam sifat nafsu; iṣṭāḥ—enak; duḥkha—dukacita; śoka—kesengsaraan; āmayā —penyakit; pradāḥ—menyebabkan.

    Terjemahan

    Makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali disukai oleh orang dalam sifat nafsu. Makanan seperti itu menyebabkan dukacita, kesengsaraan dan penyakit.
    Tidak ada penjelasan


    17.10

     

    yāta-yāmaḿ gata-rasaḿ
    pūti paryuṣitaḿ ca yat
    ucchiṣṭam api cāmedhyaḿ
    bhojanaḿ tāmasa-priyam

    yāta-yāmam—makanan yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan; gata-rasam—hambar; pūti—berbau busuk; paryuṣitam—basi; ca—juga; yat—itu yang; ucchiṣṭam—sisa orang lain; api—juga; ca—dan; amedhyam—haram; bhojanam—makanan; tāmasa—bagi orang dalam sifat kegelapan; priyam—disukai.


    Terjemahan

    Makanan yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan, makanan yang hambar, basi dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makanan orang lain dan bahan-bahan haram disukai oleh orang dalam sifat kegelapan.


    Penjelasan

    Tujuan makan ialah untuk memperpanjang usia hidup, menyucikan pikiran dan membantu kekuatan jasmani. Ini satu-satunya tujuannya. Pada masa lampau, penguasa-penguasa besar memilih makanan yang paling baik untuk membantu kesehatan dan memperpanjang usia hidup, seperti makanan terbuat dari susu, gula, beras, gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran. Makanan tersebut sangat disukai oleh orang dalam sifat kebaikan. Beberapa makanan lain, misalnya jagung bakar dan ceng (tetes tebu), meskipun tidak begitu enak kalau dimakan begitu saja, dapat dijadikan enak bila dicampur dengan susu atau makanan lain. Dengan demikian makanan seperti itu juga bersifat kebaikan. Segala makanan tersebut bersifat murni. Makanan tersebut lain sekali dari makanan haram seperti daging dan minuman keras. Makanan berlemak, sebagaimana disebut dalam ayat kedelapan, tidak ada hubungan dengan lemak daging yang diperoleh dengan cara memotong hewan. Lemak dari hewan dapat diperoleh dalam bentuk susu, makanan yang paling ajaib di antara segala jenis makanan. Susu, mentega, keju dan bahan-bahan serupa memberi lemak hewani dalam bentuk yang menghilangkan kebutuhan memotong makhluk-makhluk hidup yang tidak bersalah. Hanya karena jiwa yang kejam saja pembunuhan seperti itu terus dilakukan. Cara beradab untuk memperoleh lemak yang dibutuhkan ialah melalui susu. Pembunuhan adalah cara untuk makhluk-makhluk di bawah taraf manusia. Protein secukupnya dapat diperoleh dari kacang-kacangan, dal (sejenis bubur kacang), gandum, dan sebagainya.
       Makanan dalam sifat nafsu, yaitu makanan yang pahit, terlalu asin, terlalu panas atau menggunakan cabe berlebihan, menyebabkan dukacita dengan mengurangi jumlah lendir di dalam perut, yang mengakibatkan penyakit. Makanan dalam sifat kebodohan atau kegelapan pada hakekatnya terdiri dari makanan yang tidak segar. Makanan apa pun yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan, (kecuali prasādam, makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan) adalah makanan dalam sifat kegelapan. Oleh karena makanan seperti itu sudah membusuk, makanan itu mengeluarkan bau yang tidak sedap yang seringkali menarik hati orang dalam sifat kebodohan, tetapi orang dalam sifat kebaikan ingin menjauhi makanan seperti itu.
       Sisa-sisa makanan hanya boleh dimakan kalau makanan itu adalah sebagian dari makanan yang telah dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau dimakan terlebih dahulu oleh orang suci, khususnya oleh guru kerohanian. Kalau tidak, sisa-sisa makanan dianggap dalam sifat kegelapan, dan makanan seperti itu menyebabkan infeksi atau penyakit. Makanan seperti itu, meskipun sedap sekali bagi orang dalam sifat kegelapan, tidak disukai ataupun disentuh oleh orang dalam sifat kebaikan. Makanan terbaik adalah sisa makanan yang dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa terlebih dahulu. Dalam Bhagavad-gita, Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa Beliau menerima masakan terdiri dari sayur-sayuran, tepung dan susu bila makanan itu dipersembahkan dengan cinta-bhakti. Patram puṣpam phalam toyam. Tentu saja, pengabdian dan cinta-bhakti adalah unsur-unsur utama yang diterima oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi juga disebut bahwa prasādam harus dimasak dengan cara tertentu. Segala makanan yang disiapkan menurut aturan Kitab Suci dan dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dapat diterima, meskipun sudah lama dimasak. Sebab masakan seperti itu bersifat rohani. Karena itu agar makanan bebas dari kuman, halal untuk dimakan dan sedap untuk semua orang, makanan sebaiknya dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.



    17.11

     

    aphalākāńkṣibhir yajño
    vidhi-diṣṭo ya ijyate
    yaṣṭavyam eveti manaḥ
    samādhāya sa sāttvikaḥ

    aphala-ākāńkṣibhiḥ—orang yang bebas dari keinginan untuk memperoleh hasil; yajñaḥ—korban suci; vidhi-dṛṣṭaḥ—menurut aturan Kitab Suci; yaḥ—yang; ijyate—dilakukan; yaṣṭavyam—harus dilakukan; evā—pasti; iti—demikian; manaḥ—pikiran; samādhāya—memusatkan; saḥ—itu; sāttvikaḥ—dalam kebaikan.


    Terjemahan

    Di antara korban-korban suci, korban suci yang dilakukan menurut Kitab Suci, karena kewajiban, oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci dalam sifat kebaikan.


    Penjelasan

    Kecenderungan umum ialah mempersembahkan korban suci dengan tujuan tertentu, tetapi di sini dinyatakan bahwa korban suci harus dilakukan tanpa keinginan seperti itu. Dan harus dilakukan karena kewajiban. Sebagai contoh, kita dapat memikirkan pelaksanaan upacara ditempat-tempat sembahyang. Pada umumnya upacara-upacara itu dilakukan dengan tujuan keuntungan material, tetapi itu bukan dalam sifat kebaikan. Hendaknya seseorang pergi ke tempat sembahyang karena kewajiban, menghormati Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan mempersembahkan bunga dan makanan. Banyak orang berpikir bahwa tiada gunanya pergi ke tempat sembahyang hanya untuk sembahyang kepada Tuhan. Tetapi sembahyang demi keuntungan keuangan tidak dianjurkan dalam Kitab Suci. Sebaiknya seseorang hanya pergi ke tempat sembahyang untuk menyampaikan rasa hormat kepada Arca. Itu akan menjadikan Diri-Nya mantap dalam sifat kebaikan. Kewajiban setiap orang yang beradab ialah mematuhi peraturan Kitab Suci dan menghormati Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.




    17.12

     

    abhisandhāya tu phalaḿ
    dambhārtham api caiva yat
    ijyate Bhārata -śreṣṭha
    taḿ yajñaḿ viddhi rājasam

    abhisandhāya—menginginkan; tu—tetapi; phalam—hasil; dambha—merasa bangga; artham—demi; api—juga; ca—dan; evā—pasti; yat—itu yang; ijyate—dilakukan; bhārata-śreṣṭha—yang paling utama di antara Bhārata ; tam—itu; yajñām—korban suci; viddhi—ketahuilah; rājasam—dalam sifat nafsu.


    Terjemahan


    Tetapi hendaknya engkau mengetahui bahwa korban suci yang dilakukan demi suatu keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang bersifat nafsu, wahai yang paling utama di antara para Bhārata.


    Penjelasan

    Kadang-kadang korban-korban suci dan ritual-ritual dilakukan supaya seseorang diangkat sampai kerajaan surga atau demi keuntungan-keuntungan material di dunia ini. Korban-korban atau pelaksanaan ritual-ritual seperti itu dianggap bersifat nafsu.




    17.13

     

    vidhi-hīnam asṛṣṭānnaḿ
    mantra-hīnam adakṣiṇam
    śraddhā-virahitaḿ yajñaḿ
    tāmasaḿ paricakṣate

    vidhi-hīnam—tanpa petunjuk dari Kitab Suci; asṛṣṭa-annam—tanpa membagikan prasādam; mantra-hīnam—tanpa ucapan dari mantra-mantra Veda; adakṣiṇam—tanpa sumbangan pada para pendeta; śraddhā—kepercayaan; virahitam—tanpa; yajñām—korban suci; tāmasam—dalam sifat kebodohan; paricakṣate—harus dianggap.


    Terjemahan

    Korban suci apa pun yang dilakukan tanpa mempedulikan petunjuk Kitab Suci, tanpa membagikan prasādam [makanan rohani], tanpa mengucapkan mantra-mantra Veda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan dianggap korban suci dalam sifat kebodohan.


    Penjelasan

    Kepercayaan terhadap sifat kegelapan atau kebodohan sebenarnya berarti tidak beriman. Kadang-kadang orang sembahyang kepada dewa tertentu hanya untuk mencari uang, dan kemudian mereka mengeluarkan uang itu untuk rekreasi, tanpa mempedulikan aturan Kitab Suci. Pertunjukan upacara semangat keagamaan seperti itu tidak diakui sebagai hal yang sejati. Semua kegiatan itu bersifat kegelapan. Kegiatan seperti itu menghasilkan jiwa yang jahat dan tidak menguntungkan masyarakat manusia.




    17.14

     

    deva-dvija-guru-prājña-
    pūjanaḿ śaucam ārjavam
    brahmācāryam ahiḿsā ca
    śārīraḿ tapa ucyate

    deva—terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dvija—para brahmaṇā; guru—guru-guru kerohanian; prajñā—dan tujuan-tujuan yang pantas disembah; pūjanam—menyembah; śaucam—kebersihan; ārjavam—kesederhanaan; brahmācāryam—berpantang melakukan hubungan suami isteri; ahiḿsā—tidak melakukan kekerasan; ca—juga; śārīram—mengenai badan; tapaḥ—pertapaan; ucyate—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Pertapaan jasmani terdiri dari sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa, para brahmaṇā, guru kerohanian dan atasan seperti ayah dan ibu, dan kebersihan, kesederhanaan, berpantang hubungan suami isteri dan tidak melakukan kekerasan.


    Penjelasan

    Tuhan Yang Maha Esa menerangkan berbagai jenis pertapaan dan kesederhanaan di sini. Pertama Beliau menjelaskan pertapaan dan kesederhanaan yang dilakukan dengan badan. Orang harus menghormati atau belajar cara menghormati Tuhan Yang Maha Esa atau para dewa, para brahmaṇā yang memiliki sifat-sifat yang mulia, guru kerohanian atau atasan seperti ayah dan ibu atau siapapun yang menguasai pengetahuan Veda. Kepribadian-kepribadian tersebut harus dihormati sebagaimana mestinya. Sebaiknya orang melatih diri untuk menyucikan diri secara lahiriah dan batiniah, dan hendaknya ia mempelajari tingkah laku yang sederhana. Hendaknya ia jangan melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh aturan Kitab Suci. Hendaknya ia jangan melakukan hubungan suami isteri di luar pernikahan yang sah, sebab Kitab Suci hanya membenarkan hubungan suami isteri di dalam ikatan pernikahan, lain tidak. Ini yang disebut berpantang hubungan suami isteri. Pertapaan dan kesederhanaan tersebut di atas adalah pertapaan dan kesederhanaan yang dilakukan dengan badan.




    17.15

     

    anudvega-karaḿ vākyaḿ
    satyaḿ priya-hitaḿ ca yat
    svādhyāyābhyasanaḿ caiva
    vāń-mayā ḿ tapa ucyate

    anudvega-karam—tidak dengan mengganggu; vākyam—kata-kata; satyam—jujur; priya—disukai; hitam—bermanfaat; ca—juga; yat—yang; svādhyāya—mengenai pelajaran Veda; abhyāsanam—latihan; ca—juga; evā—pasti; vakmayam—mengenai suara; tapaḥ—pertapaan; ucyate—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Pertapaan suara terdiri dari mengeluarkan kata-kata yang jujur, menyenangkan, bermanfaat, dan tidak mengganggu orang lain, dan juga membacakan kesusasteraan Veda secara teratur.


    Penjelasan

    Hendaknya seseorang tidak berbicara dengan cara yang akan mengganggu pikiran orang lain. Tentu saja, bila seorang guru berbicara, dia boleh mengatakan kebenaran untuk memberi pelajaran kepada murid-muridnya, tetapi seorang guru hendaknya jangan berbicara kepada orang yang bukan muridnya kalau pembicaraan itu akan mengganggu pikiran mereka. Ini merupakan pertapaan berbicara. Di samping itu, hendaknya seseorang jangan mengeluarkan kata-kata yang bukan-bukan. Proses pembicaraan di kalangan rohani ialah mengatakan sesuatu yang dibenarkan oleh Kitab Suci. Hendaknya seseorang mengutip dari kekuasaan Kitab Suci untuk membenarkan apa yang dikatakannya. Pada waktu yang sama, pembicaraan tersebut harus sangat menyenangkan untuk didengar. Dengan diskusi seperti itu, seseorang dapat memperoleh manfaat tertinggi dan mengangkat martabat masyarakat manusia. Jumlah kesusasteraan Veda tidak terhingga, dan kesusasteraan itu harus dipelajari. Ini disebut pertapaan pembicaraan.




    17.16

     

    manaḥ-prasādaḥ saumyatvaḿ
    maunam ātma-vinigrahaḥ
    bhāva-saḿśuddhir ity etat
    tapo mānasam ucyate

    manaḥ-prasadāḥ—kepuasan pikiran; saumyatvām—tanpa penipuan terhadap orang lain; maunam—sikap serius atau diam; ātmā—terhadap sang diri; vinigrahaḥ—pengendalian; bhava—terhadap sifat seseorang; saḿśuddhiḥ—penyucian; iti—demikian; etat—ini; tapaḥ—pertapaan; mānasam—mengenai pikiran; ucyate—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Kepuasan, kesederhanaan, sikap yang serius, mengendalikan diri dan menyucikan kehidupan adalah pertapaan pikiran.

    Penjelasan

    Bertapa dengan pikiran berarti melepaskan ikatan pikiran terhadap kepuasan indera-indera. Pikiran harus dilatih supaya selalu merenungkan perbuatan baik untuk orang lain. Latihan pikiran yang terbaik ialah pikiran yang bersifat serius. Hendaknya seseorang jangan menyimpang dari kesadaran Krishna, dan ia harus selalu menghindari kepuasan indera-indera. Menyucikan watak berarti menjadi sadar akan Krishna. Pikiran dapat dipuaskan hanya dengan membawa pikiran jauh dari renungan kenikmatan indera-indera. Makin kita merenungkan kenikmatan indera-indera, makin pikiran kurang puas. Jaman ini pikiran dijadikan sibuk dengan berbagai cara demi kepuasan indera-indera meskipun itu tidak diperlukan. Karena itu, pikiran tidak mungkin puas. Cara terbaik ialah mengalihkan pikiran kepada kesusasteraan Veda, yang penuh ceritera-ceritera yang memuaskan, seperti di dalam Purana-purana dan Mahabhārata. Seseorang dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut dan dengan demikian Diri-Nya disucikan. Pikiran hendaknya bebas dari penipuan, dan sebaiknya memikirkan kesejahteraan semua orang. Diam atau sikap serius berarti selalu memikirkan keinsafan diri. Orang yang sadar akan Krishna diam secara sempurna dalam arti ini. Mengendalikan pikiran berarti melepaskan ikatan pikiran terhadap kenikmatan indera-indera. Hendaknya seseorang tulus ikhlas dan terus terang dalam tingkah lakunya, dan dengan demikian menyucikan kehidupannya. Segala sifat tersebut semua merupakan pertapaan dalam kegiatan pikiran.




    17.17

     

    śraddhayā parayā taptaḿ
    tapas tat tri-vidhaḿ naraiḥ
    aphalākāńkṣibhir yuktaiḥ
    sāttvikaḿ paricakṣate

    śraddhayā—dengan keyakinan; parayā—rohani; taptam—dilakukan; tapaḥ—pertapaan; tat—itu; tri-vidham—terdiri dari tiga jenis; naraiḥ—oleh manusia; aphala-ākāńkṣibhiḥ—orang yang tidak mengharapkan pamrih; yuktaiḥ—tekun; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; paricakṣate—disebut.


    Terjemahan

    Tiga jenis pertapaan tersebut, yang dilakukan dengan keyakinan rohani oleh orang yang tidak mengharapkan keuntungan material tetapi tekun hanya demi Yang Mahakuasa, disebut pertapaan dalam sifat kebaikan.
    Tidak ada penjelasan.



    17.18

     

    satkāra-māna-pūjārthaḿ
    tapo dambhena caiva yat
    kriyate tad iha proktāḿ
    rājasaḿ calam adhruvam

    sat-kāra—pujian; māna—penghormatan; pūjā—dan pujaan; artham—demi; tapaḥ—pertapaan; dambhena—dengan rasa bangga; ca—juga; evā—pasti; yat—yang; kriyate—dilakukan; tat—itu; iha—di dunia ini; proktām—dikatakan; rājasam—dalam sifat nafsu; calam—berkedip-kedip; adhruvam—sementara.


    Terjemahan

    Pertapaan yang dilakukan berdasarkan rasa bangga untuk memperoleh pujian, penghormatan dan pujaan disebut pertapaan dalam sifat nafsu. Pertapaan itu tidak mantap atau kekal.


    Penjelasan

    Kadang-kadang pertapaan dan kesederhanaan dilakukan untuk menarik hati orang untuk menerima penghormatan, penghargaan dan pujaan orang lain. Orang dalam sifat nafsu mengatur supaya ia disembah oleh bawahan dan ia membiarkan mereka mencuci kakinya dan mempersembahkan kekayaan. Susunan seperti itu yang dibuat secara tidak wajar melalui pelaksanaan pertapaan bersifat nafsu. Hasil pertapaan tersebut bersifat sementara; yaitu dapat dilanjutkan selama beberapa waktu, namun tidak berkesinambungan.





    17.19

     

    mūḍha-grāheṇātmano yat
    pīḍayā kriyate tapaḥ
    parasyotsādanārthaḿ vā
    tat tāmasam udāhṛtam

    mūḍha—bodoh; grāheṇa—dengan usaha; ātmanāḥ—dari diri sendiri; yat—yang; pīḍayā—oleh siksaan; kriyate—dilakukan; tapaḥ—pertapaan; parasya—kepada orang lain; utsādana-artham—untuk menghancurkan; vā—atau; tat—itu; tāmasam—dalam sifat kegelapan; udāhṛtam—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Pertapaan yang dilakukan berdasarkan kebodohan, dan dengan menyiksa diri atau menghancurkan atau menyakiti orang lain dikatakan sebagai pertapaan dalam sifat kebodohan.


    Penjelasan

    Ada contoh-contoh pertapaan bodoh yang dilakukan oleh raksasa-raksasa seperti Hiranyakasipu, yang melakukan pertapaan yang keras supaya dia tidak mati dan dapat membunuh para dewa. Hiranyakasipu berdoa kepada Brahma untuk mendapatkan berkat-berkat itu, tetapi akhirnya Hiranyakasipu  dibunuh oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Melakukan pertapaan untuk memperoleh sesuatu yang mustahil tentu saja bersifat kebodohan.


    17.20

     

    dātavyam iti yad dānaḿ
    dīyate 'nupakāriṇe
    deśe kāle ca pātre ca
    tad dānaḿ sāttvikaḿ smṛtam

    dātavyam—patut diberikan; iti—demikian; yat—itu yang; dānam—kedermawanan; dīyate—diberikan; anupakāriṇe—tidak mempedulikan pamrih; deśe—di tempat yang tepat; kāle—pada waktu yang tepat; ca—juga; pātre—kepada orang yang cocok; ca—dan; tat—itu; dānam—kedermawanan; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; smṛtam—dianggap.


    Terjemahan

    Kedermawanan yang diberikan karena kewajiban, tanpa mengharapkan pamrih, pada waktu dan tempat yang tepat, kepada orang yang patut menerimanya dianggap bersifat kebaikan.


    Penjelasan

    Kesusasteraan Veda menganjurkan kedermawanan kepada mereka yang menekuni kegiatan rohani. Memberi sumbangan secara sembarangan tidak dianjurkan. Kesempurnaan rohani selalu merupakan pertimbangan. Karena itu, dianjurkan agar sumbangan diberikan di tempat suci pada waktu gerhana bulan atau matahari, pada akhir bulan atau kepada seorang brahmaṇā atau vaisnava (penyembah) yang memiliki kwalifikasi yang mulia atau di tempat sembahyang. Sumbangan-sumbangan seperti itu hendaknya diberikan tanpa mempertimbangkan pamrih. Sumbangan kepada orang miskin kadang-kadang diberikan karena rasa kasihan, tetapi kalau orang miskin tidak patut menerima sumbangan, maka seseorang tidak mencapai kemajuan rohani dengan memberikan sumbangan seperti itu. Dengan kata lain, memberi sumbangan secara sembarangan tidak dianjurkan dalam kesusasteraan Veda.




    17.21

     

    yat tu pratyupakārārthaḿ
    phalam uddiśya vā punaḥ
    dīyate ca parikliṣṭaḿ
    tad dānaḿ rājasaḿ smṛtam

    yat—itu yang; tu—tetapi; prati-upakāra-artham—untuk memperoleh pamrih; phalam—hasil; uddiśya—menginginkan; vā—atau; punaḥ—lagi; dīyate—diberikan; ca—juga; parikliṣṭam—dengan rasa kesal; tat—itu; dānam—kedermawanan; rājasam—dalam sifat nafsu; smṛtam—dimengerti sebagai.


    Terjemahan

    Tetapi sumbangan yang diberikan dengan mengharapkan pamrih, atau dengan keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala, atau dengan rasa kesal, dikatakan sebagai kedermawanan dalam sifat nafsu.


    Penjelasan

    Orang kadang-kadang memberi sumbangan supaya Diri-Nya dapat diangkat sampai kerajaan surga dan kadang-kadang dengan kesulitan besar dan rasa kesal sesudahnya: Mengapa saya sudah mengeluarkan uang begitu banyak dengan cara seperti ini?" Sumbangan kadang-kadang juga diberikan karena seseorang diharuskan menyumbang, atas permintaan atasan. Dikatakan bahwa kedermawanan seperti itu bersifat nafsu.
       Ada banyak yayasan kedermawanan yang memberikan sumbangan-sumbangannya kepada lembaga-lembaga tempat kepuasan indera. Kedermawanan seperti itu tidak dianjurkan dalam Kitab Suci Veda. Hanya yang dalam sifat kebaikan yang dianjurkan.




    17.22

     

    adeśa-kāle yad dānam
    apātrebhyaś ca dīyate
    asat-kṛtam avajñātaḿ
    tat tāmasam udāhṛtam


    adeśa—di tempat yang tidak suci; kāle—dan pada waktu yang tidak suci; yat—itu yang; dānam—sumbangan; upātrebhyaḥ—kepada orang yang tidak patut menerima; ca—juga; dīyate—diberikan; asat-kṛtam—tanpa rasa hormat; avajñātam—tanpa perhatian yang benar; tat—itu; tāmasam—dalam sifat kegelapan; udāhṛtam—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Sumbangan-sumbangan yang diberikan di tempat yang tidak suci, pada waktu yang tidak suci, kepada orang yang tidak patut menerimanya, atau tanpa perhatian dan rasa hormat yang benar dikatakan sebagai sumbangan dalam sifat kebodohan.


    Penjelasan

    Sumbangan-sumbangan yang digunakan untuk kenikmatan mabuk-mabukan dan perjudian tidak dibenarkan di sini. Sumbangan seperti itu adalah sumbangan dalam sifat kebodohan. Sumbangan seperti itu tidak bermanfaat; melainkan, orang yang berdosa dipupuk. Begitu pula, kalau seseorang memberi sumbangan kepada orang yang patut menerimanya tetapi tanpa rasa hormat dan tanpa perhatian, maka sumbangan seperti itu juga dikatakan bersifat kegelapan.







    17.23

     

    oḿ tat sad iti nirdeśo
    brahmaṇas tri-vidhaḥ smṛtaḥ
    brāhmaṇās tena vedāś ca
    yajñāś ca vihitāḥ purā

    oḿ—menunjukkan Yang Mahakuasa; tat—itu; sat—kekal; iti—demikian; nirdeśaḥ—sebutan; brahmaṇaḥ—tentang Yang Mahakuasa; tri-vidhaḥ—tiga jenis; smṛtaḥ—dianggap; brahmaṇaḥ—para brahmaṇā; tena—dengan itu;  vedāḥ—kesusasteraan Veda; ca—juga; yajñaḥ—korban suci; ca—juga; vihitāḥ—digunakan; purā—dahulu kala.


    Terjemahan

    Sejak awal ciptaan, tiga kata om tat sat digunakan untuk menunjukkan Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Tiga lambang tersebut digunakan oleh para brahmaṇā sambil mengucapkan mantra-mantra Veda dan pada waktu menghaturkan korban suci untuk memuaskan Yang Mahakuasa.


    Penjelasan

    Sudah dijelaskan bahwa pertapaan, korban suci, sumbangan dan makanan dibagi menjadi tiga golongan yaitu; sifat-sifat kebaikan, nafsu dan kebodohan. Baik kelas pertama, kelas kedua maupun kelas ketiga, semuanya terikat, dipengaruhi oleh sifat-sifat alam material. Bila hal-hal tersebut diarahkan kepada Yang Mahakuasa—kepada om tat sat, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Yang Mahaabādi—maka hal-hal itu menjadi sarana untuk kemajuan rohani. Tujuan seperti itulah yang ditunjukkan di dalam aturan Kitab Suci. Tiga kata tersebut, om tat sat, khusus menunjukkan Kebenaran Mutlak, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam mantra-mantra Veda kata om selalu ditemukan.
       Orang yang bertindak tanpa mengikuti peraturan Kitab Suci tidak akan mencapai Kebenaran Mutlak. Dia akan memperoleh hasil yang bersifat sementara, tetapi tidak akan mencapai tujuan hidup tertinggi. Kesimpulannya adalah bahwa pelaksanaan kedermawanan korban suci dan pertapaan harus dilakukan dalam sifat kebaikan. Bila kegiatan tersebut dilakukan dalam sifat nafsu atau kebodohan, tentu saja sifat kegiatan itu lebih rendah. Tiga kata om tat sat diucapkan berhubungan dengan nama suci Tuhan Yang Maha Esa, misalnya, om tad visnoh. Bilamana mantra Veda atau nama suci Tuhan Yang Maha Esa diucapkan, kata om juga diucapkan sebagai tambahan. Inilah yang disebutkan dalam kesusasteraan Veda. Tiga kata tersebut diambil dari mantra-mantra Veda. Om ity etad brahmano nedistham nama (rg Veda) menunjukkan tujuan pertama. Kemudian tat tvām asi (Chandogya Upanisad 6.8.7) menunjukkan tujuan kedua. Sad eva saumya (Chandogya Upanisad 6.2.1) menunjukkan tujuan ketiga. Tiga kata tersebut digabungkan menjadi om tat sat. Dahulu kala pada waktu Brahma, makhluk hidup pertama yang diciptakan, menghaturkan korban-korban suci, beliau menunjukkan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan tiga kata tersebut. Jadi, prinsip yang sama selalu diikuti oleh garis perguruan. Karena itu, mantra ini mempunyai makna yang besar. Karena itu Bhagavad-gita menganjurkan supaya pekerjaan apapun hendaknya dilakukan demi om tat sat, atau demi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Bila seseorang memberi sumbangan, bertapa dan melakukan korban suci dengan tiga kata tersebut, dia bertindak dalam kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna adalah pelaksanaan ilmiah kegiatan rohani yang memungkinkan seseorang pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bila seseorang bertindak secara rohani seperti itu, tidak ada tenaga yang hilang.




    17.24

     

    tasmād oḿ ity udāhṛtya
    yajña-dāna-tapaḥ-kriyāḥ
    pravartante vidhānoktāḥ
    satataḿ brahma-vādinām

    tasmāt—karena itu; oḿ—mulai dengan kata oḿ; iti—demikian; udāhṛtya—menunjukkan; yajñā—mengenai korban suci; dāna—kedermawanan; tapaḥ—dan pertapaan; kriyāḥ—berbagai pelaksanaan; pravartante—mulai; vidhāna-uktāḥ—menurut aturan Kitab Suci; satatam—selalu; brahma-vādinām—para rohaniwan.

    Terjemahan

    Karena itu, para rohaniwan yang melakukan korban suci, kedermawanan dan pertapaan menurut aturan Kitab Suci selalu mulai dengan `om' untuk mencapai pada Yang Mahakuasa.


    Penjelasan

    Om tad visnoh paramam padam (rg Veda 1.22.20). Kaki padma Visnu adalah tingkat bhakti tertinggi. Pelaksanaan segala sesuatu atas nama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menjamin kesempurnaan segala kegiatan.




    17.25

     

    tad ity anabhisandhāya
    phalaḿ yajña-tapaḥ-kriyāḥ
    dāna-kriyāś ca vividhāḥ
    kriyante mokṣa-kāńkṣibhiḥ

    tat—itu; iti—demikian; anabhisandhāya—tanpa menginginkan; phalam—buah atau hasil yang diharapkan; yajñā—dari korban suci; tapaḥ—dan per tapaan; kriyāḥ—kegiatan; dāna—dari kedermawanan; kriyāḥ—kegiatan; ca—juga; vividhāḥ—berbagai; kriyante—dilakukan; mokṣa-kāńkṣibhiḥ—oleh orang yang sungguh-sungguh menginginkan pembebasan.


    Terjemahan

    Tanpa menginginkan hasil atau pahala, hendaknya seseorang melakukan berbagai jenis korban suci, pertapaan dan kedermawanan dengan kata `tat.' Tujuan kegiatan rohani tersebut ialah untuk mencapai pembebasan dari ikatan material.


    Penjelasan

    Hendaknya orang janganlah bertindak demi keuntungan material apapun agar Diri-Nya dapat diangkat sampai kedudukan rohani. Perbuatan sebaiknya dilakukan demi keuntungan tertinggi, supaya dia dapat dipindahkan ke kerajaan rohani, yaitu pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.


    17.26-27

    sad-bhāve sādhu-bhāve ca
    sad ity etat prayujyate
    praśaste karmaṇi tathā
    sac-chabdaḥ pārtha yujyate


    yajñe tapasi dāne ca
    sthitiḥ sad iti cocyate
    karma caiva tad-arthīyaḿ
    sad ity evābhidhīyate

    sat-bhāve—dalam pengertian sifat Yang Mahakuasa; sādhu-bhāve—dalam pengertian sifat seorang penyembah; ca—juga; sat—kata sat; iti—demikian; etat—ini; prayujyate—digunakan; praśaste—dalam yang dapat dipercaya; karmaṇi—kegiatan; tathā—juga; sat-śabdaḥ—suara sat; pārtha—wahai putera Pṛthā; yujyate—digunakan; yajñe—dalam korban suci; tapasi—dalam pertapaan; dāne—dalam kedermawanan; ca—juga; sthitiḥ—keadaan; sat—Yang Mahakuasa; iti—demikian; ca—dan; ucyate—diucapkan; karma—pekerjaan; ca—juga; evā—pasti; tat—untuk itu; arthīyam—dimaksudkan; sat—Yang Mahakuasa; iti—demikian; evā—pasti; abhidhīyate—ditunjukkan.


    Terjemahan

    Kebenaran Mutlak adalah tujuan korban suci bhakti. Kebenaran Mutlak ditunjukkan dengan kata `sat.' Pelaksana korban suci seperti itu juga disebut `sat.' Segala pekerjaan korban suci, pertapaan dan kedermawanan yang dilaksanakan untuk memuaskan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan setia kepada sifat Mutlak juga disebut `sat,' wahai putera Pṛthā.


    Penjelasan


    Kata-kata prasaste karmaṇi, atau kewajiban yang ditetapkan," menunjukkan banyak kegiatan yang dianjurkan dalam kesusasteraan Veda merupakan proses-proses penyucian diri, mulai dari saat ayah dan ibu berkumpul untuk mendapatkan anak sampai akhir hidup. Proses tersebut diikuti supaya akhirnya makhluk hidup dapat mencapai pembebasan. Dalam segala kegiatan tersebut, dianjurkan supaya om tat sat diucapkan. Kata-kata sad-bhave dan sadhubhave menunjukkan keadaan rohani. Bertindak dalam kesadaran Krishna disebut sattva, dan orang yang sepenuhnya menyadari kegiatan kesadaran Krishna disebut seorang sadhu. Dalam Srimad-Bhagavatam (3.25.25) dikatakan bahwa mata pelajaran rohani menjadi jelas dalam pergaulan dengan para penyembah. Kata-kata yang digunakan dalam hal ini adalah satam prasańgāt. Seseorang tidak dapat mencapai pengetahuan rohani tanpa pergaulan yang baik. Pada saat menerima seseorang sebagai murid atau memberikan tali suci, kata-kata om tat sat diucapkan. Begitu pula, dalam segala jenis pelaksanaan yajñā, Yang Mahakuasa, om tat sat, adalah tujuan. Kata tad-arthiyam juga berarti mempersembahkan bhakti kepada sesuatu yang melambangkan Yang Mahakuasa, termasuk bhakti seperti memasak dan membantu di tempat sembahyang Tuhan, atau jenis pekerjaan lain untuk menyebarkan kebesaran Tuhan. Kata-kata om tat sat yang paling mulia tersebut digunakan dengan berbagai cara untuk menyempurnakan segala kegiatan dan melengkapi segala sesuatu.





    17.28

     

    aśraddhayā hutaḿ dattaḿ
    tapas taptaḿ kṛtaḿ ca yat
    asad ity ucyate pārtha
    na ca tat pretya no iha

    aśraddhayā—tanpa keyakinan; hutam—dipersembahkan dalam korban suci; dattam—diberikan; tapaḥ—pertapaan; taptam—dilaksanakan; kṛtam—dilakukan; ca—juga; yat—itu yang; asat—palsu; iti—demikian; ucyate—dikatakan sebagai; pārtha—wahai putera Pṛthā; na—tidak pernah; ca—juga; tat—itu; pretya—sesudah meninggal; na u—tidak juga; iha—dalam hidup ini.


    Terjemahan

    Apa pun yang dilakukan sebagai korban suci, kedermawanan maupun pertapaan tanpa keyakinan terhadap Yang Mahakuasa tidak bersifat kekal, wahai putera Pṛthā. Kegiatan itu disebut `asat' dan tidak berguna dalam hidup ini maupun dalam penjelmaan yang akan datang.

    Penjelasan

    Apa pun yang dilakukan tanpa tujuan rohani—baik korban suci, kedermawanan maupun pertapaan—tidak berguna. Karena itu, dalam ayat ini dinyatakan bahwa kegiatan seperti itu menjijikkan. Segala sesuatu harus dilakukan demi Yang Mahakuasa dalam kesadaran Krishna. Tanpa keyakinan seperti itu dan bimbingan yang benar, tidak pernah ada hasil. Dalam Kitab-kitab Veda, keyakinan terhadap Yang Mahakuasa dianjurkan. Tujuan utama dalam mengikuti segala ajaran Veda, ialah mengerti tentang Krishna. Tidak seorang pun dapat mencapai sukses tanpa mengikuti prinsip tersebut. Karena itu, jalan terbaik ialah bekerja dalam kesadaran Krishna sejak awal di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Itulah cara menyukseskan segala sesuatu.
       Dalam keadaan terikat, orang tertarik untuk sembahyang kepada dewa-dewa, hantu, atau para Yaksa seperti Kuvera. Sifat kebaikan lebih baik dari pada sifat-sifat nafsu dan kebodohan, tetapi orang yang mulai mengikuti kesadaran Krishna secara langsung melampaui tiga sifat alam material. Meskipun ada proses kemajuan tahap demi tahap, namun kalau seseorang mulai mengikuti kesadaran Krishna secara langsung melalui pergaulan dengan para penyembah yang murni, itulah cara yang terbaik. Itulah yang dianjurkan dalam bab ini. Untuk mencapai sukses dengan cara seperti itu, terlebih dahulu seseorang harus menemukan seorang guru kerohanian yang benar dan dilatih di bawah bimbingan beliau. Kemudian ia dapat mencapai keyakinan terhadap Yang Mahakuasa. Apa bila keyakinan tersebut matang, sesudah beberapa waktu, itu disebut cinta-bhakti kepada Tuhan. Cinta-bhakti tersebut adalah tujuan utama bagi para makhluk hidup. Karena itu, sebaiknya orang mulai mengikuti kesadaran Krishna secara langsung. Itulah amanat Bab Tujuh belas ini.

    Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Tujuh belas Srimad Bhagavad-gita perihal Golongan-golongan Keyakinan."



    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Visit Related Posts Below:


















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    Kesempurnaan Pelepasan Ikatan

    18.1

    Arjuna uvāca
    sannyāsasya mahā-bāho
    tattvām icchāmi veditum
    tyāgasya ca hṛṣīkeśa
    pṛthak keśī-niṣūdana


    Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; sannyāsasya—mengenai pelepasan ikatan; mahā-bāho—o Yang berlengan perkasa; tattvām—kebenaran; icchāmi—hamba ingin; veditum—mengerti; tyāgasya—tentang pelepasan ikatan; ca—juga; hṛṣīkeśa—wahai Penguasa indera; pṛthak—secara berbeda; keśī-niṣūdana—wahai Pembunuh raksasa bernama Keśī.



    Terjemahan

    Arjuna berkata: O Yang berlengan perkasa, hamba ingin mengerti tujuan pelepasan ikatan [tyāga] dan tingkatan hidup pelepasan ikatan [sannyāsa], wahai Pembunuh raksasa Kesi, Penguasa indera.


    Penjelasan

    Sebenarnya Bhagavad-gita selesai dalam tujuh belas bab. Bab Delapan belas adalah ringkasan tambahan mengenai hal-hal yang sudah dibicarakan dalam bab-bab sebelumnya. Dalam setiap bab Bhagavad-gita, Sri Krishna menegaskan bahwa bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan hidup tertinggi. Kenyataan yang sama diringkas dalam Bab Delapan belas sebagai jalan pengetahuan yang paling rahasia. Dalam enam bab pertama, bhakti ditegaskan: yoginām api sarveṣām. . . Di antara semua yogi atau rohaniwan, orang yang selalu berpikir tentang-Ku di dalam hatinya yang paling baik."
       Dalam enam bab berikutnya, bhakti yang murni serta sifat dan kegiatan bhakti dibicarakan. Dalam enam bab terakhir, pengetahuan, pelepasan ikatan, kegiatan alam material dan alam rohani, serta bhakti diuraikan. Disimpulkan bahwa segala perbuatan hendaknya dilakukan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang dilambangkan dengan kata-kata om tat sat, yang menunjukkan Visnu, Kepribadian Yang Paling Utama. Bagian ketiga Bhagavad-gita memperlihatkan bahwa pengabdian suci bhakti adalah satu-satunya tujuan hidup tertinggi. Ini dibuktikan dengan mengutip ācārya-ācārya dari dahulu dan Brahmasutra atau Vedanta-sutra. Beberapa orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan menganggap Diri-Nya mempunyai monopoli di bidang pengetahuan Vedanta-sutra. Tetapi sebenarnya Vedanta-sutra dimaksudkan untuk mengerti bhakti, sebab Tuhan Sendiri adalah penyusun Vedanta-sutra dan Beliaulah yang mengetahui isinya. Hal ini diuraikan dalam Bab Lima belas. Dalam setiap Kitab Suci, setiap Veda, bhaktilah tujuannya. Itu dijelaskan dalam Bhagavad-gita.
       Seperti halnya dalam Bab Dua ringkasan dari seluruh mata pelajaran yang telah diuraikan, dan sekali lagi dalam Bab Delapan belas ringkasan segala mata pelajaran diberikan. Tujuan hidup ditunjukkan sebagai pelepasan ikatan dan tercapainya kedudukan rohani di atas tiga sifat alam material. Arjuna ingin penjelasan tentang dua atas mata pelajaran yang berbeda dalam Bhagavad-gita; yaitu pelepasan ikatan (tyāga) dan tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan (sannyāsa). Jadi, Arjuna menanyakan arti dua kata tersebut.
       Dua kata yang digunakan dalam ayat ini sebagai sapaan kepada Tuhan Yang Maha Esa—yaitu hṛṣīkeśa dan Keśīnisudana—bermakna. hṛṣīkeśa adalah Krishna, Penguasa semua indera, yang selalu dapat membantu kita untuk mencapai ketenangan pikiran, Arjuna meminta supaya Krishna meringkas segala sesuatu dengan cara supaya Arjuna selalu tetap seimbang di dalam hatinya. Namun Arjuna masih agak ragu-ragu, dan keragu-raguan selalu diumpamakan sebagai raksasa. Karena itu, Arjuna menyapa kepada Krishna dengan nama Keśīnisudana. Keśī adalah raksasa yang sangat kuat yang dibunuh oleh Krishna. Sekarang Arjuna mengharapkan Krishna akan membunuh raksasa keragu-raguan.





    18.2

     

    śrī-bhagavān uvāca
    kāmyānāḿ karmaṇāḿ nyāsaḿ
    sannyāsaḿ kavayo viduḥ
    sarva-karma-phala-tyāgaḿ
    prāhus tyāgaḿ vicakṣaṇāḥ


    Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; kāmyānām—keinginan; karmaṇām—terhadap kegiatan; nyāsam—pelepasan ikatan; sannyāsam—tingkatan hidup untuk pelepasan ikatan; kavayaḥ—orang bijaksana; viduḥ—mengetahui; sarva—dari semua; karma—kegiatan; phala—terhadap hasil-hasil; tyāgam—pelepasan ikatan; prāhuḥ—menyebutkan; tyāgam—pelepasan ikatan; vicakṣaṇāḥ—orang berpengalaman.


    Terjemahan


    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Meninggalkan kegiatan berdasarkan keinginan material disebut tingkatan hidup untuk pelepasan ikatan [sannyāsī] oleh orang bijaksana yang mulia. Menyerahkan hasil segala kegiatan disebut pelepasan ikatan [tyāga] oleh orang bijaksana.

    Penjelasan

    Pelaksanaan kegiatan yang dimaksudkan untuk memperoleh hasil atau pahala harus ditinggalkan. Inilah pelajaran Bhagavad-gita. Tetapi kegiatan menuju pengetahuan rohani yang maju tidak boleh ditinggalkan. Ini akan dijelaskan dalam ayat-ayat berikut. Dalam kesusasteraan Veda banyak cara melaksanakan korban suci dengan tujuan tertentu dianjurkan. Ada korban-korban suci tertentu yang dilakukan untuk mendapatkan putera yang baik atau naik tingkat sampai planet-planet yang lebih tinggi, tetapi korban-korban yang didorong oleh keinginan hendaknya dihentikan. Akan tetapi, korban suci untuk menyucikan hati atau maju di bidang ilmu pengetahuan rohani hendaknya jangan ditinggalkan.




    18.3

     

    tyājyaḿ doṣa-vad ity eke
    karma prāhur manīṣiṇaḥ
    yajña-dāna-tapaḥ-karma
    na tyājyam iti cāpare


    tyājyam—harus ditinggalkan; doṣa-vat—sebagai hal yang jahat; iti—demikian; eke—satu golongan; karma—pekerjaan; prāhuḥ—mereka berkata; manīṣiṇaḥ—para ahli pikir; yajñā—korban suci; dana—kedermawanan; tapaḥ—dan pertapaan; karma—pekerjaan; na—tidak pernah; tyājyamharus ditinggalkan; iti—demikian; ca—dan; apare—orang lain.


    Terjemahan

    Beberapa orang bijaksana menyatakan bahwa segala jenis kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala hendaknya ditinggalkan sebagai kegiatan yang salah, namun resi-resi lain yakin bahwa perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan hendaknya tidak pernah ditinggalkan.


    Penjelasan

    Ada banyak kegiatan dalam kesusasteraan Veda yang menimbulkan perselisihan pendapat. Misalnya, dikatakan bahwa seekor binatang dapat dibunuh dalam korban suci, namun beberapa orang berpendapat bahwa membunuh binatang sama sekali menjijikkan. Walaupun membunuh binatang dalam korban suci dianjurkan dalam kesusasteraan Veda, binatang itu tidak dianggap terbunuh. Korban suci itu adalah untuk memberi kehidupan baru kepada binatang itu. Kadang-kadang binatang itu diberi kehidupan baru sebagai binatang sesudah dibunuh dalam korban suci, dan kadang-kadang binatang langsung diangkat sampai bentuk kehidupan manusia. Tetapi ada berbagai pendapat di kalangan para resi. Beberapa mengatakan bahwa membunuh binatang harus selalu dihindari, sedangkan yang lain mengatakan bahwa membunuh binatang baik untuk korban suci yang khusus. Semua pendapat yang berbeda mengenai kegiatan korban suci sedang dijelaskan oleh Tuhan Sendiri.



    18.4

     

    niścayaḿ śṛṇu me tatra
    tyāge Bhārata -sattama
    tyāgo hi puruṣa-vyāghra
    tri-vidhaḥ samprakīrtitaḥ

    niścayam—kepastian; śṛṇu—dengarlah; me—dari-Ku; tatra—dalam itu; tyāge—dalam hal pelepasan ikatan; bhārata-sat-tama—wahai yang paling baik di antara para Bhārata ; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; hi—dengan pasti; puruṣa-vyāghra—wahai manusia yang sekuat harimau; tri-vidhaḥ—terdiri dari tiga jenis; samprakīrtitaḥ—dinyatakan.


    Terjemahan

    Wahai yang paling baik di antara para Bhārata, sekarang dengarlah keputusan-Ku tentang pelepasan ikatan. Wahai manusia yang sekuat harimau, dalam Kitab Suci dinyatakan bahwa ada tiga jenis pelepasan ikatan.


    Penjelasan

    Walaupun ada perselisihan pendapat mengenai cara pelepasan ikatan, di sini Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna memberi keputusan-Nya, yang hendaknya selalu diterima sebagai keputusan terakhir. Bagaimanapun, Veda adalah berbagai hukum yang diberikan oleh Tuhan. Disini Tuhan Sendiri hadir, dan sabda Beliau hendaknya diakui sebagai keputusan terakhir. Tuhan menyatakan bahwa proses pelepasan ikatan harus dipertimbangkan menurut tiga sifat alam material yang mempengaruhi pelaksanaan pelepasan ikatan tersebut.




    18.5

     

    yajña-dāna-tapaḥ-karma
    na tyājyaḿ kāryam eva tat
    yajño dānaḿ tapaś caiva
    pāvanāni manīṣiṇām

    yajñā—korban suci; dana—kedermawanan; tapaḥ—dan pertapaan; karma—kegiatan; na—tidak pernah; tyājyam—harus ditinggalkan; kāryam—harus dilakukan; evā—pasti; tat—itu; yajñaḥ—korban suci; dānam—kedermawanan; tapaḥ—pertapaan; ca—juga; evā—pasti; pāvanāni—menyucikan; manīṣiṇām—bagi roh-roh yang mulia sekalipun.


    Terjemahan

    Perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan tidak boleh ditinggalkan; kegiatan itu harus dilakukan. Roh-roh yang mulia sekali pun disucikan oleh korban suci, kedermawanan dan pertapaan.


    Penjelasan

    Para yogi hendaknya melakukan perbuatan demi kemajuan masyarakat manusia. Ada banyak proses penyucian supaya manusia maju sampai kehidupan rohani. Misalnya, upacara pernikahan dianggap salah satu di antara korban-korban suci tersebut. Pernikahan disebut vivahayajñā. Apakah seorang sannyāsī, yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan dan sudah meninggalkan hubungan dengan keluarganya boleh menganjurkan supaya upacara pernikahan diadakan? Di sini Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa korban suci manapun yang dimaksudkan untuk kesejahteraan manusia sebaiknya tidak pernah ditinggalkan. Vivaha yajñā, upacara pernikahan, dimaksudkan untuk mengatur pikiran manusia supaya pikiran dapat menjadi damai demi kemajuan rohani. Orang pada tingkatan hidup pelepasan ikatan sekalipun hendaknya menganjurkan vivaha yajñā tersebut untuk kebanyakan orang. sannyāsī hendaknya tidak pernah bergaul dengan wanita, tetapi itu tidak berarti bahwa orang yang berada pada tingkatan hidup yang lebih rendah yakni seorang pemuda, tidak boleh menerima seorang isteri dalam upacara pernikahan. Segala korban suci dimaksudkan untuk mencapai kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, pada tingkat-tingkat yang lebih rendah, korban suci hendaknya tidak pernah ditinggalkan. Begitu pula, kedermawanan dimaksudkan untuk menyucikan hati. Kalau sumbangan diberikan kepada orang yang tepat, sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka kedermawanan membawa seseorang sampai tingkat maju dalam kehidupan rohani.




    18.6

     

    etāny api tu karmaṇi
    sańgaḿ tyaktvā phalāni ca
    kartavyānīti me pārtha
    niścitaḿ matam uttamam


    etāni—dari semua ini; api—pasti; tu—tetapi; karmaṇi—kegiatan; sańgam—pergaulan; tyaktvā—melepaskan ikatan; phalāni—hasil; ca—juga; kartavyāni—harus dilakukan sebagai kewajiban; iti—demikian; me—milik-Ku; pārtha—wahai putera Pṛthā; niścitam—pasti; matam—pendapat; uttamam—terbaik.


    Terjemahan

    Segala kegiatan tersebut harus dilakukan tanpa ikatan maupun harapan untuk mendapat hasil. Kegiatan tersebut harus dilakukan sebagai kewajiban, wahai putera Pṛthā. Itulah pendapat-Ku yang terakhir.


    Penjelasan

    Walaupun segala korban suci menyucikan, hendaknya seseorang jangan mengharapkan hasil apapun dengan pelaksanaan korban suci itu. Dengan kata lain, segala korban suci yang bertujuan mencapai kemajuan material dalam kehidupan hendaknya ditinggalkan, tetapi korban-korban suci yang menyucikan kehidupan seseorang dan mengangkat Diri-Nya sampai tingkat rohani hendaknya jangan dihentikan. Segala sesuatu yang membawa seseorang pada kesadaran Krishna harus dikembangkan. Dalam Srimad-Bhagavatam juga dinyatakan bahwa kegiatan apapun yang membawa seseorang sampai bhakti kepada Tuhan hendaknya diterima. Itulah patokan tertinggi kegiatan keagamaan. Seorang penyembah Tuhan hendaknya menerima segala jenis pekerjaan korban suci maupun kedermawanan yang akan menolong Diri-Nya dalam pelaksanaan bhakti kepada Tuhan.




    18.7

     

    niyatasya tu sannyāsaḥ
    karmaṇo nopapadyate
    mohāt tasya parityāgas
    tāmasaḥ parikīrtitaḥ

    niyatasya—dianjurkan; tu—tetapi; sannyāsaḥ—pelepasan ikatan; karmaṇaḥ—dari kegiatan; na—tidak pernah; upapadyate—patut; mohāt—oleh khayalan; tasya—terhadap kegiatan itu; parityāgaḥ—pelepasan ikatan; tamasāḥ—dalam sifat kebodohan; parikīrtitaḥ—dinyatakan.


    Terjemahan

    Tugas kewajiban hendaknya tidak pernah ditinggalkan. Kalau seseorang meninggalkan tugas kewajiban yang telah ditetapkan karena khayalan, dikatakan bahwa pelepasan ikatan seperti itu bersifat kebodohan.

    Penjelasan

    Pekerjaan demi kepuasan material harus ditinggalkan, tetapi Krishna menganjurkan kegiatan yang mengangkat diri seseorang sampai kegiatan rohani, misalnya masak untuk Tuhan Yang Maha Esa dan mempersembahkan makanan kepada Tuhan, kemudian menerima makanan itu. Dikatakan bahwa orang pada tingkat hidup untuk pelepasan ikatan sebaiknya tidak masak untuk Diri-Nya sendiri. Masak untuk diri sendiri dilarang, tetapi masak untuk Tuhan Yang Maha Esa tidak dilarang. Begitu pula, seorang sannyāsī boleh menyetujui pernikahan antara murid-muridnya untuk membantu mereka dalam kemajuan kesadaran Krishna. Kalau seseorang meninggalkan kegiatan seperti itu, harus dimengerti bahwa dia bertindak dalam sifat kegelapan.




    18.8

     

    duḥkham ity eva yat karma
    kāya-kleśa-bhayāt tyajet
    sa kṛtvā rājasaḿ tyāgaḿ
    naiva tyāga-phalaḿ labhet


    duḥkham—tidak bahagia; iti—demikian; evā—pasti; yat—yang; karma—pekerjaan; kāya—untuk badan; kleśa—kesulitan; bhayāt—karena takut; tyajet—meninggalkan; saḥ—dia; kṛtvā—sesudah melakukan; rājasam—dalam sifat nafsu; tyāgam—pelepasan ikatan; na—tidak; evā—pasti; tyāga—dari pelepasan ikatan; phalam—hasil; labhet—memperoleh.


    Terjemahan

    Siapapun yang meninggalkan tugas kewajiban yang sudah ditetapkan karena terasa sulit atau karena takut pada hal-hal yang tidak menyenangkan badan dikatakan telah melepaskan ikatan dalam sifat nafsu. Perbuatan seperti itu tidak membawa seseorang sampai kemajuan pelepasan ikatan.


    Penjelasan

    Orang yang sadar akan Krishna hendaknya jangan meninggalkan usaha mencari uang karena takut bahwa dia melakukan kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil. Kalau seseorang dapat menggunakan uangnya dalam kesadaran Krishna dengan cara bekerja, atau kalau seseorang dapat menemukan kesadaran Krishnanya yang bersifat rohani dengan cara bangun pagi-pagi, maka hendaknya ia jangan menghentikan kegiatan itu karena takut atau karena kegiatan itu dianggap menyulitkan. Pelepasan ikatan seperti itu bersifat nafsu. Hasil pekerjaan yang bersifat nafsu selalu sengsara. Kalau seseorang melepaskan ikatan terhadap pekerjaan dengan perasaan seperti itu, ia tidak pernah memperoleh hasil pelepasan ikatan.






    18.9

     

    kāryam ity eva yat karma
    niyataḿ kriyate 'rjuna
    sańgaḿ tyaktvā phalaḿ caiva
    sa tyāgaḥ sāttviko mataḥ

    kāryam—harus dilakukan; iti—demikian; evā—memang; yat—yang; karma—pekerjaan; niyatam—ditetapkan; kriyate—yang dilakukan; Arjuna—wahai Arjuna; sańgam—pergaulan; tyaktvā—meninggalkan; phalam—hasil; ca—juga; evā—pasti; saḥ—itu; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; sāttvikaḥ—dalam sifat kebaikan; mataḥ—menurut pendapat-Ku.


    Terjemahan

    Wahai Arjuna, bila seseorang melakukan tugas kewajibannya yang telah ditetapkan hanya karena kewajiban itu patut dilakukan, dan melepaskan ikatan terhadap segala pergaulan duniawi dan segala ikatan terhadap hasil, maka pelepasan ikatannya bersifat kebaikan.


    Penjelasan

    Tugas kewajiban yang sudah ditetapkan harus dilakukan dengan sikap seperti ini. Seseorang harus bertindak tanpa ikatan terhadap hasil; sebaiknya ia bebas dari pergaulan dengan sifat-sifat pekerjaan. Kalau orang yang sadar akan Krishna bekerja di pabrik, dia tidak bergaul dengan pekerjaan itu, maupun para buruh di dalam pabrik. Ia hanya bekerja demi Krishna. Dan bila ia menyerahkan hasil untuk Krishna, ia bertindak secara rohani.





    18.10

     

    na dveṣṭy akuśalaḿ karma
    kuśale nānuṣajjate
    tyāgī sattva-samāviṣṭo
    medhāvī chinna-saḿśayaḥ


    na—tidak pernah; dveṣṭi—benci; akuśalam—tidak menguntungkan; karma—pekerjaan; kuśale—yang dalam menguntungkan; na—tidak juga; anuṣajjate—menjadi terikat; tyāgī—orang yang melepaskan ikatan; sattva—dalam kebaikan; samāviṣṭaḥ—khusuk; medhāvī—yang cerdas; chinna—setelah memutuskan; saḿśayaḥ—segala keragu-raguan.


    Terjemahan

    Orang cerdas yang melepaskan ikatan dan mantap dalam sifat kebaikan, yang tidak membenci pekerjaan yang tidak menguntungkan maupun terikat pada pekerjaan yang menguntungkan, tidak ragu-ragu sama sekali tentang pekerjaan.


    Penjelasan

    Orang yang sadar akan Krishna atau orang dalam sifat kebaikan tidak membenci siapapun dan tidak membenci hal-hal yang menyulitkan badannya. Dia melakukan pekerjaan di tempat yang benar dan pada waktu yang benar tanpa takut pada efek yang menyulitkan dari tugas kewajibannya. Orang seperti itu yang mantap dalam kerohanian harus dimengerti sebagai orang yang paling cerdas yang sudah melampaui segala keragu-raguan dalam kegiatannya.


    18.11

     

    na hi deha-bhṛtā śakyaḿ
    tyaktuḿ karmaṇy aśeṣataḥ
    yas tu karma-phala-tyāgī
    sa tyāgīty abhidhīyate

    na—tidak pernah; hi—pasti; deha-bhṛtā—oleh dia yang berada di dalam badan; śakyam—dimungkinkan; tyaktum—untuk melepaskan ikatan terhadap; karmaṇi—kegiatan; aśeṣataḥ—secara keseluruhan; yaḥ—siapapun yang; tu—tetapi; karma—terhadap pekerjaan; phala—terhadap hasil; tyāgī—orang yang melepaskan ikatan; saḥ—dia; tyāgī—orang yang melepaskan ikatan; iti—demikian; abhidhīyate—dikatakan.


    Terjemahan

    Memang tidak mungkin makhluk di dalam badan meninggalkan segala kegiatan. Tetapi orang yang melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan disebut orang yang serius melepaskan ikatan.


    Penjelasan

    Dalam Bhagavad-gita dikatakan bahwa seseorang tidak pernah dapat meninggalkan pekerjaan pada suatu waktu. Karena itu, orang yang bekerja demi Krishna dan tidak menikmati hasil pekerjaannya, yang mempersembahkan segala sesuatu kepada Krishna, sungguh-sungguh melepaskan ikatan. Ada banyak anggota perkumpulan kesadaran Krishna yang bekerja dengan keras sekali di kantornya atau di pabrik atau di tempat lain, dan apapun yang diperolehnya disumbangkan kepada perkumpulan. Orang yang sudah maju sekali seperti itu sebenarnya sannyāsī dan mantap pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan. Sudah digariskan dengan jelas di sini bagaimana cara melepaskan ikatan terhadap hasil pekerjaan dan mengapa ikatan terhadap hasil harus ditinggalkan.




    18.12

     

    aniṣṭam iṣṭaḿ miśraḿ ca
    tri-vidhaḿ karmaṇaḥ phalam
    bhavaty atyāgināḿ pretya
    na tu sannyāsināḿ kvacit

    aniṣṭam—menuju neraka; iṣṭam—menuju surga; miśram—campur; ca—dan; tri-vidham—tiga jenis; karmaṇaḥ—dari pekerjaan; phalam—hasil; bhavati—menjadi; atyāginām—bagi orang yang belum melepaskan ikatan; pretya—sesudah meninggal; na—tidak; tu—tetapi; sannyāsinām—untuk golongan hidup yang melepaskan ikatan; kvacit—pada suatu waktu.


    Terjemahan

    Tiga hasil perbuatan—yang diinginkan, yang tidak diinginkan dan campuran—diberikan kepada orang yang belum melepaskan ikatan sesudah ia meninggal. Tetapi tidak ada hasil seperti itu yang harus diderita atau dinikmati oleh orang yang berada pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan.

    Penjelasan

     Orang yang sadar akan Krishna dan bertindak dengan pengetahuan mengenai hubungannya dengan Krishna selalu mencapai pembebasan. Karena itu, ia tidak harus menikmati atau menderita hasil perbuatannya sesudah ia meninggal.




    18.13

     

    pañcaitāni mahā-bāho
    kāraṇāni nibodha me
    sāńkhye kṛtānte proktāni
    siddhaye sarva-karmaṇām

    pañca—lima; etāni—hal ini; mahā-bāho—wahai yang berlengan perkasa; kāraṇāni—menyebabkan; nibodha—mengertilah; me—dari-Ku; sańkhye—dalam Vedanta; kṛta ante—dalam kesimpulan; proktāni—dikatakan; siddhaye—demi kesempurnaan; sarva—semua; karmaṇām—kegiatan.


    Terjemahan

    Wahai Arjuna yang berlengan perkasa, menurut Vedanta, ada lima sebab untuk tercapainya segala perbuatan. Sekarang pelajarilah hal-hal ini dari-Ku.


    Penjelasan

    Kegiatan manapun yang dilakukan haruslah ada reaksinya. Karena itu, boleh ditanyakan bagaimana mungkin orang yang sadar akan Krishna tidak menderita atau menikmati reaksi pekerjaan? Krishna mengutip filsafat Vedanta untuk memperlihatkan bagaimana ini dimungkinkan. Krishna mengatakan bahwa ada lima sebab segala kegiatan, dan demi sukses dalam segala kegiatan, seseorang harus mempertimbangkan lima sebab tersebut. Sāńkhya berarti tangkai segala pengetahuan, dan Vedanta adalah tangkai terakhir pengetahuan yang diakui oleh semua ācārya yang terkemuka. Sankara mengakui Vedanta-sutra seperti itu. Karena itu, sebaiknya orang mencari nasehat dari sumber yang dapat di percaya seperti itu.
       Pengendali tertinggi adalah Roh Yang Utama. Sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita, sarvasya caham hṛdi sannivistah. Roh yang utama menjadikan semua orang sibuk dalam kegiatan tertentu dengan memberi peringatan kepadanya mengenai perbuatannya dari dahulu. Perbuatan yang sadar akan Krishna yang dilakukan di bawah perintah Beliau dari dalam tidak menghasilkan reaksi apapun, baik dalam hidup ini maupun dalam kehidupan sesudah meninggal.






    18.14

     

    adhiṣṭhānaḿ tathā kartā
    karaṇaḿ ca pṛthag-vidham
    vividhāś ca pṛthak ceṣṭā
    daivaḿ caivātra pañcamam

    adhiṣṭhānam—tempat; tathā—juga; kartā—orang yang bekerja; kāraṇam—alat-alat; ca—dan; pṛthak-vidham—berbagai jenis; vividhāḥ—aneka; ca—dan; pṛthak—terpisah; ceṣṭāḥ—usaha-usaha; daivam—Yang Mahakuasa; ca—juga; evā—pasti; atra—di sini; pañcamam—kelima.


    Terjemahan

    Tempat perbuatan [badan], pelaku, berbagai indera, aneka jenis usaha, dan akhirnya Roh Yang Utama—inilah lima unsur perbuatan.


    Penjelasan

    Kata adhiṣṭhānam menunjukkan badan. Sang roh di dalam badan bertindak untuk membawa hasil kegiatan, dan karena itu ia dikenal sebagai karta pelaku." Dalam sruti dinyatakan bahwa yang mengetahui dan melakukan ialah sang roh. Esa hi draṣṭā srasta (Prasna Upanisad 4.9). Juga dibenarkan dalam Vedanta-sutra dengan ayat-ayat yang berbunyi jno 'ta eva 2.3.18) dan karta śastrarthavattvat (2.3.33). Alat-alat perbuatan adalah indera, dan melalui inderalah sang roh bertindak dengan berbagai cara. Untuk tiap-tiap perbuatan ada usaha yang berbeda. Tetapi segala kegiatan orang tergantung pada kehendak Roh Yang Utama, yang bersemayam di dalam hati sebagai kawan. Tuhan Yang Maha Esa adalah sebab utama. Dalam keadaan seperti ini, orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna di bawah perintah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hati sewajarnya tidak diikat oleh kegiatan manapun. Orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya pada hakekatnya tidak memprakarsai perbuatannya sendiri. Segala sesuatu bergantung kepada kehendak Yang Mahakuasa, Roh Yang Utama, Kepribadian Yang Mahakuasa.




    18.15

     

    śarīra-vāń-manobhir yat
    karma manobhiḥ  naraḥ
    nyāyyaḿ vā viparītaḿ vā
    pañcaite tasya hetavaḥ

     śarīra—oleh badan; vāk—pembicaraan; manobhiḥ—dan pikiran; yat—yang; karma—pekerjaan; manobhiḥ—memulai; naraḥ—seseorang; nyāyyam—benar; vā—atau; viparītam—lawannya; vā—atau; pañca—lima; ete—semua ini; tasya—miliknya; hetavaḥ—sebab.


    Terjemahan

    Perbuatan benar maupun salah manapun yang dilakukan seseorang dengan badan, pikiran maupun kata-kata disebabkan oleh lima unsur tersebut.


    Penjelasan

    Kata-kata benar" dan salah" juga bermakna dalam ayat ini. Pekerjaan yang benar adalah pekerjaan yang dilakukan sesuai petunjuk-petunjuk yang ditetapkan dalam Kitab Suci, dan pekerjaan yang salah adalah pekerjaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip aturan Kitab Suci. Tetapi apapun yang dilakukan memerlukan lima unsur tersebut untuk pelaksanaannya yang lengkap.



    18.16

     

    tatraivaḿ sati kartāram
    ātmānaḿ kevalaḿ tu yaḥ
    paśyaty akṛta-buddhitvān
    na sa paśyati durmatiḥ

    tatra—di sana; evam—dengan demikian; sati—menjadi; kartāram—orang yang bekerja; ātmanām—Diri-Nya; kevalam—hanya; tu—tetapi; yaḥ—siapapun yang; paśyāti—melihat; akṛta buddhitvat—karena kurang cerdas; na—tidak pernah; saḥ—dia; paśyāti—melihat; durmatiḥ—bodoh.


    Terjemahan

    Karena itu, orang yang menganggap Diri-Nya satu-satunya pelaku, tanpa mempertimbangkan lima unsur tersebut, tentu tidak begitu cerdas dan tidak dapat melihat hal-hal dengan sebenarnya.


    Penjelasan

    Orang bodoh tidak dapat mengerti bahwa Roh Yang Utama bersemayam di dalam hatinya sebagai kawan dan mengatur perbuatannya. Walaupun tempat, pekerjaan, usaha dan indera-indera adalah sebab-sebab material, sebab utama ialah Yang Mahakuasa, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, seharusnya seseorang tidak hanya melihat empat sebab material tetapi juga melihat Yang Mahakuasa sebagai sebab pelaksana utama. Orang yang tidak melihat Yang Mahakuasa menganggap Diri-Nya sebagai satu-satunya pelaku.




    18.17

     

    yasya nāhańkṛto bhāvo
    buddhir yasya na lipyate
    hatvāpi sa imān lokān
    na hanti na nibadhyate

    yasya—orang yang; na—tidak pernah; ahańkṛtaḥ—keakuan palsu; bhāvaḥ—sifat; buddhiḥ—kecerdasan; yasya—orang yang; na—tidak pernah; lipyate—terikat; hatvā—membunuh; api—walaupun; saḥ—dia; imān—ini; lokān—dunia; na—tidak pernah; hanti—membunuh; na—tidak pernah; nibadhyate—menjadi terikat.


    Terjemahan

    Orang yang tidak digerakkan oleh keakuan palsu dan kecerdasannya tidak terikat, tidak membunuh, meskipun ia membunuh orang didunia ini. Ia juga tidak diikat oleh perbuatannya.


    Penjelasan

    Dalam ayat ini Krishna memberitahukan kepada Arjuna bahwa keinginan untuk tidak bertempur berasal dari keakuan palsu. Arjuna menganggap Diri-Nya pelaku perbuatan, tetapi dia tidak mempertimbangkan izin dari Yang Mahakuasa baik di dalam maupun di luar. Kalau seseorang tidak mengetahui bahwa ada izin utama, mengapa ia harus bertindak? Tetapi orang yang mengetahui alat-alat pekerjaan, Diri-Nya sebagai pelaku, dan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Kepribadian Utama yang mengizinkan adalah sempurna dalam melakukan segala sesuatu. Orang seperti itu tidak pernah di dalam khayalan. Kegiatan dan tanggung jawab pribadi berasal dari keakuan palsu dan kekurangan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atau kekurangan kesadaran Krishna. Siapapun yang bertindak dalam kesadaran Krishna dibawah perintah Yang Mahakuasa atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak membunuh meskipun ia membunuh. Dia juga tidak pernah dipengaruhi oleh reaksi pembunuhan itu. Bila seorang prajurit membunuh di bawah perintah seorang perwira, ia tidak dapat dihukum. Tetapi kalau seorang prajurit membunuh atas kehendak pribadi, maka dia pasti akan dihukum oleh pengadilan.




    18.18

     

    jñānaḿ jñeyaḿ parijñātā
    tri-vidhā karma-codanā
    karaṇaḿ karma karteti
    tri-vidhaḥ karma-sańgrahaḥ


    jñānam—pengetahuan; jñeyam—obyek pengetahuan; parijñātā—dia yang mengetahui; tri-vidhā—terdiri dari tiga jenis; karma—dari pekerjaan; codanā—dorongan; kāraṇam—indera; karma—pekerjaan; kartā—pelaku-pelaku; iti—demikian; tri-vidhaḥ—tiga jenis; karma—dari pekerjaan; sańgrahaḥ—pengumpulan.


    Terjemahan

    Pengetahuan, obyek pengetahuan, dan dia yang mengetahui adalah tiga unsur yang menggerakkan perbuatan; indera; pekerjaan dan pelaku adalah tiga bahan perbuatan.


    Penjelasan

    Ada tiga jenis dorongan untuk pekerjaan sehari-hari : Pengetahuan, obyek pengetahuan dan yang mengetahui. Alat-alat pekerjaan, pekerjaan itu sendiri dan orang yang bekerja disebut bahan-bahan pekerjaan. Segala pekerjaan yang dilakukan oleh manusia terdiri dari unsur-unsur tersebut. Sebelum seseorang bertindak, ada suatu dorongan, yang disebut inspirasi. Segala penyelesaian yang dicapai sebelum pekerjaan dilaksanakan adalah jenis pekerjaan yang halus. Kemudian pekerjaan berwujud sebagai perbuatan. Pertama seseorang harus menjalankan proses-proses kejiwaan, yaitu berpikir, merasakan dan menginginkan, dan itu disebut dorongan. Inspirasi untuk bekerja adalah sama, baik inspirasi itu berasal dari Kitab Suci maupun pelajaran dari guru kerohanian. Apabila ada inspirasi dan ada pekerja, maka kegiatan nyata terjadi dengan bantuan indera-indera, termasuk pikiran, yang merupakan pusat semua indera. Jumlah semua bahan suatu kegiatan disebut pengumpulan pekerjaan.




    18.19

     

    jñānaḿ karma ca kartā ca
    tridhaiva guṇa-bhedataḥ
    procyate guṇa-sańkhyāne
    yathāvac chṛṇu tāny api

    jñānam—pengetahuan; karma—pekerjaan; ca—juga; kartā—pekerja; ca—juga; tridhā—dari tiga jenis; evā—pasti; guṇa-bhedataḥ—menurut berbagai sifat alam material; procyate—dikatakan; guṇa-sańkhyāne—menurut berbagai sifat; yathā-vat—sebagaimana; śṛṇu—dengarlah; tāni—semuanya; api—juga.


    Terjemahan

    Menurut tiga sifat alam material yang berbeda, ada tiga jenis pengetahuan, perbuatan dan pelaku perbuatan. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang hal-hal itu.


    Penjelasan

    Dalam Bab Empat belas, tiga bagian sifat-sifat alam material diuraikan secara panjang lebar. Dalam bab itu dinyatakan bahwa sifat kebaikan menerangkan, sifat nafsu bersifat duniawi, sedangkan sifat kebodohan membawa orang pada sifat malas dan tidak mau melakukan apa-apa. Semua sifat alam material mengikat dan tidak merupakan sumber pembebasan. Dalam sifat kebaikan sekalipun seseorang terikat. Dalam Bab Tujuh belas, berbagai jenis sembahyang yang dilakukan oleh berbagai jenis orang dalam aneka sifat alam material diuraikan. Dalam ayat ini, Krishna menyatakan bahwa Beliau ingin membicarakan berbagai jenis pengetahuan, pekerjaan itu sendiri menurut tiga sifat alam material.





    18.20

     

    sarva-bhūteṣu yenaikaḿ
    bhāvam avyayām īkṣate
    avibhaktaḿ vibhakteṣu
    taj jñānaḿ viddhi sāttvikam

    sarva-bhūteṣu—di dalam semua makhluk hidup; yena—dengan itu; ekam—satu; bhāvam—keadaan; avyayām—tidak dapat dimusnahkan; īkṣate—seseorang melihat; avibhaktam—tidak dibagi; vibhakteṣu—yang dibagi dalam jumlah tidak terbilang; tat—itu; jñānam—pengetahuan; viddhi—ketahuilah; sāttvikam—dalam sifat kebaikan.


    Terjemahan

    Pengetahuan yang memungkinkan alam rohani yang satu dan tidak dipisahkan dilihat di dalam semua makhluk hidup, meskipun mereka dipisahkan menjadi bentuk-bentuk yang jumlahnya tidak dapat di hitung, hendaknya engkau pahami sebagai pengetahuan dalam sifat kebaikan.


    Penjelasan

    Orang yang melihat roh yang sama di dalam setiap makhluk hidup, baik dewa, manusia, binatang, burung, ikan maupun tumbuhan memiliki pengetahuan dalam sifat kebaikan. Roh yang sama berada di dalam semua makhluk hidup, meskipun mereka memiliki berbagai jenis badan menurut pekerjaan yang telah dilakukannya sebelumnya. Sebagaimana diuraikan dalam Bab Tujuh, perwujudan daya hidup dalam setiap badan disebabkan oleh tenaga utama Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu melihat alam utama yang satu ini, yaitu daya hidup, di dalam setiap badan berarti melihat dalam sifat kebaikan. Tenaga hidup tersebut tidak dapat dimusnahkan, meskipun badan-badan dapat dimusnahkan. Perbedaan dilihat menurut badan; tetapi oleh karena ada banyak bentuk kehidupan material dalam kehidupan yang terikat, kelihatannya daya hidup dipisahkan. Pengetahuan yang tidak bersifat pribadi seperti itu adalah salah satu aspek keinsafan diri.




    18.21

     

    pṛthaktvena tu yaj jñānaḿ
    nānā-bhāvān pṛthag-vidhān
    vetti sarveṣu bhūteṣu
    taj jñānaḿ viddhi rājasam

    pṛthaktvena—akibat dari pemisahan; tu—tetapi; yat—yang; jñānam—pengetahuan; nānābhavān—beraneka keadaan; pṛthak-vidhān—berbeda; vetti—mengetahui; sarveṣu—di dalam semua; bhūteṣu—makhluk hidup; tat—itu; jñānam—pengetahuan; viddhi—harus diketahui; rājasam—menurut nafsu.


    Terjemahan

    Pengetahuan yang menyebabkan seseorang melihat jenis makhluk hidup yang lain di dalam setiap badan hendaknya engkau pahami sebagai pengetahuan dalam sifat nafsu.


    Penjelasan

    Paham bahwa badan material adalah makhluk hidup dan bahwa kesadaran dibinasakan sekalian dengan pembinasaan badan disebut pengetahuan dalam sifat nafsu. Menurut pengetahuan itu, badan-badan berbeda satu sama lain karena perkembangan berbagai jenis kesadaran, selain itu tidak ada roh tersendiri yang mewujudkan kesadaran. Badan itu sendiri adalah roh, dan tidak ada roh yang dapat dipisahkan di luar badan. Menurut pengetahuan seperti itu, kesadaran bersifat sementara. Atau tidak ada roh-roh individual, melainkan hanya satu roh yang berada di mana-mana, penuh pengetahuan, dan badan ini adalah perwujudan kebodohan yang bersifat sementara. Atau di luar badan ini tidak ada roh istimewa yang bersifat individual atau Roh Yang Utama. Segala paham seperti itu dianggap hasil dari sifat nafsu.


    18.22

     

    yat tu kṛtsna-vad ekasmin
    kārye saktam ahaitukam
    atattvārtha-vad alpaḿ ca
    tat tāmasam udāhṛtam

    yat—itu yang; tu—tetapi; kṛtsna-vat—sebagai segala-galanya; ekasmin—dalam satu; kārye—pekerjaan; saktam—terikat; ahaitukam—tanpa sebab; atattva-artha-vat—tanpa pengetahuan tentang kesunyataan; alpam—sedikit sekali; ca—dan; tat—itu; tāmasam—sifat kegelapan; udāhṛtam—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Pengetahuan yang menyebabkan seseorang terikat pada satu jenis pekerjaan sebagai segala-galanya, tanpa pengetahuan tentang kebenaran, dan jumlahnya sedikit sekali, dikatakan sebagai pengetahuan dalam sifat kegelapan.


    Penjelasan

    Pengetahuan orang awam selalu dalam sifat kegelapan atau kebodohan, sebab setiap makhluk hidup dalam kehidupan terikat dilahirkan dalam sifat kebodohan. Orang yang tidak mengembangkan pengetahuan melalui para penguasa atau peraturan Kitab Suci memiliki pengetahuan yang terbatas pada badan saja. Ia tidak peduli untuk bertindak menurut petunjuk dari Kitab Suci. Menurut orang seperti itu, Tuhan adalah uang dan pengetahuan berarti memuaskan permintaan jasmani. Pengetahuan seperti itu tidak ada hubungan dengan Kebenaran Mutlak. Pengetahuan tersebut kurang lebih seperti pengetahuan binatang biasa: Pengetahuan tentang makan, tidur, membela diri, dan berketurunan. Pengetahuan seperti itu diuraikan sebagai hasil sifat kegelapan dalam ayat ini. Dengan kata lain, pengetahuan mengenai sang roh di luar badan ini disebut pengetahuan dalam sifat kebaikan, pengetahuan yang menghasilkan banyak teori atau paham karena logika duniawi dan angan-angan adalah hasil sifat nafsu, dan pengetahuan yang hanya menyangkut pemeliharaan badan dalam keadaan nyaman dikatakan sebagai pengetahuan dalam sifat kebodohan.




    18.23

     

    niyataḿ sańga-rahitam
    arāga-dveṣataḥ kṛtam
    aphala-prepsunā karma
    yat tat sāttvikam ucyate

    niyatam—teratur; sańga-rahitam—tanpa ikatan; arāga-dveṣataḥ—tanpa cinta kasih maupun rasa benci; kṛtam—dilakukan; aphala-prepsunā—oleh orang yang bebas dari keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala; karma—perbuatan; yat—yang; tat—itu; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; ucyate—disebut.


    Terjemahan

    Perbuatan yang teratur dan dilakukan tanpa ikatan, tanpa cinta kasih maupun rasa benci dan tanpa keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala dikatakan perbuatan dalam sifat kebaikan.


    Penjelasan

    Tugas kewajiban yang teratur, sebagaimana diuraikan dalam Kitab Suci menurut berbagai golongan dan bagian masyarakat, dilakukan tanpa ikatan maupun hak milik. Karena itu, pekerjaan itu bebas dari cinta kasih maupun rasa benci dan dilakukan dalam kesadaran Krishna untuk memuaskan Yang Mahakuasa, tanpa kepuasan diri atau menyenangkan diri sendiri. Tugas kewajiban itu disebut perbuatan dalam sifat kebaikan.




    18.24

     

    yat tu kāmepsunā karma
    sāhańkāreṇa vā punaḥ
    kriyate bahulāyāsaḿ
    tad rājasam udāhṛtam

    yat—itu yang; tu—tetapi; kāma-īpsunā—oleh orang dengan keinginan untuk mendapat hasil atau pahala; karma—pekerjaan; sa-ahańkāreṇa—dengan keakuan; vā—atau; punaḥ—lagi; kriyate—dilakukan; bahula-āyāsam—dengan pekerjaan yang keras; tat—itu; rājasam—dalam sifat nafsu; udāhṛtam—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Tetapi perbuatan yang dilakukan dengan usaha yang keras oleh orang yang mencari kepuasan keinginannya, dan dilakukan berdasarkan rasa keakuan palsu, disebut perbuatan dalam sifat nafsu.
    Tidak ada penjelasan




    18.25

     

    anubandhaḿ kṣayaḿ hiḿsām
    anapekṣya ca pauruṣam
    mohād ārabhyate karma
    yat tat tāmasam ucyate


    anubandham—dari ikatan pada masa yang akan datang; ksayam—pembinasaan; hiḿsām—dan dukacita kepada orang lain; anapekṣya—tanpa mempertimbangkan akibat; ca—juga; pauruṣam—diizinkan sendiri; mohāt—oleh khayalan; ārabhyate—dimulai; karma—pekerjaan; yat—yang; tat—itu; tāmasam—dalam sifat kebodohan; ucyate—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Perbuatan yang dilakukan dalam khayalan, tanpa mempedulikan aturan Kitab Suci, dan tanpa mempedulikan ikatan pada masa yang akan datang, kekerasan maupun dukacita yang diakibatkan terhadap orang lain disebut perbuatan dalam sifat kebodohan.


    Penjelasan

    Seseorang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada negara atau kepada para pesuruh Tuhan Yang Maha Esa yang disebut para Yamaduta. Pekerjaan yang tidak bertanggung jawab menghancurkan, sebab pekerjaan itu membinasakan prinsip-prinsip yang mengatur dari aturan Kitab Suci. Pekerjaan seperti itu seringkali berdasarkan kekerasan dan menyebabkan makhluk hidup lain menderita. Pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dilakukan berdasarkan pengalaman pribadi. Ini disebut khayalan. Segala pekerjaan yang bersifat khayalan seperti itu adalah hasil sifat kebodohan.



    18.26

     

    mukta-sańgo 'nahaḿ-vādī
    dhṛty-utsāha-samanvitaḥ
    siddhy-asiddhyor nirvikāraḥ
    kartā sāttvika ucyate

    mukta-sańgaḥ—dibebaskan dari segala pergaulan material; anaham-vādī—tanpa keakuan palsu; dhṛti—dengan ketabahan hati; utsāha—dan semangat yang besar; samanvitāḥ—memiliki kwalifikasi; siddhi—dalam kesempurnaan; asiddhyoḥ—dan kegagalan; nirvikāraḥ—tanpa perubahan; kartā—pekerja; sāttvikaḥ—dalam sifat kebaikan; ucyate—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Orang yang melakukan tugas kewajiban tanpa pergaulan dengan sifat-sifat alam material, tanpa keakuan palsu, dengan ketabahan hati dan semangat yang besar, tanpa goyah baik dalam sukses maupun dalam kegagalan dikatakan sebagai orang yang bekerja dalam sifat kebaikan.


    Penjelasan

    Orang yang sadar akan Krishna selalu melampaui sifat-sifat alam material. Dia tidak mengharapkan hasil dari pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, sebab dia berada di atas keakuan palsu dan rasa bangga. Namun, dia selalu bersemangat sampai pekerjaan tesebut selesai. Dia tidak khawatir tentang penderitaan yang dialaminya; dia selalu bersemangat. Dia tidak mempedulikan sukses maupun kegagalan; dia bersikap yang sama baik dalam suka maupun duka. Pekerja seperti itu mantap dalam sifat kebaikan.



    18.27

     

    rāgī karma-phala-prepsur
    lubdho hiḿsātmako 'śuciḥ
    harṣa-śokānvitaḥ kartā
    rājasaḥ parikīrtitaḥ

    rāgī—sangat terikat; karma-phala—hasil dari pekerjaan; prepsuḥ—menginginkan; lubdhaḥ—kelobaan; hiḿsā-ātmakaḥ—selalu iri; aśuciḥ—tidak bersih; harṣa-śoka-anvitaḥ—mengalami rasa riang dan rasa sedih; kartā—pekerja seperti itu; rājasāḥ—dalam sifat nafsu; parikīrtitaḥ—dinyatakan.


    Terjemahan

    Pekerja yang terikat pada pekerjaan dan hasil atau pahala dari pekerjaan, yang ingin menikmati hasil-hasil itu, yang bersifat kelobaan, selalu iri, tidak suci dan digerakkan oleh rasa riang dan rasa sedih, dikatakan sebagai pekerja dalam sifat nafsu.


    Penjelasan

    Orang terlalu terikat pada jenis pekerjaan tertentu atau terhadap hasilnya karena dia terlalu terikat pada keduniawian atau rumah tangga, isteri dan anak-anak. Orang seperti itu tidak mempunyai keinginan untuk diangkat sampai tingkat yang lebih tinggi dalam kehidupan. Dia hanya mempedulikan usaha menjadikan dunia ini senyaman mungkin secara material. Pada umumnya dia sangat kelobaan dan dia berpikir bahwa apapun yang diperolehnya bersifat kekal dan tidak akan pernah hilang. Orang seperti itu iri terhadap orang lain dan berani melakukan apapun yang salah demi kepuasan indera-indera. Karena itu, orang tersebut tidak suci dan tidak peduli apakah nafkahnya suci atau tidak. Dia berbahagia kalau pekerjaannya sukses dan sangat sedih bila pekerjaannya tidak sukses. Demikianlah pekerja dalam sifat nafsu.



    18.28

     

    ayuktaḥ prākṛtaḥ stabdhaḥ
    śaṭho naiṣkṛtiko 'lasaḥ
    viṣādī dīrgha-sūtrī ca
    kartā tāmasa ucyate

    ayuktaḥ—tidak memperhatikan aturan Kitab Suci; prākṛtaḥ—duniawi; stabdhaḥ—keras kepala; śaṭhaḥ—suka menipu; naiṣkṛtikaḥ—ahli menghina orang lain; alasaḥ—malas; viṣādī—murung; dīrgha-sūtrī—mengulurulurkan waktu; ca—juga; kartā—pekerjaan; tamasāḥ—dalam sifat kebodohan; ucyate—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Pekerja yang selalu sibuk dalam pekerjaan yang bertentangan dengan aturan Kitab Suci, yang duniawi, keras kepala, menipu dan ahli menghina orang lain, malas, selalu murung dan menunda-nunda dikatakan sebagai pekerja dalam sifat kebodohan.


    Penjelasan

    Dalam aturan Kitab Suci kita menemukan jenis pekerjaan mana yang harus dilakukan dan yang mana seharusnya tidak dilakukan. Orang yang tidak mempedulikan aturan tersebut sibuk dalam pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan, orang seperti itu pada umumnya duniawi. Mereka bekerja menurut sifat-sifat alam, bukan menurut Kitab Suci. Pekerja seperti itu tidak begitu lembut, dan pada umumnya selalu licik dan ahli menghina orang lain. Mereka malas sekali; walaupun mereka mempunyai tugas, mereka tidak melakukan tugas itu dengan benar dan mereka menunda pekerjaan itu untuk dilakukan nanti. Karena itu, kelihatannya mereka murung. Mereka mengulurkan waktu; apapun yang dapat diselesaikan dalam waktu satu jam ditunda sampai bertahun-tahun. Pekerja seperti itu berada dalam sifat kebodohan.





    18.29

     

    buddher bhedaḿ dhṛteś caiva
    guṇatas tri-vidhaḿ śṛṇu
    procyamānam aśeṣeṇa
    pṛthaktvena dhanañjaya

    buddheḥ—mengenai kecerdasan; bhedam—perbedaanperbedaan; dhṛteḥ—mengenai sifat mantap; ca—juga; evā—pasti; guṇataḥ—oleh sifat-sifat alam material; tri-vidham—dari tiga jenis; śṛṇu—dengarlah; procyamānam—sebagaimana Kuuraikan; aśeṣeṇa—secara terperinci; pṛthaktvena—secara berbeda; dhanañjaya—wahai perebut kekayaan.


    Terjemahan

    Wahai perebut kekayaan; sekarang dengarlah uraian terperinci yang akan Kusampaikan kepadamu tentang berbagai jenis pengertian dan ketabahan hati, menurut tiga sifat alam material.

    Penjelasan

    Sesudah Krishna menjelaskan tentang pengetahuan, obyek pengetahuan dan yang mengetahui, dalam tiga bagian yang berbeda menurut sifat-sifat alam material, sekarang Beliau akan menjelaskan kecerdasan dan ketabahan hati pekerja dengan cara yang sama.



    18.30

     

    pravṛttiḿ ca nivṛttiḿ ca
    kāryākārye bhayābhaye
    bandhaḿ mokṣaḿ ca yā vetti
    buddhiḥ sā pārtha sāttvikī

    pravṛttim—melakukan; ca—juga; nivṛttim—tidak melakukan; ca—dan; kārya—apa yang patut dilakukan; akārye—dan apa yang tidak patut dilakukan; bhaya—rasa takut; abhaye—kebebasan dari rasa takut; bandham—ikatan; mokṣam—pembebasan; ca—dan; yā—itu yang; vetti—mengetahui; buddhiḥ—pengertian; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; sāttvikī—dalam sifat kebaikan.


    Terjemahan

    Wahai putera Pṛthā, pengertian yang memungkinkan seseorang mengetahui apa yang patut dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan, apa yang harus ditakuti dan apa yang tidak perlu ditakuti, apa yang mengikat dan apa yang membebaskan, berada dalam sifat kebaikan.


    Penjelasan

    Melakukan perbuatan menurut aturan Kitab Suci disebut pravrtti, atau melaksanakan kegiatan yang patut dilakukan. Kegiatan yang tidak diatur seperti itu seharusnya tidak dilakukan. Orang yang tidak mengetahui aturan Kitab Suci menjadi terikat dalam perbuatan dan reaksi pekerjaan. Pengertian yang membedakan dengan kecerdasan adalah pengertian yang mantap dalam sifat kebaikan.




    18.31

     

    yayā dharmam adharmaḿ ca
    kāryaḿ cākāryam eva ca
    ayathāvat prajānāti
    buddhiḥ sā pārtha rājasī


    yayā—oleh itu; dharmam—prinsip-prinsip dharma; adharmam—hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dharma; ca—dan; kāryam—apa yang patut dilakukan; ca—juga; akāryam—apa yang seharusnya tidak dilakukan; evā—pasti; ca—juga; ayathā-vat—secara tidak sempurna; prājanati—mengetahui; buddhiḥ—kecerdasan; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; rājāsi—dalam sifat nafsu.


    Terjemahan

    Wahai putera Pṛthā, pengertian yang tidak dapat membedakan antara dharma dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma, antara perbuatan yang harus dilakukan dan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan, berada dalam sifat nafsu.
     Tidak ada penjelasan.




    18.32

     

    adharmaḿ dharmam iti yā
    manyate tamasāvṛtā
    sarvārthān viparītāḿś ca
    buddhiḥ sā pārtha tāmasī

    adharmam—hal-hal yang bertentangan dengan dharma; dharmam—dharma; iti—demikian; yā—yang; manyate—berpikir; tamasā—oleh khayalan; āvṛtā—ditutupi; sarva-arthān—segala hal; viparītān—ke arah yang salah; ca—juga; buddhiḥ—kecerdasan; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; tamasi—dalam sifat kebodohan.


    Terjemahan

    Pengertian yang menganggap hal-hal yang bertentangan dengan dharma sebagai dharma dan dharma sebagai hal-hal yang bertentangan dengan dharma, di bawah pesona khayalan dan kegelapan, dan selalu berusaha ke arah yang salah berada dalam sifat kebodohan, wahai putera Pṛthā.


    Penjelasan

    Kecerdasan dalam sifat kebodohan selalu bekerja dengan cara yang berlawanan dengan cara yang sebenarnya. Kecerdasan tersebut mengakui dharma-dharma yang sebenarnya bukan dharma dan menolak dharma yang sejati. Orang bodoh menganggap roh yang mulia adalah manusia biasa dan mengakui orang biasa sebagai roh yang mulia. Mereka menganggap kebenaran tidak benar dan mengakui hal-hal yang tidak benar sebagai kebenaran. Dalam segala kegiatan mereka hanya mengambil jalan yang salah; karena itu, kecerdasan mereka berada dalam sifat kebodohan.




    18.33

     

    dhṛtyā yayā dhārayate
    manaḥ-prāṇendriya-kriyāḥ
    yogenāvyabhicāriṇyā
    dhṛtiḥ sā pārtha sāttvikī

    dhṛtyā—dari ketabahan hati; yayā—melalui itu; dhārayate—seseorang memelihara; manaḥ—pikiran; prāṇa—kehidupan; indriya—dan indera; kriyāḥ—kegiatan; yogena—oleh latihan yoga; avyabhicāriṇyā—tanpa terputus; dhṛtiḥ—ketabahan hati; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; sāttvikī—dalam sifat kebaikan.


    Terjemahan

    Wahai putera Pṛthā, ketabahan hati yang tidak dapat dipatahkan, dipelihara dengan sifat teguh oleh latihan yoga, dan dengan demikian mengendalikan pikiran, kehidupan dan indera-indera adalah ketabahan hati dalam sifat kebaikan.


    Penjelasan

    Yoga berarti mengerti Roh Yang Utama. Orang yang mantap dengan teguh kepada Roh Yang Utama dengan ketabahan hati dan memusatkan pikiran, kehidupan dan kegiatan indera-inderanya kepada Yang Maha kuasa, menekuni kesadaran Krishna. Ketabahan hati seperti itu berada dalam sifat kebaikan. Kata avyabhicarinya bermakna sekali, sebab kata itu menunjukkan bahwa orang yang menekuni kesadaran Krishna tidak pernah disesatkan oleh kegiatan lain manapun.



    18.34

     

    yayā tu dharma-kāmārthān
    dhṛtyā dhārayate 'rjuna
    prasańgena phalākāńkṣī
    dhṛtiḥ sā pārtha rājasī


    yayā—melalui itu; tu—tetapi; dharma—keagamaan; kāma—kepuasan indera-indera; arthān—dan pengembangan ekonomi; dhṛtyā—dengan ketabahan hati; dhārayate—seseorang memelihara; Arjuna—wahai Arjuna; prasańgena—karena ikatan; phala-ākāńkṣī—menginginkan hasil atau pahala; dhṛtiḥ—ketabahan hati; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; rājāsi—dalam sifat nafsu.


    Terjemahan

    Tetapi hati yang tabah membuat seseorang berpegang teguh pada hasil atau pahala di bidang keagamaan, pengembangan ekonomi dan kepuasan indera-indera bersifat nafsu, wahai Arjuna.

    Penjelasan

    Siapapun yang selalu menginginkan hasil atau pahala dalam kegiatan keagamaan atau ekonomi, dan satu-satunya keinginannya ialah kepuasan indera-indera dan pikiran, kehidupan dan indera-inderanya tekun seperti itu berada dalam sifat nafsu.




    18.35

     

    yayā svapnaḿ bhayaḿ śokaḿ
    viṣādaḿ madam eva ca
    na vimuñcati durmedhā
    dhṛtiḥ sā pārtha tāmasī

    yayā—melalui itu; svapnam—mimpi; bhayam—ketakutan; śokam—penyesalan; viṣādam—sifat murung; madam—khayalan; evā—pasti; ca—juga; na—tidak pernah; vimuñcati—seseorang meninggalkan; durmedhā—kurang cerdas; dhṛtiḥ—ketabahan hati; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; tamasi—dalam sifat kebodohan.

    Terjemahan

    Ketabahan hati yang tidak dapat melampaui impian, rasa takut, penyesalan, sifat murung dan khayalan—ketabahan hati yang kurang cerdas seperti itu bersifat kegelapan, wahai putera Pṛthā.

    Penjelasan

    Hendaknya jangan disimpulkan bahwa orang dalam sifat kebaikan tidak mimpi. Di sini mimpi" berarti tidur terlalu banyak. Impian selalu ada; baik dalam sifat kebaikan, nafsu dan kebodohan. Impian adalah kejadian yang wajar. Tetapi orang yang tidak dapat menghindari kecenderungan untuk tidur terlalu banyak, yang tidak dapat menghindari rasa bangga akibat kenikmatan benda-benda material, selalu memimpikan kekuasaan atas dunia material, dan kehidupan, pikiran dan indera-inderanya sibuk seperti itu, dianggap memiliki ketabahan hati dalam sifat kebodohan.





    18.36

     

    sukhaḿ tv idānīḿ tri-vidhaḿ
    śṛṇu me Bhārata rṣabha
    abhyāsād ramate yatra
    duḥkhāntaḿ ca nigacchati

    sukham—kebahagiaan; tu—tetapi; idānīm—sekarang; tri-vidham—terdiri dari tiga jenis; śṛṇu—dengarlah; me—dari-Ku; bhārata-ṛṣabha—wahai yang paling baik di antara para Bhārata ; abhyāsāt—oleh latihan; ramate—seseorang menikmati; yātrā—tempat; duḥkha—dari dukacita; antam—berakhirnya; ca—juga; nigacchati—mencapai.


    Terjemahan

    Wahai yang paling baik di antara para Bhārata, sekarang harap dengar dari-Ku tentang tiga jenis kebahagiaan yang dinikmati oleh roh yang terikat, yang kadang-kadang memungkinkan segala dukacita berakhir baginya.


    Penjelasan

    Roh terikat berusaha menikmati kebahagiaan material berulang kali. Dengan demikian dia mengunyah sesuatu yang sudah dikunyah. Tetapi kadang-kadang, di tengah kenikmatan seperti itu, ia dibebaskan dari ikatan material oleh pergaulan dengan seorang roh yang mulia. Dengan kata lain, roh terikat selalu sibuk dalam sejenis kepuasan indera-indera. Tetapi apabila ia mengerti melalui pergaulan yang baik bahwa kepuasan indera-indera berarti hal yang sama hanya diulangi berkali-kali, dan ia disadarkan sampai kesadaran Krishnanya yang sejati, kadang-kadang ia sampai dibebaskan dari apa yang dianggap kebahagiaan yang dialami berulangkali seperti itu.




    18.37

     

    yat tad agre viṣam iva
    pariṇāme 'mṛtopamam
    tat sukhaḿ sāttvikaḿ proktām
    ātma-buddhi-prasāda-jam

    yat—yang; tat—itu; agre—pada permulaan; viṣam ivā—seperti racun; pariṇāme—pada akhirnya; amṛta—minuman kekekalan; upamam—yang diumpamakan sebagai; tat—itu; sukham—kebahagiaan; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; proktām—dikatakan; ātmā—dalam sang diri; buddhi—dari kecerdasan; prasāda-jam—dilahirkan dari kepuasan.


    Terjemahan

    Sesuatu yang pada permulaan barangkali seperti racun tetapi akhirnya seperti minuman kekekalan dan menyadarkan seseorang terhadap keinsafan diri dikatakan sebagai kebahagiaan dalam sifat kebaikan.


    Penjelasan

    Dalam usaha mencari keinsafan diri, seseorang harus mengikuti banyak aturan dan peraturan untuk mengendalikan pikiran dan indera-indera dan memusatkan pikiran pada sang diri. Segala prosedur tersebut sulit sekali, pahit bagaikan racun, tetapi kalau seseorang berhasil mengikuti aturan dan mencapai kedudukan rohani, ia mulai minum minuman kekekalan yang sejati dan dia menikmati kehidupan.




    18.38

     

    viṣayendriya-saḿyogād
    yat tad agre 'mṛtopamam
    pariṇāme viṣam iva
    tat sukhaḿ rājasaḿ smṛtam

     viṣaya—dari obyek-obyek indera; indriya—dan indera; saḿyogāt—dari gabungan; yat—yang; tat—itu; agre—pada permulaan; amṛta-upamam—persis seperti minuman kekekalan; pariṇāme—akhirnya; viṣam iva—seperti racun; tat—itu; sukham—kebahagiaan; rājasam—dalam sifat nafsu; smṛtam—dianggap.


    Terjemahan

    Kebahagiaan yang didapatkan dari hubungan indera-indera dengan obyeknya dan kelihatannya seperti minuman kekekalan pada awal, tetapi akhirnya seperti racun, dikatakan bersifat nafsu.


    Penjelasan

    Seorang pemuda dan pemudi berjumpa, dan indera-indera mendorong si pemuda untuk bertemu dengan si pemudi, menyentuh badannya dan mengadakan hubungan suami isteri. Pada awalnya mungkin ini sangat menyenangkan indera-indera, tetapi akhirnya, atau sesudah beberapa waktu, itu menjadi seperti racun. Mereka pisah atau cerai, ada penyesalan, dukacita, dan sebagainya. Kebahagiaan seperti itu selalu bersifat nafsu. Kebahagiaan yang diperoleh dari gabungan indera-indera dan obyek-obyek indera selalu menyebabkan dukacita dan harus dihindari dengan segala upaya.




    18.39

     

    yad agre cānubandhe ca
    sukhaḿ mohanam ātmanaḥ
    nidrālasya-pramādotthaḿ
    tat tāmasam udāhṛtam

    yat—itu yang; agre—pada permulaan; ca—juga; anubandhe—akhirnya; ca—juga; sukham—kebahagiaan; mohanam—bersifat khayalan; ātmanāḥ—dari sang diri; nidrā—tidur; ālasya—sifat malas; pramāda—khayalan; uttham—dihasilkan; tat—itu; tāmasam—dalam sifat kebodohan; udāhṛtam—dikatakan sebagai.


    Terjemahan

    Kebahagiaan yang buta terhadap keinsafan diri, yang bersifat khayalan dari awal sampai akhir dan berasal dari tidur, bermalas-malasan dan khayalan dikatakan bersifat kebodohan.


    Penjelasan

    Orang yang senang bermalas-malasan dan tidur tentunya berada dalam sifat kegelapan, kebodohan, dan orang yang tidak mengetahui sama sekali bagaimana cara bertindak dan bagaimana seharusnya ia tidak bertindak juga berada dalam sifat kebodohan. Segala sesuatu adalah khayalan bagi orang dalam sifat kebodohan. Tidak ada kebahagiaan, baik pada awal maupun pada akhir. Orang yang berada dalam sifat nafsu mungkin mengalami sejenis kebahagiaan lahiriah pada awal, kemudian pada akhirnya dukacita, tetapi orang dalam sifat kebodohan hanya mengalami dukacita, baik pada awalnya maupun pada akhirnya.






    18.40

     

    na tad asti pṛthivyāḿ vā
    divi deveṣu vā punaḥ
    sattvaḿ prakṛti-jair muktaḿ
    yad ebhiḥ syāt tribhir guṇaiḥ

    na—tidak; tat—itu; asti—ada; pṛthivyām—di bumi; vā—atau; divi—di sistem planet yang lebih tinggi; deveṣu—di kalangan para dewa; vā—atau; punaḥ—lagi; sattvam—keberadaan; prakṛti-jaiḥ—di lahirkan dari alam material; muktam—dibebaskan; yat—itu; ebhiḥ—dari pengaruh yang lain; syāt—adalah; tribhiḥ—tiga; guṇaiḥ—sifat-sifat alam material.


    Terjemahan

    Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para dewa di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material.


    Penjelasan

    Di sini Krishna meringkas seluruh pengaruh tiga sifat alam material di seluruh jagat.




    18.41

    brāhmaṇa-kṣatriya-viśāḿ
    śūdrāṇāḿ ca parantapa
    karmaṇi pravibhaktāni
    svabhāva-prabhavair guṇaiḥ

    brahmaṇā—para brahmaṇā; kṣatriya—para kṣatriya; viśām—dan para vaisya; śūdrāṇām—dari para sudra; ca—dan; parantapa—wahai penakluk musuh; karmaṇi—kegiatan; pravibhaktāni—dibagikan; svabhāva—sifatnya sendiri; prabhavaiḥ—dilahirkan dari; guṇaiḥ—oleh sifat-sifat alam material.


    Terjemahan

    Para brahmaṇā, para kṣatriya, para vaisya, dan para sudra dibedakan oleh ciri-ciri yang dilahirkan dari watak-watak mereka sendiri menurut sifat-sifat material, wahai penakluk musuh.
    Tidak ada penjelasan.




    18.42

     

    śamo damas tapaḥ śaucaḿ
    kṣāntir ārjavam eva ca
    jñānaḿ vijñānam āstikyaḿ
    brahma-karma svabhāva-jam

    samaḥ—kedamaian; damaḥ—mengendalikan diri; tapaḥ—pertapaan; śaucam—kesucian; kśāntiḥ—toleransi; ārjavam—sifat kejujuran; evā—pasti; ca—dan; jñānam—pengetahuan; vijñānam—kebijaksanaan; āstikyam—taat pada prinsip-prinsip keagamaan; brahma—milik seorang brahmaṇā; karma—kewajiban; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri.


    Terjemahan

    Kedamaian, mengendalikan diri, pertapaan, kesucian, toleransi, kejujuran, pengetahuan, kebijaksanaan dan taat pada prinsip keagamaan—para brahmaṇā bekerja dengan sifat yang wajar ini. Tidak ada penjelasan.


    18.43

     

    śauryaḿ tejo dhṛtir dākṣyaḿ
    yuddhe cāpy apalāyanam
    dānam īśvara-bhāvaś ca
    kṣātraḿ karma svabhāva-jam

    śauryam—kepahlawanan; tejaḥ—kewibawaan; dhṛtiḥ—ketabahan hati; dākṣyam—pandai memanfaatkan keadaan; yuddhe—di medan perang; ca—dan; api—juga; apalāyanam—tidak lari; dānam—kedermawanan; īśvara—tentang kepemimpinan; bhāvaḥ—sifat; ca—dan; kṣātram—untuk seorang kṣatriya; karma—kewajiban; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri.


    Terjemahan

    Kepahlawanan, kewibawaan, ketabahan hati, pandai memanfaatkan keadaan, keberanian di medan perang, kedermawanan dan kepemimpinan adalah sifat-sifat pekerjaan yang wajar bagi para kṣatriya.
     Tidak ada penjelasan.



    18.44

     

    kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijyaḿ
    vaiśya-karma svabhāva-jam
    paricaryātmakaḿ karma
    śūdrasyāpi svabhāva-jam
    kṛṣi—membajak tanah; go—sapi; rakṣya—melindungi; vāṇijyam—perdagangan; vaiśya—milik seorang; karma—kewajiban; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri; paricaryā—pengabdian; ātmakam—terdiri dari; karma—kewajiban; śūdrasya—milik seorang sudra; api—juga; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri.


    Terjemahan

    Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.
     Tidak ada penjelasan.





    18.45

     

    sve sve karmaṇy abhirataḥ
    saḿsiddhiḿ labhate naraḥ
    sva-karma-nirataḥ siddhiḿ
    yathā vindati tac chṛṇu

    sve sve—milik masing-masing; karmaṇi—pekerjaan; abhirataḥ—mengikuti; saḿsiddhim—kesempurnaan; labhate—mencapai; naraḥ—seorang manusia; sva-karma—dalam kewajibannya sendiri; niratāḥ—sibuk; siddhim—kesempurnaan; yathā—sebagai; vindati—mencapai; tat—itu; śṛṇu—dengarlah.


    Terjemahan

    Dengan mengikuti sifat-sifat pekerjaannya, setiap orang dapat menjadi sempurna. Sekarang dengarlah dari-Ku bagaimana kesempurnaan ini dapat dicapai.
      Tidak ada penjelasan.



    18.46

     

    yataḥ pravṛttir bhūtānāḿ
    yena sarvam idaḿ tatam
    sva-karmaṇā tam abhyarcya
    siddhiḿ vindati mānavaḥ

    yataḥ—dari siapa; pravṛttiḥ—pancaran; bhūtānām—semua para makhluk hidup; yena—oleh siapa; sarvam—semua; idam—ini; tatam—berada dimana-mana; svakarmaṇā—oleh kewajibannya sendiri; tam—Beliau; abhyarcyā—dengan menyembah; siddhim—kesempurnaan; vindati—mencapai; mānavāḥ—seorang manusia.



    Terjemahan

    Dengan sembahyang kepada Tuhan, sumber semua makhluk, Yang berada di mana-mana, seseorang dapat mencapai kesempurnaan dengan melakukan pekerjaan sendiri.


    Penjelasan

    Sebagaimana telah dinyatakan dalam Bab Lima belas, semua makhluk hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Beliau. Karena itu, Tuhan Yang Maha Esa adalah awal semua makhluk hidup. Kenyataan ini dibenarkan dalam Vedanta-sutra: janmady asya yataḥ. Karena itu, Tuhan Yang Maha Esa adalah awal kehidupan setiap makhluk hidup. Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Tujuh dari Bhagavad-gita, Tuhan Yang Maha Esa berada di mana-mana melalui dua tenaga-Nya, yaitu tenaga luar dan tenaga dalam. Karena itu, seseorang harus menyembah Tuhan Yang Maha Esa bersama tenaga-tenaga-Nya. Pada umumnya para penyembah vaisnava menyembah Tuhan Yang Maha Esa bersama tenaga dalam yang dimiliki oleh Beliau. Tenaga luar Krishna adalah bayangan tenaga dalam yang diputar balik. Tenaga luar adalah latar belakang, tetapi Tuhan Yang Maha Esa berada di mana-mana melalui penjelmaan bagian yang berkuasa penuh dari Diri-Nya sebagai Paramatma. Beliau adalah Roh Yang Utama bagi semua dewa, semua manusia, semua binatang, di mana-mana. Karena itu, hendaknya seseorang mengetahui bahwa sebagai bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan, Diri-Nya wajib mengabdi kepada Yang Mahakuasa. Sebaiknya semua orang menekuni bhakti kepada Tuhan dalam kesadaran Krishna sepenuhnya. Itulah yang dianjurkan dalam ayat ini.
       Semua orang harus berpikir bahwa Diri-Nya sibuk dalam jenis pekerjaan tertentu karena hṛṣīkeśa, penguasa indera. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna, harus disembah dengan hasil pekerjaan yang ditekuni orang. Kalau seseorang selalu berpikir seperti ini, dalam kesadaran Krishna sepenuhnya, maka, ia menyadari segala sesuatu sepenuhnya atas karunia Tuhan. Itulah kesempurnaan hidup. Krishna menyatakan dalam Bhagavad-gita (12.7), tesam aham samuddhartā. Tuhan Yang Maha Esa Sendiri mengurus keselamatan seorang penyembah seperti itu. Itulah kesempurnaan hidup tertinggi. Dalam pencaharian manapun yang ditekuni seseorang, kalau ia mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, ia akan mencapai kesempurnaan tertinggi.




    18.47

     

    śreyān sva-dharmo viguṇaḥ
    para-dharmāt sv-anuṣṭhitāt
    svabhāva-niyataḿ karma
    kurvan nāpnoti kilbiṣam

    śreyān—lebih baik; sva-dharmaḥ—pekerjaan sendiri; viguṇaḥ—dilakukan secara tidak sempurna; para-dharmāt—daripada kewajiban orang lain; su-anuṣṭhitāt—dilakukan secara sempurna; svabhāva-niyatam—ditetapkan menurut sifat seseorang; karma—pekerjaan; kurvan—melakukan; na—tidak pernah; āpnoti—mencapai; kilbisam—reaksi-reaksi dosa.


    Terjemahan


    Lebih baik menekuni kewajiban sendiri, meskipun dilakukan secara kurang sempurna, daripada menerima kewajiban orang lain dan melakukannya secara sempurna. Tugas kewajiban yang ditetapkan menurut sifat seseorang tidak pernah dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa.


    Penjelasan

    Tugas dan kewajiban orang ditetapkan dalam Bhagavad-gita. Sebagaimana dibicarakan dalam ayat-ayat sebelumnya, kewajiban brahmaṇā, kṣatriya, vaisya dan sudra ditetapkan menurut sifat-sifat alamnya masing-masing. Hendaknya seseorang jangan meniru kewajiban orang lain. Orang yang tertarik pada jenis pekerjaan yang dilakukan oleh para sudra karena wataknya hendaknya janganlah mengatakan secara tidak wajar bahwa Diri-Nya brahmaṇā, meskipun ia dilahirkan dalam keluarga brahmaṇā. Dengan cara ini seseorang harus bekerja menurut sifat pribadinya; tiada suatu pekerjaan yang jijik, kalau dilakukan dalam pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tugas kewajiban seorang brahmaṇā tentunya dalam sifat kebaikan, tetapi kalau sifat seorang bukan dalam sifat kebaikan, hendaknya ia jangan meniru tugas kewajiban seorang brahmaṇā. Bagi seorang kṣatriya, administrator, ada banyak hal yang menjijikkan; seorang kṣatriya harus melakukan kekerasan untuk membunuh musuhnya, kadang-kadang seorang kṣatriya harus berbohong demi hubungan diplomatik. Kekerasan dan penipuan seperti itu adalah sebagian dari kegiatan politik, tetapi seorang kṣatriya seharusnya tidak meninggalkan tugas kewajibannya dan mencoba melakukan kewajiban seorang brahmaṇā.
       Seseorang harus bertindak untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa Misalnya, Arjuna seorang kṣatriya. Dia enggan bertempur melawan pihak lawan. Tetapi kalau pertempuran dilakukan demi Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, seseorang tidak perlu takut bahwa Diri-Nya akan merosot. Di bidang perdagangan juga kadang-kadang seseorang berbohong untuk mencari untung. Kalau dia tidak melakukan demikian, tidak mungkin ada untung. Kadang-kadang seorang pedagang berkata: O, kawanku yang baik hati, untuk anda saya sungguh-sungguh tidak dapat untung," tetapi harus diketahui bahwa tanpa untung si pedagang tidak mungkin hidup. Karena itu, kalau seorang pedagang mengatakan bahwa dia tidak mendapat untung sebaiknya dia dianggap bohong secara sederhana. Tetapi seorang pedagang janganlah berpikir bahwa oleh karena dia menekuni pencaharian yang mengharuskan dia berbohong, dia harus meninggalkan pencahariannya dan mengikuti pencaharian seorang brahmaṇā. Itu tidak dianjurkan. Kalau seseorang mengabdikan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa melalui pekerjaannya, tidak menjadi soal apakah dia menjadi kṣatriya, vaisya maupun sudra. Brahmana yang melakukan berbagai jenis korban sucipun kadang-kadang harus membunuh binatang, sebab kadang-kadang binatang dikorbankan dalam upacara-upacara seperti itu. Begitu pula, kalau seorang kṣatriya yang sedang melakukan kewajibannya membunuh musuh, dia tidak kena dosa. Dalam Bab Tiga, hal-hal ini sudah diuraikan dengan jelas dan panjang lebar; hendaknya semua orang bekerja dengan tujuan yajñā, atau demi Visnu, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu yang dilakukan demi kepuasan indera-indera pribadi mengakibatkan ikatan. Kesimpulannya ialah bahwa semua orang harus tekun menurut sifat alam tertentu yang diperolehnya dan hendaknya ia mengambil keputusan untuk bekerja hanya untuk mengabdikan diri kepada kepentingan yang paling utama Tuhan Yang Maha Esa.




    18.48

     

    saha-jaḿ karma kaunteya
    sa-doṣam api na tyajet
    sarvārambhā hi doṣeṇa
    dhūmenāgnir ivāvṛtāḥ


    saha-jam—dilahirkan sekaligus; karma—pekerjaan; kaunteya—wahai putera Kuntī ; sa-doṣam—dengan kesalahan; api—walaupun; na—tidak pernah; tyajet—seseorang harus meninggalkan; sarva-ārambhāḥ—segala usaha; hi—pasti; doṣeṇa—dengan kesalahan; dhūmena—dengan asap; agniḥ—api; iva—seperti; āvṛtaḥ—ditutupi.


    Terjemahan


    Setiap usaha ditutupi oleh sejenis kesalahan, seperti halnya api ditutupi oleh asap. Karena itu, hendaknya seseorang jangan meninggalkan pekerjaan yang dilahirkan dari sifat pribadinya, meskipun pekerjaan itu penuh kesalahan, wahai putera Kuntī .


    Penjelasan

    Dalam kehidupan terikat, segala pekerjaan dicemari oleh sifat-sifat alam material. Bahkan kalau seseorang menjadi brahmaṇā sekalipun ia harus melakukan korban-korban yang memerlukan pembunuhan binatang. Begitu pula, walaupun seorang kṣatriya saleh sekali, ia harus bertempur melawan musuh. Dia tidak dapat menghindari kegiatan itu. Begitu pula, meskipun seorang pedagang saleh sekali, kadang-kadang dia menyembunyikan keuntungannya supaya dia dapat tetap berdagang, atau kadang-kadang dia berdagang di pasar gelap. Hal-hal tersebut kadang-kadang diperlukan; seseorang tidak dapat menghindarinya. Begitu pula, walaupun seseorang menjadi sudra dan melayani majikannya yang jahat, dia harus melaksanakan perintah majikan, meskipun perbuatan itu seharusnya tidak dilakukan. Walaupun ada kesalahan-kesalahan tersebut, seseorang harus melanjutkan tugas-tugas kewajibannya yang telah ditetapkan, sebab kewajiban-kewajiban tersebut dilahirkan dari sifat pribadinya.
       Contoh yang baik sekali dikemukakan di sini. Meskipun api bersifat murni, asap masih ada. Namun asap tidak membuat api menjadi tidak suci. Meskipun ada asap di dalam api, api tetap dianggap unsur tersuci. Kalau seseorang lebih suka meninggalkan pekerjaan seorang kṣatriya dan mengambil kewajiban seorang brahmaṇā, tidak terjamin bahwa dalam kewajiban seorang brahmaṇā tidak akan ada tugas kewajiban yang tidak menyenangkan. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa di dunia material ini tidak mungkin seorang pun bebas sama sekali dari pencemaran alam material. Contoh tersebut mengenai api dan asap tepat sekali berhubungan dengan hal ini. Pada musim dingin bila seseorang mengambil sebuah batu dari api, kadang-kadang asap mengganggu mata dan anggota badan lainnya, namun ia harus menggunakan api, walaupun ada keadaan yang mengganggu. Begitu pula hendaknya seseorang janganlah meninggalkan kewajibannya yang wajar karena ada beberapa unsur yang mengganggu. Melainkan, ia harus bertabah hati untuk mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan tugas kewajibannya dalam kesadaran Krishna. Itulah titik kesempurnaan. Bila jenis kewajiban tertentu dilakukan untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa, maka segala kesalahan dalam kewajiban tertentu itu disucikan. Bila hasil pekerjaan disucikan, dan bila hasil pekerjaan itu dikaitkan dengan bhakti, maka seseorang menjadi sempurna dalam melihat sang diri di dalam hati, dan itulah keinsafan diri.





    18.49

     

    āsakta-buddhiḥ sarvatra
    jitātmā vigata-spṛhaḥ
    naiṣkarmya-siddhiḿ paramāḿ
    sannyāsenādhigacchati

     āsakta-buddhiḥ—memiliki kecerdasan yang tidak terikat; sarvatra—di mana-mana; jita-ātmā—setelah mengendalikan pikiran; vigata-spṛhaḥ—tanpa keinginan duniawi; naiṣkarmya-siddhim—kesempurnaan tanpa reaksi; paramam—paling utama; sannyāsena—oleh tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan; adhigacchati—seseorang mencapai.


    Terjemahan

    Orang yang mengendalikan diri, tidak terikat, dan mengalpakan segala kenikmatan material dapat mencapai tingkat pembebasan dari reaksi yang paling tinggi dan sempurna dengan cara mempraktekkan pelepasan ikatan.


    Penjelasan


    Pelepasan ikatan yang sebenarnya berarti seseorang harus selalu menganggap Diri-Nya bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan. Karena itu, dia harus menganggap Diri-Nya tidak berhak menikmati hasil pekerjaannya. Oleh karena Diri-Nya bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan, hasil pekerjaannya harus dinikmati oleh Tuhan Yang Maha Esa. Inilah kesadaran Krishna yang sebenarnya. Orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna sungguh-sungguh sannyāsī, yaitu orang pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan duniawi. Dengan sikap seperti itu, seseorang puas karena ia sungguh-sungguh bertindak demi Yang Mahakuasa. Karena itu dia tidak terikat pada sesuatu yang bersifat material, dia membiasakan diri untuk tidak bersenang hati dalam sesuatupun di luar kebahagiaan rohani yang diperoleh dari bhakti kepada Tuhan. Seharusnya seorang sannyāsī bebas dari reaksi kegiatannya dari dahulu, tetapi orang yang sadar akan Krishna dengan sendirinya mencapai kesempurnaan tersebut tanpa menerima apa yang disebut tingkat pelepasan ikatan. Keadaan pikiran itu disebut yogaruda, atau tingkat kesempurnaan yoga. Sebagaimana dibenarkan dalam Bab Tiga, yas tv atmaratir eva syāt: Orang yang puas di dalam hatinya tidak takut pada jenis reaksi apapun dari kegiatannya.





    18.50

     

    siddhiḿ prāpto yathā brahma
    tathāpnoti nibodha me
    samāsenaiva kaunteya
    niṣṭhā jñānasya yā parā

    siddhim—kesempurnaan; prāptaḥ—mencapai; yathā—sebagai; brahma—Yang Mahakuasa; tathā—demikian; āpnoti—seseorang mencapai; nibodha—coba mengerti; me—dari-Ku; samāsena—secara ringkas; evā—pasti; kaunteyā—wahai putera Kuntī ; niṣṭhā—tingkat; jñānasya—dari pengetahuan; yā—yang; parā—rohani.


    Terjemahan

    Wahai putera Kuntī, pelajarilah dari-Ku bagaimana orang yang sudah mencapai kesempurnaan itu dapat mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi, Brahman, tingkat pengetahuan tertinggi, dengan bertindak dengan cara yang akan-Ku ringkas sekarang.


    Penjelasan

    Krishna menguraikan untuk Arjuna bagaimana seseorang dapat mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi hanya dengan menekuni tugas kewajibannya, dengan melaksanakan kewajiban itu demi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang mencapai tingkat tertinggi Brahman hanya dengan melepaskan ikatan terhadap hasil pekerjaannya untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa. Itulah proses keinsafan diri. Kesempurnaan pengetahuan yang sebenarnya berarti mencapai kesadaran Krishna yang murni; itulah yang diuraikan dalam ayat-ayat berikut.





    18.51-53

     

    buddhyā viśuddhayā yukto
    dhṛtyātmānaḿ niyamya ca
    śabdādīn viṣayāḿs tyaktvā
    rāga-dveṣau vyudasya ca


    vivikta-sevī laghv-āśī
    yata-vāk-kāya-mānasaḥ
    dhyāna-yoga-paro nityaḿ
    vairāgyaḿ samupāśritaḥ


    ahańkāraḿ balaḿ darpaḿ
    kāmaḿ krodhaḿ parigraham
    vimucya nirmamaḥ śānto
    brahma-bhūyāya kalpate

    buddhya—dengan kecerdasan; viśuddhayā—disucikan sepenuhnya; yuktaḥ—tekun; dhṛtyā—dengan ketabahan hati; ātmanām—sang diri; niyamya—mengatur; ca—juga; śabda-ādīn—seperti suara; viṣayān—obyek-obyek indria; tyaktvā—meninggalkan; rāga—ikatan; dveṣau—dan rasa benci; vyudasya—mengesampingkan; ca—juga; vivikta-sevī—tinggal di tempat sunyi; laghu-āśī—makan sedikit; yata—setelah mengendalikan; vāk—pembicaraan; kāya—badan; mānasaḥ—dan pikiran; dhyāna-yoga-paraḥ—khusuk dalam semadi; nityam—dua puluh empat jam sehari; vairāgyam—ketidakterikatan; samupāśritaḥ—setelah berlindung kepada; ahańkāram—keakuan palsu; balam—kekuatan palsu; darpam—rasa bangga yang palsu; kāmam—hawa nafsu; krodham—amarah; parigraham—dan penerimaan benda-benda material; vimucya—dengan diselamatkan dari; nirmamaḥ—tanpa rasa memiliki sesuatu; śāntaḥ—damai; brahma-bhūyāya—demi keinsafan diri; kalpate—memiliki kwalifikasi.


    Terjemahan

    Orang yang disucikan oleh kecerdasannya dan mengendalikan pikiran dengan ketabahan hati, meninggalkan obyek-obyek kepuasan indera-indera, bebas dari ikatan dan rasa benci, tinggal di tempat sunyi, makan sedikit, mengendalikan badan, pikiran dan daya pembicaraan, yang selalu khusuk bersemadi dan bebas dari ikatan, bebas dari keakuan palsu, kekuatan palsu, rasa bangga yang palsu, amarah dan kecenderungan menerima benda-benda material, bebas dari rasa hak milik yang palsu, dan damai—orang seperti itulah pasti diangkat sampai kedudukan keinsafan diri.


    Penjelasan

    Bila seseorang disucikan oleh kecerdasan, ia menjaga Diri-Nya dalam sifat kebaikan. Dengan demikian ia mengendalikan pikirannya dan selalu khusuk bersemadi. Dia tidak terikat pada obyek-obyek kepuasan indera-indera, dan dia bebas dari ikatan dan rasa benci dalam kegiatan. Orang yang tidak terikat seperti itu sewajarnya lebih suka tinggal di tempat sunyi, dia tidak makan lebih dari kebutuhannya, dan dia mengendalikan kegiatan badan serta pikirannya. Ia tidak mempunyai keakuan palsu sebab dia tidak menganggap badan sebagai Diri-Nya. Dia juga tidak ingin supaya badannya menjadi gemuk dan kuat dengan menerima begitu banyak benda material. Oleh karena dia tidak mempunyai paham jasmani tentang kehidupan, dia tidak bangga secara palsu. Dia puas dengan segala sesuatu yang diberikan kepadanya atas karunia Tuhan, dan dia tidak pernah marah bila kepuasan indera tidak ada. Dia juga tidak berusaha memperoleh obyek-obyek indera. Dengan demikian, apabila dia sudah bebas sepenuhnya dari keakuan palsu, dia tidak terikat terhadap segala benda material, dan itulah tingkat keinsafan diri Brahman. Tingkat itu disebut brahmabhuta. Bila seseorang bebas dari paham hidup material, ia menjadi damai dan tidak dapat digoyahkan. Ini diuraikan dalam Bhagavad-gita (2.70):

    āpūryamāṇam acala-pratiṣṭhaḿ
    samudram āpaḥ praviśanti yadvat
    tadvat kāmā yaḿ praviśanti sarve
    sa śāntim āpnoti na kāma-kāmī

    Orang yang tidak digoyahkan oleh arus keinginan yang mengalir senantiasa yang bagaikan sungai masuk ke dalam lautan, yang senantiasa diisi namun selalu tenang, hanya dia sendiri yang dapat mencapai kedamaian, bukanlah orang yang berusaha memuaskan keinginan seperti itu."





    18.54

     

    brahma-bhūtaḥ prasannātmā
    na śocati na kāńkṣati
    samaḥ  sarveṣu bhūteṣu
    mad-bhaktiḿ labhate parām

    brahma-bhūtaḥ—bersatu dengan Yang Mutlak; prasanna-ātmā—riang sepenuhnya; na—tidak pernah; śocati—menyesal; na—tidak pernah; kāńkṣati—menginginkan; samaḥ—bersikap yang sama; sarveṣu—terhadap semua; bhūteṣu—makhluk hidup; mat-bhaktim—bhakti-Ku; labhate—memperoleh; param—rohani.


    Terjemahan

    Orang yang mantap secara rohani seperti itu segera menginsafi Brahman Yang Paling Utama dan menjadi riang sepenuhnya. Ia tidak pernah menyesal atau ingin mendapatkan sesuatu. Ia bersikap yang sama terhadap setiap makhluk hidup. Dalam keadaan itulah ia mencapai bhakti yang murni kepada-Ku.


    Penjelasan

    Tercapainya tingkat brahmabhuta, atau menunggal dengan Yang Mutlak adalah kata terakhir bagi orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan. Tetapi orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan, atau penyembah yang murni, masih harus lebih maju lebih tinggi lagi, untuk menekuni bhakti yang murni. Ini berarti bahwa orang yang menekuni bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa sudah berada pada tingkat pembebasan, yang disebut brahmabhuta, atau persatuan dengan Yang Mutlak. Seseorang tidak dapat mengabdikan diri kepada Yang Mahakuasa, Yang Mutlak tanpa bersatu dengan Yang Mutlak. Dalam paham mutlak tidak ada perbedaan antara yang mengabdikan diri dan diabdi; namun perbedaan itu tetap ada, dalam pengertian rohani yang lebih tinggi.
       Dalam paham kehidupan material, bila seseorang bekerja demi kepuasan indera-indera, ada kesengsaraan, tetapi di dunia mutlak, bila seseorang menekuni bhakti yang murni, tidak ada kesengsaraan. Tidak ada sesuatu yang disesalkan atau diinginkan oleh seorang penyembah dalam kesadaran Krishna. Oleh karena Tuhan Yang Maha Esa sempurna, makhluk hidup yang menekuni bhakti kepada Tuhan, dalam kesadaran Krishna, juga menjadi sempurna dalam Diri-Nya. Ia seperti sungai yang sudah dijernihkan sehingga segala air yang kotor hilang. Oleh karena penyembah yang murni tidak memikirkan sesuatu selain Krishna, sewajarnya ia selalu riang. Ia tidak menyesalkan kerugian-kerugian material apapun atau bercita-cita memperoleh keuntungan, sebab penuh dalam pengabdian kepada Tuhan. Ia tidak menginginkan kenikmatan material sebab ia mengetahui bahwa setiap makhluk hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan, dan karena itu makhluk hidup adalah hamba untuk selamanya. Di dunia material ia tidak melihat seseorang lebih tinggi atau orang lain lebih rendah. Kedudukan lebih tinggi dan lebih rendah bersifat lahiriah, dan seorang penyembah tidak ada hubungan dengan muncul maupun menghilangnya hal-hal yang bersifat lahiriah. Bagi penyembah itu, batu dan emas mempunyai nilai yang sama. Inilah tingkat brahmabhuta, dan tingkat ini dicapai dengan mudah sekali oleh seorang penyembah yang murni. Pada tingkat kehidupan itu, gagasan menunggal dengan Brahman Yang Paling Utama dan meniadakan individualitas pribadi adalah seperti masuk neraka, sedangkan gagasan mencapai kerajaan surga menjadi angan-angan, dan indera-indera bagaikan gigi ular yang telah patah. Kita tidak perlu takut terhadap ular yang tanpa gigi, demikian pula indera-indera tidak perlu ditakuti jika telah dikendalikan dengan sendirinya. Dunia ini sengsara bagi orang yang mengidap penyakit material, tetapi bagi seorang penyembah seluruh dunia sebaik Vaikuntha, atau angkasa rohani. Kepribadian tertinggi di alam semesta material ini tidak lebih penting daripada seekor semut bagi seorang penyembah. Tingkatan itu dapat dicapai atas karunia Sri  Caitanya, yang mengajarkan bhakti yang murni pada jaman ini.




    18.55

     

    bhaktyā mām abhijānāti
    yāvān yaś cāsmi tattvataḥ
    tato māḿ tattvato jñātvā
    viśate tad-anantaram

    bhaktyā—oleh bhakti yang murni; mām—Aku; abhijānāti—seseorang dapat mengetahui; yāvān— sejauh mana; yaḥ ca asmi—menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya; tattvataḥ—dalam kebenaran; tataḥ—sesudah itu; mām—Aku; tattvataḥ—dalam kebenaran; jñātvā—dengan mengetahui; visate—ia memasuki; tat-anantaram—sesudah itu.


    Terjemahan

    Seseorang dapat mengerti tentang-Ku menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, hanya dengan cara bhakti. Apabila ia sudah sadar akan Diri-Ku sepenuhnya melalui bhakti seperti itu, ia dapat masuk kerajaan Tuhan Yang Maha Esa.


    Penjelasan

    Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, serta bagian-bagian yang berkuasa penuh dari Krishna tidak dapat dimengerti oleh angan-angan pikiran atau orang yang bukan penyembah. Jika seseorang ingin mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia harus melakukan bhakti yang murni, di bawah bimbingan seorang penyembah yang murni. Jika tidak demikian, maka kebenaran Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa akan selalu tetap tersembunyi. Sebagaimana sudah dinyatakan dalam Bhagavad-gita (7.25), naham prakasah sarvasya: Krishna tidak memperlihatkan Diri-Nya kepada semua orang. Tidak ada orang yang dapat mengerti tentang Tuhan hanya berdasarkan kesarjanaan dari perguruan atau angan-angan pikiran. Hanya orang yang sungguh-sungguh tekun dalam kesadaran Krishna dan bhakti dapat mengerti apa itu Krishna. Gelar-gelar dari universitas tidak dapat menolong dalam hal ini.
      Orang yang sudah menguasai sepenuhnya ilmu pengetahuan Krishna memenuhi syarat untuk memasuki kerajaan rohani, tempat tinggal Krishna. Menjadi Brahman tidak berarti bahwa seseorang kehilangan identitasnya. Ada bhakti, dan selama bhakti masih ada, harus ada Tuhan, seorang penyembah, dan proses bhakti. Pengetahuan seperti itu tidak pernah dimusnahkan, bahkan setelah seseorang mencapai pembebasan sekalipun. Pembebasan menyangkut usaha mencari kebebasan dari paham kehidupan material; dalam kehidupan rohani perbedaan yang sama tetap ada, individualitas yang sama tetap ada, tetapi dalam kesadaran Krishna yang murni. Hendaknya orang tidak berbuat kesalahan dengan berpikir bahwa kata visate, masuk ke dalam Diri-Ku," membenarkan teori monisme, yaitu teori bahwa seseorang manunggal dengan Brahman yang tidak berbentuk pribadi. Tidak. Visate berarti bahwa seseorang dapat memasuki tempat tinggal Tuhan Yang Maha Esa dalam individualitasnya untuk menjadi tekun dalam hubungan dengan Beliau dan mengabdikan diri kepada Beliau. Misalnya, burung berwarna hijau masuk ke dalam pohon berwarna hijau bukan dengan tujuan menjadi satu dengan pohon itu, tetapi untuk menikmati buah pada pohon itu. Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan pada umumnya mengemukakan contoh tentang sungai yang mengalir ke lautan lalu menunggal dengan lautan itu. Mungkin hal ini menjadi sumber kebahagiaan bagi orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, tetapi orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan tetap memiliki individualitas pribadinya seperti ikanikan di dalam lautan. Kita menemukan banyak makhluk hidup di dalam lautan, jika kita menyelam. Hanya mengenal permukaan lautan saja tidak cukup. Orang harus memiliki pengetahuan lengkap tentang ikan-ikan yang hidup di dalam lautan.
       Oleh karena bhakti yang murni yang dilakukan seorang penyembah, ia dapat mengerti sifat-sifat dan kehebatan rohani Tuhan Yang Maha Esa dengan sebenarnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Sebelas, hanya dengan bhakti saja seseorang dapat mengerti. Kenyataan yang sama dibenarkan di sini, orang dapat mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan bhakti dan memasuki kerajaan Beliau.
       Setelah tercapainya tingkat kebebasan dari paham-paham  material yang disebut brahmabhuta, bhakti dimulai apabila seseorang mendengar tentang Tuhan. Apabila seseorang mendengar tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan sendirinya tingkat brahmabhuta berkembang, dan paham material—kelobaan dan nafsu terhadap kenikmatan indera-indera—hilang. Begitu nafsu dan keinginan hilang dari hati seorang penyembah, ia menjadi semakin terikat terhadap bhakti kepada Tuhan, dan dengan ikatan seperti itu ia menjadi bebas dari pengaruh material. Dalam keadaan hidup seperti itu, ia dapat mengerti tentang Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan ini juga diberikan dalam Srimad-Bhagavatam. Sesudah pembebasan, proses bhakti atau pengabdian rohani berlangsung terus. Kenyataan ini juga dibenarkan oleh Vedanta-sutra (4.1.12): aprayanat tatrapi hi drstam. Ini berarti bahwa sesudah pembebasan, proses bhakti berjalan terus. Dalam Srimad-Bhagavatam, pembebasan yang sejati dalam bhakti didefinisikan sebagai berikut: Makhluk hidup diangkat kembali di dalam identitasnya sendiri, yaitu kedudukan dasarnya sendiri. Kedudukan dasar sudah dijelaskan: Setiap makhluk hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan. Karena itu, kedudukan dasar makhluk hidup ialah mengabdikan diri. Sesudah pembebasan, pengabdian tersebut tidak pernah dihentikan. Pembebasan yang sejati berarti menjadi bebas dari salah paham tentang kehidupan.





    18.56

     

    sarva-karmaṇy api sadā
    kurvāṇo mad-vyapāśrayaḥ
    mat-prasādād avāpnoti
    śāśvataḿ padam avyayām

    sarva—semua; karmaṇi—kegiatan; api—walaupun; sadā—selalu; kurvanaḥ—melakukan; mat-vyapāśrayaḥ—di bawah perlindungan-Ku; mat-prasādāt—atas karunia-Ku; avāpnoti—seseorang mencapai; śāśvatam—yang kekal; padam—tempat tinggal; avyayām—tidak dapat dimusnahkan.


    Terjemahan

    Meskipun penyembah-Ku yang murni yang selalu di bawah perlindungan-Ku sibuk dalam segala jenis kegiatan, ia mencapai tempat tinggal yang kekal dan tidak dapat dimusnahkan atas karunia-Ku.


    Penjelasan

    Kata mad-vyapāśrayaḥ berarti di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk dibebaskan dari pencemaran material, seorang penyembah murni bertindak di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa atau utusan-Nya, yaitu guru kerohanian. Tidak ada pembatasan waktu bagi seorang penyembah yang murni. Dia selalu seratus persen tekun dalam kegiatan di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa selama dua puluh empat jam sehari. Tuhan Yang Maha Esa sangat murah hati kepada seorang penyembah yang tekun dalam kesadaran Krishna seperti itu. Meskipun ada segala jenis kesulitan, akhirnya ia ditempatkan di tempat tinggal rohani, atau Krishnaloka. Terjamin bahwa dia akan masuk di sana; kenyataan itu tidak dapat diragu-ragukan. Tidak ada perubahan apapun di tempat tinggal yang paling utama itu; segala sesuatu bersifat kekal, tidak dapat dimusnahkan dan penuh pengetahuan.





    18.57

     

    cetasā sarva-karmaṇi
    mayi sannyasya mat-paraḥ
    buddhi-yogam upāśritya
    mac-cittaḥ satataḿ bhava


    cetasā—oleh kecerdasan; sarva-karmaṇi—segala jenis kegiatan; mayi—kepada-Ku; sannyasya—meninggalkan; mat-paraḥ—di bawah perlindungan-Ku; buddhiyogam—kegiatan bhakti; upāśritya—berlindung kepada; mat-cittaḥ—sadar kepada-Ku; satatam—selama dua puluh empat jam sehari; bhava—jadilah.


    Terjemahan

    Dalam segala kegiatan, hanya bergantung kepada-Ku dan selalu bekerja di bawah perlindungan-Ku. Dalam bhakti seperti itu, sadarilah Aku sepenuhnya.


    Penjelasan

    Bila seseorang bertindak dalam kesadaran Krishna, dia tidak bertindak sebagai penguasa dunia. Seperti seorang pelayan, hendaknya ia bertindak sepenuhnya di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa. Seorang pelayan tidak mempunyai kebebasan khusus. Dia hanya bertindak atas perintah atasan. Seorang pelayan yang bertindak atas nama penguasa yang paling utama tidak dipengaruhi oleh laba dan rugi. Dia hanya melaksanakan tugas kewajibannya dengan setia menurut perintah Tuhan. Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa Arjuna bertindak di bawah perintah pribadi Krishna, tetapi apabila Krishna tidak ada, bagaimana seseorang seharusnya bertindak? Jika seseorang bertindak menurut perintah Krishna dalam buku ini, dan juga di bawah bimbingan utusan Krishna, maka hasilnya sama dengan bertindak di bawah perintah Krishna secara langsung. Kata Sansekerta matparah sangat penting dalam ayat ini. Kata tersebut menunjukkan bahwa seseorang tidak mempunyai tujuan hidup selain bertindak dalam kesadaran Krishna hanya untuk memuaskan Krishna. Sambil bekerja dengan cara seperti itu, hendaknya seseorang hanya memikirkan Krishna: Saya diangkat oleh Krishna untuk melaksanakan kewajiban ini." Sambil bertindak dengan cara itu, sewajarnya seseorang harus berpikir tentang Krishna. Inilah kesadaran Krishna yang sempurna. Akan tetapi, hendaknya diperhatikan bahwa sesudah melakukan sesuatu seenaknya sebaiknya janganlah mempersembahkan hasilnya kepada Tuhan. Tugas seperti itu tidak termasuk bhakti dalam kesadaran Krishna. Orang harus bertindak menurut perintah Krishna. Ini kenyataan yang penting sekali. Perintah Krishna tersebut turun melalui garis perguruan dari guru kerohanian yang dapat dipercaya. Karena itu, perintah guru kerohanian harus diterima sebagai kewajiban utama dalam hidup. Kalau seseorang berguru kepada seorang guru kerohanian dan bertindak menurut perintahnya, maka kesempurnaan hidupnya dalam kesadaran Krishna terjamin.




    18.58

    mac-cittaḥ sarva-durgāṇi
    mat-prasādāt tariṣyasi
    atha cet tvām ahańkārān
    na śroṣyasi vinańkṣyasi


    mat—dari-Ku; cittaḥ—menjadi sadar; sarva—semuanya; durgāṇi—rintangan; mat-prasādāt—atas karunia-Ku; tariṣyasi—engkau akan mengatasi; atha—tetapi; cet—kalau; tvām—engkau; ahańkārat—oleh keakuan palsu; na śroṣyasi—tidak mendengar; vinańkṣyasi—engkau akan hilang.


    Terjemahan

    Kalau engkau sadar akan-Ku, engkau akan melewati segala rintangan kehidupan yang terikat atas karunia-Ku. Akan tetapi, kalau engkau tidak bekerja dengan kesadaran seperti itu melainkan bertindak karena keakuan palsu, dan tidak mendengar-Ku, engkau akan hilang.


    Penjelasan

    Orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya tidak terlalu cemas tentang pelaksanaan tugas kewajiban kehidupannya. Orang bodoh tidak dapat mengerti kebebasan yang besar dari segala kecemasan seperti itu. Krishna menjadi kawan yang paling dekat bagi orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna. Krishna selalu menjaga kesenangan kawan-Nya dan Beliau memberikan Diri-Nya kepada kawan-Nya yang tekun dengan penuh bhakti selama dua puluh empat jam sehari karena menyenangkan hati Tuhan. Karena itu, semestinya seseorang tidak terbawa oleh keakuan palsu paham hidup jasmani. Hendaknya ia janganlah berpikir secara palsu seolah-olah Diri-Nya bebas dari hukum-hukum alam material atau bebas bertindak. Dia sudah di bawah hukum-hukum material yang ketat. Tetapi begitu ia bertindak dalam kesadaran Krishna, ia dibebaskan dari hal-hal material yang membingungkan. Hendaknya seseorang memperhatikan dengan seksama bahwa orang yang tidak giat dalam kesadaran Krishna sedang menyebabkan Diri-Nya hilang dalam pusaran air material, dalam lautan kelahiran dan kematian. Tidak ada roh yang terikat yang sungguh-sungguh mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang harus tidak dilakukan, tetapi orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna bebas bertindak karena segala sesuatu didorong oleh Krishna dari dalam hatinya dan dibenarkan oleh guru kerohanian.




    18.59

     

    yad ahańkāram āśritya
    na yotsya iti manyase
    mithyaiṣa vyavasāyas te
    prakṛtis tvāḿ niyokṣyati


    yat—jika; ahańkāram—dari keakuan palsu; āśritya—berlindung; na yotsye—aku tidak akan bertempur; iti—demikian; manyase—engkau berpikir; mithyā eṣaḥ—ini semua palsu; vyavasāyaḥ—ketabahan hati; te—milikmu; prakṛtiḥ—alam material; tvām—engkau; niyokṣyati—akan menjadikan sibuk.


    Terjemahan

    Kalau engkau tidak bertindak menurut perintah-Ku dan tidak bertempur, maka engkau akan salah jalan. Menurut sifatmu, engkau akan diharuskan ikut berperang.


    Penjelasan

    Arjuna seorang kesatria, dan dia dilahirkan dari sifat kṣatriya. Karena itu, kewajibannya yang wajar ialah bertempur. Tetapi akibat keakuan palsu dia takut bahwa dengan membunuh gurunya, kakeknya dan kawan-kawannya, dia akan menderita reaksi-reaksi dosa. Sebenarnya dia menganggap Diri-Nya penguasa perbuatannya, seolah-olah dia mengatur hasil yang baik dan buruk dari pekerjaan itu. Dia lupa bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sedang memberi perintah kepadanya untuk bertempur. Itulah kecenderungan lupa yang dimiliki oleh roh yang terikat. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa memberi petunjuk-petunjuk  tentang yang baik dan apa yang buruk dan seseorang hanya harus bertindak dalam kesadaran Krishna untuk mencapai kesempurnaan hidup. Tidak seorangpun dapat menentukan nasibnya sendiri seperti yang dapat diketahui oleh Tuhan Yang Maha Esa; karena itu, jalan terbaik ialah menerima perintah dari Tuhan Yang Maha Esa dan bertindak. Hendaknya orang janganlah mengalpakan perintah Tuhan Yang Maha Esa ataupun perintah guru kerohanian, utusan Tuhan. Sebaiknya seseorang bertindak tanpa menunda-nunda untuk melaksanakan perintah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, itu akan menjaga Diri-Nya agar selamat dalam segala keadaan.





    18.60

     

    svabhāva-jena kaunteya
    nibaddhaḥ svena karmaṇā
    kartuḿ necchasi yan mohāt
    kariṣyasy avaśo 'pi tat

    svabhāva-jena—dilahirkan dari sifatmu sendiri; kaunteya—wahai putera Kuntī ; nibaddhaḥ—terikat; svena—oleh milik anda sendiri; karmaṇā—kegiatan; kartum—melakukan; na—tidak; icchasi—engkau suka; yat—itu yang; mohāt—oleh khayalan; kariṣyasi—engkau akan berbuat; avāsaḥ—tidak dengan sukarela; api—walaupun; tat—itu.


    Terjemahan

    Akibat khayalan, engkau sekarang menolak bertindak menurut perintah-Ku. Tetapi didorong oleh pekerjaan yang dilahirkan dari sifatmu sendiri, engkau akan bertindak juga, wahai putera Kuntī .


    Penjelasan

    Kalau seseorang menolak bertindak di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa, maka ia dipaksakan untuk bertindak oleh sifat-sifat yang mempengaruhi Diri-Nya. Semua orang dipesona oleh gabungan tertentu sifat-sifat alam dan ia bertindak dengan cara seperti itu. Tetapi siapapun yang rela tekun di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa menjadi mulia.





    18.61

     

    īśvaraḥ sarva-bhūtānāḿ
    hṛd-deśe 'rjuna tiṣṭhati
    bhrāmayā n sarva-bhūtāni
    yantrārūḍhāni māyayā


    īśvaraḥ—Tuhan Yang Maha Esa; sarva-bhūtānām—terhadap semua makhluk hidup; hṛt-deśe—di sekitar jantung; Arjuna—wahai Arjuna; tiṣṭhati—tinggal di; bhrāmayā—menyebabkan berjalan; sarva-bhūtāni—semua makhluk hidup; yantra—pada sebuah mesin; ārūḍhani—dengan ditempatkan; māyayā—di bawah pesona tenaga material.


    Terjemahan

    Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua orang, wahai Arjuna, dan Beliau mengarahkan pengembaraan semua makhluk hidup, yang duduk seolah-olah pada sebuah mesin terbuat dari tenaga material.


    Penjelasan

    Arjuna bukan yang mahatahu, dan keputusan Arjuna untuk bertempur atau tidak, dibatasi oleh pertimbangannya yang terbatas. Sri Krishna memberi pelajaran bahwa diri pribadi bukanlah segala-galanya. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, atau Krishna Sendiri, sebagai Roh Yang Utama yang berada di tempat-tempat khusus, bersemayam di dalam hati dan memberi pengarahan kepada makhluk hidup. Sesudah makhluk hidup mengganti kan badannya, ia lupa perbuatannya yang dahulu, namun Roh Yang Utama, yang mengetahui masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang, tetap sebagai saksi segala kegiatannya. Karena itu, semua kegiatan para makhluk hidup diarahkan oleh Roh Yang Utama tersebut. Makhluk hidup mendapat apa yang patut didapatkannya dan ia dibawa oleh badan jasmani, yang diciptakan di dalam tenaga material atas perintah Roh Yang Utama. Begitu makhluk hidup di tempatkan di dalam jenis badan tertentu, ia harus bekerja di bawah pesona keadaan jasmani itu. Seperti orang yang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi akan berjalan lebih cepat daripada orang yang naik mobil yang lebih lambat, meskipun para makhluk hidup, para pengemudinya, mungkin sama. Seperti itu pula, atas perintah Roh Yang Utama, alam material membentuk jenis badan tertentu untuk jenis makhluk hidup tertentu supaya dia dapat bekerja menurut keinginannya dari dahulu. Makhluk hidup tidak bebas. Hendaknya seseorang janganlah menganggap Diri-Nya bisa bebas dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Roh individual selalu di bawah pengendalian Tuhan. Karena itu, tugas kewajiban orang adalah menyerahkan diri, dan itulah perintah dalam ayat berikut.


    18.62

     

    tam eva śaraṇaḿ gaccha
    sarva-bhāvena bhārata
    tat-prasādāt parāḿ śāntiḿ
    sthānaḿ prāpsyasi śāśvatam

    tam—kepada Beliau; evā—pasti; śaraṇam gaccha—serahkan diri; sarva-bhāvena—dalam segala hal; bhārata—wahai putera Bhārata ; tat-prasādāt—atas karunia Beliau; param—rohani; śāntim—kedamaian; sthānam—tempat tinggal; prāpsyasi—engkau akan memperoleh; śāśvatam—kekal.


    Terjemahan

    Wahai putera keluarga Bhārata, serahkanlah dirimu kepada Beliau sepenuhnya. Atas karunia Beliau engkau akan mencapai kedamaian rohani dan tempat tinggal kekal yang paling utama.


    Penjelasan

    Karena itu, makhluk hidup hendaknya menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam hati semua orang, dan itu akan membebaskan Diri-Nya dari segala jenis kesengsaraan kehidupan material ini. Dengan menyerahkan diri seperti itu, seseorang tidak hanya dibebaskan dari segala kesenangan dalam hidup ini, tetapi akhirnya dia akan mencapai kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dunia rohani diuraikan dalam kesusasteraan Veda (rg Veda 1.22.20) sebagai tad visnoh paramam padam. Oleh karena seluruh ciptaan adalah kerajaan Tuhan, segala sesuatu yang bersifat material sebenarnya rohani, tetapi paramam padam khususnya berarti tempat tinggal yang kekal, yang disebut angkasa rohani atau Vaikuntha.
       Dalam Bab Lima belas dari Bhagavad-gita dinyatakan, sarvasya caham hrdi sannivistah: Tuhan bersemayam di dalam hati semua orang. Karena itu, anjuran bahwa seseorang harus menyerahkan diri kepada Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hatinya berarti bahwa ia harus menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Arjuna sudah mengakui Krishna sebagai Yang Mahakuasa. Dalam Bab Sepuluh, Krishna diakui sebagai param brahma param dhāma. Arjuna mengakui Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan tempat tinggal yang paling utama bagi semua makhluk hidup, bukan hanya karena pengalaman pribadinya tetapi juga karena bukti dari penguasa-penguasa yang mulia seperti Nārada, Asita, Devala dan Vyasa.





    18.63

     

    iti te jñānam ākhyātaḿ
    guhyād guhyataraḿ mayā
    vimṛśyaitad aśeṣeṇa
    yathecchasi tathā kuru

    iti—demikianlah; te—kepadamu; jñānam—pengetahuan; ākhyātam—diuraikan; guhyāt—daripada rahasia; guhya-taram—lebih rahasia lagi; mayā—oleh-Ku; vimṛśya—mempertimbangkan; etat—pada ini; aśeṣeṇa—sepenuhnya; yathā—sebagai; icchasi—engkau suka; tathā—itu; kuru—lakukan.


    Terjemahan

    Demikianlah Aku sudah menjelaskan pengetahuan yang lebih rahasia lagi kepadamu. Per
    timbangkanlah hal-hal ini sepenuhnya, kemudian lakukanlah apa yang ingin kau lakukan.


    Penjelasan

    Sri Krishna sudah menjelaskan kepada Arjuna tentang pengetahuan brahmabhuta. Orang yang berada dalam keadaan brahmabhuta riang; ia tidak pernah menyesal atau ingin mendapatkan sesuatu. Ini disebabkan oleh pengetahuan rahasia. Krishna juga mengungkapkan pengetahuan tentang Roh Yang Utama. Ini juga pengetahuan Brahman, pengetahuan tentang Brahman, tetapi pengetahuan ini lebih tinggi.
       Di sini kata-kata yathecchasi tathā kuru—Menurut apa yang engkau sukai, engkau boleh bertindak"—menunjukkan bahwa Tuhan tidak campur tangan dengan kebebasan kecil yang dimiliki oleh makhluk hidup. Dalam Bhagavad-gita, Krishna sudah menjelaskan segala hal tentang bagaimana seseorang dapat meningkatkan keadaan hidupnya. Nasehat terbaik yang disampaikan kepada Arjuna ialah untuk menyerahkan diri kepada Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hatinya. Menurut pertimbangan yang benar, hendaknya seseorang setuju bertindak menurut perintah Roh Yang Utama. Itu akan menolong Diri-Nya supaya mantap senantiasa dalam kesadaran Krishna, tingkat kesempurnaan kehidupan manusia yang tertinggi. Arjuna sedang diperintahkan langsung oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa supaya ia bertempur. Penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah demi kepentingan terbaik para makhluk hidup. Penyerahan diri itu bukan demi kepentingan Yang Mahakuasa. Sebelum seseorang menyerahkan diri, ia bebas mempertimbangkan mata pelajaran sejauh kemampuan kecerdasannya; itulah cara terbaik untuk menerima perintah atau pelajaran Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Pelajaran tersebut juga datang melalui guru kerohanian, utusan Krishna yang dapat dipercaya.




    18.64

     

    sarva-guhyatamaḿ bhūyaḥ
    śṛṇu me paramaḿ vacaḥ
    iṣṭo 'si me dṛḍham iti
    tato vakṣyāmi te hitam

    sarva-guhya-tamam—paling rahasia dari semuanya; bhūyaḥ—ini lagi; śṛṇu—hanya mendengar; me—Diri-Ku; paramam—Yang Mahakuasa; vacaḥ—pelajaran; istah asi—engkau tercinta; me—kepada-Ku; dṛḍham—sangat; iti—demikian; tataḥ—karena itu; vakṣyāmi—Aku bersabda; te—untuk milikmu; hitam—manfaat.


    Terjemahan

    Oleh karena engkau kawan-Ku yang sangat -Kucintai, Aku akan menyabdakan perintah-Ku yang paling utama kepadamu, yaitu pengetahuan yang paling rahasia dari segalanya. Dengarlah pelajaran ini dari-Ku, sebab pelajaran itu demi kesejahteraanmu.


    Penjelasan

    Krishna sudah memberikan tentang pengetahuan rahasia kepada Arjuna (pengetahuan tentang Brahman) dan pengetahuan yang lebih rahasia lagi (pengetahuan tentang Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hati semua orang). Sekarang Krishna akan memberikan bagian pengetahuan yang paling rahasia; yaitu, hanya menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhir Bab Sembilan Krishna sudah bersabda,manmanaḥ: Hanya selalu berpikir tentang-Ku." Pelajaran yang sama di ulangi di sini untuk menggarisbawahi hakekat ajaran Bhagavad-gita. Hakekat tersebut tidak dapat dipahami oleh orang awam, tetapi dapat dipahami oleh orang yang sungguh-sungguh dicintai oleh Krishna, yaitu penyembah Krishna yang murni. Inilah pelajaran terpenting dalam segala kesusasteraan Veda. Yang sedang disabdakan oleh Krishna berhubungan dengan hal ini adalah bagian pengetahuan yang paling penting, dan harus dilaksanakan tidak hanya oleh Arjuna tetapi oleh semua makhluk hidup.




    18.65

     

    man-manā bhava mad-bhakto
    mad-yājī māḿ namaskuru
    mām evaiṣyasi satyaḿ te
    pratijāne priyo 'si me

    mat-manāḥ—berpikir tentang-Ku; bhava—hanya menjadi; mat-bhaktaḥ—penyembah-Ku; mat-yājī—orang yang sembahyang kepada-Ku; mām—kepada-Ku; namaskuru—menghaturkan sembah sujudmu; mām—kepada-Ku; evā—pasti; eṣyasi—engkau akan datang; satyam—sungguh; te—kepadamu; pratijāne—Aku berjanji; priyaḥ—tercinta; asi—engkau adalah; me—bagi-Ku.


    Terjemahan

    Berpikirlah tentang-Ku senantiasa, menjadi penyembah-Ku, bersembahyang kepada-Ku dan bersujud kepada-Ku. Dengan demikian, pasti engkau akan datang kepada-Ku. Aku berjanji demikian kepadamu karena engkau kawan-Ku yang sangat Kucintai.



    Penjelasan


    Bagian pengetahuan yang paling rahasia ialah bahwa hendaknya orang menjadi penyembah Krishna yang murni, selalu berpikir tentang Krishna dan bertindak untuk Krishna. Hendaknya orang jangan hanya melakukan semadi sebagai kedok saja. Kehidupan harus dibentukkan sedemikian rupa supaya orang selalu mendapat kesempatan untuk berpikir tentang Krishna. Hendaknya orang selalu bertindak dengan cara sedemikian rupa agar segala kegiatannya sehari-hari  berhubungan dengan Krishna. Sebaiknya ia mengatur kehidupannya dengan cara supaya dia hanya dapat berpikir tentang Krishna selama dua puluh empat jam sehari. Krishna berjanji bahwa siapapun yang berada dalam kesadaran Krishna yang murni seperti itu pasti akan kembali ke tempat tinggal Krishna. Setelah kembali ke tempat Krishna, dia akan menjadi tekun dalam hubungan dengan Krishna dan bertemu muka dengan Krishna. Bagian pengetahuan yang paling rahasia ini disampaikan kepada Arjuna karena Arjuna adalah kawan yang sangat dicintai oleh Krishna. Semua orang yang mengikuti jalan Arjuna dapat menjadi kawan yang dicintai oleh Krishna dan mencapai kesempurnaan yang sama seperti yang dicapai oleh Arjuna.
       Kata-kata ini menegaskan bahwa sebaiknya orang memusatkan pikirannya kepada Krishna bentuk Krishna yang berlengan dua dan membawa seruling, pemuda berwarna kebiru-biruan dengan wajah yang tampan dan bulub-ulu merak menghiasi rambut-Nya. Ada uraian tentang Krishna dalam Brahma-samhita dan kesusasteraan yang lain. Hendaknya orang selalu memusatkan pikirannya pada bentuk Tuhan Yang Maha Esa yang asli, yaitu Krishna. Hendaknya orang jangan mengalihkan perhatiannya kepada bentuk-bentuk lain yang berasal dari Krishna. Tuhan mempunyai berbagai bentuk, sebagai Visnu, Narayana, Rāma, Varaha, dan sebagainya, tetapi sebaiknya seorang penyembah memusatkan pikirannya pada bentuk yang berada di hadapan Arjuna. Memusatkan pikiran pada bentuk Krishna merupakan bagian pengetahuan yang paling rahasia, dan ini diungkapkan kepada Arjuna karena Arjuna adalah kawan Krishna yang paling tercinta.


    18.66

     

    sarva-dharmān parityajya
    mām ekaḿ śaraṇaḿ vrājā
    ahaḿ tvāḿ sarva-pāpebhyo
    mokṣayiṣyāmi mā śucaḥ

    sarva-dharmān—segala jenis dharma; parityajya—tinggalkanlah; mām—kepada-Ku; ekam—hanya; śaraṇam—untuk penyerahan diri; vrājā—pergi; aham—Aku; tvām—engkau; sarva—semua; pāpebhyaḥ—dari reaksi-reaksi dosa; mokṣayiṣyāmi—akan menyelamatkan; mā—jangan; śucaḥ—khawatir.


    Terjemahan

    Tinggalkanlah segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepada-Ku. Aku akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut.


    Penjelasan

    Krishna sudah menguraikan berbagai jenis pengetahuan dan proses dharma pengetahuan tentang Brahman Yang Paling Utama, pengetahuan tentang Roh Yang Utama, pengetahuan tentang berbagai jenis tingkatan dan golongan hidup masyarakat, pengetahuan tentang tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan, pengetahuan tentang ketidakterikatan, cara mengendalikan indera dan pikiran, semadi, dan sebagainya. Krishna sudah menguraikan berbagai jenis dharma dengan berbagai cara. Sekarang dalam ringkasan Bhagavad-gita, Krishna menyatakan bahwa Arjuna harus meninggalkan segala proses tersebut yang sudah dijelaskan kepadanya; sebaiknya ia hanya menyerahkan diri kepada Krishna. Penyerahan diri tersebut akan menyelamatkan Arjuna dari segala jenis reaksi dosa, sebab Krishna Sendiri berjanji untuk melindunginya.
       Dalam Bab Delapan dinyatakan bahwa hanya oranghttp://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png yang sudah bebas dari reaksi dosa dapat mulai sembahyang kepada Sri Krishna. Karena itu, mungkin seseorang berpikir bahwa ia belum dapat memulai proses penyerahan diri sampai ia bebas dari segala reaksi dosa. Mengenai keragu-raguan seperti itu, di sini dinyatakan bahwa kalaupun seseorang belum bebas dari segala reaksi dosa, hanya dengan proses penyerahan diri kepada Sri Krishna dengan sendiri-Nya ia dibebaskan. Ia tidak perlu berusaha keras untuk membebaskan Diri-Nya dari reaksi-reaksi dosa. Hendaknya seseorang tidak ragu-ragu untuk mengakui Krishna sebagai Kepribadian Yang Paling Utama yang menyelamatkan semua makhluk hidup. Seseorang harus menyerahkan diri kepada Krishna dengan keyakinan dan cinta-bhakti.
       Proses penyerahan diri kepada Krishna diuraikan dalam Haribhaktivilasa (11.676):

    ānukūlyasya sańkalpaḥ
    prātikūlyasya varjanam
    rakṣiṣyatīti viśvāso
    goptṛtve varanaḿ tathā
    ātma-nikṣepa-kārpaṇye
    adhttp://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png̣-vidhā śaraṇāgatiḥ

    Menurut proses bhakti, hendaknya seseorang hanya menerima prinsip-prinsip dharma yang akhirnya akan membawa Diri-Nya sampai bhakti kepada Tuhan. Seseorang dapat melakukan tugas kewajiban tertentu menurut kedudukannya dalam susunan masyarakat, tetapi kalau ia tidak mencapai titik kesadaran Krishna dengan melaksanakan kewajibannya, maka segala kegiatannya sia-sia. Apapun yang tidak membawa seseorang sampai tingkat kesempurnaan kesadaran Krishna hendaknya dihindari. Hendaknya seseorang yakin bahwa dalam segala keadaan, Krishna akan melindungi Diri-Nya terhadap segala kesulitan. Ia tidak perlu berpikir bagaimana cara memelihara jiwa dan raganya. Krishna akan mengatur hal-hal itu. Hendaknya seseorang selalu menganggap Diri-Nya tidak berdaya dan mengakui Krishna sebagai satu-satunya dasar kemajuan dalam kehidupannya. Begitu seseorang tekun dengan serius dalam bhakti kepada Tuhan dan sadar akan Krishna sepenuhnya, ia segera dibebaskan dari segala pengaruh alam material. Ada berbagai proses dharma dan proses penyucian diri melalui pengembangan pengetahuan, samadhi dalam sistem yoga kebatinan dan sebagainya, tetapi oranghttp://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png yang menyerahkan diri kepada Krishna tidak harus melakukan begitu banyak cara. Penyerahan diri kepada Krishna saja akan menyelamatkan Diri-Nya dari pemborosan waktu yang tidak diperlukan. Dengan demikian ia dapat mencapai segala kemajuan dengan segera dan dapat dibebaskan dari segala reaksi dosa.
       Hendaknya seseorang tertarik kepada bentuk Krishna yang indah Beliau bernama Krishna karena Beliau menarik hati semua makhluk. Oranghttp://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png yang tertarik pada bentuk Krishna yang tampan, Mahaperkasa dan Mahakuat adalah orang beruntung. Ada berbagai jenis rohaniwan beberapa di antaranya ter tarik pada aspek Roh Yang Utama, dan sebagainya, tetapi ada yang tertarik kepada aspek pribadi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan tertua ma yang tertarik kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sebagai Krishna Sendiri adalah rohaniwan yang paling sempurna. Dengan kata lain, bhakti kepada Krishna, dalam kesadaran sepenuhnya, adalah bagian pengetahuan yang paling rahasia, dan inilah hakekat seluruh Bhagavad-gita. Para karma-yogi,para filosof yang mendasarkan pengetahuannya pada percobaan, para ahli kebatinan dan para penyembah semua disebut rohaniwan, tetapi seorang penyembah yang murni adalah yang paling baik di antaranya semuanya. Kata-kata khusus yang digunakan di sini, ma sucah, jangan takut, jangan was-was, jangan khawatir," sangat bermakna. Mungkin seseorang bingung bagaimana cara ia dapat meninggalkan segala jenis bentuk dharma dan hanya menyerahkan diri kepada Krishna, tetapi segala kekhawatiran tersebut tidak berguna.





    18.67

     

    idaḿ te nātapaskāya
    nābhaktāya kadācana
    na cāśuśrūṣave vācyaḿ
    na ca māḿ yo 'bhyasūyati


    idam—ini; te—oleh engkau; na—tidak pernah; atapaskāya—kepada orang yang tidak bertapa; na—tidak pernah; abhaktāya—kepada orang yang bukan penyembah; kadācana—pada suatu waktu; na—tidak pernah; ca—juga; aśuśrūṣave—kepada orang yang tidak menekuni bhakti; vācyam—untuk dikatakan; na—tidak pernah; ca—juga; mām—menuju-Ku; yaḥ—siapapun yang; abhyasūyati—iri hati.


    Terjemahan

    Pengetahuan yang rahasia ini tidak pernah boleh dijelaskan kepada orang yang tidak bertapa, tidak setia, dan tidak menekuni bhakti—ataupun kepada orang yang iri kepada-Ku.


    Penjelasan

    Orang yang belum menjalani pertapaan proses dharma, yang belum berusaha berbhakti dalam kesadaran Krishna, atau belum melayani seorang penyembah yang murni, khususnya orang yang sadar akan Krishna, dia hanyalah tokoh sejarah, atau iri hati terhadap kebesaran Krishna tidak boleh diberitahukan tentang bagian pengetahuan yang paling rahasia ini. Akan tetapi, terkadang dilihat bahwa orang jahat yang iri kepada Krishna dan sembahyang kepada Krishna dengan cara yang lain, mengambil pencaharian menjelaskan Bhagavad-gita dengan cara yang lain sebagai usaha dagang tetapi orang-orang yang sungguh-sungguh ingin mengerti tentang Krishna harus menghindari tafsiran Bhagavad-gita seperti itu. Sebenarnya tujuan Bhagavad-gita tidak dapat dimengerti oleh orang yang selalu berusaha memperhatikan indera-inderanya. Walaupun seseorang tidak selalu berusaha memuaskan indera-inderanya tetapi mengikuti disiplin yang diajarkan dalam Kitab-kitab Veda secara ketat, jikalau dia bukan penyembah, dia pun tidak dapat mengerti tentang Krishna. Kalau seseorang menyamar sebagai penyembah Krishna tetapi tidak tekun dalam kegiatan kesadaran Krishna, dia pun tidak dapat mengerti tentang Krishna. Krishna sudah menjelaskan dalam Bhagavad-gita bahwa Krishna adalah Yang Mahakuasa dan tiada sesuatupun yang lebih tinggi ataupun sejajar dengan Krishna. Ada banyak orang yang iri hati kepada Krishna. Orang seperti itu hendaknya jangan diberitahu tentang Bhagavad-gita, sebab mereka tidak dapat mengerti. Orang yang tidak percaya tidak mungkin mengerti tentang Bhagavad-gita dan Krishna. Hendaknya seseorang janganlah mencoba menafsirkan Bhagavad-gita tanpa mengerti tentang Krishna dari kekuasaan seorang penyembah murni.


    18.68

     

    ya idaḿ paramaḿ guhyaḿ
    mad-bhakteṣv abhidhāsyāti
    bhaktiḿ mayi parāḿ kṛtvā
    mām evaiṣyaty asaḿśayaḥ

    yaḥ—siapapun; idam—ini; paramam—paling; guhyam—rahasia; mat—milik-Ku; bhakteṣu—di kalangan para penyembah; abhidhāsyāti—menjelaskan; bhaktim—pengabdian suci bhakti; mayi—kepada-Ku; param—rohani; kṛtvā—melakukan; mām—kepada-Ku; evā—pasti; esyāti—menjadi; asaḿśayaḥ—tanpa ragu


    Terjemahan

    Terjamin bahwa orang yang menjelaskan rahasia yang paling utama ini kepada para penyembah akan mencapai bhakti yang murni, dan akhirnya dia akan kembali kepada-Ku.


    Penjelasan

    Pada umumnya disarankan agar Bhagavad-gita dibicarakan hanya di kalangan penyembah, sebab orang yang bukan penyembah tidak akan mengerti tentang Krishna maupun Bhagavad-gita. Orang yang tidak mengakui Krishna menurut kedudukan asli Krishna maupun Bhagavad-gita menurut aslinya, hendaknya jangan mencoba menjelaskan Bhagavad-gita secara sesuka hati sehingga melakukan kesalahan. Bhagavad-gita harus dijelaskan kepada orang yang bersedia mengakui Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Bhagavad-gita hanya merupakan mata pelajaran bagi para penyembah, bukan untuk orang yang berangan-angan di bidang filsafat. Akan tetapi, siapapun yang berusaha dengan tulus ikhlas untuk menyampaikan Bhagavad-gita menurut aslinya akan maju dalam kegiatan bhakti dan akan mencapai tingkat bhakti yang murni dalam hidup ini. Sebagai hasil dari bhakti yang murni, ia pasti akan pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.




    18.69

     

    na ca tasmān manuṣyeṣu
    kaścin me priya-kṛttamaḥ
    bhavitā na ca me tasmād
    anyaḥ priyataro bhuvi

    na—tidak pernah; ca—dan; tasmāt—daripada dia; manuṣyeṣu—di antara manusia; kaścit—siapapun; me—kepada-Ku; priya-kṛt-tamaḥ—lebih dicintai; bhavitā—akan menjadi; na—tidak juga; ca—dan; me—kepada-Ku; tasmāt—daripada dia; anyaḥ—lain; priya-taraḥ—lebih dicintai; bhuvi—di dunia ini.


    Terjemahan

    Tidak ada hamba di dunia ini yang lebih Kucintai daripada dia, dan tidak akan pernah ada orang yang lebih Kucintai.
    Tidak ada penjelasan.




    18.70

     

    adhyeṣyate ca ya imaḿ
    dharmyaḿ saḿvādam āvayoḥ
    jñāna-yajñena tenāham
    iṣṭaḥ syām iti me matiḥ

    adhyeṣyate—mempelajari; ca—juga; yaḥ—dia yang; imām—ini; dharmyam—suci; saḿvādam—percakapan; avāyoḥ—milik kita; jñāna—tentang pengetahuan; yajñena—oleh korban suci; tena—oleh dia; aham—Aku; iṣṭaḥ—disembah; syām—akan; iti—demikian; me—milik-Ku; matiḥ—pendapat.


    Terjemahan

    Aku memaklumkan bahwa orang yang mempelajari percakapan kita yang suci ini bersembahyang kepada-Ku dengan kecerdasannya. Tidak ada penjelasan.

    18.71

     

    śraddhāvān anasūyaś ca
    śṛṇuyād api yo naraḥ
    so 'pi muktaḥ śubhāl lokān
    prāpnuyāt puṇya-karmaṇām

    śraddhā-vān—yang yakin; anasūyaḥ—tidak iri; ca—dan; śṛṇuyāt—mendengar; api—pasti; yaḥ—yang; naraḥ—seseorang; saḥ—dia; api—juga; muktaḥ—dengan dibebaskan; śubhān—yang sangat menguntungkan; lokān—planet-planet; prāpnuyāt—dia akan mencapai; puṇya-karmaṇām—milik orang saleh.


    Terjemahan

    Orang yang mendengar dengan keyakinan tanpa rasa iri dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan mencapai planet-planet yang menguntungkan, tempat tinggal orang saleh.


    Penjelasan

    Dalam ayat keenam puluh tujuh dari bab ini, Krishna dengan jelas melarang menyampaikan Bhagavad-gita kepada orang yang iri kepada Krishna. Dengan kata lain, Bhagavad-gita hanya untuk penyembah saja. Tetapi kadang-kadang seseorang penyembah mengadakan pelajaran terbuka, dan dalam pelajaran itu tidak dipastikan bahwa semua murid adalah penyembah. Mengapa orang seperti itu mengadakan pelajaran terbuka? Dijelaskan di sini bahwa walaupun tidak semua orang penyembah, namun ada banyak orang yang tidak iri kepada Krishna. Mereka percaya kepada Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau orang seperti itu mendengar dari seorang penyembah yang dapat dipercaya tentang Krishna, maka hasilnya ialah mereka segera dibebaskan dari segala reaksi dosa, dan sesudah itu mereka mencapai susunan planet tempat tinggal semua orang saleh. Karena itu, meskipun seseorang tidak berusaha menjadi penyembah yang murni, tetapi kalau dia hanya mendengar Bhagavad-gita, ia akan mencapai hasil kegiatan yang saleh. Jadi, seorang penyembah Tuhan yang murni memberikan kesempatan kepada semua orang untuk dibebaskan dari segala reaksi dosa dan menjadi penyembah Tuhan.
       Pada umumnya, orang yang bebas dari segala reaksi dosa, orang saleh, dengan mudah sekali mulai mengikuti kesadaran Krishna. Kata punyakarmaṇām sangat bermakna di sini. Kata ini menunjukkan pelaksanaan korban-korban suci yang besar, seperti asvamedhayajñā, yang disebutkan dalam kesusasteraan Veda. Orang yang saleh dalam melaksanakan bhakti tetapi belum suci dan murni dapat mencapai susunan planet bintang kutub, atau Dhruvaloka, tempat Dhruva Maharājā  berkuasa. Dhruva Maharājā  adalah seorang penyembah Tuhan yang mulia, dan beliau memiliki planet khusus, yang disebut bintang kutub.





    18.72

     

    kaccid etac chrutaḿ pārtha
    tvayaikāgreṇa cetasā
    kaccid ajñāna-sammohaḥ
    praṇaṣṭas te dhanañjaya


    kaccit—apakah; etat—ini; śrutam—didengar; pārtha—wahai putera Pṛthā; tvayā—oleh engkau; eka-agreṇa—dengan perhatian penuh; cetasā—oleh pikiran; kaccit—apakah; ajñāna—mengenai kebodohan; sammohaḥ—khayalan; praṇaṣṭaḥ—dihilangkan; te—dari engkau; dhanañjaya—wahai perebut kekayaan (Arjuna).


    Terjemahan

    Wahai putera Pṛthā, wahai perebut kekayaan, apakah engkau sudah mendengar hal-hal ini dengan perhatian? Apakah kebodohan dan khayalanmu sudah dihilangkan sekarang?


    Penjelasan

    Krishna bertindak sebagai guru kerohanian Arjuna. Karena itu, kewajiban Krishna ialah bertanya kepada Arjuna apakah Arjuna mengerti seluruh Bhagavad-gita menurut pengertiannya yang sebenarnya. Kalau tidak, Krishna bersedia menjelaskan kembali beberapa mata pembicaraan, ataupun seluruh Bhagavad-gita kalau diperlukan. Sebenarnya, siapapun yang mendengar Bhagavad-gita dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya seperti Krishna atau dari utusan Krishna, akan mengalami bahwa segala kebodohannya dihilangkan. Bhagavad-gita bukan buku biasa yang ditulis oleh penyair atau penulis ceritera dongeng, melainkan disabdakan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Siapapun yang cukup beruntung hingga mendapat mendengar pelajaran Krishna ini dari Krishna atau dari utusan rohani Krishna yang dapat dipercaya, pasti akan dibebaskan dan ke luar dari kegelapan kebodohan.






    18.73

     

    Arjuna uvāca
    naṣṭo mohaḥ smṛtir labdhā
    tvat-prasādān mayācyuta
    sthito 'smi gata-sandehaḥ
    kariṣye vacanaḿ tava

    Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; naṣṭaḥ—dihilangkan; mohaḥ—khayalan;smṛtiḥ—ingatan; labdhā—diperoleh kembali; tvat-prasādāt—atas karunia Mu; mayā—oleh hamba; acyuta—o Krishna yang tidak pernah gagal; sthitāḥ—mantap; asmi—hamba adalah; gata—dihilangkan; sandehaḥ—segala keragu-raguan; kariṣye—Aku akan melaksanakan; vacanam—perintah; tavā—milikMu.


    Terjemahan

    Arjuna berkata: Krishna yang hamba cintai, o Yang tidak pernah gagal, khayalan hamba sekarang sudah hilang. Hamba sudah memperoleh kembali ingatan hamba atas karuniaMu. Hamba sekarang teguh, bebas dari keragu-raguan dan bersedia bertindak menurut perintah Anda.


    Penjelasan

    Kedudukan dasar makhluk hidup, yang diwakili oleh Arjuna, ialah bahwa ia harus bertindak menurut perintah Tuhan Yang Maha Esa. Ia dimaksudkan untuk mendisiplinkan Diri-Nya sendiri. Sri  Caitanya Mahaprabhu menyatakan bahwa kedudukan sejati makhluk hidup ialah sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa yang kekal. Bila makhluk hidup melupakan prinsip tersebut, ia diikat oleh alam material, tetapi dalam mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dia menjadi hamba Tuhan yang sudah dibebaskan. Kedudukan dasar makhluk hidup ialah sebagai hamba; ia harus melayani mayā  yang menyebabkan khayalan atau melayani Tuhan Yang Maha Esa. Kalau dia mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, ia berada dalam kedudukan yang normal, tetapi kalau dia lebih suka melayani tenaga luar yang mengkhayalkan, maka ia pasti akan berada dalam ikatan. Dalam khayalan, makhluk hidup mengabdikan diri di dunia material ini. Ia diikat oleh hawa nafsu dan keinginannya, namun ia menganggap Diri-Nya penguasa dunia. Ini disebut khayalan. Bila seseorang sudah mencapai pembebasan, khayalannya berakhir, dan dengan sukarela ia menyerahkan diri kepada Yang Mahakuasa untuk bertindak menurut kehendak Beliau. Khayalan terakhir, yaitu perangkap mayā  yang terakhir untuk menangkap makhluk hidup, ialah gagasan bahwa Diri-Nya adalah Tuhan. Makhluk hidup menganggap Diri-Nya bukan roh terikat lagi, melainkan Diri-Nya Tuhan. Dia begitu kurang cerdas sehingga dia tidak berpikir bahwa kalau memang benar Diri-Nya ialah Tuhan, bagaimana mungkin dia berada dalam keragu-raguan? Kenyataan itu tidak dipikirkannya. Jadi, itulah perangkap khayalan yang terakhir. Sebenarnya, menjadi bebas dari tenaga yang menyebabkan khayalan berarti mengerti tentang Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan setuju bertindak menurut perintah Beliau.
       Kata moha sangat penting dalam ayat ini. Moha menunjukkan sesuatu yang merupakan lawan pengetahuan. Sebenarnya pengetahuan sejati ialah pengertian bahwa setiap makhluk hidup adalah hamba Tuhan untuk selamanya. Tetapi makhluk hidup tidak menganggap Diri-Nya dalam kedudukan itu sebagai hamba, melainkan ia menganggap Diri-Nya penguasa dunia material ini, sebab ia ingin berkuasa atas alam material. Itulah khayalannya. Khayalan tersebut dapat diatasi atas karunia Tuhan atau atas karunia seorang penyembah yang murni. Bila khayalan tersebut sudah berakhir, seseorang setuju bertindak dalam kesadaran Krishna.
       Kesadaran Krishna berarti bertindak menurut perintah Krishna. Roh terikat, yang dikhayalkan oleh tenaga alam luar, tidak mengetahui bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah penguasa yang penuh pengetahuan dan pemilik segala sesuatu. Beliau dapat menganugerahkan apapun kepada para penyembah-Nya menurut kehendak-Nya; Beliau adalah kawan semua orang, dan khususnya menaruh perhatian terhadap penyembah-Nya. Beliaulah yang mengendalikan alam material dan semua makhluk hidup. Beliau juga mengendalikan waktu yang tidak pernah habis, dan penuh segala kehebatan dan segala kekuatan. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dapat memberikan diri-Nya kepada seorang penyembah. Orang yang belum mengenal Beliau berada di bawah pesona khayalan; dia tidak menjadi penyembah, melainkan ia menjadi pelayan mayā. Akan tetapi, sesudah Arjuna mendengar Bhagavad-gita dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia menjadi bebas dari segala khayalan. Ia dapat mengerti bahwa Krishna bukan hanya kawannya tetapi Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Arjuna mengerti Krishna dengan sebenarnya. Karena itu, mempelajari Bhagavad-gita berarti sungguh-sungguh mengerti tentang Krishna. Bila seseorang memiliki pengetahuan lengkap, sewajarnya ia menyerahkan diri kepada Krishna. Ketika Arjuna mengerti bahwa rencana Krishna ialah mengurangi peningkatan jumlah penduduk yang tidak diperlukan, dia setuju bertempur sesuai dengan kehendak Krishna. Sekali lagi Arjuna mengangkat senjata-senjatanya, busur dan anak panahnya untuk bertempur di bawah perintah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.


    18.74

     

    sañjaya uvāca
    ity ahaḿ vāsudevasya
    pārthasya ca mahātmanaḥ
    saḿvādam imam aśrauṣam
    adbhutaḿ roma-harṣaṇam

    sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata; iti—demikian; aham—Aku; vāsudevasya—milik Krishna; pārthasya—milik Arjuna; ca—juga; mahā-ātmānaḥ—dari roh yang mulia; saḿvādam—diskusi; imām—ini; aśrauṣam—sudah mendengar; adbhutam—ajaib; roma-harṣaṇam—membuat bulu roma berdiri.

    Terjemahan

     Sañjaya berkata; Demikianlah saya sudah mendengar percakapan antara dua roh yang mulia, Krishna dan Arjuna. Betapa ajaibnya amanat itu sehingga bulu romaku tegak berdiri.


    Penjelasan

    Pada awal Bhagavad-gita, Dhṛtarāṣṭra  bertanya kepada sekretarisnya, Sanjaya, Apa yang terjadi di medan perang Kuruksetra ?" Seluruh pelajaran diwahyukan ke dalam hati Sañjaya atas karunia guru kerohaniannya, Vyasa. Sañjaya menjelaskan pokok pembicaraan medan perang dengan cara seperti ini. Percakapan tersebut ajaib, sebab percakapan yang sepenting itu antara dua roh yang mulia belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak akan terjadi lagi. Percakapan tersebut ajaib sebab Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sedang membicarakan Diri-Nya serta tenaga-tenaga-Nya kepada makhluk hidup, yaitu Arjuna, seorang penyembah Tuhan yang mulia. Jika kita mengikuti jejak langkah Arjuna untuk mengerti tentang Krishna, maka kehidupan kita akan berbahagia dan sukses. Sañjaya menginsafi kenyataan ini, dan begitu dia mulai memahaminya, dia menceritakan percakapannya kepada Dhṛtarāṣṭra. Sekarang disimpulkan bahwa di manapun ada Krishna dan Arjuna di sanalah ada kejayaan.




    18.75

     

    vyāsa-prasādāc chrutavān
    etad guhyam ahaḿ param
    yogaḿ yogeśvarāt kṛṣṇāt
    sākṣāt kathayataḥ svayam

    vyāsa-prasādāt—atas karunia; śrutavān—sudah mendengar; etat—ini; guhyam—rahasia; aham—Aku; param—paling utama; yogam—kebatinan; yoga-īśvarat—dari penguasa segala kebatinan; kṛṣṇat—datang dari Krishna; sākṣāt—langsung; kathayataḥ—bersabda; svayam—secara pribadi.


    Terjemahan

    Atas karunia Vyasa, saya sudah mendengar pembicaraan yang paling rahasia ini langsung dari Penguasa segala kebatinan, Krishna, yang sedang bersabda secara pribadi kepada Arjuna.


    Penjelasan

    Vyasa adalah guru kerohanian Sanjaya, dan Sañjaya mengakui bahwa ia dapat mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa atas karunia Vyasa. Ini berarti bahwa seseorang harus mengerti Krishna bukan secara langsung tetapi melalui perantara, yaitu guru kerohanian. Guru kerohanian adalah perantara yang transparan, meskipun memang kenyataan bahwa seorang murid mengalami secara langsung. Inilah rahasia garis perguruan rohani. Bila seorang guru kerohanian dapat dipercaya, maka seseorang dapat mendengar Bhagavad-gita secara langsung, sebagaimana Bhagavad-gita didengar oleh Arjuna. Ada banyak ahli kebatinan dan yogi di seluruh dunia, tetapi Krishna adalah Penguasa segala sistem yoga. Pelajaran Krishna dinyatakan dengan jelas dalam Bhagavad-gita serahkanlah dirimu kepada Krishna. Orang yang melakukan demikian adalah yogi tertinggi. Ini dibenarkan dalam ayat terakhir Bab Enam. Yoginam api sarveṣām.
       Nārada adalah murid Krishna secara langsung dan guru kerohanian Vyasa. Jadi, Arjuna dapat dipercaya dan Vyasa juga dapat dipercaya, karena Vyasa termasuk garis perguruan, dan Sañjaya adalah murid Vyasa secara langsung. Karena itu, atas karunia Vyasa, indera-indera Sañjaya disucikan dan dia dapat melihat dan mendengar Krishna secara langsung. Orang yang mendengar Krishna secara langsung dapat mengerti pengetahuan yang rahasia ini. Kalau seseorang tidak mendekati garis perguruan, ia tidak dapat mendengar Krishna; karena itu, pengetahuannya selalu kurang sempurna, sekurang-kurangnya menurut pengertian Bhagavad-gita.
       Dalam Bhagavad-gita, semua sistem yoga dijelaskan karma-yoga, Jnānā yoga dan bhakti-yoga. Krishna adalah Penguasa segala kegiatan kebatinan seperti itu. Akan tetapi, harus dimengerti bahwa seperti halnya Arjuna cukup beruntung hingga dapat mengerti tentang Krishna secara langsung, Sañjaya juga dapat mendengar Krishna secara langsung atas karunia Vyasa. Sebenarnya, tidak ada perbedaan antara mendengar langsung dari Krishna dengan mendengar langsung dari Krishna melalui seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya seperti Vyasa. Guru kerohanian juga utusan Vyasadeva. Karena itu, menurut sistem Veda, pada hari ulang tahun guru kerohanian, para murid mengadakan upacara yang disebut Vyasapuja.



    18.76

     

    rājan saḿsmṛtya saḿsmṛtya
    saḿvādam imam adbhutam
    keśavarjunayoḥ puṇyaḿ
    hṛṣyāmi ca muhur muhuḥ

    rājan—O Raja; saḿsmṛtya—ingat; saḿsmṛtya—ingat; saḿvādam—amanat; imām—ini; adbhutam—ajaib; keśava—dari Sri Krishna; Arjunayoḥ—dan Arjuna; puṇyam—saleh; hṛṣyāmi—aku senang; ca—juga; muhuḥ muhuḥ—berulang kali.


    Terjemahan

    O Raja, begitu aku berulang kali mengenang percakapan yang ajaib dan suci ini antara Krishna dan Arjuna, aku senang, karena terharu pada setiap saat.


    Penjelasan

    Pengertian Bhagavad-gita begitu rohani sehingga siapapun yang menguasai pelajaran antara Arjuna dan Krishna menjadi saleh dan tidak dapat melupakan pembicaraan tersebut. Inilah kedudukan kehidupan rohani yang melampaui hal-hal duniawi. Dengan kata lain, orang yang mendengar Bhagavad-gita dari sumber yang benar, langsung dari Krishna, mencapai kesadaran Krishna sepenuhnya. Hasil kesadaran Krishna ialah bahwa seseorang semakin dibebaskan dari kebodohan, dan ia menikmati kehidupan dengan senang hati, bukan hanya selama beberapa waktu, tetapi setiap saat.


    18.77

     

    tac ca saḿsmṛtya saḿsmṛtya
    rūpam aty-adbhutaḿ hareḥ
    vismayo me mahān rājan
    hṛṣyāmi ca punaḥ punaḥ

    tat—itu; ca—juga; saḿsmṛtya—ingat; saḿsmṛtya—ingat; rūpam—bentuk; ati—secara besar; adbhutam—ajaib; hareḥ—milik Sri Krishna; vismayāḥ—terharu; me—milik saya; mahān—mulia; rājan—wahai Baginda Raja; hṛṣyāmi—aku sedang menikmati; ca—juga; punaḥ punaḥ—berulangkali.


    Terjemahan

    O Baginda Raja, begitu saya ingat bentuk Sri Krishna yang ajaib, saya semakin terharu, dan saya berbahagia berulang kali.


    Penjelasan

    Rupanya atas karunia Vyasa, Sañjaya juga dapat melihat bentuk semesta Krishna yang diperlihatkan kepada Arjuna. Memang dikatakan bahwa Sri Krishna belum pernah memperlihatkan bentuk seperti itu sebelumnya. Bentuk itu hanya diperlihatkan kepada Arjuna, namun beberapa penyembah yang mulia juga dapat melihat bentuk semesta Krishna pada waktu diperlihatkan kepada Arjuna. Salah satu di antara tujuan-tujuan yang dapat melihat bentuk itu adalah Vyasa. Vyasa adalah seorang penyembah Tuhan yang mulia, dan dia dianggap sebagai penjelmaan yang perkasa dari Krishna. Vyasa mengungkapkan hal-hal ini kepada muridnya, Sanjaya yāng mengenang bentuk Krishna yang ajaib yang diperlihatkan kepada Arjuna dan menikmati bentuk itu berulang kali.






    18.78

     

    yatra yogeśvaraḥ kṛṣṇo
    yatra pārtho dhanur-dharaḥ
    tatra śrīr vijayo bhūtir
    dhruvā nītir matir mama

    yātrā—di mana; yoga-īśvaraḥ—penguasa kebatinan; kṛṣṇah—Sri Krishna; yatra—di mana; pārthah—putera Pṛthā; dhanuḥ-dharaḥ—pembawa busur dan anak panah; tatra—di sana; śrīḥ—kekayaan; vijayaḥ—kejayaan; bhūtiḥ—kekuatan luar biasa; dhruvā—pasti; nītiḥ—moralitas; matiḥ mama—pendapat saya.


    Terjemahan

    Di manapun ada Krishna, penguasa semua ahli kebatinan, dan di manapun ada Arjuna, pemanah yang paling utama, di sana pasti ada kekayaan, kejayaan, kekuatan luar biasa dan moralitas. itulah pendapat saya.


    Penjelasan

    Mulai dengan pertanyaan Dhṛtarāṣṭra. Dhṛtarāṣṭra mengharapkan Putera-puteranya akan jaya, dibantu oleh kesatria-kesatria yang mulia seperti Bhīṣma, Drona dan Karṇa. Dia mengharapkan supaya pihaknya jaya. Tetapi sesudah menguraikan pemandangan di medan perang, Sañjaya memberitahu kepada Rājā , Anda memikirkan kejayaan, tetapi pendapat saya ialah bahwa di manapun ada Krishna dan Arjuna, di sana pula pasti ada segala keuntungan yang baik." Dia membenarkan secara langsung bahwa Dhṛtarāṣṭra  tidak dapat mengharapkan kejayaan untuk pihaknya. Kejayaan adalah kepastian bagi pihak Arjuna, sebab Krishna berada di sana. Krishna menerima tugas sebagai kusir kereta untuk Arjuna, dan ini memperlihatkan kehebatan lain lagi yang dimiliki-Nya. Krishna memiliki segala kehebatan sepenuhnya, dan ketidakterikatan adalah salah satu di antara kehebatan-kehebatan itu. Ada banyak contoh mengenai ketidakterikatan Krishna, sebab Krishna juga Penguasa ketidakterikatan.
       Sebenarnya pertempuran di Kuruksetra  adalah perang antara Duryodhana dan Yudhisthira. Arjuna bertempur atas nama kakaknya, yaitu Yudhisthira. Oleh karena Krishna dan Arjuna ikut di pihak Yudhisthira, Yudhisthira pasti akan jaya. Perang diadakan untuk memutuskan siapa yang akan berkuasa di dunia, dan Sañjaya meramalkan bahwa kekuasaan akan dipindahkan kepada Yudhisthira. Juga diramalkan di sini bahwa sesudah Yudhisthira menang dalam perang ini, dia akan semakin makmur karena dia tidak hanya saleh dan taat kepada prinsip-prinsip keagamaan, tetapi juga mengikuti prinsip-prinsip moral secara ketat. Yudhisthira tidak pernah bohong selama hidupnya.
       Ada banyak orang yang kurang cerdas yang menganggap Bhagavad-gita adalah diskusi tentang berbagai hal antara dua orang kawan di medan perang. Tetapi buku seperti itu tidak dapat dianggap kitab suci. Mungkin ada beberapa orang yang berkeberatan bahwa Krishna mengajak Arjuna bertempur, yang merupakan sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral, tetapi keadaan yang sebenarnya dinyatakan dengan jelas di sini; Bhagavad-gita adalah pelajaran moralitas yang tertinggi. Pelajaran moralitas tertinggi dinyatakan dalam Bab Sembilan, dalam ayat ke tiga puluh empat: manmana bhava mad-bhaktaḥ. Seseorang harus menjadi penyembah Krishna, dan hakekat segala dharma ialah menyerahkan diri kepada Krishna (sarvadharman parityajya mam ekam śaraṇam vrājā ). Pelajaran Bhagavad-gita merupakan proses tertinggi dharma dan moralitas. Segala proses lainnya barangkali menyucikan diri dan membawa seseorang sampai proses ini, tetapi pelajaran terakhir Bhagavad-gita ialah kata terakhir mengenai segala moralitas dan dharma: yaitu menyerahkan diri kepada Krishna. Inilah keputusan Bab Delapan belas.
        Dari Bhagavad-gita kita dapat mengerti bahwa menginsafi diri melalui angan-angan filsafat dan semadi adalah suatu proses, tetapi menyerahkan diri kepada Krishna adalah kesempurnaan tertinggi. Inilah hakekat ajaran Bhagavad-gita. Jalan prinsip-prinsip yang mengatur menurut golongan-golongan hidup masyarakat dan menurut berbagai jalan kegiatan keagamaan mungkin dapat dianggap sebagai jalan pengetahuan yang rahasia. Tetapi walaupun ritual-ritual dharma bersifat rahasia, semadi dan pengembangan pengetahuan lebih rahasia lagi. Penyerahan diri kepada Krishna dalam bhakti dan kesadaran Krishna sepenuhnya adalah pelajaran yang paling rahasia. Itulah hakekat Bab Delapan belas.
        Aspek lain Bhagavad-gita ialah bahwa kebenaran sejati adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Kebenaran Mutlak diinsafi dalam tiga aspek Brahman yang tidak bersifat pribadi, Paramatma yang berada di tempat-tempat khusus, dan akhirnya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Pengetahuan yang sempurna tentang Kebenaran Mutlak berarti pengetahuan yang sempurna tentang Krishna. Jika seseorang mengerti tantang Krishna, maka segala bagian pengetahuan adalah bagian dari pengertian itu yang mempunyai sifat yang sama. Krishna bersifat rohani, sebab Beliau selalu mantap dalam kekuatan dalam yang kekal dari Diri-Nya. Para makhluk hidup diwujudkan dari tenaga Krishna dan dibagi menjadi dua golongan; yaitu terikat untuk selamanya dan dibebaskan untuk selamanya. Jumlah para makhluk hidup tersebut tidak dapat dihitung, dan mereka dianggap bagian-bagian dasar dari Krishna. Tenaga material diwujudkan dalam dua puluh empat bagian. Ciptaan dilaksanakan oleh waktu yang kekal, dan diciptakan dan dileburkan oleh tenaga luar. Manifestasi alam dunia ini berulang kali tampak dan tidak.
        Dalam Bhagavad-gita, lima mata pelajaran pokok sudah dibicarakan: Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, alam material, para makhluk hidup, waktu yang kekal dan segala jenis kegiatan. Segala sesuatu bergantung pada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Segala paham terhadap Kebenaran Mutlak Brahman yang tidak bersifat pribadi, Paramatma yang berada di tempat-tempat khusus dan paham rohani manapun yang lain berada dalam golongan pengertian tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun secara lahiriah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup, alam material dan waktu nampaknya berbeda, namun tiada sesuatupun yang berbeda dari Yang Mahakuasa. Namun Yang Mahakuasa senantiasa berbeda dari segala sesuatu. Filsafat Sri  Caitanya ialah filsafat persatuan dan perbedaan yang tidak dapat dipahami." Sistem filsafat ini merupakan pengetahuan yang sempurna tentang kebenaran mutlak.


    Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Delapan belas Srimad Bhagavad-gita perihal Kesimpulan—Kesempurnaan Pelepasan Ikatan."



    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Visit Related Posts Below:

















  • Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
    Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
    0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996

    SMS/PHONE  : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
                           : 0819-9109-9321 (Mahanila)
    WhatsApp     : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
    BBM               : 5D40CF2D dan D5E8718B

    Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.

    Terimakasih Atas Kunjungan Anda.

    I Wayan Mesra Ariyawan | December 03, 2018 | Be the first to comment!

    0 comments:

    Post a Comment

    Silahkan Tulis Komentar Anda....

    Ditulis Oleh: I Wayan Mesra Ariyawan (Mahanila Das)

    Saat ini anda sedang membaca artikel di Website: "https://jayjivjago.blogspot.com". Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kita semua. Kami menunggu tanggapan untuk saling berbagi melalui komentar di bawah ini. Mari kita bersama-sama saling berbagi pengetahuan kerohanian untuk meningkatkan kualitas hidup kita yang sesungguhnya. Kami sangat berterimakasih atas semua pihak yang telah berkenan membantu mengembangkan website ini. Semoga usaha kita ini membuahkan hasil yang baik.

    :: Thank you for visiting MAHANILA STORE ::

    Follow him on:

    Bhagavad-gita Sloka

    Expand + | - Collapse

    Chat Via WhatsApp

    News News

    Recent Posts

    Doa-doa Pujian

    Expandable Comments

    Top Commentators

    Mahanila Store

    Doa-doa Pujian

    Doa-doa Pujian

    TODAY CALENDAR

    Calendar Widget by CalendarLabs

    Bhagavad-gita Sloka

    Expand + | - Collapse

    Bhagavad-gita Sloka

    Expand + | - Collapse

    Support : Mahanila Website | Mahanila Template | Mahanila Template
    Copyrights © 2017. MAHANILA BOOK STORE - All Rights Reserved
    Template Created by Mahanila Website Published by Mahanila Template
    Proudly powered by Blogger

    Copyright © 2013-17 Cakadola Engineering. All Rights Reserved.

    Breaking News