Bagikan Artikel Ini!
Karma-yoga
3.1
Arjuna uvāca
jyāyasī cet karmaṇas te
matā buddhir janārdana
tat kiḿ karmaṇi ghore māḿ
niyojayasi keśava
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata;
jyāyasī—lebih baik;
cet—kalau;
karmaṇaḥ—daripada perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil;
te—oleh
Anda;
matā—dianggap;
buddhiḥ—kecerdasan;
janārdana—o
Krishna;
tat—karena itu;
kim—mengapa;
karmaṇi—dalam
perbuatan;
ghore—mengerikan;
mām—hamba;
niyojayasi—Anda
menjadikan sibuk;
keśava—o Krishna.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Janārdana, o Kesava, mengapa
Anda ingin supaya hamba menjadi sibuk dalam perang yang mengerikan ini, kalau
Anda menganggap kecerdasan lebih baik daripada pekerjaan yang dimaksudkan untuk
membuahkan hasil?
Penjelasan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna sudah
menguraikan kedudukan dasar sang roh secara panjang lebar dalam bab sebelumnya
dengan maksud menyelamatkan Arjuna, kawan dekat-Nya, dari lautan kesedihan
material. Jalan keinsafan sudah dianjurkan: buddhi-yoga, atau kesadaran
Krishna. Kadang-kadang orang salah paham dengan anggapan bahwa mengikuti
kesadaran Krishna berarti tidak melakukan kegiatan apapun, dan orang yang salah
paham seperti itu sering mengundurkan diri ke tempat sunyi untuk menginsafi
Krishna sepenuhnya dengan cara mengucapkan nama suci Sri Krishna. Tetapi jika
seseorang belum terlatih dalam filsafat kesadaran Krishna, tidak dianjurkan
agar ia mengucapkan nama suci Krishna di tempat sunyi, sebab di sana ia hanya
memperoleh pujian murahan dari orang yang tidak tahu apa-apa. Arjuna juga
berpikir bahwa kesadaran Krishna, buddhi yoga atau kecerdasan dalam kemajuan
pengetahuan secara rohani, adalah seperti mengundurkan diri dari kehidupan yang
aktif dan berlatih melakukan pertapaan dan kesederhanaan di tempat sunyi.
Dengan kata lain, secara lihai Arjuna ingin menghindari pertempuran dengan
menggunakan kesadaran Krishna sebagai alasan. Tetapi sebagai seorang murid yang
tulus ikhlas, Arjuna mengutarakan hal itu di hadapan guru kerohaniannya dan
bertanya kepada Krishna mengenai perbuatan mana yang paling baik untuk
dilakukannya. Sebagai jawaban, Sri Krishna menjelaskan karma-yoga, atau
pekerjaan dalam kesadaran Krishna, secara panjang lebar dalam Bab Tiga ini.
3.2
vyāmiśreṇeva vākyena
buddhiḿ mohayasīva me
tad ekaḿ vada niścitya
yena śreyo 'ham āpnuyām
vyāmiśreṇa—oleh sesuatu yang mengandung dua arti;
ivā—pasti;
vākyena—kata-kata;
buddhim—kecerdasan;
mohayasi—Anda membingungkan;
ivā—pasti;
me—milik hamba;
tat—karena itu;
ekam—hanya satu;
vada—mohon
memberitahukan;
niścitya—menentukan;
yena—melalui itu;
śreyaḥ—manfaat
yang sejati;
aham—hamba;
āpnuyām—dapat memperoleh.
Terjemahan
Kecerdasan hamba dibingungkan oleh pelajaran Anda
yang mengandung dua arti. Karena itu, mohon beritahukan kepada hamba dengan
pasti mana yang paling bermanfaat untuk hamba.
Penjelasan
Dalam bab sebelumnya, sebagai kata pengantar
Bhagavad-gita, banyak cara dan jalan yang berbeda-beda dijelaskan, misalnya
sankhya yoga, buddhi-yoga, mengendalikan indera-indera dengan kecerdasan,
bekerja tanpa keinginan untuk hasil atau pahala, dan kedudukan orang yang baru
mulai belajar. Segala macam hal tersebut dikemukakan dengan cara yang tidak
sistematis. Uraian jalan yang lebih sistematis akan diperlukan guna mengambil
tindakan dan mencapai pengertian. Karena itu, Arjuna ingin mendapat penjelasan
tentang hal-hal tersebut yang rupanya membingungkan, dan agar orang awam
manapun dapat menerimanya tanpa salah tafsir. Walaupun Krishna tidak bermaksud
membingungkan Arjuna dengan mempermain kan kata-kata, yang mana Arjuna tidak
dapat mengikuti proses kesadaran Krishna—baik dengan diam saja ataupun dengan
pengabdian yang aktif. Dengan kata lain, melalui pertanyaan-pertanyaannya,
Arjuna membuka jalan kesadaran Krishna bagi semua murid yang sungguh-sungguh
ingin mengerti rahasia Bhagavad-gita.
3.3
śrī-bhagavān uvāca
loke 'smin dvi-vidhā niṣṭhā
purā proktā mayānagha
jñāna-yogena sāńkhyānāḿ
karma-yogena yoginām
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda;
loke—di dunia;
asmin—ini;
dvi-vidhā—dua jenis;
niṣṭhā—keyakinan;
purā—tadi;
proktā—dikatakan;
mayā—oleh-Ku;
anagha—wahai
yang tidak berdosa;
jñāna-yogena—oleh proses pengetahuan untuk
menghubungkan;
sāńkhyānām—mengenai para filosof yang mendasarkan
pengetahuannya pada percobaan;
karma-yogena—oleh proses penghubungan
bhakti;
yoginām—mengenai para penyembah.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: O
Arjuna yang tidak berdosa, Aku sudah menjelaskan bahwa ada dua golongan manusia
yang berusaha menginsafi sang diri. Beberapa orang berminat mengerti tentang
hal itu melalui angan-angan filsafat berdasarkan percobaan, sedangkan orang
lain berusaha mengerti tentang hal itu melalui bhakti.
Penjelasan
Dalam Bab Dua, ayat 39, Krishna menjelaskan dua
jenis prosedur—yaitu sankhya-yoga dan karma-yoga, atau buddhi-yoga. Dalam ayat ini,
Krishna menerangkan hal yang sama dengan cara yang lebih jelas. Sāńkhya-yoga,
atau mempelajari sifat kerohanian dan alam secara analisis, adalah mata
pelajaran bagi orang yang berminat untuk berangan-angan dan mengerti tentang
hal-hal melalui pengetahuan dan filsafat berdasarkan percobaan. Golongan
manusia yang lain bekerja dalam kesadaran Krishna, sebagaimana dijelaskan dalam
ayat 61 dari Bab Dua. Krishna juga sudah menjelaskan dalam ayat 39, seseorang
dapat dibebaskan dari ikatan perbuatan kalau ia bekerja menurut prinsip-prinsip
buddhi-yoga, atau dengan kesadaran Krishna; di samping itu tidak ada kelemahan
dalam proses tersebut. Prinsip yang sama diterangkan dengan lebih jelas dalam
ayat 61—yaitu bahwa buddhi-yoga tersebut berarti bergantung sepenuhnya kepada
Yang Mahakuasa (atau lebih tepat kepada Krishna), dan dengan cara demikian
semua indera dapat dikendalikan dengan mudah sekali. Karena itu, kedua yoga
tersebut bergantung satu sama lain, sebagai halnya agama dan filsafat. Agama
tanpa filsafat adalah perasaan yang dangkal, atau kadang-kadang sikap fanatik,
sedangkan filsafat tanpa agama adalah angan-angan pikiran. Tujuan utama adalah
Krishna, sebab para filosof yang juga mencari Kebenaran Mutlak secara tulus
ikhlas akhirnya mencapai kesadaran Krishna. Ini juga dinyatakan dalam
Bhagavad-gita. Seluruh proses adalah mengerti kedudukan sejati sang diri
berhubungan dengan Diri Yang Utama. Proses tidak langsung ialah angan-angan
filsafat, yang memungkinkan seseorang berangsur-angsur mencapai tingkat kesadaran
Krishna; dan cara lain ialah langsung menghubungkan segala sesuatu dalam
kesadaran Krishna. Di antara dua jalan tersebut, jalan kesadaran Krishna lebih
baik, sebab jalan kesadaran Krishna tidak tergantung pada penyucian
indera-indera melalui proses filsafat. Kesadaran Krishna sendiri adalah proses
penyucian, dan cara bhakti secara langsung sekaligus mudah dan mulia.
3.4
na karmaṇām anārambhān
naiṣkarmyaḿ puruṣo 'śnute
na ca sannyāsanād eva
siddhiḿ samadhigacchati
na—tidak;
karmaṇām—dari tugas-tugas kewajiban yang telah
ditetapkan;
anārambhāt—dengan tidak melakukan;
naiṣkarmyam—kebebasan
dari reaksi;
puruṣaḥ—seorang manusia;
aśnute—mencapai;
na—tidak
juga;
ca—juga;
sannyāsanāt—dengan melepaskan ikatan;
evā—hanya;
siddhim—sukses;
samadhigacchati—mencapai.
Terjemahan
Bukan hanya dengan menghindari pekerjaan
seseorang dapat mencapai pembebasan dari reaksi, dan bukan hanya dengan
melepaskan ikatan saja seseorang dapat mencapai kesempurnaan.
Penjelasan
Tingkat hidup melepaskan ikatan dapat diterima
apabila seseorang sudah disucikan oleh pelaksanaan bentuk kewajiban yang telah
ditetapkan dan digariskan hanya untuk menyucikan hati orang duniawi. Tanpa
penyucian diri, seseorang tidak dapat mencapai sukses dengan cara tiba-tiba
mulai mengikuti tingkatan hidup keempat (sannyāsa). Menurut para filosof yang
mendasarkan pengetahuannya pada percobaan, hanya dengan mengikuti sannyāsa,
atau mengundurkan diri dari kegiatan yang membuahkan hasil, seseorang segera
menjadi semulia Narayana. Tetapi Sri Krishna tidak menyetujui prinsip tersebut.
Tanpa menyucikan hati, sannyāsa hanya merupakan gangguan terhadap ketertiban
masyarakat. Dengan kata lain, kalau seseorang mulai melakukan pengabdian rohani
kepada Tuhan, tanpa pelaksanaan tugas-tugas kewajiban sekalipun, kemajuan
apapun yang dapat dicapainya ke arah itu diterima oleh Tuhan (buddhi-yoga).
Svalpam apy asya dharmasya trāyate mahato bhayāt. Melaksanakan prinsip tersebut
sedikit saja memungkinkan seseorang dapat mengatasi kesulitan yang besar.
3.5
na hi kaścit kṣaṇam api
jātu tiṣṭhaty akarma-kṛt
kāryate hy avaśaḥ karma
sarvaḥ prakṛti-jair
guṇaiḥ
na—tidak juga;
hi—pasti;
kaścit—siapapun;
kṣaṇam—satu
saat;
api—juga;
jātu——pada suatu waktu;
tiṣṭhati—tetap;
akarma-kṛt—tanpa
melakukan sesuatu;
kāryate—dipaksakan melakukan;
hi—pasti;
avāsaḥ—tidak
berdaya;
karma—pekerjaan;
sarvaḥ—segala;
prakṛti-jaiḥ—di
lahirkan dari sifat-sifat alam material;
guṇaiḥ—oleh sifat-sifat.
Terjemahan
Semua orang dipaksakan bekerja tanpa berdaya
menurut sifat-sifat yang telah diperolehnya dari sifat-sifat alam material;
karena itu, tiada seorangpun yang dapat menghindari berbuat sesuatu, bahkan
selama sesaatpun.
Penjelasan
Bukan soal kehidupan di dalam badan, melainkan
sifat sang roh ialah bahwa dia selalu giat. Tanpa adanya sang roh, badan
jasmani tidak dapat bergerak. Badan hanya merupakan kendaraan mati untuk
digerakkan oleh sang roh yang selalu giat dan tidak dapat berhenti bahkan
selama sesaatpun. Karena itu, sang roh harus dijadikan tekun dalam pekerjaan
kesadaran Krishna yang baik. Kalau tidak, ia akan menjadi sibuk dalam kegiatan
yang di perintahkan oleh tenaga yang mengkhayalkan. Berhubungan dengan tenaga
material, sang roh memperoleh sifat-sifat alam material, dan untuk menyucikan
sang roh dari hubungan-hubungan seperti itu, ia perlu dijadikan tekun dalam
tugas-tugas yang telah ditetapkan dan diajarkan dalam śastra. Tetapi kalau sang
roh dijadikan tekun dalam fungsinya yang wajar, yaitu kesadaran Krishna, maka
apapun yang dapat dilakukan bermanfaat baginya. Dalam Srimad-Bhagavatam
(1.5.17), kenyataan ini dibenarkan:
tyaktvā sva-dharmaḿ caraṇāmbujaḿ
harer
bhajann apakvo 'tha patet
tato yadi
yatra kva vābhadram abhūd
amuṣya kiḿ
ko vārtha āpto 'bhajatāḿ
sva-dharmataḥ
Kalau seseorang mulai mengikuti kesadaran
Krishna, walaupun barangkali dia tidak mengikuti tugas-tugas kewajiban yang
telah ditetapkan dalam śastra-śastra, atau melaksanakan bhakti dengan cara yang
sebenarnya, dan walaupun barangkali ia jatuh dari standar, namun tidak ada
kerugian maupun hal yang buruk baginya. Sedangkan kalau dia melaksanakan segala
peraturan untuk penyucian diri di dalam śastra-śastra, apa gunanya kalau dia
tidak sadar akan Krishna?" Karena itu, proses penyucian diri diperlukan
untuk mencapai tingkat kesadaran Krishna. Karena itu, sannyāsa, atau proses
penyucian diri mana pun, adalah untuk membantu seseorang mencapai tujuan
tertinggi, yaitu menjadi sadar akan Krishna, dan tanpa menjadi sadar akan
Krishna, segala sesuatu dianggap gagal.
3.6
karmendriyāṇi saḿyamya
ya āste manasā smaran
indriyārthān vimūḍhātmā
mithyācāraḥ sa ucyate
karma-indriyāṇi—lima indera yang bekerja;
saḿyamya—mengendalikan;
yah—siapapun yang;
aste—tetap;
manasā—oleh pikiran;
smaran—berpikir
tentang;
indriya-arthān—obyek-obyek indera;
vimūḍha—bodoh;
ātmā—roh;
mithyā-ācāraḥ—orang yang berpura-pura;
saḥ—dia;
ucyate—disebut.
Terjemahan
Orang yang mengekang indera-indera yang bekerja
tetapi pikirannya merenungkan obyek-obyek indera pasti menipu Diri-Nya sendiri
dan disebut orang yang berpura-pura.
Penjelasan
Ada banyak orang yang berpura-pura yang menolak
bekerja dalam kesadaran Krishna tetapi membuat pertunjukkan meditasi, sambil
sungguh-sungguh merenungkan kenikmatan indera-indera dalam pikiran. Orang yang
berpura-pura seperti itu juga barangkali berbicara tentang filsafat yang hambar
untuk menipu pengikut yang sudah pintar, tetapi menurut ayat ini, orang itu
adalah penipu yang paling besar. Demi kenikmatan indera-indera, seseorang dapat
bertindak sebagai apapun dalam susunan dalam masyarakat, tetapi kalau seseorang
mengikuti aturan dan peraturan statusnya yang khusus, berangsur-angsur dia
dapat maju dalam menyucikan kehidupannya. Tetapi kalau dia menyamar sebagai
yogi sambil sebenarnya mencari obyek-obyek kepuasan indera-indera, maka dia
harus disebut penipu yang paling besar, meskipun kadang-kadang dia membicarakan
filsafat. Pengetahuan orang seperti itu tidak berharga, sebab efek pengetahuan
orang yang berdosa seperti itu diambil oleh tenaga Tuhan yang mengkhayalkan.
Pikiran orang yang berpura-pura seperti itu selalu tidak suci, karena itu,
pertunjukkan meditasi yoganya tidak berharga sama sekali.
3.7
yas tv indriyāṇi manasā
niyamyārabhate 'rjuna
karmendriyaiḥ karma-yogam
asaktaḥ sa viśiṣyate
yaḥ—orang yang;
tu—tetapi;
indriyāṇi—indera-indera;
manasā—oleh
pikiran;
niyamya—mengatur;
ārabhate—memulai;
Arjuna—wahai
Arjuna;
karma-indriyaiḥ—oleh indera-indera yang giat;
karma-yogam—bhakti;
asaktaḥ—tanpa ikatan;
saḥ— dia;
viśiṣyate—jauh lebih
maju.
Terjemahan
Di pihak lain, kalau orang yang tulus ikhlas
berusaha mengendalikan indera-indera yang giat dengan pikiran dan mulai
melakukan karma-yoga (dalam kesadaran Krishna) tanpa ikatan, ia jauh lebih
maju.
Penjelasan
Daripada menjadi rohaniwan palsu demi kehidupan
yang berdosa dan kenikmatan indera-indera, jauh lebih baik seseorang tetap
melakukan tugas sendiri dan melaksanakan tugas hidup, yaitu mencapai pembebasan
dari ikatan material dan memasuki kerajaan Tuhan. Svarthagati utama, atau
sasaran kepentingan diri, ialah mencapai Visnu. Seluruh lembaga varna dan
asrama disusun untuk membantu kita dalam usaha mencapai tujuan hidup tersebut.
Orang yang berumah tangga juga dapat mencapai tujuan tersebut dengan
mengabdikan diri secara teratur dalam kesadaran Krishna. Demi keinsafan diri,
seseorang dapat hidup dengan mengendalikan diri, sebagaimana diajarkan dalam
śastra-śastra, dan terus melaksanakan tugasnya tanpa ikatan. Dengan cara
demikian ia mencapai kemajuan. Kedudukan orang yang tulus ikhlas yang mengikuti
cara tersebut jauh lebih baik daripada orang palsu yang berpura-pura yang mulai
mengikuti kerohanian sebagai tontonan untuk menipu orang yang tidak tahu
apa-apa. Tukang sapu yang tulus ikhlas di jalanan jauh lebih baik daripada ahli
semadi gadungan yang hanya bersemadi untuk mencari nafkah.
3.8
niyataḿ kuru karma tvaḿ
karma jyāyo hy akarmaṇaḥ
śarīra-yātrāpi ca te
na prasiddhyed akarmaṇaḥ
niyatam—ditetapkan;
kuru—lakukanlah;
karma—tugas
kewajiban;
tvām—engkau;
karma—pekerjaan;
jyāyaḥ—lebih
baik;
hi—pasti;
akarmaṇaḥ—daripada tidak bekerja;
śarīra—jasmani;
yātrā—pemeliharaan;
api—walaupun;
ca—juga;
te—milik
engkau;
na—tidak pernah;
prasiddhyet—dilaksanakan;
akarmaṇaḥ—tanpa
bekerja.
Terjemahan
Lakukanlah tugas kewajibanmu yang telah
ditetapkan, sebab melakukan hal demikian lebih baik daripada tidak bekerja.
Seseorang bahkan tidak dapat memelihara badan jasmaninya tanpa bekerja.
Penjelasan
Ada banyak juru semadi palsu yang menyamar
sebagai orang keturunan bangsawan, dan banyak professional yang hebat yang
menyamar secara palsu seolah-olah mereka sudah mengorbankan segala sesuatu demi
kemajuan dalam kehidupan rohani. Sri Krishna tidak menginginkan Arjuna menjadi
orang yang berpura-pura. Melainkan, Krishna ingin agar Arjuna melakukan
tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan sebagaimana ditentukan untuk para
ksatriya. Arjuna berumah tangga dan menjadi jendral di bidang militer. Karena
itu, lebih baik Arjuna tetap demikian dan melaksanakan tugas kewajiban
keagamaan sebagaimana dianjurkan bagi seorang ksatriya yang berumah tangga.
Kegiatan seperti itu berangsur-angsur menyucikan hati orang duniawi dan
membebaskan Diri-Nya dari pencemaran material. Apa yang hanya namanya saja
melepaskan ikatan dengan tujuan mencari rejeki tidak dibenarkan oleh Krishna,
ataupun dibenarkan oleh Kitab Suci manapun. Bagaimanapun, seseorang harus
memelihara jiwa dan raganya dengan sejenis pekerjaan. Hendaknya pekerjaan
jangan ditinggalkan secara bertingkah saja, tanpa penyucian
Kecenderungan-kecenderungan duniawi. Siapapun yang berada di dunia material
tentu saja memiliki kecenderungan yang tidak suci untuk berkuasa di atas alam
material, atau dengan kata lain, untuk kepuasan indera-indera.
Kecenderungan-kecenderungan yang kotor seperti itu harus dihilangkan. Tanpa
berbuat demikian, melalui tugas-tugas yang telah ditetapkan, hendaknya
seseorang tidak berusaha menjadi apa yang hanya namanya saja rohaniwan,
meninggalkan ikatan terhadap pekerjaan dan hidup dibiayai orang lain.
3.9
yajñārthāt karmaṇo 'nyatra
loko 'yaḿ karma-bandhanaḥ
tad-arthaḿ karma kaunteya
mukta-sańgaḥ samācara
yajña-arthāt—dilakukan hanya demi
yajñā, atau untuk Visnu;
karmaṇaḥ—daripada
pekerjaan;
anyatra—selain itu;
lokaḥ—dunia;
ayam—ini;
karma-bandhanaḥ—ikatan
oleh pekerjaan;
tat—mengenai Beliau;
artham—demi;
karma—pekerjaan;
kaunteya—wahai putera
Kuntī ;
mukta-sańgaḥ—pembebasan
dari hubungan;
samācara—lakukanlah secara sempurna.
Terjemahan
Pekerjaan yang dilakukan sebagai korban suci
untuk Visnu harus dilakukan. Kalau tidak, pekerjaan mengakibatkan ikatan di
dunia material ini. Karena itu, lakukanlah tugas kewajibanmu yang telah
ditetapkan guna memuaskan Beliau, wahai putera Kuntī. Dengan cara demikian,
engkau akan selalu tetap bebas dari ikatan.
Penjelasan
Untuk memelihara badan secara sederhana sekalipun
seseorang harus bekerja. Karena itu, tugas-tugas kewajiban yang telah
ditetapkan untuk kedudukan dan sifat tertentu dalam masyarakat sudah dibuat
sedemikian rupa agar tujuan itu dapat dipenuhi. yajñā berarti Sri Visnu,
atau pelaksanaan korban suci. Segala pelaksanaan korban suci juga dimaksudkan
untuk memuaskan Sri Visnu. Dalam Veda diajarkan: yajñā vai Visnu. Dengan
kata lain, tujuan yang sama dipenuhi, baik seseorang melakukan yajñā yang
ditetapkan maupun mengabdikan diri kepada Sri Visnu secara langsung.
Karena itu, kesadaran Krishna adalah pelaksanaan yajñā sebagaimana dianjurkan
dalam ayat ini. Lembaga varnasrama juga bertujuan untuk memuaskan Sri
Visnu. Varnasramacaravata purusena parah puman/ Visnur aradhyate (Visnu
Purana 3.8.8).
Karena itu, seseorang harus bekerja
untuk memuaskan Visnu. Pekerjaan lain yang dilakukan di dunia material ini akan
mengakibatkan ikatan, sebab pekerjaan baik maupun buruk mempunyai reaksi, dan
reaksi mana pun mengikat pelaksana pekerjaan. Karena itu, seseorang harus
bekerja dalam kesadaran Krishna untuk memuaskan Krishna atau Visnu. Selama
seseorang melaksanakan kegiatan seperti itu, ia berada pada tingkat pembebasan.
Inilah ilmu yang mulia untuk melakukan pekerjaan. Pada tahap permulaan, proses
tersebut memerlukan bimbingan yang ahli sekali. Karena itu, hendaknya seseorang
bertindak dengan rajin sekali, di bawah bimbingan seorang penyembah Krishna
yang ahli, atau di bawah perintah Sri Krishna Sendiri secara langsung (Arjuna
sempat bekerja di bawah Sri Krishna Sendiri). Hendaknya seseorang jangan
berbuat sesuatu demi kepuasan indera-indera, melainkan hendaknya segala sesuatu
dilakukan untuk memuaskan Krishna. Latihan tersebut tidak hanya akan
menyelamatkan seseorang dari reaksi pekerjaan, tetapi juga berangsur-angsur
mengangkat Diri-Nya sampai tingkat cinta-bhakti rohani kepada Tuhan,
satu-satunya kegiatan yang dapat mengangkat Diri-Nya sampai kerajaan Tuhan.
3.10
saha-yajñāḥ prajāḥ
sṛṣṭvā
purovāca prajāpatiḥ
anena prasaviṣyadhvam
eṣa vo 'stv iṣṭa-kāma-dhuk
saha— beserta;
yajñaḥ—korban-korban suci;
prajāḥ—generasigenerasi;
sṛṣṭvā—menciptakan;
purā—pada jaman purbakala;
uvāca—bersabda;
prajā-patiḥ—penguasa para makhluk hidup;
anena—oleh ini;
prasaviṣyadhvam—menjadi
semakin makmur;
eṣaḥ— ini;
vaḥ—milik engkau;
astu—agar
ada;
iṣṭa—segala benda yang diinginkan;
kāma-dhuk—yang
menganugerahkan.
Terjemahan
Pada awal ciptaan, Penguasa semua makhluk
mengirim generasi-generasi manusia dan dewa, beserta korban-korban suci untuk
Visnu, dan memberkahi mereka dengan bersabda: Berbahagialah engkau dengan yajñā
[korban suci] ini sebab pelaksanaannya akan menganugerahkan segala sesuatu yang
dapat diinginkan untuk hidup secara bahagia dan mencapai pembebasan.
Penjelasan
Ciptaan material yang disediakan oleh Penguasa
seluruh makhluk hidup (Visnu) adalah sebagai kesempatan yang ditawarkan kepada
roh-roh yang terikat untuk pulang—kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua
makhluk hidup dalam ciptaan meterial diikat oleh alam material karena mereka
lupa akan hubungannya dengan Visnu, atau Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa. Prinsip-prinsip Veda dimaksudkan untuk membantu kita dalam usaha mengerti
hubungan kekal tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita: vedais ca
sarvair aham eva vedyah. Krishna menyatakan bahwa maksud Veda ialah untuk
mengerti tentang Krishna. Dalam mantra-mantra Veda dinyatakan: patim
visvasyātmesvaram. Karena itu, Penguasa para makhluk hidup ialah Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, Visnu. Dalam Srimad-Bhagavatam (2.4.20) Srila Sukadeva
Gosvami menguraikan tentang Tuhan sebagai pati dengan banyak cara:
śriyaḥ patir yajña-patiḥ
prajā-patir
dhiyāḿ patir loka-patir
dharā-patiḥ
patir gatiś
cāndhaka-vṛṣṇi-sātvatāḿ
prasīdatāḿ me bhagavān
satāḿ patiḥ
Prājā pati adalah Sri Visnu, Sri
Visnu adalah Penguasa semua makhluk hidup, semua dunia, dan semua
keindahan, dan Pelindung semua makhluk. Tuhan menciptakan dunia material ini
untuk memungkinkan roh-roh yang terikat mempelajari cara melakukan yajñā (korban-korban
suci) demi kepuasan Visnu, supaya selama berada di dunia material mereka dapat
hidup dengan cara yang sangat menyenangkan tanpa kecemasan dan sesudah badan
material yang dihuninya sekarang berakhir, mereka dapat memasuki kerajaan
Tuhan. Itulah seluruh acara bagi roh yang terikat. Dengan pelaksanaan yajñā,
roh-roh yang terikat berangsur-angsur menjadi sadar akan Krishna dan menjadi
suci dalam segala hal. Pada jaman Kali ini, sankirtana yajñā (memuji nama-nama
suci Tuhan) dianjurkan oleh Kitab-kitab suci Veda, dan sistem rohani tersebut
dimulai oleh Sri Caitanya untuk menyelamatkan semua manusia pada jaman
ini. Sankirtana yajñā dan kesadaran Krishna cocok satu sama lain. Sri Krishna
dalam bentuk Beliau sebagai penyembah (sebagai Sri Caitanya) disebut dalam
Srimad-Bhagavatam (11.5.29), dengan menyebutkan sankirtana yajñā secara khusus,
sebagai berikut:
kṛṣṇa-varṇaḿ tviṣākṛṣṇaḿ
sāńgopāńgāstra-pārṣadam
yajñaiḥ sańkīrtana-prāyair
yajanti hi su-medhasaḥ
Pada jaman Kali, orang yang cukup cerdas akan
menyembah Tuhan, diiringi oleh rekan-rekan Beliau, dengan melaksanakan
sankirtana yajñā." yajñā-yajñā lain yang dianjurkan dalam kesusasteraan
Veda tidak mudah dilakukan pada jaman Kali ini, tetapi sankirtana yajñā mudah
dan mulia untuk segala tujuan, sebagaimana dianjurkan dalam Bhagavad-gita
(9.14).
3.11
devān bhāvayatānena
te devā bhāvayantu vaḥ
parasparaḿ bhāvayantaḥ
śreyaḥ param avāpsyātha
devān—para dewa-dewa;
bhāvayatā—sesudah dipuaskan;
anena—oleh
korban suci ini;
te—itu;
devāḥ—para dewa;
bhāvayantu—akan
menyenangkan;
vaḥ—engkau;
parasparam—satu sama lain;
bhāvayantaḥ—saling
menyenangkan;
śreyaḥ—berkat;
param—paling utama;
avāpsyātha—engkau
akan mencapai.
Terjemahan
Para dewa, sesudah dipuaskan dengan korban-korban
suci, juga akan memuaskan engkau. Dengan demikian, melalui kerja sama antara
manusia dengan para dewa, kemakmuran akan berkuasa bagi semua.
Penjelasan
Para dewa adalah administrator-administrator yang
dikuasakan untuk mengurus kegiatan material. Persediaan udara, cahaya, air, dan
segala berkat lainnya untuk memelihara jiwa dan raga setiap makhluk hidup
dipercayakan kepada para dewa, pembantu-pembantu yang jumlahnya tidak dapat
dihitung dalam berbagai bagian badan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mereka
senang atau tidak senang tergantung pada pelaksanaan yajñā-yajñā oleh manusia.
Beberapa yajñā dimaksudkan untuk memuaskan dewa-dewa tertentu; tetapi dalam
melaksanakan yajña-yajna kepada dewa pun, Sri Visnu disembah dalam segala yajñā
sebagai penerima utama. Juga dinyatakan dalam Bhagavad-gita bahwa Krishna
Sendiri adalah penerima segala jenis yajñā: bhoktāram yajñātapasām. Karena itu,
kepuasan tertinggi Sang yajñāpati adalah tujuan utama segala yajñā. Apabila
yajña-yajna tersebut dilaksanakan secara sempurna, sewajarnya para dewa yang
mengurus berbagai bagian persediaan merasa puas, dan tidak ada kekurangan dalam
persediaan hasil-hasil alam. Pelaksanaan yajñā menghasilkan banyak manfaat
sampingan, yang pada akhirnya membawa seseorang sampai pembebasan dari ikatan
material. Dengan melaksanakan yajñā, maka segala kegiatan disucikan,
sebagaimana dinyatakan dalam Veda: aharasuddhau sattvasuddhih sattvasuddhau
dhruva smṛtiḥ smrtilambhe sarvagrantinam vipramokṣah. Dengan pelaksanaan
yajñā, makanan seseorang disucikan dan dengan makan makanan yang sudah
disucikan, kehidupan seseorang juga disucikan. Dengan penyucian kehidupan,
bagian-bagian yang lebih halus dalam ingatan disucikan. Apabila ingatan
disucikan, seseorang dapat memikirkan jalan menuju pembebasan, dan segala hal
tersebut sama-sama membawa seseorang sampai ke kesadaran Krishna, kesadaran
yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat dewasa ini.
3.12
iṣṭān bhogān hi vo devā
dāsyante yajña-bhāvitāḥ
tair dattān apradāyaibhyo
yo bhuńkte stena eva saḥ
iṣṭān—diinginkan;
bhogān—kebutuhan hidup;
hi—pasti;
vaḥ—kepadamu;
devāḥ—para dewa;
dāsyante—akan
menganugerahkan;
yajña-bhāvitāḥ—dengan dipuaskan oleh pelaksanaan
korban-korban suci;
taiḥ—oleh mereka;
dattān—benda-benda yang
diberikan;
apradāya—tanpa mempersembahkan;
ebhyaḥ—kepada
dewa-dewa tersebut;
yaḥ—orang yang;
bhuńkte—menikmati;
stenaḥ—pencuri;
evā—pasti;
saḥ— dia.
Terjemahan
Para dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup. Bila
para dewa dipuaskan dengan pelaksanaan yajñā [korban suci], mereka akan
menyediakan segala kebutuhan untukmu. Tetapi orang yang menikmati berkat-berkat
itu tanpa mempersembahkannya kepada para dewa sebagai balasan pasti adalah
pencuri.
Penjelasan
Para dewa adalah utusan-utusan yang dikuasakan
untuk menyediakan bahan atas nama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Visnu.
Karena itu, para dewa harus dipuaskan dengan pelaksanaan yajña-yajna yang sudah
ditentukan. Dalam Veda, ada berbagai jenis yajñā yang dilakukan untuk berbagai
jenis dewa, tetapi akhirnya semuanya dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Bagi orang yang tidak mengerti apa itu Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, korban suci kepada para dewa dianjurkan. Menurut pelbagai sifat
material orang yang bersangkutan, berbagai jenis yajñā dianjurkan dalam Veda.
Sembahyang kepada berbagai dewa juga mempunyai dasar yang sama, yaitu menurut
berbagai sifat. Misalnya, dianjurkan agar orang yang makan daging menyembah
dewi Kali, bentuk alam material yang mengerikan. Di hadapan dewi Kali,
pengorbanan binatang dianjurkan. Bagi orang yang berada dalam sifat kebaikan,
sembahyang rohani kepada Visnu dianjurkan. Tapi akhirnya segala yajñā
dimaksudkan untuk berangsur-angsur mengangkat seseorang sampai kedudukan
rohani. Manusia biasa memerlukan sekurang-kurangnya lima yajñā, yang disebut
pancamaha yajñā.
Akan tetapi, hendaknya diketahui
bahwa segala kebutuhan hidup masyarakat manusia disediakan oleh para dewa
sebagai pesuruh-pesuruh Tuhan. Tiada seorangpun yang dapat menyediakan sesuatu.
Misalnya, sebagai contoh kita dapat memikirkan pangan masyarakat manusia.
Makanan tersebut termasuk biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, susu, gula,
dan sebagainya bagi orang dalam sifat kebaikan, dan juga makanan untuk orang
yang tidak berpantang makan daging, misalnya daging dan sejenisnya. Tidak
satupun di antara makanan-makanan itu dapat diciptakan oleh manusia. Demikian
juga, panas, cahaya, air, udara, dan sebagainya juga merupakan kebutuhan
hidup—tidak satupun di antaranya dapat dibuat oleh masyarakat manusia. Tanpa
Tuhan Yang Maha Esa, tidak mungkin ada sinar matahari, sinar bulan, hujan,
angin, dan sebagainya yang berlimpah-limpah, dan tanpa unsur-unsur itu tidak
seorangpun dapat hidup. Ternyata kehidupan kita tergantung pada persediaan dari
Tuhan. Untuk usaha pabrik pun kita membutuhkan begitu banyak bahan baku seperti
logam, belerang, air raksa, mangan, dan kebutuhan pokok lainnya. Semua bahan
tersebut disediakan oleh para pesuruh Tuhan, dengan maksud agar kita
menggunakan bahan-bahan itu dengan cara yang sebenarnya untuk memelihara diri kita
dalam keadaan sehat dan kuat dengan tujuan keinsafan diri, dan akhirnya menuju
tujuan hidup yang paling utama, yaitu, pembebasan dari perjuangan hidup yang
bersifat material. Tujuan hidup tersebut dicapai dengan pelaksanaan
yajñā-yajna. Kalau kita lupa tujuan kehidupan hidup manusia dan hanya menerima
persediaan dari pesuruh Tuhan demi kepuasan indera-indera dan menjadi semakin
terikat dalam kehidupan material, yang tidak merupakan tujuan ciptaan, maka
tentu saja kita menjadi pencuri. Karena itu kita dihukum oleh hukum-hukum alam
material. Masyarakat pencuri tidak akan pernah berbahagia, sebab mereka tidak
mempunyai tujuan hidup. Para pencuri duniawi yang kasar tidak mempunyai tujuan
utama dalam kehidupan. Mereka hanya diarahkan menuju kepuasan indera-indera.
Mereka juga tidak mempunyai pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan
yajñā-yajna. Akan tetapi, Sri Caitanya memulai pelaksanaan yajñā yang
termudah, yaitu, sankirtana yajñā yang dapat dilakukan oleh siapapun di dunia
yang mengakui prinsip-prinsip kesadaran Krishna.
3.13
yajña-śiṣṭāśinaḥ santo
mucyante sarva-kilbiṣaiḥ
bhuñjate te tv aghaḿ pāpā
ye pacanty ātma-kāraṇāt
yajña-śiṣṭa—mengenai makanan yang di terima setelah pelaksanaan
yajñā;
aśinaḥ—orang yang makan; s
antaḥ—para penyembah;
mucyante—mendapat
kelegaan;
sarva—segala jenis;
kilbiṣaiḥ—dari dosa;
bhuñjate—menikmati;
te—mereka;
tu—tetapi;
agham—dosa-dosa yang berat;
pāpaḥ—orang
berbuat dosa;
ye—siapa;
pacanti—menyiapkan makanan;
ātma-kāraṇāt—demi
kenikmatan indera-indera.
Terjemahan
Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis
dosa karena mereka makan makanan yang dipersembahkan terlebih dahulu untuk
korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indera-indera
pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.
Penjelasan
Para penyembah Tuhan Yang Maha Esa, atau orang
yang sadar akan Krishna, disebut para santa, dan mereka itu selalu mencintai
Tuhan sebagaimana diuraikan dalam Brahma-samhita (5.38.2): premanjanacchurita
bhaktivilocanena santaḥ sadaivah‚dayesu vilokayanti. Para santa yang selalu
berada dalam hubungan cinta-bhakti dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Govinda (Yang menganugerahkan segala kesenangan), atau Mukunda beliau (Yang
menganugerahkan pembebasan), atau Krishna (Kepribadian Tuhan Yang Mahamenarik),
tidak dapat menerima sesuatupun tanpa mempersembahkan benda itu lebih dahulu
kepada Kepribadian Yang Paling Utama. Karena itu, penyembah-penyembah seperti
itu selalu melakukan yajñā-yajñā dengan pelbagai sifat bhakti, misalnya
sravanam, kirtanam, smaranam, arcanam, dan sebagainya. Segala pelaksanaan yajñā
tersebut menjaga diri mereka selalu jauh dari segala jenis pencemaran dari
pergaulan yang berdosa di dunia material. Orang lain, yang menyiapkan makanan
untuk kepuasan diri atau kepuasan indera-indera tidak hanya menjadi pencuri,
tetapi juga makan segala jenis dosa. Bagaimana mungkin seseorang berbahagia
kalau dia menjadi pencuri dan juga berdosa? Itu tidak mungkin. Karena itu, agar
orang dapat berbahagia dalam segala hal, mereka harus dididik untuk
melaksanakan cara mudah sankirtana yajñā, dalam kesadaran Krishna sepenuhnya.
Kalau tidak demikian, tidak mungkin ada kedamaian atau kebahagiaan di dunia.
3.14
annād bhavānti bhūtāni
parjanyād anna-sambhavaḥ
yajñād bhavati parjanyo
yajñaḥ karma-samudbhavaḥ
annāt—dari biji-bijian;
bhavānti—tumbuh;
bhūtāni—badan
jasmani;
parjanyāt—dari hujan;
anna—dari biji-bijian sebagai
makanan;
sambhavaḥ—produksi;
yajñāt—dari pelaksanaan
yajñā;
bhavati—dimungkinkan;
parjanyaḥ—hujan;
yajñaḥ—pelaksanaan
yajñā;
karma—tugas kewajiban yang sudah ditetapkan;
samudbhavaḥ—dilahirkan
dari.
Terjemahan
Semua badan yang bernyawa hidup dengan cara makan
biji-bijian, yang dihasilkan dari hujan. Hujan dihasilkan oleh pelaksanaan
yajñā [korban suci] dan yajñā dilahirkan dari tugas kewajiban yang sudah
ditetapkan.
Penjelasan
Srila Baladeva Vidyabhusana, Kepribadian yang
mulia yang telah menyusun penjelasan Bhagavad-gita, menulis sebagai berikut: ye
indrady-angatayavasthitam yajnam sarvesvaram visnum abhyarcya tac-chesam
aśnanti tena tad dehayatram sampadayanti, te santaḥ sarvesvarasya yajna
puruṣasya bhaktaḥ sarvakilbisair anadikalaviv‚ddhair atmanubhavaprati
bhandhakair nikhilaih papair vimucyante. Tuhan Yang Maha Esa, yang terkenal
sebagai yajñāpurusa, atau Penerima pribadi segala korban suci, adalah Penguasa
semua dewa, yang mengabdikan diri kepada Beliau seperti aneka anggota badan
mengabdikan diri kepada seluruh badan. Para dewa seperti Indra, Candra, dan
Varuna adalah petugaspetugas yang diangkat untuk mengurus kegiatan material,
dan Veda mengatur korban-korban suci untuk memuaskan dewa-dewa tersebut agar
mereka berkenan menyediakan udara, cahaya, dan air secukupnya untuk
menghasilkan biji-bijian sebagai bahan pangan. Apabila Sri Krishna disembah,
maka para dewa, aneka anggota badan Tuhan, juga disembah dengan sendirinya;
karena itu, para dewa tidak perlu disembah secara tersendiri. Dengan alasan
inilah, para penyembah Tuhan, yang sadar akan Krishna, mempersembahkan makanan
kepada Krishna dan kemudian menerimanya—suatu proses yang memberikan gizi
kepada badan secara rohani. Dengan perbuatan seperti itu, bukan hanya
reaksi-reaksi dosa dari dahulu di dalam badan dihilangkan, tetapi badan menjadi
kebal terhadap segala pengaruh alam material. Apabila ada penyakit menular,
suntikan vaksinasi antiseptik melindungi seseorang terhadap serangan penyakit
menular seperti itu. Begitu pula, kalau kita menerima makanan yang sudah
dipersembahkan kepada Sri Visnu, kita menjadi cukup kebal terhadap kasih
sayang material, dan orang yang sudah biasa melatih diri seperti itu disebut
seorang penyembah Tuhan. Karena itu, orang yang sadar akan Krishna, yang hanya
menikmati makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna, dapat melawan
segala reaksi infeksi-infeksi material dari dahulu, yang merupakan rintangan
terhadap kemajuan keinsafan diri. Di pihak lain, orang yang tidak berbuat
demikian terus meningkatkan jumlah perbuatan yang berdosa, dan ini menyiapkan
badan berikut yang sesuai, misalnya badan babi atau anjing, untuk menderita reaksi-reaksi
akibat segala dosa. Dunia material penuh pencemaran, dan orang yang telah
diimunisasi dengan cara menerima prasādam dari Tuhan (makanan yang sudah
dipersembahkan kepada Visnu) diselamatkan dari serangan, sedangkan orang yang
tidak berbuat demikian dipengaruhi oleh pencemaran tersebut.
Biji-bijian serta sayur-mayur
merupakan bahan pangan. Manusia menerima berbagai jenis biji-bijian,
sayur-sayuran, buah-buahan dan sebagainya, menjadi makanan, binatang memakan
sisa biji-bijian dan sayur-sayuran, rumput, tumbuhan, dan sebagainya. Manusia
yang biasanya memakan daging juga harus bergantung pada penghasilan tetumbuhan
agar mereka dapat memakan binatang. Karena itu, akhirnya, kita harus bergantung
pada produksi ladang bukanlah pada produksi pabrik-pabrik besar. Produksi
ladang disebabkan hujan secukupnya dari langit, dan hujan dikendalikan oleh
dewa-dewa seperti Indra, matahari, bulan, dan sebagainya, dan semuanya
hamba-hamba Tuhan. Tuhan dapat dipuaskan dengan korban-korban suci; karena itu,
orang yang tidak dapat melaksanakan korban-korban suci tersebut akan mengalami
kekurangan, demikianlah hukum alam. Karena itu, yajñā, khususnya sankirtana
yajñā yang dianjurkan untuk jaman ini, harus dilakukan sekurang-kurangnya untuk
menyelamatkan kita dari kekurangan pangan.
3.15
karma brahmodbhavaḿ viddhi
brahmākṣara-samudbhavam
tasmāt sarva-gataḿ brahma
nityaḿ yajñe pratiṣṭhitam
karma—pekerjaan;
brahma—dari Veda;
udbhāvam—dihasilkan;
viddhi—hendaknya engkau mengetahui;
brahma—Veda;
akṣara—dari
Brahman Yang Paling Utama (Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa);
samudbhāvam—diwujudkan
secara langsung;
tasmāt—karena itu;
sarva-gatam—berada di
mana-mana;
brahma—yang melampaui hal-hal duniawi;
nityam—untuk
selamanya;
yajñe—dalam korban suci;
pratiṣṭhitam—terletak.
Terjemahan
Kegiatan yang teratur dianjurkan di dalam Veda
dan Veda diwujudkan secara langsung dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Karena itu, yang melampaui hal-hal duniawi dan berada di mana-mana untuk
selamanya dalam perbuatan korban suci.
Penjelasan
yajñārtha-karma, atau kebutuhan bekerja demi
kepuasan Krishna saja, dinyatakan dengan cara yang lebih jelas dalam ayat ini.
Kalau kita harus bekerja demi kepuasan yajñāpurusa, Visnu, maka kita harus
menemukan arah pekerjaan dari Brahman, atau Veda yang melampaui hal-hal
duniawi. Karena itu, Veda adalah rumus-rumus petunjuk untuk bekerja. Apapun
yang dilakukan tanpa petunjuk dari Veda disebut vikarma, atau pekerjaan yang
tidak dibenarkan atau pekerjaan yang berdosa. Karena itu, hendaknya orang selalu
menerima petunjuk dari Veda agar Diri-Nya diselamatkan dari reaksi pekerjaan.
Seperti halnya seseorang harus bekerja dalam kehidupan biasa atas petunjuk dari
negara, begitu pula orang harus bekerja dengan cara yang serupa di bawah
petunjuk negara yang paling utama, yaitu Tuhan. Petunjuk-petunjuk dalam
Veda diwujudkan secara langsung dari nafas Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Veda dinyatakan, asya mahato bhutasya nisvasitam etad yad rgvedo
yajurvedo samavedo atharvangi rasaḥ. Empat Veda—yaitu, rg Veda, Yajur Veda,
Sama Veda dan Atharva Veda semua berasal dari nafas Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa yang mulia" (Brhad-aranyaka Upanisad 4.5.11). Tuhan, sebagai Yang
Mahaperkasa, dapat berbicara dengan cara tarik nafas, sebab, sebagaimana dibenarkan
dalam Brahma-samhita, Tuhan mempunyai segala kekuatan untuk melakukan semua
kegiatan segala indera melalui tiap-tiap indera-Nya. Dengan kata lain, Tuhan
dapat bersabda melalui nafas-Nya, dan Beliau dapat menghamili melalui mata-Nya.
Dinyatakan bahwa Tuhan memandang alam material, dan dengan demikian Tuhan
menjadi ayah semua makhluk hidup. Sesudah menciptakan atau memasukkan roh-roh
yang terikat ke dalam kandungan alam material, Beliau memberikan petunjuk dalam
kebijaksanaan Veda tentang bagaimana cara roh-roh yang terikat seperti itu
dapat pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hendaknya kita selalu ingat
bahwa roh-roh yang terikat di alam material semua ingin sekali mendapat
kenikmatan material. Tetapi petunjuk-petunjuk Veda dibuat sedemikian rupa agar
seseorang dapat memuaskan keinginannya yang terputar balik, kemudian kembali
kepada Tuhan Yang Maha Esa, setelah menyelesaikan apa yang hanya namanya saja
kenikmatannya. Itu merupakan kesempatan bagi roh-roh yang terikat untuk
mencapai pembebasan; karena itu, roh-roh yang terikat harus berusaha mengikuti
proses yajñā dan menjadi sadar akan Krishna. Orang yang belum mengikuti aturan
Veda dapat mulai mengikuti prinsip-prinsip kesadaran Krishna, dan itu akan
menjadi pengganti pelaksanaan yajña-yajna atau karma-karma Veda.
3.16
evaḿ pravartitaḿ cakraḿ
nānuvartayatīha yaḥ
aghāyur indriyārāmo
moghaḿ pārtha sa jīvati
evam—demikian;
pravartitam—ditetapkan oleh Veda;
cakram—lingkaran;
na—tidak;
anuvartayāti—mulai mengikuti;
iha—dalam hidup
ini;
yaḥ—orang yang;
agha-āyuḥ—yang kehidupannya penuh dosa;
indriya-ārāmaḥ—dipuaskan
dalam kepuasan indera-indera;
mogham—secara tidak berguna;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā (
Arjuna);
saḥ— dia;
jīvati—hidup.
Terjemahan
Arjuna yang baik hati, orang yang tidak mengikuti
sistem korban suci tersebut yang ditetapkan dalam Veda pasti hidup dengan cara
yang penuh dosa. Siasialah kehidupan orang seperti itu yang hanya hidup untuk
memuaskan indera-indera.
Penjelasan
Filsafat orang yang mendewakan uang, yaitu
bekerja dengan membanting tulang dan menikmati kepuasan indera-indera"
disalahkan di sini oleh Krishna. Karena itu, bagi orang yang ingin menikmati
dunia material ini, lingkaran pelaksanaan yajña-yajna tersebut di atas adalah
syarat mutlak. Orang yang tidak mengikuti peraturan seperti itu hidup dengan
cara yang mengandung resiko besar sekali, dan dia akan semakin dikutuk. Menurut
hukum alam, bentuk kehidupan manusia ini khususnya dimaksudkan untuk keinsafan
diri, melalui salah satu di antara tiga cara—yaitu, karma-yoga, jñāna-yoga,
atau bhakti-yoga. Rohaniwan-rohaniwan yang berada di atas dosa dan perbuatan
yang baik dan buruk tidak diharuskan mengikuti pelaksanaan yajña-yajna yang
telah ditetapkan secara ketat; tetapi orang yang sibuk dalam kepuasan
indera-indera perlu disucikan oleh lingkaran pelaksanaan yajñā tersebut di
atas. Ada berbagai jenis kegiatan. Orang yang belum sadar akan Krishna tentu
saja sibuk dengan kesadaran yang dipusatkan pada indera-indera; karena itu,
mereka perlu melakukan pekerjaan yang saleh. Sistem yajñā di rencanakan
sedemikian rupa agar orang yang sadar akan indera-indera dapat memuaskan
keinginannya tanpa menjadi terikat dalam reaksi pekerjaan untuk memuaskan
indera-indera. Kemakmuran dunia tidak tergantung pada usaha-usaha pribadi kita,
melainkan pada apa yang diatur di latar belakang dunia oleh Tuhan Yang Maha
Esa, yang dilaksanakan secara langsung oleh para dewa. Karena itu, yajña-yajna
ditujukan langsung kepada dewa-dewa tertentu yang tersebut dalam Veda. Secara
tidak langsung, itu merupakan pelaksanaan kesadaran Krishna, sebab apabila
seseorang menguasai pelaksanaan yajñā-yajna, pasti ia menjadi sadar akan
Krishna Tetapi kalau seseorang tidak menjadi sadar akan Krishna dengan
melaksanakan yajñā-yajna, maka prinsip-prinsip tersebut hanya dihitung sebagai
rumus-rumus moral. Karena itu, hendaknya seseorang jangan membatasi kemajuannya
hanya sampai tingkat rumus-rumus moral, tetapi sebaiknya ia melampaui
rumus-rumus itu untuk mencapai kesadaran Krishna.
3.17
yas tv ātma-ratir eva syād
ātma-tṛptaś ca mānavaḥ
ātmany eva ca santuṣṭas
tasya kāryaḿ na vidyāte
yaḥ—orang yang;
tu—tetapi;
ātma-ratiḥ—bersenang hati
dalam sang diri;
evā—pasti;
syāt—tetap;
ātma-tṛptaḥ—diterangi
sendiri;
ca—dan;
mānavaḥ—seorang manusia;
ātmani—di dalam
Diri-Nya;
evā—hanya;
ca—dan;
santuṣṭaḥ—dipuaskan secara
sempurna;
tasya—milik dia;
kāryam—tugas kewajiban;
na—tidak;
vidyāte—ada.
Terjemahan
Tetapi orang yang bersenang hati di dalam sang
diri, yang hidup sebagai manusia demi keinsafan diri, dan berpuas hati di dalam
sang diri saja, puas sepenuhnya—bagi orang tersebut tidak ada tugas kewajiban.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya, dan
puas sepenuhnya dengan perbuatannya dalam kesadaran Krishna, tidak mempunyai
tugas kewajiban lagi untuk dilaksanakan. Oleh karena dia sadar akan Krishna,
segala hal yang tidak baik di dalam hatinya segera disucikan, suatu efek yang
dicapai sesudah melaksanakan yajñā beribu-ribu kali. Dengan menyucikan
kesadaran seperti itu, seseorang yakin sepenuhnya tentang kedudukannya yang
kekal berhubungan dengan Yang Mahakuasa. Dengan demikian tugas kewajibannya
diterangi sendiri atas berkat karunia Tuhan, sehingga dia tidak mempunyai
kewajiban lagi terhadap peraturan Veda. Orang yang sadar akan Krishna seperti
itu tidak berminat lagi terhadap kegiatan material dan tidak bersenang hati
lagi dalam hal-hal yang diatur di bidang material, misalnya minuman keras, main
perempuan dan hal-hal lain yang memikat hati.
3.18
naiva tasya kṛtenārtho
nākṛteneha kaścana
na cāsya sarva-bhūteṣu
kaścid artha-vyapāśrayaḥ
na—tidak pernah;
evā—pasti;
tasya—milik dia;
kṛtena—oleh
pelaksanaan tugas kewajiban;
arthaḥ—tujuan;
na—tidak juga;
akṛtena—tanpa
pelaksanaan tugas kewajiban;
iha—di dunia ini;
kaścana—apapun;
na—tidak
pernah;
ca—dan;
asya—dari dia;
sarva-bhūteṣu—di antara
semua makhluk hidup;
kaścit—apapun;
artha—tujuan;
vyapāśrayaḥ—berlindung
kepada.
Terjemahan
Orang yang sudah insaf akan Diri-Nya tidak
mempunyai maksud untuk dipenuhi dalam pelaksanaan tugas-tugas kewajibannya, dan
dia juga tidak mempunyai alasan untuk tidak melaksanakan pekerjaan seperti itu.
Dia juga tidak perlu bergantung pada makhluk hidup manapun.
Penjelasan
Tidak ada tugas yang ditetapkan lagi yang harus
dilakukan oleh orang yang sudah insaf akan Diri-Nya, kecuali kegiatan dalam
kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna juga tidak berarti tidak melakukan
kegiatan, sebagaimana akan dijelaskan dalam ayat-ayat berikut. Orang yang sadar
akan Krishna tidak berlindung kepada kepribadian manapun—baik manusia maupun
dewa. Apapun yang dilakukannya dalam kesadaran Krishna cukup dalam menunaikan
tugas kewajibannya.
3.19
tasmād asaktaḥ satataḿ
kāryaḿ karma samācara
asakto hy ācaran karma
param āpnoti pūruṣaḥ
tasmāt—karena itu;
asaktaḥ—tanpa ikatan;
satatam—senantiasa;
kāryam—sebagai kewajiban;
karma—pekerjaan;
samācara—melakukan;
asaktaḥ—tidak terikat;
hi—pasti;
ācaran—melakukan;
karma—pekerjaan;
param—Yang Mahakuasa;
āpnoti—mencapai;
puruṣaḥ—seorang
manusia.
Terjemahan
Karena itu hendaknya seseorang bertindak karena
kewajiban tanpa terikat terhadap hasil kegiatan, sebab dengan bekerja tanpa
ikatan terhadap hasil seseorang sampai kepada Yang Mahakuasa.
Penjelasan
Yang Mahakuasa adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa bagi para penyembah dan pembebasan bagi orang yang tidak mengakui bentuk
pribadi Tuhan. Karena itu, orang yang bertindak demi Krishna, atau dalam
kesadaran Krishna, di bawah bimbingan yang benar tanpa ikatan terhadap hasil
pekerjaan, pasti maju menuju tujuan hidup yang paling utama. Arjuna diberitahu
bahwa sebaiknya ia bertempur dalam Perang Kuruksetra demi kepentingan Krishna
karena Krishna ingin supaya Arjuna bertempur. Menjadi orang baik atau orang
yang tidak melakukan kekerasan adalah ikatan pribadi, tetapi bertindak atas
nama Yang Mahakuasa berarti bertindak tanpa ikatan terhadap hasil. Itulah
perbuatan sempurna pada tingkat tertinggi, yang dianjurkan oleh Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna.
Ritual-ritual Veda, seperti korban-korban suci
yang telah ditetapkan, dilakukan untuk menyucikan kegiatan yang tidak saleh
yang telah dilakukan di bidang kepuasan indera-indera. Tetapi perbuatan dalam
kesadaran Krishna melampaui reaksi dari pekerjaan yang baik maupun pekerjaan
yang buruk. Orang yang sadar akan Krishna tidak terikat terhadap hasil,
melainkan ia bertindak atas nama Krishna saja. Dia menekuni segala jenis
kegiatan, tetapi dia sama sekali tidak terikat.
3.20
karmaṇaiva hi saḿsiddhim
āsthitā janakādayaḥ
loka-sańgraham evāpi
sampaśyan kartum arhasi
karmaṇā—oleh pekerjaan;
evā—walaupun;
hi—pasti;
saḿsiddhim—di
dalam kesempurnaan;
āsthitāḥ—terletak;
janaka-ādayaḥ—Janaka dan
raja-raja lainnya;
loka-sańgraham—rakyat umum;
evā api—juga;
sampaśyan—dengan mempertimbangkan;
kartum—bertindak;
arhasi—patut
bagimu.
Terjemahan
Raja-raja yang seperti Janaka mencapai
kesempurnaan hanya dengan pelaksanaan tugas-tugas kewajiban yang telah
ditetapkan. Karena itu, untuk mendidik rakyat umum, hendaknya engkau melakukan
pekerjaanmu.
Penjelasan
Raja-raja seperti Janaka, semua sudah insaf
akan diri; karena itu, mereka tidak diwajibkan melakukan tugas-tugas yang telah
ditetapkan dalam Veda. Walaupun demikian, mereka melaksanakan segala kegiatan
yang telah ditetapkan hanya untuk memberikan contoh untuk rakyat umum. Janaka
adalah ayah Sita dan mertua Sri Rāma. Sebagai seorang penyembah
Tuhan yang mulia, dia mantap dalam kedudukan
rohani, tetapi karena dia menjadi rājā Mithila (sebagian dari propinsi
Bihar di India), dia harus mengajarkan para warga negaranya cara melakukan
tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan. Sri Krishna dan Arjuna, kawan
Krishna yang kekal, tidak perlu bertempur dalam perang Kuruksetra , tetapi
mereka bertempur untuk mengajarkan rakyat umum bahwa kekerasan juga diperlukan
bila argumentasi yang baik gagal dilaksanakan. Sebelum perang Kuruksetra ,
segala upaya telah ditempuh untuk menghindari perang, bahkan oleh Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa sekalipun, tetapi pihak lawan telah bertekad. Karena itu,
demi tujuan yang benar, pertempuran diperlukan. Walaupun orang yang mantap
dalam kesadaran Krishna barangkali tidak mempunyai kepentingan di dunia, namun
ia masih bekerja untuk mengajar rakyat cara hidup dan cara bertindak. Orang
yang berpengalaman dalam kesadaran Krishna dapat bertindak dengan cara
sedemikian rupa supaya orang lain akan ikut, dan hal ini dijelaskan dalam ayat
berikut.
3.21
yad yad ācarati śreṣṭhas
tat tad evetaro janaḥ
sa yat pramāṇaḿ kurute
lokas tad anuvartate
yat yat—apa pun;
ācarati—dia melakukan;
śreṣṭhaḥ—pemimpin
yang terhormat;
tat—itu;
tat—dan itu saja;
evā—pasti;
itaraḥ—umum;
janaḥ—seseorang;
saḥ—dia;
yat—manapun;
pramāṇam—teladan;
kurute—melakukan;
lokaḥ—seluruh dunia;
tat—itu;
anuvartate—mengikuti
langkah-langkah.
Terjemahan
Perbuatan apapun yang dilakukan orang besar, akan
diikuti oleh orang awam. Standar apa pun yang ditetapkan dengan perbuatannya
sebagai teladan, diikuti oleh seluruh dunia.
Penjelasan
Rakyat umum selalu memerlukan pemimpin yang dapat
mengajar rakyat dengan tingkah laku yang praktis. Seorang pemimpin tidak dapat mengajar
rakyat untuk berhenti merokok kalau dia sendiri merokok. Sri Caitanya
Mahaprabhu mengatakan bahwa seharusnya tingkah laku seorang guru sudah baik
bahkan sebelum dia mulai mengajar. Orang yang mengajar dengan cara seperti itu
disebut ācārya, atau guru teladan. Karena itu, seorang guru harus mengikuti
prinsip-prinsip śastra (Kitab Suci) untuk mengajar orang awam. Seorang guru
tidak dapat membuat peraturan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
Kitab-kitab Suci yang sudah diwahyukan. Kitab-kitab Suci, misalnya Manusamhita
dan lain sebagainya, dianggap buku-buku baku untuk diikuti oleh
masyarakat manusia. Jadi, apa yang diajarkan oleh pemimpin seharusnya
berdasarkan prinsip-prinsip śastra-śastra baku seperti itu. Orang yang ingin
memperbaiki Diri-Nya harus mengikuti aturan baku sebagaimana dipraktekkan oleh
para guru besar. Srimad-Bhagavatam juga membenarkan bahwa hendaknya seseorang
mengikuti langkah-langkah penyembah-penyembah yang mulia, dan itulah cara maju
dalam menempuh jalan keinsafan rohani. Seorang rājā , atau pemimpin negara,
ayah dan guru di sekolah semua dianggap pemimpin yang wajar bagi rakyat umum
yang tidak berdosa. Semua pemimpin tersebut harus memikul tanggung jawab yang
besar terhadap bawahannya. Karena itu, mereka harus menguasai kitab-kitab baku
yang berisi rumus-rumus moral dan rumus-rumus rohani.
3.22
na me pārthāsti kartavyaḿ
triṣu lokeṣu kiñcana
nānavāptam avāptavyaḿ
varta eva ca karmaṇi
na—tidak;
me—milik-Ku;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
asti—ada;
kartavyam—tugas kewajiban yang ditetapkan;
triṣu—di
dalam tiga;
lokeṣu—susunan-susunan planet;
kiñcana—apapun;
na—tidak
sesuatupun;
anavāptam—diinginkan;
avāptavyam—untuk diperoleh;
varte—Aku
sibuk;
evā—pasti;
ca—juga;
karmaṇi—dalam tugas kewajiban
yang ditetapkan.
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, tidak ada pekerjaan yang ditetapkan bagiku dalam
seluruh tiga susunan planet. Aku juga tidak kekurangan apapun dan Aku tidak
perlu memperoleh sesuatu, namun Aku sibuk melakukan tugas-tugas kewajiban yang
sudah ditetapkan.
Penjelasan
Dalam kesusasteraan Veda, Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa diuraikan sebagai berikut:
tam īśvarāṇāḿ paramaḿ maheśvaraḿ
taḿ devatānāḿ paramaḿ ca
daivatam
patiḿ patīnāḿ paramaḿ
parastād
vidāma devaḿ bhuvaneśam
īḍyam
na tasya kāryaḿ karaṇaḿ ca
vidyāte
na tat-samaś cābhyadhikaś ca
dṛśyate
parāsya śaktir vividhaiva
śrūyate
svābhāvikī jñāna-bala-kriyā
ca
Tuhan Yang Maha Esa adalah pengendali semua
kepribadian lain yang juga mengendalikan, dan Beliau adalah yang paling besar
di antara berbagai pemimpin planet-planet. Semua insan dikendalikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Semua makhluk diberi kekuatan khusus hanya oleh Tuhan Yang Maha
Esa Sendiri; mereka itu bukan Yang Mahakuasa. Beliau yang sudah disembah oleh
semua dewa dan Beliau adalah pemimpin yang paling utama di antara segala
pemimpin. Karena itu, Beliau melampaui segala pemimpin dan pengendali material.
Beliau patut disembah oleh semua orang. Tiada orang yang lebih besar daripada
Beliau, dan Beliau adalah sebab utama segala sebab."
Beliau mempunyai bentuk jasmani seperti bentuk
jasmani makhluk hidup biasa. Tidak ada perbedaan antara badan-Nya dan roh-Nya.
Beliau bersifat mutlak. Segala indera-Nya bersifat rohani. Tiap-tiap indera-Nya
dapat melakukan perbuatan tiap-tiap indera yang lain. Karena itu, tiada orang
yang lebih besar dari Beliau atau sejajar dengan Beliau. Beliau mempunyai
berbagai kekuatan; karena itu, perbuatan Beliau dilaksanakan secara otomatis
sebagai urutan yang wajar." (Svetasvatara-Upanisad 6.7-8)
Dalam Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa segala
sesuatu berada dalam kehebatan dan kebenaran sepenuhnya. Karena itu, tidak ada
tugas kewajiban yang harus dilakukan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Orang yang harus menerima hasil pekerjaan mempunyai suatu tugas kewajiban yang
telah ditetapkan, tetapi kepribadian yang tidak harus mencapai sesuatu dalam
seluruh tiga susunan planet tentu saja tidak mempunyai tugas kewajiban. Namun
Sri Krishna sibuk di medan perang Kuruksetra sebagai pemimpin para
ksatriya karena para ksatriya diikat oleh kewajiban memberikan perlindungan
kepada orang yang berdukacita. Walaupun Krishna berada di atas segala peraturan
Kitab-kitab Suci yang sudah diwahyukan, Beliau tidak melakukan sesuatu yang
melanggar Kitab-kitab Suci.
3.23
yadi hy ahaḿ na varteyaḿ
jātu karmaṇy atandritaḥ
mama vartmānuvartante
manuṣyāḥ pārtha sarvaśaḥ
yādi—kalau;
hi—pasti;
aham—Aku;
na—tidak;
varteyam—menjadi
sibuk seperti itu;
jātu——pernah;
karmaṇi—dalam pelaksanaan
tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan;
atandritaḥ—dengan teliti
sekali;
mama—milik -Ku;
vartma—jalan;
anuvartante—akan
mengikuti;
manuṣyāḥ—semua orang;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
sarvāsaḥ—dalam segala hal.
Terjemahan
Sebab kalau Aku pernah gagal menekuni pelaksanaan
tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan dengan teliti, tentu saja semua
orang akan mengikuti jalan-Ku, wahai putera Pārtha.
Penjelasan
Untuk memelihara keseimbangan ketenangan
masyarakat demi kemajuan dalam kehidupan rohani, ada hal-hal yang digunakan
oleh keluarga menurut tradisi yang dimaksudkan untuk tiap-tiap manusia yang
berada. Aturan dan peraturan seperti itu dimaksudkan untuk roh-roh yang terikat
bukan untuk Sri Krishna, namun oleh karena Beliau turun untuk menegakkan
prinsip-prinsip dharma, Beliau mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Kalau
tidak demikian, orang awam akan mengikuti langkah-langkah-Nya, sebab Beliau
adalah Penguasa tertinggi. Dari Srimad-Bhagavatam, dimengerti bahwa Sri Krishna
melakukan segala tugas keagamaan di rumah dan di luar rumah, sebagaimana
diharuskan untuk orang yang berumah tangga.
3.24
utsīdeyur ime lokā
na kuryāḿ karma ced aham
sańkarasya ca kartā syām
upahanyām imāḥ prajāḥ
utsīdeyuḥ—akan hancur;
ime—semua ini;
lokaḥ—dunia-dunia;
na—tidak;
kuryām—Aku melakukan;
karma—tugas-tugas
kewajiban yang sudah ditetapkan;
cet—kalau;
aham—Aku;
sańkarasya—milik
penduduk yang tidak diinginkan;
ca—dan;
kartā—pencipta;
syām—akan
menjadi;
upahanyām—akan membinasakan;
imāḥ—semua ini;
prajāḥ—para
makhluk hidup.
Terjemahan
Kalau Aku tidak melakukan tugas-tugas kewajiban
yang sudah ditetapkan, maka semua dunia ini akan hancur. Kalau Aku berbuat
demikian, berarti Aku menyebabkan penduduk yang tidak dinginkan diciptakan, dan
dengan demikian Aku menghancurkan kedamaian semua makhluk hidup.
Penjelasan
Varṇa-sańkara adalah semua penduduk yang tidak
diinginkan, yang akan mengganggu kedamaian rakyat umum. Untuk membatasi
gangguan tersebut dalam masyarakat, ada aturan dan peraturan yang memungkinkan
penduduk dengan sendirinya dapat menjadi damai dan teratur demi kemajuan rohani
dalam hidupnya. Bila Sri Krishna turun, sewajarnya Beliau memperlakukan aturan
dan peraturan seperti itu dengan cara sedemikian rupa untuk memelihara prestasi
dan keperluan serta pelaksanaan hal-hal yang penting seperti itu. Krishna
adalah ayah bagi semua makhluk hidup, dan kalau para makhluk hidup disesatkan,
maka secara tidak langsung Tuhanlah yang memikul tanggung jawab. Karena itu,
bilamana prinsip-prinsip yang mengatur dialpakan oleh rakyat umum, maka Tuhan
Sendiri turun dan memperbaiki masyarakat. Akan tetapi, hendaknya kita
memperhatikan dengan seksama bahwa walaupun kita harus mengikuti
langkah-langkah Tuhan, kita harus ingat bahwa kita tidak dapat meniru Beliau.
Mengikuti dan meniru tidak sejajar. Kita tidak dapat meniru Tuhan dengan
mengangkat Bukit Govardhana, seperti yang dilakukan oleh Krishna pada waktu
Beliau masih anak-anak. Itu mustahil bagi manusia manapun. Kita harus mengikuti
ajaran Tuhan, tetapi kita sama sekali tidak boleh meniru Beliau. Kenyataan ini
dibenarkan dalam Srimad-Bhagavatam (10.33.30-31):
naitat samācarej jātu
manasāpi hy anīśvaraḥ
vinaśyaty ācaran mauḍhyād
yathā 'rudro 'bdhi-jaḿ viṣam
īśvarāṇāḿ vacaḥ satyaḿ
tathāivācaritaḿ kvacit
teṣāḿ yat sva-vaco-yuktaḿ
buddhimāḿs tat samācaret
Hendaknya seseorang hanya mengikuti ajaran Tuhan dan hamba-hamba Beliau yang
telah dikuasakan. Ajaran mereka baik bagi semuanya, dan setiap orang cerdas
akan melaksanakan sebagaimana diajarkan. Akan tetapi, hendaknya seseorang
hati-hati jangan sampai dia mencoba meniru perbuatan mereka. Hendaknya
seseorang janganlah mencoba meminum lautan racun untuk meniru Dewa Siva."
Hendaknya kita selalu memandang kedudukan para Isvara, atau
mereka yang sungguh-sungguh mengendalikan gerak matahari dan bulan, sebagai
kedudukan yang lebih tinggi. Tanpa kekuatan para Isvara, seseorang tidak dapat
meniru para Isvara yang maha perkasa. Dewa Siva minum lautan racun, tetapi
kalau orang awam mencoba minum racun seperti itu sebanyak satu tetes saja, dia
akan segera mati. Ada banyak penyembah Dewa Siva yang palsu yang ingin
menghisap ganja dan menggunakan obat bius yang serupa. Mereka lupa bahwa dengan
meniru perbuatan Dewa Siva, mereka memanggil maut untuk mendekat. Begitu pula,
ada beberapa penyembah Krishna yang palsu yang lebih suka meniru Krishna dalam
tarian cinta rasa-lila-Nya. Mereka lupa bahwa mereka tidak sanggup mengangkat
Bukit Govardhana. Karena itu, sebaiknya siapapun janganlah mencoba meniru kepribadian
yang perkasa, tetapi hanya mengikuti ajaran mereka; dan hendaknya pula orang
tidak dan jangan berusaha menduduki jabatan-jabatan mereka tanpa memiliki
kwalifikasi. Ada begitu banyak titisan" Tuhan yang tidak mempunyai
kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.
3.25
saktāḥ karmaṇy avidvāḿso
yathā kurvanti bhārata
kuryād vidvāḿs tathāsaktaś
cikīrṣur loka-sańgraham
saktāḥ—dengan menjadi terikat;
karmaṇi—dengan tugas-tugas
yang telah ditetapkan;
avidvāḿsaḥ—orang bodoh;
yathā—sejauh
mana;
kurvanti—mereka melakukan;
Bhārata—wahai putera keluarga
Bhārata
;
kuryāt—harus melakukan;
vidvān—orang bijaksana;
tathā—demikian;
asaktaḥ—tanpa ikatan; cikirsuh—dengan keinginan untuk memimpin;
loka-sańgraham—rakyat
umum.
Terjemahan
Seperti halnya orang bodoh melakukan tugas-tugas
kewajibannya dengan ikatan terhadap hasil, begitu pula orang bijaksana dapat
bertindak dengan cara yang serupa, tetapi tanpa ikatan, dengan tujuan memimpin
rakyat dalam menempuh jalan yang benar.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna dan orang yang
tidak sadar akan Krishna dibedakan menurut keinginan yang berbeda. Orang yang
sadar akan Krishna tidak melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk
mengembangkan kesadaran Krishna. Barangkali ia bertindak persis seperti orang
bodoh yang terlalu terikat terhadap kegiatan material, tetapi orang bodoh sibuk
dalam kegiatan seperti itu untuk memuaskan kepuasan indera-indera, sedangkan
yang lain sibuk untuk memuaskan Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan
Krishna diperlukan untuk memperlihatkan cara bertindak dan cara menggunakan
hasil perbuatan untuk tujuan kesadaran Krishna kepada rakyat.
3.26
na buddhi-bhedaḿ janayed
ajñānāḿ karma-sańginām
joṣayet sarva-karmaṇi
vidvān yuktaḥ samācaran
na—tidak;
buddhi-bhedam—pengacauan kecerdasan;
janayet—hendaknya
ia menyebabkan;
ajñānām—terhadap orang bodoh;
karma-sańginām—yang
terikat kepada pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil;
joṣayet—hendaknya
dia menggabungkan;
sarva—semua;
karmaṇi—pekerjaan;
vidvān—orang
bijaksana;
yuktaḥ—dijadikan sibuk;
samācaran—mempraktekkan.
Terjemahan
Agar tidak mengacaukan pikiran orang bodoh yang
terikat terhadap hasil atau pahala dari tugas-tugas kewajiban yang telah
ditetapkan, hendaknya orang bijaksana jangan menyuruh mereka berhenti bekerja. Melainkan,
sebaiknya ia bekerja dengan semangat bhakti dan menjadikan mereka sibuk dalam
segala jenis kegiatan (untuk berangsur-angsur mengembangkan kesadaran Krishna).
Penjelasan
Vedais ca sarvair aham eva vedyah. Itulah tujuan
segala ritual Veda. Segala ritual, segala pelaksanaan korban suci, dan segala
sesuatu yang tercantum dalam Veda, termasuk pula segala petunjuk untuk kegiatan
material, dimaksudkan untuk mengerti tentang Krishna, tujuan tertinggi dalam
kehidupan. Tetapi oleh karena roh-roh yang terikat tidak mengenal sesuatu pun
di luar kepuasan indera-indera, mereka mempelajari Veda dengan tujuan itu.
Tetapi melalui kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil dan kepuasan
indera-indera yang diatur oleh ritual-ritual Veda, berangsur-angsur seseorang
diangkat sampai tingkat kesadaran Krishna. Karena itu, orang yang sudah insaf
akan Diri-Nya dalam kesadaran Krishna hendaknya jangan mengganggu orang lain
dalam kegiatan maupun pengertian mereka, melainkan sebaiknya ia bertindak
dengan memperlihatkan bagaimana hasil segala pekerjaan dapat dipersembahkan
untuk bhakti kepada Krishna. Orang bijaksana yang sadar akan Krishna barangkali
bertindak dengan cara supaya orang bodoh yang bekerja demi kepuasan
indera-indera dapat belajar cara bertindak dan cara berbuat. Walaupun orang
bodoh hendaknya tidak diganggu dalam kegiatannya, namun orang yang sudah maju
sedikit dalam kesadaran Krishna dapat diajak menekuni bhakti kepada Tuhan
secara langsung tanpa menunggu rumus-rumus Veda lainnya. Orang yang beruntung tersebut
tidak perlu mengikuti ritual-ritual Veda, sebab dengan kesadaran Krishna secara
langsung, seseorang dapat memperoleh segala hasil yang dapat diperoleh dengan
cara mengikuti tugas-tugas yang telah ditetapkan untuk Diri-Nya.
3.27
prakṛteḥ kriyamāṇāni
guṇaiḥ karmaṇi sarvaśaḥ
ahańkāra-vimūḍhātmā
kartāham iti manyate
prakṛteḥ—dari alam material;
kriyamāṇāni—dengan dilakukan;
guṇaiḥ—oleh
sifat-sifat;
karmaṇi—kegiatan;
sarvāsaḥ—segala jenis;
ahańkāra-vimūḍha—dibingungkan
oleh keakuan palsu;
ātmā—sang roh;
kartā—pelaku;
aham—aku;
iti—demikian;
manyate—dia berpikir.
Terjemahan
Sang roh yang dibingungkan oleh pengaruh keakuan
palsu menganggap Diri-Nya pelaku kegiatan yang sebenarnya dilakukan oleh tiga
sifat alam material.
Penjelasan
Ada dua orang, yang satu sadar akan Krishna dan
yang lain dalam kesadaran material. Barangkali kelihatannya dua orang tersebut
bekerja pada tingkat yang sama, tetapi kedudukan mereka masing-masing jauh
berbeda. Orang yang kesadarannya duniawi diyakinkan oleh keakuan yang palsu
bahwa Diri-Nya melakukan segala sesuatu. Dia tidak mengetahui bahwa mesin badan
dihasilkan oleh alam material, yang bekerja di bawah pengawasan Tuhan Yang Maha
Esa. Orang duniawi tidak mempunyai pengetahuan bahwa pada hakekatnya Diri-Nya
dikendalikan oleh Krishna. Orang di bawah pengaruh keakuan yang palsu menerima
segala pujian karena Diri-Nya telah melakukan segala sesuatu secara tersendiri,
dan itulah gejala kebodohannya. Dia tidak mengetahui bahwa badan kasar dan
badan halus ini diciptakan oleh alam material, di bawah perintah Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, dan karena itu kegiatan jiwa dan raganya hendaknya
dijadikan tekun dalam bhakti kepada Krishna, dalam kesadaran Krishna. Orang
bodoh lupa bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bernama Hrsikesa, atau
Penguasa indera-indera badan jasmani. Dia lupa karena sudah lama
menyalahgunakan indera-inderanya untuk kepuasan indera-indera, sehingga ia
sungguh-sungguh dibingungkan oleh keakuan yang palsu, yang menyebabkan ia
melupakan hubungannya yang kekal dengan Krishna.
3.28
tattva-vit tu mahā-bāho
guṇa-karma-vibhāgayoḥ
guṇā guṇeṣu vartanta
iti matvā na sajjate
tattva-vit—orang yang mengenal Kebenaran Mutlak;
tu—tetapi;
mahā-bāho—wahai
yang berlengan perkasa;
guṇa-karma—pekerjaan di bawah pengaruh
material;
vibhāgayoḥ—perbedaanperbedaan;
guṇāḥ—indera-indera;
guṇeṣu—dalam
kepuasan indera-indera;
vartante—dijadikan tekun;
iti—demikian;
matvā—berpikir;
na—tidak pernah;
sajjate—menjadi terikat.
Terjemahan
Orang yang memiliki pengetahuan tentang Kebenaran
Mutlak tidak menjadi sibuk dalam indera-indera dan kepuasan indera-indera,
sebab ia mengetahui dengan baik perbedaan antara pekerjaan dalam bhakti dan
pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, wahai yang
berlengan perkasa.
Penjelasan
Orang yang mengetahui tentang Kebenaran Mutlak
yakin bahwa kedudukan Diri-Nya sulit dalam hubungan material. Dia mengetahui
bahwa Diri-Nya adalah bagian dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna,
yang mempunyai sifat yang sama seperti Krishna, dan bahwa hendaknya ia jangan
tetap tinggal di dalam ciptaan material. Dia mengetahui identitasnya yang
sejati sebagai bagian dari Yang Mahakuasa yang mempunyai sifat sama seperti
Yang Mahakuasa. Yang Mahakuasa mempunyai sifat kebahagiaan dan pengetahuan yang
kekal. Dia menginsafi bahwa entah bagaimana ia terperangkap dalam paham hidup
duniawi. Dalam keadaan kehidupannya yang murni, dia dimaksudkan untuk
menggabungkan kegiatannya dalam bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Krishna. Karena itu, dia menekuni kegiatan kesadaran Krishna dan sewajarnya
tidak terikat terhadap kegiatan indera-indera material, yang semua tergantung
pada keadaan dan bersifat sementara. Dia mengetahui bahwa keadaan hidupnya yang
bersifat material dibawah Kemahakuasaan Tuhan; karena itu, dia tidak digoyahkan
sama sekali oleh segala jenis reaksi material. Dia menganggap reaksi-reaksi
material sebagai karunia Tuhan. Menurut Srimad-Bhagavatam, orang yang mengenal
Kebenaran Mutlak dalam tiga aspek yang berbeda—yaitu Brahman, Paramatma dan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa—disebut tattva-vit, sebab dia juga mengetahui
kedudukannya yang nyata berhubungan dengan Yang Mahakuasa.
3.29
prakṛter guṇa-sammūḍhāḥ
sajjante guṇa-karmasu
tān akṛtsna-vido mandān
kṛtsna-vin na vicālayet
prakṛteḥ—dari alam material;
guṇa—oleh sifat-sifat;
sammūḍhāḥ—dibodohkan
karena mempersamakan diri dengan hal-hal material;
sajjante—mereka
menjadi sibuk;
guṇa-karmasu—dalam kegiatan material;
tān—itu;
akṛtsna-vidaḥ—orang
yang kekurangan pengetahuan;
mandān—malas untuk mengerti keinsafan diri;
kṛtsna-vit—orang yang mempunyai pengetahuan yang nyata;
na—tidak;
vicālayet—hendaknya berusaha menggoyahkan.
Terjemahan
Oleh karena orang bodoh dibingungkan oleh
sifat-sifat alam material, maka mereka sepenuhnya menekuni kegiatan material
hingga menjadi terikat. Tetapi sebaiknya orang bijaksana jangan menggoyahkan
mereka, walaupun tugas-tugas tersebut lebih rendah karena yang melakukan tugas-tugas
itu kekurangan pengetahuan.
Penjelasan
Orang yang tidak memiliki pengetahuan menyamakan
diri secara palsu dengan kesadaran material yang kasar dan penuh julukan
material. Badan adalah berkat dari alam material, dan orang yang terlalu
terikat terhadap kesadaran jasmani disebut manda, atau orang malas yang tidak
mengerti tentang sang roh. Orang bodoh menganggap badan adalah Diri-Nya;
hubungan-hubungan jasmani dengan orang lain dianggap sebagai sanak keluarga;
tanah tempat badan diperoleh adalah obyek sembahyang; dan rumus-rumus ritual
keagamaan dianggap tujuan dengan sendirinya. Kegiatan sosial, nasionalisme, dan
perikemanusiaan adalah beberapa kegiatan bagi orang yang mempunyai julukan
material seperti itu. Terpesona oleh julukan seperti itu, mereka selalu sibuk
di bidang material. Bagi mereka keinsafan rohani adalah dongeng, sehingga
mereka tidak tertarik. Akan tetapi, orang yang sudah dibebaskan dari kebodohan
dalam kehidupan rohani hendaknya jangan berusaha menggoyahkan orang yang
terikat dalam kegiatan material seperti itu. Lebih baik menjalankan kegiatan
rohani sendiri secara diam. Orang yang dibingungkan seperti itu barangkali
sibuk mengikuti prinsip-prinsip moral tingkat dasar, misalnya tidak melakukan
kekerasan dan pekerjaan kedermawanan material yang serupa.
Orang bodoh tidak dapat menghargai kegiatan dalam
kesadaran Krishna; karena itu, Sri Krishna menasehati kita supaya jangan
menggoyahkan mereka dan hanya memboroskan waktu yang berharga. Tetapi para
penyembah Tuhan lebih murah hati daripada Tuhan Sendiri, sebab mereka dapat
mengerti maksud Krishna. Karena itu, mereka mengambil segala jenis resiko,
bahkan sampai mendekati orang-orang bodoh dan berusaha membimbing mereka supaya
tekun dalam perbuatan kesadaran Krishna, yang merupakan kebutuhan mutlak
manusia.
3.30
mayi sarvāṇi karmaṇi
sannyasyādhyātma-cetasā
nirāśīr nirmamo bhūtvā
yudhyasva vigata-jvaraḥ
mayi—kepada-Ku;
sarvāni—segala jenis;
karmaṇi—kegiatan;
sannyasya—meninggalkan sepenuhnya;
adhyātma—dengan pengetahuan
lengkap tentang sang diri;
cetasā—oleh kesadaran;
nirāśīḥ—tanpa
keinginan untuk keuntungan;
nirmamaḥ—tanpa hak milik;
bhūtvā—menjadi
demikian;
yudhyasva—bertempur;
vigata-jvaraḥ—tanpa menjadi malas.
Terjemahan
O Arjuna, karena itu, dengan menyerahkan segala
pekerjaanmu kepada-Ku, dengan pengetahuan sepenuhnya tentang-Ku, bebas dari
keinginan untuk keuntungan, tanpa tuntutan hak milik, dan bebas dari sifat
malas, bertempurlah.
Penjelasan
Ayat ini menunjukkan maksud Bhagavad-gita dengan
jelas. Krishna mengajarkan bahwa orang harus menjadi sadar akan Krishna
sepenuhnya untuk melaksanakan tugas kewajiban, seolah-olah dalam disiplin
militer. Perintah seperti itu barangkali menimbulkan sedikit kesulitan.
Walaupun demikian, tugas-tugas kewajiban harus dilaksanakan, dengan bergantung
kepada Krishna, sebab itulah kedudukan dasar makhluk hidup. Makhluk hidup tidak
mungkin berbahagia lepas dari kerjasama dengan Tuhan Yang Maha Esa, sebab
kedudukan dasar kekal makhluk hidup ialah kedudukan menaklukkan diri pada
kehendak Tuhan. Karena itu, Arjuna disuruh bertempur oleh Sri Krishna
seolah-olah Krishna menjadi komandannya dalam tentara. Seseorang harus
mengorbankan segala sesuatu demi kehendak Tuhan Yang Maha Esa yang baik, dan
pada waktu yang sama melakukan tugas-tugas kewajiban tanpa menuntut hak milik.
Arjuna tidak harus mempertimbangkan perintah Krishna; dia hanya harus
melaksanakan perintah Beliau. Tuhan Yang Maha Esa adalah Roh Yang Utama bagi
semua roh; karena itu, orang yang bergantung sepenuhnya kepada Roh Yang Utama
tanpa pertimbangan pribadi, atau dengan kata lain, orang sadar akan Krishna
sepenuhnya, disebut adhyātmacetas, nirāśīḥ berarti seseorang harus bertindak
atas perintah atasan tetapi hendaknya jangan mengharapkan hasil atau pahala.
Seorang kasir barangkali menghitung uang sebanyak bermiliyard-miliyard rupiah
untuk majikannya, tetapi dia tidak menuntut satu rupiahpun untuk Diri-Nya.
Begitupula, orang harus menginsafi bahwa tiada sesuatupun di dunia ini yang
dimiliki oleh seseorang secara pribadi, melainkan segala sesuatu adalah milik
Tuhan Yang Maha Esa. Itulah arti sejati kata mayi, atau kepada-Ku."
Apabila seseorang bertindak dalam kesadaran Krishna seperti itu, pasti dia
tidak menuntut hak milik atas segala sesuatu. Kesadaran ini disebut nirmama,
atau tiada sesuatu yang menjadi milik saya." Kalau ada rasa enggan untuk
melaksanakan perintah yang tegas itu, yang tidak mempertimbangkan apa yang
disebut sanak keluarga dalam hubungan jasmani, maka rasa enggan tersebut
hendaknya dibuang. Dengan cara demikian, seseorang dapat menjadi vigata jvara
atau bebas dari demam mental atau sifat malas. Semua orang mempunyai jenis
pekerjaan tertentu yang harus dilaksanakan menurut sifat dan kedudukannya, dan segala
tugas kewajibannya itu dapat dilaksanakan dalam kesadaran Krishna, sebagaimana
diuraikan di atas. Itu akan membawa Diri-Nya sampai jalan menuju pembebasan.
3.31
ye me matam idaḿ nityam
anutiṣṭhanti mānavāḥ
śraddhāvanto 'nasūyanto
mucyante te 'pi karmabhiḥ
ye—orang-orang yang;
me—milik-Ku;
matam—perintah-perintah;
idam—yang ini;
nityam—sebagai fungsi yang kekal;
anutiṣṭhanti—melaksanakan
secara teratur;
mānavāḥ—manusia;
śraddhā-vantaḥ—dengan
keyakinan dan bhakti;
anasūyantaḥ—tanpa rasa iri;
mucyante—menjadi
bebas;
te—semua nya;
api—walaupun;
karmabhiḥ—dari ikatan
hukum perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil.
Terjemahan
Orang yang melakukan tugas-tugas kewajibannya
menurut perintah-perintah-Ku dan mengikuti ajaran ini dengan setia, bebas dari
rasa iri, dibebaskan dari ikatan perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan
hasil.
Penjelasan
Perintah dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
Krishna, adalah hakekat segala kebijaksanaan Veda. Karena itu, perintah Krishna
benar untuk selamanya tanpa kecuali. Veda adalah kekal. Begitu pula kebenaran
kesadaran Krishna ini juga kekal. Hendaknya orang yakin dengan teguh terhadap
perintah tersebut, tanpa merasa iri kepada Krishna. Ada banyak filosof yang
mengarang tafsiran tentang Bhagavad-gita tetapi tidak percaya kepada Krishna.
Mereka tidak akan pernah mencapai pembebasan dari ikatan perbuatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala. Tetapi walaupun orang biasa
yang percaya dengan teguh terhadap perintah-perintah Krishna yang kekal, tidak
sanggup melaksanakan perintah-perintah itu, ia mencapai pembebasan dari ikatan
hukum karma. Pada awal kesadaran Krishna, barangkali seseorang belum
melaksanakan perintah-perintah Krishna sepenuhnya, tetapi oleh karena dia tidak
benci terhadap prinsip tersebut dan bekerja dengan tulus ikhlas tanpa
memikirkan kekalahan dan keputus-asaan, pasti dia akan diangkat sampai tingkat
kesadaran Krishna yang murni.
3.32
ye tv etad abhyasūyanto
nānutiṣṭhanti me matam
sarva-jñāna-vimūḍhāḿs tān
viddhi naṣṭān acetasāḥ
ye—mereka itu;
tu—akan tetapi;
etat—ini;
abhyasūyantaḥ—dari
rasa iri;
na—tidak;
anutiṣṭhanti—melakukan secara teratur;
me—milik-Ku;
matam—perintah; sarva
jñāna—dalam segala jenis pengetahuan;
vimūḍhān—dijadikan
bodoh secara sempurna;
tān—mereka adalah;
viddhi—ketahuilah
dengan baik;
naṣṭān—semua dihancurkan;
acetasāḥ—tanpa
kesadaran Krishna.
Terjemahan
Tetapi orang yang tidak mengikuti ajaran ini
secara teratur karena rasa iri dianggap kehilangan segala pengetahuan,
dijadikan bodoh, dan dihancurkan dalam usahanya untuk mencari kesempurnaan.
Penjelasan
Kelemahan kalau seseorang tidak sadar akan
Krishna dinyatakan di sini dengan jelas. Seperti halnya ada hukuman kalau
seseorang tidak mematuhi perintah pemimpin pelaksana tertinggi, begitu pula,
tentu saja ada hukuman kalau seseorang tidak mematuhi perintah Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang tidak patuh, walau dia orang yang paling besar
sekalipun, bodoh terhadap Diri-Nya sendiri, terhadap Brahman Yang Paling Utama,
terhadap Paramatma dan terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa karena hatinya
kosong. Karena itu tidak ada harapan kesempurnaan hidup bagi orang itu.
3.33
sadṛśaḿ ceṣṭate svasyāḥ
prakṛter jñānavān api
prakṛtiḿ yānti bhūtāni
nigrahaḥ kiḿ kariṣyati
sadṛśam—sesuai dengan;
ceṣṭate—berusaha;
svasyāḥ—oleh
milik Diri-Nya;
prakṛteḥ—sifat-sifat alam;
jñāna-vān—bijaksana;
api—walaupun;
prakṛtim—alam;
yānti—menjalani;
bhūtāni—semua
makhluk hidup;
nigrahaḥ—pengekangan;
kim—apa;
kariṣyāti—dapat
mencapai.
Terjemahan
Orang yang berpengetahuanpun bertindak menurut
sifatnya sendiri, sebab semua orang mengikuti sifat yang telah diperolehnya
dari tiga sifat alam. Karena itu apa yang dapat dicapai dengan pengekangan?
Penjelasan
Kalau seseorang belum mantap pada tingkat rohani
kesadaran Krishna, ia tidak dapat dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam
material, sebagaimana dibenarkan oleh Krishna dalam Bab Tujuh (7.14). Karena
itu, orang yang paling terdidik sekalipun di bidang material tidak mungkin keluar
dari ikatan mayā hanya dengan pengetahuan teori, atau dengan memisahkan
sang roh dari badan. Ada banyak orang yang hanya namanya saja rohaniwan yang
secara lahiriah menyamar seolah-olah mereka sudah maju di bidang ilmu
pengetahuan rohani, tetapi di dalam hati atau secara sembunyi-sembunyi mereka
sepenuhnya di bawah sifat-sifat alam tertentu yang tidak dapat dilampauinya.
Menurut perguruan tinggi, mungkin seseorang berpengetahuan tinggi, tetapi oleh
karena pergaulannya dengan alam material sejak lama, dia berada dalam ikatan.
Kesadaran Krishna membantu seseorang untuk keluar dari ikatan material,
walaupun barangkali dia sibuk dalam tugas-tugas yang sudah ditetapkan untuknya
menurut kehidupan material. Karena itu, tanpa menjadi sadar akan Krishna sepenuhnya,
hendaknya orang jangan meninggalkan tugas-tugas kewajibannya. Hendaknya orang
jangan tiba-tiba meninggalkan tugas-tugas kewajibannya dan menjadi apa yang
hanya namanya saja yogi atau rohaniwan dengan cara yang tidak wajar. Lebih baik
menjadi mantap dalam kedudukan sendiri dan berusaha mencapai kesadaran Krishna
di bawah latihan yang lebih tinggi. Dengan demikian, ia dapat menjadi bebas
dari cengkraman mayā Krishna.
3.34
ndriyasyendriyasyārthe
rāga-dveṣau vyavasthitau
tayor na vaśam āgacchet
tau hy asya paripanthinau
indriyasya—mengenai indera-indera; indriyasya
arthe—di dalam obyek-obyek indera; rāga—ikatan; dveṣau—juga
dalam ketidakterikatan; vyavasthitau—menempatkan di bawah aturan; tayoḥ—dari
mereka; na—tidak pernah; vaśam—pengendalian; āgacchet—orang
harus datang; tau—yang itu; hi—pasti; asya—milik dia; paripanthinau—batu-batu
rintangan.
Terjemahan
Ada prinsip-prinsip untuk mengatur ikatan dan
rasa tidak suka berhubungan dengan indera-indera dan obyek-obyeknya. Hendaknya
seseorang jangan dikuasai oleh ikatan dan rasa tidak suka seperti itu, sebab
hal-hal itu merupakan batu-batu rintangan pada jalan menuju keinsafan diri.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna sewajarnya enggan
menjadi sibuk dalam kepuasan indera-indera material. Tetapi orang yang belum
sadar seperti itu sebaiknya mengikuti aturan dan peraturan dari Kitab-kitab
Suci. Kenikmatan indera-indera secara tidak terbatas adalah sebab kurungan
material, tetapi orang yang mengikuti aturan dan peraturan Kitab Suci tidak
terikat oleh obyek-obyek indera. Misalnya, kenikmatan hubungan suami isteri
adalah sesuatu yang diperlukan oleh roh terikat, dan kenikmatan hubungan suami
isteri diperbolehkan dengan izin hubungan pernikahan. Menurut aturan Kitab
Suci, orang dilarang mengadakan hubungan suami isteri dengan wanita selain
isterinya sendiri. Semua wanita lainnya harus dianggap sebagai ibu. Tetapi
walaupun ada peraturan seperti itu, seorang laki-laki masih cenderung
mengadakan hubungan suami isteri dengan wanita lain. Kecenderungan-kecenderungan
tersebut harus dibatasi; kalau tidak, kecenderungan-kecenderungan itu akan
menjadi batu-batu rintangan pada jalan menuju keinsafan diri. Selama badan
jasmani masih ada, kebutuhan badan jasmani diperbolehkan, tetapi di bawah
aturan dan peraturan. Walaupun demikian, hendaknya kita jangan bergantung pada
pengendalian izin-izin seperti itu. Orang harus mengikuti aturan dan peraturan
tersebut tanpa ikatan terhadap aturan dan peraturan itu, sebab mempraktekkan
kepuasan indera indera di bawah aturan dan peraturan juga dapat membawa
seseorang hingga ia tersesat—seperti halnya kemungkinan kecelakaan selalu ada,
bahkan di jalan raya sekalipun. Jalan dipelihara dengan teliti sekali, tetapi
tidak ada orang yang dapat menjamin bahwa tidak ada bahaya di jalan yang paling
aman sekalipun. Semangat untuk menikmati indera-indera sudah berlangsung sejak
dahulu kala, akibat pergaulan material. Karena itu, walaupun ada kenikmatan
indera-indera secara teratur, masih ada kemungkinan seseorang akan jatuh.
Karena itu, ikatan manapun terhadap kenikmatan indera-indera secara teratur
juga harus dihindari dengan segala upaya. Tetapi ikatan terhadap kesadaran
Krishna, atau selalu bertindak dalam pengabdian dengan cinta-bhakti kepada
Krishna, melepaskan seseorang dari ikatan terhadap segala jenis kegiatan
indera-indera. Karena itu, hendaknya orang jangan berusaha melepaskan ikatan
terhadap kesadaran Krishna pada tingkatan hidup manapun. Seluruh tujuan
ketidakterikatan terhadap segala jenis ikatan indera-indera akhirnya
dimaksudkan untuk menjadi mantap pada tingkat kesadaran Krishna.
3.35
śreyān sva-dharmo viguṇaḥ
para-dharmāt sv-anuṣṭhitāt
sva-dharme nidhanaḿ śreyaḥ
para-dharmo bhayāvahaḥ
śreyān—jauh lebih baik;
sva-dharmaḥ—tugas kewajiban yang
ditetapkan untuk seseorang;
viguṇaḥ—walaupun ada kesalahan;
para-dharmāt—daripada
tugas-tugas kewajiban yang disebut untuk orang lain;
su-anuṣṭhitāt—dilaksanakan
secara sempurna;
sva-dharme—dalam tugas-tugas kewajiban yang telah
ditetapkan untuk seseorang;
nidhanam—kemusnahan;
śreyaḥ—lebih
baik;
para-dharmaḥ—tugas-tugas kewajiban yang ditetapkan untuk orang
lain;
bhaya-āvahaḥ—berbahaya.
Terjemahan
Jauh lebih baik melaksanakan tugas-tugas
kewajiban yang sudah ditetapkan untuk diri kita, walaupun kita berbuat
kesalahan dalam tugas-tugas itu, daripada melakukan tugas kewajiban orang lain
secara sempurna. Kemusnahan sambil melaksanakan tugas kewajiban sendiri lebih
baik daripada menekuni tugas kewajiban orang lain, sebab mengikuti jalan orang
lain berbahaya.
Penjelasan
Karena itu, sebaiknya orang melaksanakan tugas
kewajiban yang ditetapkan untuk Diri-Nya dalam kesadaran Krishna sepenuhnya
daripada tugas kewajiban yang ditetapkan untuk orang lain. Secara material,
tugas-tugas kewajiban adalah tugas-tugas yang diperintahkan menurut keadaan
jiwa dan raga seseorang di bawah pesona sifat-sifat alam material. Tugas-tugas
rohani adalah menurut perintah sang guru kerohanian, demi pengabdian rohani
kepada Krishna. Tetapi baik secara material maupun secara rohani, hendaknya
orang berpegang teguh pada tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan untuk
Diri-Nya bahkan sampai saat meninggal, daripada meniru tugas kewajiban orang
lain. Tugas-tugas kewajiban pada tingkat rohani dan tugas-tugas kewajiban pada
tingkat material barangkali berbeda, tetapi rinsip mengikuti bimbingan
yang dibenarkan selalu baik bagi orang yang melakukannya. Kalau seseorang masih
di bawah pesona sifat-sifat alam material, hendaknya mengikuti peraturan yang
sudah ditetapkan untuk kedudukannya yang khusus dan sebaiknya jangan meniru
orang lain. Misalnya, seorang brahmaṇā, yang berada dalam sifat kebaikan,
tidak melakukan kekerasan, sedangkan seorang ksatriya, yang berada di dalam
sifat nafsu, diizinkan melakukan kekerasan. Karena itu, seorang ksatriya lebih
baik musnah sambil mengikuti peraturan kekerasan daripada meniru seorang
brahmaṇā yang mengikuti prinsip-prinsip tidak melakukan kekerasan. Semua orang
harus menyucikan hatinya dengan proses tahap demi tahap, bukan secara serentak.
Akan tetapi, apabila seseorang melampaui sifat-sifat alam material dan menjadi
mantap sepenuhnya dalam kesadaran Krishna, ia dapat melakukan apapun dan segala
sesuatu di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Pada
tahap kesadaran Krishna yang sempurna tersebut, seorang ksatriya, boleh
bertindak sebagai brahmaṇā, atau seorang brahmaṇā, boleh bertindak sebagai
seorang ksatriya. Pada tingkat rohani, perbedaan dunia material tidak berlaku.
Misalnya, Visvamitra semula menjadi ksatriya, tetapi kemudian dia bertindak
sebagai brahmaṇā, sedangkan Parasurama adalah seorang brahmaṇā, tetapi
kemudian ia bertindak sebagai ksatriya. Oleh karena mereka mantap pada
kedudukan rohani, mereka dapat melakukan demikian, tetapi selama seseorang
masih berada pada tingkat material, ia harus melaksanakan tugas-tugas
kewajibannya menurut sifat-sifat alam material. Pada waktu yang sama, ia harus
mengerti kesadaran Krishna sepenuhnya.
3.36
Arjuna uvāca
atha kena prayukto 'yaḿ
pāpaḿ carati pūruṣaḥ
anicchann api vārṣṇeya
balād iva niyojitaḥ
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata;
atha—kemudian;
kena—oleh
apa;
prayuktaḥ—didorong;
ayam—satu;
pāpam—dosa;
carati—melakukan;
puruṣaḥ—seorang manusia;
anicchan—tanpa menginginkan;
api—walaupun;
vārṣṇeyā—o putera keluarga
Vṛṣṇi;
balāt—oleh karena
paksaan;
ivā—seolah-olah;
niyojitaḥ—dijadikan sibuk.
Terjemahan
Arjuna berkata: Apa yang mendorong seseorang
untuk melakukan perbuatan yang berdosa, walaupun dia tidak menginginkan
demikian, seolah-olah dia dipaksakan untuk berbuat begitu?
Penjelasan
Makhluk hidup, sebagai bagian dari Kepribadian
Tuhan Yang Mahakuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti Yang Mahakuasa,
semula bersifat rohani, murni, dan bebas dari segala pengaruh material. Karena
itu, menurut sifatnya, ia tidak dipengaruhi oleh dosa-dosa dunia material.
Tetapi apabila ia mengadakan hubungan dengan alam material, ia bertindak dengan
banyak cara yang berdosa tanpa segan, dan kadang-kadang itu bertentangan dengan
kehendaknya sendiri. Karena itu, pertanyaan Arjuna kepada Krishna penuh kasih
sayang, mengenai sifat terputar balik yang dimiliki oleh para makhluk hidup.
Walaupun kadang-kadang makhluk hidup tidak ingin berbuat dosa, namun ia
terpaksa bertindak. Akan tetapi perbuatan yang berdosa tidak didorong oleh Roh
Yang Utama dari dalam, melainkan disebabkan oleh hal lain, sebagaimana
dijelaskan oleh Krishna dalam ayat berikut.
3.37
śrī-bhagavān uvāca
kāma eṣa krodha eṣa
rajo-guṇa-samudbhavaḥ
mahāśano mahā-pāpmā
viddhy enam iha vairiṇam
śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda;
kāmaḥ—hawa nafsu;
eṣaḥ— ini;
krodhaḥ—amarah;
eṣaḥ—ini;
rājāḥ-guṇa—sifat nafsu;
samudbhavaḥ—dilahirkan
dari;
mahā-aśanaḥ—menelan segala sesuatu;
mahā-pāpmā—sangat
berdosa;
viddhi—ketahuilah;
enam—ini;
iha—di dunia
material;
vairiṇam—musuh yang paling utama.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Wahai
Arjuna, hanya hawa nafsu saja, yang dilahirkan dari hubungan dengan sifat nafsu
material dan kemudian diubah menjadi amarah, yang menjadi musuh dunia ini.
Musuh itu penuh dosa dan menelan segala sesuatu.
Penjelasan
Apabila mahkluk hidup mengadakan hubungan dengan
ciptaan material, maka cinta kasih yang kekal dalam hatinya terhadap Krishna
diubah menjadi hawa nafsu, berhubungan dengan sifat nafsu. Atau, dengan kata
lain, rasa cinta-bhakti kepada Tuhan diubah menjadi hawa nafsu, seperti halnya
susu akan berubah bila berhubungan dengan asam hingga menjadi susu asam.
Kemudian sekali lagi, apabila hawa nafsu tidak dipuaskan, nafsu berubah menjadi
amarah; amarah diubah menjadi khayalan, dan khayalan melanjutkan kehidupan
material. Karena itu, hawa nafsu adalah musuh yang paling besar bagi makhluk
hidup, dan hanya hawa nafsu saja yang mendorong makhluk hidup yang murni supaya
dia tetap terikat di dunia material. Amarah adalah manifestasi dari sifat
kebodohan; sifat-sifat tersebut mewujudkan diri sebagai amarah dan hal-hal lain
sehubungan dengan itu. Karena itu, kalau sifat-sifat nafsu dijaga agar tidak
merosot menjadi sifat kebodohan, melainkan diangkat hingga mencapai sifat
kebaikan dengan cara hidup dan bertindak sesuai yang dianjurkan, maka dengan
ikatan rohani seseorang dapat diselamatkan dari kemerosotan amarah.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menjelma menjadi
banyak untuk kebahagiaan rohani Beliau yang senantiasa meningkat, dan para
makhluk hidup adalah bagian dari kebahagiaan rohani tersebut yang mempunyai
sifat yang sama seperti kebahagiaan rohani itu. Para makhluk hidup juga
mempunyai kebebasan sebagian, tetapi dengan menyalahgunakan kebebasannya,
apabila sikap pengabdian diubah menjadi kecendrungan untuk kenikmatan
indera-indera, mereka dikuasai oleh nafsu. Ciptaan material ini diciptakan oleh
Tuhan untuk memberikan fasilitas kepada roh-roh yang terikat untuk memenuhi
Kecenderungan-kecenderungan yang penuh nafsu tersebut, dan apabila mereka
dibingungkan sepenuhnya karena kegiatan hawa nafsu yang sudah lama dilakukan,
maka mereka mulai bertanya tentang kedudukannya yang sejati.
Pertanyaan tersebut adalah awal Vedanta-sutra.
Dalam Vedanta-sutra dinyatakan, athato brahmajijnasa: sebaiknya seseorang
bertanya tentang Yang Mahakuasa. Yang Mahakuasa didefinisikan dalam
Srimad-Bhagavatam sebagai janmady asya yato anvayad itaratas ca, atau,
"Sumber segala sesuatu adalah Brahman Yang Paling Utama." Karena itu,
sumber nafsu juga berada di dalam Yang Mahakuasa karena itu kalau nafsu diubah
menjadi cinta bhakti kepada Yang Mahakuasa, atau diubah menjadi kesadaran
Krishna—atau, dengan kata lain, menginginkan segala sesuatu demi Krishna—maka
nafsu dan amarah dapat dirohanikan. Hanuman, hamba Sri Rāma yang mulia,
memperlihatkan amarah dengan cara membakar kota emas milik Ravana, tetapi
dengan melakukan demikian dia menjadi penyembah Tuhan yang paling mulia. Di
sini pula, dalam Bhagavad-gita, Krishna menyuruh Arjuna menggunakan amarahnya
terhadap musuhnya demi kepuasan Krishna. Karena itu, apabila nafsu dan amarah
digunakan dalam Kesadaran Krishna, maka nafsu dan amarah tidak menjadi musuh
kita, melainkan menjadi kawan.
3.38
dhūmenāvriyate vahnir
yathādarśo malena ca
yatholbenāvṛto garbhas
tathā tenedam āvṛtam
dhūmena—oleh asap;
āvriyate—ditutupi;
vahniḥ—api;
yathā—persis
seperti;
ādarśaḥ—cermin;
malena—oleh debu;
ca—juga;
yathā—persis
seperti;
ulbena—oleh kandungan;
āvṛtaḥ—ditutupi;
garbhaḥ—janin;
tathā—demikian;
tena—oleh nafsu itu;
idam—ini;
āvṛtam—ditutupi.
Terjemahan
Seperti halnya api ditutupi oleh asap, cermin
ditutupi oleh debu, atau janin ditutupi oleh kandungan, begitu pula, makhluk
hidup ditutupi oleh berbagai tingkat hawa nafsu ini.
Penjelasan
Ada tiga tingkat penutup makhluk hidup yang
mengabarkan kesadarannya yang murni. Penutup tersebut tidak lain daripada hawa
nafsu di bawah berbagai manifestasi seperti asap di dalam api, debu pada cermin
dan kandungan yang menyelubungi janin. Apabila nafsu diumpamakan sebagai asap,
maka dapat dimengerti bahwa api milik bunga api rohani dapat di lihat sedikit.
Dengan kata lain, apabila makhluk hidup memperlihatkan kesadaran Krishnanya
sedikit, ia dapat diumpamakan sebagai api ditutupi oleh asap. Walau di manapun
ada asap pasti ada api, namun api belum terwujud sehingga dapat dilihat dengan
jelas pada tahap permulaan. Tahap ini adalah seperti awal kesadaran Krishna.
Debu pada cermin menunjukkan proses membersihkan cermin pikiran dengan begitu
banyak cara rohani. Cara terbaik ialah memuji nama-nama suci Tuhan. Janin ditutupi
oleh kandungan adalah analogi yang menggambarkan kedudukan tidak berdaya, sebab
anak dalam kandungan sangat tidak berdaya, sehingga ia tidak dapat bergerak.
Tahap keadaan hidup tersebut dapat dibandingkan dengan keadaan hidup pohon.
Pohon juga makhluk hidup, tetapi pohon sudah ditempatkan dalam keadaan hidup
seperti itu karena telah memperlihatkan hawa nafsu secara besar-besaran,
sehingga hampir tidak mempunyai kesadaran sama sekali. Burung dan hewan
diumpamakan sebagai cermin yang ditutupi, dan manusia diumpamakan sebagai api
ditutupi oleh asap. Dalam bentuk kehidupan manusia, makhluk hidup barangkali
menghidupkan sekedar kesadaran Krishna, dan kalau kita berkembang lebih lanjut,
maka api kehidupan rohani dapat dinyalakan dalam bentuk kehidupan manusia. Dengan
menangani asap dalam api secara teliti, api dapat dinyalakan hingga berkobar.
Karena itu, bentuk kehidupan manusia adalah kesempatan bagi makhluk hidup untuk
membebaskan diri dari ikatan kehidupan material. Dalam bentuk kehidupan
manusia, seseorang dapat mengalahkan musuh, yakni hawa nafsu, dengan
mengembangkan kesadaran Krishna di bawah bimbingan yang ahli.
3.39
āvṛtaḿ jñānam etena
jñānino nitya-vairiṇā
kāma-rūpeṇa kaunteya
duṣpūreṇānalena ca
āvṛtam—ditutupi;
jñānam—kesadaran yang murni;
etena—oleh
ini;
jñāninaḥ—mengenai orang yang mengetahui;
nitya-vairiṇā—oleh
musuh yang kekal;
kāma-rūpeṇa—dalam bentuk hawa nafsu;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
duṣpūreṇa—tidak pernah puas;
analena—oleh
api;
ca—juga.
Terjemahan
Seperti itulah kesadaran murni makhluk hidup yang
bijaksana ditutupi oleh musuhnya yang kekal dalam bentuk nafsu, yang tidak
pernah puas dan membakar bagaikan api.
Penjelasan
Dinyatakan dalam Manusmrti bahwa hawa nafsu tidak
dapat dipuaskan dengan jumlah kenikmatan indera-indera manapun, seperti halnya
api yang tidak dipadamkan oleh bahan bakar yang disediakan secara terus
menerus. Di dunia material, pusat segala kegiatan adalah hubungan suami isteri.
Karena itu, dunia material ini disebut maithunyaagara, atau borgol hubungan
suami isteri. Di penjara biasa, narapidana ditahan di balik trali besi; begitu
pula, para narapidana yang tidak mematuhi hukum-hukum Tuhan diborgol dengan
hubungan suami isteri. Kemajuan peradaban material berdasarkan kepuasan
indera-indera berarti memperpanjang masa kehidupan material bagi makhluk hidup.
Karena itu, hawa nafsu tersebut adalah lambang kebodohan yang menahan makhluk
hidup di dunia material. Selama seseorang menikmati kepuasan indera-indera,
barangkali ada sekedar rasa senang, tetapi sebenarnya apa yang hanya namanya
saja rasa senang itu adalah musuh utama orang yang menikmati indera-inderanya.
3.40
indriyāṇi mano buddhir
asyādhiṣṭhānam ucyate
etair vimohayaty eṣa
jñānam āvṛtya dehinam
indriyāṇi—indera-indera;
manaḥ—pikiran;
buddhiḥ—kecerdasan;
asya—dari hawa nafsu ini;
adhiṣṭhānam—tempat duduk;
ucyate—disebut;
etaiḥ—oleh semua ini;
vimohayāti—membingungkan;
eṣaḥ—
nafsu tersebut;
jñānam—pengetahuan;
āvṛtya—menutupi;
dehinam—dia
yang berada di dalam badan.
Terjemahan
Indera-indera, pikiran dan kecerdasan adalah
tempat duduk hawa nafsu tersebut. Melalui indera-indera, pikiran dan kecerdasan
hawa nafsu menutupi pengetahuan sejati makhluk hidup dan membingungkannya.
Penjelasan
Musuh sudah merebut berbagai kedudukan strategis
di dalam badan roh yang terikat. Karena itu, Sri Krishna memberikan isyarat
tentang tempat-tempat itu, supaya orang yang ingin mengalahkan musuh dapat
mengetahui di mana musuh dapat ditemukan. Pikiran adalah pusat segala kegiatan
indera-indera. Karena itu, apabila kita mendengar tentang obyek-obyek indera,
pikiran pada umumnya menjadi gudang segala ide kepuasan indera-indera. Sebagai
akibatnya, pikiran dan indera-indera menjadi tempat menyimpan hawa nafsu.
Kemudian, bagian kecerdasan menjadi ibu kota kecenderungan yang bersifat penuh
hawa nafsu seperti itu. Kecerdasan adalah tetangga sang roh. Kecerdasan yang
penuh hawa nafsu mempengaruhi sang roh untuk memperoleh keakuan yang palsu dan
menyamakan Diri-Nya dengan alam, dan dengan demikian menyamakan Diri-Nya dengan
pikiran dan indera-indera. Sang roh kecanduan kenikmatan indera-indera material
dan dia salah paham dengan menganggap kenikmatan indera-indera material sebagai
kebahagiaan sejati. Sang roh mempersamakan diri dengan cara yang palsu, dan hal
ini diterangkan dengan cara yang baik sekali dalam Srimad-Bhagavatam
(10.84.13):
yasyātma-buddhiḥ kuṇape tri-dhātuke
sva-dhīḥ kalatrādiṣu bhauma
ijya-dhīḥ
yat-tīrtha-buddhiḥ salile na
karhicij
janeṣv abhijñeṣu sa eva
go-kharaḥ
Seorang manusia yang menyamakan Diri-Nya dengan badan yang terbuat dari tiga
unsur, yang menganggap hasil dari badan adalah sanak keluarganya, menganggap
tanah tempat kelahirannya patut disembah, dan pergi ke tempat suci hanya untuk
mandi dan bukan untuk bertemu dengan orang yang memiliki pengetahuan rohani di
sana, harus dianggap seperti keledai atau sapi."
3.41
tasmāt tvām indriyāṇy ādau
niyamya Bhārata rṣabha
pāpmānaḿ prajāḥi hy enaḿ
jñāna-vijñāna-nāśanam
tasmāt—oleh karena itu;
tvām—engkau;
indriyāṇi—indera-indera;
ādau—pada awal;
niyamya—dengan mengatur;
Bhārata-ṛṣabha—wahai
yang paling utama dari putera keturunan
Bhārata ;
pāpmānam—lambang
besar dosa;
prajāḥi—batasilah;
hi—pasti;
enam—ini;
jñāna—terhadap
pengetahuan;
vijñāna—dan pengetahuan ilmiah tentang sang roh yang murni;
nāśanam—pembinasa.
Terjemahan
Wahai Arjuna, yang paling baik di antara para
Bhārata, karena itu, pada awal sekali batasilah lambang dosa yang besar ini
[hawa nafsu] dengan mengatur indera-indera, dan bunuhlah pembinasa pengetahuan
dan keinsafan diri ini.
Penjelasan
Krishna menasehatkan supaya Arjuna mengatur
indera-indera sejak awal sekali supaya dia dapat membatasi musuh berdosa yang
paling besar, yaitu hawa nafsu, yang membinasakan minat untuk keinsafan diri
dan pengetahuan khusus tentang sang roh. Jnānā menunjukkan pengetahuan tentang
sang diri dibedakan dari yang bukan sang diri, atau dengan kata lain,
pengetahuan yang menyatakan bahwa sang roh bukan badan. Vijñāna menunjukkan
pengetahuan khusus tentang kedudukan dasar sang roh dan hubungannya dengan sang
Roh Yang Utama. Dalam Srimad-Bhagavatam (2.9.31) dijelaskan sebagai berikut:
jñānaḿ parama -guhyaḿ me
yad vijñāna-samanvitam
sa-rahasyaḿ tad-ańgaḿ ca
gṛhāṇa gaditaḿ mayā
Pengetahuan tentang sang diri dari Diri Yang
Utama sangat rahasia dan gaib, tetapi pengetahuan dan keinsafan khusus seperti
itu dapat dimengerti kalau dijelaskan dengan berbagai aspeknya oleh Tuhan
Sendiri." Bhagavad-gita memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan khusus
tentang sang diri kepada kita. Para makhluk hidup adalah bagian dari Tuhan yang
mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan. Karena itu, para makhluk hidup hanya
dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan. Kesadaran ini disebut
kesadaran Krishna. Karena itu, sejak awal kehidupan, orang harus mempelajari
kesadaran Krishna ini, dan dengan demikian mungkin ia dapat menjadi sadar akan
Krishna sepenuhnya dan bertindak sesuai dengan itu. Hawa nafsu hanya merupakan
gambaran yang terputar balik dari cinta kasih kepada Tuhan yang merupakan hal
yang wajar bagi setiap makhluk hidup. Tetapi kalau seseorang dididik dalam
kesadaran Krishna sejak awal kehidupannya, maka cinta-bhakti yang wajar
tersebut kepada Tuhan tidak dapat merosot menjadi nafsu. Apabila cinta-bhakti
kepada Tuhan merosot menjadi hawa nafsu, sulit sekali kembali ke keadaan
normal. Walaupun demikian, kesadaran Krishna perkasa sekali sehingga orang yang
mulai terlambatpun dapat menjadi pencinta Tuhan dengan mengikuti
prinsip-prinsip yang mengatur bhakti. Jadi, dari tingkat hidup manapun, atau sejak
saat mengerti bahwa itu hal yang penting dan mendesak, seseorang harus mulai
mengatur indera-inderanya dalam kesadaran Krishna, bhakti kepada Tuhan, dan
mengubah hawa nafsu tersebut menjadi cinta-bhakti kepada Tuhan Yang Maha
Esa—tingkat kesempurnaan kehidupan manusia yang tinggi.
3.42
indriyāṇi parāṇy āhur
indriyebhyaḥ paraḿ manaḥ
manasās tu parā buddhir
yo buddheḥ paratas tu saḥ
indriyāṇi—indera-indera;
parāṇi—lebih halus;
āhuḥ—dikatakan;
indriyebhyaḥ—lebih daripada indera;
param—lebih halus;
manaḥ—pikiran;
mānasaḥ—lebih daripada pikiran;
tu—juga;
parā—lebih
halus;
buddhiḥ—kecerdasan;
yaḥ—yang;
buddheḥ—lebih
daripada kecerdasan; pa
ratāḥ—lebih tinggi;
tu—tetapi;
saḥ—dia.
Terjemahan
Indera-indera yang bekerja lebih halus daripada
alam yang bersifat mati; pikiran lebih halus daripada indera-indera; kecerdasan
lebih halus lagi daripada pikiran; dan dia [sang roh] lebih halus lagi daripada
kecerdasan.
Penjelasan
Indera-indera adalah berbagai jalan keluar
untuk kegiatan hawa nafsu. Hawa nafsu disimpan di dalam badan, tetapi
dikeluarkan melalui indera-indera. Karena itu, indera-indera lebih halus
daripada badan secara keseluruhan. Pintu-pintu keluar tersebut tidak digunakan
bila ada kesadaran yang lebih tinggi, atau kesadaran Krishna. Dalam kesadaran
Krishna, sang roh mengadakan hubungan langsung dengan Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa. Karena itu, urutan fungsi-fungsi jasmani, sebagaimana diuraikan di
sini, akhirnya memuncak dalam Roh Yang Utama. Perbuatan jasmani berarti
fungsi-fungsi indera, dan menghentikan indera-indera berarti menghentikan
segala perbuatan jasmani. Tetapi oleh karena pikiran giat, walaupun badan diam
dan sedang beristirahat, pikiran akan bertindak—seperti pada waktu mimpi.
Tetapi di atas pikiran ada ketabahan hati kecerdasan, dan di atas kecerdasan
ada sang roh yang sebenarnya. Karena itu, kalau sang roh dijadikan tekun secara
langsung berhubungan dengan Yang Mahakuasa, maka sewajarnya segala bawahan
lainnya, yaitu kecerdasan, pikiran dan indera-indera, akan dijadikan sibuk
dengan sendirinya. Dalam Katha Upanisad ada ayat yang serupa. Dalam ayat itu
dinyatakan bahwa obyek-obyek kepuasan indera-indera lebih halus daripada
indera-indera, dan pikiran lebih halus daripada obyek-obyek indera. Karena itu,
kalau pikiran dijadikan sibuk secara langsung dalam pengabdian kepada Tuhan
senantiasa, maka tidak ada kemungkinan bahwa indera-indera akan menjadi sibuk
dengan cara-cara lain. Sikap mental tersebut sudah dijelaskan. Param drstva
nivartate. Kalau pikiran dijadikan tekun dalam pengabdian rohani kepada Tuhan,
maka tidak ada kemungkinan pikiran dijadikan sibuk di dalam sifat-sifat yang
lebih rendah. Dalam Katha Upanisad diuraikan bahwa sang roh adalah mahan, yang
berarti mulia. Karena itu, sang roh berada di atas semuanya—yaitu obyek-obyek
indera, indera-indera, pikiran dan kecerdasan. Karena itu, mengerti tentang
kedudukan dasar sang roh secara langsung adalah penyelesaian seluruh masalah.
Dengan kecerdasan, orang harus mencari kedudukan
dasar sang roh kemudian menjadikan pikiran selalu tekun dalam kesadaran
Krishna. Itu memecahkan seluruh masalah tersebut. Seorang rohaniwan yang baru
mulai belajar pada umumnya dianjurkan menjauhkan diri dari obyek-obyek indera.
Tetapi di samping itu, seseorang harus memperkuat pikiran dengan menggunakan
kecerdasan. Kalau seseorang menjadikan pikirannya tekun dalam kesadaran Krishna
dengan kecerdasan, dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, maka dengan sendirinya pikiran menjadi lebih kuat, dan walaupun
indera-indera kuat sekali, bagaikan ular, namun indera-indera tidak akan lebih
efektif daripada ular yang giginya sudah patah. Tetapi walaupun sang roh adalah
penguasa kecerdasan, pikiran dan indera-indera, kalau pikiran tidak diperkuat
melalui hubungan dengan Krishna dalam kesadaran Krishna, maka kemungkinan besar
seseorang akan jatuh karena pikirannya goyah.
3.43
evaḿ buddheḥ paraḿ buddhvā
saḿstabhyātmānam ātmanā
jahi śatruḿ mahā-bāho
kāma-rūpaḿ durāsadam
evam—demikian;
buddheḥ—kepada kecerdasan;
param—lebih
tinggi;
buddhvā—mengetahui;
saḿstabhya—dengan memantapkan;
ātmanām—pikiran;
ātmanā—oleh kecerdasan yang bertabah hati;
jahi—mengalahkan;
śatrum—musuh;
mahā-bāho—wahai yang berlengan perkasa;
kāma-rūpam—dalam bentuk
hawa nafsu;
durāsadam—hebat.
Terjemahan
Dengan mengetahui Diri-Nya melampaui
indera-indera meterial, pikiran dan kecerdasan, hendaknya seseorang memantapkan
pikiran dengan kecerdasan rohani yang bertabah hati [kesadaran Krishna], dan
dengan demikian—melalui kekuatan rohani, mengalahkan hawa nafsu, musuh yang
tidak pernah puas, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.
Penjelasan
Bab Tiga dari Bhagavad-gita secara meyakinkan
memberikan pengarahan menuju kesadaran Krishna dengan cara mengenal sang diri
sebagai hamba Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang kekal, tanpa menganggap
kekosongan yang tidak bersifat pribadi sebagai tujuan yang paling tinggi. Dalam
kehidupan material, pasti seseorang dipengaruhi oleh kecenderungan
kecenderungan untuk nafsu dan keinginan untuk menguasai bahan-bahan alam
material. Keinginan untuk berkuasa dan memuaskan indera-indera adalah musuh
yang paling besar bagi roh yang terikat, tetapi dengan kekuatan kesadaran
Krishna, orang dapat mengendalikan indera-indera material, pikiran dan
kecerdasan. Seseorang tidak dapat meninggalkan pekerjaan dan tugas-tugas
kewajibannya secara tiba-tiba; tetapi dengan mengembangkan kesadaran Krishna
tahap demi tahap, ia dapat menjadi mantap dalam kedudukan rohani tanpa
dipengaruhi oleh indera-indera dan pikiran yang material—dengan kecerdasan yang
mantap yang diarahkan menuju identitasnya yang murni. Inilah isi bab ini secara
keseluruhan. Pada tahap kehidupan material yang kurang matang, angan-angan
filsafat dan usaha-usaha yang tidak wajar untuk mengendalikan indera-indera
oleh apa yang disebut latihan sikap-sikap yoga tidak akan pernah dapat membantu
seseorang menuju kehidupan rohani. Dia harus dilatih dalam kesadaran Krishna
oleh kecerdasan yang lebih tinggi.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta
mengenai Bab Tiga Srimad Bhagavad-gita perihal Karma-yoga," atau,
Pelaksanaan Tugas Kewajiban yang Sudah Ditetapkan dalam Kesadaran
Krishna."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
4.1
śrī-bhagavān uvāca
imaḿ vivasvatea yogaḿ
proktāvān aham avyayām
vivasvān manave prāha
manur ikṣvākave 'bravīt
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; imām—ini; vivasvatea—kepada dewa matahari; yogam—ilmu pengetahuan hubungan kita dengan Yang Mahakuasa; proktāvān—diajarkan; aham—Aku; avyayām—tidak termusnahkan; Vivasvān—Vivasvan (nama dewa matahari); manave—kepada ayah manusia (bernama Vaivasvata); prāha—memberitahukan; manuḥ—ayah leluhur manusia; ikṣvākave—kepada Rājā Ikṣvāku; abravīt—berkata.
Terjemahan
4.1
śrī-bhagavān uvāca
imaḿ vivasvatea yogaḿ
proktāvān aham avyayām
vivasvān manave prāha
manur ikṣvākave 'bravīt
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; imām—ini; vivasvatea—kepada dewa matahari; yogam—ilmu pengetahuan hubungan kita dengan Yang Mahakuasa; proktāvān—diajarkan; aham—Aku; avyayām—tidak termusnahkan; Vivasvān—Vivasvan (nama dewa matahari); manave—kepada ayah manusia (bernama Vaivasvata); prāha—memberitahukan; manuḥ—ayah leluhur manusia; ikṣvākave—kepada Rājā Ikṣvāku; abravīt—berkata.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Sri Krishna, bersabda: Aku telah mengajarkan ilmu pengetahuan yoga ini
yang tidak dapat dimusnahkan kepada dewa matahari, Vivasvan, kemudian
Vivasvan mengajarkan ilmu pengetahuan ini kepada Manu, ayah manusia,
kemudian Manumengajarkan ilmu pengetahuan itu kepada Ikṣvāku.
Penjelasan
Di sini kita menemukan sejarah
Bhagavad-gita sejak jaman purbakala waktu Bhagavad-gita disampaikan
kepada golongan rājā dari semua planet, mulai dari planet matahari.
raja-raja seluruh planet khususnya dimaksudkan untuk melindungi
penduduknya. Karena itu, seyogyanya golongan rājā mengerti ilmu
pengetahuan Bhagavad-gita agar mereka dapat memerintah warga negara dan
melindungi mereka dari ikatan duniawi terhadap hawa nafsu. Kehidupan
manusia dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan rohani, dalam
hubungan yang kekal dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan para
pemimpin pelaksana semua negara dan semua planet wajib menyampaikan
pelajaran ini kepada para warga negara melalui pendidikan, kebudayaan
dan bhakti. Dengan kata lain, para pemimpin semua negara dimaksudkan
untuk menyebarkan ilmu pengetahuan kesadaran Krishna supaya rakyat dapat
mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan yang mulia ini, menempuh jalan
yang akan mencapai sukses dan mengguna kan kesempatan bentuk kehidupan
manusia.
Pada jaman ini, dewa matahari bernama
Vivasvan, rājā matahari, sumber semua planet dalam tata surya. Dalam
Brahma-samhita (5.52) dinyatakan:
yac-cakṣur eṣa savitā sakala-grahāṇāḿ
rājā samasta-sura-mūrtir aśeṣa-tejāḥ
yasyājñayā bhramati sambhṛta-kāla-cakro
govindam ādi-puruṣaḿ tam ahaḿ bhajāmi
Dewa Brahma bersabda, Hamba menyembah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Govinda (Krishna), Kepribadian yang
asli. Di bawah perintah Beliau, matahari, rājā semua planet, mendapat
kekuatan yang besar sekali dan suhu yang sangat tinggi. Matahari
merupakan mata Tuhan dan melintasi garis putarannya dengan mematuhi
perintah Beliau."
Matahari adalah rājā planet-planet,
dan dewa matahari (saat ini bernama Vivasvan) berkuasa di planet
matahari, yang mengendalikan semua planet lainnya dengan menyediakan
panas dan cahaya. Matahari berputar di bawah perintah Krishna, dan Sri
Krishna semula mengangkat Vivasvan sebagai murid yang pertama untuk
mengerti ilmu pengetahuan Bhagavad-gita. Karena itu, Bhagavad-gita bukan
suatu makalah angan-angan untuk sarjana duniawi yang remeh, melainkan
merupakan buku pengetahuan baku yang turun-temurun sejak sebelum awal
sejarah.
Dalam Mahabhārata (santiparva) 348.51-52 kita dapat menemukan sejarah Bhagavad-gita sebagai berikut:
tretā-yugādau ca tato
vivasvān manave dadau
manuś ca loka-bhṛty-arthaḿ
sutāyekṣvākave dadau
ikṣvākuṇā ca kathito
vyāpya lokān avasthitaḥ
Pada awal jaman yang bernama Tretayuga
ilmu pengetahuan ini yaitu tentang hubungan dengan Yang Mahakuasa
disampaikan kepada Manu oleh Vivasvan. Manu, sebagai ayah manusia,
mengajarkan ilmu pengetahuan ini kepada puteranya bernama Maharājā
Ikṣvāku, rājā planet bumi dan leluhur dinasti Yadu. Sri Ramacandra
menjelma dalam keluarga besar Raghu." Karena itu, Bhagavad-gita sudah
ada dalam masyarakat manusia sejak masa Maharājā Ikṣvāku.
Saat ini kita baru melewati lima ribu
tahun dalam Kaliyuga, yang berjalan selama 432.000 tahun. Sebelum jaman
Kaliyuga ada Dvaparayuga (800.000 tahun), dan sebelumnya ada Tretayuga
(1.200.000 tahun). Jadi, kurang lebih 2.005.000 tahun yang lalu, Manu
menyampaikan Bhagavad-gita kepada murid dan puteranya yang bernama
Maharājā Ikṣvāku, rājā planet bumi ini. Jaman Manu yang berkuasa
sekarang diperhitungkan sepanjang 305.300.000 tahun. Dari masa tersebut
baru 120.400.000 tahun sudah berlalu. Mengingat bahwa sebelum Manu
dilahirkan Bhagavad-gita sudah disampaikan oleh Krishna kepada
murid-Nya, yaitu dewa matahari yang bernama Vivasvan, diperkirakan bahwa
Bhagavad-gita disabdakan sekurang-kurangnya 120.400.000 tahun yang
lalu; dan Bhagavad-gita sudah ada dalam masyarakat manusia sejak dua
juta tahun yang lalu. Bhagavad-gita disampaikan oleh Krishna sekali lagi
kepada Arjuna kurang lebih lima ribu tahun yang lalu. Demikian
perkiraan sejarah Bhagavad-gita, menurut Bhagavad-gita sendiri dan
menurut pernyataan Sri Krishna yang bersabda dalam Bhagavad-gita.
Bhagavad-gita disampaikan kepada dewa matahari Vivasvan, sebab Beliau
juga seorang ksatriya dan beliau ayah semua ksatriya keturunan dari dewa
matahari, atau para suryavamsa ksatriya. Bhagavad-gita sebaik Veda,
karena disabdakan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu,
pengetahuan ini adalah apauruseya, atau melampaui kekuatan manusia. Oleh
karena ajaran Veda diakui menurut aslinya tanpa penafsiran manusia,
Bhagavad-gita juga harus diakui tanpa penafsiran duniawi. Orang yang
bertengkar tentang hal-hal duniawi barangkali berangan-angan tentang
Bhagavad-gita dengan caranya masing-masing tetapi itu bukan
Bhagavad-gita menurut aslinya. Karena itu, Bhagavad-gita harus diterima
menurut aslinya, dari garis perguruan, dan di sini diuraikan bahwa
Krishna telah bersabda kepada dewa matahari, dewa matahari bersabda
kepada puteranya bernama Manu dan Manu bersabda kepada puteranya bernama
Ikṣvāku.
4.2
evaḿ paramparā-prāptam
imaḿ rājarṣayo viduḥ
sa kāleneha mahatā
yogo naṣṭaḥ parantapa
evam—demikian; paramparā—melalui garis perguruan; prāptam—diterima; imām—ilmu pengetahuan ini; rāja-ṛṣayaḥ—para rājā yang suci; viduḥ—mengerti; saḥ— pengetahuan itu; kālena—sesudah beberapa waktu; iha—di dunia ini; mahatā—mulia; yogaḥ—ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara diri kita dengan Yang Mahakuasa; naṣṭaḥ—terhambur; parantapa—wahai Arjuna, penakluk musuh.
Terjemahan
Ilmu pengetahuan yang paling
utama ini diterima dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis
perguruan guru-guru kerohanian, dan para rājā yang suci mengerti ilmu
pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu. Tetapi sesudah beberapa
waktu, garis perguruan itu terputus; karena itu, rupanya ilmu
pengetahuan yang asli itu sudah hilang.
Penjelasan
Dinyatakan dengan jelas bahwa
Bhagavad-gita khususnya dimaksudkan untuk pararājā rājā yang suci,
karena mereka harus melaksanakan maksud Bhagavad-gita dalam memimpin
para warga negara. Tentu saja Bhagavad-gita tidak pernah dimaksudkan
untuk orang jahat, yang akan mengaburkan nilai Bhagavad-gita tanpa
menguntungkan siapapun dan membuat dengan segala jenis tafsiran menurut
selera pribadi. Begitu maksud Bhagavad-gita yang asli dikaburkan oleh
motif-motif penafsir-penafsir yang tidak mempunyai prinsip, garis
perguruan perlu didirikan kembali. Lima ribu tahun yang lalu Krishna
Sendiri mengetahui bahwa garis perguruan terputus; karena itu, Beliau
menyatakan bahwa maksud Bhagavad-gita tampaknya telah hilang. Dengan
cara yang sama, saat ini juga begitu banyak edisi Bhagavad-gita
(khususnya dalam bahasa Inggris), tetapi hampir semuanya tidak sesuai
dengan garis perguruan yang dibenarkan. Ada penafsiran-penafsiran yang
jumlahnya tidak dapat dihitung hasil kārya sarjana-sarjana duniawi,
tetapi hampir semuanya tidak mengakui Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Krishna, walaupun mereka cukup beruntung dengan memperdagangkan
kata-kata Sri Krishna. Sikap tersebut merupakan sikap asura, sebab orang
yang bersikap asura tidak percaya kepada Tuhan, melainkan mereka hanya
menikmati benda-benda milik Tuhan. Oleh karena edisi Bhagavad-gita
sebagaimana Bhagavad-gita diterima dari sistem parampara (garis
perguruan) sangat dibutuhkan, dengan ini diusahakan agar kebutuhan yang
penting ini dipenuhi. Bhagavad-gita—yang diterima menurut aslinyā—adalah
berkat yang besar bagi manusia; tetapi kalau Bhagavad-gita diterima
sebagai kārya tulis tentang angan-angan filsafat, maka itu hanya
memboroskan waktu saja.
4.3
sa evāyaḿ mayā te 'dya
yogaḥ proktāḥ purātanaḥ
bhakto 'si me sakhā ceti
rahasyaḿ hy etad uttamam
saḥ—yang sama; evā—pasti; ayam—ini; mayā—oleh-Ku; te—kepada engkau; adya—hari ini; yogaḥ—ilmu pengetahuan yoga; proktāḥ—disabdakan; purātanaḥ—tua sekali; bhaktaḥ—penyembah; asi—engkau adalah; me—milik-Ku; sakhā—kawan; ca—juga; iti—karena itu; rahasyam—rahasia; hi—pasti; etat—ini; uttamām—rohani.
Terjemahan
Ilmu pengetahuan yang abadi
tersebut mengenai hubungan dengan Yang Mahakuasa hari ini Kusampaikan
kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawan-Ku; karena itulah
engkau dapat mengerti rahasia rohani ilmu pengetahuan ini.
Penjelasan
Ada dua golongan manusia; yaitu,
penyembah dan orang jahat. Krishna memilih Arjuna untuk menerima ilmu
pengetahuan yang mulia ini karena Arjuna adalah penyembah Tuhan, tetapi
orang jahat tidak mungkin mengerti ilmu pengetahuan yang gaib dan mulia
ini. Ada banyak edisi buku ilmu pengetahuan yang mulia ini. Beberapa di
antara edisiedisi tersebut berisi ulasan oleh para penyembah, dan di
antaranya berisi ulasan orang jahat. Ulasan para penyembah adalah
sejati, sedangkan ulasan orang jahat tidak berguna. Arjuna mengakui Sri
Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan ulasan
Bhagavad-gita manapun yang mengikuti langkah-langkah Arjuna adalah
bhakti yang sejati demi kepentingan ilmu pengetahuan yang mulia ini.
Akan tetapi, orang jahat tidak mengakui Sri Krishna menurut kedudukan
Beliau yang sebenarnya; melainkan mereka menafsirkan sesuatu tentang
Krishna dan menyesatkan pembaca umum dari jalan ajaran Krishna. Inilah
peringatan tentang jalanjalan yang menyesatkan seperti itu. Hendaknya
orang harus mengikuti garis dan berusaha untuk mengikuti perguruan dari
Arjuna, dan dengan demikian ia akan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan Srimad Bhagavad-gita yang mulia ini.
4.4
Arjuna uvāca
aparaḿ bhavato janma
paraḿ janma vivasvataḥ
katham etad vijānīyāḿ
tvām ādau proktāvān iti
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; aparam—lebih muda; bhavataḥ—milik Anda; janma—kelahiran; param—lebih dahulu; janma—kelahiran; vivasvataḥ—dewa matahari; katham—bagaimana; etat—ini; vijānīyām—hamba dapat mengerti; tvām—Anda; ādau—pada awal; proktāvān—diajarkan; iti—demikian.
Terjemahan
Arjuna berkata: Vivasvan, dewa
matahari, lebih tua daripada Anda menurut kelahiran. Bagaimana hamba
dapat mengerti bahwa pada awal Anda mengajarkan ilmu pengetahuan ini
kepada beliau?
Penjelasan
Arjuna diakui sebagai penyembah
Tuhan. Karena itu, bagaimana mungkin Arjuna tidak percaya kepada sabda
Krishna? Sebenarnya Arjuna bertanya tidak untuk Diri-Nya sendiri, tetapi
untuk mereka yang tidak percaya kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
atau untuk orang jahat yang tidak suka gagasan bahwa Krishna harus
diakui sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Hanya untuk mereka saja
Arjuna bertanya tentang hal ini, seolah-olah dia sendiri belum sadar
terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa atau, Krishna. Arjuna menyadari
secara sempurna bahwa Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
sumber segala sesuatu dan kata terakhir dalam kerohanian. Kenyataan ini
akan dijelaskan pada Bab Sepuluh. Memang Krishna juga muncul sebagai
putera Devaki di bumi ini. Dalam hal ini manusia biasa sulit sekali
mengerti bagaimana Krishna tetap sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
yang sama, Kepribadian yang kekal dan asli. Karena itu, agar hal ini
dijelaskan, Arjuna mengajukan pertanyaan ini kepada Krishna supaya
Krishna Sendiri dapat bersabda dengan cara yang dapat dipercaya. Seluruh
dunia mengakui bahwa Krishna adalah penguasa yang paling tinggi, bukan
hanya pada saat ini, tetapi sejak sebelum awal sejarah, dan hanya orang
jahat saja yang menolak Krishna. Bagaimanapun juga, oleh karena Krishna
adalah penguasa yang diakui oleh semua orang, Arjuna mengemukakan
pertanyaan di hadapan Krishna supaya Krishna menguraikan Diri-Nya tanpa
digambarkan oleh orang jahat, yang selalu berusaha memutarbalikkan
Krishna dengan cara yang dapat dipahami oleh orang jahat dan para
pengikutnya. Semua orang perlu menguasai ilmu pengetahuan tentang
Krishna demi kepentingannya sendiri. Karena itu, apabila Krishna Sendiri
bersabda tentang Diri-Nya, itu mujur bagi semua dunia. Orang jahat
barang kali menganggap penjelasan seperti itu dari Krishna Sendiri
kelihatannya aneh, sebab mereka selalu mempelajari Krishna dari segi
pandangan pribadi mereka. Tetapi para penyembah dengan senang hati
menyambut pernyataan-pernyataan Krishna apabila pernyataan-pernyataan
itu disabdakan oleh Krishna Sendiri. Para penyembah akan selalu
menyembah pernyataan-pernyataan yang dibenarkan seperti itu dari Krishna
karena mereka selalu ingin mengetahui semakin banyak tentang Krishna.
Dengan cara seperti ini orang yang tidak percaya kepada Tuhan, yang
menganggap Krishna manusia biasa, mungkin akan mengetahui bahwa Krishna
melampaui kekuatan manusia. Mungkin mereka akan mengetahui bahwa Krishna
adalah sac-cid-anandavigraha—bentuk kekal kebahagiaan dan
pengetahuan—bahwa Krishna bersifat rohani, dan bahwa Krishna berada di
atas kekuatan sifat-sifat alam material dan di atas pengaruh waktu dan
ruang. Seorang penyembah Krishna, seperti Arjuna, tentu saja berada di
atas salah paham apapun tentang kedudukan rohani Krishna. Pertanyaan ini
yang diajukan oleh Arjuna di hadapan Krishna hanya merupakan usaha
seorang penyembah untuk melawan sikap tidak percaya kepada Tuhan dalam
hati orang yang menganggap Krishna manusia biasa yang dipengaruhi oleh
sifat-sifat alam material.
4.5
śrī-bhagavān uvāca
bahūni me vyatītāni
janmāni tava cārjuna
tāny ahaḿ veda sarvāṇi
na tvaḿ vettha parantapa
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; bahūni—banyak; me—milik-Ku; vyatītāni—sudah melewati; janmāni—kelahiran-kelahiran; tavā—milik engkau; ca—dan juga; Arjuna—wahai Arjuna; tāni—yang itu; aham—Aku; veda—mengetahui; sarvāni—semua; na—tidak; tvām—engkau; vettha—mengetahui; parantapa—wahai penakluk musuh.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda: Engkau dan Aku sudah dilahirkan berulangkali. Aku dapat ingat
segala kelahiran itu, tetapi engkau tidak dapat ingat, wahai penakluk
musuh!
Penjelasan
Dalam Brahma-samhita (5.33), kita mendapat keterangan tentang banyak penjelmaan Tuhan. Dalam Brahma-samhita dinyatakan:
advaitam acyutam anādim ananta-rūpam
ādyaḿ purāṇa-puruṣaḿ nava-yauvanaḿ ca
vedeṣu durlābham adurlābham ātma-bhaktau
govindam ādi-puruṣaḿ tam ahaḿ bhajāmi
Hamba menyembah Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, Govinda, (Krishna), Kepribadian yang asli—mutlak, tidak pernah
gagal dan tidak berawal. Walaupun Krishna sudah menjelma menjadi
bentuk-bentuk yang tidak terhingga, Beliau tetap sebagai Kepribadian
asli yang sama yang paling tua, dan kepribadian yang selalu kelihatan
seperti pemuda yang segar. Bentuk-bentuk Tuhan yang kekal, Penuh
Kebahagiaan dan Mahatahu pada umumnya dimengerti oleh sarjana-sarjana
Veda yang paling baik, tetapi selalu terwujud untuk penyembah-penyembah
yang suci dan murni." Dalam Brahma-samhita (5.39), juga dinyatakan:
rāmādi-mūrtiṣu kalā-niyamena tiṣṭhan
nānāvatāram akarod bhuvaneṣu kintu
kṛṣṇaḥ svayaḿ samabhavat paramaḥ pumān yo
govindam ādi-puruṣaḿ tam ahaḿ bhajāmi
Hamba menyembah Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, Govinda (Krishna), yang selalu berada dalam berbagai
penjelmaan seperti Rāma, Nrsimha dan banyak bagian dari penjelmaan,
tetapi Beliau adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli bernama
Krishna, dan Beliau Sendiri juga menjelma."
Dalam Veda juga dinyatakan bahwa
walaupun Krishna adalah satu dan yang tiada duanya, Beliau mewujudkan
Diri-Nya dalam bentuk-bentuk yang jumlahnya tidak dapat dihitung.
Krishna seperti permata bernama vaidurya, yang berubah warna namun tetap
satu. Aneka bentuk tersebut dimengerti oleh para penyembah yang suci
dan murni, tetapi tidak sematamata dengan cara mempelajari Veda (vedeṣu
durlābham adurlābham atmabhaktau). Penyem bahpenyembah seperti Arjuna
senantiasa menjadi rekan Krishna. Bilamana Krishna menjelma,
penyembah-penyembah yang menjadi rekan Beliau juga ikut menjelma untuk
mengabdikan diri kepada Krishna dengan berbagai cara.Arjuna adalah salah
satu di antara penyembah-penyembah tersebut. Dalam ayat ini dimengerti
bahwa berjuta-juta tahun yang lalu pada waktu Sri Krishna menyampaikan
Bhagavad-gita kepada Vivasvan, dewa matahari, Arjuna juga hadir dalam
peranan lain. Tetapi perbedaan antara Krishna dan Arjuna ialah bahwa
Krishna ingat peristiwa tersebut sedangkan Arjuna tidak dapat ingat.
Itulah perbedaan antara Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk hidup
sebagai-bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama
seperti Tuhan. Walaupun di sini Arjuna disebut sebagai pahlawan agung
yang dapat menaklukkan musuh, Arjuna tidak dapat mengenang apa yang
telah terjadi dalam berbagai penjelmaannya dahulu kala. Karena itu,
betapapun hebatnya makhluk hidup menurut perkiraan material, ia tidak
akan pernah sejajar dengan Tuhan Yang Maha Esa. Siapapun yang senantiasa
menemani Krishna tentu saja orang yang sudah mencapai pembebasan,
tetapi ia tidak mungkin sejajar dengan Krishna. Krishna diuraikan dalam
Brahma-samhita sebagai yang tidak pernah gagal (acyuta). Ini berarti
bahwa Krishna tidak pernah lupa akan Diri-Nya, meskipun Krishna
mengadakan hubungan dengan hal-hal material. Karena itu, Krishna dan
makhluk hidup tidak pernah sejajar dalam segala hal, walaupun makhluk
hidup sudah mencapai pembebasan seperti Arjuna. Walaupun Arjuna adalah
seorang penyembah Krishna, kadang-kadang Arjuna melupakan sifat Krishna.
Tetapi atas karunia Tuhan, seorang penyembah dapat segera mengerti
kedudukan Krishna yang tidak mungkin gagal, sedangkan orang yang bukan
penyembah atau orang jahat tidak dapat mengerti sifat rohani itu. Karena
itu, uraian tersebut dalam Bhagavad-gita tidak dapat dimengerti oleh
otak-otak yang jahat. Krishna mengenang perbuatan yang dilakukan-Nya
berjuta-juta tahun yang silam, tetapi Arjuna tidak dapat ingat, walaupun
Krishna dan Arjuna samasama kekal menurut sifatnya. Kita juga dapat
memperhatikan di sini bahwa makhluk hidup lupa pada segala sesuatu
karena ia menggantikan badannya, tetapi Krishna ingat karena Krishna
tidak menggantikan badan-Nya yang bersifat sac-cid-ananda. Krishna
bersifat advaita, yang berarti tidak ada perbedaan antara badan Krishna
dan Diri Krishna. Segala sesuatu berhubungan dengan Krishna bersifat
rohani—sedangkan roh yang terikat berbeda dari badan jasmaninya. Oleh
karena badan Krishna dan Diri Krishna identik, kedudukan Krishna selalu
berbeda dari kedudukan makhluk hidup biasa, bahkan pada waktu Beliau
turun ke tingkat material. Orang jahat tidak dapat menyesuaikan diri
dengan sifat rohani Tuhan tersebut, yang dijelaskan oleh Krishna Sendiri
dalam ayat berikut.
4.6
ajo 'pi sann avyayātmā
bhūtānām īśvaro 'pi san
prakṛtiḿ svām adhiṣṭhāya
sambhavāmy ātma-māyayā
ajaḥ—tidak dilahirkan; api—walaupun; san—adalah seperti itu; avyayā—tidak merosot; ātmā—badan; bhūtānām—terhadap semua insan yang dilahirkan; īśvaraḥ—Tuhan Yang Maha Esa; api—walaupun; san—adalah seperti itu; prakṛtim—dalam bentuk rohani; svām—dari Aku Sendiri; adhiṣṭhāya—mempunyai kedudukan seperti itu; sambhavāmi—Aku menjelma; ātma-māyayā—oleh tenaga dalam-Ku.
Terjemahan
Walaupun Aku tidak dilahirkan
dan badan rohani-Ku tidak pernah merosot, dan walaupun Aku Penguasa
semua makhluk hidup, Aku masih muncul pada setiap jaman dalam bentuk
rohani-Ku yang asli.
Penjelasan
Krishna sudah membicarakan
keistimewaan kelahiran-Nya: walaupun Krishna barangkali kelihatannya
seperti orang biasa, namun Krishna ingat segala sesuatu dari banyak
kelahirankelahiran-Nya" dari masa lampau, sedangkan manusia biasa tidak
dapat ingat apa yang dilakukannya bahkan beberapa jam sebelumnya. Kalau
orang biasa ditanya apa yang telahdilakukannya tepat pada jam yang sama
sehari sebelumnya, sulit sekali ia menjawab dengan segera. Pasti dia
harus memeras ingatannya untuk mengenang apa yang sedang dilakukannya
tepat pada jam yang sama satu hari sebelumnya. Namun, manusia seringkali
berani mengatakan Diri-Nya adalah Tuhan, atau Krishna. Hendaknya orang
jangan disesatkan oleh kata-kata yang tidak berarti seperti itu.
Kemudian sekali lagi Krishna menjelaskan tentang prakṛti, atau bentuk
Beliau. Prakrti berarti alam" dan juga berarti svarupa, atau bentuk
sendiri seseorang." Krishna menyatakan bahwa Beliau muncul dalam
badan-Nya Sendiri. Krishna tidak menggantikan badan-Nya, seperti makhluk
hidup biasa yang berpindahpindah dari satu badan ke dalam badan lain.
Meskipun roh terikat mempunyai salah satu jenis badan dalam
penjelmaannya sekarang, tetapi ia mempunyai badan yang berbeda dalam
penjelmaan yang akan datang. Di dunia material makhluk hidup tidak
mempunyai badan yang tetap, melainkan ia berpindahpindah dari satu badan
kedalam badan yang lain. Akan tetapi, Krishna tidak melakukan demikian.
Bilamana Krishna muncul, Krishna muncul di dalam badan yang asli yang
sama, melalui kekuatan dalam yang dimiliki oleh Beliau. Dengan kata
lain, Krishna muncul di dunia material ini dalam bentuk-Nya yang kekal
dan asli, berlengan dua, dan memegang seruling. Krishna muncul persis
dalam badannya yang kekal, tidak dicemari oleh dunia material ini.
Walaupun Krishna muncul dalam badan rohani yang sama dan walaupun
Krishna adalah Penguasa alam semesta, kelihatannya Beliau dilahirkan
seperti makhluk hidup biasa. Kendatipun badan Krishna tidak merosot
seperti badan material, masih ada kesan seolah-olah Sri Krishna
mengalami pertumbuhan dari masa bayi sampai masa kanak-kanak dan dari
masa kanak-kanak sampai masa remaja. Tetapi anehnya Krishna tidak pernah
menjadi lebih tua daripada anak remaja. Pada waktu perang Kuruksetra ,
cucu Krishna sudah banyak di rumah-Nya; atau dengan kata lain, usia
Krishna sudah cukup lanjut menurut perhitungan material. Tetapi badan
Krishna masih seperti seorang pemuda yang berumur dua puluh atau dua
puluh lima tahun. Kita tidak pernah melihat gambar Krishna dalam usia
tua karena Krishna tidak pernah menjadi tua seperti kita, walaupun
Krishna adalah Kepribadian tertua dalam seluruh ciptaan—masa lampau,
masa sekarang maupun masa yang akan datang. Badan dan kecerdasan Krishna
juga tidak pernah merosot atau berubah. Karena itu, cukup jelas bahwa
walaupun Krishna berada di dunia material, Krishna adalah bentuk kekal
kebahagiaan dan pengetahuan yang sama dan bentuk yang kekal itu tidak
dilahirkan. Badan dan kecerdasan rohani Krishna juga tidak pernah
berubah. Sebenarnya Krishna muncul dan menghilang bagaikan matahari yang
terbit, bergerak di hadapan kita, kemudian hilang dari pengelihatan
kita. Apabila matahari tidak kelihatan, kita berpikir bahwa matahari
sudah terbenam, dan apabila matahari berada di hadapan mata kita, kita
berpikir bahwa matahari berada di kaki langit. Sebenarnya, matahari
selalu berada dalam kedudukannya yang tetap, tetapi oleh karena mata
kita mempunyai kelemahan dan kurang kuat, kita memperhitungkan muncul
dan menghilangnya matahari di langit. Oleh karena muncul dan
menghilangnya Sri Krishna sama sekali berbeda dari muncul dan
menghilangnya makhluk hidup biasa manapun, terbukti bahwa Krishna adalah
pengetahuan kekal penuh kebahagiaan atas kekuatan dalam dari
Diri-Nya—dan Beliau tidak pernah dicemari oleh alam material.
Veda juga membenarkan bahwa Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa tidak dilahirkan namun kelihatannya Beliau
dilahirkan dalam banyak manifestasi. Kesusasteraan pelengkap Veda juga
membenarkan bahwa walaupun tampaknya Krishna dilahirkan, Beliau tetap
tidak menggantikan badan-Nya. Dalam sejarah Srimad-Bhagavatam, Krishna
muncul di hadapan ibu-Nya sebagai Narayana, berlengan empat lengkap
dengan perhiasan, enam jenis kehebatan sepenuhnya. Krishna muncul dalam
bentuk kekal Beliau yang asli. Itu merupakan karunia Beliau yang tiada
sebabnya, dianugerahkan kepada para makhluk hidup supaya mereka dapat
memusatkan pikiran kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk-Nya yang
asli, bukan hanya pada angan-angan atau bayangan. Orang yang tidak
percaya kepada bentuk pribadi Tuhan menyalahtafsirkan dan menganggap
bentuk-bentuk Krishna adalah angan-angan atau bayangan seperti itu. Kata
mayā , atau atma-mayā menunjukkan karunia Krishna yang tiada sebabnya,
menurut kamus Visvakosa. Krishna menyadari segala peristiwa pada waktu
Beliau muncul dan menghilang dahulu kala, tetapi begitu makhluk hidup
biasa mendapat badan lain, ia melupakan segala sesuatu tentang badan
yang dimilikinya pada masa lampau. Krishna adalah Tuhan Yang Maha Esa,
penguasa semua makhluk hidup karena Krishna melakukan kegiatan ajaib
yang melampaui kekuatan manusia selama Beliau berada di bumi ini. Karena
itu, Krishna selalu tetap sebagai Kebenaran Mutlak yang sama tanpa
perbedaan antara bentuk Beliau dan Diri Beliau, atau antara sifat Beliau
dan badan Beliau. Sekarang pertanyaan dapat diajukan tentang mengapa
Krishna muncul dan menghilang di dunia ini. Hal ini dijelaskan dalam
ayat berikut.
4.7
yadā yadā hi dharmasya
glānir bhavati bhārata
abhyutthānam adharmasya
tadā tmānaḿ sṛjāmy aham
yadā yadā—kapanpun dan di manapun; hi—pasti; dharmasya—mengenai dharma; glāniḥ—hal-hal yang bertentangan; bhavati—terwujud; Bhārata—wahai putera keluarga Bhārata; abhyutthānam—merājā lelanya; adharmasya—mengenai hal-hal yang bertentangan dengan dharma; tadā—pada waktu itu; ātmanām—diri; sṛjāmi—berwujud; aham—Aku.
Terjemahan
Kapan pun dan di mana pun
pelaksanaan dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma
merājā lela—pada waktu itulah Aku Sendiri menjelma, wahai putera
keluarga Bhārata.
Penjelasan
Kata sṛjāmi bermakna dalam ayat
ini. Srjami tidak dapat digunakan dengan arti ciptaan, sebab menurut
ayat tadi, bentuk atau badan Tuhan tidak diciptakan karena segala bentuk
Tuhan tetap ada untuk selamanya. Karena itu, sṛjāmi berarti Krishna
mewujudkan Diri-Nya dalam bentuk -Nya yang asli. Walaupun Krishna muncul
tepat pada jadwal, yaitu pada akhir Dvaparayuga pada jaman kedua puluh
delapan selama masa Manu ketujuh dalam satu hari bagi Brahma, Krishna
tidak wajib mengikuti aturan dan peraturan seperti itu. Ini karena
Krishna bebas sepenuhnya untuk bertindak dengan banyak cara sesuai
dengan kehendak Beliau. Karena itu, Krishna muncul atas kehendak-Nya
Sendiri bilamana hal-hal bertentangan dengan dharma merajalela dan
dharma yang sejati hilang. Prinsip-prinsip dharma digariskan dalam Veda,
dan penyelewengan apapun dalam hal pelaksanaan aturan Veda dengan
sebenarnya menyebabkan seseorang melanggar dharma. Dalam
Srimad-Bhagavatam dinyatakan bahwa prinsip-prinsip seperti itu adalah
hukum-hukum Tuhan. Hanya Tuhan yang dapat menciptakan suatu sistem
dharma. Diakui pula bahwa pada permulaan, Veda disabdakan oleh Krishna
Sendiri kepada Brahma di dalam hati Brahma. Karena itu, prinsip-prinsip
dharma adalah perintah-perintah langsung dari Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa (dharmam tu saksad bhagavat-pranitam). Prinsip-prinsip tersebut
ditunjukkan dengan jelas dalam semua ayat Bhagavad-gita. Maksud Veda
ialah untuk menegakkan prinsip-prinsip seperti itu di bawah perintah
Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhir Bhagavad-gita Krishna menyuruh secara
langsung bahwa prinsip dharma tertinggi ialah menyerahkan diri hanya
kepada Krishna, dan tidak lebih dari itu. Prinsip-prinsip Veda mendorong
seseorang menuju penyerahan diri sepenuhnya kepada Krishna; dan
bilamana prinsip-prinsip seperti itu diganggu oleh orang jahat, Krishna
muncul. Dari Bhagavatam kita dapat mengerti bahwa Sang Buddha adalah
penjelmaan yang dikuasakan oleh Krishna yang muncul pada saat
keduniawian merajalela dan orang duniawi menggunakan alasan kekuasaan
Veda. Walaupun ada aturan dan peraturan batas tertentu mengenai
pengorbanan binatang untuk tujuan-tujuan khusus dalam Veda, orang yang
mempunyai kecenderungan jahat telah mulai mengorbankan binatang tanpa
mengikuti prinsip-prinsip Veda. Sang Buddha muncul untuk menghentikan
penyelewengan tersebut dan menegakkan prinsip-prinsip Veda yang
mengajarkan supaya orang tidak melakukan kekerasan. Karena itu, setiap
avatara, atau penjelmaan Tuhan, mempunyai misi tertentu, dan semua
avatara itu diuraikan dalam Kitab-kitab Suci. Hendaknya seseorang jangan
diakui sebagai avatara kecuali dia disebut dalam Kitab-kitab Suci.
Krishna tidak hanya muncul di India. Krishna dapat menjelma di manapun
bilamana Beliau ingin muncul. Dalam setiap penjelmaan, Krishna
membicarakan dharma sejauh apa yang dapat dipahami oleh orang tertentu
dalam keadaan mereka yang khusus. Tetapi misi Beliau tetap sama—yaitu
untuk membawa rakyat sampai mereka sadar akan Tuhan dan mematuhi
prinsip-prinsip dharma. Kadang-kadang Beliau Sendiri menjelma, dan
kadang-kadang Beliau mengirim utusan-Nya yang dapat dipercaya dalam
bentuk putera-Nya, atau hamba-Nya, atau Beliau Sendiri muncul dalam
bentuk samaran.
Prinsip-prinsip Bhagavad-gita disabdakan
kepada Arjuna, dan juga kepada tujuan-tujuan lain yang sudah maju
sekali, sebab Arjuna sudah maju sekali dibandingkan dengan orang biasa
di tempat-tempat lain di dunia. Dua ditambah dua sama dengan empat
adalah prinsip matematika yang benar, baik di kelas matematika untuk
orang yang baru mulai belajar menghitung maupun di kelas matematika
tingkat tinggi. Namun matematika tingkat tinggi dan matematika tingkat
dasar kedua-duanya tetap ada. Karena itu, dalam semua penjelmaan Tuhan,
prinsip-prinsip yang sama diajarkan, tetapi kelihatannya prinsip-prinsip
itu lebih tinggi atau lebih bersifat dasar dalam keadaan-keadaan yang
berbeda. Prinsip-prinsip dharma yang lebih tinggi mulai dengan pengakuan
terhadap empat golongan dan empat status kehidupan masyarakat,
sebagaimana akan dijelaskan nanti. Seluruh tujuan misi
penjelmaan-penjelmaan Tuhan ialah untuk membangkitkan kesadaran Krishna
di mana-mana. Kesadaran seperti itu terwujud dan tidak terwujud hanya
karena keadaan yang berbeda.
4.8
paritrāṇāya sādhūnāḿ
vināśāya ca duṣkṛtām
dharma-saḿsthāpanārthāya
sambhavāmi yuge yuge
paritrāṇāya—untuk menyelamatkan; sādhūnām—terhadap para penyembah; vināśāya—untuk membinasakan; ca—juga; duṣkṛtām—terhadap orang jahat; dharma—prinsip-prinsip dharma; saḿsthāpana-arthāya—untuk menegakkan kembali; sambhavāmi—Aku muncul; yuge—jaman; yuge—demi jaman.
Terjemahan
Untuk menyelamatkan orang saleh,
membinasakan orang jahat dan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip
dharma, Aku sendiri muncul pada setiap jaman.
Penjelasan
Menurut Bhagavad-gita, seorang sadhu
(orang suci) adalah orang yang sadar akan Krishna. Barangkali
kelihatannya seseorang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
dharma, tetapi kalau dia mempunyai kwalifikasi kesadaran Krishna secara
keseluruhan dan sepenuhnya, harus dimengerti bahwa dia seorang sadhu.
Duskṛta m berarti orang yang tidak mempedulikan kesadaran Krishna.
Orang jahat, atau duskṛta m, diuraikan sebagai orang bodoh dan manusia
yang paling rendah, walaupun mungkin mereka menyandang pendidikan
duniawi, sedangkan orang lain, yang seratus persen tekun dalam kesadaran
Krishna diakui sebagai sadhu, meskipun mungkin ia belum berpengetahuan
dan belum mempunyai kebudayaan yang tinggi. Tuhan Yang Maha Esa tidak
perlu muncul dalam bentuk-Nya yang asli untuk membinasakan orang yang
tidak percaya kepada Tuhan, seperti tindakan Beliau terhadap
raksasa-raksasa bernama Ravana dan Kamsa. Tuhan mempunyai banyak pesuruh
yang sanggup menghancurkan raksasa-raksasa. Tetapi Krishna turun
khususnya untuk melegakan hati para penyembah-Nya yang murni, yang
selalu disiksa oleh orang jahat. Orang jahat menyiksa penyembah,
walaupun kebetulan penyembah itu adalah anggota keluarganya. Prahlada
Maharājā adalah putera Hiranyakasipu , namun Prahlada disiksa oleh
ayahnya. Walaupun Devaki, ibu Krishna, adalah adik Kamsa, Devaki dan
suaminya bernama Vasudeva disiksa hanya karena Krishna akan dilahirkan
sebagai putera mereka. Jadi, Krishna muncul terutama untuk menyelamatkan
Devaki, daripada untuk membunuh Kamsa, tetapi kedua maksud itu
dilaksanakan sekaligus. Karena itu, dikatakan di sini bahwa untuk
menyelamatkan seorang penyembah dan membinasakan orang jahat, Krishna
muncul dalam berbagai penjelmaan.
Di dalam Caitanya-caritamrta hasil
kārya Krishnadasa Kavirājā , ayat-ayat berikut (Madhya 20.263-264)
meringkas prinsip-prinsip penjelmaan tersebut:
sṛṣṭi-hetu yei mūrti prapañce avatare
sei īśvara-mūrti 'avatāra' nāma dhare
māyātīta paravyome sabāra avasthāna
viśve avatari' dhare 'avatāra' nāma
Avatara, atau penjelmaan Tuhan Yang Maha
Esa, turun dari kerajaan Tuhan untuk perwujudan material. Bentuk khusus
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang turun seperti itu disebut
penjelmaan, atau avatara. Penjelmaan penjelmaan seperti itu berada di
dunia rohani, kerajaan Tuhan. Apabila mereka turun dalam ciptaan
material, mereka diberi nama avatara."
Ada berbagai jenis avatara, misalnya
purusa-vatara, guna-vatara, lila-vatara, saktyavesa-avatara,
manvantaraavatara, dan yugavatara—semuanya muncul tepat pada jadwal di
seluruh alam semesta. Tetapi Sri Krishna adalah Tuhan Yang Mahaabadi,
sumber segala avatara. Sri Krishna turun dengan maksud khusus, yaitu
untuk menghilangkan rasa cemas di dalam hati para penyembah-Nya yang
murni. Para penyembah yang murni ingin sekali melihat Sri Krishna dalam
kegiatan-Nya yang asli di Vrndavana. Karena itu, tujuan utama avatara
Krishna ialah untuk memuaskan hati para penyembah-Nya yang murni.
Krishna menyatakan bahwa Beliau menjelma
pada setiap jaman. Ini menunjukkan bahwa Krishna juga menjelma pada
jaman Kali. Sebagaimana dinyatakan dalam Srimad-Bhagavatam, penjelmaan
pada jaman Kali adalah Sri Caitanya Mahaprabhu yang telah menyebarkan
cara sembahyang kepada Krishna melalui perkumpulan sankirtana (memuji
nama-nama suci Krishna secara bersama-sama) dan menyebarkan kesadaran
Krishna di seluruh India. Sri Caitanya Mahaprabhu meramalkan bahwa
kebudayaan sankirtana tersebut akan disebarkan di setiap pelosok dunia,
dari kota ke kota dan dari desa ke desa. Sri Caitanya sebagai
penjelmaan Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, diuraikan secara
rahasia tetapi tidak langsung dalam bagian-bagian rahasia Kitab-kitab
Suci, misalnya Upanisad-upanisad, Mahabhārata , dan Bhagavatam. Para
penyembah Sri Krishna sangat tertarik pada gerakan sankirtana Sri
Caitanya. Sri Caitanya Mahaprabhu sebagai avatara Tuhan Yang Maha Esa
tidak membunuh orang jahat, melainkan menyelamatkan mereka atas
karunia-Nya yang tiada sebabnya.
4.9
janma karma ca me divyam
evaḿ yo vetti tattvataḥ
tyaktvā dehaḿ punar janma
naiti mām eti so 'rjuna
janma—kelahiran; karma—pekerjaan; ca—juga; me—milik-Ku; divyam—rohani; evam—seperti itu; yaḥ—siapapun yang; vetti—mengenal; tattvataḥ—dalam kenyataan; tyaktvā—meninggalkan; deham—badan ini; punaḥ—lagi; janma—kelahiran; na—tidak pernah; eti—mencapai; mām—kepada-Ku; eti—mencapai; saḥ— dia; Arjuna—wahai Arjuna.
Terjemahan
Orang yang mengenal sifat rohani
kelahiran dan kegiatan-Ku tidak dilahirkan lagi di dunia material ini
setelah meninggalkan badan, melainkan ia mencapai tempat tinggal-Ku yang
kekal, wahai Arjuna.
Penjelasan
Cara Krishna turun dari tempat
tinggal rohani-Nya sudah dijelaskan dalam ayat keenam. Orang yang dapat
mengerti kebenaran tentang munculnya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
sudah mencapai pembebasan dari ikatan material. Karena itu, ia segera
kembali ke kerajaan Tuhan sesudah meninggalkan badan jasmani yang
ditempatinya sekarang. Pembebasan makhluk hidup dari ikatan material
sama sekali tidak gampang. Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi
Tuhan dan para yogi hanya mencapai pembebasan sesudah bersusah-susah
selama banyak penjelmaan. Sesudah itupun pembebasan yang
dicapainya—yaitu menunggal ke dalam brahmajyoti yang tidak bersifat
pribadi yang berasal dari Tuhan—hanya merupakan pembebasan sebagian, dan
masih ada resiko bahwa mereka akan kembali ke dunia material. Tetapi
seorang penyembah, hanya dengan mengerti sifat rohani badan dan kegiatan
Tuhan, mencapai tempat tinggal Krishna sesudah badan ini berakhir, dan
dia tidak harus mengambil resiko bahwa Diri-Nya akan kembali lagi ke
dunia material. Dalam Brahma-samhita dinyatakan bahwa jumlah bentuk dan
penjelmaan Krishna besar sekali: advaitam acyutam anadim anantarupam.
Walaupun ada banyak bentuk rohani Krishna, semuanya satu dan semuanya
adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang sama. Seseorang harus
mengerti kenyataan ini dengan keyakinan, walaupun kenyataan ini tidak
dapat dipahami oleh sarjana-sarjana duniawi dan ahliahli filsafat yang
mendasarkan pengetahuan pada percobaan. Sebagaimana dinyatakan dalam
Veda (Purusabodhini Upanisad):
eko devo nitya-līlānurakto
bhakta-vyāpī hṛdy antar-ātmā
Kepribadian Tuhan Yang Maha Tunggal
dalam banyak bentuk rohani sibuk dalam hubungan-hubungan dengan para
penyembah-Nya yang murni untuk selamanya." Sabda Veda tersebut
dibenarkan oleh Krishna Sendiri dalam ayat ini dari Bhagavad-gita. Orang
yang mengakui kenyataan ini berdasarkan kekuasaan Veda dan kekuasaan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan tidak memboroskan waktunya dalam
angan-angan filsafat akan mencapai tingkat pembebasan sempurna yang
paling tinggi. Tidak dapat diragu-ragukan bahwa hanya dengan mengakui
kenyataan ini berdasarkan keyakinan seseorang dapat mencapai pembebasan.
Sabda Veda tat tvām asi sungguh-sungguh digunakan dalam hal ini.
Siapapun yang mengerti bahwa Sri Krishna adalah Yang Mahakuasa, atau
yang berkata kepada Krishna, Anda adalah Brahman Yang
Paling Utama yang sama, Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa," pasti segera mencapai pembebasan. Sebagai
hasilnya, terjamin bahwa dia akan masuk dalam hubungan rohani dengan
Krishna. Dengan kata lain, penyembah Krishna yang setia seperti itu akan
mencapai kesempurnaan, dan hal ini dibenarkan oleh pernyataan berikut
dari Veda:
tam eva viditvāti mṛtyum eti
nānyaḥ panthā vidyate 'yanāya
Seseorang dapat mencapai tingkat
pembebasan sempurna dari kelahiran dan kematian hanya dengan mengenal
Tuhan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada cara lain lagi untuk
mencapai kesempurnaan ini." (svetasvatara Upanisad 3.8). Tidak ada
pilihan lain. Itu berarti bahwa siapapun yang tidak mengerti Sri Krishna
sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa pasti dipengaruhi oleh sifat
kebodohan, dan sebagai akibatnya dia tidak akan mencapai pembebasan
dengan apa yang diumpamakan sebagai hanya menjilat bagian luar botol
berisi madu, atau dengan menafsirkan Bhagavad-gita menurut kesarjanaan
duniawi. Filosof-filosof yang mendasarkan pengetahuannya pada percobaan
seperti itu barangkali mengambil peranan yang penting sekali di dunia
material, tetapi belum tentu mereka memenuhi syarat untuk mencapai
pembebasan. Sarjana-sarjana duniawi yang sombong seperti itu harus
menunggu karunia yang tiada sebabnya dari seorang penyembah Tuhan.
Karena itu, hendaknya orang mengembangkan kesadaran Krishna dengan
keyakinan dan pengetahuan, dan dengan cara demikian mencapai
kesempurnaan.
4.10
vīta-rāga-bhaya-krodhā
man-mayā mām upāśritāḥ
bahavo jñāna-tapasā
pūtā mad-bhāvam āgatāḥ
vīta—dibebaskan dari; rāga—ikatan; bhaya—rasa takut; krodhaḥ—dan amarah; mat-mayā—sepenuhnya di dalam-Ku; mām—di dalam-Ku; upāśritāḥ—menjadi mantap sepenuhnya; bahavah—banyak; jñāna—dari pengetahuan; tapasā—oleh pertapaan itu; pūtāḥ—dengan disucikan; mat-bhāvam—cinta-bhakti rohani kepada-Ku; āgatāḥ—dicapai.
Terjemahan
Banyak orang pada masa lampau
disucikan oleh pengetahuan tentang-Ku dengan dibebaskan dari ikatan,
rasa takut dan amarah, khusuk sepenuhnya berpikir tentang-Ku dan
berlindung kepada-Ku—dan dengan demikian mereka semua mencapai
cinta-bhakti rohani kepada-Ku.
Penjelasan
Sebagaimana diuraikan di atas, orang
yang terlalu dipengaruhi oleh hal-hal duniawi sulit sekali mengerti
sifat pribadi Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Pada umumnya orang
yang terikat pada paham hidup yang bersifat jasmani sangat terikat dalam
keduniawian sehingga hampir tidak mungkin mereka mengerti bagaimana
Yang Mahakuasa adalah kepribadian. Orang-orang duniawi seperti itu tidak
dapat membayangkan bahwa ada badan rohani yang tidak dapat dimusnahkan,
penuh pengetahuan dan bahagia untuk selamanya. Dalam paham duniawi,
badan dapat dimusnahkan, penuh kebodohan dan penuh sengsara. Karena itu,
bila rakyat umum diberitahu tentang bentuk pribadi Tuhan, mereka
memelihara paham jasmani yang sama di dalam pikiran. Orang duniawi
seperti itu, menganggap bentuk manifestasi material yang besar sekali
adalah Yang Mahakuasa. Sebagai akibatnya, mereka menganggap Yang
Mahakuasa tidak bersifat pribadi. Oleh karena mereka terlalu terikat
secara duniawi, paham bahwa kepribadian tetap ada sesudah pembebasan
dari alam menyebabkan mereka merasa takut. Apabila mereka diberitahu
bahwa kehidupan rohani juga bersifat individual dan pribadi, mereka
takut untuk menjadi kepribadian lagi. Karena itu, sewajarnya mereka
lebih suka sesuatu seperti meninggal ke dalam kekosongan yang tidak
bersifat pribadi. Pada umumnya, mereka mengumpamakan para makhluk hidup
sebagai gelembung di dalam lautan, yang menunggal ke dalam lautan itu.
Itulah kesempurnaan tertinggi keberadaan rohani yang dapat dicapai tanpa
kepribadian individual. Ini merupakan sejenis tahap hidup yang
menakutkan, tanpa pengetahuan sempurna tentang keberadaan rohani. Di
samping itu, ada banyak orang yang tidak dapat mengerti keberadaan
rohani sama sekali. Setelah merasa malu karena begitu banyak teori dan
penyangkalan berbagai jenis angan-angan filsafat, mereka merasa kesal
atau marah dan menarik kesimpulan secara bodoh bahwa tidak ada sebab
yang paling utama dan bahwa pada hakekatnya segala sesuatu adalah
kekosongan. Keadaan hidup orang seperti itu bersifat sakit. Ada orang
yang terlalu terikat secara material sehingga tidak memperhatikan
kehidupan rohani, ada yang ingin menunggal dalam sebab rohani yang
paling utama, dan ada yang tidak percaya pada segala sesuatu, karena
marah terhadap segala jenis angan-angan rohani akibat rasa putus asa.
Golongan manusia terakhir tersebut berlindung kepada sejenis
mabuk-mabukan, dan khayalan-khayalan yang mempengaruhi diri mereka
kadang-kadang dianggap sebagai wahyu rohani. Seseorang harus menjadi
bebas dari ketiga tingkat ikatan tersebut terhadap dunia material;
yaitu, kealpaan terhadap kehidupan rohani, rasa takut terhadap identitas
pribadi yang rohani, dan paham kekosongan yang berasal dari frustrasi
dalam hidup. Untuk dibebaskan dari tiga tahap paham hidup material
tersebut, seseorang harus berlindung sepenuhnya kepada Krishna di bawah
bimbingan seorang guru kerohanian yang dapatdipercaya, dan mengikuti
disiplin dan prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan bhakti. Tahap
terakhir dalam kehidupan bhakti disebut bhava, atau cinta-bhakti rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Bhakti-rasamrta-sindhu (1.4.15-16), ilmu pengetahuan bhakti:
ādau śraddhā tataḥ sādhu-
sańgo 'tha bhajana-kriyā
tato 'nartha-nivṛttiḥ syāt
tato niṣṭhā rucis tataḥ
athāsaktis tato bhāvas
tataḥ premābhyudañcati
sādhakānām ayaḿ premṇaḥ
prādurbhāve bhavet kramaḥ
Pada permulaan seseorang harus mempunyai
keinginan untuk keinsafan diri sebagai pendahuluan. Ini akan membawa
Diri-Nya sampai tahap berusaha bergaul dengan orang yang sudah maju
dalam kerohanian. Pada tahap berikutnya, ia diterima sebagai murid oleh
seorang guru kerohanian yang mulia, dan di bawah tuntunan dari guru
kerohanian seorang murid yang baru mulai belajar memulai proses bhakti.
Dengan melaksanakan bhakti di bawah bimbingan guru kerohanian, ia
dibebaskan dari segala ikatan material, mencapai kemantapan dalam
keinsafan diri, dan memperoleh minat untuk mendengar tentang Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa Yang Mutlak, Sri Krishna. Minat ini membawa
seseorang hingga lebih maju sampai ikatan terhadap kesadaran Krishna,
yang kemudian menjadi matang dalam bhava, atau tingkat
pendahuluan sebelum cinta-bhakti rohani kepada Tuhan. Cinta-bhakti yang
sejati kepada Tuhan disebut prema, tingkat kesempurnaan hidup
tertinggi." Pada tingkat prema seseorang tekun senantiasa dalam
cinta-bhakti rohani kepada Tuhan. Demikianlah melalui proses bhakti
secara bertahap, di bawah bimbingan sang guru kerohanian yang dapat
dipercaya, seseorang dapat mencapai tahap tertinggi, dengan dibebaskan
dari segala ikatan material, bebas dari rasa takut terhadap kepribadian
rohaninya yang individual, dan bebas dari frustrasi yang mengakibatkan
filsafat kekosongan. Akhirnya ia dapat mencapai tempat tinggal Tuhan
Yang Maha Esa.
4.11
ye yathā māḿ prapadyante
tāḿs tathāiva bhajāmy aham
mama vartmānuvartante
manuṣyāḥ pārtha sarvaśaḥ
ye—semua orang yang; yathā—sejauh mana; mām—kepada-Ku; prapadyante—menyerahkan Diri-Nya; tān—mereka; tathā—seperti itu; evā—pasti; bhajāmi—Aku menganugerahi; aham—Aku; mama—milik-Ku; vartma—jalan; anuvartante—mengikuti; manuṣyāḥ—semua orang; pārtha—wahai putera Pṛthā; sarvāsaḥ—dalam segala hal.
Terjemahan
Sejauh mana semua orang
menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugerahi mereka sesuai dengan
penyerahan Diri-Nya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal,
wahai putera Pṛthā.
Penjelasan
Semua orang mencari Krishna dalam
berbagai aspek manifestasi-manifestasi-Nya. Krishna, Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, diinsafi sebagian dalam cahaya brahmajyoti-Nya yang tidak
bersifat pribadi dan sebagai Roh Yang Utama yang berada di mana-mana
dan bersemayam dalam segala sesuatu, termasuk pula butir-butir atom.
Tetapi Krishna hanya diinsafi sepenuhnya oleh para penyembah-Nya yang
murni. Karena itu, Krishna adalah obyek keinsafan semua orang. Jadi,
semua orang dipuaskan menurut keinginannya untuk memperoleh Krishna. Di
dunia rohani Krishna juga membalas cinta-bhakti dengan para
penyembah-Nya yang murni dalam sikap rohani, sesuai dengan kehendak
seorang penyembah untuk memperoleh Beliau. Barangkali seseorang ingin
supaya Krishna menjadi atasan yang paling utama. Penyembah lain
menginginkan Krishna sebagai kawan pribadinya, penyembah lain
menginginkan Krishna sebagai puteranya, dan penyembah lain menginginkan
Krishna sebagai kekasihnya. Krishna menganugerahi semua penyembah secara
merata, menurut berbagai kekuatan cinta-bhakti mereka terhadap Beliau.
Di dunia material, balasan perasaan yang sama juga ada, dan
perasaanperasaan itu dibalas oleh Tuhan secara merata dengan berbagai
jenis penyembah. Para penyembah yang murni baik di sini maupun ditempat
tinggal rohani mengadakan hubungan dengan Krishna secara pribadi dan
dapat mengabdikan diri kepada Beliau secara pribadi. Dengan demikian
mereka memperoleh kebahagiaan rohani dalam cinta-bhakti kepada Beliau.
Krishna juga membantu orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan
yang ingin bunuh diri secara rohani dengan meniadakan keberadaan pribadi
makhluk hidup. Krishna membantu mereka dengan cara menyerap mereka
kedalam cahaya Diri-Nya. Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan
seperti itu tidak setuju mengakui Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang
kekal dan penuh kebahagiaan. Sebagai akibatnya mereka tidak dapat
menikmati kebahagiaan pengabdian pribadi kepada Tuhan yang bersifat
rohani karena mereka sudah menghapus individualitasnya. Ada beberapa di
antaranya yang belum mantap dengan teguh dalam keberadaan yang bersifat
pribadi, dan mereka kembali lagi kelapangan material untuk
memperlihatkan keinginan yang terpendam dalam hatinya untuk melakukan
kegiatan. Mereka tidak diizinkan memasuki planet-planet rohani, tetapi
mereka diberi kesempatan sekali lagi untuk bertindak di planet-planet
material. Krishna sebagai yajñesvara menganugerahkan hasil yang
diinginkan dari tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan bagi orang
yang bekerja untuk menikmati hasil atau pahala. Para yogi yang mencari
kesaktian batin dianugerahi kekuatan seperti itu. Dengan kata lain semua
orang hanya bergantung kepada karunia Krishna untuk mencapai sukses,
dan segala jenis proses rohani hanya berbagai tingkat sukses dalam
menempuh jalan yang sama. Karena itu, kalau seseorang tidak mencapai
kesempurnaan tertinggi kesadaran Krishna, maka segala usahanya kurang
sempurna, sebagaimana dinyatakan dalam Srimad-Bhagavatam (2.3.10):
akāmaḥ sarva-kāmo vā
Baik seseorang bebas dari keinginan
(keadaan para penyembah), menginginkan segala hasil atau pahala, maupun
mencari pembebasan, hendaknya ia berusaha dengan segala upaya untuk
menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai kesempurnaan
yang lengkap, yang memuncak dalam kesadaran Krishna."
4.12
kāńkṣantaḥ karmaṇāḿ siddhiḿ
yajanta iha devatāḥ
kṣipraḿ hi mānuṣe loke
siddhir bhavati karma-jā
kāńkṣantaḥ—menginginkannya; karmaṇām—mengenai kegiatan yang membuahkan pahala; siddhim—kesempurnaan; yajante—mereka menyembah dengan korban-korban suci; iha—di dunia material; devatāḥ—para dewa-dewa; kṣipram—cepat sekali; hi—pasti; mānuṣe—dalam masyarakat manusia; loke—di dunia ini; siddhiḥ—berhasil; bhavati—datang; karma-jā—dari pekerjaan untuk membuahkan hasil.
Terjemahan
Orang di dunia ini menginginkan
sukses dalam kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; karena
itu, mereka menyembah para dewa. Tentu saja, manusia cepat mendapat
hasil dari pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil di dunia
ini.
Penjelasan
Ada salah paham besar tentang para
dewa atau setengah dewa di dunia material. Walaupun orang yang kurang
cerdas menyamar sebagai sarjana-sarjana yang hebat, mereka menganggap
dewa-dewa tersebut adalah berbagai bentuk Tuhan Yang Maha Esa.
Sebenarnya, para dewa bukan berbagai bentuk Tuhan, melainkan
bagian-bagian Tuhan yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan. Tuhan
adalah satu, sedangkan ada banyak bagian yang mempunyai sifat yang sama
seperti Beliau. Dalam Veda dinyatakan, nityo nityanam: Tuhan adalah
satu. īśvaraḥ paramaḥ kṛṣṇah. Tuhan Yang Maha Esa adalah
satu—Krishna—dan para dewa dipercayakan dengan kekuatan untuk mengurus
dunia material ini. Semua dewa tersebut adalah makhluk-makhluk hidup
(nityanam) dengan berbagai tingkat kekuatan material. Mereka tidak
mungkin sejajar dengan Tuhan Yang Maha Esa—Narayana, Visnu, atau
Krishna. Siapapun yang menganggap Tuhan dan para dewa adalah sejajar
disebut orang tidak percaya kepada Tuhan atau pasandi. Bahkan dewa-dewa
yang mulia seperti Brahma dan Siva pun tidak dapat disejajarkan dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya, Krishna disembah oleh dewa-dewa seperti
Brahma dan Siva (sivavirincinutam). Namun anehnya ada banyak pemimpin
manusia yang disembah oleh orang bodoh karena salah paham
anthropomorphisme (paham yang menganggap bentuk Tuhan seperti seorang
manusia) atau zoomorphisme (paham yang menganggap Tuhan seperti seekor
binatang). Kata-kata iha devatāḥ, menunjukkan manusia yang perkasa itu
dewa di dunia material. Tetapi Narayana, Visnu atau Krishna, Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, bukan sebagian dari dunia ini. Sripada
Sankaracarya, pemimpin orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan,
menyatakan bahwa Narayana, atau Krishna berada di luar ciptaan material
ini. Akan tetapi, orang bodoh (hrtajñāna) menyembah banyak dewa karena
mereka menginginkan hasil dengan segera. Mereka mendapat hasil, tetapi
mereka tidak mengetahui bahwa hasil yang diperoleh dengan cara demikian
bersifat sementara dan dimaksudkan untuk orang yang kurang cerdas. Orang
cerdas sadar akan Krishna, dia tidak perlu menyembah banyak dewa yang
remeh untuk segera mendapat hasil yang bersifat sementara.Dewa-dewa di
dunia material ini, beserta para penyembahnya, akan lenyap pada waktu
peleburan dunia material ini. Berkat-berkat para dewa bersifat material
dan sementara. Baik dunia material maupun penduduknya, termasuk para
dewa dan penyembahnya, adalah gelembunggelembung dalam lautan jagat.
Akan tetapi, di dunia ini masyarakat manusia gila dalam usaha mencari
hal-hal sementara seperti kekayaan material, yaitu memiliki tanah,
keluarga dan perlengkapan yang dapat dinikmati. Untuk memperoleh
benda-benda yang bersifat sementara seperti itu orang menyembah para
dewa atau orang perkasa dalam masyarakat manusia. Kalau seseorang diberi
jabatan sebagai menteri dalam pemerintahan dengan cara menyembah
seorang pemimpin politik, dia menganggap Diri-Nya sudah mendapat berkat
yang paling besar sekali. Karena itu, semuanya bertekuk lutut di hadapan
orang yang namanya pemimpin atau pembesar" untuk mendapat berkat yang
bersifat sementara, dan memang mereka mendapat berkat-berkat seperti
itu. Orang bodoh seperti itu tidak tertarik kepada kesadaran Krishna
untuk mencapai penyelesaian kekal terhadap kesulitan material. Mereka
semua mencari-cari kenikmatan indera-indera, dan untuk mendapat sekedar
fasilitas untuk kenikmatan indera-indera mereka tertarik untuk menyembah
makhluk-makhlukyang telah dikuasakan yang bernama para dewa. Ayat ini
menunjukkan bahwa orang seperti itu jarang tertarik kepada kesadaran
Krishna. Mereka kebanyakan tertarik kepada kenikmatan material; karena
itu, mereka menyembah suatu makhluk hidup yang perkasa.
4.13
cātur-varṇyaḿ mayā sṛṣṭaḿ
guṇa-karma-vibhāgaśaḥ
tasya kartāram api māḿ
viddhy akartāram avyayām
cātuḥ-varṇyam—empat bagian masyarakat manusia; mayā—oleh-Ku; sṛṣṭam—diciptakan; guṇa—dari sifat; karma—dan pekerjaan; vibhāgaśaḥ—menurut pembagian; tasya—dari itu; kartāram—ayah; api—walaupun; mām—Aku; viddhi—engkau dapat mengetahui; akartāram—sebagai yang tidak melakukan; avyayām—tidak dapat diubah.
Terjemahan
Menurut tiga sifat alam dan
pekerjaan yang ada hubungannya dengan sifat-sifat itu, empat bagian
masyarakat manusia diciptakan oleh-Ku. Walaupun Akulah yang menciptakan
sistem ini, hendaknya engkau mengetahui bahwa Aku tetap sebagai yang
tidak berbuat, karena Aku tidak dapat diubah.
Penjelasan
Tuhan adalah pencipta segala
sesuatu. Segala sesuatu dilahirkan dari Beliau, segala sesuatu
dipelihara oleh Beliau, dan sesudah peleburan, segala sesuatu bersandar
di dalam Beliau. Karena itu, Tuhan adalah Pencipta empat bagian susunan
masyarakat, mulai dari golongan manusia yang cerdas, yang disebut dengan
istilah brahmaṇā karena mereka mantap dalam sifat kebaikan. Golongan
kedua adalah golongan administrator, yang disebut dengan istilah
ksatriya karena mereka berada dalam sifat nafsu. Para pedagang, yang
disebut dengan istilah vaisya, berada dalam sifat-sifat nafsu dan
kebodohan, dan para sudra, atau golongan buruh, berada dalam sifat
kebodohan alam material. Walaupun Krishna menciptakan empat bagian dalam
masyarakat manusia, Beliau Sendiri tidak termasuk salah satu dari
bagian-bagian itu, sebab Beliau bukan salah satu di antara roh-roh
terikat. Sebagian roh-roh yang terikat itu merupakan masyarakat manusia.
Masyarakat manusia mirip dengan masyarakat binatang lainnya, tetapi
untuk mengangkat manusia dari tingkat binatang, empat bagian tersebut di
atas diciptakan oleh Tuhan untuk mengembangkan kesadaran Krishna secara
sistematis. Kecenderungan seorang manusia terhadap pekerjaan ditentukan
oleh sifat-sifat alam material yang telah diperolehnya. Gejalagejala
kehidupan seperti itu, menurut aneka sifat alam, diuraikan dalam Bab
Delapan Belas dari Bhagavad-gita. Akan tetapi, orang yang sadar akan
Krishna berada di atas brahmaṇā. Menurut sifatnya, seharusnya seorang
brahmaṇā mengetahui tentang Brahman, Kebenaran Mutlak Yang Paling
Utama. Kebanyakan brahmaṇā hanya mendekati Brahman yang tidak berbentuk
pribadi sebagai suatu manifestasi dari Sri Krishna. Tetapi hanya orang
yang melampaui pengetahuan terbatas yang dimiliki seorang brahmaṇā dan
mencapai pengetahuan tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri
Krishna, dapat menjadi orang yang sadar akan Krishna—atau dengan kata
lain, seorang vaisnava. Kesadaran Krishna termasuk segala pengetahuan
tentang aneka penjelmaan yang berkuasa penuh dari Krishna yaitu; Rāma,
Nrsimha, Varaha, dan lain-lain. Akan tetapi, Krishna melampaui sistem
tersebut yang terdiri dari empat bagianmasyarakat manusia. Orang yang
sadar akan Krishna juga melampaui segala bagian masyarakat manusia, baik
bagian menurut masyarakat, bangsa mau pun jenis kehidupan.
4.14
na māḿ karmaṇi limpanti
na me karma-phale spṛhā
iti māḿ yo 'bhijānāti
karmabhir na sa badhyate
na—tidak pernah; mām—Aku; karmaṇi—segala jenis pekerjaan; limpanti—mempengaruhi; na—tidak juga; me—milik-Ku; karma-phale—dalam perbuatan yang membuahkan hasil; spṛhā—cita-cita; iti—demikian; mām—Aku; yaḥ—orang yang; abhijānāti—mengetahui; karmabhiḥ—oleh reaksi dari pekerjaan seperti itu; na—tidak pernah; saḥ— dia; badhyate—menjadi terikat.
Terjemahan
Tidak ada pekerjaan yang
mempengaruhi Diri-Ku; Aku juga tidak bercita-cita mendapat hasil dari
perbuatan. Orang yang mengerti kenyataan ini tentang Diri-Ku juga tidak
akan terikat dalam reaksi-reaksi hasil pekerjaan.
Penjelasan
Seperti halnya ada undang-undang
hukum di dunia material yang menyatakan bahwa rājā tidak dapat
disalahkan, atau rājā tidak dipengaruhi oleh hukum-hukum negara, begitu
pula, walaupun Krishna adalah Pencipta dunia material ini, Beliau tidak
dipengaruhi oleh kegiatan dunia material. Krishna menciptakan dan tetap
menyisih dari ciptaan, sedangkan para makhluk hidup terikat dalam
hasil-hasil kegiatan material karena kecenderungan mereka untuk berkuasa
atas sumber-sumber alam. Pemilik suatu perusahaan tidak bertanggung
jawab atas kegiatan benar dan salah para buruh, tetapi para buruh
sendiri bertanggung jawab. Para makhluk hidup sibuk dalam kegiatan
kepuasan indera-indera masing-masing, dan kegiatan itu tidak dilakukan
atas perintah Krishna. Demi kemajuan kepuasan indera-indera, para
makhluk hidup sibuk dalam pekerjaan di dunia ini, dan mereka
bercita-cita mendapat kebahagiaan di surga sesudah meninggal. Krishna
sempurna dalam Diri-Nya sendiri. Karena itu, Krishna tidak tertarik
kepada apa yang hanya namanya saja kebahagiaan di surga. Para dewa di
surga hanya hamba-hamba yang sibuk mengabdikan diri kepada Beliau.
Pemilik perusahaan tidak pernah menginginkan kesenangan kelas rendah
yang barangkali diinginkan oleh para buruh. Krishna menyisih dari
perbuatan dan reaksi material. Misalnya, hujan tidak bertanggung jawab
untuk berbagai jenis tumbuhan yang muncul di muka bumi, walaupun tanpa
hujan seperti itu tidak mungkin ada tumbuhan. Kenyataan ini dibenarkan
dalam smrti Veda sebagai berikut:
nimitta-mātram evāsau
sṛjyānāḿ sarga-karmaṇi
pradhāna-kāraṇī-bhūtā
yato vai sṛjya-śaktayaḥ
Dalam ciptaan material, Tuhan hanyalah
sebab yang paling utama. Sebab sementara ialah alam material, yang
memungkinkan manifestasi alam semesta dapat dilihat." Ada berbagai jenis
makhluk hidup yang diciptakan, misalnya para dewa, manusia dan
binatang-binatang yang lebih rendah, dan semuanya dipengaruhi oleh
reaksi-reaksi dari kegiatan baik dan kegiatan buruk yang dilakukannya
pada masa lampau. Krishna hanya memberikan fasilitas yang benar kepada
mereka untuk kegiatan seperti itu serta peraturan dari sifat-sifat alam,
tetapi Beliau tidak pernah bertanggung jawab atas kegiatan mereka baik
pada masa lampau maupun sekarang. Dalam Vedanta-sutra (2.1.34)
dibenarkan, vaisamyanairgh‚nye na sapeksatvat: Krishna tidak pernah
berat sebelah terhadap makhluk hidup manapun. Makhluk hidup bertanggung
jawab atas perbuatannya sendiri. Krishna hanya memberikan fasilitas
kepada makhluk hidup, melalui perantara alam material, yaitu tenaga
luar. Orang yang menguasai sepenuhnya segala seluk beluk hukum
karmatersebut, atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil
atau pahala tidak dipengaruhi oleh hasil kegiatannya. Dengan kata lain,
orang yang mengerti sifat rohani Krishna adalah orang berpengalaman
dalam kesadaran Krishna, dan karena itu, ia tidak pernah dipengaruhi
oleh hukum-hukum karma. Orang yang tidak mengetahui sifat rohani Krishna
dan berpikir bahwa kegiatan Krishna bertujuan untuk menghasilkan
sesuatu, seperti halnya dengan kegiatan para makhluk hidup biasa, pasti
akan terikat dalam reaksi-reaksi hasil perbuatan. Tetapi orang yang
mengetahui Kebenaran Yang Paling Utama adalah roh yang sudah mencapai
pembebasan dan mantap dalam kesadaran Krishna.
4.15
evaḿ jñātvā kṛtaḿ karma
pūrvair api mumukṣubhiḥ
kuru karmaiva tasmāt tvaḿ
pūrvaiḥ pūrvataraḿ kṛtam
evam—demikian; jñātvā—mengetahui dengan baik; kṛtam—sudah dilakukan; karma—pekerjaan; pūrvaiḥ—oleh para penguasa pada masa lampau; api—memang; mumukṣubhiḥ—yang mencapai pembebasan; kuru—lakukanlah; karma—tugas kewajiban yang telah ditetapkan; evā—pasti; tasmāt—karena itu; tvām—engkau; pūrvaiḥ—oleh mereka yang telah mendahului kita; pūrva-taram—pada jaman purbakala; kṛtam—sebagaimana dilakukan.
Terjemahan
Semua orang yang sudah mencapai
pembebasan pada jaman purbakala bertindak dengan pengertian tersebut
tentang sifat rohani-Ku. Karena itu, sebaiknya engkau melaksanakan tugas
kewajibanmu dengan mengikuti langkah-langkah mereka.
Penjelasan
Ada dua golongan manusia. Hati
sebagian masyarakat manusia penuh hal-hal material yang kotor, dan
sebagian bebas dari hal-hal material. Kesadaran Krishna bermanfaat bagi
kedua golongan tersebut secara merata. Orang yang hatinya penuh hal-hal
yang kotor dapat mulai mengikuti garis kesadaran Krishna untuk
berangsur-angsur menyucikan diri, dengan mengikuti prinsip-prinsip yang
mengatur bhakti. Orang yang sudah disucikan dari hal-hal kotor dapat
terus bertindak dalam kesadaran Krishna yang sama supaya orang lain
dapat mengikuti kegiatannya sebagai teladan dan dengan demikian
mengambil manfaat. Orang bodoh atau orang yang baru mulai belajar
kesadaran Krishna seringkali ingin mengundurkan diri dari kegiatan tanpa
memiliki pengetahuan tentang kesadaran Krishna. Keinginan Arjuna untuk
mengundurkan diri dari kegiatan di medan perang tidak dibenarkan oleh
Krishna. Seseorang hanya perlu mengetahui bagaimana cara bertindak.
Mengundurkan diri dari kegiatan kesadaran Krishna dan duduk tanpa ikut
kegiatan orang lain sambil purapura sadar akan Krishna kurang penting
daripada sungguh-sungguh menjadi sibuk di lapangan kegiatan demi
Krishna. Di sini Arjuna dinasehati agar dia bertindak dalam kesadaran
Krishna, de ngan mengikuti langkah-langkah murid-murid Krishna dari
dahulu kala, misalnya Vivasvan, dewa matahari, sebagaimana disebut di
atas. Tuhan Yang Maha Esa mengetahui segala kegiatan-Nya dari masa
lampau, dan juga segala kegiatan orang yang telah bertindak dalam
kesadaran Krishna pada masa lampau. Karena itu, Beliau menganjurkan
perbuatan dewa matahari, yang telah mempelajari ilmu pengetahuan ini
dari Krishna beberapa juta tahun sebelumnya. Semua murid Sri Krishna
seperti itu disebut di sini sebagai orang yang sudah mencapai pembebasan
pada masa lampau. Mereka tekun melaksanakan tugas-tugas kewajiban yang
diberikan oleh Krishna.
4.16
kavayo 'py atra mohitāḥ
yaj jñātvā mokṣyase 'śubhāt
kim—apa; karma—perbuatan; kim—apa; akarma—tidak melakukan perbuatan; iti—demikian; kavayaḥ—orang cerdas; api—juga; atra—dalam hal ini; mohitāḥ—bingung; tat—itu; te—kepadamu; karma—pekerjaan; pravakṣyāmi—Aku akan menjelaskan; yat—yang; jñātvā—mengetahui; mokṣyase—engkau akan mencapai pembebasan; aśubhāt—dari segala nasib yang malang.
Terjemahan
Orang cerdaspun bingung dalam
menentukan apa itu perbuatan dan apa arti tidak melakukan perbuatan.
Sekarang Aku akan menjelaskan kepadamu apa arti perbuatan, dan setelah
mengetahui tentang hal ini engkau akan dibebaskan dari segala nasib yang
malang.
Penjelasan
Perbuatan dalam kesadaran Krishna
harus dilaksanakan menurut teladan yang diberikan oleh para penyembah
yang dapat dipercaya yang sudah mendahului kita. Hal ini dianjurkan
dalam ayat kelima belas. Mengapa perbuatan tersebut seharusnya tidak
dilakukan secara sendirisendiri akan dijelaskan dalam ayat berikut.
Untuk bertindak dalam kesadaran Krishna,
seseorang harus mengikuti tuntunan orang-orang yang dibenarkan dalam
garis perguruan rohani sebagaimana dijelaskan pada awal bab ini. Sistem
kesadaran Krishna diuraikan untuk pertama kalinya kepada dewa matahari.
Dewa matahari menjelaskan ilmu pengetahuan itu kepada puteranya yang
bernama Manu. Manu menjelaskan ilmu pengetahuan itu kepada puteranya
yang bernama Ikṣvāku, dan sistem tersebut masih berjalan di bumi ini
sejak jaman purbakala itu. Karena itu, seseorang harus mengikuti
langkah-langkah para penguasa dari dahulu dalam garis perguruan rohani.
Kalau tidak demikian, orang yang paling cerdas sekalipun akan
dibingungkan mengenai perbuatan baku kesadaran Krishna.Karena alasan
inilah Krishna mengambil keputusan untuk mengajarkan kesadaran Krishna
kepada Arjuna secara langsung. Oleh karena pelajaran langsung dari
Krishna kepada Arjuna, siapa pun, yang mengikuti langkah-langkah Arjuna
pasti tidak bingung.
Dikatakan bahwa seseorang tidak dapat
menentukan cara-cara dharma hanya dengan pengetahuan yang kurang
sempurna berdasarkan percobaan. Sebenarnya, prinsip-prinsip dharma hanya
dapat ditentukan oleh Tuhan Sendiri. Dharmam tu saksad
bhagavad-pranitam (Bhag. 6.3.19). Tiada seorang pun yang dapat
menciptakan suatu prinsip dharma dengan angan-angannya yang kurang
sempurna. Seseorang harus mengikuti langkah-langkah penguasa besar
seperti Brahma, Siva, Nārada, Manu, para -Kumara, Kapila, Prahlada,
Bhīṣma, Sukadeva Gosvami, Yamarājā , Janaka, dan Bali Maharājā .
Seseorang tidak dapat menentukan apa arti dharma ataupun keinsafan diri
melalui angan-angan. Karena itu, atas karunia-Nya yang tiada sebabnya
terhadap para penyembah-Nya, Krishna menjelaskan secara langsung kepada
Arjuna apa arti perbuatan dan apa arti tidak melakukan perbuatan. Hanya
perbuatan yang dilakukan dalam kesadaran Krishna dapat menyelamatkan
seseorang dari ikatan kehidupan material.
4.17
karmaṇo hy api boddhavyaḿ
boddhavyaḿ ca vikarmaṇaḥ
akarmaṇaś ca boddhavyaḿ
gahanā karmaṇo gatiḥ
karmaṇaḥ—mengenai pekerjaan; hi—pasti; api—juga; boddhavyam—harus dimengerti; boddhavyam—harus dimengerti; ca—juga; vikarmaṇaḥ—mengenai pekerjaan yang terlarang; akarmaṇaḥ—mengenai tidak melakukan perbuatan; ca—juga; boddhavyam—harus dimengerti; gahanā—sulit sekali; karmaṇaḥ—dari pekerjaan; gatiḥ—masuk.
Terjemahan
Seluk beluk perbuatan sulit
sekali dimengerti. Karena itu, hendaknya seseorang mengetahui dengan
sebenarnya apa arti perbuatan, apa arti perbuatan yang terlarang, dan
apa arti tidak melakukan perbuatan.
Penjelasan
Kalau seseorang sungguh-sungguh
ingin mencapai pembebasan dari ikatan material, ia harus mengerti
perbedaan antara perbuatan, tidak melakukan perbuatan dan perbuatan yang
tidak dibenarkan. Seseorang harus menekuni analisis perbuatan, reaksi
dan perbuatan yang terputarba lik seperti itu, sebab itu merupakan mata
pelajaran yang sulit sekali. Untuk mengerti kesadaran Krishna dan
perbuatan menurut sifat-sifatnya, seseorang harus mempelajari hubungan
antara Diri-Nya dengan Yang Mahakuasa; yaitu orang yang sudah
mempelajari hal ini secara sempurna mengetahui bahwa setiap makhluk
hidup adalah hamba Tuhan yang kekal, dan karena itu, ia harus bertindak
dalam kesadaran Krishna. Seluruh Bhagavad-gita diarahkan menuju
kesimpulan tersebut. Kesimpulan-kesimpulan lain, yang bertentangan
dengan kesadaran ini serta perbuatanperbuatan sehubungan dengan
kesadaran itu adalah vikarma, perbuatan terlarang. Untuk mengerti segala
hal tersebut, orang harus bergaul dengan tujuan-tujuan yang dapat
dipercaya dalam kesadaran Krishna dan mempelajari rahasia tersebut dari
mereka; ini sama seperti belajar dari Tuhan Sendiri. Kalau tidak
demikian, orang yang paling cerdas sekalipun akan dibingungkan.
4.18
karmaṇy akarma yaḥ paśyed
akarmaṇi ca karma yaḥ
sa buddhimān manuṣyeṣu
sa yuktaḥ kṛtsna-karma-kṛt
karmaṇi—dalam perbuatan; akarma—tidak melakukan perbuatan; yaḥ—orang yang; paśyet—melihat; akarmaṇi—dalam tidak melakukan perbuatan; ca—juga; karma—perbuatan yang membuahkan hasil; yaḥ—orang yang; saḥ—dia; buddhi-mān—cerdas; manuṣyeṣu—dalam masyarakat manusia; saḥ—dia; yuktaḥ—berada dalam kedudukan rohani; kṛtsna-karma-kṛt—walaupun sibuk dalam segala kegiatan.
Terjemahan
Orang yang melihat keadaan tidak
melakukan perbuatan dalam perbuatan, dan perbuatan dalam keadaan tidak
melakukan perbuatan, adalah orang cerdas dalam masyarakat manusia. Dia
berada dalam kedudukan rohani, walaupun ia sibuk dalam segala jenis
kegiatan.
Penjelasan
Orang yang bertindak dalam kesadaran
Krishna sewajarnya bebas dari ikatan karma. Kegiatan orang yang sadar
akan Krishna semua dilakukan untuk Krishna. Karena itu, ia tidak
menikmati atau menderita efek manapun dari pekerjaan dan dialah yang
cerdas dalam masyarakat manusia, walaupun dia sibuk dalam segala jenis
kegiatan untuk Krishna. Akarma berarti tanpa reaksi dari pekerjaan.
Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan menghentikan kegiatan
yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala karena takut, supaya
perbuatan sebagai akibatnya tidak akan menjadi batu rintangan di jalan
menuju keinsafan diri. Tetapi orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan
mengetahui dengan benar tentang kedudukannya sebagai hamba Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa yang kekal. Karena itu, ia menekuni kegiatan
kesadaran Krishna. Oleh karena segala sesuatu dilakukan demi Krishna,
dia hanya menikmati kebahagiaan rohani dalam pelaksanaan pengabdian ini.
Diketahui bahwa orang yang menekuni proses ini bebas dari keinginan
untuk kepuasan indera-indera pribadi. Rasa pengabdian kekal kepada
Krishna menyebabkan seseorang kebal terhadap segala unsur reaksi dari
pekerjaan.
4.19
yasya sarve samārambhāḥ
kāma-sańkalpa-varjitāḥ
jñānāgni-dagdha-karmaṇaḿ
tam āhuḥ paṇḍitaḿ budhāḥ
yasya—orang yang; sarve—segala jenis; samārambhāḥ—usaha-usaha; kāma—berdasarkan keinginan untuk kepuasan indera-indera; sańkalpa—ketabahan hati; varjitāḥ—kekurangan; jñāna—pengetahuan yang sempurna; agni—oleh api; dagdha—dibakar; karmaṇām—orang yang pekerjaannya; tam—dia; āhuḥ—menyatakan; paṇḍitam—bijaksana; budhāḥ—orang yang mengenal.
Terjemahan
Dimengerti bahwa seseorang
memiliki pengetahuan sepenuhnya kalau setiap usahanya bebas dari
keinginan untuk kepuasan indera-indera. Para resi mengatakan bahwa
reaksi pekerjaan orang yang bekerja seperti itu sudah dibakar oleh api
pengetahuan yang sempurna.
Penjelasan
Hanya orang yang mempunyai
pengetahuan sepenuhnya dapat mengerti kegiatan orang yang sadar akan
Krishna. Oleh karena orang dalam kesadaran Krishna bebas dari segala
jenis kecenderungan untuk memuaskan indera-indera, dimengerti bahwa dia
sudah membakar reaksi pekerjaannya dengan pengetahuan sempurna tentang
kedudukan dasarnya sebagai hamba Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang
kekal. Orang yang sudah mencapai kesempurnaan pengetahuan seperti itu
sungguh-sungguh bijaksana. Mengembangkan pengetahuan ini tentang
pengabdian kekal kepada Tuhan diumpamakan sebagai api. Begitu api
seperti itu dinyalakan, api itu dapat membakar segala jenis reaksi
pekerjaan.
4.20
tyaktvā karma-phalāsańgaḿ
nitya-tṛpto nirāśrayaḥ
karmaṇy abhipravṛtto 'pi
naiva kiñcit karoti saḥ
tyaktvā—setelah meninggalkan; karma-phala-āsańgam—ikatan terhadap hasil atau pahala; nitya—selalu; tṛptaḥ—merasa puas; nirāśrayaḥ—tanpa perlindungan apapun; karmaṇi—dalam kegiatan; abhipravṛttaḥ—dengan menjadi sibuk sepenuhnya; api—walaupun; na—tidak; evā—pasti; kiñcit—sesuatupun; karoti—melakukan; saḥ—dia.
Terjemahan
Dengan melepaskan segala ikatan
terhadap segala hasil kegiatannya, selalu puas dan bebas, dia tidak
melakukan perbuatan apapun yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau
pahala, walaupun ia sibuk dalam segala jenis usaha.
Penjelasan
Kebebasan dari ikatan perbuatan
tersebut hanya dimungkinkan dalam kesadaran Krishna, apabila seseorang
melakukan segala sesuatu untuk Krishna. Orang yang sadar akan Krishna
bertindak berdasarkan cinta bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Karena itu, dia tidak tertarik sama sekali terhadap hasil
perbuatan. Ia tidak terikat untuk memelihara Diri-Nya sendiri, sebab
segala sesuatu diserahkan kepada Krishna. Dia juga tidak berhasrat
memperoleh benda-benda ataupun untuk melindungi benda-benda yang sudah
dimilikinya. Dia melakukan tugas kewajiban sebaikbaiknya menurut
kemampuannya dan dia menyerahkan segala sesuatu kepada Krishna. Orang
yang tidak terikat seperti itu selalu bebas dari reaksi-reaksi sebagai
akibat hal yang baik dan hal yang buruk; seolah-olah dia tidak berbuat
apa-apa. Inilah tanda akarma, atau perbuatan tanpa reaksi dari kegiatan
yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala. Karena itu,
perbuatan apapun yang lain yang kekurangan kesadaran Krishna akan
mengikat orang yang mengerjakannya, dan itulah ciri vikarmayang nyata,
sebagaimana dijelaskan di atas.
4.21
nirāśīr yata-cittātmā
tyakta-sarva-parigrahaḥ
śārīraḿ kevalaḿ karma
kurvan nāpnoti kilbiṣam
nirāśīḥ—tanpa keinginan untuk mendapatkan hasil; yata—dikendalikan; citta-ātmā—pikiran dan kecerdasan; tyakta—meninggalkan; sarva—semuanya; parigrahaḥ—rasa memiliki harta benda; śārīram—dalam memelihara jiwa dan raga; kevalam—hanya; karma—pekerjaan; kurvan—melaksanakan; na—tidak pernah; āpnoti—memperoleh; kilbisam—reaksi-reaksi dosa.
Terjemahan
Orang yang mengerti bertindak
dengan pikiran dan kecerdasan dikendalikan secara sempurna. Ia
meninggalkan segala rasa memiliki harta bendanya dan hanya bertindak
untuk kebutuhan dasar hidup. Bekerja dengan cara seperti itu, ia tidak
dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krshna tidak
mengharapkan hasil yang baik maupun buruk dalam kegiatannya. Pikiran dan
kecerdasannya terkendalikan sepenuhnya. Dia mengetahui bahwa Diri-Nya
adalah bagian dari Yang Mahakuasa yang mempunyai sifat seperti Yang
Mahakuasa. Karena itu, peranan yang dimainkannya, sebagai bagian dari
keseluruhan yang mempunyai sifat yang sama seperti keseluruhan itu,
bukan kegiatannya sendiri, tetapi hanya sedang dilakukan oleh Yang
Mahakuasa melalui dia. Apabila tangan bergerak, tangan tidak bergerak
sendiri, tetapi karena usaha seluruh tubuh. Orang yang sadar akan
Krishna selalu digabungkan dengan keinginan Yang Mahakuasa, sebab dia
tidak mempunyai keinginan untuk kepuasan indera-indera pribadi. Dia
bergerak persis seperti suku cadang dalam mesin. Suku cadang dalam mesin
perlu diberi oli dan dibersihkan untuk dipelihara. Begitupula, orang
yang sadar akan Krishna memelihara Diri-Nya dengan pekerjaannya hanya
supaya Diri-Nya tetap kuat untuk melakukan perbuatan dalam cinta-bhakti
rohani kepada Tuhan. Karena itu, ia kebal terhadap segala reaksi dari
usaha-usahanya. Bagaikan binatang dia tidak mempunyai hak milik bahkan
atas badannya sendiri. Pemilik binatang yang kejam kadang-kadang
membunuh binatang yang dimilikinya, namun binatang itu tidak mengajukan
keberatan. Binatang itu juga tidak mempunyai kebebasan yang sebenarnya.
Orang yang sadar akan Krishna tekun sepenuhnya dalam keinsafan diri.
Karena itu, sedikit sekali waktunya untuk memiliki obyek material
manapun secara palsu. Dia tidak memerlukan cara yang tidak halal untuk
mengumpulkan uang guna memelihara jiwa dan raganya. Jadi, dia tidak
dicemari oleh dosa-dosa material seperti itu. Dia bebas dari segala
reaksi perbuatannya.
4.22
yadṛcchā-lābha-santuṣṭo
dvandvātīto vimatsaraḥ
samaḥ siddhāv asiddhau ca
kṛtvāpi na nibadhyate
yadṛcchā—dengan sendirinya; lābha—dengan keuntungan; santuṣṭaḥ—puas; dvandva—hal-hal yang relatif; atītaḥ—dilampaui; vimatsaraḥ—bebas dari rasa iri; samaḥ—mantap; siddhau—dalam sukses; asiddhau—kegagalan; ca—juga; kṛtvā—melakukan; api—walaupun; na—tidak pernah; nibadhyate—dipengaruhi.
Terjemahan
Orang yang puas dengan
keuntungan yang datang dengan sendirinya, bebas dari hal-hal relatif,
tidak iri hati, dan mantap baik dalam sukses maupun kegagalan, tidak
pernah terikat, walaupun ia melakukan perbuatan.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna tidak
banyak berusaha bahkan untuk memelihara badannya sekalipun. Dia berpuas
dengan keuntungan yang diperoleh dengan sendirinya. Dia tidak mengemis
maupun meminjam, tetapi dia bekerja dengan jujur sesuai dengan
kekuatannya, dan dia berpuas hati dengan apapun yang diperolehnya dengan
pekerjaannya yang jujur. Karena itu, dia bebas dalam pencahariannya.
Dia tidak membiarkan pengabdian siapapun mengalangi pengabdian
pribadinya dalam kesadaran Krishna. Akan tetapi, untuk pengabdian kepada
Krishna dia dapat ikut serta dalam jenis perbuatan manapun tanpa
diganggu oleh hal-hal relatif dari dunia material. Hal-hal yang relatif
di dunia material dirasakan sebagai panas dingin, atau kesengsaraan dan
kebahagiaan. Orang yang sadar akan Krishna berada di atas hal-hal yang
relatif karena dia tidak ragu-ragu bertindak dengan cara manapun untuk
memuaskan Krishna. Karena itu, dia mantap, baik dalam sukses maupun
dalam kegagalan. Tanda-tanda tersebut dapat dilihat kalau seseorang
sudah memiliki pengetahuan rohani sepenuhnya.
4.23
gata-sańgasya muktasya
jñānāvasthita-cetasāḥ
yajñāyācarataḥ karma
samagraḿ pravilīyate
gata-sańgasya—mengenai orang yang tidak terikat pada sifat-sifat alam material; muktasya—mengenai orang yang mencapai pembebasan; jñāna-avasthita—mantap dalam kerohanian; cetasāh—orang yang kebijaksanaannya; yajñāya—demi yajñā (Krishna); ācarataḥ—bertindak; karma—pekerjaan; samagram—secara keseluruhan; praviliyate—menunggal sepenuhnya.
Terjemahan
Pekerjaan orang yang tidak
terikat kepada sifat-sifat alam material dan mantap sepenuhnya dalam
pengetahuan rohani menunggal sepenuhnya ke dalam kerohanian.
Penjelasan
Dengan menjadi sadar akan Krishna
sepenuhnya, seseorang dibebaskan dari segala hal yang relatif dan dengan
demikian ia dibebaskan dari pencemaran sifat-sifat material. Dia dapat
mencapai pembebasan karena dia mengetahui kedudukan dasarnya berhubungan
dengan Krishna; jadi, pikirannya tidak dapat ditarik oleh hal-hal di
luar kesadaran Krishna. Karena itu, apapun yang dilakukannya, dilakukan
untuk Krishna. Krishna adalah Visnu yang asli. Karena itu, semua
pekerjaannya dapat disebut dengan istilah korban suci, sebab korban suci
bertujuan memuaskan Kepribadian Yang Paling Utama, Visnu, Krishna.
Reaksi hasil segala pekerjaan seperti itu tentu saja menunggal ke dalam
kerohanian, dan seseorang tidak menderita efek-efek material.
4.24
brahmārpaṇaḿ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam
brahmaiva tena gantavyaḿ
brahma-karma-samādhinā
brahma—bersifat rohani; arpaṇam—sumbangan; brahma—Yang Mahakuasa; haviḥ—mentega; brahma—rohani; agnau—di dalam api penyempurnaan; brahmaṇā—oleh sang roh; hutam—dipersembahkan; brahma—kerajaan rohani; evā—pasti; tena—oleh dia; gantavyam—untuk dicapai; brahma—rohani; karma—dalam kegiatan; samādhinā—dengan menjadi tekun sepenuhnya.
Terjemahan
Orang yang tekun sepenuhnya
dalam kesadaran Krishna pasti akan mencapai kerajaan rohani karena dia
sudah menyumbang sepenuhnya kepada kegiatan rohani. Dalam kegiatan
rohani tersebut penyempurnaan bersifat mutlak dan apa yang
dipersembahkan juga mempunyai sifat rohani yang sama.
Penjelasan
Di sini diuraikan bagaimana kegiatan
dalam kesadaran Krishna akhirnya dapat membawa seseorang sampai tujuan
rohani. Ada berbagai kegiatan dalam kesadaran Krishna, dan semua
kegiatan itu akan diuraikan dalam ayat-ayat berikut. Tetapi, sementara
ini, hanya prinsip kesadaran Krishna diuraikan. Roh yang terikat,
terjerat dalam pengaruh material, pasti akan bertindak dalam suasana
material, namun ia harus keluar dari lingkungan seperti itu. Proses yang
memungkinkan roh yang terikat keluar dari suasana material ialah
kesadaran Krishna. Misalnya, orang yang menderita sakit perut akibat
minum susu terlalu banyak disembuhkan dengan makanan lain terbuat dari
susu, yaitu susu asam. Roh yang terikat dan terlibat sepenuhnya dalam
keduniawian dapat disembuhkan oleh kesadaran Krishna sebagaimana
dikemukakan di sini dalam Bhagavad-gita. Proses tersebut pada umumnya
dikenal sebagai yajñā, atau kegiatan (korban suci) yang hanya
dimaksudkan untuk memuaskan Visnu, atau Krishna. Makin banyak kegiatan
dunia material yang dilakukan dalam kesadaran Krishna, atau hanya untuk
Visnu saja, makin suasana dirohanikan dengan cara penyerapan sepenuhnya.
Kata brahma (Brahman) berarti rohani." Tuhan bersifat rohani, dan sinar
dari badan rohani Beliau disebut brahmajyoti, cahaya rohani Beliau.
Segala sesuatu yang ada terletak dalam brahmajyoti itu, tetapi apabila
jyoti ditutupi oleh khayalan (mayā ) atau kepuasan indera-indera itu
disebut material. Tirai material tersebut dapat segera dihilangkan oleh
kesadaran Krishna. Jadi, persembahan demi kesadaran Krishna, unsur yang
memakan persembahan atau sumbangan seperti itu, proses makan, orang yang
menyumbang, dan hasilnyā—semua digabungkan bersama-sama—adalah Brahman,
atau Kebenaran Mutlak. Kebenaran Mutlak yang ditutupi oleh mayā
disebut alam. Apabila alam digabungkan demi Kebenaran Mutlak, alam
memperoleh kembali sifat rohaninya. Kesadaran Krishna adalah proses
untuk mengubah kesadaran khayalan menjadi Brahman atau Yang Mahakuasa.
Apabila pikiran khusuk sepenuhnya dalam kesadaran Krishna, dikatakan
bahwa pikiran berada dalam samadhi, atau semadi. Apapun yang dilakukan
dalam kesadaran rohani seperti itu disebut yajñā, atau korban suci demi
Sang Mutlak. Dalam kesadaran rohani seperti itu, orang yang menyumbang,
sumbangan, cara sumbangan itu dimakan, pelaksana atau pemimpin
pelaksanaan, serta hasil atau keuntungan pada akhirnya—segala
sesuatu—menjadi satu dalam Sang Mutlak, Brahman Yang Paling Utama.
Itulah cara kesadaran Krishna.
4.25
daivam evāpare yajñaḿ
yoginaḥ paryupāsate
brahmāgnāv apare yajñaḿ
yajñenaivopajuhvati
daivam—dalam menyembah para dewa; evā—seperti ini; apare—beberapa yang lain; yajñām—korban-korban suci; yoginaḥ—para ahli kebatinan; paryupāsate—menyembah secara sempurna; brahma—mengenai Kebenaran Mutlak; agnau—di dalam api; apare—orang lain; yajñām—korban suci; yajñena—oleh korban suci; evā—demikian; upajuhvati—mempersembahkan.
Terjemahan
Beberapa yogi menyembah para
dewa yang sempurna dengan cara menghaturkan berbagai jenis korban suci
kepada mereka, dan beberapa di antaranya mempersembahkan korban-korban
suci dalam api Brahman Yang Paling Utama.
Penjelasan
Sebagaimana diuraikan di atas, orang
yang tekun melaksanakan tugas-tugas kewajiban dalam kesadaran Krishna
juga disebut seorang yogi yang sempurna atau ahli kebatinan kelas utama.
Tetapi ada juga orang lain yang melakukan korban-korban yang serupa
dalam sembahyang kepada para dewa, dan ada orang lain lagi yang
berkorban kepada Brahman Yang Paling Utama, atau aspek bukan pribadi
Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, ada berbagai jenis korban suci menurut
golongan-golongan yang berbeda. Aneka golongan korban suci yang
dilakukan oleh berbagai jenis pelaksana seperti itu hanya menggariskan
aneka jenis korban suci secara lahiriah. Korban suci yang sejati berarti
memuaskan Tuhan Yang Maha Esa, Visnu, yang juga bernama yajñā.
Segala jenis korban suci terdiri dari dua golongan utama yaitu;
mengorbankan harta benda material dan korban suci dalam usaha mencari
pengetahuan rohani. Orang yang sadar akan Krishna mengorbankan segala
harta benda material untuk memuaskan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan
orang lain, yang ingin mendapatkan kesenangan material yang bersifat
sementara mengorbankan harta bendanya untuk memuaskan para dewa,
misalnya Indra, dewa matahari, dan sebagainya. Orang lain, yang tidak
mengakui bentuk pribadi Tuhan, mengorbankan identitasnya dengan cara
menunggal ke dalam keberadaan Brahman yang tidak bersifat pribadi. Para
dewa adalah makhluk-makhluk hidup perkasa yang dikuasakan oleh Tuhan
Yang Maha Esa untuk memelihara dan mengawasi segala fungsi material
seperti memanaskan, menyirami dan menerangi alam semesta. Orang yang
tertarik untuk mendapat keuntungan material menyembah para dewa dengan
berbagai korban suci menurut ritual-ritual Veda. Mereka disebut
bahv-Isvara
vadi, atau orang yang percaya kepada
banyak dewa. Tetapi orang lain, yang menyembah aspek tak pribadi
Kebenaran Mutlak dan menganggap bentuk-bentuk para dewa bersifat
sementara mengorbankan diri individualnya ke dalam api yang paling
utama. Dengan demikian mereka mengakhiri keberadaan individualnya
melalui cara menunggal ke dalam keberadaan Yang Mahakuasa. Orang yang
tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan seperti itu mengorbankan waktunya
dalam angan-angan filsafat untuk mengerti sifat rohani Yang Mahakuasa.
Dengan kata lain, orang yang bekerja dengan tujuan mendapat hasil atau
pahala untuk dinikmati mengorbankan harta benda materialnya untuk
kenikmatan material, sedangkan orang yang tidak mengakui bentuk pribadi
Tuhan mengorbankan julukan materialnya dengan maksud menunggal ke dalam
keberadaan Yang Mahakuasa. Tempat menghaturkan korban suci dengan api
adalah Brahman Yang Paling Utama bagi orang yang tidak mengakui bentuk
pribadi Tuhan. Yang dipersembahkan ialah sang diri yang dimakan oleh api
Brahman. Akan tetapi, orang yang sadar akan Krishna seperti Arjuna,
mengorbankan segala sesuatu untuk memuaskan Krishna, dan dengan
demikian, harta benda materialnya berikut Diri-Nya sendiri—segala
sesuatu—dikorbankan untuk Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan
Krishna adalah yogi kelas satu; tetapi ia tidak kehilangan keberadaan
pribadinya.
4.26
śrotrādīnīndriyāṇy anye
saḿyamāgniṣu juhvati
śabdādīn viṣayān anya
indriyāgniṣu juhvati
śrotra-ādīni—seperti proses mendengar; indriyāṇi—indera-indera; anye—orang lain; saḿyama—mengekang; agniṣu—di dalam api-api; juhvati—mempersembahkan; śabda-ādīn—getaran suara dan sebagainya; viṣayān—obyek-obyek kepuasan indera-indera; anye—orang lain; indriya—indera-indera; agniṣu—di dalam api-api; juhvati—mereka mengorbankan.
Terjemahan
Beberapa orang [para brahmacari
yang tidak ternoda] mengorbankan proses mendengar dan indera-indera di
dalam api pengendalian pikiran, dan orang lain [orang yang berumah
tangga yang teratur] mengorbankan obyek-obyek indera ke dalam api
indera-indera.
Penjelasan
Para anggota empat bagian kehidupan
manusia, yaitu, brahmacari, grhastha, vanaprastha, dan sannyāsī, semua
dimaksudkan untuk menjadi yogi atau rohaniwan yang sempurna. Oleh karena
kehidupan manusia tidak dimaksudkan untuk menikmati kepuasan
indera-indera seperti binatang, empat tingkat kehidupan manusia tersusun
sedemikian rupa agar seseorang dapat menjadi sempurna dalam kehidupan
rohani. Para brahmacari, atau murid-murid di bawah pengawasan guru
kerohanian yang dapat dipercaya, mengendalikan pikiran dengan berpantang
kepuasan indera-indera. Seorang brahmacari hanya mendengar kata-kata
tentang kesadaran Krishna. Mendengar adalah prinsip dasar untuk
pengertian; karena itu, seorang brahma cari yang murni sepenuhnya
menekuni harer namanukirtanam—memuji dan mendengar kebesaran Tuhan. Dia
mengekang Diri-Nya dari getaran suara material. Dengan demikian,
pendengarannya digunakan untuk menekuni getaran suara rohani Hare
Krishna, Hare Krishna. Begitu pula, orang yang berumahtangga, yang
mempunyai sejenis izin untuk kepuasan indera-indera, melakukan perbuatan
seperti itu dengan sangat mengendalikan diri. Hubungan suami isteri,
mabuk-mabukan dan makan daging adalah kecenderungan umum masyarakat
manusia, tetapi orang berumah tangga yang teratur tidak melakukan
hubungan suami-isteri maupun kepuasan indera-indera lainnya secara tidak
terbatas. Karena itu pernikahan berdasarkan prinsip-prinsip hidup
beragama masih ada dalam semua masyarakat yang beradab, sebab itulah
cara untuk mengadakan hubungan suami-isteri secara terbatas. Hubungan
suami isteri yang terbatas dan tidak terikat seperti ini juga merupakan
sejenis yajñā, sebab orang berumah tangga yang mengendalikan diri
mengorbankan kecenderungan umum kepuasan indera-indera dalam hatinya
demi kehidupan rohani yang lebih tinggi.
4.27
sarvāṇīndriya-karmaṇi
prāṇa-karmaṇi cāpare
ātma-saḿyama-yogāgnau
juhvati jñāna-dīpite
sarvāni—dari semua; indriya—indera-indera; karmaṇi—fungsi-fungsi; prāṇa-karmaṇi—fungsi-fungsi nafas hidup; ca—juga; apare—orang lain; ātma-saḿyama—mengenai pengendalian pikiran; yoga—proses penyambungan; agnau—di dalam api; juhvati—mempersembahkan; jñāna-dīpite—karena keinginan untuk keinsafan diri.
Terjemahan
Orang lain, yang berminat
mencapai keinsafan diri dengan cara mengendalikan pikiran dan
indera-indera, mempersembahkan fungsi-fungsi semua indera, dan nafas
kehidupan, sebagai persembahan ke dalam api pikiran yang terkendalikan.
Penjelasan
Sistem yoga yang disusun oleh
Patanjali disebut di sini. Di dalam Yoga-sutra Patanjali, sang roh
disebut pratyagatma dan paragatma. Selama sang roh terikat pada
kenikmatan indera-indera, sang roh disebut paragatma, tetapi begitu roh
yang sama lepas dari ikatan terhadap kanikmatan indera-indera seperti
itu, ia disebut pratyagatma. Sang roh dipengaruhi oleh fungsi-fungsi
sepuluh jenis angin yang bekerja di dalam tubuh, dan ini dapat dirasakan
melalui sistem nafas. Sistem yoga Patanjali mengajarkan orang tentang
bagaimana cara mengendalikan fungsi-fungsi angin di dalam badan dengan
cara tekhnis supaya akhirnya semua fungsi angin di dalam menguntungkan
untuk menyucikan sang roh dari ikatan material. Menurut sistem yoga
tersebut, pratyagatma adalah tujuan terakhir. Pratyagatma tersebut
ditarik dari kegiatan di lingkungan alam. Ada hal saling mempengaruhi
antara indera-indera dengan obyek-obyek indera, misalnya telinga untuk
mendengar, mata untuk melihat, hidung untuk mencium, lidah untuk
merasakan, tangan untuk meraba, dan semuanya sibuk seperti itu dalam
kegiatan di luar sang diri. Itu disebut fungsi-fungsi praṇavayu.
Apanavayu turun ke bawah, vyanavayu bertindak untuk menciutkan dan untuk
memperbesar, samanavayu mengatur keseimbangan, udanavayu naik ke
atas—dan apabila seseorang sudah dibebaskan dari kebodohan, ia
menggunakan segala unsur tersebut dalam usaha mencari keinsafan diri.
4.28
dravya-yajñās tapo-yajñā
yoga-yajñās tathāpare
svādhyāya-jñāna-yajñāś ca
yatayaḥ saḿśita-vratāḥ
dravya-yajñāḥ—mengorbankan harta benda; tapaḥ-yajñāḥ—korban suci dalam pertapaan; yoga-yajñāḥ—korban suci dalam kebatinan terdiri dari delapan bagian; tathā—demikian; apare—orang lain; svādhyāya—korban suci dalam mempelajari Veda; jñāna-yajñāḥ—korban suci dalam memajukan pengetahuan rohani; ca—juga; yatayaḥ—orang yang dibebaskan dari kebodohan; saḿśita-vratāḥ—mengikuti sumpahsumpah dengan tegas.
Terjemahan
Setelah bersumpah dengan tegas,
beberapa di antara mereka dibebaskan dari kebodohan dengan cara
mengorbankan harta bendanya, sedangkan orang lain dengan melakukan
pertapaan yang keras, dengan berlatih yoga kebatinan terdiri dari
delapan bagian, atau dengan mempelajari Veda untuk maju dalam
pengetahuan rohani.
Penjelasan
Korban-korban suci tersebut terdiri
dari berbagai bagian. Ada orang yang mengorbankan harta bendanya dalam
bentuk berbagai jenis kedermawanan. Di India, masyarakat pedagang yang
kaya atau golongan rājā membuka berbagai jenis lembaga sosial, misalnya
dharmasala, annaksetra, atithisala, anathalaya, dan vidyapitha. Di
negaranegara lain juga ada banyak rumah sakit, rumah jompo dan
lembaga-lembaga sosial yang serupa yang dimaksudkan untuk membagikan
makanan, pendidikan dan pengobatan secara cumacuma untuk orang miskin.
Segala kegiatan kedermawanan tersebut disebut dravyamāyayā jñā. Ada pula
orang lain yang rela menjalani banyak jenis pertapaan, misalnya
candrayana, dan caturmasya untuk naik tingkat dalam kehidupan atau untuk
diangkat sampai planet-planet yang lebih tinggi di alam semesta.
Proses-proses tersebut menyangkut sumpahsumpah yang tegas untuk hidup di
bawah aturan yang ketat. Misalnya, menurut sumpah caturmasya, calon
pertapa tidak mencukur jenggot dan kumisnya selama empat bulan dalam
satu tahun (Juli sampai Oktober), berpantang makanan tertentu, tidak
makan lebih daripada sekali sehari, dan tidak meninggalkan rumahnya.
Mengorbankan kesenangan hidup seperti itu disebut tapomāyayā jñā. Ada
orang lain lagi yang menekuni berbagai jenis yoga kebatinan, misalnya
sistem Patanjali (untuk menunggal ke dalam keberadaan Yang Mutlak), atau
hatha-yoga atau astanga-yoga (untuk mencapai kesempurnaankesempurnaan
tertentu). Ada beberapa orang yang berjalan ke semua tempat perziarahan
yang suci. Segala latihan itu disebut yogayajñā, yaitu berkorban untuk
mencapai jenis kesempurnaan tertentu di dunia material. Ada orang lain
yang tekun mempelajari berbagai sastera Veda, khususnya
Upanisad-upanisad dan Vedanta-sutra, atau filsafat Sāńkhya. Semua
kegiatan itu disebut svādhyāyayajñā, atau kesibukan dalam korban suci
pelajaran. Semua yogi tersebut tekun dengan setia dalam berbagai jenis
korban suci dan mereka mencari status hidup yang lebih tinggi. Akan
tetapi, kesadaran Krishna lain daripada kegiatan tersebut, sebab
kesadaran Krishna adalah pengabdian langsung kepada Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Kesadaran Krishna tidak dapat dicapai dengan salah satu
di antara jenis-jenis korban suci tersebut di atas, tetapi hanya dapat
dicapai atas karunia Tuhan dan para penyembah Tuhan yang dapat
dipercaya. Karena itu, kesadaran Krishna bersifat rohani.
4.29
apāne juhvati prāṇaḿ
prāṇe 'pānaḿ tathāpare
prāṇāpāna-gatī ruddhvā
prāṇāyāma-parāyaṇāḥ
apare niyatāhārāḥ
prāṇān prāṇeṣu juhvati
apāne—di dalam udara yang bergerak ke bawah; juhvati—mempersembahkan; prāṇam—udara yang bergerak ke luar; prāṇe—di dalam udara yang bergerak ke luar; apānam—udara yang bergerak ke bawah; tathā—seperti itu juga; apare—lain-lain; prāṇa—mengenai udara yang bergerak ke luar; apāna—dan udara yang bergerak ke bawah; gatī—gerak; ruddhvā—menghentikan; prāṇa-āyāma—semadi yang diprakarsai dengan cara menghentikan segala nafas; parāyaṇāḥ—berminat seperti itu; apare—orang lain; niyata—setelah mengendalikan; āhārāḥ—makan; prāṇān—udara yang keluar; prāṇeṣu—di dalam udara yang keluar; juhvati—korban suci.
Terjemahan
Ada orang lain yang tertarik
pada proses menahan nafas agar tetap dalam semadi. Mereka berlatih
dengan mempersembahkan gerak nafas ke luar ke dalam nafas yang masuk,
dan nafas yang masuk ke dalam nafas yang ke luar, dan dengan demikian
akhirnya mereka mantap dalam semadi, dengan menghentikan nafas sama
sekali. Orang lain membatasi proses makan, dan mempersembahkan nafas ke
luar ke dalam nafas yang ke luar sebagai korban suci.
Penjelasan
Sistem yoga tersebut untuk
mengendalikan proses nafas disebut pranayama, dan pada tahap permulaan,
sistem itu dipraktekkan dalam sistem hatha-yoga melalui berbagai sikap
duduk (āsana). Semua proses tersebut dianjurkan untuk mengendalikan
indera-indera dan kemajuan dalam keinsafan rohani. Latihan tersebut
menyangkut mengendalikan udara di dalam badan agar arah jalan udaraudara
itu dibalikkan. Udara apana bergerak ke bawah, dan udara prana bergerak
ke atas. Seorang pranayama yogi melakukan latihan tarik nafas secara
terbalik sampai akhirnya arus-arus udara dinetralisir hingga menjadi
puraka, keseimbangan. Mempersembahkan nafas yang dihembus ke dalam nafas
ditarik disebut recaka. Apabila kedua arus udara telah dihentikan sama
sekali, dikatakan seseorang berada dalam kumbhaka-yoga. Dengan berlatih
kumbhakayoga, seseorang dapat memperpanjang usia hidup untuk mencapai
kesempurnaan dalam keinsafan rohani. Seorang yogi yang cerdas berminat
mencapai kesempurnaan dalam hidup ini, tanpa menunggu sampai penjelmaan
yang akan datang. Dengan berlatih kumbhaka-yoga, para yogi memperpanjang
usia hidup selama bertahun-tahun. Akan tetapi, orang yang sadar akan
Krishna selalu mantap dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan; karena
itu, dengan sendirinya ia mengendalikan indera-inderanya. Indera-indera
seorang penyembah selalu tekun dalam pengabdian kepada Krishna. Karena
itu, tidak mungkin indera-indera itu mempunyai kesibukan lain. Jadi,
pada akhir riwayatnya, secara wajar seorang penyembah dipindahkan ke
alam rohani Sri Krishna. Karena itu, seorang penyembah tidak berusaha
memperpanjang umurnya. Dia segera diangkat sampai tingkat pembebasan,
sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita (14.26):
māḿ ca yo 'vyabhicāreṇa
bhakti-yogena sevate
sa guṇān samatītyaitān
brahma-bhūyāya kalpate
Orang yang menekuni bhakti yang murni
kepada Krishna segera melampaui sifat-sifat alam material dan diangkat
sampai tingkat rohani." Orang yang sadar akan Krishna mulai dari tingkat
rohani, dan dia senantiasa berada dalam kesadaran seperti itu. Karena
itu, dia tidak akan jatuh, dan akhirnya dia segera memasuki tempat
tinggal Tuhan. Latihan membatasi makanan dilakukan dengan sendirinya
kalau seseorang hanya memakan Krsna-prasādam, atau makanan yang telah
dipersembahkan kepada Krishna lebih dahulu. Membatasi proses makan
sangat membantu dalam usaha mengendalikan indera-indera. Tanpa
mengendalikan indera-indera, tidak mungkin seseorang ke luar dari ikatan
material.
4.30
sarve 'py ete yajña-vido
yajña-kṣapita-kalmaṣāḥ
yajña-śiṣṭāmṛta-bhujo
yānti brahma sanātanam
sarve—semuanya; api—walaupun kelihatan lain; ete—ini; yajña-vidaḥ—menguasai tujuan untuk melaksanakan korban-korban suci; yajña-kṣapita—dengan disucikan sebagai hasil pelaksanaan kegiatan seperti itu; kalmaṣāh— dari reaksi-reaksi dosa; yajña-śiṣṭa—dari hasil pelaksanaan yajñā seperti itu; amṛta-bhujaḥ—orang yang sudah merasakan manis yang kekal seperti itu; yānti—mendekati; brahma—Yang Mahakuasa; sanātanam—alam yang kekal.
Terjemahan
Semua pelaksana kegiatan
tersebut yang mengetahui arti korban suci disucikan dari reaksi-reaksi
dosa, dan sesudah merasakan rasa manis yang kekal hasil korban-korban
suci, mereka maju menuju alam kekal yang paling utama.
Penjelasan
Dari penjelasan tersebut di atas
tentang berbagai jenis korban suci (yaitu mengorbankan harta benda,
mempelajari Veda atau ajaran filsafat, dan pelaksanaan sistem yoga),
ditemukan bahwa tujuan semuanya ialah untuk mengendalikan indera-indera.
Kepuasan indera-indera adalah akar kehidupan material. Karena itu,
kalau seseorang belum mantap pada tingkat diluar kepuasan indera-indera,
maka tidak ada kemungkinan dia akan diangkat sampai tingkat kekal
dengan pengetahuan penuh, kebahagiaan yang penuh dan kehidupan yang
penuh. Tingkat tersebut berada dalam lingkungan yang kekal, atau
lingkungan Brahman. Segala korban suci tersebut di atas membantu
seseorang supaya Diri-Nya disucikan dari reaksi-reaksi dosa kehidupan
material. Dengan kemajuan tersebut dalam kehidupan, seseorang tidak
hanya berbahagia dan kaya dalam hidup ini, tetapi pada akhirnya dia juga
memasuki kerajaan Tuhan yang kekal, baik ia menunggal ke dalam Brahman
yang tidak bersifat pribadi maupun ia bergaul dengan Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, Krishna.
4.31
nāyaḿ loko 'sty ayajñasya
kuto 'nyaḥ kuru-sattama
na—tidak pernah; ayam—ini; lokaḥ—planet;
asti—ada; ayajñasya—bagi orang yang tidak melakukan korban suci; kutaḥ—dimanakah;
anyaḥ—yang lain; kuru-sat-tama—wahai yang paling baik di antara
para Kuru.
Terjemahan
Wahai yang paling baik dari keluarga besar Kuru,
tanpa korban suci seseorang tidak pernah dapat hidup dengan bahagia baik di
planet ini maupun dalam hidup ini: Kalau demikian bagaimana tentang penjelmaan
yang akan datang?
Penjelasan
Dalam bentuk kehidupan material manapun,
seseorang pasti tidak mengetahui kedudukannya yang sebenarnya. Dengan kata
lain, kehidupan di dunia material disebabkan reaksi berganda dari kehidupan
kita yang berdosa. Kebodohan menyebabkan kehidupan yang berdosa, dan kehidupan
berdosa menyebabkan orang terus berada dalam kehidupan material. Kehidupan
manusia ialah satu-satunya jalan yang memungkinkan seseorang keluar dari ikatan
tersebut. Karena itu, Veda memberikan kesempatan kepada kita untuk keluar
dengan menunjukkan jalanjalan kegiatan keagamaan, kesenangan ekonomi, kepuasan
indera-indera yang teratur, dan akhirnya, sarana untuk keluar dari keadaan
sengsara sepenuhnya. Jalan keagamaan, atau berbagai jenis korban suci yang
dianjurkan di atas, dengan sendirinya memecahkan masalah-masalah ekonomi kita.
Dengan pelaksanaan yajñā, kita dapat memperoleh makanan secukupnya, susu
secukupnya, dan sebagainya—walaupun jumlah penduduk meningkat. Apabila
kebutuhan badan disediakan sepenuhnya, sewajarnya tahap berikutnya ialah
memuaskan indera-indera. Karena itu, dalam Veda dianjurkan pernikahan yang suci
untuk kepuasan indera-indera secara teratur. Dengan demikian, berangsur-angsur
seseorang diangkat sampai tingkat pembebasan dari ikatan material, dan
kesempurnaan tertinggi kehidupan pembebasan ialah pergaulan dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Kesempurnaan dicapai dengan pelaksanaan yajñā (korban suci),
sebagaimana diuraikan di atas. Nah, kalau seseorang tidak berminat melakukan
yajñā menurut Veda, bagaimana mungkin ia dapat mengharapkan kehidupan yang
bahagia bahkan dalam badan ini, apalagi dalam badan lain di planet yang lain?
Ada berbagai tingkat kesenangan material di aneka planet surga, dan dalam
segala hal, ada kebahagiaan yang tinggi sekali bagi orang yang tekun melakukan
berbagai jenis yajñā. Tetapi jenis kebahagiaan tertinggi yang dapat dicapai
seseorang ialah Diri-Nya diangkat sampai planet-planet rohani dengan berlatih
kesadaran Krishna. Karena itu, kehidupan kesadaran Krishna adalah penyelesaian
segala masalah kehidupan material.
4.32
evaḿ bahu-vidhā yajñā
vitatā brahmaṇo mukhe
karma-jān viddhi tān sarvān
evaḿ jñātvā vimokṣyase
evam—demikian; bahu-vidhāḥ—berbagai
jenis; yajñaḥ—korban suci; vitatāḥ—tersebar; brahmaṇaḥ—dari
Veda; mukhe—melalui mulut; karma-jān—dilahirkan dari pekerjaan; viddhi—engkau
harus mengetahui; tān—mereka; sarvān—semua; evam—demikian;
jñātvā—dengan mengetahui; vimokṣyase—engkau akan mencapai
pembebasan.
Terjemahan
Segala jenis korban suci tersebut dibenarkan
dalam Veda, dan semuanya dilahirkan dari berbagai jenis pekerjaan. Dengan
mengetahui jenis-jenis korban suci tersebut dengan cara seperti itu, engkau
akan mencapai pembebasan.
Penjelasan
Berbagai jenis korban suci, sebagaimana
dibicarakan di atas, disebut dalam Veda supaya cocok dengan berbagai jenis
orang yang bekerja. Oleh karena orang begitu terikat secara mendalam dalam
paham jasmani, korban-korban suci tersebut disusun sedemikian rupa supaya
seseorang dapat bekerja dengan badan, pikiran atau dengan kecerdasan. Tetapi
semuanya dianjurkan supaya akhirnya membawa pembebasan dari badan. Kenyataan
ini dibenarkan oleh Krishna di sini dengan sabda dari bibir Beliau Sendiri.
4.33
śreyān dravya-mayād yajñāj
jñāna-yajñaḥ parantapa
sarvaḿ karmakhilaḿ pārtha
jñāne parisamāpyate
śreyān—lebih baik; dravya-mayāt—dari
harta benda material; yajñāt—daripada korban-korban suci; jñāna-yajñāḥ—korban-korban
suci dalam pengetahuan; parantapa—wahai penakluk musuh; sarvam—semua;
karma—kegiatan; akhilam—secara keseluruhan; pārtha—wahai
putera Pṛthā; jñāne—dalam pengetahuan; parisamāpyate—memuncak.
Terjemahan
Wahai penakluk musuh, korban suci yang dilakukan
dengan pengetahuan lebih baik daripada hanya mengorbankan harta benda material.
Wahai putera Pṛthā, bagaimanapun, maka segala korban suci yang terdiri dari
pekerjaan memuncak dalam pengetahuan rohani.
Penjelasan
Segala korban suci dimaksudkan untuk mencapai
status pengetahuan yang lengkap, kemudian memperoleh pembebasan dari
kesengsaraan material, dan akhirnya menekuni cinta-bhakti rohani kepada Tuhan
Yang Maha Esa (kesadaran Krishna). Walaupun demikian, ada rahasia mengenai
segala kegiatan korban suci tersebut, dan hendaknya orang mengetahui tentang
rahasia ini. Kadang-kadang ada berbagai bentuk korban suci menurut kepercayaan
tertentu yang dianut oleh pelaksana korban-korban suci itu. Apabila kepercayaan
seseorang mencapai pada tahap pengetahuan rohani, maka harus dianggap orang
yang melakukan korban-korban suci itu lebih maju daripada orang yang hanya
mengorbankan harta benda material tanpa pengetahuan seperti itu; sebab tanpa
mencapai pengetahuan, korban-korban suci tetap pada tingkat material dan tidak
menganugerahkan berkat rohani. Pengetahuan yang sejati memuncak dalam kesadaran
Krishna, tahap pengetahuan rohani tertinggi. Tanpa peningkatan pengetahuan,
korban suci hanya merupakan kegiatan material. Akan tetapi, apabila kegiatan
tersebut diangkat sampai tingkat pengetahuan rohani, maka segala kegiatan
seperti itu memasuki tingkat rohani. Tergantung pada perbedaan kesadaran,
kegiatan korban suci kadang-kadang disebut karma-kanda, (kegiatan yang
membuahkan hasil) dan kadang-kadang disebut jñānakanda, (pengetahuan dalam
usaha mencari kebenaran). Lebih baik apabila tujuan korban suci adalah
pengetahuan.
4.34
tad viddhi praṇipātena
paripraśnena sevayā
upadekṣyanti te jñānaḿ
jñāninas tattva-darśinaḥ
tat—pengetahuan itu tentang berbagai
korban suci; viddhi—cobalah untuk mengerti; praṇipātena—dengan
mendekati seorang guru kerohanian; paripraśnena—dengan bertanya secara
tunduk hati; sevayā—dengan mengabdikan diri; upadekṣyanti—mereka
akan menerima sebagai murid; te—engkau; jñānam—ke dalam
pengetahuan; jñāninaḥ—orang yang sudah insaf akan diri; tattva—mengenai
kebenaran; darśinaḥ—orang yang melihat.
Terjemahan
Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara
mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati
dan mengabdikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insaf akan Diri-Nya dapat
memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu.
Penjelasan
Jalan keinsafan diri tentu saja sulit. Karena
itu, Krishna menasehati kita agar kita mendekati seorang guru kerohanian yang
dapat dipercaya dalam garis perguruan dari Tuhan Sendiri. Tidak seorangpun
dapat menjadi guru kerohanian yang dapat dipercaya tanpa mengikuti prinsip
garis perguruan rohani tersebut. Krishna adalah guru kerohanian yang asli, dan
orang yang termasuk garis perguruan dapat menyampaikan amanat Krishna menurut
aslinya kepada muridnya. Tidak ada orang yang menjadi insaf secara rohani
dengan membuat proses sendiri, seperti yang telah menjadi mode di kalangan
orang bodoh yang berpura-pura. Di dalam Bhagavatam (6.3.19) dinyatakan, dharmam
tu saksad-bhagavat-pranitam: jalan dharma diajarkan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Esa Sendiri. Karena itu, angan-angan atau argumentasi yang hambar tidak
dapat membantu untuk membawa seseorang ke jalan yang benar. Seseorang juga
tidak dapat maju dalam kehidupan rohani dengan cara mempelajari buku-buku
pengetahuan sendirian. Orang harus mendekati seorang guru kerohanian yang
dapat dipercaya untuk menerima pengetahuan. Seorang guru kerohanian seperti itu
harus diterima dengan penyerahan diri sepenuhnya, dan sebaiknya orang
mengabdikan diri kepada sang guru kerohanian seperti hamba yang rendah, bebas
dari kemasyhuran yang palsu. Memuaskan sang guru kerohanian yang sudah insaf
akan Diri-Nya adalah rahasia kemajuan dalam kehidupan rohani. Pertanyaan dan
sikap rendah hati merupakan gabungan yang benar untuk mencapai pengertian
rohani. Kalau tidak ada sikap rendah hati dan pengabdian diri, maka
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada sang guru kerohanian yang bijaksana
tidak akan berhasil. Seseorang harus sanggup lulus ujian sang guru kerohanian
dan apabila sang guru kerohanian melihat keinginan yang tulus di dalam hati
sang murid, dengan sendirinya beliau menganugerahi murid itu dengan pengertian
rohani yang sejati. Dalam ayat ini, mengikuti secara buta dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal, disalahkan. Hendaknya orang tidak
hanya mendengar dengan tunduk hati dari guru kerohanian, tetapi ia juga harus
mendapat pengertian yang jelas dari beliau, dalam sikap tunduk hati, pengabdian
dan pertanyaan. Sewajarnya guru kerohanian sangat murah hati kepada muridnya.
Karena itu, apabila sang murid tunduk dan selalu bersedia mengabdikan diri,
maka balasan pengetahuan dan pertanyaan menjadi sempurna.
4.35
yaj jñātvā na punar moham
evaḿ yāsyasi pāṇḍava
yena bhūtāny aśeṣāṇi
drakṣyasy ātmany atho mayi
yat—yang; jñātvā—mengetahui; na—tidak
pernah; punaḥ—lagi; moham—kepada khayalan; evam—seperti ini; yāsyasi—engkau
akan pergi; pāṇḍava—wahai putera Pāṇḍu ; yena—yang
memungkinkan; bhūtāni—para makhluk hidup; aśeṣāṇi—semua; drakṣyasi—engkau
dapat melihat; ātmani—dalam Roh Yang Utama; atha u—dengan kata
lain; mayi—di dalam Diri-Ku.
Terjemahan
Setelah memperoleh pengetahuan yang sejati dari
orang yang sudah insaf akan Diri-Nya, engkau tidak akan pernah jatuh ke dalam
khayalan seperti ini, sebab dengan pengetahuan ini engkau dapat melihat bahwa
semua makhluk hidup tidak lain daripada bagian Yang Mahakuasa, atau dengan kata
lain, bahwa mereka milik-Ku.
Penjelasan
Kalau seseorang sudah menerima pengetahuan dari
orang yang sudah insaf akan diri, atau orang yang mengetahui tentang hal-hal
menurut kedudukannya yang sebenarnya, maka hasilnya ialah bahwa dia mengetahui
semua makhluk hidup adalah bagian dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri
Krishna, yang mempunyai sifat yang sama seperti Beliau. Rasa seolah-olah ada kehidupan
yang terpisah dari Krishna disebut mayā (ma—tidak, yā—ini). Ada beberapa
orang yang berpikir bahwa tidak ada hubungan antara diri kita dengan Krishna
dan mereka menganggap bahwa Krishna hanya tokoh besar dalam sejarah, dan bahwa
Yang Mutlak adalah Brahman yang tidak bersifat pribadi. Sebenarnya, sebagaimana
dinyatakan dalam Bhagavad-gita, Brahman yang tidak bersifat pribadi tersebut
adalah cahaya pribadi Krishna. Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
adalah sebab segala sesuatu. Dalam Brahma-samhita dinyatakan dengan jelas bahwa
Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab segala sebab.
Berjuta-juta titisan dari Tuhan hanyalah berbagai penjelmaan dari Beliau.
Begitu pula, para makhluk hidup juga titisantitisan dari Krishna. Para filosof
Mayāvadi mempunyai anggapan yang salah seolah-olah Krishna kehilangan kehidupan
pribadi-Nya karena Beliau menjadi banyak dalam banyak penjelmaan-Nya. Anggapan
tersebut bersifat material. Di dunia material kita mengalami bahwa apabila
sesuatu diceraiberaikan, maka benda itu kehilangan identitasnya yang asli.
Tetapi para filosof Mayāvadi tidak mengerti bahwa mutlak berarti satu ditambah
satu sama dengan satu, dan satu dikurangi satu sama dengan satu. Inilah
kenyataan di dunia mutlak.
Oleh karena kita kekurangan
pengetahuan yang cukup di bidang ilmu pengetahuan yang mutlak, saat ini kita
ditutupi dengan khayalan. Karena itu, kita berpikir bahwa diri kita berpisah
dari Krishna. Walaupun kita bagian-bagian yang terpisah dari Krishna namun
sifat kita tidak berbeda dari Krishna. Perbedaan jasmani para makhluk hidup
adalah mayā , bukan kenyataan. Kita semua dimaksudkan untuk memuaskan Krishna.
Hanya karena mayā belaka Arjuna berpikir bahwa hubungan jasmani yang
bersifat sementara dengan sanak saudaranya lebih penting daripada hubungan
rohaninya yang kekal dengan Krishna. Inilah sasaran seluruh ajaran
Bhagavad-gita; yaitu bahwa makhluk hidup, sebagai hamba Krishna yang kekal,
tidak dapat dipisahkan dari Krishna, dan apabila makhluk hidup merasakan Diri-Nya
sebagai identitas yang tidak mempunyai hubungan dengan Krishna, maka itu
disebut mayā. Para makhluk hidup, sebagai bagian-bagian dari Yang Mahakuasa,
yang mempunyai sifat sama seperti Yang Mahakuasa, mempunyai tujuan yang harus
dipenuhi. Oleh karena mereka melupakan tujuan itu sejak sebelum awal sejarah,
mereka berada dalam berbagai jenis badan, sebagai manusia, binatang, dewa, dan
berbagai jenis kehidupan lainnya. Perbedaan jasmani seperti itu timbul karena
mereka lupa akan pengabdian rohani kepada Tuhan. Tetapi apabila seseorang
menekuni pengabdian rohani melalui kesadaran Krishna, ia segera dibebaskan dari
khayalan tersebut. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan seperti itu hanya
dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, dan dengan demikian ia dapat
menghindari khayalan bahwa makhluk hidup sejajar dengan Krishna. Pengetahuan
sempurna ialah bahwa Roh Yang Utama, Krishna, adalah pelindung utama bagi semua
makhluk hidup, dan setelah meninggalkan perlindungan itu, para makhluk hidup
dikhayalkan oleh tenaga material dan membayangkan Diri-Nya sendiri mempunyai
identitas tersendiri. Jadi, mereka lupa pada Krishna di bawah berbagai taraf
identitas material. Akan tetapi, apabila makhluk-makhluk hidup yang berkhayal
seperti itu menjadi mantap dalam kesadaran Krishna, dimengerti bahwa mereka
sedang menempuh jalan menuju pembebasan, sebagaimana dibenarkan dalam
Bhagavatam (2.10.6): muktir hitvanyatharupam svarupena vyavasthitiḥ .
Pembebasan berarti menjadi mantap dalam kedudukan dasar sendiri sebagai hamba Krishna
yang kekal (kesadaran Krishna).
4.36
api ced asi pāpebhyaḥ
sarvebhyaḥ pāpa-kṛt-tamaḥ
sarvaḿ jñāna-plavenaiva
vṛjinaḿ santariṣyasi
api—walaupun; cet—kalau; asi—engkau
adalah; pāpebhyaḥ—di antara orang yang berdosa; sarvebhyaḥ—dari
semua; pāpa-kṛt-tamaḥ—orang yang paling berdosa; sarvam—segala
reaksi dosa seperti itu; jñāna-plavena—oleh kapal pengetahuan rohani; evā—pasti;
vṛjinam—lautan kesengsaraan; santariṣyasi—engkau akan
menyeberangi sepenuhnya.
Terjemahan
Walaupun engkau dianggap sebagai orang yang
paling berdosa di antara semua orang yang berdosa, namun apabila engkau berada
di dalam kapal pengetahuan rohani, engkau akan dapat menyeberangi lautan
kesengsaraan.
Penjelasan
Pengertian yang benar tentang kedudukan dasar
kita berhubungan dengan Krishna begitu baik sehingga dapat segera mengangkat
diri kita dari perjuangan hidup yang berjalan terus di dalam lautan kebodohan.
Dunia material ini kadang-kadang diumpamakan sebagai lautan kebodohan dan
kadang-kadang sebagai kebakaran di hutan. Akan tetapi di dalam lautan, meskipun
seseorang ahli sekali berenang, perjuangan hidup tetap sangat keras. Kalau ada
orang yang sedang berjuang untuk berenang, tetapi hampir tenggelam, lalu
seseorang datang dan mengangkat orang itu dari lautan, maka yang mengangkat
orang itu dari lautan, adalah juru selamat yang paling mulia. Pengetahuan yang
sempurna, diterima dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, adalah jalan menuju
pembebasan. Kapal kesadaran Krishna sederhana sekali, tetapi sekaligus paling
mulia.
4.37
yathaidhāḿsi samiddho 'gnir
yathā—sebagaimana halnya; edhāḿsi—kayu
bakar; samiddhaḥ—berkobar; agniḥ—api; bhasma-sāt—abu; kurute—menjadikan;
Arjuna—wahai Arjuna; jñāna-agniḥ—api pengetahuan; sarva-karmaṇi—segala
reaksi terhadap kegiatan material; bhasma-sāt—menjadi abu; kurute—ia
menjadikan; tathā—seperti itu.
Terjemahan
Seperti halnya api yang berkobar mengubah kayu
bakar menjadi abu, begitu pula api pengetahuan membakar segala reaksi dari
kegiatan material hingga menjadi abu, wahai Arjuna.
Penjelasan
Pengetahuan sempurna tentang sang diri dan Diri
Yang Utama serta hubungannya diumpamakan sebagai api dalam ayat ini. Api
tersebut tidak hanya membakar reaksi dari kegiatan yang tidak saleh, tetapi
juga reaksi kegiatan yang saleh, dan mengubah segala reaksi itu menjadi abu.
Ada banyak tingkat reaksi; reaksi yang sedang dibuat, reaksi yang sedang
berbuah, reaksi yang sudah dicapai dan reaksi a priori. Tetapi pengetahuan
tentang kedudukan dasar makhluk hidup membakar segala sesuatu hingga menjadi
abu. Apabila pengetahuan seseorang sudah lengkap, maka segala reaksi, baik a
priori maupun a posteriori, dibakar. Dalam Veda (Brhadaranyaka Upanisad 4.4.22)
dinyatakan, ubhe uhaivaisa ete taraty amatah sadhv asadhuni: Seseorang
mengatasi reaksi yang saleh maupun tidak saleh dari pekerjaan."
4.38
na hi jñānena sadṛśaḿ
pavitram iha vidyāte
tat svayaḿ yoga-saḿsiddhaḥ
kālenātmani vindati
na—tidak sesuatupun; hi—pasti; jñānena—dengan
pengetahuan; sadṛśam—di dalam perbandingan; pavitram—disucikan; iha—di
dunia ini; vidyāte—berada; tat—itu; svayam—Diri-Nya
sendiri; yoga—dalam bhakti; saḿsiddhaḥ—orang yang sudah matang;
kālena—sesudah beberapa waktu; ātmani—dalam Diri-Nya; vindati—menikmati.
Terjemahan
Di dunia ini, tiada sesuatupun yang semulia dan
sesuci pengetahuan yang melampaui hal-hal duniawi. Pengetahuan seperti itu
adalah buah matang dari segala kebatinan. Orang yang sudah ahli dalam latihan
bhakti menikmati pengetahuan ini dalam Diri-Nya sesudah beberapa waktu.
Penjelasan
Apabila kita membicarakan pengetahuan yang
melampaui hal-hal duniawi, kita membicarakan hal itu menurut pengertian rohani.
Karena itu, tiada sesuatupun yang semulia dan sesuci pengetahuan yang melampaui
hal-hal duniawi. Kebodohan menyebabkan ikatan kita, dan pengetahuanlah yang
menyebabkan pembebasan kita. Pengetahuan ini adalah buah matang dari bhakti,
dan apabila seseorang sudah mantap dalam pengetahuan yang melampaui hal-hal
duniawi, maka ia tidak perlu mencari kedamaian ditempat lain, sebab dia
menikmati kedamaian dalam Diri-Nya. Dengan kata lain, pengetahuan dan kedamaian
ini memuncak dalam kesadaran Krishna. Itulah kata terakhir Bhagavad-gita.
4.39
śraddhāvāl labhate jñānaḿ
tat-paraḥ saḿyatendriyaḥ
jñānaḿ labdhvā parāḿ śāntim
acireṇādhigacchati
śraddhā-vān—orang yang setia; labhate—mencapai;
jñānam—pengetahuan; tat-paraḥ—sangat terikat padanya; saḿyata—dikendalikan;
indriyaḥ—indera-indera; jñānam—pengetahuan; labdhvā—setelah
mencapai; param—rohani; śāntim—kedamaian; acireṇa—dalam
waktu yang dekat sekali; adhigacchati—mencapai.
Terjemahan
Orang setia yang sudah menyerahkan diri kepada pengetahuan
yang melampaui hal-hal duniawi dan menaklukkan indera-inderanya memenuhi syarat
untuk mencapai pengetahuan seperti itu, dan setelah mencapai pengetahuan itu,
dengan cepat sekali ia mencapai kedamaian rohani yang paling utama.
Penjelasan
Pengetahuan tersebut dalam kesadaran Krishna
dapat dicapai oleh orang yang setia yang percaya dengan teguh kepada Krishna.
Seseorang disebut setia kalau ia berpikir bahwa hanya dengan bertindak dalam
kesadaran Krishna ia dapat mencapai kesempurnaan tertinggi. Keyakinan tersebut
dicapai dengan pelaksanaan bhakti, dan dengan mengucapkan mantra Hare Krishna,
Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma,
Hare Hare, yang menyucikan segala hal material yang kotor dari hati seseorang. Di
samping ini, terutama seseorang harus mengendalikan indera-inderanya. Orang
yang setia kepada Krishna dan mengendalikan indera-inderanya dengan mudah dapat
segera mencapai kesempurnaan dalam pengetahuan kesadaran Krishna.
4.40
ajñaś cāśraddadhānaś ca
saḿśayātmā vinaśyati
nāyaḿ loko 'sti na paro
na sukhaḿ saḿśayātmanaḥ
ajñaḥ—orang bodoh yang tidak memiliki
pengetahuan tentang Kitab-kitab Suci yang baku; ca—dan; aśraddadhānaḥ—tanpa
kepercayaan terhadap Kitab-kitab Suci; ca—juga; saḿśaya—mengenai
keragu-raguan; ātmā—seseorang; vinaśyāti—jatuh kembali; na—tidak
pernah; ayam—di dalam ini; lokaḥ—dunia ini; asti—ada; na—tidak
juga; paraḥ—dalam penjelmaan berikut; na—tidak; sukham—kebahagiaan;
saḿśaya—ragu-ragu; ātmanāḥ—mengenai orang.
Terjemahan
Tetapi orang yang bodoh dan tidak percaya yang
ragu-ragu tentang Kitab-kitab Suci yang diwahyukan, tidak akan mencapai
kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa; melainkan mereka jatuh. Tidak ada
kebahagiaan bagi orang yang ragu-ragu, baik di dunia ini maupun dalam
penjelmaan yang akan datang.
Penjelasan
Di antara banyak Kitab Suci baku yang diwahyukan
dan dapat dipercaya, Bhagavad-gita adalah yang paling baik. Orang yang hampir
seperti binatang tidak mempercayainya, atau ia tidak mengetahui tentang Kitab-kitab
Suci yang baku. Walaupun beberapa di antara orang-orang itu sudah mempunyai
pengetahuan tentang Kitab-kitab Suci, ataupun dapat mengutip ayat-ayat dari
Kitab Suci, sebenarnya mereka tidak percaya kata-kata ini sama sekali. Walaupun
orang lain barangkali percaya kepada Kitab-kitab Suci seperti Bhagavad-gita,
mereka tidak percaya atau tidak menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri
Krishna. Orang seperti itu tidak dapat mencapai kedudukan apapun dalam
kesadaran Krishna. Mereka jatuh. Di antara semua orang tersebut di atas, dan
orang yang tidak percaya selalu ragu-ragu tidak maju sedikitpun. Orang yang
tidak percaya kepada Tuhan dan sabda Beliau yang diwahyukan tidak menemukan
kebaikan apapun di dunia ini, ataupun dalam penjelmaan yang akan datang. Tidak
ada kebahagiaan sama sekali bagi mereka. Karena itu, sebaiknya orang mengikuti
prinsip-prinsip Kitab-kitab Suci yang telah diwahyukan dengan keyakinan, dan
dengan demikian mereka akan diangkat sampai tingkat pengetahuan. Hanya
pengetahuan inilah yang akan membantu seseorang agar dia dapat di angkat sampai
tingkat-tingkat yang melampaui keduniawian dalam pengertian rohani. Dengan kata
lain, orang yang ragu-ragu tidak mempunyai status sama sekali dalam pembebasan
rohani. Karena itu, hendaknya seseorang mengikuti langkah-langkah para ācārya
yang mulia dalam garis perguruan dan dengan demikian mencapai sukses.
4.41
yoga-sannyasta-karmaṇaḿ
jñāna-sañchinna-saḿśayam
ātmavantaḿ na karmaṇi
nibadhnanti dhanañjaya
yoga—oleh bhakti dalam karma-yoga; sannyasta—orang
yang sudah melepaskan ikatan; karmaṇām—hasil perbuatan; jñāna—oleh
pengetahuan; sañchinna—dipotong; saḿśayam—keragu-raguan; ātma-vān
tam—mantap dalam sang diri; na—tidak pernah; karmaṇi—pekerjaan;
nibadhnanti—mengikat; dhanañjaya—wahai perebut kekayaan.
Terjemahan
Orang yang bertindak dalam bhakti, dan melepaskan
ikatan terhadap hasil perbuatannya, dan keragu-raguannya sudah dibinasakan oleh
pengetahuan rohani sungguh-sungguh mantap dalam sang diri. Dengan demikian, ia
tidak diikat oleh reaksi pekerjaan, wahai perebut kekayaan.
Penjelasan
Berkat pengetahuan rohani, orang yang mengikuti
ajaran Bhagavad-gita, sebagaimana diajarkan oleh Krishna, Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa Sendiri, dibebaskan dari segala keragu-raguan. Sebagai bagian
dari Krishna yang mempunyai sifat yang sama seperti Krishna, dia sadar akan
Krishna sepenuhnya dan sudah mantap dalam pengetahuan tentang sang diri. Karena
itu, tidak dapat diragukan lagi bahwa dia berada di atas ikatan terhadap
perbuatan.
4.42
tasmād ajñāna-sambhūtaḿ
hṛt-sthaḿ jñānāsinātmanaḥ
chittvāinaḿ saḿśayaḿ yogam
ātiṣṭhottiṣṭha bhārata
tasmāt—karena itu; ajñāna-sambhūtam—dilahirkan
dari kebodohan; hṛt-stham—terletak di dalam hati; jñāna—pengetahuan;
asinā—oleh senjata; ātmanāḥ—dari sang diri; chittvā—memutuskan;
enam—ini; saḿśayam—keragu-raguan; yogam—dalam yoga; ātiṣṭha—jadilah
mantap; uttiṣṭha—bangunlah untuk bertempur; Bhārata—wahai
putera keluarga Bhārata.
Terjemahan
Karena itu, keragu-raguan yang telah timbul dalam
hatimu karena kebodohan harus dipotong dengan senjata pengetahuan. Wahai
Bhārata, dengan bersenjatakan yoga, bangunlah dan bertempur.
Penjelasan
Sistem yoga yang diajarkan dalam bab ini disebut
Sanatana-yoga, atau kegiatan kekal yang dilakukan oleh makhluk hidup. Di dalam
yoga tersebut ada dua bagian perbuatan korban suci; yang satu disebut
mengorbankan harta benda, dan yang lain disebut ilmu pengetahuan tentang sang
diri, yang merupakan kegiatan yang bersifat rohani murni. Jika kegiatan mengorbankan
harta benda material tidak digabungkan demi keinsafan rohani, maka korban suci
seperti itu akan bersifat material. Tetapi orang yang melakukan korban suci
seperti itu dengan tujuan rohani, atau dalam bhakti, adalah melakukan korban
suci yang sempurna. Apabila kita meneliti kegiatan rohani, kita menemukan bahwa
kegiatan rohani juga dibagi menjadi dua yaitu; pengertian tentang diri sendiri
(atau tentang kedudukan dasar kita), dan kebenaran mengenai Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Orang yang mengikuti jalan Bhagavad-gita menurut aslinya dengan
mudah sekali dapat mengerti dua bagian penting tersebut dalam pengetahuan
rohani. Orang itu tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh pengetahuan
sempurna tentang sang diri sebagai bagian dari Krishna yang mempunyai sifat
sama seperti Krishna. Pengertian tersebut bermanfaat, sebab orang seperti itu
dapat mengerti kegiatan rohani Krishna dengan mudah. Pada awal bab ini kegiatan
rohani Krishna dibicarakan oleh Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Orang yang tidak
mengerti ajaran Bhagavad-gita tidak mempunyai keyakinan, dan dianggap
menyalahgunakan sebutir kebebasan yang telah dianugerahkan kepadanya oleh
Tuhan. Walaupun ada pelajaran seperti itu, orang yang tidak mengerti sifat yang
sejati Tuhan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang kekal, penuh
pengetahuan dan Mahatahu, pasti adalah orang bodoh nomor satu. Kebodohan dapat
dihilangkan secara berangsur-angsur dengan menerima prinsip-prinsip kesadaran
Krishna. Kesadaran Krishna dibangkitkan dengan berbagai jenis korban suci
kepada para dewa, korban suci kepada Brahman, korban suci dalam berpantang
hubungan suami-isteri, dalam hidup berumah tangga, dalam mengendalikan
indera-indera, dalam berlatih yoga kebatinan, dalam pertapaan, dalam melepaskan
ikatan terhadap harta benda material, dalam mempelajari Veda, dan dengan ikut
serta dalam lembaga masyarakat yang disebut varnasramadharma. Segala macam hal
tersebut dikenal sebagai korban suci, dan semuanya berdasarkan perbuatan yang
teratur. Tetapi dalam semua kegiatan tersebut, unsur yang penting adalah
keinsafan diri. Orang yang mencari tujuan itu adalah murid Bhagavad-gita yang
sejati, tetapi orang yang ragu-ragu tentang kekuasaan Krishna akan jatuh
kembali. Karena itu, dianjurkan agar seseorang mempelajari Bhagavad-gita, atau
kitab suci yang lain di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang dapat
dipercaya dengan pengabdian dan penyerahan diri. Seorang guru kerohanian yang
dapat dipercaya, termasuk garis perguruan sejak jaman purbakala, dan dia tidak
menyimpang sedikitpun dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana diajarkan
berjuta-juta tahun yang lalu kepada dewa matahari. Ajaran Bhagavad-gita telah
turun-temurun ke dalam kerajaan di bumi dari dewa matahari. Karena itu,
hendaknya orang mengikuti ajaran Bhagavad-gita, sebagaimana diungkapkan dalam
Bhagavad-gita sendiri dan waspada terhadap orang yang mementingkan Diri-Nya
sendiri, mencari pujian pribadi dan menyesatkan orang lain dari jalan yang
sejati. Krishna pasti Kepribadian Yang Paling Utama, dan kegiatan Krishna
bersifat rohani. Orang yang mengerti kenyataan ini adalah orang yang sudah
mencapai pembebasan sejak awal ia mulai mempelajari Bhagavad-gita.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta
mengenai Bab Empat Srimad Bhagavad-gita perihal Pengetahuan Rohani."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Karma-yoga: Perbuatan
dalam Kesadaran Krishna
5.1
Arjuna
uvāca
sannyāsaḿ
karmaṇāḿ kṛṣṇa
punar
yogaḿ ca śaḿsasi
yac
chreya etayor ekaḿ
tan
me brūhi su-niścitam
Arjunaḥ
uvāca—Arjuna berkata; sannyāsam—melepaskan
ikatan; karmaṇām—dari segala kegiatan; kṛṣṇa—o Krishna; punaḥ—lagi;
yogam—bhakti; ca—juga; śaḿsasi—Anda memuji; yat—yang;
śreyaḥ—lebih bermanfaat; etayoḥ—di antara keduanya; ekam—satu;
tat—itu; me—kepada hamba; brūhi—mohon memberitahukan; su-niścitam—secara
pasti.
Terjemahan
Arjuna
berkata: O Krishna, pertama-tama Anda meminta supaya hamba melepaskan ikatan
terhadap pekerjaan, kemudian sekali lagi Anda menganjurkan bekerja dengan
bhakti. Sekarang mohon memberitahukan kepada hamba secara pasti yang mana di
antara keduanya lebih bermanfaat?
Penjelasan
Dalam
Bab Lima Bhagavad-gita, Krishna menyatakan bahwa pekerjaan dalam bhakti lebih
baik daripada berangan-angan secara hambar. Di antara kedua proses tersebut
pengabdian suci bhakti lebih mudah, sebab bhakti bersifat rohani. Karena itulah
bhakti membebaskan seseorang dari segala reaksi. Dalam Bab Dua, pengetahuan
pendahuluan tentang sang roh dan ikatannya dengan badan jasmani dijelaskan.
Bagaimana cara keluar dari kurungan material ini dengan buddhi-yoga atau bhakti
juga dijelaskan dalam Bab Dua. Dalam Bab Tiga, dijelaskan bahwa orang yang
mantap pada tingkat pengetahuan tidak mempunyai tugas kewajiban lagi yang harus
dilakukannya. Dalam Bab Empat, Krishna memberitahukan kepada Arjuna bahwa
segala jenis pekerjaan korban suci memuncak dalam pengetahuan. Akan tetapi,
pada akhir Bab Empat, Krishna menasehatkan agar Arjuna bangun dan bertempur,
dengan menjadi mantap dalam pengetahuan yang sempurna. Karena itu, penegasan
bahwa bekerja dalam bhakti dan tidak melakukan perbuatan atas dasar pengetahuan
kedua-duanya penting, Krishna telah mengakibatkan Arjuna kebingungan sehingga
ketabahan hatinya kacau. Arjuna mengerti bahwa melepaskan ikatan dalam
pengetahuan menyangkut menghentikan segala jenis pekerjaan yang dilakukan sebagai
kegiatan indera-indera. Tetapi kalau seseorang melakukan pekerjaan dalam
bhakti, maka bagaimana mungkin pekerjaan dihentikan? Dengan kata lain, Arjuna
berpikir bahwa sannyāsa, atau melepaskan ikatan atas dasar pengetahuan,
seharusnya sama sekali bebas dari segala jenis kegiatan, sebab pekerjaan dan
melepaskan ikatan, bagi Arjuna tampaknya tidak cocok satu sama lain.
Kelihatannya Arjuna belum mengerti bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan
pengetahuan yang penuh tidak membawa reaksi dan karena itu pekerjaan seperti
itu sama seperti tidak melakukan perbuatan. Karena itu, Arjuna bertanya apakah
sebaiknya dia menghentikan pekerjaan sama sekali atau bekerja dengan
pengetahuan sepenuhnya.
5.2
śrī-bhagavān
uvāca
sannyāsaḥ
karma-yogaś ca
niḥśreyasa-karāv
ubhau
tayos
tu karma-sannyāsāt
karma-yogo
viśiṣyate
Śrī-bhagavān
uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda; sannyāsaḥ—melepaskan ikatan terhadap pekerjaan; karma-yogaḥ—pekerjaan
dalam bhakti; ca—juga; niḥśreyasa-karau—menuju jalan pembebasan;
ubhau—kedua-duanya; tayoḥ—dari kedua-duanya; tu—tetapi; karma-sannyāsāt—dibandingkan
dengan melepaskan ikatan terhadap pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan
hasil atau pahala; karma-yogaḥ—pekerjaan dalam bhakti; viśiṣyate—lebih
baik.
Terjemahan
Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa menjawab: Melepaskan ikatan terhadap pekerjaan dan bekerja
dalam bhakti maka kedua-duanya bermanfaat untuk mencapai pembebasan. Tetapi di
antara keduanya, pekerjaan dalam bhakti lebih baik daripada melepaskan ikatan
terhadap pekerjaan.
Penjelasan
Kegiatan
yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala (yang bertujuan untuk
mencari kepuasan indera-indera) menyebabkan ikatan material. Selama seseorang
masih sibuk dalam kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesenangan
jasmani, pasti ia berpindah-pindah ke dalam berbagai jenis badan, dan dengan
demikian akan melanjutkan ikatan material untuk selamanya. Dalam
Srimad-Bhagavatam (5.5.4-6) kenyataan ini dibenarkan sebagai berikut:
nūnaḿ
pramattaḥ kurute vikarma
yad
indriya-prītaya āpṛṇoti
na
sādhu manye yata ātmano 'yam
asann
api kleśa-da āsa dehaḥ
parābhavas
tāvad abodha-jāto
yāvan
na jijñāsata ātma-tattvām
yāvat
kriyās tāvad idaḿ mano vai
karmatmakaḿ
yena śarīra-bandhaḥ
evaḿ
manaḥ karma-vaśaḿ prayuńkte
avidyayātmany
upadhīyamāne
prītir
na yāvan mayi vāsudeve
na
mucyate deha-yogena tāvat
Orang
gila mencari kepuasan untuk indera-indera, dan mereka tidak mengetahui bahwa
badan yang dimilikinya sekarang, yang penuh kesengsaraan, adalah hasil kegiatan
yang bertujuan untuk membuahkan hasil atau pahala yang dilakukan pada masa
lampau. Walaupun badan ini bersifat sementara, badan selalu memberikan
kesulitan kepada kita dengan berbagai cara. Karena itu, bertindak untuk
kepuasan indera-indera adalah hal yang kurang baik. Seseorang dianggap gagal
dalam kehidupan selama ia tidak bertanya tentang identitasnya yang sejati.
Selama seseorang masih belum mengetahui identitasnya yang sejati, ia harus
bekerja untuk hasil atau pahala demi kepuasan indera-indera, dan selama ia
terikat dalam kesadaran kepuasan indera-indera ia harus berpindah-pindah dari
satu badan ke dalam badan lain. Walaupun pikiran barangkali sibuk dalam
kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil dan dipengaruhi oleh
kebodohan, seseorang harus mengembangkan rasa cinta kasih dalam bhakti kepada
Vasudeva. Hanya pada waktu itulah ia dapat memperoleh kesempatan untuk keluar
dari ikatan kehidupan material."
Karena
itu, jñāna (atau pengetahuan bahwa diri kita bukan badan jasmani ini, melainkan
diri kita adalah sang roh) tidak cukup untuk mencapai pembebasan. Seorang harus
bertindak dalam status sebagai sang roh; kalau tidak demikian, tidak mungkin ia
luput dari ikatan material. Akan tetapi, perbuatan dalam kesadaran Krishna
bukan perbuatan pada tingkat yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil. Kegiatan
yang dilakukan dalam pengetahuan sepenuhnya memperkuat kemajuan seseorang dalam
pengetahuan yang sejati. Tanpa kesadaran Krishna, hanya melepaskan ikatan
terhadap kegiatan yang di maksudkan untuk membuahkan hasil tidak
sungguh-sungguh menyucikan hati roh yang terikat. Selama hati belum disucikan,
seseorang harus bekerja pada tingkat yang di maksudkan untuk membuahkan hasil.
Tetapi perbuatan dalam kesadaran Krishna dengan sendirinya membantu seseorang untuk
melepaskan diri dari akibat perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil
sehingga dia tidak perlu turun lagi ke tingkat kehidupan material. Karena itu,
perbuatan dalam kesadaran Krishna selalu lebih baik daripada melepaskan ikatan,
yang selalu membawa resiko seseorang akan jatuh. Melepaskan ikatan tanpa
kesadaran Krishna kurang lengkap, sebagaimana dibenarkan oleh Srila Rupa
Gosvami dalam bukunya yang berjudul Bhakti-rasamrta-sindhu (1.2.258):
prāpañcikatayā
buddhyā
hari-sambandhi-vastunaḥ
mumukṣubhiḥ
parityāgo
vairāgyaḿ
phalgu kathyate
Apabila
orang yang ingin mencapai pembebasan melepaskan ikatan terhadap hal yang ada
hubungan dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan berpikir bahwa hal-hal
itu bersifat material, maka pelepasan ikatan mereka kurang lengkap."
Pelepasan ikatan menjadi lengkap apabila dilakukan dengan pengetahuan bahwa
segala sesuatu yang ada dimiliki oleh Krishna dan hendaknya tiada seorangpun
yang mengatakan bahwa Diri-Nya memiliki sesuatu. Sebaiknya orang mengerti bahwa,
pada hakekatnya, tiada sesuatu yang dapat dimiliki oleh siapapun. Kalau
demikian, bagaimana mungkin seseorang, melepaskan ikatan? Orang yang mengetahui
bahwa segala sesuatu adalah milik Krishna selalu mantap dalam ketidakterikatan.
Oleh karena segala sesuatu adalah milik Krishna, hendaknya segala sesuatu
digunakan untuk bhakti kepada Krishna. Bentuk perbuatan yang sempurna tersebut
dalam kesadaran Krishna jauh lebih baik daripada banyak melepaskan ikatan
dengan cara yang tidak wajar seperti yang dilakukan oleh seorang sannyāsī dari
golongan Mayāvadi.
5.3
jñeyaḥ sa nitya-sannyāsī
yo na dveṣṭi na kāńkṣati
nirdvandvo hi mahā-bāho
sukhaḿ bandhāt pramucyate
jñeyaḥ—harus diketahui; saḥ—dia; nitya—senantiasa;
sannyāsī—orang yang melepaskan ikatannya; yaḥ—siapa; na—tidak
pernah; dveṣṭi—membenci; na—tidak juga; kāńkṣati—menginginkan;
nirdvandvaḥ—bebas dari segala hal yang relatif; hi—pasti; mahā-bāho—wahai
yang berlengan perkasa; sukham—dengan bahagia; bandhāt—dari
ikatan; pramucyate—dibebaskan sepenuhnya.
Terjemahan
Orang yang tidak membenci atau pun menginginkan
hasil atau pahala dari kegiatannya dikenal sebagai orang yang selalu melepaskan
ikatan. Orang seperti itu, yang bebas dari segala hal yang relatif, dengan
mudah mengatasi ikatan material dan mencapai pembebasan sepenuhnya, wahai
Arjuna yang berlengan perkasa.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya selalu
melepaskan ikatan karena dia tidak membenci dan tidak ingin mendapatkan hasil
dari perbuatannya. Orang yang melepaskan ikatan seperti itu, yang sudah
menyerahkan Diri-Nya untuk cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, sudah mempunyai
kwalifikasi yang lengkap dalam pengetahuan, sebab dia mengetahui kedudukan
dasarnya dalam hubungannya dengan Krishna. Dia mengetahui dengan baik bahwa
Krishna adalah keseluruhan dan Diri-Nya adalah bagian dari Krishna yang
mempunyai sifat sama seperti Krishna. Pengetahuan seperti itu sempurna, sebab
pengetahuan itu benar, baik menurut sifat maupun jumlah. Paham bahwa sang roh
bersatu dengan Krishna tidak benar, sebab bagian percikan tidak dapat menjadi
sejajar dengan keseluruhan. Pengetahuan bahwa diri kita bersatu dalam sifat
namun berbeda dalam jumlah adalah pengetahuan rohani yang benar yang membawa
seseorang hingga ia menjadi lengkap dalam Diri-Nya, dan tidak ada sesuatu yang
ingin diperolehnya maupun sesuatu yang disesalkannya. Tidak ada hal-hal yang
relatif dalam pikirannya, sebab segala perbuatannya dilakukan untuk Krishna.
Dengan dibebaskan dari hal-hal relatif seperti itu, dia mencapai pembebasan—walaupun
dia masih berada di dunia material ini.
5.4
sāńkhya-yogau pṛthag bālāḥ
pravādānti na paṇḍitāḥ
ekam apy āsthitaḥ samyag
ubhayor vindate phalam
sāńkhya mempelajari dunia material secara
analisis; yogau—pekerjaan dalam bhakti; pṛthak—berbeda; bālāḥ—orang
yang kurang cerdas; pravādānti—berkata; na—tidak pernah; paṇḍitāḥ—orang
bijaksana; ekam—dalam satu; api—walaupun; āsthitāḥ—menjadi
mantap; samyak—lengkap; ubhayoḥ—dari kedua-duanya; vindate—menikmati;
phalam—hasil.
Terjemahan
Hanya orang yang bodoh membicarakan bhakti
[karma-yoga] sebagai hal yang berbeda dari mempelajari dunia material secara
analisis [sankhya ]. Orang yang benar-benar bijaksana mengatakan bahwa orang
yang menekuni salah satu di antara kedua jalan tersebut dengan baik akan
mencapai hasil dari kedua-duanya.
Penjelasan
Tujuan dari mempelajari dunia material secara
analisis ialah untuk menemukan hakekat kehidupan. Hakekat dunia material adalah
Visnu, atau Roh Yang Utama. Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa terdiri dari
pengabdian kepada Roh Yang Utama. Salah satu proses tersebut dapat diumpamakan
sebagai kegiatan menemukan akar pohon, sedangkan proses lainnya adalah
menyiramkan air pada akar itu. Siswa filsafat (Sāńkhya) yang sejati menemukan
akar dunia material, yaitu Visnu. Kemudian, dalam pengetahuan yang sempurna,
dia menekuni pengabdian kepada Tuhan. Karena itu, pada hakekatnya tidak ada
perbedaan di antara kedua proses tersebut, sebab tujuan kedua-duanya adalah
Visnu. Orang yang tidak mengetahui tujuan terakhir mengatakan bahwa hakekat
Sāńkhya dan karma-yoga tidak sama, tetapi orang yang berpengetahuan mengetahui
tujuan yang menyatu dari kedua proses yang berbeda ini.
5.5
yat
sāńkhyaiḥ prāpyate sthānaḿ
tad
yogair api gamyate
ekaḿ
sāńkhyaḿ ca yogaḿ ca
yaḥ
paśyati sa paśyati
yat—apa; sāńkhyaiḥ—melalui filsafat Sāńkhya; prāpyate—dicapai;
sthānam—tempat; tat—itu; yogaiḥ—oleh bhakti; api—juga;
gamyate—seseorang dapat mencapai; ekam—satu; sāńkhyam—mempelajari
secara analisis; ca—dan; yogam—perbuatan dalam bhakti; ca—dan;
yaḥ—orang yang; paśyati—melihat; saḥ—dia; paśyāti—sungguh-sungguh
melihat.
Terjemahan
Orang
yang mengetahui bahwa kedudukan yang dicapai dengan cara belajar secara
analisis juga dapat dicapai dengan bhakti, dan karena itu melihat bahwa
pelajaran analisis dan bhakti sejajar, melihat hal-hal dengan sebenarnya.
Penjelasan
Tujuan
sejati riset di bidang filsafat ialah untuk menemukan tujuan hidup yang paling
utama. Oleh karena tujuan hidup yang paling utama ialah keinsafan diri, tidak
ada perbedaan di antara kesimpulan-kesimpulan yang dicapai melalui kedua proses
tersebut. Dengan riset filsafat Sāńkhya seseorang mencapai kesimpulan bahwa
makhluk hidup bukan bagian dunia material yang mempunyai sifat yang sama
seperti dunia material, melainkan ia bagian dari keseluruhan rohani yang paling
utama yang mempunyai sifat yang sama seperti keseluruhan rohani itu. Karena
itu, sang roh tidak mempunyai hubungan dengan dunia material; perbuatan sang
roh harus mempunyai suatu hubungan dengan Yang Mahakuasa. Apabila sang roh
bertindak dalam kesadaran Krishna, ia sungguh-sungguh berada dalam kedudukan
dasarnya. Melalui proses pertama, yaitu Sāńkhya, seseorang harus menjadi bebas
dari ikatan terhadap alam, dan dalam proses yogabhakti, seseorang harus menjadi
terikat terhadap pekerjaan dalam kesadaran Krishna. Pada hakekatnya, kedua
proses tersebut sama, meskipun secara lahiriah tampak salah satu proses
menyangkut ketidak terikatan sedangkan yang lain menyangkut ikatan.
Ketidakterikatan terhadap alam dan ikatan terhadap Krishna adalah satu dan sama
saja. Orang yang dapat melihat kenyataan ini melihat hal-hal dengan sebenarnya.
5.6
sannyāsas tu mahā-bāho
duḥkham āptum ayogātaḥ
yoga-yukto munir brahma
na cireṇādhigacchati
sannyāsaḥ—tingkatan hidup untuk
melepaskan ikatan; tu—tetapi; mahā-bāho—wahai yang berlengan
perkasa; duḥkham—dukacita; āptum—menyakiti seseorang dengan; ayogātaḥ—tanpa
bhakti; yoga-yuktaḥ—orang yang tekun dalam bhakti; muniḥ—orang
yang ahli berpikir; brahma—Yang Mahakuasa; na cireṇa—tanpa
ditunda; adhigacchati—mencapai.
Terjemahan
Kalau seseorang hanya melepaskan segala kegiatan
namun tidak menekuni bhakti kepada Tuhan, itu tidak dapat membahagiakan
Diri-Nya. Tetapi orang yang banyak berpikir yang menekuni bhakti dapat mencapai
kepada Yang Mahakuasa dengan segera, wahai yang berlengan perkasa.
Penjelasan
Ada dua golongan sannyāsī, (orang pada tingkatan
hidup untuk melepaskan ikatan). Yaitu: para sannyāsī Mayāvadi yang sibuk
mempelajari filsafat Sāńkhya, dan para sannyāsī Vaisnava yang tekun mempelajari
filsafat bhagavatam serta memberikan penjelasan yang benar tentang
Vedanta-sutra. Para sannyāsī Mayāvadi juga mempelajari Vedanta-sutra, tetapi
mereka menggunakan tafsiran sendiri, yang berjudul śarīrakabhasya, karangan
Sankaracarya. Para siswa perguruan Bhagavata menekuni bhakti kepada Tuhan
menurut peraturan pancaratrika. Karena itu, para sannyāsī Vaisnava mempunyai
berbagai kesibukan dalam bhakti rohani kepada Krishna. Para sannyāsī Vaisnava
tidak mempunyai hubungan apapun dengan kegiatan material, namun mereka
melakukan berbagai kegiatan dalam bhaktinya kepada Tuhan. Tetapi para sannyāsī
Mayāvadi, yang sibuk mempelajari Sāńkhya, Vedanta dan angan-angan, tidak dapat
menikmati bhakti rohani kepada Tuhan. Oleh karena pelajaran mereka sangat
membosankan, kadang-kadang mereka bosan berangan-angan tentang Brahman,
sehingga mereka berlindung kepada Bhagavatam tanpa pengertian yang benar.
Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan dalam mempelajari Srimad-Bhagavatam.
Angan-angan yang hambar dan penafsiran yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan
dengan cara yang tidak wajar semuanya tidak berguna untuk dilakukan oleh para
sannyāsī Mayāvadi ini. Para sannyāsī Vaisnava yang menekuni bhakti berbahagia
dalam melaksanakan tugas-tugas rohaninya. Terjamin pula bahwa akhirnya mereka
akan memasuki kerajaan Tuhan. Para sannyāsī Mayāvadi kadang-kadang jatuh dari
jalan keinsafan diri, sehingga mereka terjun sekali lagi ke dalam kegiatan
duniawi yang bersifat kedermawanan dan sosial, yang tidak lain adalah kesibukan
material. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedudukan orang yang tekun dalam
kegiatan kesadaran Krishna lebih baik daripada kedudukan para sannyāsī yang
hanya sibuk dalam angan-angan tentang apa arti Brahman dan apa yang bukan
Brahman, walaupun pada akhirnya mereka juga akan mencapai kesadaran Krishna
sesudah dilahirkan berulang kali.
5.7
yoga-yukto
viśuddhātmā
vijitātmā
jitendriyaḥ
sarva-bhūtātma-bhūtātmā
kurvann
api na lipyate
yoga-yuktaḥ—tekun dalam bhakti; viśuddha-ātmā—roh yang sudah
disucikan; vijita-ātmā—mengendalikan diri; jita-indriyaḥ—setelah
menaklukkan indera-indera; sarva-bhūta—kepada semua makhluk hidup; ātma-bhūta-ātmā—menyayangi;
kurvan api—meskipun sibuk bekerja; na—tidak pernah; lipyate—terikat.
Terjemahan
Orang
yang bekerja dalam bhakti, yang menjadi roh yang murni, yang mengendalikan
pikiran dan indera-indera, dicintai oleh semua orang, dan diapun mencintai
semua orang. Walaupun dia selalu bekerja, dia tidak pernah terikat.
Penjelasan
Orang
yang sedang menempuh jalan pembebasan dengan cara kesadaran Krishna sangat
dicintai oleh semua makhluk hidup, dan semua makhluk hidup sangat ia cintai.
Ini karena dia sadar akan Krishna. Orang seperti itu tidak dapat berpikir tentang
makhluk hidup manapun sebagai sesuatu yang terpisah dari Krishna, seperti
halnya daun dan cabang sebatang pohon tidak terpisah dari pohon itu. Dia paham
sekali bahwa dengan menyiramkan air pada akar sebatang pohon, air akan
disalurkan kepada semua daun dan cabang, atau dengan menyediakan makanan kepada
perut, tenaga dengan sendirinya akan disalurkan ke seluruh badan. Oleh karena
yang bekerja dalam kesadaran Krishna bersifat pengabdian diri kepada semua
orang, maka dia sangat dicintai oleh semua orang. Oleh karena semua orang puas
akan pekerjaannya, kesadarannya menjadi murni. Oleh karena kesadaran orang yang
sadar akan Krishna itu murni, dengan demikian pikirannya terkendali sepenuhnya.
Oleh karena pikirannya terkendali, indera-inderanya pun terkendali. Karena
pikirannya, selalu mantap pada Krishna, tidak ada kemungkinan dia akan
disesatkan ke hal-hal selain Krishna. Juga tidak ada kemungkinan bahwa dia akan
menggunakan indera-inderanya dalam hal-hal selain bhakti kepada Tuhan. Dia
tidak suka mendengar sesuatupun selain hal-hal yang berhubungan dengan Krishna
dan dia tidak suka makan sesuatupun sebelum dipersembahkan kepada Krishna. Dia
tidak ingin pergi ke suatu tempat kalau tempat itu tidak ada hubungan dengan
Krishna. Karena itu, indera-inderanya terkendali. Orang yang indera-inderanya
terkendali tidak dapat berbuat kesalahan terhadap siapapun. Barangkali
seseorang bertanya, Kalau begitu, mengapa Arjuna berbuat kesalahan (di medan
perang) terhadap orang lain? Arjuna sadar akan Krishna, bukan?" Arjuna hanya
berbuat kesalahan secara lahiriah, sebab (sebagaimana sudah dijelaskan dalam
Bab Dua) semua orang yang telah berkumpul di medan perang akan hidup terus
secara individual, karena sang roh tidak dapat dibunuh. Jadi, secara rohani,
tidak seorangpun terbunuh di medan perang Kuruksetra . Hanya pakaian mereka
diganti atas perintah Krishna yang hadir di sana secara pribadi. Karena itu,
selama Arjuna bertempur di medan perang Kuruksetra , sebenarnya dia tidak
bertempur sama sekali; dia hanya melaksanakan perintah-perintah Krishna dalam
kesadaran yang sepenuhnya kepada Krishna. Orang seperti itu tidak pernah diikat
oleh reaksi-reaksi pekerjaan.
5.8-9
naiva kiñcit karomīti
yukto manyeta tattva-vit
paśyañ śṛṇvan spṛśañ
jighrann
aśnan gacchan svapan śvasan
pralapan visṛjan gṛhṇann
unmiṣan nimiṣann api
indriyāṇīndriyārtheṣu
vartanta iti dhārayan
na—tidak pernah; evā—pasti; kiñcit—sesuatupun;
karomi—Aku melakukan; iti—demikian; yuktaḥ—tekun dalam
kesadaran yang suci; manyeta—berpikir; tattva-vit—orang yang
mengetahui kebenaran; paśyan—melihat; śṛṇvan—mendengar; spṛśan—meraba;
jighran—mencium; aśnan—makan; gacchan—pergi; svapan—mimpi;
śvasan—tarik nafas; pralapan—berbicara; visṛjan—meninggalkan;
gṛhṇan—menerima; unmiṣan—membuka; nimiṣan—menutup; api—walaupun;
indriyāṇi—indera-indera; indriya-artheṣu—dalam kepuasan
indera-indera; vartante—biarlah mereka sibuk seperti itu; iti—demikian;
dhārayan—menganggap.
Terjemahan
Walaupun orang yang sadar secara rohani sibuk
dapat melihat, mendengar, meraba, mencium, makan, bergerak ke sana ke mari,
tidur dan tarik nafas, dia selalu menyadari di dalam hatinya bahwa sesungguhnya
dia sama sekali tidak berbuat apa-apa. Ia mengetahui bahwa berbicara, membuang
hajat, menerima sesuatu, membuka atau memejamkan mata, ia selalu mengetahui
bahwa hanyalah indera-indera material yang sibuk dengan obyek-obyeknya dan
bahwa Diri-Nya menyisih dari indera-indera material tersebut.
Penjelasan
Kehidupan orang yang sadar akan Krishna suci,
karena itu dia tidak mempunyai hubungan dengan pekerjaan manapun yang
bergantung pada lima sebab baik yang dekat maupun yang jauh, yaitu: Yang
berbuat, pekerjaan, keadaan, usaha, dan nasib. Ini karena dia menekuni
cinta-bhakti rohani kepada Krishna. Walaupun tampaknya ia bertindak dengan
badan dan indera-inderanya, namun dia selalu sadar akan kedudukannya yang
sejati, yaitu kesibukan rohani. Kalau kesadaran seseorang bersifat material,
indera-indera sibuk dalam kepuasan indera, tetapi kalau seseorang sadar akan
Krishna, indera-inderanya sibuk memuaskan indera-indera Krishna. Karena itu,
orang yang sadar akan Krishna selalu bebas, walaupun kelihatannya dia sibuk
dalam urusan indera-indera. Kegiatan seperti melihat dan mendengar adalah
perbuatan indera-indera yang dimaksudkan untuk menerima pengetahuan, sedangkan
bergerak, berbicara, membuang hajat, dan sebagainya, adalah perbuatan
indera-indera yang dimaksudkan untuk bekerja. Orang yang sadar akan Krishna
tidak pernah dipengaruhi oleh perbuatan indera-indera. Dia tidak dapat melakukan
perbuatan manapun selain perbuatan dalam pengabdian kepada Tuhan, sebab dia
mengetahui bahwa Diri-Nya hamba Tuhan yang kekal.
5.10
brahmaṇy
ādhāya karmaṇi
sańgaḿ
tyaktvā karoti yaḥ
lipyate
na sa pāpena
padma-patram
ivāmbhasā
brahmaṇi—kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; ādhāya—menyerahkan;
karmaṇi—segala pekerjaan; sańgam—ikatan; tyaktvā—meninggalkan;
karoti—melakukan; yaḥ—orang yang; lipyate—dipengaruhi; na—tidak
pernah; saḥ—dia; pāpena—oleh dosa; padma-patram—daun
bunga padma; ivā—seperti; ambhasā—oleh air.
Terjemahan
Orang
yang melakukan tugas kewajibannya tanpa ikatan, dengan menyerahkan hasil
perbuatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak dipengaruhi oleh perbuatan yang
berdosa, ibarat daun bunga padma yang tidak disentuh oleh air.
Penjelasan
Di
sini kata brahmaṇi berarti sadar akan Krishna. Dunia material adalah
manifestasi secara keseluruhan dari tiga sifat alam material, yang disebut
dengan istilah pradhana. Mantra-mantra Veda yang berbunyi, sarvam hy etad
brahma (Mandukya Upanisad 2), tasmad etad brahma nama rupam annam ca jāyate
(Mundaka Upanisad 1.2.10), dan dalam Bhagavad-gita (14.3) mama yonir mahad
brahma, menunjukkan bahwa segala yang ada di dunia material adalah manifestasi
Brahman. Walaupun refleksinya diwujudkan dengan cara yang berbeda, namun
refleksi itu tidak berbeda dari penyebabnya. Dalam Sri Isopanisad dinyatakan
bahwa segala sesuatu mempunyai hubungan dengan Brahman Yang Paling Utama, atau
Krishna. Karena itu, segala sesuatu adalah milik Krishna. Orang yang mengetahui
secara sempurna bahwa segala sesuatu adalah milik Krishna, bahwa Krishna adalah
Pemilik segala sesuatu, dan karena itu, segala sesuatu sibuk dalam pengabdian
kepada Krishna, sewajarnyalah dia tidak mempunyai hubungan dengan hasil kegiatannya,
baik kegiatan saleh maupun yang berdosa. Badan material, sebagai anugerah Tuhan
untuk melaksanakan jenis perbuatan tertentu, juga dapat dibuat tekun dalam
kesadaran Krishna. Dalam keadaan demikian, badan berada diluar pencemaran
reaksi-reaksi dosa, persis seperti daun bunga padma, yang tidak pernah basah
walaupun tetap berada dalam air. Krishna juga menyatakan dalam Bhagavad-gita
(3.30) mayi sarvāni karmaṇi sannyasya: Serahkanlah segala pekerjaan kepada-Ku
(Krishna)." Kesimpulannya bahwa orang tanpa kesadaran Krishna bertindak
menurut paham badan dan indera-indera material, tetapi orang yang sadar akan
Krishna bertindak menurut pengetahuan bahwa badan adalah milik Krishna, dan
karena itu badan seharusnya menekuni pengabdian kepada Krishna.
5.11
kāyena manasā buddhyā
kevalair indriyair api
yoginaḥ karma kurvanti
sańgaḿ tyaktvātma-śuddhaye
kāyena—dengan badan; manasā—dengan
pikiran; buddhya—dengan kecerdasan; kevalaiḥ—disucikan; indriyaiḥ—dengan
indera-indera; api—bahkan; yoginaḥ—orang yang sadar akan
Krishna; karma—perbuatan; kurvanti—mereka melaksanakan; sańgam—ikatan;
tyaktvā—meninggalkan; ātmā—dari sang diri; śuddhaye—dengan
maksud penyucian.
Terjemahan
Para yogi yang melepaskan ikatan, bertindak
dengan badan, pikiran, kecerdasan dan bahkan dengan indera-indera pun hanya
dimaksudkan untuk penyucian diri.
Penjelasan
Apabila seseorang bertindak dalam kesadaran
Krishna demi kepuasan indera-indera Krishna, setiap perbuatan, baik dengan
badan, pikiran, kecerdasan maupun indera-indera, disucikan dari pengaruh
material. Tidak ada reaksi-reaksi material akibat kegiatan orang yang sadar
akan Krishna. Karena itu, kegiatan yang sudah disucikan, yang pada umumnya
disebut sad-acara, dapat dilakukan dengan mudah dengan bertindak dalam
kesadaran Krishna. Srila Rupa Gosvami menguraikan hal ini sebagai berikut dalam
hasil karyanya yang berjudul Bhakti-rasamrta-sindhu (1.2.187):
īhā yasya harer dāsye
karmaṇā manasā girā
nikhilāsv apy avasthāsu
jīvan-muktaḥ sa ucyate
Orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna
(atau dengan kata lain, dalam pengabdian kepada Krishna) dengan badan, pikiran,
kecerdasan dan kata-katanya adalah orang yang sudah mencapai pembebasan, bahkan
ketika masih berada di dunia material sekalipun, meskipun barangkali dia sibuk
dalam banyak kegiatan yang disebut kegiatan material." Orang yang sadar
akan Krishna tidak mempunyai keakuan yang palsu, sebab dia tidak percaya bahwa
Diri-Nya adalah badan jasmani ini, atau bahwa Diri-Nya memiliki badan. Dia
mengakui bahwa Diri-Nya bukan badan ini dan bahwa badan ini bukan milik
Diri-Nya. Diri-Nya adalah milik Krishna, dan badanpun adalah milik Krishna.
Apabila dia menggunakan segala sesuatu yang dihasilkan dari badan, pikiran,
kecerdasan, kata-kata, nyawa, kekayaan, dan sebagainya—apapun yang
dimilikinya—untuk pengabdian kepada Krishna, maka ia segera dihubungkan dengan
Krishna. Dia bersatu dengan Krishna dan dia tidak mempunyai keakuan yang palsu
yang membawanya kepada kepercayaan bahwa Diri-Nya adalah badan, dan sebagainya.
Inilah tingkat kesadaran Krishna yang sempurna.
5.12
yuktaḥ
karma-phalaḿ tyaktvā
śāntim
āpnoti naiṣṭhikīm
ayuktaḥ
kāma-kāreṇa
phale
sakto nibadhyate
yuktaḥ—orang yang tekun dalam bhakti; karma-phalam—hasil
segala kegiatan; tyaktvā—meninggalkan; śāntim—kedamaian yang
sempurna; āpnoti—mencapai; naiṣṭhikīm—tidak menyimpang; ayuktaḥ—orang
yang tidak sadar akan Krishna; kāma-kāreṇa—untuk menikmati hasil
pekerjaan; phale—dalam hasil; saktāḥ—terikat; nibadhyate—menjadi
terikat.
Terjemahan
Orang
yang berbhakti secara mantap mencapai kedamaian yang murni karena dia
mempersembahkan hasil segala kegiatan kepada-Ku; sedangkan orang yang tidak
bergabung dengan Yang Mahasuci, dan kelobaan untuk mendapat hasil dari
pekerjaannya, menjadi terikat.
Penjelasan
Perbedaan
antara orang yang sadar akan Krishna dan orang yang mempunyai kesadaran jasmani
ialah bahwa orang yang sadar akan Krishna terikat kepada Krishna, sedangkan
orang yang kesadarannya jasmani terikat kepada hasil kegiatannya. Orang yang
terikat kepada Krishna dan hanya bekerja untuk Krishna pasti sudah mencapai
pembebasan, dan dia tidak cemas mengenai hasil pekerjaannya. Dalam
Srimad-Bhagavatam, penyebab kecemasan tentang hasil suatu kegiatan dijelaskan
sebagai pekerjaan orang dalam paham hal-hal yang relatif, yaitu, tanpa
pengetahuan tentang Kebenaran Mutlak. Krishna adalah Kebenaran Mutlak Yang
Paling Utama, Kepriba dian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kesadaran Krishna tidak
ada hal-hal yang relatif. Segala sesuatu yang ada adalah hasil tenaga Krishna,
dan Krishna Maha baik. Karena itu, kegiatan dalam kesadaran Krishna berada pada
tingkat mutlak. Kegiatan itu bersifat rohani dan tidak mempunyai efek material
apapun. Karena itu, jiwa seseorang penuh kedamaian dalam kesadaran Krishna.
Tetapi orang yang terikat dalam perhitungan laba demi kepuasan indera-indera
tidak dapat memperoleh kedamaian itu. Inilah rahasia kesadaran Krishna, suatu
keinsafan bahwa tidak ada kehidupan di luar Krishna serta tingkat kedamaian dan
bebas dari rasa takut.
5.13
sarva-karmaṇi manasā
sannyasyāste sukhaḿ vaśī
nava-dvāre pure dehī
naiva kurvan na kārayan
sarva—semua;
karmaṇi—kegiatan;
manasā—oleh pikiran;
sannyasya—meninggalkan;
aste—tetap;
sukham—dalam kebahagiaan;
vaśī—orang yang
terkendalikan;
nava-dvāre—di tempat yang mempunyai sembilan pintu-pintu
gerbang;
pure—di kota;
dehī—roh dalam badan;
na—tidak
pernah;
evā—pasti;
kurvan—melakukan sesuatu;
na—tidak;
kārayan—menyebabkan
sesuatu dilakukan.
Terjemahan
Apabila makhluk hidup yang membadan mengendalikan
sifatnya dan secara mental melepaskan ikatan terhadap segala perbuatan, ia akan
tinggal dengan bahagia di kota yang mempunyai sembilan pintu gerbang [badan
jasmani], dan ia tidak bekerja ataupun menyebabkan pekerjaan dilakukan.
Penjelasan
Sang roh yang membadan tinggal di dalam kota yang
mempunyai sembilan pintu gerbang. Kegiatan di dalam badan yang diumpamakan
sebagai sebuah kota dilaksanakan secara otomatis oleh sifat-sifat alam tertentu
yang dimiliki oleh badan. Walaupun sang roh menyebabkan Diri-Nya mengalami
keadaan di dalam badan, ia dapat melampaui keadaan-keadaan itu kalau ia
menginginkan demikian. Sang roh mempersamakan Diri-Nya dengan badan jasmani
hanya karena ia melupakan sifatnya yang lebih tinggi, dan sebagai akibatnya ia
menderita. Dia dapat menghidupkan kembali kedudukannya yang sejati melalui
kesadaran Krishna, dan dengan demikian ia keluar dari kurungan badannya. Karena
itu, apabila seseorang mengikuti kesadaran Krishna, dia segera sepenuhnya
menyisih dari kegiatan jasmani. Dalam kehidupan yang terkendalikan seperti itu,
pikirannya diubah, dan dia tinggal dengan bahagia di dalam kota yang mempunyai
sembilan pintu gerbang. Sembilan pintu gerbang diuraikan sebagai berikut:
nava-dvāre pure dehī
haḿso lelāyate bahiḥ
vaśī sarvasya lokasya
sthāvarasya carasya ca
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang tinggal
dalam badan makhluk hidup, adalah penguasa semua makhluk hidup di seluruh alam
semesta. Badan terdiri dari sembilan pintu gerbang (dua mata, dua lobang
hidung, dua telinga, satu mulut, dubur dan kemaluan). Makhluk hidup dalam
keadaannya yang terikat mempersamakan diri dengan badan, tetapi apabila dia
mengerti identitasnya dalam hubungan dengan Tuhan yang bersemayam di dalam
Diri-Nya, maka dia menjadi sebebas Tuhan, walaupun dia masih di dalam
badan." (svetasvatara Upanisad 3.18). Karena itu, orang yang
sadar akan Krishna bebas dari kegiatan lahir mau pun batin dalam badan jasmani.
5.14
na
kartṛtvaḿ na karmaṇi
lokasya
sṛjati prabhuḥ
na
karma-phala-saḿyogaḿ
svabhāvas
tu prāvartate
na—tidak pernah; kart‚tvām—hak milik; na—tidak
juga; karmaṇi—kegiatan; lokasya—dari orang; sṛjati—menciptakan;
prabhuḥ—penguasa badan yang diumpamakan sebagai kota; na—tidak
juga; karma-phala—dengan hasil dari perbuatan; saḿyogam—hubungan;
sva-bhāvaḥ—sifat-sifat alam material; tu—tetapi; prāvartate—bertindak.
Terjemahan
Sang
roh di dalam badan, penguasa kota badannya, tidak menciptakan kegiatan, tidak
menyebabkan orang bertindak ataupun menciptakan hasil perbuatan. Segala hal
tersebut dilaksanakan oleh sifat-sifat alam material.
Penjelasan
Sebagaimana
akan dijelaskan pada Bab Tujuh, makhluk hidup adalah salah satu di antara
tenaga-tenaga atau sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi makhluk hidup
berbeda dari alam. Alam merupakan sifat lain lagi dari Tuhan yang disebut sifat
yang rendah. Entah bagaimana sifat utama, yaitu makhluk hidup, mengadakan
hubungan dengan sifat material sejak sebelum awal sejarah. Badan sementara,
atau tempat tinggal material, yang diperoleh makhluk hidup menyebabkan berbagai
jenis kegiatan serta mengakibatkan reaksi. Seseorang yang hidup dalam
lingkungan yang terikat seperti itu akan menderita akibat kegiatan badan yang
mempersamakan diri (dalam kebodohan) dengan badan. Kebodohan yang diperoleh
sejak sebelum awal sejarah menyebabkan penderitaan dan dukacita jasmani. Begitu
makhluk hidup menyisihkan diri dari kegiatan badan, ia juga dibebaskan dari
reaksi-reaksi. Selama dia berada di dalam kota badan, kelihatannya ia penguasa
kota itu, padahal dia bukan pemilik maupun yang mengendalikan perbuatan dan
reaksi-reaksinya. Dia hanya berada ditengah-tengah lautan material, dan ia
sedang berjuang untuk hidup. Ombak-ombak di dalam lautan
mengombang-ambingkannya, dan dia tidak dapat mengendalikan ombak-ombak itu.
Penyelesaian yang paling baik bagi makhluk hidup ialah keluar dari lautan itu
melalui cara kesadaran Krishna yang bersifat rohani. Hanya itulah yang dapat
menyelamatkan Diri-Nya dari segala kesulitan.
5.15
nādatte
kasyacit pāpaḿ
na
caiva sukṛtaḿ vibhuḥ
ajñānenāvṛtaḿ
jñānaḿ
tena
muhyanti jantavaḥ
na—tidak pernah; ādatte—menerima; kasyacit—milik
siapapun; pāpam—dosa; na—tidak juga; ca—juga; evā—pasti;
su-kṛtam—kegiatan yang saleh; vibhuḥ—Tuhan Yang Maha Esa; ajñānena—oleh
kebodohan; āvṛtam—ditutupi; jñānam—pengetahuan; tena—oleh
itu; muhyanti—dibingungkan; jantavaḥ—para makhluk hidup.
Terjemahan
Tuhan
Yang Maha Esa tidak mengambil kegiatan yang berdosa atau kegiatan saleh yang
dilakukan oleh siapapun. Akan tetapi, makhluk yang membadan dibingungkan karena
kebodohan yang menutupi pengetahuan mereka yang sejati.
Penjelasan
Kata
vibhu dalam bahasa sanskerta berarti Tuhan Yang Maha Esa yang penuh
pengetahuan, kekayaan, kekuatan, kemasyhuran, ketām panan, dan ketidakterikatan
yang tidak terhingga. Beliau selalu berpuas hati dalam Diri-Nya, dan tidak
diganggu oleh kegiatan berdosa atau kegiatan saleh. Beliau tidak menciptakan
keadaan tertentu bagi makhluk hidup manapun, tetapi makhluk hidup dibingungkan
oleh kebodohan sehingga ia ingin ditempatkan dalam keadaan hidup tertentu.
Dengan demikian mulailah rangkaian perbuatan dan reaksinya bagi makhluk hidup.
Menurut sifat utamanya, makhluk hidup penuh pengetahuan. Namun demikian,
makhluk hidup cenderung dipengaruhi oleh kebodohan karena kekuatannya terbatas.
Tuhan adalah Yang Mahaperkasa, tetapi makhluk hidup tidak seperti itu. Tuhan
disebut vibhu atau Mahatahu, sedangkan makhluk hidup bersifat anu, atau sekecil
atom. Oleh karena dia roh yang hidup, dia sanggup menginginkan sesuatu dengan
kehendaknya yang bebas. Keinginan seperti itu hanya dipenuhi oleh Tuhan Yang
Mahaperkasa. Jadi, apabila makhluk hidup dibingungkan oleh keinginannya, Tuhan
mengizinkan dia memenuhi keinginan-keinginan itu, tetapi Tuhan tidak pernah
bertanggung jawab atas perbuatan dan reaksi keadaan tertentu yang barangkali
diinginkan oleh makhluk hidup. Oleh karena sang roh di dalam badan berada dalam
keadaan bingung, ia mempersamakan diri dengan badan jasmani yang bersifat
sementara dan mengalami kesengsaraan dan kesenangan hidup yang bersifat
sementara. Krishna senantiasa menemani makhluk hidup sebagai Paramatma, atau
Roh Yang Utama. Karena itu, Krishna dapat mengerti keinginan roh yang
individual, seperti halnya seseorang dapat mencium wanginya setangkai bunga
dengan cara mendekati bunga itu. Keinginan adalah bentuk ikatan yang halus bagi
makhluk hidup. Tuhan memenuhi keinginan makhluk hidup sejauh apa yang patut
didapatkan oleh makhluk hidup: Manusia mengusulkan dan Tuhan melaksanakan.
Karena itu, sang roh yang individual bukan Mahaperkasa dalam memenuhi
keinginannya. Akan tetapi, Tuhan dapat memenuhi segala keinginan. Tuhan
bersikap netral terhadap semua orang dan Beliau tidak campur tangan dengan
keinginan para makhluk hidup yang mempunyai kebebasan yang kecil sekali. Akan tetapi,
apabila seseorang menginginkan Krishna, Krishna menaruh perhatian khusus dan
memberinya semangat supaya dia menginginkan dengan cara sedemikian rupa agar
dapat mencapai kepada Beliau dan berbahagia untuk selamanya. Karena itu, dalam
mantra-mantra Veda dinyatakan, esa u hy eva sadhu karmakarayati tam yam ebhyo
lokebhya unninisate, esau evasadhu karmakarayati yam adho ninisate: Tuhan
menyebabkan makhluk hidup menjadi sibuk dalam kegiatan yang saleh supaya dia
dapat naik tingkat. Tuhan menyebabkan dia menjadi sibuk dalam kegiatan yang
tidak saleh supaya dia dapat masuk neraka." (Kausitaki Upanisad 3.8)
ajño
jantur anīśo 'yam
ātmanaḥ
sukha-duḥkhayoḥ
īśvara-prerito
gacchet
svargaḿ
vāśv abhram eva ca
Makhluk
hidup bergantung sepenuhnya kepada kepribadian yang lain dalam suka maupun
dukanya. Atas kehendak Yang Mahakuasa ia dapat masuk surga atau neraka,
bagaikan awan didorong oleh angin."
Karena
itu, menuruti keinginan untuk menghindar dari kesadaran Krishna yang sudah
tersimpan di dalam hatinya sejak sebelum awal sejarah, sang roh di dalam badan
membuat Diri-Nya sendiri kebingungan. Menurut kedudukan dasarnya sang roh
bersifat kekal, penuh kebahagiaan dan pengetahuan. Namun keberadaan sang roh
sangat kecil, dia lupa akan kedudukan dasarnya, yaitu mengabdi kepada Tuhan.
Dengan demikian dia terperangkap dalam kebodohan. Makhluk hidup terpesona oleh
kebodohan sehingga ia mengatakan bahwa Tuhan bertanggung jawab atas
kehidupannya yang terikat. Kenyataan ini juga dibenarkan dalam Vedanta-sutra
(2.1.34). Vaisamya nairghrnye na sapeksatvat tathā hi darśayati: Tuhan tidak
membenci siapa pun dan tidak menyukai siapapun, walaupun kelihatannya Beliau
seperti itu."
5.16
jñānena
tu tad ajñānaḿ
yeṣāḿ
nāśitam ātmanaḥ
teṣām
āditya-vaj jñānaḿ
prakāśayati
tat param
jñānena—oleh pengetahuan; tu—akan tetapi; tat—itu; ajñānām—kebodohan;
yeṣām—siapa; nāśitam—dibinasakan; ātmanāḥ—mengenai
makhluk hidup; teṣām—milik mereka; āditya-vat—bagaikan matahari
yang sedang terbit; jñānam—pengetahuan; prakāśayāti—mengungkapkan;
tat param—kesadaran Krishna.
Terjemahan
Akan
tetapi, apabila seseorang dibebaskan dari kebodohannya dengan pengetahuan yang
membinasakan kebodohan, pengetahuannya mengungkapkan segala sesuatu, seperti
matahari menerangi segala sesuatu pada waktu siang.
Penjelasan
Orang
yang sudah lupa pada Krishna pasti kebingungan, tetapi orang yang sadar akan
Krishna tidak bingung sama sekali. Dinyatakan dalam Bhagavad-gita, sarvam
jñāna-plavena, jñānagnih sarva-karmaṇi dan na hi jñānena sadrsam. Pengetahuan selalu
sangat dihargai. Apa pengetahuan itu? Pengetahuan sempurna dapat dicapai
apabila seseorang menyerahkan diri kepada Krishna, sebagaimana dinyatakan dalam
Bab Tujuh, ayat 19: bahūn am janmanam ante jñāna-vān mam prapadyate. Apabila
orang yang sudah sempurna dalam pengetahuan menyerahkan diri kepada Krishna
sesudah dilahirkan berulang kali, atau apabila seseorang mencapai kesadaran
Krishna, segala sesuatu akan diungkapkan kepadanya, seperti halnya segala
sesuatu diungkapkan oleh matahari pada waktu siang. Makhluk hidup kebingungan
dalam berbagai hal. Misalnya, apabila makhluk hidup dengan cara yang tidak
terpuji menganggap Diri-Nya Tuhan, sebenarnya dia jatuh ke dalam perangkap
kebodohan yang terakhir. Kalau makhluk hidup adalah Tuhan, bagaimana mungkin ia
dibingungkan oleh kebodohan? Apakah Tuhan dibingungkan oleh kebodohan? Kalau
demikian, itu berarti kebodohan, atau setan, lebih hebat daripada Tuhan.
Pengetahuan dapat diperoleh dari orang yang sempurna dalam kesadaran Krishna.
Karena itu, seseorang harus mencari guru kerohanian yang dapat dipercaya, dan
mempelajari apa itu kesadaran Krishna di bawah bimbingan beliau, sebab
kesadaran Krishna pasti akan menghilangkan segala kebodohan, seperti matahari
menghilangkan kegelapan. Walaupun barangkali seseorang sudah memiliki
pengetahuan sepenuhnya bahwa Diri-Nya bukan badan melainkan melampaui badan,
mungkin dia masih belum dapat membedakan antara sang roh dan Roh Yang Utama.
Akan tetapi, dia dapat mengetahui segala sesuatu dengan baik kalau dia
berlindung kepada guru kerohanian yang sempurna, yang sadar akan Krishna dan
dapat dipercaya. Seseorang dapat mengenal Tuhan dan hubungannya dengan Tuhan
hanya kalau dia sungguh-sungguh bertemu dengan utusan Tuhan. Utusan Tuhan tidak
pernah mengatakan bahwa Diri-Nya Tuhan, walaupun dia diberikan segala
penghormatan yang lazimnya diberikan kepada Tuhan karena dia memiliki
pengetahuan tentang Tuhan. Seseorang harus mempelajari perbedaan antara Tuhan
dan makhluk hidup. Karena itu, Sri Krishna telah menyatakan dalam Bab Dua (2.12)
bahwa setiap makhluk hidup adalah individu; Krishna juga individu. Mereka semua
individu pada masa lampau, mereka individu sekarang dan mereka akan terus
menjadi individu pada masa yang akan datang, bahkan sesudah pembebasan
sekalipun. Malam hari kita melihat segala sesuatu bersatu dalam kegelapan,
tetapi pada waktu siang, setelah matahari terbit, kita melihat segala sesuatu
dalam identitasnya yang sejati. Identitas dengan individualitas dalam kehidupan
rohani adalah pengetahuan yang sejati.
5.17
tad-buddhayas
tad-ātmānas
tan-niṣṭhās
tat-parāyaṇāḥ
gacchanty
apunar-āvṛttiḿ
jñāna-nirdhūta-kalmaṣāḥ
tat-buddhayaḥ—orang yang memiliki kecerdasan yang selalu berada soal Yang
Mahakuasa; tat-ātmanāḥ—orang dengan pikirannya yang selalu berada dalam
Yang Mahakuasa; tat-niṣṭhāḥ—orang dengan kepercayaan yang hanya
dimaksudkan untuk Yang Mahakuasa; tat-parāyaṇāḥ—yang sudah berlindung
sepenuhnya kepada Beliau; gacchanti—pergi; apunaḥ-āvṛttim—kepada
pembebasan; jñāna—oleh pengetahuan; nirdhūta—disucikan; kalmaṣāḥ—keragu-raguan.
Terjemahan
Apabila
kecerdasan, pikiran, maupun kepercayaan dan tempat berlindung seseorang semua
mantap dalam Yang Mahakuasa, dia disucikan sepenuhnya dari keragu-raguan
mengetahui pengetahuan yang lengkap dan dengan demikian dia maju lurus menempuh
jalan pembebasan.
Penjelasan
Kebenaran
Rohani Yang Paling Utama ialah Sri Krishna. Seluruh Bhagavad-gita berpusat pada
pernyataan bahwa Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Itulah
pernyataan segala kesusasteraan Veda. Paratattva berarti Kesunyataan Yang
Paling Utama, yang dimengerti oleh orang yang mengenal Yang Mahakuasa sebagai
Brahman, Paramatma dan Bhagavan. Bhagavan atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
adalah kata terakhir mengenai Yang Mutlak. Tiada sesuatupun yang melebihi-Nya.
Krishna bersabda, mattah parataram nanyat kincid asti dhanañjaya. Brahman yang
tidak bersifat pribadi juga berdasarkan Krishna: brahmano hi pratisthaham.
Karena itu, Krishna adalah kesunyataan Yang Paling Utama dalam segala hal.
Kalau pikiran, kecerdasan, kepercayaan dan tempat perlindungan seseorang selalu
berada dalam Krishna, atau dengan kata lain, kalau seseorang sadar akan Krishna
sepenuhnya, pasti ia disucikan dari segala keragu-raguan dan memiliki
pengetahuan yang sempurna tentang segala sesuatu yang menyangkut kerohanian.
Orang yang sadar akan Krishna dapat mengerti sepenuhnya bahwa ada dua kenyataan
(persamaan dan individualitas sekaligus) dalam Krishna. Dilengkapi dengan
pengetahuan rohani seperti itu, dia dapat maju dengan mantap menempuh jalan
menuju pembebasan.
5.18
vidyā-vinaya-sampanne
brāhmaṇe
gavi hastini
śuni
caiva śva-pāke ca
paṇḍitāḥ
sama-darśinaḥ
vidyā—dengan pendidikan; vinaya—serta sifat lemah lembut; sampanne—dilengkapi
sepenuhnya; brāhmaṇe—di dalam seorang brahmaṇā; gavi—di
dalam sapi; hastini—di dalam gajah; śuni—di dalam anjing; ca—dan;
evā—pasti; śva-pāke—di dalam orang yang makan anjing; ca—masing-masing;
paṇḍitāḥ—orang yang bijaksana; sama-darśinaḥ—yang melihat
dengan penglihatan yang sama.
Terjemahan
Para
resi yang rendah hati, berdasarkan pengetahuan yang sejati, melihat seorang
brahmaṇā yang bijaksana dan lemah lembut, seekor sapi, seekor gajah, seekor
anjing dan orang yang makan anjing dengan penglihatan yang sama.
Penjelasan
Orang
yang sadar akan Krishna tidak membedakan antara jenis-jenis kehidupan atau
kastakasta. Seorang brahmaṇā dan orang yang dibuang oleh masyarakat barangkali
berbeda menurut pandangan masyarakat, atau anjing, sapi, gajah barangkali
berbeda ditinjau dari segi jenis kehidupan, tetapi perbedaan badan tersebut tidak
berarti menurut sudut pandang seorang rohaniwan yang bijaksana. Ini dilandaskan
atas hubungan semua makhluk tersebut dengan Yang Mahakuasa, sebab Tuhan Yang
Maha Esa, bersemayam di dalam hati semua orang melalui bagian yang berkuasa
penuh dari Diri-Nya sebagai Paramatma. Pengertian seperti itu tentang Yang
Mahakuasa adalah pengetahuan yang sejati. Berkenaan dengan badan-badan dalam
berbagai jenis golongan masyarakat atau jenis-jenis kehidupan, Krishna bermurah
hati terhadap semuanya secara merata, sebab Beliau memperlakukan setiap makhluk
hidup sebagai kawan. Namun Beliau Sendiri tetap sebagai Paramatma, dalam segala
keberadaan para makhluk hidup. Krishna sebagai Paramatma bersemayam di dalam
hati orang buangan dan di dalam hati seorang brahmaṇā, walaupun badan
brahmaṇā dan badan orang buangan tidak sama. Badan-badan adalah benda-benda
material yang dihasilkan dari berbagai sifat material, tetapi sang roh dan Roh
Yang Utama di dalam badan mempunyai sifat rohani yang sama. Akan tetapi,
persamaan sifat antara sang roh dan Roh Yang Utama tidak menyebabkan mereka
sejajar dalam jumlah, sebab roh yang individual hanya berada di dalam badan
ini, sedangkan Paramatma bersemayam di dalam setiap badan. Orang yang sadar
akan Krishna mempunyai pengetahuan penuh tentang hal ini; karena itu, dia
sungguh-sungguh bijaksana dan mempunyai penglihatan yang merata. Ciri-ciri
serupa yang dimiliki oleh sang roh dan Roh Yang Utama ialah bahwa kedua-duanya
sadar, kekal dan penuh kebahagiaan. Tetapi perbedaannya ialah bahwa sang roh
yang individual hanya sadar di dalam lingkungan badan yang terbatas, sedangkan
Roh Yang Utama sadar akan semua badan. Roh Yang Utama bersemayam di dalam semua
badan tanpa membedakan antara badan-badan itu.
5.19
ihaiva
tair jitaḥ sargo
yeṣāḿ
sāmye sthitaḿ manaḥ
nirdoṣaḿ
hi samaḿ brahma
tasmād
brahmaṇi te sthitāḥ
iha—di dalam hidup ini; evā—pasti; taiḥ—oleh
mereka; jitaḥ—dikalahkan; sargaḥ—kelahiran dan kematian; yeṣām—milik
siapa; sargaḥ—dalam soal sikap yang merata; sthitam—mantap; manaḥ—pikiran;
nirdoṣam—bebas dari kesalahan; hi—pasti; samam—dalam
sikap yang merata; brahma—seperti Yang Mahakuasa; tasmāt—karena
itu; brahmaṇi—di dalam Yang Mahakuasa; te—mereka; sthitāḥ—mantap.
Terjemahan
Orang
yang pikirannya telah mantap dalam persamaan dan kemerataan sikap, telah
mengalahkan keadaan kelahiran dan kematian. Bagaikan Brahman mereka bebas dari
kelemahan, dan karena itu mereka sudah mantap dalam Brahman.
Penjelasan
Kemerataan
sikap pikiran, sebagaimana disebut di atas, adalah tanda keinsafan diri. Orang
yang sungguh-sungguh mencapai tingkat seperti itu harus dianggap sudah
mengalahkan keadaan-keadaan material, khususnya kelahiran dan kematian. Selama
seseorang mempersamakan Diri-Nya dengan badan, ia dianggap roh yang terikat,
tetapi begitu dia naik tingkat sampai tingkat yang merata melalui keinsafan
diri, ia dibebaskan dari kehidupan yang terikat. Dengan kata lain, dia tidak
harus dilahirkan di dunia material, tetapi dia dapat masuk angkasa rohani
sesudah meninggal. Krishna bebas dari kelemahan, sebab Krishna bebas dari rasa
tertarik dan rasa benci.
Begitu
pula, apabila makhluk hidup bebas dari rasa tertarik dan rasa benci, diapun
menjadi bebas dari kelemahan dan memenuhi syarat untuk memasuki angkasa rohani.
Orang seperti itu dianggap sudah mencapai pembebasan, dan ciri-ciri mereka
diuraikan di bawah ini.
5.20
na
prahṛṣyet priyaḿ prāpya
nodvijet
prāpya cāpriyam
sthira-buddhir
asammūḍho
brahma-vid
brahmaṇi sthitaḥ
na—tidak pernah; prahṛṣyet—merasa riang; priyam—yang
menyenangkan; prāpya—mendapatkan; na—tidak; udvijet—menjadi
goyah; prāpya—mendapatkan; ca—juga; apriyam—sesuatu yang
tidak menyenangkan; sthira-buddhiḥ—cerdas tentang Diri-Nya sendiri; asammūḍhaḥ—tidak
dibingungkan; brahma-vit—orang yang mengenal Yang Mahakuasa secara
sempurna; brahmaṇi—dalam kerohanian; sthitāḥ—mantap.
Terjemahan
Seseorang
sudah mantap dalam kerohanian jika ia tidak merasa riang bila mendapatkan
sesuatu yang menyenangkan ataupun menyesal bila ia mendapatkan sesuatu yang
tidak menyenangkan, paham tentang Diri-Nya sendiri, tidak dibingungkan, dan
menguasai ilmu pengetahuan tentang Tuhan.
Penjelasan
Ciri-ciri
orang yang sudah insaf akan Diri-Nya diberikan di sini. Ciri pertama ialah
bahwa ia tidak dikhayalkan dengan mempersamakan Diri-Nya yang sejati dengan
badan secara palsu. Dia mengetahui secara sempurna bahwa Diri-Nya bukan badan,
melainkan bagian percikan dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, dia
tidak riang bila ia mendapatkan sesuatu, dan juga tidak menyesal bila ia
kehilangan sesuatu yang berhubungan dengan badannya. Kemantapan pikiran seperti
itu disebut sthirabuddhi, atau kecerdasan tentang diri sendiri. Karena itu, dia
tidak pernah dibingungkan oleh salah sangka seolah-olah badan kasar adalah sang
roh. Dia juga tidak menganggap badan sebagai sesuatu yang kekal hingga
mengalpakan adanya sang roh. Pengetahuan seperti itu mengangkat seseorang
sampai tingkat menguasai ilmu pengetahuan lengkap tentang Kebenaran Mutlak
yaitu Brahman, Paramatma dan Bhagavan. Dengan demikian ia mengetahui kedudukan
dasarnya secara sempurna tanpa berusaha secara palsu untuk menunggal dengan
Yang Mahakuasa dalam segala hal. Ini disebut keinsafan Brahman, atau keinsafan
diri. Kesadaran yang mantap seperti itu disebut kesadaran Krishna.
5.21
bāhya-sparśeṣv
asaktātmā
vindaty
ātmani yat sukham
sa
brahma-yoga-yuktātmā
sukham
akṣayam aśnute
bāhya-sparśeṣu—dalam kesenangan indera-indera lahiriah; āsakta-ātmā—orang
yang tidak terikat; vindati—menikmati; ātmani—dalam sang diri; yat—itu
yang; sukham—kebahagiaan; saḥ—dia; brahma-yoga—dengan
memusatkan dalam Brahman; yukta-ātmā—Diri-Nya dihubungkan; sukham—kebahagiaan;
aksayam—tidak terhingga; aśnute—menikmati.
Terjemahan
Orang
yang sudah mencapai pembebasan seperti itu tidak tertarik kesenangan
indera-indera material, melainkan dia selalu berada dalam semadi, dan menikmati
kebahagiaan di dalam hatinya. Dengan cara demikian, orang yang sudah insaf akan
Diri-Nya menikmati kebahagiaan yang tidak terhingga, sebab ia memusatkan
pikirannya kepada Yang Mahakuasa.
Penjelasan
Sri
Yamunacarya, seorang penyembah yang mulia dalam kesadaran Krishna, telah
berkata:
yad-avadhi
mama cetaḥ kṛṣṇa-pādāravinde
nava-nava-rasa-dhāmany
udyataḿ rantum āsīt
tad-avadhi
bata nārī-sańgame smaryamāne
bhavati mukha-vikāraḥ suṣṭhu niṣṭhīvanaḿ ca
Semenjak
saya menekuni cinta-bhakti rohani kepada Krishna, dan menginsafi kebahagiaan
yang selalu baru pada Krishna, apabila saya memikirkan kesenangan hubungan
kelamin, saya meludahi pikiran itu, saya mencibirkan bibir karena saya tidak
senang." Orang yang berada dalam brahma-yoga, atau kesadaran
Krishna, begitu tekun dalam cinta-bhakti kepada Tuhan sehingga dia sepenuhnya
kehilangan minat terhadap kesenangan indera-indera material. Kesenangan
material tertinggi ialah kesenangan hubungan suami isteri. Seluruh dunia
bergerak di bawah pesona kesenangan itu, dan orang duniawi tidak dapat bekerja
sama sekali tanpa motivasi itu. Tetapi orang yang tekun dalam kesadaran Krishna
dapat bekerja dengan semangat yang lebih besar tanpa kesenangan hubungan suami
isteri, hubungan demikian merupakan sesuatu yang dihindarinya. Itulah ujian
keinsafan rohani. Keinsafan rohani dan kesenangan hubungan suami isteri kurang
cocok satu sama lain. Orang yang sadar akan Krishna tidak tertarik pada jenis
kesenangan indera-indera manapun, sebab dia sudah mencapai pembebasan.
5.22
ye hi saḿsparśa-jā bhogā
duḥkha-yonaya eva te
ādy-anta-vantaḥ kaunteya
na teṣu ramate budhaḥ
ye—mereka itu; hi—pasti; saḿsparśa-jāḥ—melalui
hubungan dengan indera-indera material; bhogāḥ—kenikmatan; duḥkha—kesedihan;
yonayaḥ—sumber-sumber; evā—pasti; te—mereka adalah; ādi—awal;
anta—akhir; vantaḥ—mengalami; kaunteya—wahai putera Kuntī
; na—tidak pernah; teṣu—dalam hal-hal itu; ramate—bersenang
hati; budhāḥ—orang cerdas.
Terjemahan
Orang cerdas tidak ikut serta dalam sumber-sumber
kesengsaraan, yang disebabkan oleh hubungan dengan indera-indera material.
Wahai putera Kuntī, kesenangan seperti itu berawal dan berakhir, karena itu,
orang bijaksana tidak bersenang hati dengan hal-hal itu.
Penjelasan
Kesenangan indera-indera material disebabkan oleh
hubungan indera-indera material, yang semua bersifat sementara karena badan itu
sendiri bersifat sementara. Orang yang sudah mencapai pembebasan tidak tertarik
pada sesuatupun yang bersifat sementara. Setelah mengetahui rasa riang
kebahagiaan rohani secara mendalam, bagaimana mungkin orang yang sudah mencapai
pembebasan setuju menikmati kesenangan yang palsu? Di dalam Padma Purana (Sri
Ramacandrasatanamastotra, ayat 8) dinyatakan:
ramante yogino 'nante
satyānande cid-ātmani
iti rāma-padenāsau
paraḿ brahmābhidhīyate
Para ahli kebatinan memperoleh kesenangan rohani
yang tidak terhingga dari Kebenaran Mutlak. Karena itu, Kebenaran Mutlak Yang
Paling Utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, juga bernama Rāma."
Dalam Srimad-Bhagavatam (5.5.1) juga dinyatakan:
nāyaḿ deho deha-bhājāḿ nṛ-loke
kaṣṭān kāmān arhate
viḍ-bhujāḿ ye
tapo divyaḿ putrakā yena
sattvaḿ
śuddhyed yasmād
brahma-saukhyaḿ tv anantam
Putera-puteraku yang tercinta, tidak ada alasan
untuk bekerja demikian kerasnya demi kesenangan indera-indera selama kita
berada dalam bentuk kehidupan manusia ini; kesenangan seperti itu tersedia
bahkan bagi binatang yang makan kotoran [babi]. Melainkan, dalam hidup ini,
sebaiknya engkau melakukan pertapaan yang memungkinkan kehidupanmu akan
disucikan, dan sebagai hasilnya engkau akan dapat menikmati kebahagiaan rohani
yang tidak terhingga."
Karena itu, para yogi yang sejati ataupun
Rohaniwan-rohaniwan yang bijaksana tidak tertarik pada kesenangan-kesenangan
indera, yang menyebabkan kehidupan material berjalan terus menerus. Semakin
seseorang ketagihan kesenangan-kesenangan material, semakin ia terperangkap
oleh kesengsaraan material.
5.23
śaknotīhaiva yaḥ soḍhuḿ
prāk śarīra-vimokṣaṇāt
kāma-krodhodbhavaḿ vegaḿ
sa yuktaḥ sa sukhī naraḥ
śaknoti—dapat; iha evā—di dalam
badan yang dimiliki sekarang; yaḥ—orang yang; soḍhum—menahan; prāk—sebelum;
śarīra—badan; vimokṣaṇāt—meninggalkan; kāma—keinginan; krodha—dan
amarah; udbhāvam—dihasilkan dari; vegam—dorongan; saḥ—dia;
yuktaḥ—dalam semadi; saḥ—dia; sukhī—bahagia; naraḥ—manusia.
Terjemahan
Kalau seseorang dapat menahan dorongan
indera-indera material dan menahan kekuatan keinginan dan amarah sebelum ia
meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, maka kedudukannya baik dan ia
berbahagia di dunia ini.
Penjelasan
Kalau seseorang ingin mencapai kemajuan yang
mantap dalam menempuh jalan keinsafan diri, dia harus berusaha mengendalikan
dorongan-dorongan indera-indera material. Ada dorongan untuk berbicara,
dorongan amarah, dorongan pikiran, dorongan perut, dorongan kemaluan, dan
dorongan lidah. Orang yang dapat mengendalikan dorongan berbagai indera dan
pikiran disebut Gosvami, atau svami. Para Gosvami hidup dengan cara yang
terkendalikan secara ketat. Mereka meninggalkan dorongan-dorongan indera sama
sekali. Apabila keinginan material tidak dipuaskan, maka keinginan-keinginan
itu menimbulkan amarah, dan dengan demikian pikiran, mata, dan dada menjadi
tegang. Karena itu, seseorang harus melatih diri untuk mengendalikan keinginan
duniawi sebelum dia meninggalkan badan material ini. Dimengerti bahwa orang
yang sudah dapat melakukan demikian sudah insaf akan diri. Dengan demikian, ia
berbahagia dalam keadaan keinsafan diri. Kewajiban seorang rohaniwan ialah
berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan keinginan dan amarah.
5.24
yo
'ntaḥ-sukho 'ntar-ārāmas
tathāntar-jyotir
eva yaḥ
sa
yogī brahma-nirvāṇaḿ
brahma-bhūto
'dhigacchati
yaḥ—orang yang; antaḥ-sukhaḥ—berbahagia dari dalam
Diri-Nya; antaḥ-ārāmaḥ—giat menikmati di dalam Diri-Nya; tathā—beserta;
antaḥ-jyotiḥ—tujuan di dalam Diri-Nya; evā—pasti; yaḥ—siapapun;
saḥ—dia; yogī—seorang ahli kebatinan; brahma-nirvāṇam—pembebasan
dalam Yang Mahakuasa; brahma-bhūtaḥ—dengan menginsafi diri; adhigacchati—mencapai.
Terjemahan
Orang
yang berbahagia di dalam Diri-Nya, giat dan riang di dalam Diri-Nya, dan
tujuannya di dalam Diri-Nya, sungguh-sungguh ahli kebatinan yang sempurna. Dia
mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa, dan akhirnya dia mencapai kepada Yang
Mahakuasa.
Penjelasan
Kalau
seseorang tidak dapat menikmati kebahagiaan di dalam hatinya, bagaimana mungkin
ia mengundurkan diri dari kesibukan lahiriah yang dimaksudkan untuk memperoleh
kebahagiaan yang dangkal? Orang yang sudah mencapai pembebasan menikmati
kebahagiaan melalui pengalaman yang nyata. Karena itu, ia dapat duduk diam di
tempat manapun dan menikmati kegiatan hidup dari dalam hatinya. Orang yang
sudah mencapai pembebasan seperti itu tidak menginginkan kesenangan material
lagi dari luar. Keadaan ini disebut brahmabhuta, dan kalau seseorang sudah
mencapai keadaan ini, terjamin bahwa dia akan pulang, kembali kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
5.25
labhante
brahma-nirvāṇam
ṛṣayaḥ
kṣīṇa-kalmaṣāḥ
chinna-dvaidhā
yatātmānaḥ
sarva-bhūta-hite
ratāḥ
labhante—mencapai; brahma-nirvāṇam—pembebasan di dalam Yang
Maha kuasa; ṛṣayaḥ—orang yang giat di dalam; kṣīṇa-kalmaṣāḥ—orang
bebas dari segala dosa; chinna—setelah merobek; dvaidhāḥ—hal-hal
yang relatif; yata-ātmanāḥ—sibuk dalam keinsafan diri; sarva-bhūta—untuk
semua makhluk hidup; hite—dalam pekerjaan demi kesejahteraan; ratāḥ—sibuk.
Terjemahan
Orang
yang berada di luar hal-hal yang relatif yang berasal dari keragu-raguan,
dengan pikirannya tekun di dalam hati, selalu sibuk bekerja demi kesejahteraan
semua makhluk hidup, dan bebas dari segala dosa, mencapai pembebasan dalam Yang
Mahakuasa.
Penjelasan
Hanya
orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya dapat dikatakan sibuk di dalam
pekerjaan demi kesejahteraan semua makhluk hidup. Apabila seseorang
sungguh-sungguh memiliki pengetahuan bahwa Krishna adalah sumber segala
sesuatu, maka bila dia bertindak dengan semangat seperti itu ia bertindak untuk
semua orang. Manusia menderita karena orang melupakan Krishna sebagai
Kepribadian Tuhan Yang Paling Utama yang menikmati, Pemilik Yang Paling Utama,
dan Kawan Yang Paling Utama. Karena itu, kalau seseorang bertindak untuk
menghidupkan kembali kesadaran tersebut dalam seluruh masyarakat manusia,
itulah pekerjaan tertinggi demi kesejahteraan orang. Seseorang tidak dapat
menekuni pekerjaan kelas utama demi kesejahteraan orang seperti itu kalau ia
belum mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa. Orang yang sadar akan Krishna,
tidak ragu-ragu tentang KeMahakuasaan Krishna. Dia tidak ragu-ragu karena dia
sudah bebas sepenuhnya dari segala dosa. Inilah keadaan cinta-bhakti yang suci.
Orang
yang hanya sibuk melayani kesejahteraan jasmani masyarakat manusia sebenarnya
tidak dapat menolong siapapun. Kalau seseorang hanya membuat badan jasmani dan
pikiran merasa lega untuk sementara waktu, itu tidak memuaskan. Sebenarnya
orang harus menghadapi kesulitan dalam perjuangan hidup yang keras karena
mereka melupakan hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Apabila seseorang
sudah sepenuhnya menyadari hubungannya dengan Krishna, maka ia benar-benar
mencapai pembebasan, walaupun mungkin ia masih berada di dalam badan material.
5.26
kāma-krodha-vimuktānāḿ
yatīnāḿ
yata-cetasām
abhito
brahma-nirvāṇaḿ
vartate
viditātmanām
kāma—dari keinginan; krodha—dan amarah; vimuktānām—mengenai
orang yang sudah dibebaskan; yatīnām—mengenai orang-orang suci; yata-cetasām—yang
sudah mengendalikan pikiran sepenuhnya; abhitaḥ—pasti dalam waktu yang
dekat sekali; brahma-nirvāṇam—pembebasan dalam Yang Mahakuasa; vartate—ada
di sana; vidita-ātmanām—mengenai orang yang sudah insaf akan diri.
Terjemahan
Orang
yang bebas dari amarah dan segala keinginan material, insaf akan diri,
berdisiplin diri dan senantiasa berusaha mencapai kesempurnaan, pasti akan
mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa dalam waktu yang dekat sekali.
Penjelasan
Di
antara semua orang suci yang senantiasa tekun berusaha menuju pembebasan, orang
yang sadar akan Krishna adalah yang paling baik. Dalam Bhagavatam (4.22.39),
kenyataan ini dibenarkan sebagai berikut:
yat-pāda-pańkaja-palāśa-vilāsa-bhaktyā
karmaśayaḿ
grathitam udgrathayanti santaḥ
tadvan
na rikta-matayo yatayo 'pi ruddha-
sroto-gaṇās
tam araṇaḿ bhaja vāsudevam
Cobalah
menyembah Vasudeva, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dalam bhakti. Resi-resi
besar sekalipun tidak dapat mengendalikan kekuatan indera-indera dengan cara
yang seefektif orang yang tekun dalam kebahagiaan rohani dengan cara melayani
kakipadma Krishna sehingga mencabut keinginan untuk kegiatan yang membuahkan
hasil yang sudah berakar di dalam hati."
Keinginan
untuk menikmati hasil dari pekerjaan sangat mendarah daging di dalam hati roh
yang terikat sehingga resi-resi yang hebat sekalipun mengalami kesulitan dalam
mengendalikan keinginan seperti itu, walaupun mereka berusaha sekuat tenaga.
Seorang penyembah Tuhan yang senantiasa menekuni bhakti dalam kesadaran Krishna
dan sempurna dalam keinsafan diri mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa
dengan cepat sekali. Oleh karena pengetahuannya lengkap dalam keinsafan diri,
dia selalu tetap dalam semadi. Contoh yang serupa mengenai hal ini sebagai
berikut.
darśana-dhyāna-saḿsparśair
matsya-kūrma-vihańgamāḥ
svāny
apatyāni puṣṇanti
tathāham
api padma-ja
Dengan
cara melihat, dengan cara bersemadi dan dengan cara sentuhan saja, ikan,
kura-kura dan burung memelihara anak-anaknya. Sayapun melakukan seperti itu,
wahai Padmaja."
Ikan
membesarkan anaknya hanya dengan cara memandangnya. Kura-kura membesarkan
anaknya hanya dengan bersemadi. Kura-kura bertelur di darat dan induk kurakura
bersemadi pada telur itu sambil ia berada dalam air. Begitu pula, walaupun
seseorang penyembah yang sadar akan Krishna, jauh dari tempat tinggal Krishna,
ia dapat mengangkat Diri-Nya sampai tempat tinggal itu hanya dengan cara
berpikir tentang Krishna senantiasa melalui kesibukan dalam kesadaran Krishna.
Ia tidak merasakan penderitaan kesengsaraan material; keadaan hidup demikian
disebut brahmaṇirvana, yang berarti kesengsaraan material tidak ada karena dia
senantiasa khusuk dalam Yang Mahakuasa.
5.27-28
sparśān
kṛtvā bahir bāhyāḿś
cakṣuś
caivāntare bhruvoḥ
prāṇāpānau
samau kṛtvā
nāsābhyantara-cāriṇau
yatendriya-mano-buddhir
munir
mokṣa-parāyaṇaḥ
vigatecchā-bhaya-krodho
yaḥ
sadā mukta eva saḥ
sparśān—obyek-obyek indera, misalnya suara; kṛtvā—menjaga; bahiḥ—di
luar; bāhyān—yang tidak diperlukan; cakṣuḥ—mata; ca—juga;
evā—pasti; antare—di antara; bhruvoḥ—alis mata; prāṇa-apānau—udara
yang bergerak ke atas serta ke bawah; samau—dalam keadaan tergantung; kṛtvā—menjaga;
nāsa-abhyantara—di dalam lobang hidung; cāriṇau—meniup; yata—dikendalikan;
indriya—indera-indera; manaḥ—pikiran; buddhiḥ—kecerdasan;
muniḥ—seorang rohaniwan; mokṣa—untuk pembebasan; parāyaṇāḥ—dengan
ditakdirkan seperti itu; vigata—setelah membuang; icchā—keinginan;
bhaya—rasa takut; krodhaḥ—amarah; yaḥ—orang yang; sadā—selalu;
muktaḥ—sudah mencapai pembebasan; evā—pasti; saḥ—dialah.
Terjemahan
Dengan
menutup indera terhadap segala obyek indera dari luar, menjaga mata dan
penglihatan dipusatkan antara kedua alis mata, menghentikan nafas keluar dan
masuk di dalam lobang hidung, dan dengan cara demikian mengendalikan pikiran,
indera-indera dan kecerdasan, seorang rohaniwan yang bertujuan mencapai
pembebasan menjadi bebas dari keinginan, rasa takut dan amarah. Orang yang
selalu berada dalam keadaan demikian pasti mencapai pembebasan.
Penjelasan
Dengan
menekuni kesadaran Krishna, seseorang dapat segera mengerti identitas
rohaninya, kemudian dapat mengerti tentang Tuhan Yang Maha Esa melalui cara
bhakti. Apabila seseorang sudah mantap dalam bhakti, ia mencapai kedudukan
rohani, dan memenuhi syarat untuk merasakan adanya Tuhan di dalam lingkungan
kegiatannya. Kedudukan khusus ini disebut pembebasan dalam Yang Mahakuasa.
Sesudah
menjelaskan prinsip-prinsip pembebasan dalam Yang Mahakuasa yang disebut di
atas, Krishna memberikan pelajaran kepada Arjuna tentang bagaimana seseorang
dapat mencapai kedudukan itu melalui latihan kebatinan atau yoga yang bernama
astanga-yoga. Astanga-yoga adalah proses yang terdiri dari delapan tahap yaitu:
yama, niyama, āsana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. Dalam
akhir Bab Enam, mata pelajaran yoga diuraikan secara khusus. Pada akhir Bab
Lima hanya kata pengantar tentang hal itu diberikan. Seseorang harus mengusir
obyek-obyek indera seperti suara, rabaan, bentuk, rasa dan bau dengan proses pratyahara
dalam yoga, kemudian menjaga pengelihatan mata ditengah-tengah antara alis mata
dan memusatkan perhatian pada ujung hidung dengan mata setengah dipejamkan.
Tidak ada manfaat memejamkan mata sepenuhnya, sebab dalam keadaan demikian
kemungkinan besar seseorang akan tertidur. Juga tidak ada manfaat kalau
seseorang membuka mata sepenuhnya, sebab dalam keadaan demikian ada bahaya
bahwa dia akan tertarik kepada obyek-obyek indera. Gerak nafas ditahan di dalam
lubang hidung dengan menetralisir arus udara yang bergerak ke atas dan ke bawah
di dalam badan. Dengan berlatih yoga seperti itu, seseorang dapat mengendalikan
indera-indera, menghindari obyek-obyek indera dari luar, dan dengan demikian
menyiapkan diri untuk pembebasan dalam Yang Mahakuasa.
Proses
yoga tersebut membantu seseorang hingga dibebaskan dari segala jenis rasa takut
dan amarah; dan dengan demikian merasakan adanya Roh Yang Utama pada kedudukan
rohani. Dengan kata lain, kesadaran Krishna adalah proses termudah untuk
melaksanakan prinsip-prinsip yoga. Hal ini akan dijelaskan secara panjang lebar
dalam bab berikut. Akan tetapi, orang yang sadar akan Krishna selalu tekun
dalam bhakti, dan dia tidak mengambil resiko bahwa indera-inderanya akan hilang
dalam kesibukan yang lain. Kesadaran Krishna adalah cara yang lebih baik dari
pada astanga-yoga untuk mengendalikan indera-indera.
5.29
bhoktāraḿ
yajña-tapasāḿ
sarva-loka-maheśvaram
suhṛdaḿ
sarva-bhūtānāḿ
jñātvā
māḿ śāntim ṛcchati
bhoktāram—yang menikmati hasil; yajñā—korban-korban suci; tapasām—serta
pertapaan dan kesederhanaan; sarva-loka—seluruh planet dan para dewa di
planet-planet itu; mahā-īśvaram—Tuhan Yang Maha Esa; su-hṛdam—penolong;
sarva—terhadap semua; bhūtānām—para makhluk hidup; jñātvā—dengan
mengetahui demikian; mām—Aku (Sri Krishna); śāntim—rasa lega
setelah dibebaskan dari kesengsaraan material; ṛcchati—seseorang
mencapai.
Terjemahan
Orang
yang sadar kepada-Ku sepenuhnya, karena ia mengenal Aku sebagai Penerima utama
segala korban suci dan pertapaan, Tuhan Yang Maha Esa penguasa semua planet dan
dewa, dan penolong yang mengharapkan kesejahteraan semua mahkluk hidup, akan
mencapai kedamaian dari penderitaan kesengsaraan material.
Penjelasan
Roh-roh
yang terikat dalam cengkraman tenaga yang mengkhayalkan sangat menginginkan
tercapainya kedamaian di dunia material. Tetapi mereka tidak mengetahui rumus
untuk kedamaian, yang dijelaskan dalam Bhagavad-gita pada bagian ini. Rumus
kedamaian yang paling utama adalah sebagai berikut: Sri Krishna-lah yang
menikmati hasil segala ke giatan manusia. Seharusnya manusia mempersembahkan
segala sesuatu untuk pengabdian rohani kepada Tuhan, sebab Beliaulah Pemilik
semua planet dan dewa yang ada di planet-planet itu. Tiada seorangpun yang
lebih tinggi daripada Beliau. Beliau lebih tinggi daripada dewa yang paling
tinggi, yaitu dewa Siva dan dewa Brahma. Dalam Veda (svetasvatara Upanisad
6.7), Tuhan Yang Maha Esa diuraikan sebagai, tam Isvaranam paramam mahesvaram.
Di bawah pesona khayalan, para makhluk hidup berusaha menjadi Penguasa segala
sesuatu yang dipandangnya, tetapi sebenarnya mereka dikuasai oleh tenaga
material Krishna. Krishna adalah Penguasa alam material, dan roh-roh yang
terikat berada di bawah peraturan alam material yang keras. Kalau seseorang
belum mengerti kenyataan pokok tersebut, tidak mungkin dia mencapai kedamaian
di dunia, baik secara pribadi maupun secara bersama. Inilah pengertian
kesadaran Krishna: Sri Krishna adalah Yang Mahakuasa, dan semua makhluk hidup,
termasuk pula para dewa yang mulia, adalah bawahan Krishna. Seseorang dapat
mencapai kedamaian yang sempurna hanya kalau ia sadar akan Krishna secara
lengkap.
Bab
Lima ini adalah penjelasan yang praktis tentang kesadaran Krishna, yang pada
umumnya dikenal sebagai karma-yoga. Pertanyaan angan-angan tentang bagaimana
karma-yoga dapat memberikan pembebasan dijawab di sini. Bekerja dalam kesadaran
Krishna berarti bekerja dengan pengetahuan lengkap tentang Tuhan sebagai
Penguasa. Pekerjaan seperti itu tidak berbeda dengan pengetahuan rohani.
Kesadaran Krishna secara langsung adalah bhakti-yoga, dan jñāna-yoga adalah
jalan menuju bhakti-yoga. Kesadaran Krishna berarti bekerja dengan penuh
pengetahuan tentang hubungan kita dengan Yang Mutlak Yang Paling Utama.
Kesempurnaan kesadaran tersebut ialah pengetahuan yang sempurna tentang
Krishna, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Sang roh yang murni adalah hamba
Tuhan yang kekal sebagai bagian percikan dari Krishna yang mempunyai sifat yang
sama seperti Krishna. Sang roh yang murni mengadakan hubungan dengan mayā
(khayalan) karena keinginan untuk berkuasa atas mayā. Itulah yang
menyebabkan banyak penderitaan yang dialaminya. Selama ia berhubungan dengan
alam, ia harus melaksanakan pekerjaan menurut kebutuhan-kebutuhan
material. Akan tetapi, kesadaran Krishna membawa seseorang ke dalam
kehidupan rohani walaupun ia masih berada dalam kekuasaan alam, sebab kesadaran
Krishna berarti menghidupkan kembali kehidupan rohani melalui latihan di dunia
material. Makin seseorang maju dalam kesadaran Krishna, makin dia dibebaskan
dari cengkraman alam. Krishna tidak berat sebelah terhadap siapa pun. Segala
sesuatu tergantung pada pelaksanaan tugas kewajiban yang nyata dalam kesadaran
Krishna, dan ini membantu seseorang untuk mengendalikan indera-indera dalam
segala hal dan mengalahkan pengaruh keinginan dan amarah. Orang yang berdiri
dengan teguh dalam kesadaran Krishna, dan mengendalikan nafsu tersebut diatas,
sesungguhnya mantap pada tingkat rohani, atau brahma-nirvana. Kebatinan yang
terdiri dari delapan tahap di jalankan dengan sendirinya di dalam kesadaran
Krishna, sebab tujuan utama yoga itu dipenuhi. Ada proses naik tingkat secara
bertahap dalam latihan yama, niyama, āsana, pranayama, pratyahara, dharana,
dhyana, dan samadhi. Tetapi tahaptahap ini hanya merupakan pendahuluan untuk kesempurnaan
bhakti, satu-satunya proses yang menganugerahkan kedamaian kepada manusia.
Itulah kesempurnaan hidup tertinggi.
Demikianlah
selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Lima Srimad Bhagavad-gita perihal
Karma-yoga—Perbuatan dalam Kesadaran Krishna."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
Dhyana-yoga
6.1
śrī-bhagavān
uvāca
anāśritaḥ
karma-phalaḿ
kāryaḿ
karma karoti yaḥ
sa
sannyāsī ca yogī ca
na
niragnir na cākriyaḥ
Śrī-bhagavān
uvāca—Tuhan Yang Maha Esa bersabda; anāśritaḥ—tanpa
berlindung; karma-phalam—terhadap hasil pekerjaan; kāryam—wajib; karma—pekerjaan;
karoti—melaksanakan; yaḥ—orang yang; saḥ—dia; sannyāsī—pada
tingkat meninggalkan hal-hal duniawi; ca—juga; yogī—ahli
kebatinan; ca—juga; na—tidak; niḥ—tanpa; agniḥ—api;
na—tidak juga; ca—juga; akriyaḥ—tanpa kewajiban.
Terjemahan
Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Orang yang tidak terikat pada hasil pekerjaannya
dan bekerja menurut tugas kewajibannya berada pada tingkatan hidup untuk
meninggalkan hal-hal duniawi. Dialah ahli kebatinan yang sejati, bukanlah orang
yang tidak pernah menyalakan api dan tidak melakukan pekerjaan apapun yang
menjadi sannyāsī dan yogi yang sejati.
Penjelasan
Dalam
bab ini, Sri Krishna menjelaskan bahwa proses sistem yoga terdiri dari delapan
tahap adalah cara untuk mengendalikan pikiran dan indera-indera. Akan tetapi,
ini sulit sekali dilaksanakan oleh orang awam, khususnya pada jaman Kali.
Walaupun sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap dianjurkan dalam bab ini,
Krishna menegaskan bahwa proses karma-yoga, atau bertindak dalam kesadaran
Krishna, lebih baik. Semua orang bertindak di dunia ini untuk memelihara
keluarganya dan perlengkapan mereka. Tetapi tiada seorangpun yang bekerja tanpa
suatu kepentingan pribadi, kepuasan pribadi, baik secara terpadu maupun secara
luas. Ukuran kesempurnaan ialah bertindak dalam kesadaran Krishna, bukan dengan
tujuan menikmati hasil pekerjaan. Bertindak dalam kesadaran Krishna adalah
kewajiban setiap makhluk hidup, sebab pada dasarnya kita semua bagian dari Yang
Mahakuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti Yang Mahakuasa.
Anggota-anggota badan bekerja untuk memuaskan seluruh badan. Anggota-anggota
badan tidak bergerak untuk memuaskan diri masing-masing, melainkan untuk
memuaskan keseluruhan yang lengkap. Begitu pula, makhluk hidup yang tidak
bekerja demi kepuasan pribadi melainkan bekerja untuk memuaskan keseluruhan
yang paling utama adalah sannyāsī dan yogi yang sempurna.
Kadang-kadang
para sannyāsī berpikir dengan cara yang tidak wajar seolah-olah mereka sudah
dibebaskan dari segala tugas material. Karena itu mereka berhenti melakukan
agnihotra-yajñā (korban suci dengan api). Tetapi mereka sebenarnya mempunyai
kepentingan pribadi karena tujuan mereka adalah menunggal dengan Brahman yang
bersifat pribadi. Keinginan seperti itu lebih tinggi daripada keinginan
material manapun, tetapi keinginan itupun tidak bebas dari kepentingan pribadi.
Begitu pula, seorang yogi kebatinan yang mempraktekkan sistem yoga dengan mata
setengah dipejamkan dan menghentikan segala kegiatan material masih
menginginkan suatu kepuasan untuk diri pribadi. Tetapi orang yang bertindak
dalam kesadaran Krishna bekerja untuk memuaskan keseluruhan, bebas dari kepentingan
pribadi. Orang yang sadar akan Krishna tidak mempunyai keinginan untuk
memuaskan Diri-Nya sendiri. Ukuran sukses bagi orang yang sadar akan Krishna
ialah kepuasan Krishna, dengan demikian dia menjadi sannyāsī yang sempurna,
atau yogi yang sempurna. Sri Caitanya, adalah lambang kesempurnaan tertinggi
dalam melepaskan ikatan, berdoa sebagai berikut:
na
dhanaḿ na janaḿ na sundarīḿ
kavitāḿ
vā jagad-īśa kāmaye
mama
janmāni janmanīśvare
bhavatād
bhaktir ahaitukī tvayi
O
Tuhan Yang Mahakuasa, hamba tidak mempunyai keinginan untuk mengumpulkan
kekayaan atau menikmati wanita-wanita yang cantik. Hamba juga tidak
menginginkan sejumlah pengikut. Yang hamba inginkan adalah karunia yang tiada
sebabnya berupa kesempatan untuk berbhakti kepada Anda dalam hidup hamba, dalam
setiap penjelmaan."
6.2
yaḿ sannyāsam iti prāhur
yogaḿ taḿ viddhi pāṇḍava
na hy asannyasta-sańkalpo
yogī bhavati kaścana
yam—apa; sannyāsam—melepaskan
ikatan; iti—demikian; prāhuḥ—mereka mengatakan; yogam—mengadakan
hubungan dengan Yang Mahakuasa; tam—itu; viddhi—engkau harus
mengetahui; pāṇḍava—wahai putera Pāṇḍu ; na—tidak
pernah; hi—pasti; asannyasta—tanpa meninggalkan; sańkalpaḥ—keinginan
untuk memuaskan diri sendiri; yogī—seorang rohaniwan yang ahli
kebatinan; bhavati—menjadi; kaścana—siapapun.
Terjemahan
Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang
disebut melepaskan ikatan sama dengan yoga atau mengadakan hubungan antara diri
kita dengan Yang Mahakuasa, wahai putera Pāṇḍu, sebab seseorang tidak akan
pernah dapat menjadi yogi kecuali ia melepaskan keinginan untuk memuaskan
indera-indera.
Penjelasan
Sannyasa-yoga atau bhakti yang sejati berarti
seseorang harus mengetahui kedudukan dasarnya sebagai makhluk hidup, dan
bertindak sesuai dengan kedudukan dasar itu. Makhluk hidup tidak memiliki
identitas yang bebas. Makhluk hidup adalah tenaga pinggir dari Yang Mahakuasa.
Apabila makhluk hidup ditangkap oleh tenaga material, dia terikat, dan apabila
dia sadar akan Krishna, atau sadar akan tenaga rohani, dia berada dalam keadaan
hidupnya yang sejati dan wajar. Karena itu, apabila seseorang memiliki
pengetahuan yang lengkap, dia menghentikan segala kepuasan indera-indera
material, atau melepaskan ikatan terhadap segala jenis kegiatan untuk kepuasan indera-indera.
Inilah latihan bagi para yogi yang mengekang indera-indera dari ikatan
material. Tetapi orang yang sadar akan Krishna tidak mempunyai kesempatan untuk
menggunakan indera-inderanya dalam kegiatan manapun yang tidak bertujuan untuk
Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan Krishna sekaligus menjadi sannyāsī
dan yogi. Maksud pengetahuan dan pengekangan indera-indera, sebagaimana
dianjurkan dalam proses-proses yajñā dan yoga, dilaksanakan dengan sendirinya
dalam kesadaran Krishna. Kalau seseorang tidak dapat meninggalkan kegiatan yang
berasal dari sifat mementingkan diri sendiri, maka jñāna dan yoga percuma
baginya. Tujuan sejati ialah makhluk hidup harus meninggalkan segala kepuasan
yang mementingkan diri sendiri dan bersedia memuaskan Yang Mahakuasa. Orang
yang sadar akan Krishna tidak mempunyai keinginan untuk kenikmatan pribadi dari
jenis manapun. Dia selalu sibuk untuk kenikmatan Yang Mahakuasa. Karena itu,
orang yang tidak mempunyai keterangan tentang Yang Mahakuasa pasti menjadi
sibuk dalam memuaskan Diri-Nya sendiri, sebab tiada seorangpun yang dapat
berdiri pada tingkat tidak melakukan kegiatan. Segala maksud dipenuhi secara
sempurna oleh latihan kesadaran Krishna.
6.3
ārurukṣor muner yogaḿ
karma kāraṇam ucyate
yogārūḍhasya tasyaiva
śamaḥ kāraṇam ucyate
ārurukṣoḥ—orang yang baru mulai yoga; muneḥ—mengenai
resi; yogam—sistem yoga terdiri dari delapan tahap; karma—pekerjaan;
kāraṇam—cara; ucyate—dikatakan sebagai; yoga—yoga yang
terdiri dari delapan tahap; ārūḍhasya—mengenai orang yang sudah
mencapai; tasya—milik dia; evā—pasti; samaḥ—menghentikan
segala kegiatan material; kāraṇam—cara; ucyate—dikatakan
sebagai.
Terjemahan
Dikatakan bahwa pekerjaan adalah cara untuk orang
yang baru mulai belajar sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap, sedangkan
menghentikan segala kegiatan material dikatakan sebagai cara untuk orang yang
sudah maju dalam yoga.
Penjelasan
Proses menghubungkan diri kita dengan yang Mahakuasa
disebut yoga. Yoga dapat diumpamakan sebagai tangga untuk mencapai keinsafan
rohani tertinggi. Tangga tersebut mulai dari keadaan material yang paling
rendah bagi makhluk hidup dan naik sampai keinsafan diri yang sempurna dalam
kehidupan rohani yang murni. Menurut berbagai tingkat, bagian-bagian
tangga tersebut dikenal dengan berbagai nama. Tetapi secara keseluruhan,
tangga yang lengkap disebut yoga dan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
jñāna-yoga, Dhyana-yoga dan bhakti-yoga. Awal tangga itu disebut tahap
yoga-ruruksu, dan tingkat tertinggi disebut yoga-ruda.
Mengenai sistem yoga terdiri dari delapan tahap,
usaha-usaha pada awal untuk masuk dalam semadi melalui prinsip-prinsip yang
mengatur hidup dan latihan berbagai sikap duduk (yang kurang lebih merupakan
senam jasmani) dianggap kegiatan material yang dimaksudkan untuk membuahkan
hasil. Segala kegiatan seperti itu menuju tercapainya keseimbangan mental yang
sempurna untuk mengendalikan indera-indera. Apabila seseorang sudah ahli dalam
latihan semadi, ia menghentikan segala kegiatan pikiran yang mengganggu.
Akan tetapi, orang yang sadar akan Krishna mantap
sejak awal pada tingkat semadi, sebab dia selalu berpikir tentang Krishna.
Dengan senantiasa menekuni pengabdian kepada Krishna, dia dianggap sudah menghentikan
segala kegiatan material.
6.4
yadā hi nendriyārtheṣu
na karmasv anuṣajjate
sarva-sańkalpa-sannyāsī
yogārūḍhas tadocyate
yadā—apabila; hi—pasti; na—tidak;
indriya-artheṣu—dalam kepuasan indera-indera; na—tidak pernah; karmasu—dalam
kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; anuṣajjate—seseorang
perlu menjadi sibuk; sarva-sańkalpa—dari segala keinginan material; sannyāsī—orang
yang melepaskan ikatan; yoga-ārūḍhaḥ—maju dalam yoga; tadā—pada
waktu itu; ucyate—dikatakan sebagai.
Terjemahan
Dikatakan bahwa seseorang sudah maju dalam yoga
apabila dia tidak bertindak untuk kepuasan indera-indera atau menjadi sibuk
dalam kegiatan untuk membuahkan hasil setelah meninggalkan segala keinginan
material.
Penjelasan
Apabila seseorang sepenuhnya menekuni
cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, dia berpuas hati dalam Diri-Nya sendiri.
Karena itu, dia tidak sibuk lagi dalam kepuasan indera-indera atau kegiatan
yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil. Kalau tidak demikian, seseorang harus
sibuk dalam kepuasan indera-indera, sebab ia tidak dapat hidup tanpa kesibukan.
Tanpa kesadaran Krishna, seseorang harus selalu mencari kegiatan yang berpusat
pada Diri-Nya sendiri atau kegiatan yang mementingkan Diri-Nya dalam arti yang
diperluas. Tetapi orang yang sadar akan Krishna dapat melakukan segala sesuatu
demi kepuasan Krishna, dan dengan demikian ia dibebaskan dari ikatan terhadap
kepuasan indera-indera secara sempurna. Orang yang belum insaf seperti itu
harus berusaha melakukan latihan untuk dapat dibebaskan dari keinginan material
sebelum ia dapat diangkat sampai tingkat tertinggi pada tangga yoga.
6.5
uddhared ātmanātmānaḿ
nātmānam avasādayet
ātmaiva hy ātmano bandhur
ātmaiva ripur ātmanaḥ
uddharet—seseorang harus menyelamatkan; ātmanā—oleh
pikiran; ātmanām—roh yang terikat; na—tidak pernah; ātmanām—roh
yang terikat; avasādayet—menyebabkan kemerosotan; ātmā—pikiran; evā—pasti;
hi—memang; ātmanāḥ—bagi roh yang terikat; bandhuḥ—kawan;
ātmā—pikiran; evā—pasti; ripuh—musuh; ātmanāḥ—bagi roh
yang terikat.
Terjemahan
Seseorang harus menyelamatkan diri dengan bantuan
pikirannya, dan tidak menyebabkan Diri-Nya merosot. Pikiran adalah kawan bagi
roh yang terikat, dan pikiran juga musuhnya.
Penjelasan
Kata atma menunjukkan badan, pikiran dan sang
roh—tergantung pada berbagai keadaan. Dalam sistem yoga, khususnya pikiran dan
roh terikat yang penting. Oleh karena pikiran adalah titik pusat latihan yoga,
di sini kata atma menunjukkan pikiran. Maksud sistem yoga ialah untuk
mengendalikan pikiran dan menarik pikiran keluar dari ikatan terhadap
obyek-obyek indera. Di sini digarisbawahi bahwa pikiran harus dilatih dengan
cara sedemikian rupa supaya dapat menyelamatkan roh yang terikat dari rawa-rawa
kebodohan. Dalam kehidupan material, seseorang mengalami pengaruh pikiran dan
indera-indera. Sebenarnya, sang roh yang murni diikat di dunia material karena
pikiran tersangkut dengan keakuan palsu, yang ingin berkuasa atas alam
material. Karena itu, pikiran harus dilatih supaya tidak tertarik pada
gemerlapnya alam material. Dengan cara itulah roh yang terikat dapat
diselamatkan. Hendaknya seseorang jangan menyebabkan Diri-Nya merosot dengan
menjadi tertarik pada obyek-obyek indera. Makin seseorang tertarik pada obyek-obyek
indera, makin Diri-Nya terikat dalam kehidupan material. Cara terbaik untuk
membebaskan diri dari ikatan ialah selalu menjadikan pikiran tekun dalam
kesadaran Krishna. Kata hi digunakan untuk menggarisbawahi kenyataan ini, yaitu
bahwa seseorang harus berbuat seperti ini. Dalam Upanisad-upanisad juga
dinyatakan:
mana eva manuṣyāṇāḿ
kāraṇaḿ bandha-mokṣayoḥ
bandhāya viṣayāsańgo
muktyai nirviṣayaḿ manaḥ
Pikiran menyebabkan ikatan manusia dan pikiran
pula yang menyebabkan pembebasannya. Pikiran yang terikat dalam obyek-obyek
indera menyebabkan ikatan, dan pikiran yang dibebaskan dari ikatan terhadap
obyek-obyek indera menyebabkan pembebasan" (Amrtabindu Upanisad 2). Karena
itu, pikiran yang selalu tekun dalam kesadaran Krishna menyebabkan pembebasan
yang paling utama.
6.6
bandhur ātmātmanas tasya
yenātmaivātmanā jitaḥ
anātmanas tu śatrutve
vartetātmaiva śatru-vat
bandhuḥ—kawan; ātmā—pikiran; ātmanāḥ—bagi
makhluk hidup; tasya—bagi dia; yena—oleh siapa; ātmā—pikiran;
evā—pasti; ātmanā—oleh para makhluk hidup; jitaḥ—ditaklukkan;
anātmanāḥ—orang yang gagal mengendalikan pikiran; tu—tetapi; śatrutve—karena
rasa benci; varteta—tetap; ātmā eva—pikiranlah; śatru-vat—sebagai
musuh.
Terjemahan
Pikiran adalah kawan yang paling baik bagi orang
yang sudah menaklukkan pikiran; tetapi bagi orang yang gagal mengendalikan
pikiran, maka pikirannya akan tetap sebagai musuh yang paling besar.
Penjelasan
Maksud latihan yoga yang terdiri dari delapan
tahap ialah mengendalikan pikiran supaya pikiran dijadikan kawan dalam
melaksanakan tujuan kehidupan manusia. Kalau pikiran tidak dikendalikan,
latihan yoga (sebagai tontonan) hanya memboroskan waktu saja. Orang yang tidak
dapat mengendalikan pikiran selalu hidup bersama musuh yang paling besar dan dengan
demikian kehidupannya dan tujuannya dirusakkan. Kedudukan dasar makhluk hidup
ialah melaksanakan perintah atasan. Selama pikiran tetap sebagai musuh yang
belum ditaklukkan, seseorang harus melayani perintah-perintah hawa nafsu,
amarah, loba, khayalan, dan sebagainya. Tetapi apabila pikiran sudah
ditaklukkan, dengan sukarela seseorang setuju mematuhi perintah-perintah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam hati setiap orang
sebagai Paramatma. Latihan yoga yang sejati berarti bertemu dengan Paramatma di
dalam hati dan kemudian mengikuti perintah Beliau. Bagi orang yang mulai
mengikuti kesadaran Krishna secara langsung, penyerahan diri secara sempurna
terhadap perintah Krishna menyusul dengan sendirinya.
6.7
jitātmanaḥ praśāntasya
paramātmā samāhitaḥ
śītoṣṇa-sukha-duḥkheṣu
tathā mānāpamānayoḥ
jita-ātmanaḥ—mengenai orang yang sudah
menaklukkan pikirannya; praśāntasya—orang yang sudah mencapai tingkat
ketenangan dengan mengendalikan pikiran seperti itu; parama -ātmā—Roh
Yang Utama; samāhitaḥ—sepenuhnya mendekati; śīta—dalam keadaan
dingin; uṣṇa—panas; sukha—suka; duḥkheṣu—dan dukacita;
tathā—juga; māna—dalam kehormatan; apamānayoḥ—penghinaan.
Terjemahan
Orang yang sudah menaklukkan pikiran sudah
mencapai kepada Roh Yang Utama, sebab dia sudah mencapai ketenangan. Bagi orang
seperti itu, suka dan duka, panas dan dingin, penghormatan dan penghinaan semua
sama.
Penjelasan
Sebenarnya, setiap makhluk hidup dimaksudkan
untuk mematuhi perintah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di
dalam hati semua orang sebagai Paramatma. Apabila pikiran disesatkan oleh
tenaga luar yang mengkhayalkan, seseorang terikat dalam kegiatan material.
Karena itu, begitu pikiran seseorang dikendalikan melalui salah satu diantara
sistem-sistem yoga, harus dianggap bahwa ia sudah mencapai tujuan. Seseorang
harus mematuhi perintah-perintah atasan. Apabila pikiran seseorang sudah
dipusatkan kepada alam utama, dia tidak ada pilihan lain selain mematuhi
perintah Yang Mahakuasa. Pikiran harus mengakui sebuah perintah dari atasan dan
mengikuti perintah itu. Efek mengendalikan pikiran ialah bahwa dengan
sendirinya seseorang mengikuti perintah Paramatma, atau Roh Yang Utama. Oleh
karena kedudukan rohani tersebut akan segera dicapai oleh orang yang sadar akan
Krishna, seorang penyembah Krishna tidak dipengaruhi oleh hal-hal relatif dalam
kehidupan material, yaitu, suka dan duka, panas dan dingin, dan sebagainya.
Keadaan tersebut adalah Samadhi yang nyata, khusuk dalam Yang Mahakuasa.
6.8
jñāna-vijñāna-tṛptātmā
kūṭa-stho vijitendriyaḥ
yukta ity ucyate yogī
sama-loṣṭrāśma-kāñcanaḥ
jñāna—oleh pengetahuan yang diperoleh; vijñāna—dan
pengetahuan yang diinsafi; tṛpta—dipuaskan; ātmā—makhluk hidup;
kutasthah—mantap secara rohani; vijita-indriyaḥ—mengendalikan
indera-indera; yuktaḥ—sanggup untuk keinsafan diri; iti—demikian;
ucyate—dikatakan; yogī—seorang ahli kebatinan; sama—mantap
secara seimbang; loṣṭra—batu kerikil; aśma—batu; kāñcanaḥ—emas.
Terjemahan
Dikatakan bahwa seseorang sudah mantap dalam
keinsafan diri dan dia disebut seorang yogi (atau ahli kebatinan) apabila ia
puas sepenuhnya atas dasar pengetahuan yang telah diperoleh dan keinsafan.
Orang seperti itu mantap dalam kerohanian dan sudah mengendalikan diri. Dia
melihat segala sesuatu—baik batu kerikil, batu maupun emas—sebagai hal yang
sama.
Penjelasan
Pengetahuan dari buku tanpa keinsafan terhadap
Kebenaran Yang Paling Utama tidak berguna. Hal ini dinyatakan sebagai berikut:
ataḥ śrī-kṛṣṇa-nāmādi
na bhaved grāhyam indriyaiḥ
sevonmukhe hi jihvādau
svayam eva sphuraty adaḥ
Tiada seorangpun yang dapat mengerti sifat
rohani, nama, bentuk, sifat, dan kegiatan Sri Krishna melalui indera-indera
yang dicemari secara material. Hanya kalau seseorang kenyang secara rohani
melalui pengabdian rohani kepada Tuhan, maka nama, bentuk, sifat dan kegiatan
rohani Krishna diungkapkan kepadanya." (Bhakti-rasamrta-sindhu 1.2.234)
Bhagavad-gita adalah ilmu pengetahuan kesadaran
Krishna. Tiada seorang pun yang dapat menyadari Krishna hanya dengan
kesarjanaan duniawi saja. Seseorang harus cukup beruntung hingga dapat
mengadakan hubungan dengan orang yang kesadarannya murni. Orang yang sadar akan
Krishna sudah menginsafi pengetahuan atas berkat karunia Krishna, sebab dia puas
dengan bhakti yang murni. Seseorang menjadi sempurna melalui pengetahuan yang
diinsafinya. Seseorang dapat menjadi mantap dalam keyakinannya melalui
pengetahuan rohani. Tetapi seseorang mudah dikhayalkan dan dibingungkan oleh
hal-hal yang kelihatannya merupakan penyangkalan kalau ia hanya memiliki
pengetahuan dari perguruan tinggi saja. Orang yang sudah insaf akan Diri-Nya
sebenarnya sudah mengendalikan diri, sebab ia sudah menyerahkan diri kepada
Krishna. Dia melampaui keduniawian karena dia tidak mempunyai hubungan dengan
kesarjanaan duniawi. Bagi orang itu, kesarjanaan duniawi dan angan-angan, yang
barangkali sebagus emas menurut orang lain, tidak lebih berharga daripada
kerikil atau batu.
6.9
suhṛn-mitrāry-udāsīna-
madhya-stha-dveṣya-bandhuṣu
sādhuṣv api ca pāpeṣu
sama-buddhir viśiṣyate
su-hṛt—kepada orang yang mengharapkan
kesejahteraan sesuai sifatnya; mitra—penolong dengan kasih sayang; ari—musuh-musuh;
udāsīna—orang yang mempunyai kedudukan netral antara orang yang
bermusuhan; madhya-stha—perantara antara orang yang bermusuhan; dveṣya—orang
yang iri hati; bandhuṣu—dan sanak keluarga atau orang yang mengharapkan
kesejahteraan; sādhuṣu—kepada orang saleh; api—beserta; ca—dan;
pāpeṣu—kepada orang berdosa; sama-buddhiḥ—mempunyai kecerdasan
yang merata; viśiṣyate—sudah maju sekali.
Terjemahan
Seseorang dianggap lebih maju lagi apabila dia
memandang orang jujur yang mengharapkan kesejahteraan, penolong yang penuh
kasih sayang, orang netral, perantara, orang iri, kawan dan musuh, orang saleh
dan orang yang berdosa dengan sikap pikiran yang sama.
Tidak ada penjelasan
6.10
yogī yuñjīta satatam
ātmānaḿ rahasi sthitaḥ
ekākī yata-cittātmā
nirāśīr aparigrahaḥ
yogī—seorang rohaniwan; yuñjīta—harus
memusatkan pikiran dalam kesadaran Krishna; satatam—senantiasa; ātmanām—Diri-Nya
(oleh badan, pikiran dan sang diri); rahasi—di tempat sunyi; sthitāḥ—menjadi
mantap seperti itu; ekākī—sendirian; yata-citta-ātmā—selalu
hati-hati dalam pikiran; nirāśīḥ—tanpa tertarik oleh apapun yang lain; aparigrahaḥ—bebas
dari rasa memiliki sesuatu.
Terjemahan
Seorang rohaniawan seharusnya selalu menjadikan
badannya, pikiran dan Diri-Nya tekun dalam hubungan dengan Yang Mahakuasa.
Hendaknya dia hidup sendirian di tempat yang sunyi dan selalu mengendalikan
pikirannya dengan hati-hati. Seharusnya dia bebas dari keinginan dan rasa
memiliki sesuatu.
Penjelasan
Krishna diinsafi dalam berbagai tingkat sebagai
Brahman, Paramatma dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Secara singkat,
kesadaran Krishna berarti selalu tekun dalam cinta bhakti rohani kepada
Krishna. Tetapi orang yang terikat pada Brahman yang tidak berbentuk pribadi
atau Roh Yang Utama yang bersemayam di setiap hati makhluk hidup juga sadar
akan Krishna namun belum sepenuhnya, sebab Brahman yang tidak berbentuk pribadi
adalah sinar rohani dari Krishna dan Roh Yang Utama adalah penjelmaan sebagian
dari Krishna yang berada di mana-mana. Jadi, orang yang tidak mengakui bentuk
pribadi Tuhan dan orang yang bersemadi juga sadar akan Krishna secara tidak
langsung. Orang yang sadar akan Krishna secara langsung adalah rohaniwan yang
paling tinggi, sebab seorang penyembah seperti itu mengetahui arti Brahman dan
Paramatma. Pengetahuan penyembah seperti itu tentang Kebenaran Mutlak sudah
sempurna, sedangkan orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan seorang
yogi yang bersemadi sadar akan Krishna dengan cara yang kurang sempurna.
Walaupun demikian, semua golongan tersebut di
atas diajarkan di sini agar senantiasa tekun dalam kesibukannya masing-masing
agar mereka dapat mencapai kesempurnaan tertinggi dalam waktu yang dekat atau
sesudah beberapa waktu. Tugas pertama seorang rohaniwan ialah memusatkan
pikiran kepada Krishna senantiasa. Hendaknya seseorang berpikir tentang Krishna
dan jangan melupakan Krishna, bahkan selama sedetikpun. Memusatkan pikiran
kepada Yang Mahakuasa disebut samadhi, atau semadi. Untuk memusatkan pikiran,
hendaknya seseorang selalu tinggal di tempat yang sunyi dan menghindari
gangguan dari obyek-obyek luar. Dia harus sangat hati-hati untuk menerima
keadaan yang menguntungkan dan menolak keadaan yang tidak menguntungkan yang
mempengaruhi keinsafannya. Dengan ketabahan hati yang sempurna hendaknya dia
tidak berhasrat mendapatkan benda-benda material yang tidak diperlukan dan memikat
Diri-Nya dengan rasa memiliki sesuatu.
Segala kesempurnaan dan kebijaksanaan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dilaksanakan secara sempurna bila
seseorang sadar akan Krishna secara langsung, sebab kesadaran Krishna secara
langsung berarti meniadakan kepentingan pribadi. Dalam keadaan demikian kecil
sekali kemungkinan seseorang ingin memiliki benda-benda material. Srila Rupa
Gosvami menguraikan ciri-ciri kesadaran Krishna sebagai berikut:
anāsaktasya viṣayān
yathārham upayuñjataḥ
nirbandhaḥ
kṛṣṇa-sambandhe
yuktaḿ vairāgyam ucyate
prāpañcikatayā buddhyā
hari-sambandhi-vastunaḥ
mumukṣubhiḥ parityāgo
vairāgyaḿ phalgu kathyate
Apabila seseorang tidak terikat pada sesuatupun,
tetapi pada waktu yang sama menerima segala sesuatu dalam hubungan dengan
Krishna, maka dia berada dalam keadaan benar yang melampaui keinginan untuk
memiliki benda-benda. Di pihak lain orang menolak segala sesuatu tanpa
pengetahuan tentang hubungannya dengan Krishna kurang lengkap dalam melepaskan
ikatannya." (Bhakti-rasamrta-sindhu 2.255-256)
Orang yang sadar akan Krishna mengetahui dengan
baik bahwa segala sesuatu adalah milik Krishna. Karena itu, dia selalu bebas
dari rasa memiliki benda-benda secara pribadi. Karena itu, dia tidak berhasrat
memiliki sesuatu untuk Diri-Nya sendiri. Dia mengetahui bagaimana cara menerima
hal-hal yang bermanfaat untuk kesadaran Krishna dan bagaimana cara menolak
hal-hal yang tidak bermanfaat untuk kesadaran Krishna. Ia selalu menyisihkan
diri dari hal-hal material karena dia selalu melampaui hal-hal duniawi. Dia
selalu sendirian dan tidak mempunyai hubungan yang terlalu erat dengan orang
yang tidak sadar akan Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan Krishna adalah
yogi yang sempurna.
6.11-12
śucau deśe pratiṣṭhāpya
sthirām āsanam ātmanaḥ
nāty-ucchritaḿ nāti-nīcaḿ
cailājina-kuśottaram
tatraikāgraḿ manaḥ kṛtvā
yata-cittendriya-kriyaḥ
upaviśyāsane yuñjyād
yogam ātma-viśuddhaye
śucau—di tempat yang disucikan; deśe—tanah;
pratiṣṭhāpya—menaruh; sthirām—teguh; āsanam—tempat
duduk; ātmanāḥ—milik Diri-Nya; na—tidak; ati—terlalu; ucchritam—tinggi;
na—tidak juga; ati—terlalu; nīcam—rendah; caila-ajina—dari
kain lunak dan kulit rusa; kuśa—dan rumput kusa; uttaram—menutupi;
tatra—di atas itu; eka-agram—dengan perhatian pada satu titik; manaḥ—pikiran;
kṛtvā—membuat; yata-citta—mengendalikan pikiran; indriya—indera-indera;
kriyāḥ—dan kegiatan; upaviśya—duduk; āsane—di tempat
duduk; yuñjyāt—harus melaksanakan; yogam—latihan yoga; ātmā—hati;
viśuddhaye—untuk menjernihkan.
Terjemahan
Untuk berlatih yoga, seseorang harus pergi ke
tempat sunyi dan menaruh rumput kusa di atas tanah, kemudian menutupi rumput
kusa itu dengan kulit rusa dan kain yang lunak. Tempat duduk itu hendaknya
tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, dan sebaiknya terletak di tempat
suci. Kemudian yogi harus duduk di atas tempat duduk itu dengan teguh sekali
dan berlatih yoga untuk menyucikan hatinya dengan mengendalikan pikiran,
indera-indera dan kegiatannya dan memusatkan pikiran pada satu titik.
Penjelasan
Tempat suci berarti tempat-tempat perziarahan. Di
India para yogi, para rohaniwan atau para penyembah semua meninggalkan rumah
dan tinggal di tempat-tempat suci seperti Prayaga, Mathura, Vrndavana,
Hrsikesa, dan Hardwar dan berlatih yoga dalam kesunyian di mana sungai-sungai
suci seperti Yamuna dan Gangga mengalir. Tetapi seringkali orang tidak mungkin
berbuat seperti itu, khususnya orang Barat. Perkumpulan-perkumpulan yang hanya
namanya saja perkumpulan yoga di kota-kota besar barangkali berhasil mencari
keuntungan material, tetapi perkumpulan-perkumpulan itu sama sekali tidak cocok
untuk latihan yoga yang sebenarnya. Orang yang belum mampu mengendalikan diri
dan pikirannya masih sangat goyah, tidak dapat berlatih semadi. Karena itu,
dalam Brhan-naradiya Purana dikatakan bahwa pada jaman Kaliyuga (yuga atau
jaman sekarang) rakyat umum pendek umur, lamban dalam keinsafan rohani dan
selalu digoyahkan oleh berbagai kecemasan. Karena itu, cara terbaik untuk
keinsafan rohani ialah memuji nama suci Tuhan.
harer nāma harer nāma
harer nāmaiva kevalam
kalau nāsty eva nāsty eva
nāsty eva gatir anyathā
[Adi 17.21]
Pada jaman kekalutan dan kemunafikan ini,
satu-satunya cara untuk mencapai keselamatan ialah memuji nama suci Tuhan.
Tidak ada cara lain. Tidak ada cara lain. Tidak ada cara lain."
6.13-14
samaḿ kāya-śiro-grīvaḿ
dhārayann acalaḿ sthiraḥ
samprekṣya nāsikāgraḿ svaḿ
diśaś cānavalokayan
praśāntātmā vigata-bhīr
brahmacāri-vrate sthitaḥ
manaḥ saḿyamya mac-citto
yukta āsīta mat-paraḥ
samam—lurus; kāya—badan; śiraḥ—kepala;
grīvam—dan leher; dhārayan—memegang; acalam—tidak
bergerak; sthiraḥ—diam; samprekṣya—memandang; nāsikā—dari
hidung; agram—pada ujung; svām—sendiri; diśaḥ—di segala
sisi; ca—juga; anavalokayan—tidak pandang; praśānta—tidak
goyah; ātmā—pikiran; vigata-bhīḥ—bebas dari rasa takut; brahmacāri-vrate—bersumpah
untuk berpantangan hubungan suami-isteri; sthitāḥ—mantap; manaḥ—pikiran;
saḿyamya—mengalahkan sepenuhnya; mat—kepada-Ku (Krishna); cittaḥ—mengkonsentrasikan
pikiran; yuktaḥ—seorang yogi yang sejati; āsīta—harus duduk; mat—Aku;
paraḥ—tujuan tertinggi.
Terjemahan
Seseorang harus menjaga badan, leher dan
kepalanya tegak dalam garis lurus dan memandang ujung hidung dengan mantap.
Seperti itu, dengan pikiran yang tidak goyah dan sudah ditaklukkan, bebas dari
rasa takut, bebas sepenuhnya dari hubungan suami-isteri, hendaknya ia bersemadi
kepada-Ku di dalam hati dan menjadikan Aku sebagai tujuan hidup yang tertinggi.
Penjelasan
Tujuan hidup ialah mengenal Krishna, yang
bersemayam di dalam hati setiap makhluk hidup sebagai Paramatma, atau bentuk
Visnu yang berlengan empat. Latihan proses yoga dijalankan untuk menemukan dan
melihat bentuk Visnu tersebut yang berada di tempat khusus, bukan dengan tujuan
lain. Visnu-murti yang berada di tempat khusus adalah perwujudan yang berkuasa
penuh dari Krishna yang bersemayam di dalam hati. Orang yang tidak mempunyai
cara untuk menginsafi Visnu-murti tersebut sibuk dengan cara yang tidak berguna
dalam latihan yoga tiruan, dan pasti ia memboroskan waktunya. Krishna adalah
tujuan hidup yang tertinggi, dan Visnu-murti yang bersemayam di dalam hati
adalah tujuan latihan yoga. Untuk menginsafi Visnu-murti tersebut di dalam
hati, seseorang harus berpantang hubungan suami-isteri sama sekali. Karena itu,
ia harus meninggalkan rumah, tinggal sendirian di tempat yang sunyi dan tetap
duduk seperti yang tersebut di atas. Seseorang tidak dapat menikmati hubungan
suami-isteri setiap hari di rumah atau di tempat lain sambil mengikuti apa yang
namanya saja kursus yoga dan dengan cara demikian menjadi seorang yogi. Ia
harus berlatih mengendalikan dan menghindari segala jenis kepuasan
indera-indera. Diantara jenis-jenis kepuasan indera-indera, hubungan
suami-isteri adalah yang paling utama. Peraturan cara berpantang hubungan
suami-isteri hasil kārya resi mulia yang bernama yajñāvalkya berbunyi sebagai
berikut:
karmaṇā manasā vācā
sarvāvasthāsu sarvadā
sarvatra maithuna-tyāgo
brahmacaryaḿ pracakṣate
Sumpah brahmacarya dimaksudkan untuk membantu
seseorang berpantang sepenuhnya kenikmatan hubungan suami-isteri dalam
pekerjaan, kata-kata dan pikiran—pada setiap waktu, dalam segala keadaan, dan
di semua tempat." Tidak ada orang yang dapat melakukan latihan yoga yang
sebenarnya melalui kenikmatan hubungan suami-isteri. Karena itu, brahmacarya
diajarkan sejak masa kanak-kanak, pada waktu seseorang tidak mempunyai
pengetahuan apapun tentang hubungan suami-isteri. Anak-anak yang berumur lima
tahun dikirim ke gurukula, atau perguruan guru kerohanian, dan guru kerohanian
melatih anak-anak kecil itu dalam disiplin yang ketat untuk menjadi brahmacari.
Tanpa latihan seperti itu, tidak seorangpun dapat maju dalam yoga manapun baik
dhyana, jñāna maupun bhakti. Akan tetapi, orang yang mengikuti aturan dan
peraturan kehidupan berumah tangga, dan hanya mengadakan hubungan suami-isteri
dengan isterinya yang sah (dan itupun di bawah peraturan), juga disebut seorang
brahmacari. Seorang brahmacari yang berumah tangga dan mengendalikan diri
seperti itu dapat diterima dalam perguruan bhakti, tetapi perguruan jñāna dan
dhyana tidak menerima brahmacari yang berumah tangga yang seperti itu. Mereka
mengharuskan pantangan hubungan suami-isteri sepenuhnya tanpa kompromi. Dalam
perguruan bhakti, seorang brahmacari yang berumah tangga diperbolehkan
mengadakan hubungan suami-isteri yang terkendalikan, sebab pelajaran
bhakti-yoga begitu kuat sehingga dengan sendirinya seseorang kehilangan minat
terhadap hubungan suami-isteri karena itu dia tekun dalam pengabdian yang lebih
tinggi kepada Tuhan. Dalam Bhagavad-gita (2.59) dinyatakan:
viṣayā vinivartante
nirāhārasya dehinaḥ
rasa-varjaḿ raso 'py asya
paraḿ dṛṣṭvā nivartate
Orang lain dipaksakan untuk menjauhkan diri dari
kepuasan indera-indera, tetapi seorang penyembah Krishna dengan sendirinya
menghindari kepuasan indera-indera karena dia menikmati rasa yang lebih tinggi.
Selain seorang penyembah, tidak ada orang yang mempunyai keterangan tentang
rasa yang lebih tinggi itu. Vigatabhih. Orang tidak dapat menjadi bebas dari
rasa takut kecuali ia sadar akan Krishna sepenuhnya. Roh yang terikat merasa
takut akibat ingatannya terputar balik, karena ia melupakan hubungannya yang
kekal dengan Krishna. dalam Srimad-Bhagavatam (11.2.37) dinyatakan, bhayam
dvitiyabhini vesataḥsyad isad apetasya viparyayo 'smṛtiḥ: Kesadaran Krishna
adalah satu-satunya dasar kebebasan dari rasa takut. Karena itu, latihan yang
sempurna dimungkinkan untuk orang yang sadar akan Krishna. Oleh karena tujuan
tertinggi latihan yoga ialah melihat Krishna di dalam hati, orang yang sadar
akan Krishna sudah menjadi yogi yang paling baik. Prinsip-prinsip sistem yoga
yang disebutkan di sini berbeda dari prinsip-prinsip dalam perkumpulan -
perkumpulan populer yang hanya namanya saja perkumpulan yoga.
6.15
yuñjann evaḿ sadātmānaḿ
yogī niyata-mānasaḥ
śāntiḿ nirvāṇa-paramāḿ
mat-saḿsthām adhigacchati
yuñjan—berlatih; evam—sebagaimana
dikatakan di atas; sadā—senantiasa; ātmanām—badan, pikiran serta
sang roh; yogī—seorang ahli kebatinan yang melampaui hal-hal duniawi; niyatamānasaḥ—pikiran
yang teratur; śāntim—kedamaian; nirvāṇa-paramam—menghentikan
kehidupan material; mat-saḿsthām—angkasa rohani (kerajaan Tuhan); adhigacchati—mencapai.
Terjemahan
Dengan berlatih mengendalikan badan, pikiran dan
kegiatan senantiasa seperti itu, seorang ahli kebatinan yang melampaui
keduniawian dengan pikiran yang teratur mencapai kerajaan Tuhan [atau tempat
tinggal Krishna] dengan cara menghentikan kehidupan material.
Penjelasan
Sekarang tujuan tertinggi dalam latihan yoga
diuraikan dengan jelas. Latihan yoga tidak dimaksudkan untuk mendapatkan jenis
fasilitas material manapun; melainkan yoga dimaksudkan untuk memungkinkan
seseorang menghentikan segala kehidupan material. Orang yang ingin memperbaiki
kesehatannya atau bercita-cita mencapai kesempurnaan material bukan yogi
menurut Bhagavad-gita. Menghentikan kehidupan material tidak berarti seseorang
masuk di dalam kekosongan," yang hanya merupakan dongeng belaka. Tidak ada
kekosongan di tempat manapun dalam ciptaan Tuhan. Melainkan, menghentikan
kehidupan material memungkinkan seseorang memasuki angkasa rohani, tempat
tinggal Krishna. Tempat tinggal Krishna juga diuraikan dengan jelas dalam
Bhagavad-gita, tempat di mana matahari, bulan atau lampu listrik tidak
diperlukan. Semua planet di kerajaan rohani bercahaya sendiri seperti matahari
di angkasa material. Kerajaan Tuhan berada di mana-mana, tetapi angkasa rohani
dan planet-planet di sana disebut param dhāma, atau tempat tinggal yang lebih
tinggi.
Seorang yogi yang sempurna, yang sudah mengerti
Sri Krishna secara sempurna, sebagaimana dinyatakan dengan jelas di sini oleh
Krishna Sendiri (mat-cittah, mat-paraḥ, mat-samstham), dapat mencapai
kedamaian yang sejati dan akhirnya mencapai tempat tinggal Krishna yang paling
utama, Krishnaloka, yang bernama Goloka Vrndavana. Dalam Brahma-samhita (5.37)
dinyatakan dengan jelas (goloka eva nivasaty akhilatmabhutah): walaupun Krishna
selalu tinggal di tempat tinggal-Nya yang bernama Goloka, Beliau adalah Brahman
yang berada di mana-mana dan juga Paramatma yang berada di tempat khusus karena
tenaga-tenaga rohani-Nya yang lebih tinggi. Tiada seorang pun yang dapat
mencapai angkasa rohani (Vaikuntha) atau memasuki tempat tinggal Krishna yang
kekal (Goloka Vrndavana) tanpa pengertian yang benar tentang Krishna dan bagian
yang berkuasa penuh dari Krishna, yaitu Visnu. Karena itu, orang yang bekerja
dalam kesadaran Krishna adalah yogi yang sempurna, sebab pikirannya selalu
khusuk dalam kegiatan Krishna (sa vai manaḥ kṛṣṇa -padaravindayoh). Dalam
Veda (svetasvatara Upanisad 3.8) juga diajarkan, tam eva viditvāti mrtyum eti:
Seseorang dapat melampaui jalan kelahiran dan kematian hanya dengan mengerti
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna." Dengan kata lain, kesempurnaan
sistem yoga ialah tercapainya pembebasan dari kehidupan material, bukan sejenis
sulap atau senam untuk menipu orang yang tidak tahu apa-apa.
6.16
nāty-aśnatas 'tu yogo 'sti
na caikāntam anaśnataḥ
na cāti-svapna-śīlasya
jāgrato naiva cārjuna
na—tidak pernah; ati—terlalu
banyak; aśnataḥ—orang yang makan; tu—tetapi; yogaḥ—mengadakan
hubungan dengan Yang Mahakuasa; asti—ada; na—tidak juga; ca—juga;
ekāntam—terlalu; anaśnataḥ—puasa; na—tidak juga; ca—juga;
ati—terlalu banyak; svapna-śīlasya—mengenai orang yang
banyak tidur; jāgrataḥ—atau orang yang kurang tidur; na—tidak; evā—pernah;
ca—dan; Arjuna—wahai Arjuna.
Terjemahan
Wahai Arjuna, tidak mungkin seseorang menjadi
yogi kalau dia makan terlalu banyak, makan terlalu sedikit, tidur terlalu
banyak atau tidak tidur secukupnya.
Penjelasan
Mengatur makan dan tidur dianjurkan di sini untuk
para yogi. Makan terlalu banyak berarti makan lebih daripada apa yang
dibutuhkan untuk memelihara jiwa dan raga. Manusia tidak perlu makan binatang,
sebab ada persediaan biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan dan susu
secukupnya. Menurut Bhagavad-gita makanan yang sederhana seperti itu bersifat
kebaikan. Makanan yang terdiri dari binatang adalah makanan untuk orang yang
dipengaruhi oleh sifat kebodohan. Karena itu, orang yang menikmati daging
binatang, minum-minuman keras, merokok dan makan makanan yang tidak
dipersembahkan kepada Krishna terlebih dahulu akan menderita reaksi-reaksi dosa
karena mereka hanya makan benda-benda yang tercemar. Bhunjate tetv agham papa
ye pacanty ātma-kāraṇāt. Siapapun yang makan untuk kesenangan indera-indera
atau masak untuk Diri-Nya sendiri, dan tidak mempersembahkan makanannya kepada
Krishna, hanya makan dosa. Orang yang makan dosa dan makan lebih daripada
jatahnya tidak dapat melakukan yoga yang sempurna. Paling baik kalau seseorang
hanya makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna. Orang yang
sadar akan Krishna tidak makan sesuatupun yang belum dipersembahkan kepada
Krishna lebih dahulu. Karena itu, hanya orang yang sadar akan Krishna dapat
mencapai kesempurnaan dalam latihan yoga. Orang yang secara tidak wajar
berpantang makan dengan membuat cara sendiri untuk berpuasa juga tidak dapat mengikuti
latihan yoga. Orang yang sadar akan Krishna puasa sebagaimana dianjurkan dalam
Kitab-kitab Suci. Dia tidak puasa ataupun makan lebih daripada yang diperlukan.
Karena itu, dia sanggup melaksanakan latihan yoga. Orang yang makan lebih
daripada yang dibutuhkan akan banyak sekali mimpi selama ia tidur, dan sebagai
akibatnya, dia harus tidur lebih daripada yang dibutuhkan. Seharusnya seseorang
tidak tidur lebih dari enam jam setiap hari. Orang yang tidur lebih dari enam
jam setiap dua puluh empat jam pasti dipengaruhi oleh sifat kebodohan. Orang
yang berada dalam sifat kebodohan malas dan cenderung banyak tidur. Orang
seperti itu tidak dapat berlatih yoga.
6.17
yuktāhāra-vihārasya
yukta-ceṣṭasya karmasu
yukta-svapnāvabodhasya
yogo bhavati duḥkha-hā
yukta—teratur; āhāra—makan; vihārasya—rekreasi;
yukta—teratur; ceṣṭasya—orang-orang yang bekerja untuk
memelihara; karmasu—dalam melaksanakan tugas kewajiban; yukta—teratur;
svapna-avabodhasya—tidur dan bangun; yogaḥ—latihan yoga; bhavati—menjadi;
duḥkha-hā—mengurangi rasa sakit.
Terjemahan
Orang yang teratur dalam kebiasaan makan, tidur,
berekreasi dan bekerja dapat menghilangkan segala rasa sakit material dengan
berlatih sistem yoga.
Penjelasan
Kemewahan yang berlebihan dalam hal makan, tidur,
membela diri dan berketurunan—kebutuhan badan—dapat merintangi kemajuan dalam
latihan yoga. Mengenai soal makan, makanan hanya dapat di atur apabila
seseorang membiasakan diri untuk mengambil dan menerima prasādam,
makanan yang sudah disucikan. Menurut Bhagavad-gita (9.26),
sayur-sayuran, bunga, buah-buahan, biji-bijian, susu dan sebagainya
dipersembahkan kepada Sri Krishna. Dengan cara demikian, orang yang sadar akan
Krishna dengan sendirinya dilatih supaya tidak menerima makanan yang tidak
dimaksudkan untuk dimakan oleh manusia, atau makanan yang tidak termasuk
golongan kebaikan. Mengenai soal tidur, orang yang sadar akan Krishna selalu
waspada melaksanakan tugas-tugasnya dalam kesadaran Krishna. Karena itu,
menghabiskan waktu untuk tidur yang tidak diperlukan dianggap kerugian besar.
Avyarthakalatvām: Orang yang sadar akan Krishna tidak tahan kalau satu
menitpun dari kehidupannya berlalu tanpa menekuni bhakti kepada Krishna. Karena
itu, ia tidur seminimal mungkin. Contoh terbaik bagi penyembah dalam hal ini
ialah Srila Rupa Gosvami, yang selalu tekun dalam pengabdian kepada Krishna dan
tidak mau tidur lebih dari dua jam sehari, kadang-kadang kurang dari itu.
Thakura Haridasa tidak menerima prasādam ataupun tidur selama sesaatpun
tanpa menyelesaikan jadwalnya setiap hari untuk mengucapkan mantra Hare Krishna
dengan tasbihnya sebanyak tiga ratus ribu nama. Mengenai pekerjaan, orang yang
sadar akan Krishna, dia tidak melakukan sesuatupun yang tidak mempunyai
hubungan dengan kepentingan Krishna. Dengan demikian, pekerjaannya selalu
teratur dan tidak ternoda dengan kepuasan indera-indera. Oleh karena tidak ada
hal pemuasan indera, tidak ada waktu santai yang bersifat material bagi orang
yang sadar akan Krishna. Oleh karena orang yang sadar akan Krishna teratur
dalam segala pekerjaan, pembicaraan, masa tidur, masa bangun dan segala
kegiatan jasmani lainnya, tidak ada kesengsaraan material baginya.
6.18
yadā viniyataḿ cittam
ātmany evāvatiṣṭhate
nispṛhaḥ sarva-kāmebhyo
yukta ity ucyate tadā
yadā—apabila; viniyatam—disiplin
secara khusus; cittam—pikiran dan kegiatannya; ātmani—dalam
kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi; eva—pasti; avatiṣṭhate—menjadi
mantap; nispṛhāh—bebas dari keinginan; sarvā—untuk segala jenis;
kāmebhyaḥ—kepuasan indera-indera material; yuktah—mantap dengan
baik dalam yoga; iti—demikian; ucyate—dikatakan sebagai; tadā—pada
waktu itu.
Terjemahan
Apabila seorang yogi mendisiplinkan kegiatan
pikirannya dan menjadi mantap dalam kerohanian yang melampaui hal-hal
duniawi—bebas dari segala keinginan material—dikatakan bahwa dia sudah mantap
dengan baik dalam yoga.
Penjelasan
Kegiatan seorang yogi dibedakan dari kegiatan
orang biasa, karena sifat kegiatannya yang menghentikan segala jenis keinginan
material. Hubungan suami isteri adalah keinginan material yang paling utama.
Seorang yogi yang sempurna sudah disiplin dalam kegiatan pikiran dengan begitu
baik sehingga dia tidak dapat digoyahkan lagi oleh jenis keinginan material
manapun. Tingkat kesempurnaan tersebut dapat dicapai dengan sendirinya oleh
orang yang sadar akan Krishna, sebagaimana dinyatakan dalam Srimad-Bhagavatam
(9.4.8-20).
sa vai manaḥ kṛṣṇa-pādāravindayor
vacāḿsi
vaikuṇṭha-guṇānuvarṇane
karau harer
mandira-mārjanādiṣu
śrutiḿ
cakārācyuta-sat-kathodaye
mukunda-lińgālaya-darśane
dṛśau
tad-bhṛtya-gātra-sparśe
'ńga-sańgamam
ghrāṇaḿ ca
tat-pāda-saroja-saurabhe
śrīmat-tulasyā rasanāḿ
tad-arpite
pādau hareḥ
kṣetra-padānusarpaṇe
śiro
hṛṣīkeśa-padābhivandane
kāmaḿ ca dāsye na tu
kāma-kāmyayā
yathottama-śloka-janāśrayā
ratiḥ
Maharājā Ambarisa pertama-tama menjadikan
pikirannya tekun pada kaki padma Sri Krishna; kemudian, satu demi satu, dia
menjadikan kata-katanya tekun menguraikan sifat-sifat rohani Krishna, tangannya
mengepel pada tempat sembahyang Krishna, telinganya untuk mendengar kegiatan
Krishna, matanya untuk melihat bentuk-bentuk rohani Krishna, badannya untuk
menyentuh badan penyembah, hidungnya untuk mencium harumnya bunga padma yang
sudah dipersembahkan kepada Krishna, dan lidahnya untuk mencicipi daun tulasi
yang sudah dipersembahkan kepada kakipadma Krishna, juga kakinya untuk pergi ke
tempat-tempat perziarahan dan tempat sembahyang kepada Tuhan, kepalanya untuk
bersujud kepada Tuhan, dan keinginannya untuk melaksanakan misi Tuhan. Segala
kegiatan rohani tersebut pantas sekali untuk seorang penyembah yang
murni."
Tingkat rohani tersebut yang melampaui hal-hal
duniawi tidak dapat dijelaskan secara subyektif oleh para pengikut jalan yang
tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, tetapi tingkat rohani itu menjadi mudah
dan pasti sekali bagi orang yang sadar akan Krishna. Kenyataan ini jelas dalam
uraian tersebut di atas tentang kesibukan Maharājā Ambarisa. Kalau
pikiran belum dipusatkan kepada kakipadma Krishna dengan cara ingat senantiasa,
maka kesibukan rohani seperti itu tidak praktis. Karena itu, dalam bhakti
kepada Krishna, kegiatan yang dianjurkan di atas disebut arcana, atau cara
menjadikan indera-indera tekun dalam pengabdian kepada Krishna. Indera-indera
dan pikiran memerlukan kesibukan. Hanya meniadakan indera-indera dan
pikiran begitu saja tidak praktis. Karena itu, bagi rakyat umum—khususnya
mereka yang belum mencapai tingkatan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi—kesibukan
rohani bagi indera-indera dan pikiran sebagaimana diuraikan di atas adalah
proses yang sempurna untuk mencapai tingkat kerohanian, yang melampaui hal-hal
duniawi yang disebut yukta dalam Bhagavad-gita.
6.19
yathā dīpo nivāta-stho
neńgate sopamā smṛtā
yogino yata-cittasya
yuñjato yogam ātmanaḥ
yathā—seperti; dīpaḥ—lampu; nivāta-sthaḥ—di
tempat tanpa angin; na—tidak; ińgate—bergoyang; sā—ini; upamā—perumpamaan;
smṛtā—dianggap; yoginaḥ—mengenai seorang yogi; yata-cittasya—yang
pikirannya terkendalikan; yuñjataḥ—senantiasa sibuk; yogam—di
dalam semadi; ātmanāḥ—pada kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi.
Terjemahan
Ibarat lampu di tempat yang tidak ada angin tidak
bergoyang, seorang rohaniawan yang pikirannya terkendalikan selalu mantap dalam
semadinya pada sang diri yang rohani dan melampaui hal-hal duniawi.
Penjelasan
Orang yang sungguh-sungguh sadar akan Krishna
selalu khusuk dalam kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi senantiasa tidak
goyah dalam bersemadi kepada Krishna, Tuhan Yang Maha Esa yang patut
disembahnya. Dia semantap lampu di tempat yang tak berangin.
6.20-23
yatroparamate cittaḿ
niruddhaḿ yoga-sevayā
yatra caivātmanātmānaḿ
paśyann ātmani tuṣyati
sukham ātyantikaḿ yat tad
buddhi-grāhyam atīndriyam
vetti yatra na caivāyaḿ
sthitaś calati tattvataḥ
yaḿ labdhvā cāparaḿ lābhaḿ
manyate nādhikaḿ tataḥ
yasmin sthito na duḥkhena
guruṇāpi vicālyate
taḿ vidyād duḥkha-saḿyoga-
viyogaḿ yoga-saḿjñitam
yātrā—dalam keadaan yang; uparamate—berhenti
(karena seseorang merasa kebahagiaan rohani); cittam—kegiatan pikiran; niruddham—dengan
dikekang dari alam material; yoga-sevayā—dengan melaksanakan yoga; yatra—di
dalam itu; ca—juga; evā—pasti; ātmanā—oleh pikiran yang
murni; ātmanām—sang diri; paśyan—menginsafi kedudukannya; ātmani—di
dalam sang diri; tuṣyāti—seseorang puas; sukham—kebahagiaan; ātyantikam—paling
utama; yat—yang; tat—itu; buddhi—oleh kecerdasan; grāhyam—dapat
dicapai; atīndriyam—rohani dan melampaui hal-hal duniawi; vetti—seseorang
mengetahui; yātrā—dalam hal itu; na—tidak pernah; ca—juga;
evā—pasti; ayam—dia; sthitāḥ—mantap; calati—bergerak;
tattvataḥ—dari kebenaran; yam—itu yang; labdhvā—dengan
tercapainya; ca—juga; aparam—apapun yang lain; lābham—keuntungan;
manyate—menganggap; na—tidak pernah; adhikam—lebih; tataḥ—daripada
itu; yasmin—dalam itu; sthitāḥ—menjadi mantap; na—tidak
pernah; duḥkhena—oleh kesengsaraan; gurūna api—walaupun
sulit sekali; vicālyate—tergoyahkan; tam—itu; vidyāt—engkau
harus mengetahui; duḥkha-saḿyoga—dari kesengsaraan hubungan material; viyogam—penghilangan;
yoga-saḿjñitam—disebut semadi dalam yoga.
Terjemahan
Pada tingkat kesempurnaan yang disebut semadi
atau samadhi, pikiran seseorang terkekang sepenuhnya dari kegiatan pikiran yang
bersifat material melalui latihan yoga. Ciri kesempurnaan itu ialah bahwa
seseorang sanggup melihat sang diri dengan pikiran yang murni ia menikmati dan
riang dalam sang diri. Dalam keadaan riang itu, seseorang berada dalam
kebahagiaan rohani yang tidak terhingga, yang diinsafi melalui indera-indera
rohani. Setelah menjadi mantap seperti itu, seseorang tidak pernah menyimpang
dari kebenaran, dan setelah mencapai kedudukan ini, dia berpikir tidak ada
keuntungan yang lebih besar lagi. Kalau ia sudah mantap dalam kedudukan seperti
itu, ia tidak pernah tergoyahkan, bahkan di tengah-tengah kesulitan yang paling
besar sekalipun. Ini memang kebebasan yang sejati dari segala kesengsaraan yang
berasal dari hubungan material.
Penjelasan
Dengan berlatih yoga, berangsur-angsur seseorang
bebas dari paham-paham material. Inilah ciri utama prinsip yoga. Sesudah
ini, seseorang mantap dalam semadi, atau samadhi, yang berarti yogi menginsafi
Roh Yang Utama melalui pikiran dan kecerdasan rohani, tanpa keragu-raguan
apapun akibat mempersamakan sang diri dengan Diri Yang Utama. Latihan yoga
kurang lebih berdasarkan prinsip-prinsip sistem Patanjali. Beberapa penafsir
ang tidak dibenarkan mencoba mempersamakan roh individual dengan Roh Yang
Utama. Para pengikut filsafat monisme menganggap hal ini sebagai pembebasan,
tetapi mereka tidak mengerti maksud sejati sistem yoga Patanjali. Dalam sistem
Patanjali, kebahagiaan rohani diakui, tetapi para pengikut filsafat monisme
tidak mengakui kebahagiaan rohani, karena mereka takut hal ini akan
membahayakan teori bahwa segala sesuatu adalah satu. Para pengikut filsafat
yang menganggap segala sesuatu adalah satu tidak menerima adanya perbedaan
antara pengetahuan dan dia yang mengetahui, tetapi dalam ayat ini, adanya
kebahagiaan rohani—diinsafi melaui indera-indera rohani—diakui. Kenyataan ini
dibenarkan oleh Patanjali Muni, pengemuka sistem yoga yang terkenal. Resi yang
mulia itu menyatakan dalam hasil karyanya berjudul Yoga-sutra (3.34):
purusartha sunyanam gunānām pratiprasavah kaivalyam svarupapratistha va
citisaktir iti. Citisakti, atau kekuatan dalam tersebut, bersifat rohani dan
melampaui hal-hal duniawi. Purusartha berarti hal-hal keagamaan yang bersifat
meterial, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera, dan akhirnya, usaha
menunggal dengan Yang Mahakuasa. Bersatulah dengan Yang Mahakuasa" disebut
kaivalyam oleh para pengikut filsafat monisme. Tetapi menurut Patanjali,
kaivalyam tersebut adalah suatu kekuatan dalam atau kekuatan rohani yang
memungkinkan makhluk hidup menyadari kedudukan dasarnya. Sri Caitanya
Mahaprabhu menguraikan keadaan tersebut sebagai ceto darpana marjanam, atau
membersihkan pikiran yang diumpamakan sebagai cermin yang kotor.
Pembersihan" tersebut sebenarnya merupakan pembebasan, atau
bhavamahadavagninirvapānam. Teori nirvanam—yang juga merupakan
pendahuluan—cocok dengan prinsip ini. Dalam Srimad-Bhagavatam (2.10.6), ini
disebut svarupena vyavasthitiḥ . Dalam Bhagavad-gita, keadaan ini juga
dibenarkan dalam ayat ini.
Sesudah nirvana, atau menghentikan
kegiatan material, ada perwujudan kegiatan rohani atau bhakti kepada Tuhan,
yang dikenal sebagai kesadaran Krishna. Dalam Bhagavatam (2.10.6), dinyatakan
svarupena vyavasthitiḥ : inilah kehidupan sejati makhluk hidup." Mayā ,
atau khayalan, adalah keadaan kehidupan rohani yang dicemari oleh penyakit
material. Pembebasan dari penyakit material tersebut tidak berarti kedudukan
kekal makhluk hidup yang asli dibinasakan. Patanjali juga mengakui kenyataan
ini dengan kata-kata, kaivalyam svarupapratistha va citisaktir iti. Citisakti,
atau kebahagiaan rohani tersebut, adalah kehidupan yang sejati. Kenyataan ini
dibenarkan dalam Vedanta-sutra (1.1.12) sebagai anandamayo 'bhyasat.
Kebahagiaan rohani yang wajar tersebut adalah tujuan tertinggi yoga dan mudah
dicapai dengan melaksanakan bhakti, atau bhakti-yoga. Bhakti-yoga akan
diuraikan dengan jelas dalam Bhagavad-gita Bab Tujuh.
Dalam sistem yoga, sebagaimana diuraikan dalam
bab ini, ada dua jenis samadhi, yang disebut samprajñātasamadhi dan
asamprajñātasamadhi. Apabila seseorang mantap dalam kedudukan rohani dengan
berbagai riset filsafat, dikatakan bahwa dia sudah mencapai samprajñāta
samadhi. Apabila seseorang sudah berada dalam asamprajñātasamadhi, tidak ada
hubungan apapun lagi dengan kesenangan duniawi, sebab pada waktu itu ia sudah
melampaui segala jenis kesenangan yang diperoleh dari indera-indera. Begitu
seorang yogi mantap dalam kedudukan rohani tersebut, dia tidak pernah
digoyahkan dari kedudukan itu. Kalau seorang yogi belum dapat mencapai
kedudukan ini, dia belum mencapai sukses. Yang disebut latihan yoga dewasa ini,
yang menyangkut berbagai kesenangan indera-indera, merupakan penyangkalan.
Kalau orang yang menamakan Diri-Nya yogi menikmati hubungan suami-isteri dan
mabuk-mabukan, maka itu merupakan peremehan terhadap yoga yang sebenarnya.
Yogi-yogi yang tertarik pada berbagai siddhi (kesaktian) dalam proses yoga,
belum mantap secara sempurna. Kalau para yogi tertarik pada efek sampingan dari
yoga, mereka tidak dapat mencapai tingkat kesempurnaan, sebagaimana dinyatakan
dalam ayat ini. Karena itu, orang yang mengadakan pertunjukan berbagai gerak
senam atau siddhi harus mengetahui bahwa tujuan yoga hilang dengan cara itu.
Latihan yoga yang terbaik pada jaman ini adalah
kesadaran Krishna, karena tidak membingungkan. Orang yang sadar akan Krishna
begitu bahagia dalam tugas kewajibannya sehingga dia tidak bercita-cita
mendapatkan kebahagiaan lain lagi. Ada banyak rintangan, khususnya pada jaman
kemunafikan ini, yang menghalang-halangalangi latihan hatha-yoga, dyhanayoga
dan jñāna-yoga, tetapi tidak ada masalah seperti itu dalam melaksanakan
karma-yoga atau bhakti-yoga. Selama badan jasmani masih hidup, seseorang harus
memenuhi kebutuhan badan, yaitu, makan, tidur, membela diri dan berketurunan.
Tetapi orang yang berada dalam bhakti-yoga yang murni atau kesadaran Krishna
yang murni, tidak merangsang indera-indera dalam upaya memenuhi kebutuhan
badannya. Melainkan, dia menerima kebutuhan pokok untuk kehidupan, menggunakan
sesuatu yang jelek pun dengan sebaik-baiknya, dan menikmati kebahagiaan rohani
dalam kesadaran Krishna. Dia bersikap wajar terhadap peristiwa-peristiwa yang
terjadi secara kebetulan saja—misalnya kecelakaan, penyakit, kekurangan ataupun
kematian seorang anggota keluarga yang sangat dicintainya—tetapi dia selalu
waspada untuk melaksanakan tugas-tugas kewajibannya dalam kesadaran Krishna,
atau bhakti-yoga. Kecelakaan tidak pernah menyesatkan orang yang sadar akan
Krishna dari kewajibannya. Sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita (2.14),
agama-payino'nityas tams titikṣasva Bhārata. Dia tahan terhadap segala
kejadian yang kurang penting seperti itu karena dia mengetahui bahwa
kejadiankejadian itu datang dan pergi dan tidak mempengaruhi tugas-tugas
kewajibannya. Dengan cara demikian, dia mencapai kesempurnaan tertinggi dalam
latihan yoga.
6.24
sa niścayena yoktavyo
yogo 'nirviṇṇa-cetasā
sańkalpa-prabhavān kāmāḿs
tyaktvā sarvān aśeṣataḥ
manasāivendriya-grāmaḿ
viniyamya samantataḥ
saḥ—itu; niścayena—dengan
ketabahan hati yang mantap; yoktavyaḥ—harus dilatih; yogaḥ—sistem
yoga; anirviṇṇa-cetasā—tanpa menyimpang; sańkalpa—angan-angan; prabhavān—dilahirkan
dari; kāmān—keinginan duniawi; tyaktvā—meninggalkan; sarvān—semua;
aśeṣataḥ—sepenuhnya; manasā—oleh pikiran; evā—pasti; indriya-grāmam—indera-indera
yang lengkap; viniyamya—mengatur; samantataḥ—dari segala sisi.
Terjemahan
Hendaknya seseorang menekuni latihan yoga dengan
ketabahan hati dan keyakinan dan jangan disesatkan dari jalan itu. Hendaknya ia
meninggalkan segala keinginan meterial yang dilahirkan dari angan-angan tanpa
terkecuali, dan dengan demikian mengendalikan segala indera di segala sisi
melalui pikiran.
Penjelasan
Orang yang melakukan latihan yoga harus bertabah
hati dan harus melaksanakan latihan yoga dengan sabar tanpa menyimpang. Dia
harus yakin bahwa Diri-Nya akan mencapai sukses pada akhirnya. Dia harus
mengikuti jalan ini dengan ketabahan hati yang besar dan jangan merasa kecewa
kalau ada rintangan terhadap tercapainya sukses. Sukses pasti dicapai oleh
orang yang berlatih dengan tegas. Mengenai bhakti-yoga, Rupa Gosvami
menyatakan:
utsāhān niścayād dhairyāt
tat-tat-karma-pravartanāt
sańga-tyāgāt sato vṛtteḥ
ṣaḍbhir bhaktiḥ
prasidhyati
Seseorang dapat berhasil melaksanakan proses
bhakti-yoga dengan semangat sepenuhnya, ketekunan, ketabahan hati, mengikuti
tugas-tugas kewajiban yang ditetapkan dalam pergaulan bersama para penyembah
dan menekuni sepenuhnya kegiatan yang bersifat kebaikan." (Upadesamrta 3)
Mengenai ketabahan hati, sebaiknya kita mengikuti
contoh seekor burung gereja yang kehilangan telurnya dalam ombak-ombak lautan.
Seekor burung gereja bertelur di tepi laut, tetapi lautan yang besar mengambil
telur-telur itu dengan ombaknya. Burung gereja itu sangat sedih dan meminta
kepada lautan supaya telurnya dikembalikan. Permintaannya tidak diperhatikan
oleh lautan. Karena itu, si burung gereja mengambil keputusan mengeringkan
lautan. Dia mulai mengambil air dengan cara mematukkan paruhnya yang kecil, dan
semua orang tertawa melihat si burung gereja dengan ketabahan hatinya yang
mustahil. Berita tentang kegiatan si burung gereja tersebar, dan akhirnya
Garuda, burung yang besar sekali yang menjadi kendaraan Visnu, mendengar kabar
itu. Garuda merasa prihatin terhadap burung kecil yang dianggap adiknya itu.
Karena itu, Garuda datang untuk melihat si burung gereja. Garuda sangat puas
atas ketabahan hati si burung gereja yang kecil dan beliau berjanji akan
membantu. Kemudian, Garuda segera menyuruh kepada lautan agar telur-telur
burung gereja segera dikembalikan, dan kalau tidak, beliau sendiri akan ikut
membantu pekerjaan si burung gereja. Lautan takut mendengar perintah itu, dan
telur-telur itupun dikembalikannya. Demikianlah si burung gereja akhirnya
berbahagia atas berkat karunia Garuda.
Begitu pula, latihan yoga, khususnya bhakti-yoga
dalam kesadaran Krishna, barangkali kelihatannya pekerjaan yang amat sulit
tetapi kalau seseorang mengikuti prinsip-prinsip dengan ketabahan hati yang
besar, Krishna pasti akan menolong, sebab Tuhan menolong orang yang berusaha
menolong Diri-Nya sendiri.
6.25
śanaiḥ śanair uparamed
buddhyā dhṛti-gṛhītayā
ātma-saḿsthaḿ manaḥ kṛtvā
na kiñcid api cintayet
śanaiḥ—berangsur-angsur; śanaiḥ—langkah
demi langkah; uparamet—hendaknya seseorang membendung; buddhya—dengan
kecerdasan; dhṛti-gṛhītayā—dibawa oleh keyakinan; ātma-saḿstham—ditempatkan
dalam kerohanian; manaḥ—pikiran; kṛtvā—membuat; na—tidak;
kiñcit—sesuatu yang lain; api—walaupun; cintayet—harus
memikirkan.
Terjemahan
Berangsur-angsur, selangkah demi selangkah,
seseorang harus mantap dalam semadi dengan menggunakan kecerdasan yang
diperkokoh oleh keyakinan penuh, dan dengan demikian pikiran harus dipusatkan
hanya kepada sang diri dan tidak memikirkan sesuatu selain itu.
Penjelasan
Dengan keyakinan dan kecerdasan yang benar,
seseorang harus berangsur-angsur menghentikan kegiatan indera-indera. Ini
disebut pratyahara. Pikiran harus dijadikan mantap dalam semadi atau samadhi,
dengan cara mengendalikan pikiran melalui keyakinan, meditasi, dan menghentikan
kegiatan indera-indera. Pada waktu itu, tidak ada bahaya lagi bahwa seseorang
akan menjadi terikat dalam paham hidup yang bersifat material. Dengan kata
lain, walaupun seseorang terlibat dengan alam selama badan material masih ada,
hendaknya ia jangan memikirkan kepuasan indera-indera. Seharusnya seseorang
tidak memikirkan kesenangan selain kesenangan Diri Yang Paling Utama. Keadaan
ini mudah dicapai dengan berlatih kesadaran Krishna secara langsung.
6.26
yato yato niścalati
manaś cañcalam asthirām
tatas tato niyamyaitad
ātmany eva vaśaḿ nayet
yataḥ yataḥ—di manapun; niścalati—benar-benar
digoyahkan; manaḥ—pikiran; cañcalam—berkedipkedip; asthirām—tidak
mantap; tataḥ tataḥ—dari sana; niyamya—mengatur; etat—ini;
ātmani—dalam sang diri; evā—pasti; vaśam—pengendalian; nayet—harus
membawa di bawah.
Terjemahan
Dari manapun pikiran mengembara karena sifatnya
yang berkedip-kedip dan tidak mantap, seseorang dengan pasti harus menarik
pikirannya dan membawanya kembali di bawah pengendalian sang diri.
Penjelasan
Sifat pikiran berkedip-kedip dan tidak mantap.
Tetapi seorang yogi yang sudah insaf akan diri harus mengendalikan pikirannya;
jangan sampai pikiran mengendalikan yogi itu. Orang yang mengendalikan pikiran
(dan indera-indera) disebut Gosvami, atau svami, sedangkan orang yang
dikendalikan oleh pikiran disebut godasa, atau pelayan indera-indera. Seorang
Gosvami mengetahui taraf kebahagiaan indera-indera. Dalam kebahagiaan
indera-indera rohani yang melampaui hal-hal material, indera-indera dijadikan
tekun dalam pengabdian kepada Hrsikesa atau Pemilik utama
indera-indera—Krishna. Mengabdikan diri kepada Krishna dengan indera-indera
yang sudah disucikan disebut kesadaran Krishna. Itulah cara mengendalikan
indera-indera sepenuhnya. Mengabdikan diri kepada Krishna dengan indera-indera
yang sudah disucikan juga merupakan kesempurnaan tertinggi latihan yoga.
6.27
praśānta-manasāḿ hy enaḿ
yoginaḿ sukham uttamam
upaiti śānta-rājā saḿ
brahma-bhūtam akalmaṣam
praśānta—damai, dipusatkan kepada
kakipadma Krishna; manasām—pikirannya; hi—pasti; enam—ini;
yoginām—seorang yogi; sukham—kebahagiaan; uttamam—tertinggi;
upaiti—mencapai; śānta-rājasam—nafsunya di damaikan; brahma-bhūtam—pembebasan
dengan identitas bersama Yang Mutlak; akalmaṣam—dibebaskan dari segala
reaksi dosa dari dahulu.
Terjemahan
Seorang yogi yang pikirannya sudah dipusatkan
pada-Ku pasti mencapai kesempurnaan tertinggi kebahagiaan rohani. Dia berada di
atas pengaruh sifat nafsu, dia menginsafi persamaan sifat antara Diri-Nya dan
Yang Mahakuasa, dan dengan demikian dia dibebaskan dari segala reaksi perbuatan
dari dahulu.
Penjelasan
Brahmabhuta adalah keadaan bebas dari pencemaran
material dan mantap dalam pengabdian rohani kepada Tuhan. Mad-bhaktim labhate
param (Bg. 18.54). Seseorang tidak dapat menjadi mantap dalam sifat Brahman,
Yang Mutlak, sampai pikirannya sudah dipusatkan pada kaki padma Krishna. Sa vai
manaḥ kṛṣṇa padaravindayoh. Kalau seseorang selalu mantap dalam
cinta-bhakti rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau tetap berada dalam
kesadaran Krishna, berarti dia sungguh-sungguh dibebaskan dari sifat nafsu dari
segala pencemaran material.
6.28
yuñjann evaḿ sadātmānaḿ
yogī vigata-kalmaṣaḥ
sukhena brahma-saḿsparśam
atyantaḿ sukham aśnute
yuñjan—menekuni latihan yoga; evam—demikian;
sadā—selalu; ātmanām—sang diri; yogī—orang yang berada
dalam hubungan dengan Diri Yang Paling Utama; vigata—dibebaskan dari; kalmaṣāḥ—segala
pencemaran material; sukhena—dalam kebahagiaan rohani; brahma-saḿsparśam—senantiasa
berhubungan dengan Yang Mahakuasa; atyantam—tertinggi; sukham—kebahagiaan;
aśnute—mencapai.
Terjemahan
Dengan demikian, seorang yogi yang sudah
mengendalikan diri dan senantiasa menekuni latihan yoga dibebaskan dari segala
pengaruh material dan mencapai tingkat tertinggi kebahagiaan yang sempurna
dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan.
Penjelasan
Keinsafan diri berarti mengetahui kedudukan dasar
kita dalam hubungan dengan Yang Mahakuasa. Sang roh yang individual adalah
bagian dari Yang Mahakuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti Yang
Mahakuasa, dan kedudukan makhluk hidup ialah mengabdikan diri kepada Tuhan
secara rohani. Hubungan rohani demikian dengan Yang Mahakuasa disebut
brahma-samsparsa.
6.29
sarva-bhūta-stham ātmānaḿ
sarva-bhūtāni cātmani
īkṣate yoga-yuktātmā
sarvatra sama-darśanaḥ
sarva-bhūta-stham—bersemayam di dalam
semua makhluk; ātmanām—Roh Yang Utama; sarva—semua; bhūtāni—para
makhluk-makhluk; ca—juga; ātmani—di dalam sang diri; īkṣate—melihat;
yoga-yukta-ātmā—orang yang dihubungkan dalam kesadaran Krishna; sarvatra—di
mana-mana; sama-darśanaḥ—melihat dengan cara yang sama.
Terjemahan
Seorang yogi yang sejati melihat Aku bersemayam
di dalam semua makhluk hidup, dan dia juga melihat setiap makhluk hidup di
dalam Diri-Ku. Memang, orang yang sudah insaf akan Diri-Nya melihat Aku, Tuhan
Yang Maha Esa yang sama di mana-mana.
Penjelasan
Seorang yogi yang sadar akan Krishna melihat
secara sempurna karena dia melihat Krishna, Tuhan Yang Mahakuasa, bersemayam di
dalam hati semua orang sebagai Roh Yang Utama (Paramatma). īśvaraḥ sarva
bhūtānām hrd-dese 'rjuna tiṣṭhati. Tuhan dalam aspek-Nya sebagai Paramatma
bersemayam di dalam hati seekor anjing dan juga di dalam hati seorang
brahmaṇā. Seorang yogi yang sempurna mengetahui bahwa Tuhan bersifat rohani
untuk selamanya dan tidak terpengaruh secara material bila Beliau berada di
dalam hati seekor anjing atau seorang brahmaṇā. Itulah sifat Maha netral
Tuhan. Sang roh yang individual juga bersemayam di dalam hati setiap individu,
tetapi dia tidak berada dalam hati semua makhluk sekaligus. Itulah perbedaan
antara roh yang individual dan Roh Yang Utama. Orang yang belum sungguh-sungguh
berlatih yoga tidak dapat melihat dengan begitu jelas. Orang yang sadar akan
Krishna dapat melihat Krishna baik di dalam hati orang yang percaya maupun di
dalam hati orang yang tidak percaya. Dalam smrti, kenyataan ini dibenarkan
sebagai berikut: atatatvac ca mat-rtvacca atma hi paramo harih. Tuhan Yang Maha
Esa, sebagai sumber semua makhluk hidup, adalah seperti ibu dan pemelihara. Seperti
halnya seorang ibu bersikap netral terhadap semua anak, Ayah (atau Ibu) Yang
Paling Utama juga seperti itu. Karena itu, Roh Yang Utama selalu bersemayam
dalam hati setiap makhluk hidup.
Secara lahiriah, setiap makhluk hidup juga berada
di dalam tenaga Tuhan. Sebagaimana akan dijelaskan dalam Bab Tujuh, pada
dasarnya Tuhan mempunyai dua tenaga—yaitu tenaga rohani (atau tenaga utama) dan
tenaga material (atau tenaga rendah). Walaupun makhluk hidup adalah bagian dari
tenaga utama, ia diikat oleh tenaga yang rendah; makhluk hidup selalu berada di
dalam tenaga Tuhan. Setiap makhluk hidup berada di dalam Beliau melalui salah
satu di antara kedua cara tersebut.
Seorang yogi melihat dengan penglihatan yang sama
karena dia melihat bahwa semua makhluk hidup berada dalam aneka badan menurut
hasil pekerjaannya yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil, namun dalam segala
keadaan mereka tetap sebagai hamba-hamba Tuhan. Selama makhluk hidup berada di
dalam tenaga material, ia mengabdi kepada indera-indera meterial, dan selama
dia berada di dalam tenaga rohani, dia mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
secara langsung. Dalam kedua keadaan tersebut, makhluk hidup adalah hamba
Tuhan. Daya melihat persamaan seperti ini menjadi sempurna pada orang yang
sadar akan Krishna.
6.30
yo māḿ paśyati sarvatra
sarvaḿ ca mayi paśyati
tasyāhaḿ na praṇaśyāmi
sa ca me na praṇaśyati
yaḥ—siapapun; mām—Aku; paśyāti—melihat;
sarvatra—di mana-mana; sarvam—segala sesuatu; ca—dan; mayi—di
dalam Diri-Ku; paśyāti—melihat; tasya—bagi dia; aham—Aku; na—tidak;
praṇaśyāmi—Aku hilang; saḥ—dia; ca—juga; me—kepada-Ku;
na—tidak juga; praṇaśyāti—hilang.
Terjemahan
Aku tidak pernah hilang bagi orang yang melihat
Aku di mana-mana dan melihat segala sesuatu berada di dalam Diri-Ku, dan diapun
tidak pernah hilang bagi-Ku.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna pasti melihat Sri
Krishna di mana-mana, dan dia melihat segala sesuatu berada di dalam Krishna.
Barangkali kelihatannya orang seperti itu melihat segala manifestasi yang
terpisahkan di alam material, tetapi dalam segala keadaan dia sadar akan
Krishna, dengan mengetahui segala sesuatu adalah manifestasi tenaga Krishna.
Tiada sesuatupun yang dapat hidup tanpa Krishna, dan Krishna adalah Penguasa
segala sesuatu—inilah prinsip dasar kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna adalah
perkembangan cinta-bhakti rohani kepada Krishna—suatu kedudukan yang melampaui
bahkan pembebasan material sekalipun. Pada tingkat kesadaran Krishna yang
melampaui keinsafan diri tersebut, seorang penyembah bersatu dengan Krishna
dalam arti Krishna menjadi segala sesuatu bagi penyembah itu, dan penyembah itu
mencintai Krishna sepenuhnya. Pada waktu itu, ada hubungan dekat antara Tuhan
dan penyembah-Nya. Pada tingkat itu, makhluk hidup tidak pernah dapat
dibinasakan, dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah hilang dari
pandangan seorang penyembah. Menunggal di dalam Krishna bermakna pemusnahan
diri secara rohani. Seorang penyembah tidak pernah mengambil resiko seperti
itu. Dalam Brahma-samhita (5.38) dinyatakan:
premāñjana-cchurita-bhakti-vilocanena
santaḥ sadaiva hṛdayeṣu
vilokayanti
yaḿ śyāmasundaram
acintya-guṇa-svarūpaḿ
govindam ādi-puruṣaḿ tam
ahaḿ bhajāmi
Hamba menyembah Tuhan Yang Mahaabadi, Govinda,
yang selalu dilihat oleh seorang penyembah yang matanya diolesi dengan salep
cinta-bhakti. Beliau dilihat dalam bentuk-Nya yang kekal sebagai Syamasundara
yang bersemayam di dalam hati penyembah itu." Pada tingkat ini, Sri
Krishna tidak pernah hilang dari penglihatan penyembah, dan penyembah juga tidak
pernah tidak memandang Tuhan. Keadaan yang sama dialami oleh seorang yogi yang
melihat Tuhan sebagai Paramatma di dalam hatinya. Seorang yogi seperti itu
berubah menjadi seorang penyembah yang murni dan tidak tahan hidup selama
sesaatpun tanpa melihat Tuhan di dalam hatinya.
6.31
sarva-bhūta-sthitaḿ yo māḿ
bhajaty ekatvām āsthitaḥ
sarvathā vartamāno 'pi
sa yogī mayi vartate
sarva-bhūtasthitam—bersemayam di dalam
hati semua orang; yaḥ—dia; mām—Aku; bhajati—mengabdikan
diri dalam bhakti; ekatvām—dalam kesatuan; āsthitāḥ—mantap; sarvathā—dalam
segala hal; varta-mānaḥ—menjadi mantap; api—walaupun; saḥ—dia;
yogī—seorang rohaniwan; mayi—di dalam Diri-Ku; vartate—tetap.
Terjemahan
Seorang yogi seperti itu, yang menekuni
pengabdian yang patut dihormati kepada Roh Yang Utama, dengan mengetahui bahwa
Aku dan Roh Yang Utama adalah satu, selalu tetap di dalam Diri-Ku dalam segala
keadaan.
Penjelasan
Seorang yogi yang berlatih semadi pada Roh Yang
Utama, melihat bagian yang berkuasa penuh dari Krishna sebagai Visnu—bertangan
empat dan memegang kerang, cakra, gada dan bunga padmā—di dalam hatinya.
Seorang yogi harus mengetahui bahwa Visnu tersebut tidak lain daripada Krishna.
Krishna dalam bentuk tersebut sebagai Roh Yang Utama bersemayam di dalam hati
semua orang. Di samping itu, tidak ada perbedaan di antara Roh-roh Yang Utama
yang jumlahnya tidak terhingga yang bersemayam di dalam hati para makhluk yang
jumlahnya tidak dapat dihitung. Juga tidak ada perbedaan antara orang yang
sadar akan Krishna yang selalu menekuni cinta-bhakti rohani kepada Krishna dan
seorang yogi yang sempurna yang bersemadi pada Roh Yang Utama. Seorang yogi
dalam kesadaran Krishna selalu mantap dalam Krishna walaupun barangkali dia
sibuk dalam berbagai kegiatan selama dia masih berada dalam kehidupan material.
Kenyataan ini dibenarkan dalam Bhakti-rasamrta-sindhu (1.2.187) hasil kārya
Srila Rupa Gosvami: nikhilasv apy avasthasu jivanmuktaḥ sa ucyate. Seorang
penyembah Tuhan yang selalu bertindak dalam kesadaran Krishna dengan sendirinya
pasti mencapai pembebasan. Dalam Nārada pancaratra, ini juga dibenarkan sebagai
berikut:
dik-kālādy-anavacchinne
kṛṣṇe ceto vidhāya ca
tan-mayo bhavati kṣipraḿ
jīvo brahmaṇi yojayet
Dengan memusatkan perhatian pada bentuk rohani
Krishna yang berada di mana-mana dan di luar ruang dan waktu, seseorang khusuk
berpikir tentang Krishna dan kemudian dia mencapai keadaan bahagia dalam
pergaulan rohani dengan Beliau."
Kesadaran Krishna adalah tingkat semadi tertinggi
dalam latihan yoga. Pengertian bahwa Krishna bersemayam di dalam hati semua
orang sebagai Paramatma menyempurnakan seorang yogi. Dalam Veda (Gopala-tapani
Upanisad 1.21) adanya kekuatan Tuhan yang tidak terhingga tersebut dibenarkan
sebagai berikut: eko 'pi san bahudhā yo 'vabhati. Walaupun Tuhan adalah satu,
Beliau bersemayam sebagai banyak kepribadian dalam hati yang jumlahnya tidak
dapat dihitung." Begitu pula dalam smrti-śastra dinyatakan:
eka eva paro viṣṇuḥ
sarva-vyāpī na saḿśayaḥ
aiśvaryād rūpam ekaḿ ca
sūrya-vat bahudheyate
Visnu adalah satu, namun pasti Beliau berada di
mana-mana. Dengan kekuatan Beliau yang tidak terhingga, Beliau berada di
mana-mana, walaupun Beliau mempunyai satu bentuk, seperti matahari yang
kelihatan di banyak tempat pada waktu yang sama."
6.32
ātmaupamyena sarvatra
samaḿ paśyati yo 'rjuna
sukhaḿ vā yadi vā duḥkhaḿ
sa yogī paramo mataḥ
ātmā—dengan Diri-Nya; aupamyena—menurut
perbandingan; sarvatra—di mana-mana; samam—dengan cara yang sama;
paśyāti—melihat; yaḥ—dia yang; Arjuna—wahai Arjuna;
sukham—suka; vā—atau; yādi—kalau; vā—atau; duḥkham—dukacita;
saḥ—dia; yogī—rohaniwan; paramaḥ—sempurna; mataḥ—dianggap.
Terjemahan
Orang yang melihat persamaan sejati semua makhluk
hidup, baik yang dalam suka maupun dalam dukanya, menurut perbandingan dengan
Diri-Nya sendiri, adalah yogi yang sempurna, wahai Arjuna.
Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna adalah yogi yang
sempurna; dia menyadari suka dan duka semua insan berdasarkan pengalaman
pribadinya. Apabila makhluk hidup melupakan hubungannya dengan Tuhan, kelupaan
itu menyebabkan ia berdukacita. Kalau makhluk hidup mengenal Krishna sebagai
Kepribadian Yang Paling Utama yang menikmati segala kegiatan manusia, pemilik
semua tanah dan planet, dan kawan yang paling tulus hati bagi semua makhluk
hidup, maka pengetahuan itu menyebabkan ia berbahagia. Seorang yogi yang
sempurna mengetahui bahwa makhluk hidup yang diikat oleh sifat-sifat alam
material dipengaruhi oleh tiga jenis kesengsaraan material karena dia melupakan
hubungannya dengan Krishna. Oleh karena orang yang sadar akan Krishna
berbahagia, dia berusaha menyebarkan pengetahuan tentang Krishna di mana-mana.
Oleh karena seorang yogi berusaha menyebarkan pentingnya menjadi sadar akan
Krishna, dialah dermawan terbaik di dunia dan hamba Tuhan yang paling dicintai
oleh Beliau. Na ca tasman manuṣyeṣu kascin me priyak‚ttamah (Bg. 18.69).
Dengan kata lain, seorang penyembah selalu menjaga kesejahteraan semua makhluk
hidup, dan dengan cara demikian, dia sungguh-sungguh menjadi kawan semua
makhluk. Dia menjadi yogi terbaik karena dia tidak menginginkan kesempurnaan
dalam yoga untuk keuntungan pribadinya, tetapi dia juga berusaha untuk orang
lain. Dia tidak iri hati terhadap sesama makhluk hidup. Inilah perbedaan antara
seorang penyembah Tuhan Yang Murni dengan seorang yogi yang hanya mementingkan
kemajuan pribadinya. Seorang yogi yang sudah mengundurkan diri ke tempat yang
sunyi untuk bersemadi secara sempurna mungkin kurang sempurna dibandingkan
dengan seorang penyembah yang sedang berusaha sekuat tenaga untuk mengarahkan
setiap orang menuju kesadaran Krishna.
6.33
Arjuna uvāca
yo 'yaḿ yogas tvayā proktāḥ
sāmyena madhusūdana
etasyāhaḿ na paśyāmi
cañcalatvāt sthitiḿ sthirām
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; yah ayam—sistem
ini; yogaḥ—kebatinan; tvayā—oleh Anda; proktāḥ—diuraikan;
sargaḥna—secara umum; Madhusūdana—pembunuh raksasa bernama
Madhu; etasya—dari ini; aham—hamba; na—tidak; paśyāmi—melihat;
cañcalatvāt—disebabkan kegelisahan; sthitim—keadaan; sthirām—mantap.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Madhusūdana, sistem yoga yang
sudah Anda ringkas kelihatannya kurang praktis dan hamba tidak tahan
melaksanakannya, sebab pikiran gelisah dan tidak mantap.
Penjelasan
Sistem kebatinan yang diuraikan oleh Sri Krishna
kepada Arjuna mulai dengan kata-kata sucau dese dan berakhir dengan kata-kata
yogi-paramaḥ ditolak di sini oleh Arjuna karena merasa kurang sanggup. Tidak
mungkin manusia biasa meninggalkan rumah dan pergi ke tempat sunyi dipegunungan
atau rimba-rimba untuk berlatih yoga pada jaman Kali ini. Ciri jaman sekarang
adalah perjuangan yang pahit untuk kehidupan yang singkat saja. Orang tidak
serius tentang keinsafan diri bahkan dengan cara yang sederhana dan praktis
sekalipun, apalagi dengan sistem yoga yang sulit ini, yang mengatur cara hidup,
cara duduk, pilihan tempat, dan cara melepas kan ikatan pikiran terhadap
kesibukan material. Sebagai orang yang praktis, Arjuna berpikir sistem yoga
tersebut tidak mungkin diikutinya, kendatipun dia sudah mendapatkan berkat yang
menguntungkan dalam berbagai hal. Arjuna adalah anggota keluarga rājā
yang sudah maju sekali dengan begitu banyak sifat-sifat mulia: Dia
seorang kesatria yang hebat, panjang umur, dan yang terutama, dia adalah kawan
Sri Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang paling dekat. Lima ribu tahun
yang lalu, Arjuna mempunyai fasilitas yang jauh lebih baik daripada fasilitas
kita sekarang, namun Arjuna menolak menerima sistem yoga tersebut. Sebenarnya,
kita tidak menemukan catatan di dalam kazanah sejarah bahwa pada suatu waktu
Arjuna pernah berlatih yoga tersebut. Karena itu, secara umum sistem tersebut
harus dianggap mustahil pada jaman Kali ini. Tentu saja, mungkin sistem ini
dapat dilakukan oleh beberapa orang yang mempunyai sifat-sifat istimewa, tetapi
bagi rakyat umum sistem ini merupakan usul yang mustahil. Kalau kenyataannya
demikian lima ribu tahun yang lalu, apalagi dewasa ini? Walaupun orang yang
meniru sistem yoga tersebut dengan berbagai perguruan dan perkumpulan, tidak
mau berubah, mereka pasti memboroskan waktunya. Mereka sama sekali tidak
mengetahui tujuan yang diinginkan.
6.34
cañcalaḿ hi manaḥ kṛṣṇa
pramāthi balavad dṛḍham
tasyāhaḿ nigrahaḿ manye
vāyor iva su-duṣkaram
cañcalam—berkedipkedip; hi—pasti; manaḥ—pikiran;
kṛṣṇa—o Krishna; pramāthi—menggoncangkan; bala-vat—kuat;
dṛḍham—keras kepala; tasya—miliknya; aham—hamba; nigraham—menaklukkan;
manye—berpikir; vāyoḥ—dari angin; ivā—seperti; su-duṣkaram—sulit.
Terjemahan
Sebab pikiran gelisah, bergelora, keras dan kuat
sekali, o Krishna, dan hamba pikir menaklukkan pikiran lebih sulit daripada
mengendalikan angin.
Penjelasan
Pikiran begitu kuat dan keras sehingga
kadang-kadang menguasai kecerdasan, walaupun seharusnya pikiran takluk pada
kecerdasan. Bagi orang di dunia nyata yang harus bertempur menghadapi begitu
banyak unsur-unsur yang melawan, pasti sulit sekali mengendalikan pikiran.
Barangkali seseorang dapat menetapkan suatu keseimbangan mental yang tidak
wajar terhadap kawan dan musuh, tetapi akhirnya tidak ada orang duniawi yang
dapat mengendalikan pikiran, karena untuk mengendalikan pikiran lebih sulit
daripada mengendalikan angin yang mengamuk. Dalam kesusasteraan Veda (Katha
Upanisad 1.3.3-4) dinyatakan:
ātmānaḿ rathinaḿ viddhi
śarīraḿ ratham eva ca
buddhiḿ tu sārathiḿ viddhi
manaḥ pragraham eva ca
indriyāṇi hayān āhur
viṣayāḿs teṣu gocarān
ātmendriya-mano-yuktaḿ
bhoktety āhur manīṣiṇaḥ
Roh yang individual adalah penumpang di dalam
kereta badan jasmani, dan kecerdasan adalah kusir. Pikiran adalah alat untuk
mengemudikan, dan indera-indera adalah kuda. Seperti itulah, sang roh menikmati
atau menderita sehubungan dengan pikiran dan indera-indera. Demikianlah
pengertian para pemikir yang mulia." Seharusnya kecerdasan mengarahkan
pikiran. Tetapi pikiran begitu kuat dan keras sehingga kadang-kadang pikiran
menguasai kecerdasan seseorang, seperti halnya infeksi yang gawat barangkali
melampaui kekuatan sejenis obat. Pikiran yang kuat seperti itu seharusnya
dikendalikan dengan latihan yoga, tetapi latihan seperti itu tidak pernah
praktis bagi orang yang berada di dunia seperti Arjuna. Jadi, apa yang dapat
kita katakan tentang manusia modern? Contoh yang digunakan di sini cocok;
seseorang tidak dapat menangkap angin yang bertiup. Lebih sulit lagi menangkap
pikiran yang bergelora. Cara termudah untuk mengendalikan pikiran, sebagaimana
diusulkan oleh Sri Caitanya, ialah dengan mengucapkan mantra Hare
Krishna," mantra agung untuk keselamatan, dengan sikap sangat rendah hati.
Cara yang dianjurkan adalah sa vai manaḥ kṛṣṇa padaravindayoh: Seseorang
harus menjadikan pikiran tekun sepenuhnya di dalam Krishna. Hanya pada waktu
itulah tidak akan ada kesibukan lain lagi untuk menggoyahkan pikiran.
6.35
śrī-bhagavān uvāca
asaḿśayaḿ mahā-bāho
mano durnigrahaḿ calam
abhyāsena tu kaunteya
vairāgyeṇa ca gṛhyate
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa bersabda; asaḿśayam—tentu saja; mahā-bāho—wahai yang
berlengan perkasa; manaḥ—pikiran; durnigraham—sulit
dikendalikan; calam—berkedip; abhyāsena—dengan latihan; tu—tetapi;
kaunteya—wahai putera Kuntī ; vairāgyeṇa—dengan
ketidakterikatan; ca—juga; gṛhyate—dapat dikendalikan dengan
cara seperti itu.
Terjemahan
Sri Krishna bersabda: Wahai putera Kuntī yang
berlengan perkasa, tentu saja sulit mengendalikan pikiran yang gelisah, tetapi
hal ini dimungkinkan dengan latihan yang cocok dan ketidakterikatan.
Penjelasan
Kesulitan mengendalikan pikiran yang keras
sebagaimana diungkapkan oleh Arjuna, diakui oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Tetapi pada waktu yang sama, Beliau menganjurkan bahwa dengan latihan dan
ketidakterikatan pikiran dapat dikendalikan. Apa latihan itu? Jaman sekarang
tidak ada seorangpun yang dapat mengikuti aturan dan peraturan yang ketat untuk
menempatkan Diri-Nya di tempat yang suci, memusatkan pikiran pada Roh Yang
Utama, mengendalikan indera-indera dan pikiran, berpantang hubungan suami
isteri, tinggal sendirian, dan sebagainya. Akan tetapi, dengan latihan
kesadaran Krishna seseorang menjadi sibuk dalam sembilan jenis bhakti kepada
Tuhan. Kesibukan pertama yang paling penting di antara kesibukan-kesibukan
dalam bhakti tersebut ialah mendengar tentang Krishna. Mendengar tentang
Krishna adalah cara rohani yang sangat kuat untuk menghilangkan segala
keragu-raguan dari pikiran. Makin seseorang mendengar tentang Krishna, makin ia
dibebaskan dari kebodohan dan ikatan terhadap segala sesuatu yang menarik
pikiran menjauh dari Krishna. Dengan melepaskan ikatan antara pikiran dan
kegiatan yang tidak dipersembahkan kepada Tuhan, dengan mudah sekali seseorang
mempelajari vairagya. Vairagya berarti ketidakterikatan terhadap alam dan
kesibukan pikiran dalam kerohanian. Ketidakterikatan rohani yang tidak mengakui
bentuk pribadi Tuhan lebih sulit daripada mengikat pikiran dalam kegiatan
Krishna. Mengikatkan pikiran pada kegiatan Krishna sangat praktis, sebab kalau
seseorang mendengar tentang Krishna, dengan sendirinya ia terikat kepada Roh
Yang Paling Utama. Ikatan ini disebut paresanubhuti, yang berarti kepuasan
rohani. Hal ini seperti rasa puas di dalam hati orang yang lapar terhadap
setiap suap makanan yang dicicipinya. Kalau seseorang lapar, makin banyak yang
dimakannya, makin ia merasa puas dan kuat. Begitu pula dengan melaksanakan
bhakti, seseorang merasakan kepuasan rohani selama pikirannya menjadi semakin
lepas dari ikatan terhadap tujuan-tujuan material. Hal ini seperti menyembuhkan
penyakit dengan cara pengobatan yang ahli dan makanan teratur yang cocok.
Karena itu, mendengar tentang kegiatan rohani Sri Krishna adalah pengobatan
yang ahli untuk pikiran yang gila, dan makan makanan yang sudah dipersembahkan
kepada Krishna adalah makanan teratur yang cocok untuk si penderita. Pengobatan
tersebut adalah proses kesadaran Krishna.
6.36
asaḿyatātmanā yogo
duṣprāpa iti me matiḥ
vaśyātmanā tu yatatā
śakyo 'vāptum upāyataḥ
asaḿyata—tidak terkendalikan; ātmanā—oleh
pikiran; yogaḥ—keinsafan diri; duṣprāpaḥ—sulit diperoleh; iti—demikian;
me—milik-Ku; matiḥ—pendapat; vaśya—dikendalikan; ātmanā—oleh
pikiran; tu—tetapi; yatatā—sambil berusaha; śakyaḥ—praktis;
avāptum—mencapai; upāyataḥ—dengan cara yang cocok.
Terjemahan
Keinsafan diri adalah pekerjaan yang sulit bagi
orang yang pikirannya tidak terkendali. Tetapi orang yang pikirannya terkendali
yang berusaha dengan cara yang cocok terjamin akan mencapai sukses. Itulah
pendapat-Ku.
Penjelasan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa
orang yang tidak menerima pengobatan yang benar untuk melepaskan pikiran dari
kesibukan material hampir tidak mungkin mencapai sukses dalam keinsafan diri.
Berusaha berlatih yoga sambil membiarkan pikiran sibuk dalam kenikmatan
material adalah seperti mencoba menyalakan api sambil menyiramkan air di atas
api itu. Latihan yoga tanpa mengendalikan pikiran hanya memboroskan waktu saja.
Pertunjukan yoga seperti itu barangkali menghasilkan keuntungan material,
tetapi latihan itu tidak berguna untuk keinsafan rohani. Karena itu, seseorang
harus mengendalikan pikiran dengan menjadikan pikiran senantiasa tekun di dalam
cinta-bhakti rohani kepada Krishna. Kalau seseorang tidak sibuk dalam kesadaran
Krishna, ia tidak dapat mengendalikan pikiran dengan mantap. Orang yang sadar
akan Krishna dengan mudah mencapai hasil yoga tanpa usaha tersendiri, tetapi
orang yang berlatih yoga tidak dapat mencapai sukses tanpa menjadi sadar akan
Krishna.
6.37
Arjuna uvāca
ayatiḥ śraddhayopeto
yogāc calita-mānasaḥ
aprāpya yoga-saḿsiddhiḿ
kāḿ gatiḿ kṛṣṇa gacchati
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; ayatiḥ—seorang
rohaniwan yang tidak mencapai sukses; śraddhayā—dengan kepercayaan; upetaḥ—sibuk;
yogāt—dari hubungan batin; calita—menyimpang; mānasaḥ—orang
yang mempunyai pikiran seperti itu; aprāpya—gagal mencapai; yoga-saḿsiddhim—kesempurnaan
tertinggi dalam kebatinan; kam—yang mana; gatim—tujuan; kṛṣṇa—o
Krishna; gacchati—mencapai.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Krishna, bagaimana nasib
seorang rohaniawan yang tidak mencapai sukses, yang mulai mengikuti proses
keinsafan diri pada permulaan dengan kepercayaan, tetapi kemudian berhenti
karena pikiran yang duniawi dan dengan demikian tidak mencapai kesempurnaan
dalam kebatinan?
Penjelasan
Jalan keinsafan diri atau kebatinan diuraikan
dalam Bhagavad-gita. Prinsip dasar keinsafan diri ialah pengetahuan bahwa
makhluk hidup bukan badan jasmani ini, melainkan berbeda dari badan, dan bahwa
kebahagiaan makhluk hidup terletak dalam kehidupan, kebahagiaan dan pengetahuan
yang kekal. Hal-hal tersebut bersifat rohani, di luar badan maupun pikiran.
Keinsafan diri dicari melalui jalan pengetahuan, dengan latihan sistem yoga
yang terdiri dari delapan tahap, atau dengan bhakti-yoga. Dalam tiap-tiap
proses tersebut, seseorang harus menginsafi kedudukan dasar makhluk hidup,
hubungan makhluk hidup dengan Tuhan, dan kegiatan yang memungkinkan ia dapat
menghidupkan kembali hubungan yang telah hilang dan mencapai tingkat
kesempurnaan tertinggi kesadaran Krishna. Dengan mengikuti salah satu di antara
tiga cara tersebut di atas, seseorang pasti akan mencapai tujuan yang paling
tinggi dalam waktu yang dekat atau sesudah beberapa waktu. Kenyataan ini telah
dikemukakan oleh Krishna di dalam Bab Dua: Bahkan dengan usaha sedikit saja
dalam menempuh jalan rohani dapat memberikan harapan besar untuk keselamatan.
Di antara tiga cara tersebut, jalan bhakti-yoga khususnya cocok untuk jaman
ini, sebab bhakti-yoga adalah cara langsung untuk menginsafi Tuhan. Arjuna
ingin supaya Diri-Nya lebih yakin lagi. Karena itu, Arjuna memohon agar Sri
Krishna menegaskan kembali pernyataan yang telah dikemukakan tadi. Barangkali
seseorang mulai mengikuti jalan keinsafan diri dengan tulus ikhlas, tetapi
proses mengembangkan pengetahuan dan latihan sistem yoga terdiri dari delapan
tahap pada umumnya sulit sekali untuk jaman ini. Karena itu, walaupun seseorang
berusaha senantiasa, barangkali ia jatuh, karena banyak alasan. Pertama,
mungkin seseorang belum cukup serius untuk mengikuti proses itu. Mengikuti
jalan kerohanian kurang lebih berarti mempermaklumkan perang melawan tenaga yang
mengkhayalkan. Sebagai akibatnya, bilamana seseorang berusaha melarikan diri
dari cengkraman tenaga yang mengkhayalkan, maka tenaga mayā itu akan
berusaha mengalahkan orang yang sedang berlatih dengan menawarkan berbagai
benda dan hal lainnya untuk menarik hatinya. Roh yang terikat sudah tertarik
pada sifat-sifat alam material, dan kemungkinan besar ia akan kembali tertarik,
kendatipun ia sedang melaksanakan disiplin-disiplin rohani. Ini disebut yogac
calitamānasaḥ: menyimpang dari jalan kerohanian. Arjuna ingin tahu bagaimana
akibat jika menyimpang dari jalan keinsafan diri.
6.38
kaccin nobhaya-vibhraṣṭaś
chinnābhram iva naśyati
apratiṣṭho mahā-bāho
vimūḍho brahmaṇaḥ pathi
kaccit—apakah; na—tidak; ubhaya—kedua-duanya;
vibhraṣṭaḥ—menyimpang dari; chinna—dirobek; abhram—awan;
ivā—seperti; naśyāti—musnah; apratiṣṭhaḥ—tanpa
kedudukan apapun; mahā-bāho—o Krishna yang berlengan perkasa; vimūḍhaḥ—dibingungkan;
brahmaṇaḥ—kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi; pathi—pada
jalan.
Terjemahan
O Krishna yang berlengan perkasa, bukankah orang
seperti itu yang telah dibingungkan hingga menyimpang dari jalan kerohanian
jatuh dari sukses rohani maupun sukses material hingga Diri-Nya musnah,
bagaikan awan yang diobrak-abrik, tanpa kedudukan di lingkungan manapun?
Penjelasan
Ada dua cara untuk mencapai kemajuan. Orang
duniawi tidak tertarik kepada kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi; karena
itu mereka lebih tertarik pada kemajuan material dengan perkembangan ekonomi,
atau naik tingkat sampai planet-planet yang lebih tinggi dengan melakukan
pekerjaan yang cocok untuk itu. Apabila seseorang mulai menempuh jalan
kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi, seharusnya ia tidak terlalu sibuk
dalam kegiatan material dan rela mengorbankan apa yang disebut kesenangan
material dalam segala bentuknya. Kalau orang yang bercita-cita menjadi
rohaniwan jatuh, kelihatannya dia rugi dalam dua hal; dengan kata lain, dia
tidak dapat menikmati kesenangan material maupun sukses rohani. Dia tidak
mempunyai kedudukan; dia seperti awan yang sudah diobrak-abrik. Awan di langit
kadang-kadang berpisah dari awan kecil dan bergabung dengan awan besar. Tetapi
kalau awan tidak dapat bergabung dengan awan besar, maka awan itu diobrak-abrik
oleh angin hingga lenyap di angkasa yang luas. Brahmanaḥ pathiadalah jalan
keinsafan rohani yang melampaui hal-hal duniawi dengan cara mengetahui bahwa
pada hakekatnya diri kita bersifat rohani sebagai bagian dari Tuhan Yang Maha
Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha
Esa terwujud sebagai Brahman, Paramatma dan Bhagavan. Sri Krishna adalah
manifestasi yang paling lengkap Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Karena itu,
orang yang sudah menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Paling Utama
adalah rohaniwan yang sudah mencapai sukses. Untuk mencapai tujuan hidup
tersebut melalui keinsafan Brahman dan Paramatma memerlukan penjelmaan yang
berulang-ulang (bahūn am janmanam ante). Karena itu, jalan tertinggi keinsafan
rohani adalah bhakti-yoga, cara langsung.
6.39
etan me saḿśayaḿ kṛṣṇa
chettum arhasy aśeṣataḥ
tvad-anyaḥ saḿśayasyāsya
chettā na hy upapadyate
etat—ini adalah; me—milik hamba; saḿśayam—keragu-raguan;
kṛṣṇa—o Krishna; chettum—supaya menghilangkan; arhasi—Anda
diminta; aśeṣataḥ—sepenuhnya; tvat—daripada Anda; anyaḥ—lain;
saḿśayasya—mengenai keragu-raguan; asya—ini; chettā—yang
menghilangkan; na—tidak pernah; hi—pasti; upapadyate—dapat
ditemukan.
Terjemahan
Inilah keragu-raguan hamba, o Krishna, dan hamba memohon
agar Anda menghilangkan keragu-raguan ini sepenuhnya. Selain Anda, tiada
seorangpun yang dapat ditemukan untuk membinasakan keragu-raguan ini.
Penjelasan
Krishna mengetahui masa lampau, masa sekarang dan
masa yang akan datang secara sempurna. Pada awal Bhagavad-gita, Krishna
menyatakan bahwa semua makhluk hidup telah berada secara individual sejak masa
lampau, mereka tetap berada sekarang, dan mereka akan tetap mempunyai identitas
individual pada masa yang akan datang, bahkan setelah pembebasan dari ikatan
material sekalipun. Jadi, Krishna sudah menjelaskan pertanyaan mengenai masa
depan makhluk hidup yang individual. Sekarang, Arjuna ingin mengetahui tentang
masa depan seorang rohaniwan yang tidak mencapai sukses. Tiada seorangpun yang
sejajar atau lebih tinggi daripada Krishna, dan pasti orang yang disebut
resi-resi yang mulia dan filosof-filosof yang dikuasai oleh alam material tidak
dapat menjadi sejajar dengan Beliau. Karena itu, keputusan Krishna adalah
jawaban yang terakhir dan lengkap terhadap segala keragu-raguan, sebab Krishna
mengetahui masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang secara
sempurna—tetapi tiada seorangpun yang mengenal Beliau. Hanya Krishna dan
penyembah yang sadar akan Krishna dapat mengetahui bagaimana keadaan yang
sebenarnya.
6.40
śrī-bhagavān uvāca
pārtha naiveha nāmutra
vināśas tasya vidyāte
na hi kalyāṇa-kṛt kaścid
durgatiḿ tāta gacchati
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa bersabda; pārtha—wahai putera Pṛthā; na evā—tidak
pernah demikian; iha—di dunia material ini; na—tidak pernah; amutra—dalam
penjelmaan yang akan datang; vināśaḥ—kemusnahan; tasya—milik
dia; vidyāte—berada; na—tidak pernah; hi—pasti; kalyāṇa-kṛt—orang
yang sibuk dalam kegiatan yang mujur; kaścit—siapapun; durgatim—untuk
merosot; tāta—kawan-Ku; gacchati—pergi.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Putera
Pṛthā, seorang rohaniwan yang sibuk dalam kegiatan yang mujur tidak mengalami
kemusnahan baik di dunia ini maupun di dunia rohani; orang yang berbuat baik
tidak pernah dikuasai oleh kejahatan, wahai kawan-Ku.
Penjelasan
Dalam Srimad-Bhagavatam (1.5.17) Sri Nārada
Muni memberikan pelajaran kepada Vyasadeva sebagai berikut:
tyaktvā sva-dharmaḿ caraṇāmbujaḿ
harer
bhajann apakvo 'tha patet
tato yadi
yatra kva vābhadram abhūd
amuṣya kiḿ
ko vārtha āpto 'bhajatāḿ
sva-dharmataḥ
Kalau seseorang meninggalkan segala harapan
material dan berlindung sepenuhnya kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, maka
dalam segala hal tidak ada kerugian maupun kemerosotan apapun. Di pihak lain,
orang yang bukan penyembah barangkali sibuk sepenuhnya melakukan tugas-tugas
kewajibannya, namun dia tidak memperoleh keuntungan apapun." Ada banyak
kegiatan untuk harapanharapan material, baik kegiatan menurut Kitab Suci maupun
adat dan kebiasaan. Seharusnya seorang rohaniwan meninggalkan segala kegiatan
material demi kemajuan rohani dalam kehidupan, yaitu kesadaran Krishna.
Barangkali ada orang yang mengatakan bahwa dengan kesadaran Krishna seseorang dapat
mencapai kesempurnaan tertinggi kalau proses itu diselesaikan. Tetapi kalau ia
tidak mencapai tingkat kesempurnaan seperti itu, dia rugi baik secara material
maupun secara rohani. Dalam Kitab-kitab Suci dinyatakan bahwa seseorang harus
menderita reaksi kalau dia tidak melaksanakan tugas-tugas kewajiban yang telah
di tetapkan. Karena itu, orang yang gagal melaksanakan kegiatan rohani yang
sebenarnya akan mengalami reaksi-reaksi seperti itu. Dalam Bhagavatam
dinyatakan seorang rohaniwan yang tidak mencapai sukses diberi jaminan bahwa
dia tidak perlu khawatir. Walaupun mungkin dia akan mengalami reaksi karena
tidak melaksanakan tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan secara
sempurna,dia tetap tidak rugi, sebab kesadaran Krishna yang mujur tidak akan pernah
dilupakan, dan orang yang sudah pernah tekun dalam kesadaran Krishna akan terus
seperti itu kendatipun ia dilahirkan dalam keadaan yang rendah pada penjelmaan
yang akan datang. Di pihak lain, orang yang hanya mengikuti tugas-tugas
kewajiban secara ketat belum tentu mencapai hasil yang menguntungkan kalau dia
kekurangan kesadaran Krishna.
Penjelasan ayat ini dapat dimengerti sebagai
berikut. Manusia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan yang teratur
dan golongan yang tidak teratur. Orang yang hanya sibuk dalam kepuasan
indera-indera seperti hewan tanpa pengetahuan tentang penjelmaan yang akan
datang maupun keselamatan rohani termasuk golongan yang tidak teratur. Orang
yang mengikuti prinsip-prinsip tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan dalam
Kitab Suci termasuk golongan yang teratur. Golongan yang tidak teratur, baik
beradab maupun tidak beradab, terdidik maupun belum terdidik, kuat maupun
lemah, penuh Kecenderungan-kecenderungan seperti binatang. Kegiatan mereka
tidak pernah menguntungkan, sebab sambil menikmati kecenderungan kecenderungan
seperti binatang, yaitu, makan, tidur, membela diri dan berketurunan, untuk
selamanya mereka tetap berada dalam kehidupan material, yang selalu penuh
kesengsaraan. Di pihak lain, orang yang diatur oleh peraturan Kitab Suci dan
berangsur-angsur naik sampai tingkat kesadaran Krishna dengan cara seperti itu
pasti maju dalam kehidupan.
Orang yang mengikuti jalan yang menguntungkan
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu, (1) orang yang mengikuti aturan dan
peraturan rohani dan menikmati kemakmuran material, (2) orang yang berusaha
mencari pembebasan tertinggi dari kehidupan material, dan (3) orang yang
menjadi penyembah dalam kesadaran Krishna. Orang yang mengikuti aturan dan
peraturan Kitab Suci untuk kesenangan material dapat dibagi lagi menjadi dua
golongan: Orang yang bekerja dengan tujuan memperoleh hasil atau pahala untuk
dinikmati dan orang yang tidak menginginkan hasil atau pahala apa pun untuk
kepuasan indera-indera. Orang yang mencari hasil atau pahala untuk kepuasan
indera-indera dapat naik tingkat sampai tingkatan hidup yang lebih
tinggi—bahkan sampai planet-planet yang lebih tinggi sekalipun—tetapi oleh
karena mereka masih belum lepas dari kehidupan material, mereka belum mengikuti
jalan yang sungguh-sungguh menguntungkan. Satu-satunya kegiatan yang
menguntungkan ialah kegiatan yang membawa seseorang sampai pembebasan. Kegiatan
manapun yang pada akhirnya tidak bertujuan untuk mencapai keinsafan diri pada
akhirnya atau pembebasan dari paham hidup jasmani yang material sama sekali
tidak menguntungkan. Kegiatan dalam kesadaran Krishna adalah satu-satunya
kegiatan yang menguntungkan, dan siapapun yang rela menerima segala kesulitan
jasmani untuk mencapai kemajuan dalam menempuh jalan kesadaran Krishna dapat
disebut seorang rohaniwan yang sempurna yang sedang melakukan pertapaan yang
keras. Oleh karena sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap pada akhirnya
diarahkan menuju keinsafan kesadaran Krishna, latihan seperti itu juga
menguntungkan, dan orang yang sedang berusaha sekuat tenaga dalam hal ini tidak
perlu takut bahwa Diri-Nya akan merosot.
6.41
prāpya puṇya-kṛtāḿ lokān
uṣitvā śāśvatīḥ samaḥ
śucīnāḿ śrīmatāḿ gehe
yoga-bhraṣṭo 'bhijāyate
prāpya—sesudah mencapai; puṇya-kṛtām—milik
orang yang melakukan kegiatan yang saleh; lokān—planet-planet; uṣitvā—sesudah
tinggal; śāśvatīḥ—banyak; samaḥ—tahun-tahun; śucīnām—milik
orang saleh; śrī-matām—milik orang yang makmur; gehe—di rumah; yoga-bhraṣṭaḥ—orang
yang sudah jatuh dari jalan keinsafan diri; abhijāyate—dilahirkan.
Terjemahan
Sesudah seorang yogi yang tidak mencapai sukses
menikmati selama bertahun-tahun di planet-planet makhluk yang saleh, ia
dilahirkan dalam keluarga orang saleh atau dalam keluarga bangsawan yang kaya.
Penjelasan
Para yogi yang tidak mencapai sukses dibagi
menjadi dua golongan: Yang satu jatuh sesudah maju sedikit saja, dan yang lain
jatuh sesudah lama berlatih yoga. Seorang yogi yang jatuh sesudah berlatih yoga
selama masa singkat akan pergi ke planet-planet yang lebih tinggi.
Makhluk-makhluk hidup yang saleh diperkenankan memasuki planet-planet yang
lebih tinggi itu. Sesudah hidup yang panjang di sana, dia dikirim kembali ke
planet ini, untuk dilahirkan dalam keluarga seorang brahmaṇā vaisnava yang
saleh atau keluarga pedagang-pedagang dari golongan bangsawan.
Tujuan sejati latihan yoga ialah untuk mencapai
kesempurnaan tertinggi kesadaran Krishna, sebagaimana dijelaskan dalam ayat
terakhir dari bab ini. Tetapi orang yang tidak tekun sampai tingkat itu dan
jatuh karena hal-hal duniawi menarik hatinya, atas berkat karunia Tuhan
diizinkan menggunakan kecenderungan-kecenderungan material sepenuhnya. Sesudah
itu, mereka di beri kesempatan untuk hidup secara makmur dalam keluarga yang
saleh atau keluarga bangsawan. Orang yang dilahirkan dalam keluarga seperti itu
dapat memanfaatkan fasilitas untuk berusaha naik tingkat sampai menjadi sadar
akan Krishna sepenuhnya.
6.42
atha vā yoginām eva
kule bhavati dhīmatām
etad dhi durlabhataraḿ
loke janma yad īdṛśam
atha vā—atau; yoginām—Rohaniwan-rohaniwan
yang bijaksana; evā—pasti; kule—di dalam keluarga; bhavati—dilahirkan;
dhī-matām—orang yang diberkahi kebijaksanaan yang tinggi; etat—ini;
hi—pasti; durlabha-taram—jarang sekali; loke—di dunia ini;
janma—kelahiran; yat—itu yang; īdṛśam—seperti itu.
Terjemahan
Atau [kalau dia belum mencapai sukses sesudah
lama berlatih yoga] dia dilahirkan dalam keluarga rohaniwan yang pasti memiliki
kebijaksanaan yang tinggi. Memang, jarang sekali seseorang dilahirkan dalam
keadaan seperti itu di dunia ini.
Penjelasan
Di sini kelahiran dalam keluarga yogi atau
rohaniwan—orang yang memiliki kebijaksanaan yang tinggi—dipuji karena anak yang
dilahirkan di dalam keluarga seperti itu menerima dorongan rohani sejak awal riwayatnya.
Keadaan seperti ini khususnya dialami dalam keluarga keluarga ācārya atau
Gosvami. Keluarga-keluarga seperti itu berpengetahuan tinggi dan berbhakti
menurut tradisi dan latihan. Karena itu, mereka menjadi guru-guru kerohanian.
Di India, ada banyak keluarga ācārya seperti itu tetapi sekarang mereka merosot
karena kekurangan pendidikan dan latihan. Atas karunia Krishna, masih ada
keluarga-keluarga yang melahirkan Rohaniwan-rohaniwan dari generasi ke
generasi. Pasti seseorang beruntung sekali kalau ia dilahirkan dalam
keluargakeluarga seperti itu. Untungnya, guru kerohanian kami, Om Visnupada Sri
Srimad Bhaktisiddhanta Sarasvati Gosvami Maharājā, dan saya sendiri, mendapat
kesempatan untuk dilahirkan dalam keluarga-keluarga seperti itu, atas berkat karunia
Tuhan, sehingga guru kerohanian kami dan saya sendiri dilatih dalam bhakti
kepada Tuhan sejak awal kehidupan kami. Kemudian, kami bertemu karena apa yang
telah ditakdirkan oleh sistem rohani.
6.43
tatra taḿ buddhi-saḿyogaḿ
labhate paurva-dehikam
yatate ca tato bhūyaḥ
saḿsiddhau kuru-nandana
tatra—sesudah itu; tam—itu; buddhi-saḿyogam—menghidupkan
kembali kesadaran; labhate—memperoleh kembali; paurva-dehikam—dari
badan yang dimiliki dalam penjelmaan sebelumnya; yatate—dia berusaha; ca—juga;
tataḥ—sesudah itu; bhūyaḥ—lagi; saḿsiddhau—untuk
kesempurnaan; kuru-nandana—wahai putera Kuru.
Terjemahan
Sesudah dilahirkan seperti itu, sekali lagi dia
menghidupkan kesadaran suci dari penjelmaannya yang dahulu, dan dia berusaha
maju lebih lanjut untuk mencapai sukses yang lengkap, wahai putera Kuru.
Penjelasan
Maharājā Bhārata, yang dilahirkan untuk
ketiga kalinya dalam keluarga seorang brahmaṇā yang baik, adalah contoh
kelahiran yang baik untuk menghidupkan kembali kesadaran rohani dari penjelmaan
yang lama. Maharājā Bhārata pernah menjadi maharājā yang
menguasai seluruh bumi, dan semenjak masa beliau, planet ini dikenal dengan
nama Bhārata varsa di kalangan para dewa. Sebelumnya planet ini bernama
Ilavrtavarsa. Dalam usia muda, Maharājā Bhārata mengundurkan diri
untuk mencapai kesempurnaan rohani, tetapi dia gagal mencapai sukses. Dalam
penjelmaan berikutnya dia dilahirkan di dalam keluarga seorang brahmaṇā yang
baik dan dia bernama Jada Bhārata, sebab dia selalu menyendiri dan tidak
berbicara dengan siapapun. Kemudian, dia didapatkan sebagai seorang rohaniwan
yang mulia oleh rājā Rahugana. Dari riwayat Maharājā Bhārata,
dimengerti bahwa usaha-usaha rohani, atau latihan yoga, tidak pernah sia-sia.
Atas berkat karunia Tuhan, seorang rohaniwan mendapatkan kesempatan berulang
kali untuk mencapai kesempurnaan yang lengkap dalam kesadaran Krishna.
6.44
pūrvābhyāsena tenaiva
hriyate hy avaśo 'pi saḥ
jijñāsur api yogasya
śabda-brahmātivartate
pūrva—dahulu; abhyāsena—oleh
latihan; tena—oleh itu; evā—pasti; hriyate—tertarik; hi—pasti;
avāsaḥ—dengan sendirinya; api—juga; saḥ—dia; jijñāsuḥ—ingin
tahu; api—walaupun; yogasya—tentang yoga; śabda-brahma—prinsip-prinsip
ritual dari Kitab Suci; ativartate—melampaui.
Terjemahan
Berkat kesadaran suci dari penjelmaan sebelumnya,
dengan sendirinya dia tertarik kepada prinsip-prinsip yoga—kendatipun tanpa
diupayakan. Seorang rohaniwan yang ingin menemukan jawaban seperti itu selalu
berada di atas prinsip-prinsip ritual dari Kitab Suci.
Penjelasan
Para yogi yang sudah maju tidak begitu tertarik
pada ritual-ritual Kitab-kitab Suci, tetapi dengan sendirinya mereka tertarik
pada prinsip-prinsip yoga, yang dapat mengangkat diri mereka sampai kesadaran
Krishna yang lengkap, kesempurnaan yoga tertinggi. Dalam Srimad-Bhagavatam
(3.33.7), kealpaan para rohaniwan yang sudah maju terhadap ritual-ritual Veda
dijelaskan sebagai berikut:
aho bata śva-paco 'to garīyān
yaj-jihvāgre vartate nāma
tubhyam
tepus tapas te juhuvuḥ
sasnur āryā
brahmānūcur nāma gṛṇanti ye
te
O Tuhan Yang Maha Esa! Orang yang memuji
nama-nama suci Baginda sudah sangat maju dalam kehidupan rohani, walaupun
mereka dilahirkan dalam keluarga yang makan anjing. Orang yang memuji nama suci
Anda seperti itu pasti sudah melakukan segala jenis pertapaan dan korban suci,
mandi di semua tempat suci, dan sudah menamatkan segala pelajaran Kitab
Suci."
Contoh terkenal mengenai hal ini dikemukakan oleh
Sri Caitanya, yang menerima Thakura Haridasa sebagai salah satu murid di
antara murid-murid-Nya yang paling terkemuka. Walaupun kebetulan Thakura
Haridasa dilahirkan dalam keluarga yang tidak mengikuti prinsip-prinsip Veda,
dia diangkat pada kedudukan namacarya oleh Sri Caitanya karena secara
ketat dia mengikuti prinsip mengucapkan nama suci Tuhan tiga ratus ribu kali
setiap hari: Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma,
Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Oleh karena dia mengucapkan nama suci Tuhan
senantiasa, dimengerti bahwa dalam penjelmaan sebelumnya, pasti dia sudah
menjalani semua cara-cara ritual Veda, yang dikenal sebagai sabdabrahma. Karena
itu, seseorang belum dapat mulai mengikuti kesadaran Krishna ataupun menjadi
tekun memuji nama suci Tuhan, Hare Krishna, kalau ia belum menyucikan diri.
6.45
prayatnād yatamānas tu
yogī saḿśuddha-kilbiṣaḥ
aneka-janma-saḿsiddhas
tato yāti parāḿ gatim
prayatnāt—dengan latihan secara ketat; yatamānaḥ—berusaha;
tu—dan; yogī—seorang rohaniwan seperti itu; saḿśuddha—disucikan;
kilbiṣaḥ—semua dosanya; aneka—sesudah banyak sekali; janma—kelahiran;
saḿsiddhaḥ—setelah mencapai kesempurnaan; tataḥ—sesudah itu; yāti—mencapai;
param—tertinggi; gatim—tujuan.
Terjemahan
Apabila seorang yogi tekun dengan usaha yang
tulus ikhlas untuk maju lebih lanjut, dengan disucikan dari segala pencemaran,
akhirnya ia mencapai kesempurnaan sesudah melatihnya selama banyak penjelmaan,
dan ia mencapai tujuan tertinggi.
Penjelasan
Orang yang dilahirkan dalam keluarga yang sangat
saleh, keluarga bangsawan atau keluarga yang suci menyadari keadaannya yang
menguntungkan untuk melaksanakan latihan yoga. Karena itu, dengan ketabahan
hati dia memulai tugasnya yang belum selesai, dan dengan demikian dia
menyucikan diri sepenuhnya dari segala pengaruh material. Apabila akhirnya dia
bebas dari segala pencemaran, dia mencapai kesempurnaan yang paling
tinggi—yaitu kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna adalah tingkat sempurna
pembebasan dari segala pencemaran. Ini dibenarkan dalam Bhagavad-gita (7.28):
yeṣāḿ tv anta-gataḿ pāpaḿ
janānāḿ puṇya-karmaṇām
te dvandva-moha-nirmuktā
bhajante māḿ dṛḍha-vratāḥ
Sesudah melakukan kegiatan saleh selama banyak
penjelmaan, apabila seseorang sudah bebas sepenuhnya dari segala pencemaran,
dan dari hal-hal relatif yang mengkhayalkan, ia menekuni cinta-bhakti kepada
Krishna."
6.46
tapasvibhyo 'dhiko yogī
jñānibhyo 'pi mato 'dhikaḥ
karmibhyaś cādhiko yogī
tasmād yogī bhavārjuna
tapasvibhyaḥ—daripada orang yang bertapa;
adhikaḥ—lebih mulia; yogī—seorang yogi; jñānibhyaḥ—daripada
orang bijaksana; api—juga; mataḥ—dianggap; adhikaḥ—lebih
mulia; karmibhyaḥ—daripada orang yang bekerja untuk hasil; ca—juga;
adhikaḥ—lebih mulia; yogī—seorang yogi; tasmāt—karena
itu; yogī—seorang rohaniwan yang melampaui hal-hal duniawi; bhava—hanya
jadilah; Arjuna—wahai Arjuna.
Terjemahan
Seorang yogi lebih mulia daripada orang yang
bertapa, lebih mulia daripada orang yang mempelajari filsafat berdasarkan percobaan
dan lebih mulia daripada orang yang bekerja dengan maksud mendapatkan hasil
atau pahala. Karena itu, dalam segala keadaan, jadilah seorang yogi, wahai
Arjuna.
Penjelasan
Apabila kita membicarakan yoga, kita menunjukkan
cara mengadakan hubungan antara kesadaran kita dengan Kebenaran Mutlak Yang
Paling Utama. Proses tersebut diberi berbagai nama oleh berbagai jenis orang
yang mempraktekkannya, menurut cara khusus yang diikuti. Apabila proses
mengadakan hubungan terutama terdiri atas kegiatan yang dimaksudkan untuk
membuahkan hasil atau pahala untuk dinikmati, maka itu disebut karma-yoga.
Apabila proses tersebut terutama terdiri dari filsafat berdasarkan percobaan,
maka itu disebut jñāna-yoga, dan apabila proses tersebut terutama terdiri dari
hubungan bhakti dengan Tuhan Yang Maha Esa, maka itu disebut bhakti-yoga.
Bhakti-yoga atau kesadaran Krishna, adalah kesempurnaan tertinggi segala yoga,
sebagaimana akan dijelaskan dalam ayat berikut. Krishna sudah membenarkan
keunggulan yoga di sini, tetapi Krishna tidak mengatakan bahwa yoga itu lebih
baik daripada bhakti-yoga. Bhakti-yoga adalah pengetahuan rohani yang lengkap;
karena itu tiada sesuatupun yang lebih baik daripada bhakti-yoga. Pertapaan
tanpa pengetahuan tentang diri kita adalah kegiatan yang kurang sempurna.
Pengetahuan berdasarkan percobaan tanpa penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa juga kurang sempurna. Pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil
tanpa kesadaran Krishna hanya memboroskan waktu. Karena itu, bentuk yoga yang
paling terpuji yang disebut di sini adalah bhakti-yoga, dan hal ini diuraikan
dengan cara yang lebih jelas lagi dalam ayat berikut.
6.47
yoginām api sarveṣāḿ
mad-gatenāntar-ātmanā
śraddhāvān bhajate yo māḿ
sa me yuktatamo mataḥ
yoginām—di antara yogi-yogi; api—juga;
sarveṣām—segala jenis; mat-gatena—tinggal di dalam Diri-Ku,
selalu berpikir tentang-Ku; antaḥātmanā—di dalam Diri-Nya; śraddhā-vān—dengan
keyakinan sepenuhnya; bhajate—melakukan pengabdian rohani dengan
cinta-bhakti; yaḥ—orang yang; mām—kepada-Ku (Tuhan Yang Maha
Esa); saḥ—dia; me—oleh-Ku; yukta-tamaḥ—yogi yang paling
tinggi; mataḥ—dianggap.
Terjemahan
Di antara semua yogi, orang yang mempunyai
keyakinan yang kuat dan selalu tinggal di dalam Diri-Ku, berpikir tentang Aku
di dalam Diri-Nya, dan mengabdikan diri kepada-Ku dalam cinta bhakti rohani
sudah bersatu dengan-Ku dalam yoga dengan cara yang paling dekat, dan dialah
yang paling tinggi diantara semuanya. Itulah pendapat-Ku.
Penjelasan
Kata bhajate bermakna dalam ayat ini. Akar kata
bhajate adalah kata kerja bhaj, yang digunakan apabila pengabdian diperlukan.
Kata sembahyang" dalam bahasa Indonesia tidak dapat digunakan dengan makna
yang sama dengan bhaj. Sembahyang yang berarti memuji, atau menghormati Kepribadian
yang patut dihormati. Tetapi pengabdian dengan cinta-bhakti dan keyakinan
khususnya dimaksudkan untuk Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat
menghindari sembahyang kepada orang yang dihormati atau seorang dewa, dan
barangkali orang akan mengatakan dia bersikap kurang hormat, tetapi kalau
seseorang menghindari pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka dia
disalahkan sepenuhnya. Setiap makhluk hidup adalah bagian dari Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Beliau. Karena itu,
setiap makhluk hidup dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa menurut kedudukan dasarnya. Kalau dia gagal melakukan demikian, dia akan
jatuh. Hal ini dibenarkan dalam Srimad-Bhagavatam (11.5.3) sebagai berikut:
ya eṣāḿ puruṣaḿ sākṣād
ātma-prabhavam īśvaram
na bhajanty avajānanti
sthānād bhraṣṭāḥ patanty
adhaḥ
Siapapun yang tidak mengabdikan diri dan
mengalpakan kewajibannya kepada Tuhan Yang Maha Esa—sumber segala makhluk
hidup, pasti akan jatuh dari kedudukan dasarnya."
Kata bhajanti juga digunakan dalam
ayat ini. Karena itu, kata bhajanti hanya dapat digunakan berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kata sembahyang" dapat digunakan untuk dewa
atau makhluk hidup biasa lainnya. Kata avajānanti, yang digunakan dalam ayat
Srimad-Bhagavatam tersebut, juga terdapat dalam Bhagavad-gita. Avajananti mam
mudah: Hanya orang bodoh dan orang jahat mengejek Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, Krishna." Orang bodoh seperti itu mengambil inisiatif sendiri untuk
mengarang tafsiran-tafsiran Bhagavad-gita tanpa sikap pengabdian kepada Tuhan.
Sebagai akibatnya tidak dapat membedakan antara kata bhajanti dan kata
sembahyang" dengan sebenarnya.
Puncak segala jenis latihan yoga
terdapat dalam bhakti-yoga. Segala yoga lainnya hanya merupakan cara untuk
mencapai tujuan bhakti-yoga. Yoga sebenarnya berarti bhakti-yoga; segala yoga
lainnya adalah langkah-langkah maju menuju tujuan bhakti-yoga. Dari awal
karma-yoga hingga akhir bhakti-yoga adalah jalan panjang menuju keinsafan diri.
Karma-yoga, tanpa kegiatan untuk mendatangkan hasil atau pahala untuk dinikmati
adalah awal jalan tersebut. Apabila karma-yoga ditingkatkan dalam pengetahuan
dan pelepasan ikatan, maka tingkat itu disebut jñāna-yoga. Apabila jñāna-yoga
ditingkatkan dalam semadi kepada Roh Yang Utama dengan berbagai proses jasmani,
dan pikiran dipusatkan kepada Beliau, maka itu disebut astanga yoga. Dan
apabila seseorang melampaui astanga-yoga dan mencapai Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa Krishna, maka itu disebut bhakti-yoga, atau puncak yoga. Sebenarnya,
bhakti-yoga adalah tujuan tertinggi, tetapi untuk menganalisis bhakti-yoga
secara terperinci, seseorang harus mengerti yoga-yoga lainnya. Karena itu, yogi
yang maju sedang menempuh jalan yang benar menuju keuntungan baik yang kekal.
Orang yang berhenti pada titik tertentu dan tidak maju lebih lanjut disebut
dengan istilah khusus: karma-yogi, Jnānā-yogi, dhyana-yogi, rājā -yogi,
hatha-yogi, dan sebagainya. Kalau seseorang cukup beruntung hingga ia mencapai
bhakti-yoga, dimengerti bahwa dia sudah melampaui segala yoga lainnya. Karena
itu, menjadi sadar akan Krishna adalah tingkat yoga tertinggi. Ini seperti kita
membicarakan pegunungan Himalaya, kita menunjukkan pegunungan tertinggi di
dunia dan gunung Everest, dianggap sebagai puncaknya.
Oleh karena kemujuran yang sangat besar seseorang
mencapai kesadaran Krishna melalui jalan bhakti-yoga sehingga dia menjadi
mantap sesuai dengan petunjuk Veda. Seorang yogi yang teladan memusatkan
perhatiannya kepada Krishna, yang bernama Syamasundara. Warna Syamasundara
seindah awan, wajahnya mirip bunga padma yang secemerlang matahari, pakaian
Beliau berseri oleh hiasan permata-permata serta badan Beliau dihiasi dengan
kalung dari rangkaian bunga. Cahaya Beliau yang sangat indah bernama brahmajyoti
menerangi segala sisi. Beliau menjelma dalam berbagai bentuk seperti Rāma,
Nrsimha, Varaha dan Krishna, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliau
turun seperti seorang manusia, menjadi putera ibu Yasoda. Beliau bernama
Krishna, Govinda dan Vasudeva. Krishna adalah anak, suami, kawan dan atasan
yang sempurna, dan Beliau penuh segala kehebatan dan sifat-sifat rohani. Kalau
seseorang tetap menyadari sepenuhnya ciri-ciri Krishna yang tersebut di atas,
dia disebut seorang yogi tertinggi.
Tingkat kesempurnaan tertinggi dalam yoga hanya
dapat dicapai dengan bhakti-yoga sebagaimana dibenarkan dalam segala
kesusasteraan Veda:
yasya deve parā bhaktir
yathā deve tathā gurau
tasyaite kathitā hy arthāḥ
prakāśante mahātmanaḥ
Hanya kepada roh-roh yang mulia yang percaya
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan guru kerohanian, segala arti
pengetahuan Veda diperlihatkan dengan sendirinya." (svetasvatara Upanisad
6.23)
Bhaktir asya bhajanam tad
ihamutropadhinairasyenanusmin manaḥ-kalpanam, etad eva naiskāryam. Bhakti
berarti pengabdian dengan cinta-bhakti kepada Tuhan, bebas dari keinginan untuk
keuntungan material, baik di dalam hidup ini maupun dalam penjelmaan yang akan
datang. Seseorang harus menjadikan pikirannya khusuk sepenuhnya dalam Yang Mahakuasa,
bebas dari segala kecenderungan seperti itu. Itulah maksud naiskarmya."
(Gopala-tapani Upanisad 1.15)
Cara-cara tersebut merupakan beberapa di antara
cara-cara untuk melaksanakan bhakti, atau kesadaran Krishna, tingkat
kesempurnaan tertinggi dalam sistem yoga.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta
mengenai Bab Enam Srimad Bhagavad-gita perihal Dhyana-yoga."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Tulis Komentar Anda....