Dhṛtarāṣṭra berkata: Wahai Sanjaya, sesudah Putera-puteraku dan putera
Pāṇḍu berkumpul di tempat suci Kuruksetra dengan keinginan untuk bertempur,
apa yang dilakukan oleh mereka?
Bhagavad-gita adalah ilmu pengetahuan Ketuhanan
yang dibaca secara luas yang ringkasannya terdapat dalam kitab Gita-mahatmya
(pemujian terhadap Bhagavad-gita). Dalam Gita-mahatmya, dianjurkan agar orang
mempelajari Bhagavad-gita dengan teliti sekali melalui bantuan seorang
penyembah Sri Krishna dan berusaha untuk mengertinya tanpa menafsirkan
berdasarkan motif pribadi. Contohnya untuk mengerti secara jelas terdapat dalam
Bhagavad-gita itu sendiri, yaitu bagaimana ajarannya dimengerti oleh Arjuna,
yang mendengar Gita tersebut secara langsung dari Sri Krishna. Kalau seseorang
cukup beruntung hingga dapat mengerti Bhagavad-gita dalam garis perguruan
tersebut, tanpa penafsiran dengan motif tertentu, maka ia akan melampaui segala
usaha dalam mempelajari pengetahuan Veda, dan segala Kitab Suci di dunia. Dalam
Bhagavad-gita, seseorang akan menemukan segala sesuatu yang tercantum dalam
Kitab-kitab Suci lainnya, tetapi pembaca juga akan menemukan hal-hal yang tidak
terdapat dalam buku-buku lain. Itulah taraf khusus Bhagavad-gita. Ia
adalah ilmu Ketuhanan yang sempurna sebab disabdakan secara langsung oleh
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna.
Hal-hal yang dibicarakan oleh
Dhṛtarāṣṭra dan Sanjaya, sebagaimana diuraikan dalam Mahabhārata, merupakan
dasar pokok filsafat yang mulia ini, dimengerti bahwa filsafat tersebut
berkembang di medan perang Kuruksetra. Kuruksetra adalah tempat
perziarahan yang suci sejak awal sejarah jaman Veda. Bhagavad-gita disabdakan
oleh Tuhan pada waktu Beliau Sendiri berada di planet ini untuk membimbing manusia.
Kata dharma-kṣetra (tempat
pelaksanaan ritual-ritual keagamaan) bermakna, sebab di medan perang
Kuruksetra, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri hadir di pihak Arjuna.
Dhṛtarāṣṭra, ayah para Kuru, sangat ragu-ragu akan kemungkinan kejayaan
Putera-puteranya pada akhirnya. Dalam keraguannya, dia bertanya kepada
sekretarisnya yang bernama Sanjaya, Apa yang dilakukan oleh mereka?" Dia
yakin bahwa Putera-puteranya dan para putera adiknya yang bernama Pāṇḍu sudah
berkumpul di Medan Perang Kuruksetra tersebut karena mereka sudah bertekad
untuk berperang. Namun pertanyaan Dhṛtarāṣṭra bermakna. Dia tidak
menginginkan kompromi antara Putera-putera dan keponakan-keponakannya, dan dia
ingin memastikan nasib para puteranya di medan perang. Oleh karena perang
tersebut direncanakan di Kuruksetra, yang disebut dalam ayat-ayat lain dari
Veda sebagai tempat sembahyang—bahkan bagi penduduk surga
sekalipun—Dhṛtarāṣṭra takut sekali mengenai pengaruh tempat suci tersebut
terhadap hasil perang itu. Dia menyadari bahwa hal ini akan mempengaruhi Arjuna
dan para putera Pāṇḍu dengan cara yang menguntungkan, sebab watak mereka
semua saleh. Sañjaya adalah murid Vyasa; karena itu, atas berkat karunia Vyasa,
Sañjaya dapat melihat Medan Perang Kuruksetra, walaupun dia berada di dalam
kamar Dhṛtarāṣṭra. Karena itu, Dhṛtarāṣṭra bertanya kepada Sañjaya
mengenai keadaan di medan perang.
Para Pandava dan para putera
Dhṛtarāṣṭra adalah anggota keluarga yang sama, tetapi hati Dhṛtarāṣṭra
diungkapkan di sini. Dhṛtarāṣṭra sengaja hanya mengakui
Putera-puteranya sendiri sebagai para Kuru, dan dia memisahkan para putera
Pāṇḍu dari warisan keluarga. Karena itu, kita dapat mengerti kedudukan khusus
Dhṛtarāṣṭra dalam hubungannya dengan keponakan-keponakannya, yaitu para
putera Pāṇḍu. Di sawah, alang-alang yang tidak diperlukan dicabut. Begitu
pula, sejak awal pembicaraan hal-hal ini pada medan keagamaan Kuruksetra
di hadapan Sri Krishna, ayah dharma, tumbuh-tumbuhan yang tidak
diperlukan seperti Duryodhana putera Dhṛtarāṣṭra, dan lain-lainnya akan
dimusnahkan dan orang-orang taat sepenuhnya pada prinsip-prinsip keagamaan,
dipimpin oleh Yudhisthira, akan dinobatkan oleh Krishna.
Inilah makna kata-kata dharma-kṣetre dan
kuru-kṣetre, di samping maknanya dari segi sejarah dan Veda.
Sañjaya berkata: Wahai Baginda Raja, sesudah meninjau tentara yang telah
disusun dalam barisan-barisan oleh para putera Pā
Wahai Guruku, lihatlah tentara-tentara besar para putera Pandu, yang disusun
dengan ahli sekali oleh putera Drupada, murid anda yang cerdas.
Duryodhana, adalah seorang diplomat ulung dan
hebat, ingin menunjukkan kelemahan Dronacarya, seorang brahmaṇā hebat yang
telah menjadi panglima. Dronacarya pernah bertengkar dengan Rājā Drupada
karena persoalan politik. Rājā Drupada adalah ayah Draupadi, isteri
Arjuna. Akibat pertengkaran tersebut, Drupada melakukan korban suci yang besar.
Dari korban suci itu, Drupada menerima berkat bahwa dia akan mendapat putera
yang sanggup membunuh Dronacarya. Dronacarya menyadari kenyataan ini secara
sempurna, namun, sebagai seorang brahmaṇā yang murah hati, dia tidak enggan
menyampaikan segala rahasia ilmu kekesatriaan yang dimilikinya kepada putera
Drupada, yang bernama Dhrstadyumna, waktu itu beliau dipercaya untuk memberi pendidikan
di bidang militer. Sekarang, di Medan Perang Kuruksetra, Dhrstadyumna ikut di
pihak Pandava, dan dialah yang menyusun barisan-barisan pertahanan Pandava
setelah mempelajari ilmu menyusun barisan tentara dari Dronacarya. Duryodhana
menunjukkan kesalahan Dronacarya tersebut agar beliau waspada dan tidak
berkompromi dalam pertempuran. Dengan kata-kata ini, ia juga ingin menunjukkan
bahwa sebaiknya Dronacarya tidak bermurah hati dengan cara yang sama dalam
perang melawan para Pandava. Para Pandava juga murid-murid kesayangan
Dronacarya. Terutama Arjuna siswanya yang paling pandai dan paling menyayangi
gurunya. Duryodhana juga memberi peringatan bahwa kemurahan hati seperti itu
dalam pertempuran akan mengakibatkan kekalahan.
Di sini dalam tentara ini ada banyak pahlawan pemanah yang sehebat Bhima dan
Arjuna dalam pertempuran: kesatria-kesatria yang hebat seperti Yuyudhana,
Virata dan Drupada.
Walaupun Dhrstadyumna bukan rintangan yang penting sekali di hadapan
kekuatan Dronacarya yang hebat sekali di bidang ilmu militer, namun ada banyak
tokoh lain yang menyebabkan rasa takut. Duryodhana menyebutkan mereka sebagai
batu-batu rintangan yang besar di jalan menuju kejayaan, sebab setiap tokoh
tersebut sehebat Bhima dan Arjuna. Duryodhana mengetahui kekuatan Bhima dan
Arjuna. Karena itu, Duryodhana membandingkan tokoh-tokoh lain dengan mereka
berdua.
Ada juga kesatria-kesatria yang hebat, perkasa dan memiliki sifat
kepahlawanan seperti Dhrstaketu, Cekitana, Kasirāja, Purujit, Kuntī bhoja dan
saibya.
Ada Yudhāmanyu yang agung, Uttamauja yang perkasa sekali, putera Subhadra
dan Putera-putera Draupadi. Semua kesatria itu hebat sekali bertempur dengan
menggunakan kereta.
Tetapi perkenankanlah saya menyampaikan keterangan kepada anda tentang
komandan-komandan yang mempunyai kwalifikasi luar biasa untuk memimpin bala
tentara saya, wahai brahmaṇā yang paling baik.
Ada tokoh-tokoh seperti Prabhu sendiri, Bhīṣma, Karṇa, Krpa, Asvatthama,
Vikarna dan putera Somadatta bernama Bhurisrava, yang selalu menang dalam
perang.
Duryodhana menyebutkan pahlawan-pahlawan yang
luar biasa dalam perang dan semua selalu menang. Vikarna adalah adik
Duryodhana, Asvatthama adalah putera Dronacarya, dan Saumadatti, atau
Bhurisrava, adalah putera raja para Bahlika. Karṇa adalah saudara lain ayah
dengan Arjuna, sebab Karṇa dilahirkan oleh Kuntī sebelum Kuntī
menikah dengan Raja Pandu. Adik perempuan kembar Krpacarya menikah
dengan Dronacarya.
Ada banyak pahlawan lain yang bersedia mengorbankan nyawanya demi
kepentingan saya. Semuanya dilengkapi dengan pelbagai jenis senjata, dan
berpengalaman di bidang ilmu militer.
Kesatria-kesatria yang lain misalnya Jayadratha,
Krtavarma dan Salya semua bertekad untuk mengorbankan nyawanya demi kepentingan
Duryodhana. Dengan kata lain, sudah ditakdirkan bahwa semuanya akan gugur di
medan perang Kuruksetra karena ikut pihak Duryodhana yang penuh dosa. Tentu
saja, Duryodhana yakin bahwa dirinya akan jaya karena kekuatan gabungan
kawan-kawannya yang disebut di atas.
Kekuatan kita tidak dapat diukur, dan kita dilindungi secara sempurna oleh
kakek Bhīṣma, sedangkan para Pandava, yang dilindungi dengan teliti oleh
Bhima, hanya mempunyai kekuatan yang terbatas.
Di sini Duryodhana memperkirakan perbandingan
kekuatan. Dia menganggap kekuatan tentaranya tidak dapat diukur, sebab
kekuatannya khususnya dilindungi oleh panglima berpengalaman, yaitu Kakek
Bhīṣma. Di pihak lawan, kekuatan para Pandava terbatas, hanya dilindungi oleh
seorang jendral yang kurang berpengalaman, yaitu Bhima. Bhima remeh sekali di
hadapan Bhīṣma. Duryodhana selalu iri hati kepada Bhima, sebab Duryodhana
menyadari bahwa kalau dirinya harus meninggal dunia, hanya Bhima yang dapat
membunuhnya. Tetapi pada waktu yang sama, Duryodhana yakin bahwa dirinya akan
menang karena jasa Bhīṣma, seorang jendral yang jauh lebih unggul. Duryodhana
memperkirakan dengan cermat bahwa dirinya akan menang sesudah berperang.
Sekarang anda semua harus memberi dukungan sepenuhnya kepada Kakek Bhīṣma,
sambil berdiri di ujung-ujung strategis masing-masing di gerbang-gerbang
barisan tentara.
Setelah memuji kewibawaan Bhīṣma, Duryodhana
mempertimbangkan lebih lanjut bahwa mungkin ksatria-ksatria lainnya akan
berpikir mereka dianggap kurang penting. Karena itu, dengan cara diplomatik
yang lazim digunakannya Duryodhana berusaha menyesuaikan keadaan dengan
kata-kata tersebut di atas. Dia menggarisbawahi bahwa Bhīṣmadeva tentu saja
pahlawan yang paling hebat, namun beliau sudah tua. Jadi, semua ksatria lain
khususnya harus memikirkan perlindungan Bhīṣmadeva dari segala sisi.
Barangkali Bhīṣmadeva akan sibuk dalam pertempuran sehingga pihak musuh
memanfaatkan kesibukan beliau sepenuhnya di satu sisi. Karena itu, penting
bahwa pahlawan-pahlawan lainnya jangan sampai meninggalkan posisi-posisinya
yang strategis dan membiarkan musuh mematahkan barisan-barisan tentara. Jelas
Duryodhana merasa kemenangan para Kuru bergantung pada kehadiran Bhīṣmadeva. Duryodhana
yakin bahwa dia akan mendapat dukungan penuh dari Bhīṣmadeva dan Dronacarya
dalam perang. Ini karena Duryodhana masih ingat bahwa mereka tidak mengeluarkan
sepatah kata pun ketika Draupadi, yaitu istri Arjuna, dalam keadaan tidak
berdaya telah memohon keadilan dari mereka pada saat dia akan ditelanjangi
secara paksa di depan sidang para panglima besar. Duryodhana mengetahui bahwa
dua jendral tersebut agak menyayangi para Pandava, namun dia tetap mengharapkan
agar jendral-jendral itu melupakan sepenuhnya rasa kasih sayangnya sekarang,
seperti yang dilakukannya dulu ketika pertandingan main dadu.
Kemudian Bhīṣma, leluhur agung dinasti Kuru yang gagah berani, kakek para
kesatria, meniup kerangnya dengan keras sekali bagaikan suara singa sehingga
Duryodhana merasa riang.
Leluhur dinasti Kuru dapat mengerti isi hati
Duryodhana, cucunya. Sewajarnya Bhīṣma menyayangi Duryodhana. Karena itulah
Bhīṣma berusaha menghibur Duryodhana dengan cara meniup kerangnya dengan keras
sekali, sesuai dengan kedudukan Bhīṣma yang bagaikan singa. Secara tidak
langsung, melalui lambang kerang, Bhīṣma mengisyaratkan kepada Duryodhana
yaitu cucunya yang sedang murung, bahwa Duryodhana tidak mungkin memenangkan
peperangan itu, sebab Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, berada di pihak lawan.
Namun, kewajiban Bhīṣma adalah menjalankan tugas untuk bertempur, sehingga
rasa sakit apapun tidak akan dihindarinya bila berhubungan dengan tugas itu.
Sesudah itu, kerang-kerang, gendang-gendang, bedug, dan berbagai jenis
terompet semuanya dibunyikan seketika, sehingga paduan suaranya menggemparkan.
Di pihak lawan, Sri Krishna bersama Arjuna yang mengendarai kereta megah
yang ditarik oleh kuda-kuda berwarna putih juga membunyikan kerang-kerang
rohani mereka.
Dibandingkan dengan kerang yang ditiup oleh
Bhīṣmadeva, maka kerang-kerang di tangan Krishna dan Arjuna dikatakan rohani.
Suara kerang-kerang rohani menunjukkan bahwa tidak akan ada harapan kejayaan
bagi pihak lawan sebab Krishna berada di pihak para Pandava. Jayas tu
Pandu-putrānam yesam janārdanah. Kejayaan senantiasa bersama orang yang seperti
para putera Pāṇḍu karena Sri Krishna selalu berhubungan dengan mereka.
Kapanpun dan di manapun ada Krishna, Dewi Keberuntungan berada di sana, sebab
dewi keberuntungan tidak pernah berada sendirian tanpa suaminya. Karena itu,
kejayaan dan keberuntungan menantikan Arjuna, seperti yang ditunjukkan oleh
suara rohani dari kerang Visnu, atau Sri Krishna. Di samping itu, kereta yang
dikendarai oleh kedua sahabat tersebut disumbangkan oleh Agni (dewa api) kepada
Arjuna, dan ini menunjukkan bahwa kereta tersebut sanggup merebut segala sisi,
ke manapun dia ditarik di seluruh tiga dunia.
Kemudian Sri Krishna meniup kerang-Nya yang bernama Pancajanya; Arjuna
meniup kerangnya bernama Devadatta; dan Bhima, pelahap dan pelaksana
tugas-tugas yang berat sekali, meniup kerangnya yang mengerikan bernama
Paundra.
Sri Krishna disebut Hrsikesa dalam ayat ini
karena Krishna adalah pemilik semua indera. Para makhluk hidup adalah bagian
dari Krishna yang mempunyai sifat sama seperti Krishna. Karena itu,
indera-indera para makhluk hidup juga bagian indera-indera Krishna yang
mempunyai sifat yang sama seperti indera-indera Beliau. Orang yang tidak
mengakui bentuk pribadi Tuhan tidak dapat memberikan alasan mengapa para
makhluk mempunyai indera; karena itu, mereka selalu ingin sekali menguraikan
bahwa semua makhluk hidup tidak mempunyai indera atau tidak mempunyai bentuk
pribadi. Krishna, yang bersemayam dalam hati semua makhluk hidup, mengarahkan
indera-indera mereka. Tetapi Krishna memberikan pengarahan menurut penyerahan
diri makhluk hidup yang bersangkutan, dan Krishna mengendalikan indera-indera
penyembah yang murni secara langsung. Di sini di medan perang Kuruksetra,
Krishna mengendalikan indera-indera rohani Arjuna secara langsung: Karena itu,
nama khusus yang diberikan kepada Beliau adalah Hrsikesa. Krishna mempunyai
banyak nama menurut berbagai kegiatan Beliau. Misalnya, Krishna bernama
Madhusūdana karena Krishna telah membunuh raksasa bernama Madhu; Krishna
bernama Govinda karena Beliau memberikan kesenangan kepada sapi dan kepada
indera-indera; Krishna bernama Vasudeva karena Beliau muncul sebagai putera
Vasudeva; Krishna bernama Devakinandana karena Beliau menerima Devaki sebagai
ibu-Nya; Krishna bernama Yasodanandana karena Beliau menganugerahkan kegiatan
Beliau sebagai anak-anak kepada Yasoda di Vrndavana; Krishna bernama
Pārthasarathi karena Beliau bekerja sebagai kusir Arjuna, kawan-Nya. Begitu
pula, Krishna bernama Hrsikesa karena Beliau memberi pengarahan kepada Arjuna
di medan perang Kuruksetra.
Arjuna disebut dhanañjaya dalam ayat
ini karena Arjuna telah membantu kakaknya dalam mengumpulkan kekayaan pada
waktu raja Yudhisthira memerlukan dana untuk mengadakan berbagai jenis
korban suci. Begitu pula, Bhima terkenal sebagai Vrkodara karena dia dapat
memakan makanan yang banyak dengan lahap dan juga sanggup melakukan tugas-tugas
yang berat sekali, misalnya membunuh raksasa bernama Hidimba. Karena itu,
jenis-jenis kerang tertentu yang ditiup oleh masing-masing tokoh di pihak
Pandava, mulai dengan kerang Krishna, semua memberi semangat besar kepada para
ksatria yang akan bertempur. Di pihak lawan, tidak ada hal-hal yang
menguntungkan seperti itu. Krishna, Yang Mahakuasa, dan dewi keberuntungan juga
tidak ikut pihak mereka. Karena itu, sudah ditakdirkan sebelumnya bahwa pihak
Duryodhana akan kalah dalam perang itulah amanat yang dimaklumkan oleh getaran
suara kerang-kerang tersebut.
Virata (pangeran yang memberi perlindungan
kepada para Pandava selama mereka sedang menyembunyikan diri);
meniup kerangnya yang bernama
Anantavijaya, Nakula dan Sahadeva meniup kerangnya bernama Sughosa dan
Manipuspaka. Pemanah yang perkasa raja Kasi, ksatria hebat yang bernama
Sikandi, Dhrstadyumna, Virata dan Satyaki yang tidak pernah dikalahkan,
Drupada, para putera Draupadi, dan lain-lain, seperti putera Subhadra, yang
berlengan perkasa, semua meniup kerang-kerangnya masing-masing; wahai Baginda
Raja.
Sañjaya memberitahukan kepada Rājā
Dhṛtarāṣṭra secara sopan sekali bahwa siasatnya yang kurang bijaksana,
yaitu menipu putera-putera Pāṇḍu dan berusaha menobatkan putera-puteranya
sendiri di atas tahta kerajaan bukanlah perbuatan yang terpuji. Tanda-tanda
sudah menunjukkan dengan jelas bahwa seluruh keluarga besar Kuru akan terbunuh
dalam perang yang besar itu. Mulai dari leluhur, yaitu Bhīṣma, sampai dengan
cucu-cucu seperti Abimanyu dan lain-lain termasuk raja-raja dari banyak negara
di dunia semua hadir di sana, dan semuanya pasti akan gugur.
Seluruh musibah tersebut disebabkan oleh Rājā
Dhṛtarāṣṭra, karena dialah yang memberi semangat untuk kebijakan yang
diikuti oleh Putera-puteranya.
Berbagai jenis kerang tersebut ditiup hingga menggemparkan. Suara
kerang-kerang bergema baik di langit maupun di bumi, hingga mematahkan hati
para putera Dhṛtarāṣṭra.
Waktu Bhīṣma dan rekan-rekan di pihak Duryodhana
meniup kerangnya masing-masing, tidak ada orang yang patah semangat di pihak
Pandava. Kejadian seperti itu tidak disebut, tetapi dalam ayat ini disebut
bahwa hati para putera Dhṛtarāṣṭra dipatahkan oleh getaran suara dari
pihak Pandava. Ini disebabkan karena para Pandava mantap dengan keyakinannya
terhadap Sri Krishna. Orang yang berlindung kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak
perlu takut pada apapun, bahkan di tengah musibah yang paling besar sekalipun.
Pada waktu itu, Arjuna, putera Pandu, yang sedang
duduk di atas kereta, yang benderanya berlambang Hanuman, mengangkat busurnya
dan bersiap-siap untuk melepaskan anak panahnya. Wahai Paduka Raja, sesudah
memandang Putera-putera Dhṛtarāṣṭra, lalu Arjuna berkata kepada Hrsikesa
(Krishna) sebagai berikut:
Sebentar lagi perang akan dimulai. Dari
pernyataan tersebut di atas, dimengerti bahwa para putera Dhṛtarāṣṭra agak
patah semangat karena susunan kekuatan tentara para Pandava tidak terduga,
yaitu dibimbing dengan perintah-perintah langsung oleh Sri Krishna di medan
perang. Lambang Hanuman pada bendera Arjuna juga tanda kejayaan, sebab Hanuman
telah bekerjasama dengan Sri Rāma dalam perang antara Sri Rāma melawan Ravana,
dan Sri Rāma memenangkannya. Dan Sekarang Rāma bersama Hanuman turut serta
dalam kereta untuk menolong Arjuna. Sri Krishna adalah Rāma Sendiri, dan di
manapun ada Sri Rāma, dan hamba-Nya yang kekal bernama Hanuman serta
sakti-Nya yang kekal bernama Sita, Dewi Keberuntungan, juga ikut hadir. Karena
itu, Arjuna tidak perlu takut kepada musuh manapun. Di samping itu, terutama
Sri Krishna, Penguasa semua indera, hadir secara pribadi untuk memberi
pengarahan kepada Arjuna. Karena itu segala nasehat yang baik tersedia untuk
Arjuna dalam pelaksanaan perang itu. Dalam keadaan yang menguntungkan seperti
itu yang telah diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk penyembah-Nya yang kekal,
terdapat tanda-tanda kejayaan yang menjamin.
Arjuna berkata: Wahai Krishna yang tidak pernah
gagal, mohon membawa kereta saya ke tengah-tengah antara kedua tentara agar
saya dapat melihat siapa yang ingin bertempur di sini dan siapa yang harus saya
hadapi dalam usaha perang yang besar ini.
Walaupun Sri Krishna adalah Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, atas karunia-Nya yang tiada sebabnya, Beliau tekun mengabdikan
diri kepada kawan-Nya. Krishna tidak pernah gagal dalam kasih sayang Beliau
terhadap para penyembah-Nya. Karena itu Krishna disebut di sini sebagai Yang
tidak pernah gagal. Sebagai kusir kereta, Krishna harus melaksanakan
perintah-perintah Arjuna, dan oleh karena Beliau tidak enggan melakukan
demikian, di sini Beliau disebut yang tidak pernah gagal. Walaupun Krishna
telah menerima kedudukan sebagai kusir kereta bagi penyembah-Nya, kedudukan
Beliau sebagai Yang Mahatinggi tidak pernah disaingi. Dalam segala keadaan,
Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Hrsikesa, penguasa keseluruhan
indera-indera. Hubungan antara Krishna dan hamba Krishna sangat manis dan rohani.
Hamba Krishna selalu bersedia mengabdikan diri kepada Krishna. Begitu pula,
Krishna selalu mencari kesempatan untuk mengabdikan diri kepada penyembah-Nya.
Krishna lebih senang kalau penyembah-Nya yang murni mengambil kedudukan yang
menguntungkan dan memberikan perintah kepada Beliau, daripada Beliau yang
memberikan perintah. Oleh karena Krishna adalah penguasa, maka semua orang
berada di bawah perintah-perintah Beliau, dan tiada seorang pun menjadi
atasan-Nya untuk memberikan perintah kepada Beliau. Tetapi apabila Krishna
melihat bahwa jika seorang penyembah yang murni memberikan perintah kepada
Beliau, Beliau memperoleh kebahagiaan rohani, walaupun Beliau adalah penguasa
segala keadaan yang tidak pernah gagal.
Sebagai seorang penyembah Tuhan yang
murni, Arjuna tidak ingin bertempur melawan sepupu-sepupu dan sanak
keluarganya, namun Arjuna terpaksa terjun ke medan perang karena Duryodhana
sangat keras kepala dan tidak pernah menyetujui perundingan perdamaian sama
sekali. Karena itu, Arjuna ingin melihat siapa tokoh-tokoh yang memimpin perang
itu. Walaupun tidak mungkin lagi ada usaha perdamaian di sana, namun ia ingin
melihat sekali lagi, dan melihat sejauh mana mereka bertekad untuk menuntut
perang yang tidak diinginkan.
Perkenankanlah saya melihat mereka yang
datang ke sini untuk bertempur karena keinginan mereka untuk menyenangkan hati
putera Dhṛtarāṣṭra yang berpikiran jahat.
Bukan rahasia lagi bahwa Duryodhana ingin
merampas kerajaan para Pandava dengan rencana-rencana yang jahat, bekerjasama
dengan Dhṛtarāṣṭra, ayahnya dalam hal itu, semua orang yang telah ikut di
pihak Duryodhana pasti orang yang mempunyai sifat yang sama. Arjuna ingin
melihat mereka di medan perang sebelum pertempuran dimulai, hanya untuk
mengetahui siapa mereka, tetapi Arjuna tidak bermaksud mengusulkan perundingan
perdamaian dengan mereka. Memang Arjuna juga ingin melihat mereka untuk
memperkirakan kekuatan yang harus dihadapinya, walaupun dia yakin akan menang
karena Krishna sedang duduk di sisinya.
Sañjaya berkata: wahai putera keluarga Bhārata,
setelah disapa oleh Arjuna, Sri Krishna membawa kereta yang bagus itu ke
tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak.
Dalam ayat ini Arjuna disebut Gudakesa. Gudaka
berarti tidur, dan orang yang dapat menaklukkan kecenderungan untuk tidur
disebut guḍākeśa. Tidur juga berarti kebodohan. Arjuna telah menaklukkan
kecenderungan untuk tidur dan kebodohan karena persahabatannya dengan Krishna.
Sebagai seorang penyembah Krishna yang mulia, Arjuna tidak dapat melupakan
Krishna bahkan selama sesaatpun, sebab itulah sifat seorang penyembah. Baik
dalam keadaan sadar maupun dalam keadaan tidur, seorang penyembah Tuhan tidak pernah
berhenti berpikir tentang nama, bentuk, sifat-sifat dan kegiatan Krishna.
Dengan cara demikian, seorang penyembah Krishna dapat menaklukkan
kecenderungannya untuk tidur dan kebodohan dengan cara berpikir tentang Krishna
senantiasa. Ini disebut Kesadaran Krishna, atau samadhi. Sebagai Hrsikesa, atau
Pengendali indera-indera dan pikiran setiap makhluk hidup, Krishna mengerti
maksud Arjuna dalam menempatkan keretanya ditengah-tengah antara kedua bala
tentara. Karena itu, Krishna melaksanakan permintaan Arjuna, dan Beliau
bersabda sebagai berikut.
Di hadapan Bhīṣma, Drona dan semua pemimpin dunia lainnya, Sri Krishna
bersabda, wahai Pārtha, lihatlah para Kuru yang sudah berkumpul di sini.
Sebagai Roh Yang Utama bagi semua makhluk hidup,
Sri Krishna dapat mengerti apa yang sedang terlintas pada pikiran Arjuna.
Penggunaan kata Hrsikesa sehubungan dengan hal ini menunjukkan bahwa Krishna mengetahui
segala sesuatu. Kata Pārtha yang berarti putera Kuntī atau Pṛthā, juga
mengandung makna berhubungan dengan Arjuna. Sebagai kawan, Krishna ingin
memberitahukan Arjuna bahwa oleh karena Arjuna adalah putera Pṛthā, atau
putera adik Vasudeva, ayah Krishna Sendiri, Krishna setuju menjadi kusir kereta
Arjuna. Jadi, apa maksud Krishna pada waktu beliau bersabda kepada Arjuna
Lihatlah para Kuru!" Apakah Arjuna ingin berhenti di sana dan tidak ikut
bertempur? Krishna tidak pernah mengharapkan hal-hal seperti itu dari putera
bibi-Nya, Pṛthā. Pikiran Arjuna dipancing oleh Krishna dengan cara bergurau
secara ramah seperti itu.
Di sana di tengah-tengah tentara-tentara
kedua belah pihak Arjuna dapat melihat para ayah, kakek, guru, paman dari
keluarga ibu, saudara, putera, cucu, kawan, mertua dan orang-orang yang
mengharapkan kesejahteraannya semua hadir di sana.
Di medan perang Arjuna dapat melihat semua
sanak keluarganya. Arjuna dapat melihat rekan ayahnya seperti Bhurisrava,
kakeknya seperti Bhīṣma dan Somadatta, guru-guru seperti Dronacarya dan
Krpacarya, paman-paman dari keluarga ibu seperti Salya dan Sakuni,
saudarasaudara seperti Duryodhana, Putera-putera seperti Laksmana, kawan-kawan
seperti Asvatthama, orang yang mengharapkan kesejahteraannya seperti Krtavarma,
dan lain-lain. Arjuna juga dapat melihat banyak kawannya di tengah-tengah
tentara-tentara itu.
Ketika Arjuna, putera Kuntī, melihat berbagai kawan dan sanak keluarga ini,
hatinya tergugah rasa kasih sayang dan dia berkata sebagai berikut.
Arjuna berkata: Krishna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan
sanak keluarga di hadapan saya dengan semangat untuk bertempur seperti itu,
saya merasa anggota badan-badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.
Siapapun yang sungguh-sungguh berbhakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa pasti memiliki segala sifat yang baik yang pada umumnya
terdapat dalam hati orang suci atau kalangan para dewa, sementara orang yang
bukan penyembah meskipun ia sangat berdedikasi dan maju dalam bidang material
melalui pendidikan serta budayanya, namun ia sebenarnya masih kekurangan
sifat-sifat suci. Karena itu, sesudah Arjuna melihat sanak saudara, kawan-kawan
dan anggota keluarganya di medan perang, dia segera tergugah rasa kasih sayang
terhadap mereka yang telah mengambil keputusan untuk bertempur satu sama lain.
Mengenai tentaranya sendiri, Arjuna menyayangi mereka sejak awal, tetapi dia
merasakan perasaan hubungan kasih sayang bahkan terhadap tentara musuh
sekalipun, sebab ia dapat melihat maut yang menantikan mereka dalam waktu yang
dekat. Pada waktu Arjuna sedang berpikir seperti itu, Anggota-anggota tubuhnya
mulai bergetar, dan mulutnya terasa kering. Arjuna agak heran melihat mereka
begitu semangat untuk bertempur. Hampir seluruh masyarakat, serta semua anggota
keluarganya, telah datang untuk bertempur melawan Diri-Nya. Keadaan ini
menyebabkan penyembah yang baik hati seperti Arjuna merasa terharu. Meskipun
tidak disebutkan di sini, dengan mudah kita bayangkan bahwa bukan hanya
Anggota-anggota tubuh Arjuna saja yang bergetar dengan mulut terasa kering, namun
Arjuna juga menangis karena rasa kasih sayang. Gejala-gejala seperti itu yang
terjadi pada Arjuna bukan disebabkan oleh kelemahan, melainkan oleh karena
hatinya yang lembut, yaitu salah satu ciri penyembah Tuhan yang murni. Karena
itu dinyatakan
Orang yang berbhakti kepada kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak pernah menyimpang memiliki segala sifat yang baik yang
dimiliki oleh para dewa. Tetapi orang yang bukan penyembah Tuhan hanya
mempunyai kwalifikasi-kwalifikasi material yang kurang berharga. Itu disebabkan
karena orang yang bukan penyembah terkatung-katung pada tingkat pikiran dan
pasti akan tertarik pada tenaga material yang menyilaukan." (Bhag.
5.18.12)
Seluruh badan saya gemetar, dan bulu roma berdiri. Busur Gandeva terlepas
dari tangan saya, dan kulit saya terasa terbakar.
Ada dua jenis keadaan badan gemetar, dan dua
jenis bulu roma berdiri. Hal-hal itu akan terjadi bila berada dalam keadaan
kebahagiaan rohani yang besar, atau dalam keadaan sangat ketakutan di bawah
keadaan material. Sedangkan rasa takut tidak ada dalam keinsafan rohani.
Gejala-gejala yang dialami Arjuna seperti itu disebabkan oleh rasa takut yang
bersifat material yaitu, takut pada maut. Ini juga dibuktikan oleh
gejala-gejala yang lain: Arjuna merasa begitu kurang sabar sehingga busur
Gandeva yang terkenal terlepas dari tangannya. Oleh karena hati Arjuna terasa
seolah-olah terbakar, timbullah rasa seakan-akan kulitnya terbakar. Segala
gejala tersebut disebabkan oleh paham hidup material.
Saya tidak tahan lagi berdiri di sini. Saya lupa akan diri, dan pikiran saya
kacau. O Krishna, saya hanya dapat melihat sebab-sebab malapetaka saja, wahai
pembunuh raksasa bernama Kesi.
Oleh karena Arjuna kurang sabar, dia tidak tahan
berdiri di medan perang, dan dia lupa akan diri karena kelemahan pikirannya.
Ikatan yang berlebih-lebihan terhadap hal-hal material menyebabkan seseorang
berada dalam keadaan hidup yang serba bingung. Bhayam dvitiya bhinivesataḥ
syāt (Bhag. 11.2.37): Rasa takut dan kehilangan keseimbangan pikiran seperti
itu terjadi dalam hati orang yang terlalu dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
material. Arjuna hanya membayangkan hal-hal yang malang dan mengerikan di medan
perang, dia tidak akan merasa bahagia walaupun dia menang sekalipun. Kata-kata
nimittāni viparītāni bermakna. Apabila seseorang yang hanya melihat
keputusasaan dalam harapannya, ia berpikir, Mengapa saya di sini?" Memang
semua orang mementingkan diri sendiri dan kesejahteraannya. Tiada orang yang
tertarik pada Diri Yang Paling Utama. Atas kehendak Krishna sendiri maka Arjuna
sedang memperlihatkan kebodohannya yaitu alpa akan kepentingan Diri-Nya yang
sejati. Kepentingan diri yang sejati seseorang sebenarnya terletak dalam Visnu,
atau Krishna. Roh yang sedang terikat lupa akan kenyataan ini; karena itu, ia
menderita rasa sakit yang bersifat material. Arjuna berpikir bahwa
kemenangannya di medan perang hanya akan menyebabkan ia menyesal.
Saya tidak dapat melihat bagaimana hal-hal yang baik dapat diperoleh kalau
saya membunuh sanak keluarga sendiri dalam perang ini. Krishna yang baik hati,
saya juga tidak dapat menginginkan kejayaan, kerajaan, maupun kebahagiaan
sebagai akibat perbuatan seperti itu.
Tanpa mengetahui bahwa kepentingan diri yang
sejati berada dalam Visnu (Krishna), roh-roh terikat tertarik pada
hubungan-hubungan jasmani, dan mereka mengharapkan kebahagiaan dalam keadaan
seperti itu. Dalam paham hidup yang bersifat buta seperti itu, sebab-sebab
kebahagiaan material pun dilupakan oleh mereka. Arjuna kelihatannya juga sudah
lupa pada aturan moral bagi seorang ksatriya. Dinyatakan bahwa dua jenis orang,
yaitu seorang ksatriya yang meninggal dunia langsung di baris depan medan
perang di bawah perintah-perintah pribadi Krishna dan orang pada tingkat hidup
yang meninggalkan hal-hal duniawi yang sudah menyerahkan diri sepenuhnya kepada
kebudayaan rohani, memenuhi syarat untuk masuk ke dalam bola matahari, yang
begitu perkasa dan menyilaukan. Arjuna enggan membunuh musuhnya, apalagi sanak
keluarganya. Arjuna berpikir bahwa kalau dia membunuh sanak keluarganya, tidak
akan ada kebahagiaan apapun di dalam hidupnya. Karena itu, dia tidak bersedia
bertempur, seperti halnya orang yang tidak lapar tidak ada niat untuk memasak.
Sekarang Arjuna sudah mengambil keputusan untuk masuk hutan saja, hidup dalam
kesunyian dan frustrasi. Sebagai seorang ksatriya, Arjuna memerlukan kerajaan
untuk mata pencahariannya, sebab para ksatriya tidak dapat menekuni mata
pencaharian yang lain. Tetapi Arjuna tidak mempunyai kerajaan. Satu-satunya
kesempatan bagi Arjuna untuk memperoleh kerajaan adalah dengan bertempur
melawan sepupu-sepupu serta keluarganya yang di pihak musuh untuk merebut
kembali kerajaan warisan ayahnya, tetapi Arjuna enggan bertempur. Karena itu,
Arjuna berpikir bahwa yang paling tepat untuk dirinya ialah masuk hutan dan
hidup dalam kesunyian dan frustrasi.
O Govinda, barangkali kita menginginkan kerajaan,
kebahagiaan, ataupun kehidupan untuk orang tertentu, tetapi apa gunanya
kerajaan, kebahagiaan ataupun kehidupan bagi kita kalau mereka sekarang
tersusun pada medan perang ini? O Madhusūdana, apabila para guru, ayah, putera,
kakek, paman dari keluarga ibu, mertua, cucu, ipar dan semua sanak keluarga
bersedia mengorbankan nyawa dan harta bendanya dan sekarang berdiri di hadapan
saya, mengapa saya harus berhasrat membunuh mereka, meskipun kalau saya tidak
membunuh mereka, mungkin mereka akan membunuh saya? Wahai Pemelihara semua
makhluk hidup, jangankan untuk bumi ini, untuk imbalan seluruh tiga dunia ini
pun saya tidak bersedia bertempur melawan mereka. Kesenangan apa yang akan kita
peroleh kalau kita membunuh para putera Dhṛtarāṣṭra ?
Arjuna menyebutkan Sri Krishna dengan nama
Sri Govinda karena Krishna adalah obyek segala kesenangan bagi sapi-sapi
dan indera-indera. Dengan menggunakan nama Sri Govinda yang bermakna
tersebut, Arjuna menunjukkan bahwa seharusnya Krishna mengerti apa yang akan
memuaskan indera-indera Arjuna. Tetapi Govinda tidak dimaksudkan untuk
memuaskan indera-indera kita. Akan tetapi, kalau kita berusaha memuaskan
indera-indera Sri Govinda, maka dengan sendirinya indera-indera kita
dipuaskan. Secara material, semua orang ingin memuaskan indera-inderanya
sendiri dan menginginkan supaya Tuhan memenuhi pesanan untuk kepuasan seperti
itu. Tuhan akan memuaskan indera-indera makhluk hidup sejauh mana kepuasan patut
diberikan kepada mereka, tetapi tidak sampai tingkat yang dapat menimbulkan
kelobaan. Kalau seseorang mengambil jalan yang berlawanan dengan jalan tersebut
yaitu, apabila seseorang berusaha memuaskan indera-indera Sri Govinda tanpa
keinginan untuk memuaskan indera-inderanya sendiri maka atas karunia Sri
Govinda segala keinginan makhluk hidup dipenuhi. Rasa kasih sayang yang
dalam di hati Arjuna terhadap masyarakat dan anggota keluarganya yang
diperlihatkan di sini sebagian disebabkan oleh rasa kasih sayang yang wajar
terhadap mereka. Karena itu, Arjuna tidak bersedia bertempur. Semua orang ingin
memperlihatkan kekayaannya kepada kawan-kawan dan sanak keluarganya, tetapi
Arjuna takut bahwa semua anggota keluarga dan kawankawannya akan terbunuh pada
medan perang sehingga dia tidak dapat membagikan kekayaannya sesudah menang.
Ini merupakan perhitungan biasa dalam kehidupan material. Akan tetapi,
kehidupan rohani berbeda dengan itu. Seorang penyembah selalu ingin memenuhi
keinginan Krishna. Karena itu, apabila Krishna menginginkan, ia dapat menerima
segala jenis kekayaan untuk bhakti kepada Krishna, tetapi jika Krishna tidak
berkenan, hendaknya ia tidak menerima bahkan satu rupiah pun. Arjuna tidak
ingin membunuh keluarganya sendiri, namun jika mereka harus dibunuh, ia
menginginkan agar Krishna Sendiri yang melakukan-Nya. Pada saat ini Arjuna
tidak mengetahui bahwa Krishna telah membunuh sanak keluarganya sebelum mereka
datang ke medan perang dan sebenarnya Arjuna hanya akan menjadi alat untuk
Krishna. Kenyataan ini diungkapkan dalam bab-bab berikut. Sebagai seorang
penyembah Tuhan yang wajar, Arjuna tidak suka membalas dendam terhadap
misan-misan dan saudara-saudaranya yang jahat, tetapi rencana Krishna adalah
bahwa mereka semua harus dibunuh. Seorang penyembah tidak membalas dendam
terhadap orang yang berbuat kesalahan, tetapi Krishna tidak tega terhadap
gangguan apapun yang dilakukan kepada seorang penyembah oleh orang jahat.
Krishna dapat memaafkan seseorang atas kesalahan yang dilakukan terhadap
Diri-Nya, tetapi Krishna tidak memaafkan siapapun yang melakukan kesalahan
terhadap para penyembah-Nya. Karena itu, Krishna bertekad membunuh orang yang
telah melakukan perbuatan jahat tersebut, kendatipun Arjuna ingin memaafkan
mereka.
Kita akan dikuasai oleh dosa kalau kita membunuh
penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera
Dhṛtarāṣṭra dan kawan-kawan kita. O Krishna, suami Dewi Keberuntungan, apa
untungnya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh
sanak keluarga kita sendiri?
Menurut peraturan Veda, ada enam jenis penyerang:
(1) orang yang meracuni, (2) orang yang membakar rumah, (3) orang yang
menyerang dengan senjata-senjata yang dapat mematikan, (4) orang yang merampok
kekayaan, (5) orang yang merampas tanah orang lain, dan (6) orang yang menculik
istri orang lain. Pada jaman dahulu para penyerang seperti itu segera dibunuh,
dan dianggap tidak berdosa jika membunuh mereka itu. Pembunuhan terhadap
penyerang seperti itu mungkin pantas bagi orang biasa, tetapi Arjuna bukanlah
orang biasa. Arjuna berwatak suci, karena itu, Arjuna ingin memperlakukan
mereka dalam kesucian. Akan tetapi, jenis kesucian seperti itu tidak pantas
bagi seorang ksatriya. Walaupun orang yang bertanggung jawab dalam administrasi
negara harus suci, hendaknya dia juga tidak menjadi pengecut. Misalnya, Sri
Rāma sangat suci sehingga sampai saat ini pun orang bercita-cita hidup
dalam kerajaan Sri Rāma (ramarajya), tetapi Sri Rāma tidak pernah
menjadi pengecut. Ravana telah menyerang Rāma dengan menculik istri Rāma, Sita,
tetapi Sri Rāma memberikan pelajaran secukupnya kepada Ravana, pelajaran yang
tiada tara nya dalam sejarah dunia. Akan tetapi, dalam keadaan yang sedang
dihadapi Arjuna, hendaknya dipertimbangkan jenis penyerang khusus, yaitu
kakeknya sendiri, gurunya sendiri, kawan-kawan, Putera-putera, cucu-cucu, dan
sebagainya. Oleh karena mereka, Arjuna berpikir sebaiknya dia tidak mengambil
langkah-langkah keras yang diperlukan terhadap penyerang biasa. Di samping itu,
dianjurkan supaya orang suci memaafkan. Peraturan seperti itu bagi orang suci
lebih penting daripada keadaan darurat politik manapun. Arjuna berpikir lebih
baik memaafkan sanak keluarganya berdasarkan alasan keagamaan dan tingkah laku
yang suci daripada membunuh mereka karena alasan politik. Karena itu, Arjuna
tidak menganggap pembunuhan seperti itu menguntungkan hanya dengan alasan kesenangan
jasmani yang bersifat sementara. Bagaimanapun, kekayaan-kekayaan dan
kesenangan-kesenangan yang diperoleh dari kerajaan tidaklah kekal; karena itu,
mengapa seseorang harus mempertaruhkan nyawa dan pembebasan abadinya dengan
membunuh sanak keluarganya sendiri? Arjuna menyebutkan Krishna dengan nama
Mādhava," atau suami Dewi Keberuntungan, dan itu juga bermakna sehubungan
dengan hal ini. Arjuna ingin menunjukkan kepada Krishna bahwa, sebagai suami
Dewi Keberuntungan, hendaknya Krishna jangan mengajak Arjuna menangani sesuatu
yang akhirnya akan mengakibatkan malapetaka. Akan tetapi, Krishna tidak pernah
membawa malapetaka bagi siapapun, apalagi bagi para penyembah-Nya.
O Janārdana, walaupun orang ini yang sudah dikuasai
oleh kelobaan tidak melihat kesalahan dalam membunuh keluarga sendiri atau
bertengkar dengan kawan-kawan, mengapa kita yang dapat melihat bahwa
membinasakan satu keluarga adalah kejahatan harus melakukan perbuatan berdosa
seperti itu?
Seharusnya seorang kesatriya tidak menolak
bertempur atau bertanding jika ia ditantang oleh pihak lawan. Oleh karena
kewajiban seperti itu, Arjuna tidak dapat menolak bertempur karena dia telah
diajak bertempur oleh pihak Duryodhana. Sehubungan dengan hal ini, Arjuna
menganggap mungkin pihak lain buta terhadap efek ajakan pertempuran seperti
itu. Akan tetapi, Arjuna dapat melihat akibat-akibat buruk itu dan ia tidak
dapat menerima ajakan tersebut. Kewajiban itu akan sungguh-sungguh mengikat
apabila akibatnya baik, tetapi apabila akibatnya buruk, tiada seorang pun yang
dapat diikatnya. Mengingat segala hal yang mendukung dan menentang tersebut,
Arjuna mengambil keputusan untuk tidak bertempur.
Dengan hancurnya sebuah dinasti, seluruh tradisi
keluarga yang kekal dihancurkan, dan dengan demikian sisa keluarga akan
terlibat dalam kebiasaan yang bertentangan dengan dharma.
Dalam sistem lembaga varnasrama, ada banyak prinsip tradisi dharma untuk
membantu anggota keluarga tumbuh dengan baik dan mencapai nilainilai rohani.
Anggota-anggota keluarga yang lebih tua bertanggung jawab untuk proses penyucian
seperti itu dalam keluarga, mulai sejak lahir sampai meninggal. Tetapi dengan
meninggalnya Anggota-anggota keluarga yang sudah tua, barangkali tradisi
penyucian keluarga tersebut berhenti, dan sisa anggota keluarga yang masih muda
mungkin mengembangkan kebiasaan yang bertentangan dengan dharma sehingga
kehilangan kesempatan untuk mencapai pembebasan rohani. Karena itu, dengan
alasan apa pun, anggota keluarga yang lebih tua tidak boleh dibunuh.
O Krishna, apabila hal-hal yang bertentangan
dengan dharma merajalela dalam keluarga, kaum wanita dalam keluarga ternoda,
dan dengan merosotnya kaum wanita, lahirlah keturunan yang tidak diinginkan,
wahai putera keluarga Vṛṣṇi.
Warga yang baik dalam masyarakat manusia
merupakan prinsip dasar untuk kedamaian, kemakmuran dan kemajuan rohani dalam
kehidupan. Prinsip-prinsip varnasramadharma disusun sedemikian rupa agar warga
yang baik terdapat lebih banyak dalam masyarakat demi kemajuan rohani umum
suatu negara dan masyarakatnya. Warga yang seperti itu sangat tergantung pada
kesucian dan kesetiaan kaum wanitanya dalam masyarakat.
Anak-anak mudah sekali tersesat, begitu pula kaum
wanita cenderung merosot. Karena itu, anak-anak dan wanita memerlukan
perlindungan dari orang yang lebih tua dalam keluarga. Kalau kaum wanita
dibimbing agar tekun dalam berbagai jenis kegiatan keagamaan, mereka tidak akan
tersesat hingga berzinah. Canakya Pandita berpendapat bahwa wanita pada umumnya
tidak begitu cerdas dan tidak dapat dipercaya. Berbagai tradisi keluarga untuk
kegiatan keagamaan harus selalu mengikutsertakan para wanita. Dengan demikian,
kesucian dan bhakti mereka akan melahirkan warga yang baik yang memenuhi syarat
untuk berperan dalam sistem varnasrama. Dengan gagalnya varnasramadharma
tersebut, tentu saja para wanita bebas bergerak dan bergaul dengan pria. Ini
mengakibatkan perzinahan yang menimbulkan resiko lahirnya warga yang tidak
diinginkan. Pria yang tidak bertanggungjawab juga menyebabkan perzinahan dalam
masyarakat. Dengan demikian, anak-anak yang tidak diinginkan membanjiri
masyarakat manusia dan membawa resiko perang dan penyakit menular.
Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
diinginkan tentu saja menyebabkan keadaan seperti di neraka baik bagi keluarga
maupun mereka yang membinasakan tradisi keluarga. Leluhur keluarga-keluarga
yang sudah merosot seperti itu jatuh, sebab upacara-upacara untuk
mempersembahkan makanan dan air kepada leluhur terhenti sama sekali.
Menurut aturan dan peraturan kegiatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, makanan dan minuman perlu
dipersembahkan secara teratur kepada leluhur keluarga. Persembahan tersebut
dilakukan dengan cara sembahyang kepada Visnu, sebab mencicipi sisa makanan
yang sudah dipersembahkan kepada Visnu terlebih dahulu dapat menyelamatkan
seseorang dari segala jenis perbuatan yang berdosa. Kadang-kadang para leluhur
menderita karena berbagai jenis reaksi dosa, dan kadang-kadang beberapa di
antaranya tidak dapat memperoleh badan material yang berwujud sehingga mereka
terpaksa hidup dengan badan halus sebagai hantu. Apabila makanan yang telah
dipersembahkan kepada Visnu yang disebut Prasadam dipersembahkan kepada leluhur
oleh anggota keluarganya, maka para leluhurnya akan dibebaskan dari kehidupan
sebagai hantu atau jenis-jenis kehidupan sengsara lainnya. Pertolongan yang
seperti itu terhadap leluhur adalah jenis tradisi keluarga, dan orang yang
belum hidup di dalam bhakti diharuskan melakukan ritual-ritual seperti itu.
Orang yang menekuni hidup bhakti tidak diharuskan lagi melakukan kegiatan
seperti itu karena hanya dengan melakukan bhakti seseorang dapat menyelamatkan
beriburibu leluhurnya dari segala jenis kesengsaraan. Dalam Bhagavatam
(11.5.41) dinyatakan:
Siapapun yang sudah berlindung kepada kakipadma
Mukunda, pemberi pembebasan, dengan meninggalkan segala jenis kewajiban
lainnya, dan sudah mulai menempuh jalan tesebut dengan sikap yang
sungguh-sungguh serius, tidak mempunyai kewajiban maupun utang budi terhadap
para dewa, resi, semua makhluk hidup, anggota keluarga, manusia maupun
leluhur." Persembahan seperti itu dipenuhi dengan sendirinya dalam
pelaksanaan bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Akibat perbuatan jahat para penghancur
tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya anak-anak yang tidak diinginkan,
segala jenis program masyarakat dan kegiatan demi kesejahteraan keluarga akan
binasa.
Program-program masyarakat untuk keempat golongan
masyarakat manusia, digabungkan dengan kegiatan demi untuk kesejahteraan
keluarga, sebagaimana ditetapkan oleh sistem sanatana-dharma, atau
varnasrama-dharma, direncanakan untuk memungkinkan manusia mencapai pembebasan
pada akhirnya. Karena itu bila tradisi sanatanadharma dipatahkan oleh para
pemimpin masyarakat yang tidak bertanggungjawab, itu menyebabkan kekacauan
dalam masyarakat itu, dan sebagai akibatnya, orang akan melupakan tujuan hidup
yaitu Visnu. Pemimpin-pemimpin seperti itu disebut buta, dan orang yang
mengikuti pemimpin-pemimpin seperti itu pasti dibawa ke dalam kekacauan.
O Krishna, pemelihara rakyat, saya sudah
mendengar menurut garis perguruan bahwa orang yang membinasakan tradisitradisi
keluarga selalu tinggal di neraka.
Arjuna mendasarkan argumentasinya bukan pada
pengalaman pribadi, melainkan pada apa yang telah didengarnya dari penguasa.
Itulah cara menerima pengetahuan yang sejati. Seseorang tidak dapat mencapai
titik nyata pengetahuan yang sejati tanpa dibantu oleh orang yang benar yang
sudah mantap dalam pengetahuan itu. Ada sistem dalam tradisi varnasrama yang
mengharuskan orang menjalankan proses penyucian diri dari kegiatannya yang
berdosa sebelum ia meninggal. Orang yang selalu sibuk dalam kegiatan yang
berdosa harus menggunakan proses penyucian diri yang disebut prayascitta. Kalau
ia tidak berbuat demikian, pasti ia akan dipindahkan ke planet-planet neraka
untuk menjalani penjelmaan-penjelmaan yang sengsara sebagai akibat kegiatannya
yang berdosa.
Aduh, alangkah anehnya bahwa kita sedang
bersiap-siap untuk melakukan kegiatan yang sangat berdosa. Didorong oleh
keinginan untuk menikmati kesenangan kerajaan, kita sudah bertekad membunuh
sanak keluarga sendiri.
Didorong oleh motif-motif yang mementingkan diri
sendiri, barangkali seseorang cenderung melakukan perbuatan yang berdosa
seperti membunuh saudara, ayah, atau ibu sendiri. Ada banyak contoh perbuatan
seperti itu dalam sejarah dunia. Tetapi Arjuna, sebagai seorang penyembah Tuhan
yang suci, selalu menyadari prinsip-prinsip moral. Karena itu, dia hati-hati
agar terhindar dari kegiatan berdosa seperti itu.
Lebih baik bagi saya kalau para putera
Dhṛtarāṣṭra yang membawa senjata di tangan membunuh saya yang tidak membawa
senjata dan tidak melawan di medan perang.
Sudah menjadi adat menurut prinsip-prinsip para
ksatriya bahwa musuh yang tidak membawa senjata dan tidak bersedia bertempur
hendaknya jangan diserang. Akan tetapi, Arjuna mengambil keputusan bahwa kalau
pun ia diserang oleh musuh dalam keadaan yang sulit seperti itu, dia tidak akan
memberi perlawanan. Dia tidak mempertimbangkan sejauh mana pihak lawan sudah
bertekad untuk bertempur. Seluruh gejala tersebut disebabkan hati Arjuna yang
lembut. Hati Arjuna lembut karena Arjuna adalah penyembah Tuhan yang mulia.
Sañjaya berkata: Setelah berkata demikian di
medan perang, Arjuna meletakkan busur dan anak panahnya, lalu duduk dalam
kereta. Pikiran Arjuna tergugah oleh rasa sedih.
Pada waktu Arjuna sedang meninjau keadaan
musuhnya, dia berdiri dalam kereta. Tetapi Arjuna sangat tergugah oleh rasa
sedih sehingga dia duduk lagi, lalu meletakkan busur dan panahnya. Orang yang
baik hati dan lemah lembut seperti itu, dalam bhakti kepada Tuhan Yang Maha
Esa, memenuhi syarat untuk menerima pengetahuan tentang Diri-Nya.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta
mengenai Bab Satu Srimad Bhagavad-gita perihal Meninjau Tentara-tentara di
Medan Perang Kuruksetra."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ringkasan Isi Bhagavad-gita
2.1
sañjaya uvāca
taḿ tathā kṛpayāviṣṭam
aśru-pūrṇākulekṣaṇam
viṣīdantam idaḿ vākyam
uvāca madhusūdanaḥ
sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata; tam—kepada
Arjuna; tathā—demikian; kṛpayā—oleh kasih sayang; āviṣṭam—tergugah;
aśru-pūrṇa-ākula—penuh dengan air mata; īkṣaṇam—mata; viṣīdantam—menyesal;
idam—ini; vākyam—kata-kata; uvāca—bersabda; Madhusūdanaḥ—pembunuh
Madhu.
Terjemahan
Sañjaya berkata: setelah melihat Arjuna tergugah
rasa kasih sayang dan murung, matanya penuh air mata, Madhusūdana, Krishna,
bersabda sebagai berikut.
Penjelasan
Kasih sayang material, penyesalan dan air mata
semuanya adalah tanda-tanda kebodohan terhadap diri yang sejati. Kasih sayang
terhadap sang roh yang kekal adalah keinsafan diri. Kata Madhusūdana"
bermakna dalam ayat ini. Dahulu kala Sri Krishna membunuh raksasa bernama
Madhu. Sekarang Arjuna ingin supaya Krishna membunuh sifat keraksasaan yang
telah menguasai Diri-Nya yang berupa kesalahpahaman dalam pelaksanaan kewajibannya.
Tiada seorang pun mengetahui di mana kasih sayang harus digunakan. Kasih sayang
terhadap pakaian yang disandang orang yang sedang tenggelam tidaklah masuk
akal. Orang yang telah jatuh ke dalam lautan kebodohan tidak dapat diselamatkan
hanya dengan menyelamatkan pakaian lahiriahnya—yaitu badan jasmani yang kasar.
Orang yang tidak mengetahui hal ini dan menyesal karena pakaian lahiriah
disebut sudra, atau orang yang menyesal bila penyesalan tidak diperlukan.
Arjuna adalah seorang ksatriya, dan tingkah laku seperti ini tidak pantas bagi
Arjuna. Akan tetapi, Sri Krishna dapat menghilangkan penyesalan orang yang
bodoh, dan karena inilah Bhagavad-gita disabdakan oleh Beliau. Bab ini
memberikan pelajaran kepada kita tentang keinsafan diri dengan mempelajari badan
jasmani dan sang roh secara analisis, sebagaimana dijelaskan oleh penguasa yang
paling tinggi, Sri Krishna. Keinsafan tersebut dimungkinkan apabila seseorang
bekerja tanpa ikatan terhadap hasil atau pahala dan mantap dalam paham yang
tetap tentang sang diri yang sejati.
2.2
śrī-bhagavān uvāca
kutas tvā kaśmalam idaḿ
viṣame samupasthitam
anārya-juṣṭam asvargyam
akīrti-karam Arjuna
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa bersabda; kutaḥ—darimana; tvā—kepada engkau; kaśmalam—hal-hal
yang kotor; idam—penyesalan ini; viṣame—pada saat krisis ini; samupasthitam—tiba;
anārya—orang yang tidak mengetahui nilai hidup; juṣṭam—dipraktekkan
oleh; asvargyam—yang tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih
tinggi; akīrti—penghinaan; karam—penyebab; Arjuna—wahai Arjuna.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Arjuna
yang baik hati, bagaimana sampai hal-hal yang kotor ini menghinggapi dirimu?
Hal-hal ini sama sekali tidak pantas bagi orang yang mengetahui nilai hidup.
Hal-hal seperti itu tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih tinggi,
melainkan menjerumuskan Diri-Nya ke dalam penghinaan.
Penjelasan
Krishna dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
adalah identik. Karena itu Sri Krishna disebut Bhagavan di seluruh
Bhagavad-gita. Bhagavan adalah hal yang tertinggi dalam Kebenaran Mutlak.
Kebenaran Mutlak diinsafi dalam tiga tahap pengertian, yaitu Brahman, atau
kerohanian yang berada di mana-mana dan tidak bersifat pribadi; paramatma, atau
aspek Yang Mahakuasa yang berada di suatu tempat tertentu di dalam hati setiap
makhluk hidup; dan Bhagavan, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna.
Dalam Srimad-Bhagavatam (1.2.11) paham tentang Kebenaran Mutlak tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
vādānti tat tattva-vidas
tattvaḿ yaj jñānam advayam
brahmeti paramātmeti
bhagavān iti śabdyate
Kebenaran Mutlak diinsafi dalam tiga tahap
pengertian oleh orang yang mengenal Kebenaran Mutlak, dan semuanya identik.
Tahap-tahap Kebenaran Mutlak tersebut diungkapkan sebagai Brahman,
Paramatma, dan Bhagavan." Tiga aspek rohani tersebut dapat dijelaskan
dengan menggunakan contoh matahari, yang juga mempunyai tiga aspek yang
berbeda, yaitu, sinar matahari, permukaan matahari dan planet matahari sendiri.
Orang yang hanya mempelajari sinar matahari adalah murid pada tahap mulai
belajar. Orang yang mengerti tentang permukaan matahari lebih maju. Orang yang
dapat masuk ke dalam planet-planet matahari adalah murid tertinggi. Murid-murid
biasa yang puas hanya dengan mengerti tentang sinar matahari—yaitu sinar
matahari berada di mana-mana dan cahaya sifat bukan pribadinya yang
menyilaukan—dapat dibandingkan dengan orang yang hanya menginsafi aspek Brahman
dari Kebenaran Mutlak. Seorang murid yang lebih maju dapat mengenal bola matahari,
yang diumpamakan sebagai pengetahuan tentang aspek Paramatma dari Kebenaran
Mutlak. Seorang murid yang dapat masuk ke dalam inti planet matahari, yang
diumpamakan sebagai orang yang menginsafi aspekaspek pribadi Kebenaran Mutlak
Yang Paling Utama. Karena itu, para bhakta atau para rohaniwan yang sudah
menginsafi aspek Bhagavan Kebenaran Mutlak adalah Rohaniwan-rohaniwan
tertinggi, kendatipun semua murid yang tekun mempelajari Kebenaran Mutlak
sedang menekuni mata pelajaran yang sama. Sinar matahari, bola matahari dan
kegiatan di dalam planet matahari tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun
para siswa yang masing-masing mempelajari tiga tahap yang berbeda tersebut
tidak termasuk golongan yang sama.
Kata bhagavan dalam bahasa
Sansekerta dijelaskan oleh penguasa yang mulia yang bernama Parasara Muni, ayah
Vyasadeva. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki segala kekayaan,
segala kekuatan, segala kemasyhuran, segala ketām panan, segala pengetahuan dan
segala ketidakterikatan disebut Bhagavan. Ada banyak orang yang kaya sekali,
perkasa sekali, tampan sekali, terkenal sekali, bijaksana sekali, dan sangat
tidak terikat, namun tiada seorangpun yang dapat mengatakan bahwa ia mempunyai
segala kekuatan, segala kekayaan, dan sebagainya, sepenuhnya. Hanya Krishna
yang dapat mengatakan demikian karena Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa. Tiada satu kepribadian pun, termasuk Brahma, Siva, atau Narayana,
yang dapat memiliki kehebatan sepenuhnya seperti Krishna. Karena itu, dalam
Brahma-samhita Dewa Brahma sendiri menyimpulkan bahwa Sri Krishna adalah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Tiada seorangpun yang sejajar apalagi lebih
tinggi daripada Beliau. Krishna adalah Tuhan Yang Mahaabadi, atau Bhagavan yang
terkenal sebagai Govinda, dan Krishna adalah sebab segala sebab.
īśvaraḥ paramaḥ kṛṣṇaḥ
sac-cid-ānanda-vigrahaḥ
anādir ādir govindaḥ
sarva-kāraṇa-kāraṇam
Ada banyak kepribadian yang memiliki sifat-sifat Bhagavan, namun Krishna
adalah Yang Paling Tinggi, karena tiada seorangpun yang dapat melampaui Beliau.
Krishna adalah Kepribadian Yang Paling Utama, dan badan Krishna kekal, penuh
pengetahuan dan kebahagiaan. Krishna adalah Tuhan Yang Mahaabadi, Sri Govinda
dan sebab segala sebab." (Brahma-samhita 5.1)
Dalam Bhagavatam juga tercantum daftar
penjelmaan-penjelmaan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Krishna dinyatakan
sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli. Banyak sekali penjelmaan dan
Kepribadian Tuhan yang menjelma dari Beliau:
ete cāḿśa-kalāḥ puḿsaḥ
kṛṣṇas tu bhagavān svayam
indrāri-vyākulaḿ lokaḿ
mṛḍayanti yuge yuge
Segala daftar penjelmaan-penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang dikemukakan di
sini adalah bagian-bagian yang berkuasa penuh atau bagian-bagian dari
bagian-bagian yang berkuasa penuh dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi Krishna
adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri." (Bhag. 1.3.28)
Karena itu, Krishna adalah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli, Kebenaran Mutlak, sumber Roh Yang
Utama dan Brahman yang tidak bersifat pribadi.
Di hadapan Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, penyesalan Arjuna tentang sanak keluarganya tentu saja tidak pantas.
Karena itu, Krishna mengungkapkan rasa heran dengan kata kutaḥ, yang berarti
darimana." Hal-hal yang kotor seperti itu tidak pernah diharapkan dari orang
yang termasuk golongan Arya. Kata Arya digunakan bagi orang yang mengetahui
nilai hidup dan mempunyai peradaban berdasarkan keinsafan rohani. Orang yang
dibawa oleh paham hidup material tidak mengetahui bahwa tujuan hidup adalah
keinsafan terhadap Kebenaran Mutlak, Visnu, atau Bhagavan, dan hati mereka
dipikat oleh ciri-ciri lahiriah dunia material. Karena itu, mereka tidak
mengetahui apa arti pembebasan. Orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang
pembebasan dari ikatan material disebut orang yang bukan Arya. Walaupun Arjuna
adalah seorang ksatriya, dia menyimpang dari tugas-tugas kewajiban yang telah
ditetapkan baginya dengan menolak bertempur. Dinyatakan bahwa perbuatan yang
bersifat pengecut seperti itu hanya pantas bagi orang yang bukan Arya. Menyimpang
dari kewajiban seperti itu tidak membantu seseorang dalam kemajuan kehidupan
rohani. Menyimpang dari kewajiban juga tidak memberi kesempatan menjadi
terkenal di dunia ini. Sri Krishna tidak menyetujui apa yang hanya namanya saja
kasih sayang Arjuna terhadap sanak keluarganya.
2.3
klaibyaḿ mā sma gamaḥ
pārtha
naitat tvayy upapadyate
kṣudraḿ hṛdaya-daurbalyaḿ
tyaktvottiṣṭha parantapa
klaibyam—kelemahan; mā sma—jangan; gamaḥ—mulai
mengikuti; pārtha—wahai putera Pṛthā; na—tidak pernah; etat—ini;
tvayi—kepada engkau; upadyate—pantas; kṣudram—remeh; hṛdaya—dari
hati; daurbalyam—kelemahan; tyaktvā—meninggalkan; uttiṣṭha—bangun;
param-tapa—wahai penghukum musuh.
Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, jangan menyerah kepada
kelemahan yang hina ini. Itu tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati
yang remeh itu dan bangunlah, wahai yang menghukum musuh.
Penjelasan
Arjuna disebut putera Pṛthā, dan Pṛthā adalah
adik Vasudeva, ayah Krishna. Karena itu, Arjuna mempunyai hubungan keluarga
dengan Krishna. Kalau putera seorang ksatriya menolak bertempur, ia hanya
ksatriya dalam nama saja, dan kalau putera seorang brahmaṇā bertindak dengan
cara yang tidak suci, ia hanya brahmaṇā dalam nama saja. Ksatriya-ksatriya dan
brahmaṇā-brahmaṇā seperti itu adalah Putera-putera yang tidak pantas bagi
ayah-ayahnya; karena itu, Krishna tidak menginginkan agar Arjuna menjadi putera
ksatriya yang tidak pantas. Arjuna adalah kawan Krishna yang paling dekat, dan
secara langsung Krishna membimbing Arjuna di atas kereta, tetapi walaupun ada
segala hal yang menguntungkan seperti itu, kalau Arjuna meninggalkan medan
perang, ia akan melakukan perbuatan yang hina. Karena itu, Krishna menyatakan
bahwa kalau Arjuna bersikap seperti itu, maka itu tidak cocok dengan watak Arjuna.
Mungkin Arjuna mengatakan bahwa dia akan meninggalkan medan perang berdasarkan
sikap murah hati terhadap Bhīṣma yang paling dihormati beserta sanak
keluarganya, tetapi Krishna menganggap sikap murah hati seperti itu hanya
merupakan kelemahan hati belaka. Sikap murah hati yang palsu seperti itu tidak
dibenarkan oleh penguasa manapun. Karena itu, sikap murah hati seperti itu
ataupun apa yang disebut tidak melakukan kekerasan hendaknya ditinggalkan oleh
orang seperti Arjuna di bawah bimbingan Krishna secara langsung.
2.4
Arjuna uvāca
kathaḿ bhīṣmam ahaḿ
sańkhye
droṇaḿ ca madhusūdana
iṣubhiḥ pratiyotsyāmi
pūjārhāv ari-sūdana
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; katham—bagaimana;
Bhīṣmām—Bhīṣma; aham—saya; sańkhye—dalam pertempuran; droṇam—Drona;
ca—juga; Madhusūdana—o Pembunuh Madhu; iṣubhiḥ—dengan
anak panah; pratiyotsyāmi—akan membalas serangan; pūjā-arhau—mereka
yang patut disembah; ari-sūdana—o Pembunuh musuh.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Pembunuh musuh, o Pembunuh
Madhu, bagaimana saya dapat membalas serangan orang seperti Bhīṣma dan Drona
dengan panah pada medan perang, padahal seharusnya saya menyembah mereka?
Penjelasan
Atasan-atasan yang patut dihormati seperti
Bhīṣma sebagai kakek dan Dronacarya sebagai guru selalu patut disembah.
Kalaupun mereka menyerang, hendaknya serangan mereka tidak dibalas. Etika umum
ialah bahwa orang tidak boleh bertengkar melawan atasan bahkan dengan kata-kata
sekalipun. Kalaupun kadang-kadang tingkah laku mereka keras, sebaiknya mereka
jangan diperlakukan dengan keras. Jadi, bagaimana mungkin Arjuna membalas
serangan mereka? Apakah Krishna tega menyerang kakek-Nya Sendiri yang bernama
Ugrasena, atau guru-Nya yang bernama Sandipani Muni? Inilah beberapa
argumentasi yang dikemukakan oleh Arjuna kepada Krishna.
2.5
gurūn ahatvā hi mahānubhāvān
śreyo bhoktuḿ bhaikṣyam
apīha loke
hatvārtha-kāmāḿs tu gurūn
ihaiva
bhuñjīya bhogān
rudhira-pradigdhān
gurūn—para atasan;
ahatvā—tidak membunuh;
hi—pasti;
mahā-anubhāvān—roh-roh
mulia;
śreyaḥ—lebih baik;
bhoktum—menikmati hidup;
bhaikṣyam—dengan
mengemis;
api—walaupun;
iha—dalam hidup ini;
loke—di dunia
ini;
hatvā—membunuh;
artha—keuntungan;
kāmān—menginginkan;
tu—tetapi;
gurūn—para atasan;
iha—di dunia ini;
evā—pasti;
bhuñjīya—seseorang harus menikmati;
bhogān—hal-hal yang dapat
dinikmati;
rudhira—darah;
pradigdhān—ternoda dengan.
Terjemahan
Lebih baik saya hidup di dunia ini dengan cara
mengemis daripada hidup sesudah mencabut nyawa roh-roh mulia seperti itu, yaitu
guru-guru saya. Kendatipun mereka menginginkan keuntungan duniawi, mereka tetap
atasan. Kalau mereka terbunuh, segala sesuatu yang kita nikmati akan ternoda
dengan darah.
Penjelasan
Menurut aturan Kitab Suci, seorang guru yang
melakukan perbuatan yang jijik dan telah kehilangan rasa untuk membedakan
antara yang baik dan yang buruk patut ditinggalkan. Bhīṣma dan Drona
diwajibkan ikut pihak Duryodhana karena bantuan dana Duryodhana, walaupun
seharusnya mereka tidak menerima kedudukan seperti itu hanya berdasarkan
pertimbangan keuangan. Oleh karena keadaan seperti itu, mereka kehilangan
kedudukan mereka yang patut dihormati sebagai guru-guru. Tetapi Arjuna berpikir
walaupun mereka seperti itu, mereka tetap atasannya. Karena itu, menikmati
keuntungan material sesudah membunuh mereka berarti menikmati harta yang
ternoda dengan darah.
2.6
na caitad vidmaḥ kataran no
garīyo
yad vā jayema yadi vā no
jayeyuḥ
yān eva hatvā na jijīviṣāmas
te 'vasthitāḥ pramukhe
dhārtarāṣṭrāḥ
na—tidak juga;
ca—juga;
etat—ini;
vidmaḥ—kita
mengetahui;
katarat—yang mana;
naḥ—bagi kita;
garīyaḥ—lebih
baik; yat
vā—apakah;
jayema—kita dapat merebut;
yādi—kalau;
vā—atau;
naḥ—kita;
jayeyuḥ—mereka merebut;
yān—orang
yang;
evā—pasti;
hatvā—dengan membunuh;
na—tidak pernah;
jijīviṣāmaḥ—kita
akan mau hidup;
te—semuanya;
avasthitāḥ—berada;
pramukhe—di
depan;
dhārtarāṣṭrāḥ—para putera
Dhṛtarāṣṭra.
Terjemahan
Kita juga tidak mengetahui mana yang lebih
baik—mengalahkan mereka atau dikalahkan oleh mereka. Kalau kita membunuh para
putera Dhṛtarāṣṭra, kita tidak mau hidup. Namun mereka sekarang berdiri di
hadapan kita di medan perang.
Penjelasan
Arjuna tidak tahu apakah ia harus bertempur dan
mengambil resiko kekerasan yang tidak diperlukan, walaupun bertempur adalah kewajiban
bagi ksatriya, ataukah sebaiknya ia menghindari pertempuran dan hidup dengan
cara mengemis. Kalau dia tidak mengalahkan musuh, maka tinggal mengemis saja
sebagai satu-satunya mata pencahariannya. Kemenangan juga tidak dapat
dipastikan, sebab kedua belah pihak memiliki peluang yang sama pada akhirnya.
Kalaupun kejayaan menantikan mereka (dan tujuan mereka dibenarkan), namun,
kalau para putera Dhṛtarāṣṭra gugur dalam perang, sulit sekali mereka
hidup tanpa para putera Dhṛtarāṣṭra. Keadaan seperti itu, juga akan
merupakan sejenis kekalahan bagi mereka. Segala pertimbangan Arjuna tersebut
membuktikan dengan pasti bahwa Arjuna bukan hanya seorang penyembah Tuhan yang
mulia, tetapi juga sudah dibebaskan dari kebodohan dan sudah mengendalikan
pikiran dan indera-indera sepenuhnya. Keinginan Arjuna untuk hidup dengan cara
mengemis, walau pun dia lahir dalam keluarga kerajaan , adalah tanda lain
ketidakterikatannya. Arjuna sungguh-sungguh saleh, sebagaimana ditunjukkan oleh
sifat-sifat tersebut serta keyakinannya terhadap sabda pelajaran Sri Krishna
(guru kerohaniannya). Disimpulkan bahwa Arjuna memenuhi syarat untuk mencapai
pembebasan. Kalau indera-indera belum dikendalikan, maka tidak mungkin
seseorang naik tingkat sampai tingkat pengetahuan, dan tanpa pengetahuan dan
bhakti, tidak mungkin seseorang mencapai pembebasan. Arjuna memenuhi syarat
dalam segala sifat itu, di samping sifat-sifatnya yang mulia dalam
hubungan-hubungan materialnya.
2.7
kārpaṇya-doṣopahata-svabhāvaḥ
pṛcchāmi tvāḿ dharma-sammūḍha-cetāḥ
yac chreyaḥ syān niścitaḿ
brūhi tan me
śiṣyas te 'haḿ śādhi māḿ
tvāḿ prapannam
kārpaṇya—sifat pelit;
doṣa—oleh kelemahan;
upahata—penderita;
sva-bhāvaḥ—ciri-ciri;
pṛcchāmi—hamba bertanya;
tvām—kepada
Anda;
dharma—dharma;
sammūḍha—dibingungkan;
cetāḥ—di
dalam hati;
yat—apa;
śreyaḥ—segala kebaikan;
syāt—dapat
terjadi;
niścitam—dengan keyakinan;
brūhi—beritahukan;
tat—itu;
me—kepada hamba;
śiṣyaḥ—murid;
te—milik Anda;
aham—hamba
adalah;
śādhi—ajarkan saja;
mām—hamba;
tvām—kepada Anda;
prapannam—menyerahkan
diri.
Terjemahan
Sekarang hamba kebingungan tentang kewajiban
hamba dan sudah kehilangan segala ketenangan karena kelemahan yang picik. Dalam
keadaan ini, hamba mohon agar Anda memberitahukan dengan pasti apa yang paling
baik untuk hamba. Sekarang hamba menjadi murid Anda, dan roh yang sudah
menyerahkan diri kepada Anda. Mohon memberi pelajaran kepada hamba.
Penjelasan
Menurut cara alam sendiri, sistem kegiatan
material yang lengkap adalah sumber kebingungan bagi semua orang. Orang
kebingungan pada setiap langkah. Karena itu, seyogyanya seseorang mendekati
guru kerohanian yang dapat dipercaya dan dapat memberi bimbingan yang benar
guna melaksanakan tujuan hidup. Semua kesusasteraan Veda memberi nasehat agar
kita mendekati guru kerohanian yang dapat dipercaya untuk dibebas kan dari
hal-hal yang membingungkan dalam hidup yang timbul meskipun kita tidak
menginginkannya. Hal-hal tersebut seperti kebakaran di hutan, entah bagaimana
api berkobar tanpa dinyalakan oleh siapapun. Begitu pula, keadaan di dunia ini
sedemikian rupa sehingga hal-hal yang membingungkan dalam hidup muncul dengan
sendirinya, walaupun kita tidak menginginkan kekacauan seperti itu. Tidak
seorangpun menginginkan kebakaran, namun kebakaran terjadi juga dan kita
bingung. Karena itu, kebijaksanaan Veda menasehatkan bahwa kita harus mendekati
seorang guru kerohanian dalam garis perguruan untuk memecahkan hal-hal yang
membingungkan dalam hidup dan mengerti ilmu pengetahuan penyelesaian
masalah-masalah itu. Orang yang sudah mempunyai guru kerohanian yang dapat
dipercaya seharusnya sudah mengetahui segala sesuatu. Karena itu, sebaiknya
orang tidak tetap tinggal di dalam kebingungan material tetapi lebih baik
mendekati seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Inilah arti ayat ini.
Siapakah orang dalam kebingungan
material? Orang yang kebingungan ialah orang yang belum mengerti masalah hidup.
Dalam Brhad-aranyaka Upanisad (3.8.10) orang yang kebingungan diuraikan sebagai
berikut: yo va etad akṣaramgargi aviditvāsmal lokāt praiti sa krpanah. Orang
yang tidak memecahkan masalah-masalah hidup selama ia menjadi manusia dan
dengan demikian meninggal dunia seperti anjing dan kucing, tanpa mengerti ilmu
pengetahuan keinsafan diri, adalah orang pelit." Bentuk kehidupan manusia
ini adalah harta yang paling berharga bagi makhluk hidup, karena dapat di
gunakan untuk memecahkan masalah-masalah hidup. Karena itu, orang yang tidak
menggunakan kesempatan ini dengan sebenarnya adalah orang pelit.
Sebaliknya, ada brahmaṇā atau orang yang cukup cerdas untuk mengguna kan badan
ini untuk memecahkan segala masalah kehidupan. Ya etad aksa ram gargi
viditvāsmal lokāt praiti sa brahmaṇaḥ.
Para krpana, atau orang-orang
pelit, memboroskan waktunya dengan cara terlalu menyayangi keluarga,
masyarakat, negeri, dan sebagainya dalam paham hidup material. Orang sering
terlalu terikat kepada hidup keluarga, yaitu terhadap isteri, anak-anak dan
anggota keluarga lainnya, berdasarkan penyakit kulit." Seorang krpana
berpikir bahwa dia sanggup melindungi Anggota-anggota keluarganya terhadap
kematian; atau seorang krpana berpikir bahwa keluarga atau masyarakatnya dapat
menyelamatkan Diri-Nya dari ancaman maut. Ikatan keluarga seperti itu juga
dapat ditemukan di kalangan binatang-binatang yang rendah yang juga memelihara
anak-anaknya. Arjuna cerdas, karena itu dia dapat mengerti bahwa kasih sayang
terhadap anggota keluarganya dan keinginannya untuk melindungi mereka terhadap
kematian adalah sumber kebingungannya. Walaupun ia dapat mengerti bahwa kewajibannya
untuk bertempur menantikannya, namun, karena kelemahan berupa pelit, Arjuna
tidak dapat melaksanakan kewajibankewajiban itu. Karena itu, Arjuna bertanya
kepada Krishna, guru kerohanian yang paling utama, untuk mencapai penyelesaian
yang pasti. Arjuna menyerahkan Diri-Nya kepa da Krishna sebagai murid. Arjuna
ingin menghentikan percakapan yang ramah. Percakapan antara guru dan murid
adalah percakapan yang serius, dan sekarang Arjuna ingin berbicara dengan cara
yang serius sekali di hadapanseorang guru kerohanian yang diakui. Karena itu,
Krishna adalah guru kerohanian ilmu pengetahuan Bhagavad-gita, dan Arjuna
adalah murid pertama untuk mengerti Bhagavad-gita. Bagaimana cara Arjuna
mengerti Bhagavad-gita dinyatakan dalam Bhagavad-gita sendiri. Namun, sarjana-sarjana
duniawi yang bodoh menjelaskan bahwa seseorang tidak perlu menyerahkan diri
kepada Krishna sebagai kepribadian, melainkan kepada yang tidak dilahirkan yang
ada di dalam Krishna." Tidak ada perbedaan antara di dalam Krishna dan di
luar Krishna. Orang yang tidak dapat memahami pengertian tersebut adalah orang
yang paling bodoh dalam usaha mengerti Bhagavad-gita.
2.8
na hi prapaśyāmi mamāpanudyād
yac chokam ucchoṣaṇam
indriyāṇām
avāpya bhūmāv asapatnam
ṛddhaḿ
rājyaḿ surāṇām api cādhipatyam
na—tidak;
hi—pasti;
prapaśyāmi—dapat hamba lihat;
mama—milik
hamba;
apanudyāt—dapat menghilangkan;
yat—itu yang;
śokam—penyesalan;
ucchoṣaṇam—mengeringkan;
indriyāṇām—milik indera-indera;
avāpya—mencapai;
bhūmau—di bumi;
asapatnam—yang tiada taranya;
ṛddham—makmur;
rājyam—kerajaan;
surāṇām—milik para dewa;
api—walaupun;
ca—juga;
ādhipatyam—kekuasaan.
Terjemahan
Hamba tidak dapat menemukan cara untuk
menghilangkan rasa sedih ini yang menyebabkan indera-indera hamba menjadi kering.
Hamba tidak akan dapat menghilangkan rasa itu, meskipun hamba memenangkan
kerajaan yang makmur yang tiada taranya di bumi ini dengan kedaulatan seperti
para dewa di surga.
Penjelasan
Walaupun Arjuna mengemukakan begitu banyak
argumentasi berdasarkan pengetahuan tentang prinsip-prinsip keagamaan dan
rumus-rumus moral, kelihatannya Arjuna tidak sanggup memecahkan masalah yang
sebenarnya tanpa bantuan dari guru kerohaniannya, yaitu Sri Krishna. Arjuna
dapat mengerti bahwa apa yang hanya namanya saja pengetahuan tidak akan berguna
dalam menghilangkan masalah-masalah yang dihadapinya, yang menyebabkan seluruh
kehidupannya menjadi kering. Arjuna tidak mungkin memecahkan masalah-masalah
yang membingungkan tersebut tanpa bantuan dari seorang guru kerohanian seperti
Sri Krishna. Pengetahuan dari perguruan tinggi, kesarjanaan, jabatan yang
tinggi, dan sebagainya semua tidak berguna dalam memecahkan masalah-masalah
hidup. Bantuan hanya dapat diberikan oleh seorang guru kerohanian seperti
Krishna. Karena itu, kesimpulannya adalah bahwa seorang guru kerohanian yang
seratus persen sadar akan Krishna adalah guru kerohanian yang dapat dipercaya,
sebab beliau dapat memecahkan masalah-masalah hidup. Sri Caitanya
menyatakan bahwa orang yang sudah menguasai ilmu pengetahuan Kesadaran Krishna
adalah guru kerohanian yang sejati, apapun kedudukannya dalam masyarakat
kibā vipra, kibā nyāsī, śūdra kene
naya
yei kṛṣṇa-tattva-vettā, sei 'guru' haya
Tidak menjadi soal apakah seseorang menjadi vipra
(sarjana yang berpengetahuan tentang kebijaksanaan Veda) atau dilahirkan dalam
keluarga yang lebih rendah, atau berada pada tingkat melepaskan ikatan terhadap
hal-hal duniawi dalam hidup—kalau ia menguasai ilmu pengetahuan tentang
Krishna, ia menjadi guru kerohanian yang sempurna dan dapat dipercaya"
(Caitanya caritamrta, Madhya 8.128). Tanpa menguasai ilmu pengetahuan kesadaran
Krishna, tidak seorangpun dapat menjadi guru kerohanian yang dapat dipercaya.
Juga dinyatakan dalam kesusasteraan Veda
ṣaṭ-karma-nipuṇo vipro
mantra-tantra-viśāradaḥ
avaiṣṇavo gurur na syād
vaiṣṇavaḥ śva-paco guruḥ
Seorang brahmaṇā, ahli dalam segala bidang pengetahuan Veda, tidak memenuhi
syarat untuk menjadi guru kerohanian kalau ia tidak menjadi Vaisnava, atau ahli
di bidang ilmu pengetahuan kesadaran Krishna. Tetapi orang yang dilahirkan
dalam keluarga dari golongan rendah dapat menjadi seorang guru kerohanian kalau
ia menjadi Vaisnava, atau sadar akan Krishna." (Padma Purana)
Masalah-masalah kehidupan
material—kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian—tidak dapat dilawan dengan
cara mengumpulkan kekayaan dan perkembangan ekonomi. Banyak tempat di dunia ada
negara-negara lengkap dengan segala fasilitas untuk hidup, penuh kekayaan, dan
ekonominya sudah maju, namun masalah-masalah kehidupan material tetap ada.
Mereka mencari kedamaian dengan berbagai cara, tetapi mereka hanya dapat
mencapai kebahagiaan yang sejati kalau mereka berkonsultasi dengan Krishna,
atau berkonsultasi dengan Bhagavad-gita dan Srimad-Bhagavatam—yang merupakan
ilmu pengetahuan tentang Krishna—atau melalui utusan Krishna yang dapat
dipercaya, yaitu orang yang sadar akan Krishna.
Kalau perkembangan ekonomi dan kesenangan
material dapat menghilang kan penyesalan di dalam hati seseorang terhadap
hal-hal yang memabukkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa maupun
antar bangsa, maka tentu saja Arjuna tidak mengatakan bahwa kerajaan yang tiada
taranya di bumi atau kekuasaan seperti kekuasaan dewa di planet-planet surga
sekalipun tidak akan sanggup menghilangkan penyesalannya. Karena itu, Arjuna
mencari perlindungan dalam kesadaran Krishna dan itulah cara yang benar untuk
kedamaian dan keadaan yang selaras. Perkembangan ekonomi atau kekuasaan di atas
dunia dapat diakhiri pada setiap saat oleh bencana bencana alam material.
Bahkan seseorang naik tingkat sampai planet-planet yang lebih tinggi sekalipun,
seperti yang dicari manusia sekarang di planet bulan, kedudukan itupun dapat
berakhir seketika. Dalam Bhagavad-gita dibenarkan: kṣīṇe punye martya-lokam
viśanti. Apabila hasil kegiatan saleh berakhir, maka seseorang jatuh lagi dari
puncak kebahagiaan sampai status kehidupan yang paling rendah." Ada banyak
tokoh politik di dunia telah jatuh dengan cara seperti itu. Jatuh seperti itu
hanya menyebabkan penyesalan lebih banyak.
Karena itu, jikalau kita ingin membatasi
penyesalan untuk selamanya, maka kita harus berlindung kepada Krishna, seperti
yang dicita-citakan oleh Arjuna. Karena itu, Arjuna meminta agar Krishna
memecahkan masalahnya secara pasti, dan itulah jalan kesadaran Krishna.
2.9
sañjaya uvāca
evam uktvā hṛṣīkeśaḿ
guḍākeśaḥ parantapaḥ
na yotsya iti govindam
uktvā tūṣṇīḿ babhūva ha
sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata;
evam—demikianlah;
uktvā—berkata;
hṛṣīkeśam—kepada Krishna, Penguasa indera-indera;
guḍākeśaḥ—Arjuna,
ahli dalam membatasi kebodohan;
parantapah—perebut musuh;
na yotsye—hamba
tidak akan bertempur;
iti—demikian;
govindam—kepada Krishna, yang
memberi kebahagiaan kepada indera-indera;
uktvā—berkata;
tūṣṇīm—diam;
babhūva—menjadi;
ha—pasti.
Terjemahan
Sañjaya berkata: Setelah berkata demikian,
Arjuna, perebut musuh, menyatakan kepada Krishna, Govinda, hamba tidak akan
bertempur," lalu diam.
Penjelasan
Dhṛtarāṣṭra pasti senang sekali
mendengar bahwa Arjuna tidak akan bertempur, melainkan akan meninggalkan medan
perang dan mengambil mata pencaharian sebagai pengemis. Tetapi Sañjaya
mengecewakan Dhṛtarāṣṭra sekali lagi dengan menceriterakan bahwa
Arjuna sanggup membunuh musuhnya (parantapah). Walaupun Arjuna sementara dikuasai
rasa sedih yang palsu karena kasih sayang terhadap keluarga, namun ia
menyerahkan diri sebagai murid kepada Krishna, guru kerohanian yang paling
utama. Ini menunjukkan bahwa dalam waktu dekat Arjuna akan dibebaskan dari
penyesalan yang palsu akibat kasih sayang terhadap keluarga dan akan dibebaskan
dari kebodohan dengan pengetahuan sempurna tentang keinsafan diri, atau
kesadaran Krishna, kemudian pasti dia akan bertempur. Dengan demikian, rasa
riang dalam hati Dhṛtarāṣṭra akan lenyap, sebab Arjuna akan dibebaskan
dari kebodohan oleh Krishna dan akan bertempur sampai tetes darah terakhir.
2.10
tam uvāca hṛṣīkeśaḥ
prāhasann iva bhārata
senayor ubhayor madhye
viṣīdantam idaḿ vacaḥ
tam—kepada dia;
uvāca—bersabda;
Hṛṣīkeśaḥ—Penguasa
indera-indera, Krishna;
prāhasan—tersenyum;
ivā—seperti itu;
Bhārata—wahai
Dhṛtarāṣṭra putera keluarga
Bhārata ;
senayoh—antara
tentara-tentara;
ubhayoḥ—antara kedua belah pihak;
madhye—di
tengah-tengah;
viṣīdantam—kepada yang menyesal;
idam—berikut;
vacaḥ—kata-kata.
Terjemahan
Wahai putera keluarga Bhārata, pada waktu itu,
Krishna, yang tersenyum di tengah-tengah antara tentara-tentara kedua
belah pihak, bersabda kepada Arjuna yang sedang tergugah oleh rasa sedih.
Penjelasan
Ada percakapan antara dua sahabat karib, yaitu
Hrsikesa dan Gudakesa. Sebagai kawan, kedua-duanya sejajar, tetapi salah
seorang di antaranya rela berguru kepada yang satunya. Krishna tersenyum karena
seorang kawan telah memilih menjadi murid. Sebagai Tuhan Yang Mahakuasa,
kedudukan Krishna selalu Mahatinggi sebagai penguasa semua orang, namun Krishna
berkenan menjadi kawan, putera ataupun kekasih bagi seorang penyembah yang
ingin supaya Krishna berperan seperti itu. Tetapi apabila Krishna diterima
sebagai atasan, Beliau segera menerima peran tersebut dan berbicara dengan
muridnya selayaknya seorang guru kerohanian—yaitu dengan sikap serius, seperti
yang diperlukan. Rupanya percakapan antara sang guru dan sang murid diadakan
secara terbuka di hadapan antara kedua pasukan tentara agar semua dapat
mengambil manfaat. Jadi, pembicaraan Bhagavad-gita bukan untuk orang tertentu,
masyarakat tertentu atau perkumpulan tertentu, tetapi untuk semua orang. Baik
kawan maupun musuh mempunyai hak yang sama untuk mendengar pembicaraan tentang
Bhagavad-gita.
2.11
śrī-bhagavān uvāca
aśocyān anvaśocas tvaḿ
prajñā-vādāḿś ca bhāṣase
gatāsūn agatāsūḿś ca
nānuśocanti paṇḍitāḥ
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda;
aśocyān—sesuatu yang tidak patut disesalkan;
anvaśocaḥ—engkau
menyesalkan;
tvām—engkau;
prajñā-vādān—pembicaraan yang
bijaksana;
ca—juga;
bhāṣase—membicarakan;
gata—hilang;
asūn—hidup;
agata—belum lewat;
asūn—hidup;
ca—juga;
na—tidak
pernah;
anuśocanti—menyesal;
paṇḍitāḥ—orang bijaksana.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Sambil
berbicara dengan cara yang pandai engkau menyesalkan sesuatu yang tidak patut
disesalkan. Orang bijaksana tidak pernah menyesal, baik untuk yang masih hidup
maupun untuk yang sudah meninggal.
Penjelasan
Krishna segera mengambil kedudukan sebagai guru
dan menegor murid-Nya dengan menyebutkan murid itu orang bodoh secara tidak
langsung. Krishna bersabda, Engkau bicara seperti orang yang bijaksana, tetapi
engkau tidak mengetahui bahwa orang yang berpengetahuan—orang yang mengerti apa
itu badan dan apa itu sang roh—tidak menyesal untuk badan dalam keadaan
manapun, baik dalam keadaan hidup maupun keadaan mati." Sebagaimana
dijelaskan dalam bab-bab berikut, akan menjadi jelas bahwa pengetahuan berarti
mengetahui tentang alam dan kerohanian dan siapa yang mengendalikan
kedua-duanya. Arjuna mengatakan bahwa prinsip-prinsip dharma hendaknya lebih
dipentingkan daripada politik maupun sosiologi, tetapi dia tidak mengetahui bahwa
pengetahuan tentang alam, sang roh dan Yang Mahakuasa lebih penting lagi
daripada rumus-rumus dharma. Oleh karena Arjuna kurang memahami hal tersebut,
seharusnya dia tidak menyamar sebagai orang yang berpengetahuan tinggi. Dan
karena kebetulan Arjuna bukan orang yang berpengetahuan tinggi, sebagai
akibatnya dia menyesalkan sesuatu yang tidak patut disesalkan. Badan dilahirkan
dan ditakdirkan juga akan dibinasakan, baik hari ini maupun besok; karena itu,
badan tidak sepenting sang roh. Orang yang mengetahui tentang hal ini
sungguh-sungguh bijaksana, dan bagi orang itu tidak ada alasan lagi untuk
penyesalan, walau bagaimanapun keadaan jasmaninya.
2.12
na tv evāhaḿ jātu nāsaḿ
na tvaḿ neme janādhipāḥ
na caiva na bhaviṣyāmaḥ
sarve vayam ataḥ param
na—tidak pernah;
tu—tetapi;
evā—pasti;
aham—aku;
jātu——pada suatu waktu;
na—tidak pernah; asam—berada;
na—tidak;
tvām—engkau;
na—tidak;
ime—semua ini;
jana-adhipāḥ—rājā
-rājā ;
na—tidak pernah;
ca—juga;
evā—pasti;
na—tidak;
bhaviṣyāmaḥ—akan hidup;
sarve vayam—kita semua;
ataḥ
param—sesudah ini.
Terjemahan
Pada masa lampau tidak pernah ada suatu saat pun
Aku, engkau maupun semua rājā ini tidak ada; dan pada masa yang akan
datang tidak satupun di antara kita semua akan lenyap.
Penjelasan
Dalam Veda, Katha Upanisad dan Svetasvatara
Upanisad dinyatakan bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa memelihara makhluk
makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung sesuai dengan berbagai
keadaan mereka menurut pekerjaan pribadi dan reaksi terhadap pekerjaan.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa itu juga berada di dalam hati setiap mahkluk
hidup melalui bagian-bagian Beliau yang berkuasa penuh. Hanya orang suci yang
dapat melihat Tuhan Yang Maha Esa yang sama, baik di dalam maupun di luar,
sungguh-sungguh dapat mencapai kedamaian yang sempurna dan kekal.
nityo nityānāḿ cetanaś cetanānām
eko bahūnāḿ yo vidadhāti kāmān
tam ātma-sthaḿ ye 'nupaśyanti dhīrās
teṣāḿ śāntiḥ śāśvatī netareṣām
(Katha Upanisad 2.2.13)
Kebenaran Veda yang sama yang diberikan kepada
Arjuna diberikan kepada semua orang di dunia yang menyamar sebagai orang yang
berpengetahuan tinggi tetapi sebenarnya ia kekurangan pengetahuan. Krishna
menyatakan dengan jelas bahwa Krishna Sendiri, Arjuna dan semua raja yang
telah berkumpul di medan perang adalah insan-insan individual yang kekal dan
bahwa Tuhan memelihara para mahkluk hidup yang individual untuk selamanya, baik
dalam keadaan terikat maupun dalam keadaan setelah mereka mencapai pembebasan.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah Kepribadian individual yang paling
utama, dan Arjuna, rekan Krishna yang kekal, beserta semua rājā yang telah
berkumpul di sana adalah Tujuan-tujuan individual yang kekal. Tidak benar bahwa
pada masa lampau mereka belum hidup sebagai tujuan-tujuan dan tidak benar bahwa
mereka tidak tetap menjadi tujuan-tujuan yang kekal pada masa yang akan datang.
Individualitas mereka sudah ada pada masa lampau, dan akan tetap ada pada masa
yang akan datang tanpa putus. Karena itu, tidak ada alasan penyesalan untuk siapapun.
Teori para Mayāvadi bahwa sesudah
pembebasan sang roh yang individual yang dipisahkan oleh tutup mayā atau
khayalan, akan menunggal ke dalam Brahman yang tidak bersifat pribadi dan akan
kehilangan keberadaan individualnya hal ini tidak dibenarkan di sini oleh
Krishna, Penguasa yang paling tinggi. Begitu pula teori bahwa kita hanya
membayangkan individualitas dalam keadaan terikat juga tidak dibenarkan di
sini. Krishna menyatakan dengan jelas di sini bahwa pada masa yang akan datang
juga individualitas Tuhan dan insaninsan lainnya, sebagaimana dibenarkan dalam
Upanisad-upanisad, akan berjalan terus untuk selamanya. Pernyataan Krishna
tersebut dapat di percaya karena Krishna tidak dapat dipengaruhi oleh khayalan.
Kalau individualitas bukan kenyataan, maka tentu saja Krishna tidak akan
menggaris bawahi hal itu—bahkan pada masa depan sekalipun. Barangkali para
Mayāvadi mengatakan bahwa individualitas yang dibicarakan oleh Krishna bukan
individualitas rohani, malainkan individualitas material. Kalaupun kita
menerima argumentasi bahwa individualitas tersebut adalah individualitas
material, bagaimana seseorang dapat membedakan individualitas Krishna? Krishna
membenarkan individualitas-Nya pada masa lampau dan membenarkan
individualitasnya juga pada masa yang akan datang. Krishna sudah membenarkan
individualitasnya dengan banyak cara, dan telah dinyatakan bahwa Brahman yang
tidak bersifat pribadi berada di bawah Krishna. Krishna telah menyatakan bahwa
individualitas rohani adalah kenyataan sejak awal; jika Krishna dianggap roh
terikat yang biasa dengan kesadaran individual, maka Bhagavad-gita-Nya tidak
berharga sebagai kitab suci yang dapat dipercaya. Orang biasa dengan empat
kelemahan manusia tidak sanggup mengajarkan sesuatu yang berharga untuk
didengar. Bhagavad-gita lebih tinggi daripada kesusasteraan seperti itu. Tidak
satu buku duniawipun dapat dibandingkan dengan Bhagavad-gita. Kalau seseorang
menganggap Krishna manusia biasa, maka Bhagavad-gita kehilangan segala nilainya
yang penting. Para Mayāvadi mengatakan bahwa sifat jamak yang disebut di dalam
ayat ini ialah dalam pengertian biasa dan bahwa sifat jamak itu menunjukkan
badan. Tetapi dalam ayat-ayat tadi paham jasmani seperti itu sudah disalahkan.
Sesudah menyalahkan paham hidup jasmani para makhluk hidup, bagaimana mungkin
Krishna sekali lagi mengemukakan usul biasa tentang badan? Karena itu, adanya
individualitas dibenarkan dengan dasar rohani dan kenyataan ini dibenarkan oleh
ācārya-ācārya yang mulia seperti Sri Ramanuja dan yang lain lain. Dinyatakan
dengan jelas dalam banyak ayat Bhagavad-gita bahwa individualitas rohani
tersebut dimengerti oleh para penyembah Tuhan. Orang yang iri kepada Krishna
sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat menjangkau kesusasteraan
yang mulia tersebut dengan cara yang dapat dipercaya. Cara orang yang bukan
penyembah mendekati ajaran Bhagavad-gita adalah seperti cara lebah menjilat
botol berisi madu. Seseorang tidak dapat merasakan madu itu kecuali ia membuka
botol. Begitu pula, sifat batin Bhagavad-gita hanya dapat dimengerti oleh
penyembah, orang lain tidak dapat merasakannya, sebagaimana dinyatakan dalam
Bhagavad-gita Bab Empat. Bhagavad-gita juga tidak dapat disentuh oleh orang
yang iri hati terhadap adanya Tuhan. Karena itu, penjelasan Mayāvadi tentang
Bhagavad-gita adalah cara yang sangat menyesatkan untuk menyampaikan kebenaran
yang lengkap. Sri Caitanya melarang kita membaca tafsiran karangan para
Mayāvadi dan memberikan peringatan bahwa orang yang mulai mengikuti paham
seperti dari filsafat Mayāvadi akan kehilangan segala kekuatan untuk mengerti
rahasia sejati Bhagavad-gita. Kalau individualitas menunjukkan alam semesta
yang dapat dilihat, maka Krishna tidak perlu memberikan pelajaran. Sifat jamak
roh yang individual dan Krishna adalah kenyataan yang kekal, dan hal itu
dibenarkan oleh Veda sebagaimana disebut di atas.
2.13
dehino 'smin yathā dehe
kaumāraḿ yauvanaḿ jarā
tathā dehāntara-prāptir
dhīras tatra na muhyati
dehinaḥ—dia yang berada di dalam badan;
asmin—dalam ini;
yathā—seperti;
dehe—di dalam badan;
kaumāram—masa kanak-kanak;
yauvanam—masa
remaja;
jarā—masa tua;
tathā—seperti itu pula;
deha-antara—mengenai
penggantian badan;
prāptiḥ—tercapainya;
dhīraḥ—orang tenang;
tatra—pada
waktu itu;
na—tidak pernah;
muhyāti—dibingungkan.
Terjemahan
Seperti halnya sang roh terkurung di dalam badan
terus menerus mengalami perpindahan, di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak
sampai masa remaja sampai usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan
lain pada waktu meninggal. Orang yang tenang tidak bingung karena penggantian
itu.
Penjelasan
Oleh karena setiap makhluk hidup adalah roh yang
individual, makhluk hidup menggantikan badannya pada setiap saat. Kadang-kadang
ia berwujud sebagai kanak-kanak, kadang-kadang sebagai anak remaja, dan
kadang-kadang sebagai orang yang tua. Namun roh yang sama masih ada dan tidak
mengalami perubahan apapun. Akhirnya roh individual tersebut menggantikan
badannya pada waktu meninggal dan berpindah ke badan lain. Oleh karena sang roh
pasti akan mendapatkan badan lain dalam penjelmaannya yang akan datang—baik
badan material maupun badan rohani—tidak ada alasan bagi Arjuna untuk menyesal
karena kematian Bhīṣma maupun Drona, yang telah menyebabkan Arjuna sangat
prihatin. Sebaliknya, seharusnya Arjuna berbahagia karena mereka akan
menggantikan badannya dari badan tua menjadi baru, dan dengan demikian
memperbaharui tenaganya. Penggantian badan seperti itu adalah alasan untuk
adanya aneka jenis kenikmatan atau penderitaan, menurut pekerjaan orang dalam
kehidupan. Jadi, Bhīṣma dan Drona, sebagai roh-roh yang agung, pasti akan
mendapat badan-badan rohani dalam penjelmaannya yang akan datang, atau
sekurang-kurangnya kehidupan dalam badan-badan di surga untuk menikmati
kehidupan material pada tingkat yang lebih tinggi. Karena itu, dalam kedua
keadaan tersebut, tidak ada alasan untuk menyesal.
Siapapun yang mempunyai pengetahuan
sempurna tentang kedudukan dasar sang roh yang individual, Roh Yang Utama, dan
alam—baik alam material maupun alam rohani—disebut dhira, atau orang yang
paling tenang. Orang seperti itu tidak pernah dikhayalkan oleh penggantian
badan.
Teori para Mayāvadi bahwa para roh
bersatu tidak dapat dibenarkan, karena sang roh tidak dapat dipotong menjadi
bagian-bagian percikan. Kalau Yang Mahakuasa dapat dipotong menjadi banyak roh
individual seperti itu, maka itu berarti bahwa Roh Yang Utama dapat dipotong
atau diubah, dan itu bertentangan dengan prinsip bahwa Roh Yang Utama tidak
dapat diubah. Sebagaimana dibenarkan dalam Bhagavad-gita, bagian-bagian
percikan dari Tuhan Yang Maha Esa berada untuk selamanya (sanatana) dan disebut
ksara; yaitu, mereka cenderung jatuh ke dalam alam material. Bagian-bagian
percikan tersebut tetap menjadi bagian-bagian percikan untuk selamanya. Setelah
pembebasan, sang roh individual tetap sama—yaitu, sebagai bagian percikan.
Tetapi begitu sang roh mencapai pembebasan, ia hidup untuk selamanya dalam
kebahagiaan dan pengetahuan bersama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Teori
pencerminan dapat di gunakan sehubungan dengan Roh Yang Utama yang bersemayam
dalam setiap badan individual dan dikenal sebagai Paramatma. Beliau berbeda
dari makhluk hidup individual. Apabila langit dicerminkan pada permukaan air,
bayangan-bayangan pada permukaan air menggambarkan matahari, bulan, dan
bintang-bintang. Para makhluk hidup dapat diumpamakan sebagai bintang-bintang,
dan Tuhan Yang Maha Esa dapat diumpamakan sebagai matahari atau bulan. Sang roh
yang individual sebagai bagian percikan diwakili oleh Arjuna, dan Roh Yang
Utama adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Arjuna dan Sri
Krishna tidak sejajar, dan kenyataan ini akan menjadi jelas pada awal Bab
Empat. Kalau Arjuna sejajar dengan Krishna, dan kedudukan Krishna tidak lebih
tinggi daripada Arjuna, maka hubungan mereka sebagai yang mengajarkan dan yang
diajarkan tidak ada artinya. Kalau kedua-duanya dikhayalkan oleh tenaga yang
mengkhayalkan (mayā ), maka tidak perlu yang satu menjadi pengajar dan yang
lain diajarkan. Ajaran seperti itu tidak berguna, sebab tidak seorang pun yang
dapat menjadi pengajar yang dapat dipercaya kalau ia masih dalam cengkeraman
mayā. Karena keadaan itu, diakui bahwa Sri Krishna adalah Tuhan Yang Maha Esa,
dan kedudukan Krishna lebih tinggi daripada makhluk hidup, seperti Arjuna,
sebagai roh yang sudah lupa akan Diri-Nya karena dikhayalkan oleh mayā.
2.14
mātrā-sparśās tu kaunteya
śītoṣṇa-sukha-duḥkha-dāḥ
āgamāpāyino 'nityās
tāḿs titikṣasva bhārata
mātrā-sparśāḥ—penglihatan indera;
tu—hanya;
kaunteya—wahai
putera
Kuntī ;
Śīta—musim dingin;
uṣṇa—musim panas;
sukha—kebahagiaan;
duḥkha—dan rasa duka;
dāḥ—memberikan;
āgama—muncul;
apāyinaḥ—menghilang;
anityāḥ—tidak kekal;
tān—semuanya;
titikṣasva—coba
mentolerir;
bhārata—wahai putera keluarga
Bhārata.
Terjemahan
Wahai putera Kuntī, suka dan duka muncul untuk
sementara dan hilang sesudah beberapa waktu, bagaikan mulai dan berakhirnya
musim dingin dan musim panas. Hal-hal itu timbul dari penglihatan indera, dan
seseorang harus belajar cara mentolerir hal-hal itu tanpa goyah, wahai putera
keluarga Bhārata.
Penjelasan
Dalam melaksanakan tugas kewajiban sebagaimana
mestinya, orang harus belajar mentolerir suka dan duka yang muncul untuk
sementara dan hilang sesudah beberapa waktu. Menurut aturan Veda, orang harus
mandi pagi-pagi, bahkan selama bulan magha (Januari-Februari). Pada waktu itu
dingin sekali (di India-red.), tetapi walaupun demikian, orang yang taat pada
prinsip-prinsip kerohanian tidak malas mandi. Begitu juga, seorang wanita tidak
enggan masak ke dapur selama bulan Mei dan Juni, yaitu bulan terpanas selama
musim panas (di India-red.). Orang harus melaksanakan tugasnya tanpa
mempedulikan kesulitan karena iklim. Begitu juga, bertempur adalah prinsip para
ksatriya, dan walaupun seseorang harus bertempur melawan kawan atau sanak
keluarga, hendaknya ia jangan menyimpang dari tugas kewajibannya yang telah
ditetapkan. Orang harus mengikuti aturan dan peraturan prinsip-prinsip dharma
yang telah ditetapkan agar ia dapat maju sampai tingkat pengetahuan, sebab
hanya dengan pengetahuan dan bhakti saja seseorang dapat membebaskan Diri-Nya
dari cengkraman mayā (khayalan).
Dua nama Arjuna yang digunakan di
sini bermakna. Menyebutkan Arjuna dengan nama Kaunteya menunjukkan hubungan
keluarga yang mulia dari pihak ibunya; dan menyebutkan Arjuna dengan nama
Bhārata menunjukkan kemuliaan Arjuna dari pihak ayahnya. Seharusnya Arjuna
mempunyai warisan yang mulia dari kedua belah pihak keluarganya. Warisan yang
mulia membawa tanggung jawab dalam hal pelaksanaan tugas sebagaimana mestinya;
karena itu, Arjuna tidak dapat menghindari pertempuran.
2.15
yaḿ hi na vyathayanty ete
puruṣaḿ puruṣarṣabha
sama-duḥkha-sukhaḿ dhīraḿ
so 'mṛtatvāya kalpate
yam—kepada yang;
hi—pasti;
na—tidak pernah;
vyathayānti—menyedihkan;
ete—semua ini;
puruṣam—kepada seseorang;
puruṣa-ṛṣabha—wahai
manusia yang paling baik;
sama—tidak diubah;
duḥkha—dalam duka;
sukham—dan
suka;
dhīram—sabar;
saḥ— dia;
amṛtatvāya—untuk
pembebasan;
kalpate—memenuhi syarat.
Terjemahan
Wahai manusia yang paling baik (Arjuna), orang
yang tidak goyah karena suka ataupun duka dan mantap dalam kedua keadaan itu
pasti memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan.
Penjelasan
Siapa pun yang mantap dalam ketabahan hati untuk
mencapai tingkat keinsafan rohani yang sudah maju dan dapat mentolerir serangan
suka dan duka dengan cara yang sama pasti memenuhi syarat untuk mencapai
pembebasan. Dalam lembaga varnasrama, tingkat hidup keempat, yaitu tingkat
sannyāsa atau tingkat hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi,
adalah keadaan yang menyebabkan banyak kesulitan. Tetapi orang yang
sungguh-sungguh ingin menyempurnakan kehidupannya pasti menjalankan tapa
tingkat hidup sannyāsa, meskipun ia harus menghadapi segala jenis kesulitan.
Kesulitan pada umumnya timbul karena sannyāsa harus melepaskan
hubungan-hubungan keluarga, meninggalkan ikatan dengan isteri dan anak-anak.
Tetapi kalau seseorang sanggup mentolerir kesulitan seperti itu, pasti jalan
menuju keinsafan rohani lengkap baginya. Begitu pula, dalam pelaksanaan
kewajiban Arjuna sebagai seorang ksatriya, dianjurkan agar Arjuna bertabah
hati, walaupun sulit dia bertempur melawan anggota keluarganya atau orang
seperti itu yang disayanginya. Sri Caitanya menjalankan tapa sannyāsa ketika
berusia dua puluh empat tahun, dan orang yang bergantung kepada Beliau, yaitu
isterinya yang masih muda dan ibu nya sudah tua, tidak mempunyai orang lain
lagi untuk memelihara mereka. Namun untuk tujuan yang lebih tinggi Beliau
menjalankan tapa sannyāsa dan Beliau mantap dalam melaksanakan tugas-tugas yang
lebih tinggi. Itulah cara untuk mencapai pembebasan dari ikatan material.
2.16
nāsato vidyāte bhāvo
nābhāvo vidyāte sataḥ
ubhayor api dṛṣṭo 'ntas
tv anayos tattva-darśibhiḥ
na—tidak pernah;
asataḥ—mengenai hal-hal yang tidak ada;
vidyāte—ada;
bhāvaḥ—ketahanan;
na—tidak pernah;
abhāvaḥ—sifat berubah;
vidyāte—ada;
sataḥ—mengenai
yang kekal;
ubhayoḥ—antara kedua-duanya;
api—sungguh-sungguh;
dṛṣṭaḥ—dilihat;
antaḥ—kesimpulan;
tu—memang;
anayoḥ—mengenai hal-hal itu;
tattva—kebenaran;
darśibhiḥ—oleh mereka yang melihat.
Terjemahan
Orang yang melihat kebenaran sudah menarik
kesimpulan bahwa apa yang tidak ada [badan jasmani] tidak tahan lama dan yang
kekal [sang roh] tidak berubah. Inilah kesimpulan mereka setelah mempelajari
sifat kedua-duanya.
Penjelasan
Badan yang berubah tidak tahan lama. Ilmu
kedokteran modern mengakui bahwa badan berubah setiap saat melalui gerak dan
reaksi pelbagai sel di dalam tubuh; demikianlah pertumbuhan dan usia tua
terjadi di dalam tubuh. Tetapi sang roh yang bersifat rohani berada untuk
selamanya, tetap sama walaupun segala jenis perubahan terjadi dalam badan dan
pikiran. Itulah perbedaan antara alam dan rohani. Menurut sifatnya, badan
senantiasa berubah, dan sang roh adalah kekal. Kesimpulan tersebut dibenarkan
oleh segala golongan orang yang melihat kebenaran, baik yang mengakui bentuk
pribadi Tuhan maupun yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan. Dalam Visnu
Purana dinyatakan bahwa keberadaan Visnu dan tempat-tempat tinggal Visnu semua
bersifat rohani dan bercahaya sendiri. (jyotimsi Visnur bhuvanani viṣṇuḥ).
Kata berada dan tidak berada hanya menunjukkan rohani dan alam. Itulah pendapat
semua orang yang melihat kebenaran.
Ini merupakan awal pelajaran Krishna
kepada para makhluk hidup yang dibingungkan oleh pengaruh kebodohan.
Menghilangkan kebodohan menyangkut memantapkan kembali hubungan yang kekal
antara yang menyembah dan yang disembah. Sebagai hasilnya, kita mengerti
perbedaan antara Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan para makhluk hidup sebagai
bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Beliau.
Seseorang dapat mengerti sifat Yang Mahakuasa dengan mempelajari Diri-Nya
secara panjang lebar; perbedaan antara diri kita dan Yang Mahakuasa di mengerti
sebagai hubungan antara bagian dan keseluruhan. Dalam Vedanta sutra, dan juga
dalam Srimad-Bhagavatam, Yang Mahakuasa diakui sebagai sumber segala hal yang
terpancar. Pemancaran seperti itu dialami dengan urutan-urutan alam utama dan
alam rendah. Para makhluk hidup termasuk alam utama, sebagaimana akan
diungkapkan di dalam Bab Tujuh. Walaupun tidak ada perbedaan antara tenaga dan
sumber tenaga, namun sumber tenaga diakui sebagai Yang Mahakuasa, sedangkan
tenaga atau alam diakui sebagai hal yang lebih rendah. Karena itu, para makhluk
hidup selalu takluk kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti halnya tuan dan pelayan
atau guru dan murid. Pengetahuan yang jelas seperti itu tidak mungkin dipahami
di bawah pesona kebodohan. Untuk menghilangkan kebodohan seperti itu, Krishna
mengajarkan Bhagavad-gita untuk membebaskan semua makhluk hidup dari kebodohan
untuk selamanya.
2.17
avināśi tu tad viddhi
yena sarvam idaḿ tatam
vināśam avyayāsyāsya
na kaścit kartum arhati
avināśi—tidak dapat dimusnahkan;
tu—tetapi;
tat—itu;
viddhi—ketahuilah
hal itu;
yena—oleh siapa;
sarvam—seluruh badan;
idam—ini;
tatam—berada
di mana-mana;
vināśam—peleburan;
avyayāsya—milik yang tidak
termusnahkan;
asya—milik itu;
na kaścit—tidak seorangpun;
kartum—melakukan;
arhati—dapat.
Terjemahan
Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam seluruh badan tidak
dapat dimusnahkan. Tidak seorangpun dapat membinasakan sang roh yang tidak
dapat dimusnahkan itu.
Penjelasan
Ayat ini menerangkan sifat sejati sang roh yang
tersebar diseluruh badan dengan cara yang lebih jelas. Siapa pun dapat mengerti
apa yang tersebar di seluruh badan: yaitu kesadaran. Semua orang menyadari rasa
sakit dan rasa senang di dalam badan sebagai bagian-bagian atau secara
keseluruhan. Kesadaran itu hanya tersebar sampai batas badan kita sendiri.
Rasa sakit dan rasa senang di dalam salah satu badan tidak dikenal oleh
badan lain. Karena itu, tiap-tiap badan adalah jasad berisi roh yang
individual, dan tanda adanya sang roh dirasakan sebagai kesadaran individual.
Dinyatakan bahwa ukuran sang roh tersebut adalah sebesar sepersepuluh ribu
ukuran ujung rambut. Dalam svetasvatara Upanisad (5.9) kenyataan ini
dibenarkan:
bālāgra-śata-bhāgasya
śatadhā kalpitasya ca
bhāgo jīvaḥ vijñeyaḥ
sa cānantyāya kalpate
Kalau ujung rambut dibagi seratus dan kemudian sekali lagi bagian-bagian itu
dibagi menjadi seratus, maka tiap-tiap bagian itu adalah ukuran dimensi sang
roh." Begitu pula pendapat yang sama dinyatakan:
keśāgra-śata-bhāgasya
śatāḿśaḥ sādṛśātmakaḥ
jīvaḥ sūkṣma-svarūpo 'yaḿ
sańkhyātīto hi cit-kaṇaḥ
[Cc. Madya 19.140]
Ada butir-butir atom rohani yang jumlahnya tidak
dapat dihitung, dan diukur dengan ukuran sepersepuluh ribu ujung rambut."
Karena itu, butir individual roh
yang bersifat rohani adalah atom rohani yang lebih kecil daripada atomatom
material, dan jumlah atomatom itu tidak dapat dihitung. Bunga api rohani yang
sangat kecil tersebut adalah prinsip dasar badan jasmani, dan pengaruh bunga
api rohani itu tersebar diseluruh badan seperti pengaruh zat aktif terkandung
dalam sejenis obat tersebar di seluruh badan. Arus sang roh dirasakan di
seluruh badan sebagai kesadaran, dan itulah bukti adanya sang roh. Orang awam
mana pun dapat mengerti bahwa jika badan jasmani dikurangi dengan menghilangkan
kesadaran maka tinggallah sesosok mayat saja, dan kesadaran tidak dapat
dihidupkan kembali dalam tubuh itu dengan memberikan apa pun yang bersifat
material. Karena itu, kesadaran tidak disebabkan oleh jenis gabungan material
mana pun, melainkan disebabkan adanya sang roh. Dalam Mundaka Upanisad (3.1.9)
ukuran sang roh yang sekecil atom dijelaskan lebih lanjut:
eṣo 'ṇur ātmā cetasā veditavyo
yasmin prāṇaḥ pañcadhā saḿviveśa
prāṇaiś cittaḿ sarvam otaḿ prajānāḿ
yasmin viśuddhe vibhavaty eṣa ātmā
Ukuran sang roh sekecil atom dan dapat dirasakan
oleh kecerdasan yang sempurna. Sang roh yang sekecil atom tersebut mengambang
di dalam lima jenis udara (prana, apana, vyana, samana, dan udana), dan
terletak di dalam jantung, pengaruhnya tersebar di seluruh tubuh para makhluk
hidup yang berbadan. Apabila sang roh disucikan dari pengaruh lima jenis udara
material, maka pengaruh rohaninya diperlihatkan."
Sistem hatha-yoga dimaksudkan untuk
mengendalikan lima jenis udara yang melingkari sang roh yang murni dengan
berbagai jenis sikap duduk atau āsana bukan demi suatu keuntungan material,
melainkan untuk membebaskan sang roh yang kecil dari ikatan suasana material.
Demikianlah kedudukan dasar sang roh yang sekecil atom diakui dalam segala
kesusasteraan Veda, dan juga sungguh-sungguh dirasakan dalam pengalaman nyata
manusia waras mana pun. Hanya orang yang tidak waras yang dapat menganggap
bahwa sang roh yang sekecil atom tersebut adalah Visnutattva yang berada
dimana-mana.
Pengaruh sang roh yang sekecil
atom dapat disebarkan dalam seluruh badan tertentu. Menurut Mundaka Upanisad,
sang roh yang sekecil atom terletak di dalam jantung tiap-tiap makhluk hidup,
dan oleh karena ukuran sang roh yang sekecil atom melampaui jangkauan
pengertian para ahli ilmu pengetahuan material, beberapa di antaranya
mengatakan secara bodoh bahwa sang roh itu tidak ada. Sang roh yang sekecil
atom pasti berada di dalam jantung beserta Roh Yang Utama. Jadi, semua tenaga
gerak-gerik badan berasal dari bagian-bagian tersebut di dalam tubuh. Sel-sel
darah yang membawa zat asam dari paru-paru mengumpulkan tenaga dari sang roh.
Apabila sang roh keluar dari kedudukan tersebut, maka berhentilah kegiatan
darah yang menyebabkan fungsi atau persenyawaan. Ilmu pengetahuan mengakui
bahwa sel-sel darah merah penting, tetapi belum dapat menentukan bahwa sumber
tenaga adalah sang roh. Akan tetapi, ilmu pengetahuan kedokteran mengakui bahwa
jantung adalah sumber segala tenaga dalam tubuh.
Butir-butir atom seperti itu dari
keseluruhan rohani diumpamakan sebagai atom-atom sinar matahari. Dalam sinar
matahari ada atom-atom bercahaya yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Begitu
pula, bagian-bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa adalah banyak bunga api
dari sinar Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan istilah prabha atau tenaga
utama. Baik seseorang mengikuti pengetahuan Veda maupun ilmu pengetahuan
modern, ia tidak dapat menolak adanya sang roh di dalam badan, dan ilmu
pengetahuan tentang sang roh diuraikan secara jelas dalam Bhagavad-gita oleh
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri.
2.18
antavanta ime dehā
nityasyoktāḥ śarīriṇaḥ
anāśino 'prameyasya
tasmād yudhyasva bhārata
anta-vantaḥ—dapat dimusnahkan;
ime—semuanya ini;
dehāḥ—badan-badan
jasmani;
nityasya—kehidupan yang kekal;
uktaḥ—dikatakan;
śarīriṇaḥ—milik
roh yang berada dalam badan;
anāśinaḥ—tidak pernah dibinasakan;
aprameyasya—tidak
dapat diukur;
tasmāt—karena itu;
yudhyasva—bertempurlah;
Bhārata—wahai
putera keluarga
Bhārata.
Terjemahan
Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan atau
diukur dan bersifat kekal, memiliki badan jasmani yang pasti akan berakhir.
Karena itu, bertempurlah, wahai putera keluarga Bhārata.
Penjelasan
Menurut sifatnya, badan jasmani dapat
dimusnahkan. Mungkin badan jasmani akan segera musnah, atau mungkin akan musnah
sesudah seratus tahun. Hanya soal waktu saja. Tidak mungkin badan jasmani
dipelihara untuk selamanya. Tetapi sang roh begitu kecil sehingga ia tidak
dapat dilihat oleh musuh, apalagi dibunuh. Sebagaimana disebut dalam ayat
sebelumnya, sang roh begitu kecil sehingga tidak seorang pun mempunyai gagasan
bagaimana cara mengukur dimensinya. Jadi, dari kedua sudut pandang tersebut,
tidak ada sebab untuk menyesal, sebab makhluk hidup menurut kedudukannya tidak
dapat dibunuh dan badan jasmani tidak dapat diselamatkan selama jangka waktu
tertentu atau dilindungi untuk selamanya. Butir yang kecil sekali dari
keseluruhan rohani memperoleh badan jasmani menurut pekerjaannya; karena itu,
mengikuti prinsip-prinsip dharma adalah hal yang sebaiknya dimanfaatkan. Dalam
Vedanta-sutra dinyatakan bahwa makhluk hidup mempunyai sifat seperti cahaya,
sebab makhluk hidup adalah bagian dari cahaya yang paling utama yang mempunyai
sifat yang sama seperti cahaya itu. Seperti halnya sinar matahari memelihara seluruh
alam semesta, begitu pula, cahaya dari sang roh memelihara badan jasmani ini.
Begitu sang roh keluar dari badan jasmani, badan mulai membusuk; karena itu,
rohlah yang memelihara badan ini. Badan sendiri kurang penting. Karena itu,
dianjurkan agar Arjuna bertempur dan tidak mengorbankan kepentingan dharma
karena pertimbangan-pertimbangan jasmani yang bersifat material.
2.19
ya enaḿ vetti hantāraḿ
yaś cainaḿ manyate hatam
ubhau tau na vijānīto
nāyaḿ hanti na hanyate
yaḥ—siapa pun yang;
enam—ini;
vetti—mengetahui;
hantāram—pembunuh;
yaḥ—siapa pun yang;
ca—juga;
enam—ini;
manyate—berpikir;
hatam—terbunuh;
ubhau—kedua-duanya;
tau—mereka;
na—tidak
pernah;
vijānītaḥ—memiliki pengetahuan;
na—tidak pernah;
ayam—ini;
hanti—membunuh;
na—tidak juga;
hanyate—dibunuh.
Terjemahan
Orang yang menganggap bahwa makhluk hidup
membunuh ataupun makhluk hidup dibunuh tidak memiliki pengetahuan, sebab sang
diri tidak membunuh dan tidak dapat dibunuh.
Penjelasan
Apabila badan dari makhluk hidup dilukai oleh
senjata-senjata yang dapat membunuh, diketahui bahwa sang roh yang hidup di
dalam badan tidak terbunuh. Sang roh begitu kecil sehingga tidak mungkin ia
dibunuh oleh senjata material mana pun, sebagai mana akan dijelaskan dalam
ayat-ayat berikut. Makhluk hidup tidak dapat dibunuh, karena kedudukan dasar
rohaninya. Yang dibunuh, atau yang dianggap terbunuh, hanya badan saja. Akan
tetapi, kenyataan ini sama sekali tidak menganjurkan pembunuhan badan.
Peraturan Veda ialah ma himsyāt sarva bhūtāni: jangan melakukan kekerasan
terhadap makhluk hidup mana pun. Pengertian bahwa sang makhluk tidak terbunuh
juga tidak memberi semangat untuk memotong hewan. Membunuh badan makhluk mana
pun tanpa izin adalah perbuatan jijik yang dapat dihukum oleh hukum negara dan
juga oleh hukum Tuhan. Akan tetapi, Arjuna sedang dijadikan sibuk dalam hal
membunuh demi prinsip dharma, namun bukanlah secara arogan, atau sembarangan.
2.20
na jāyate mriyate vā kadācin
nāyaḿ bhūtvā bhavitā vā na
bhūyaḥ
ajo nityaḥ śāśvato 'yaḿ
purāṇo
na hanyate hanyamāne śarīre
na—tidak pernah;
jāyate—dilahirkan;
mriyate—mati;
vā—atau;
kadācit—pada suatu waktu (pada masa lampau, sekarang maupun masa yang
akan datang);
na—tidak pernah;
ayam—ini;
bhūtvā—setelah
berada;
bhavitā—akan berada;
vā—atau;
na—tidak;
bhūyaḥ—atau
yang akan berada sekali lagi;
ajaḥ— tidak dilahirkan;
nityaḥ—kekal;
śāśvatāḥ—tetap untuk selamanya;
ayam—ini;
purāṇaḥ—paling
tua;
na—tidak pernah;
hanyate—dibunuh;
hanyamāne—dengan
dibunuh;
śarīre—badan.
Terjemahan
Tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh
pada saat manapun. Dia tidak diciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan
pada masa sekarang, dan dia tidak akan diciptakan pada masa yang akan datang.
Dia tidak dilahirkan, berada untuk selamanya dan bersifat abadi. Dia tidak
terbunuh apabila badan dibunuh.
Penjelasan
Menurut sifatnya, bagian percikan yang sekecil
atom dari Roh Yang Paling Utama, bersatu dengan Yang Mahakuasa. Ia tidak
mengalami perubahan apa pun seperti badan. Kadang-kadang sang roh juga disebut
sebagai yang mantap, atau kuta-stha. Badan mengalami enam jenis perubahan.
Badan dilahirkan dari kandungan tubuh ibu, tahan selama beberapa waktu, tumbuh,
menghasilkan sesuatu, berangsur-angsur merosot, dan akhir nya lenyap. Akan
tetapi, sang roh tidak mengalami perubahan-perubahan seperti itu. Sang roh
tidak dilahirkan, tetapi oleh karena sang roh menerima badan jasmani, maka
badan dilahirkan. Sang roh tidak dilahirkan di sana, dan sang roh tidak mati.
Apa pun yang dilahirkan juga mengalami kematian. Oleh karena sang roh tidak
dilahirkan, tidak ada masa lampau, masa sekarang maupun masa yang akan datang
bagi sang roh. Sang roh adalah kekal, berada untuk selamanya, dan bersifat
abadi—yaitu, tidak ada catatan dalam kazanah sejarah tentang terwujudnya sang
roh. Oleh karena kesan dari badan, kita mencari sejarah kelahiran, dan
sebagainya, bagi sang roh. Sang roh tidak pernah tua pada suatu waktu, seperti
yang dialami badan. Karena itu, yang disebut orang yang sudah tua masih merasa
Diri-Nya sebagai roh yang sama seperti pada masa kanak-kanak atau masa
remajanya. Perubahan badan tidak mempengaruhi sang roh. Sang roh tidak merosot
seperti pohon, ataupun seperti sesuatu yang bersifat material. Sang roh juga
tidak menghasilkan sesuatu. Seperti yang dihasilkan oleh badan, yaitu
anak-anak, juga roh-roh individual yang berbeda-beda; oleh karena badan, mereka
muncul sebagai anak orang-orang tertentu. Badan berkembang karena adanya sang
roh, tetapi sang roh tidak memiliki keturunan maupun perubahannya. Karena itu sang
roh bebas dari enam jenis perubahan yang dialami badan. Dalam Katha Upanisad
(1.2.18) kita juga menemukan ayat yang serupa yang berbunyi:
na jāyate mriyate vā vipaścin
nāyaḿ kutaścin na babhūva kaścit
ajo nityaḥ śāśvato 'yaḿ purāṇo
na hanyate hanyamāne śarīre
Arti dan penjelasan ayat ini adalah sama seperti
ayat dalam Bhagavad-gita, tetapi dalam ayat ini terdapat satu kata yang
istimewa, yaitu kata vipascit, yang berarti pengetahuan atau memiliki
pengetahuan.
Sang roh penuh pengetahuan, atau
selalu penuh kesadaran. Karena itu, kesadaran adalah tanda adanya sang roh.
Kalaupun seseorang tidak menemukan sang roh di dalam jantung, tempat sang roh
bersemayam, ia masih dapat mengerti bahwa adanya sang roh hanya karena adanya
kesadaran. Kadang-kadang kita tidak menemukan matahari di langit karena awan,
atau alasan yang lain, tetapi cahaya matahari selalu ada, dan kita yakin bahwa
hari sudah siang. Begitu seberkas cahaya menerangi angkasa pada waktu pagi,
kita dapat mengerti bahwa matahari sudah ada di langit. Begitu pula, oleh
karena ada suatu kesadaran di dalam semua badan—baik manusia maupun
binatang—lalu kita dapat mengerti bahwa adanya sang roh. Akan tetapi, kesadaran
sang roh tersebut berbeda dengan kesadaran Yang Maha Kuasa, sebab Kesadaran
Yang Paling Utama adalah menyangkut pengetahuan tentang segala sesuatu—masa
lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Sedangkan kesadaran sang roh
yang individual cenderung untuk lupa. Apabila ia melupakan sifatnya yang
sejati, ia dapat dididik dan dibebaskan dari kebodohan oleh pelajaran paling
utama yang akan diberikan oleh Krishna. Krishna tidaklah seperti sang roh yang
cenderung lupa. Kalau Krishna cenderung lupa, maka ajaran Krishna dalam
Bhagavad-gita tidak akan berguna.
Ada dua jenis roh—yaitu, sang roh
yang seperti butir yang kecil sekali (anuatma) dan Roh Yang Paling Utama
(vibhuatma). Kenyataan ini juga dibenarkan dalam Katha Upanisad (1.2.20)
sebagai berikut:
aṇor aṇīyān mahato mahīyān
ātmāsya jantor nihito guhāyām
tam akratuḥ paśyati vīta-śoko
dhātuḥ prasādān mahīmānam ātmanaḥ
Roh Yang Utama [paramatma] dan roh yang sekecil
atom [jivatma] terletak dalam jantung yang sama dimiliki oleh makhluk hidup
pada badan yang sama yang diumpamakan sebagai pohon. Hanya orang yang sudah
dibebaskan dari segala keinginan material serta segala penyesalan dapat
mengerti kemuliaan sang roh atas karunia Yang Mahakuasa." Krishna juga
sumber Roh Yang Utama, sebagaimana akan diungkapkan dalam bab-bab berikut, dan
Arjuna adalah roh sekecil atom, yang sudah lupa akan sifat sejatinya; karena
itu, Arjuna perlu dibebaskan dari kebodohan oleh Krishna atau utusan Krishna
yang dapat dipercaya (sang guru kerohanian).
2.21
vedāvināśinaḿ nityaḿ
ya enam ajam avyayām
kathaḿ sa puruṣaḥ pārtha
kaḿ ghātayati hanti kam
veda—mengetahui;
avināśinam—dapat dimusnahkan;
nityam—senantiasa
berada;
yaḥ—orang yang;
enam—ini (sang roh);
ajam—tidak
dilahirkan;
avyayām—tidak dapat diubah;
katham—bagaimana;
saḥ—
itu;
puruṣaḥ—seseorang;
pārtha—wahai
Pārtha (
Arjuna);
kam—siapa;
ghātayāti—menyebabkan melukai;
hanti—membunuh;
kam—siapa.
Terjemahan
Wahai Pārtha, bagaimana mungkin orang yang
mengetahui bahwa sang roh tidak dapat dimusnahkan, bersifat kekal, tidak
dilahirkan dan tidak pernah berubah dapat membunuh seseorang atau menyebabkan
seseorang membunuh?
Penjelasan
Segala sesuatu tentu ada gunanya dan ada
benarnya, sehingga orang yang mantap dalam pengetahuan yang lengkap mengetahui
bagaimana dan di mana menggunakan sesuatu untuk penggunaan yang sebenarnya.
Begitu pula dengan kekerasan, ada gunanya, dan bagaimana caranya menggunakan
kekerasan dipahami oleh orang yang berpengetahuan. Walau pun seorang hakim
menjatuhkan hukuman mati terhadap orang yang terbukti telah melakukan
pembunuhan, hakim itu tidak dapat disalahkan karena dia memerintahkan kekerasan
terhadap orang lain menurut undang-undang keadilan. Dalam Manusamhita, kitab
hukum bagi manusia, dibenarkan bahwa hendaknya seorang pembunuh dijatuhi
hukuman mati supaya dalam penjelmaannya yang akan datang dia tidak harus menderita
karena dosa besar yang telah dilakukannya. Karena itu, apabila seorang
raja menjatuhkan hukuman mati terhadap seseorang, itu sebenarnya
bermanfaat bagi orang itu. Begitu pula, apabila Krishna memerintahkan
pertempuran, harus disimpulkan bahwa kekerasan itu demi keadilan yang paling
utama. Karena itu, sebaiknya Arjuna mengikuti perintah tersebut, dengan
menyadari bahwa kekerasan seperti itu, yang dilakukan dalam rangka bertempur
demi Krishna, bukanlah kekerasan belaka. Bagaimanapun, manusia, atau lebih
tepatnya sang roh, tidak dapat dibunuh; karena itu, demi pelaksanaan keadilan,
apa yang disebut dengan kekerasan diperbolehkan. Operasi pembedahan tidak
dimaksudkan untuk membunuh seorang penderita, melainkan untuk menyembuhkan
penyakitnya. Jadi, pertempuran yang akan dilaksanakan oleh Arjuna atas perintah
Krishna adalah pertempuran dengan dasar pengetahuan sepenuhnya. Karena itu,
tidak mungkin ada reaksi dosa.
2.22
vāsāḿsi jīrṇāni yathā
vihāya
navāni gṛhṇāti naro
'parāṇi
tathā śarīrāṇi vihāya jīrṇāny
anyāni saḿyāti navāni dehī
vāsāḿsi—pakaian;
jīrṇāni—tua dan rusak;
yathā—seperti
halnya;
vihāya—meninggalkan;
navāni—pakaian baru;
gṛhṇāti—menerima;
naraḥ—seorang manusia;
aparāṇi—orang lain;
tathā—dengan
cara yang sama;
śarīrāṇi—badan-badan;
vihāya—meninggalkan;
jīrṇāni—tua
renta dan tidak bermanfaat;
anyāni—berbeda;
saḿyāti—sungguh-sungguh
menerima;
navāni—pasangan-pasangan yang baru;
dehī—dia yang
berada di dalam badan.
Terjemahan
Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru,
dan membuka pakaian lama, begitu pula sang roh menerima badan-badan jasmani
yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tidak berguna.
Penjelasan
Penggantian badan bagi sang roh individual yang
sekecil atom diakui sebagai kenyataan. Ahli-ahli ilmu pengetahuan modern yang
tidak percaya terhadap adanya sang roh juga tidak dapat menjelaskan sumber
tenaga dari jantung, namun mereka terpaksa menerima perubahan yang terjadi
terus-menerus di dalam badan sejak masa bayi hingga masa kanak-kanak, dan dari
masa kanak-kanak sampai masa remaja, kemudian sekali lagi dari masa remaja
sampai usia tua. Dari usia tua, perubahan dipindahkan ke dalam badan lain. Hal
ini sudah dijelaskan di dalam ayat sebelumnya (2.13).
Perpindahan sang roh yang individual
yang sekecil atom ke dalam badan lain dimungkinkan atas berkat karunia Roh Yang
Utama. Roh Yang Utama memenuhi keinginan roh yang sekecil atom seperti halnya
seorang kawan memenuhi keinginan kawan lain. Veda, misalnya Mundaka Upanisad,
dan juga Svetasvatara Upanisad, mengumpamakan sang roh dan Roh Yang Utama
sebagai dua ekor burung yang bersahabat yang hinggap di pohon yang sama. Salah
satu di antara dua ekor burung tersebut (yaitu roh individual yang sekecil
atom) sedang memakan buah pada pohon tersebut, sedang kan burung lain (Krishna)
hanya memandang kawannya. Di antara dua ekor burung tersebut—kendatipun mereka
mempunyai sifat yang sama—salah satu dipikat oleh buah dari pohon material,
sedangkan yang lain hanya menyaksikan kegiatan kawannya. Krishna adalah sebagai
burung yang menyaksikan, dan Arjuna adalah burung yang sedang makan. Walaupun
mereka berkawan, namun salah satunya menjadi penguasa dan yang lainnya menjadi
hamba. Bila roh yang sekecil atom itu lupa akan hubungannya tersebut, hal itu
menyebabkan ia berpindah dari sebatang pohon ke pohon yang lain atau dari satu
badan ke dalam badan yang lain. Sang roh jiva berjuang dengan keras sekali pada
pohon jasmani", tetapi begitu ia setuju untuk mengakui burung yang lain
tadi sebagai guru kerohanian yang paling utama—seperti yang disetujui Arjuna
dengan cara menyerahkan diri dengan sukarela kepada Krishna untuk menerima
pelajaran—maka burung yang tunduk segera dibebaskan dari segala penyesalan. Hal
ini dibenarkan oleh Mundaka Upanisad (3.1.2) dan Svetasvatara Upanisad (4.7):
samāne vṛkṣe puruṣo nimagno
'nīśayā śocati muhyamānaḥ
juṣṭaḿ yadā paśyaty anyam īśam
asya mahīmānam iti vīta-śokaḥ
Walaupun dua ekor burung berada di sebatang pohon
yang sama, di mana salah seekor hanya sibuk memakan buah-buahan pada pohon itu
tetapi penuh kecemasan serta kemurungan namun dia sambil mencoba menikmati
buah-buahan yang ada pada pohon tersebut, sedangkan yang satunya hanya menunggu
dengan tenang sekali. Tetapi jika dengan suatu cara burung yang murung tersebut
memalingkan mukanya kepada kawannya—yaitu kepada Tuhan dan mengerti kebesaran
Beliau—maka segera si burung yang menderita tersebut dibebaskan dari segala
kecemasan." Sekarang Arjuna sudah memalingkan mukanya kepada kawannya yang
kekal, Sri Krishna, dan Arjuna sedang mendengarkan Bhagavad-gita untuk mengerti
dari Beliau. Dengan mendengar dari Krishna seperti itu, ia dapat mengerti
kebesaran yang paling utama Krishna dan dia dapat dibebaskan dari penyesalan.
Di sini Arjuna dinasehati oleh Krishna
supaya jangan menyesal karena perubahan jasmani yang dialami oleh kakeknya yang
sudah tua dan gurunya. Melainkan, hendaknya dia senang membunuh badan-badan
mereka dalam pertempuran yang saleh supaya mereka dapat segera disucikan dari
segala reaksi akibat berbagai kegiatan jasmani. Orang yang mengorbankan
nyawanya di tempat persembahan korban suci, atau di medan perang yang benar,
segera disucikan dari segala reaksi jasmani dan diangkat sampai status hidup
yang lebih tinggi. Jadi, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk menyesal.
2.23
nainaḿ chindanti śastrāṇi
nainaḿ dahati pāvakaḥ
na cainaḿ kledayanty āpo
na śoṣayati mārutaḥ
na—tidak pernah;
enam—roh ini;
chindanti—dapat memotong
menjadi bagian-bagian;
śastrani—senjata-senjata;
na—tidak pernah;
enam—roh ini;
dahati—membakar;
pavakaḥ—api;
na—tidak
pernah;
ca—juga;
enam—roh tersebut;
kledayānti—membasahi;
āpaḥ—air;
na—tidak pernah;
śoṣayāti—mengeringkan;
mārutaḥ—angin.
Terjemahan
Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi
bagian-bagian oleh senjata manapun, dibakar oleh api, dibasahi oleh air, atau
dikeringkan oleh angin.
Penjelasan
Segala jenis senjata—pedang, senjata api, senjata
hujan, senjata angin topan, dan sebagainya—tidak dapat membunuh sang roh.
Rupanya dahulu kala ada banyak jenis senjata terbuat dari tanah, air, udara,
angkasa, dan sebagainya di samping senjata-senjata modern yang terbuat dari
api. Senjata-senjata nuklir pada jaman modern digolongkan sebagai
senjata-senjata api, tetapi dahulu kala ada senjata-senjata lain terbuat dari
segala jenis unsur material. Senjata-senjata api dilawan dengan senjata-senjata
air, yang sekarang tidak dikenal oleh ilmu pengetahuan modern. Para ahli ilmu
pengetahuan modern juga tidak memiliki pengetahuan tentang senjata-senjata
angin topan. Walaupun demikian, sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi
bagian-bagian, ataupun dihancurkan oleh sejumlah senjata manapun, bagaimanapun
ilmiahnya peralatan yang digunakan.
Para Mayāvadi tidak dapat menjelaskan
bagaimana roh individual diwujudkan hanya oleh kebodohan dan sebagai akibatnya
ditutupi oleh tenaga yang mengkhayalkan. Juga tidak pernah dimungkinkan
memotong roh-roh individual dari Roh Utama yang asli; melainkan para roh
individual adalah bagian-bagian kekal yang terpisah dari Roh Yang Utama. Oleh
karena roh-roh tetap menjadi roh-roh individual yang sekecil atom (sanatana)
untuk selamanya, mereka cenderung ditutupi oleh tenaga yang mengkhayalkan, dan
dengan demikian mereka dipisahkan dari hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
seperti halnya banyak bunga api yang mempunyai persatuan sifat dengan api
cenderung dipadamkan jika keluar dari api itu. Dalam Varaha Purana, diuraikan
bahwa para makhluk hidup adalah bagian-bagian dari Yang Mahakuasa yang
mempunyai sifat sama seperti Beliau. Roh-roh tersebut menjadi demikian untuk
selamanya menurut Bhagavad-gita. Jadi sesudah dibebaskan dari khayalan, makhluk
hidup tetap sebagai identitas yang terpisah, dan kenyataan ini jelas berasal
dari ajaran Sri Krishna kepada Arjuna. Arjuna mencapai pembebasan dengan pengetahuan
yang diterima dari Krishna, tetapi dia tidak pernah menjadi satu dengan
Krishna.
2.24
acchedyo 'yam adāhyo 'yam
akledyo 'śoṣya eva ca
nityaḥ sarva-gataḥ sthāṇur
acalo 'yaḿ sanātanaḥ
acchedyaḥ—tidak dapat dipatahkan;
ayam—roh ini;
adāhyaḥ—tidak
dapat dibakar;
ayam—roh tersebut;
akledyaḥ—tidak dapat
dilarutkan;
aśoṣyaḥ—tidak dapat dikeringkan;
evā—pasti;
ca—dan;
nityaḥ—berada untuk selamanya;
sarva-gataḥ—berada di mana-mana;
sthāṇuḥ—tidak dapat diubah;
acalaḥ—tidak dapat digerakkan;
ayam—roh
tersebut;
sanātanāḥ—selalu sama untuk selamanya.
Terjemahan
Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan
dan tidak dapat dilarutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk
selamanya, berada di mana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan
tetap sama untuk selamanya.
Penjelasan
Segala kwalifikasi roh yang sekecil atom tersebut
membuktikan dengan pasti bahwa sang roh yang individual untuk selamanya menjadi
butir seperti atom dari keseluruhan rohani, dan ia tetap menjadi atom untuk
selamanya, tanpa perubahan. Teori monisme sulit sekali digunakan dalam hal ini,
sebab roh yang individual tidak pernah diduga bersatu dengan cara menunggal.
Sesudah pembebasan dari pengaruh material, roh yang individual barangkali lebih
suka tetap menjadi bunga api rohani di dalam cahaya cerah dari Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, tetapi roh-roh yang cerdas masuk ke dalam planet-planet
rohani untuk mengadakan hubungan dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Kata sarva-gataḥ (berada di mana-mana)
bermakna, sebab tidak dapat diragukan bahwa para makhluk hidup berada di
mana-mana dalam ciptaan Tuhan. Roh-roh tersebut hidup di atas daratan, di dalam
air, di dalam udara, di dalam tanah, bahkan di dalam api. Kepercayaan bahwa
roh-roh itu dijadikan steril di dalam api tidak dapat diterima, sebab
dinyatakan di sini bahwa sang roh tidak dapat dibakar oleh api. Karena itu,
tidak dapat diragukan bahwa juga ada makhluk-makhluk hidup di dalam planet
matahari dengan badan yang cocok untuk hidup di sana. Kalau bola matahari tidak
ada penghuninya, maka kata sarva-gataḥ—yang berarti hidup di mana-mana—tidak
berarti.
2.25
avyakto 'yam acintyo 'yam
avikāryo 'yam ucyate
tasmād evaḿ viditvāinaḿ
nānuśocitum arhasi
avyaktaḥ—tidak dapat dilihat;
ayam—roh ini;
acintyaḥ—tidak
dapat dimengerti;
ayam—roh ini;
avikāryaḥ—tidak dapat diubah;
ayam—roh
ini;
ucyate—dikatakan;
tasmāt—karena itu;
evam—seperti
ini;
viditvā—mengetahui dengan baik;
enam—roh ini;
na—tidak;
anuśocitum—menyesal;
arhasi—patut bagi engkau.
Terjemahan
Dikatakan bahwa sang roh itu tidak dapat dilihat,
tidak dapat dipahami dan tidak dapat diubah. Mengingat kenyataan itu, hendaknya
engkau jangan menyesal karena badan.
Penjelasan
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, ukuran sang roh
begitu kecil untuk perhitungan material kita sehingga ia tidak dapat dilihat
bahkan oleh mikroskop yang paling muktahir sekalipun; karena itu, ia tidak
dapat dilihat. Tidak ada orang yang dapat membuktikan adanya sang roh dengan
cara melakukan percobaan di luar bukti sruti, atau pengetahuan Veda. Kita harus
mengakui kebenaran tersebut, sebab tidak ada sumber pengetahuan lain lagi
mengenai adanya sang roh, walaupun itu merupakan kenyataan yang dapat dipahami.
Ada banyak hal yang harus kita terima berdasarkan kekuasaan yang lebih tinggi.
Tidak ada orang yang dapat menolak adanya ayah, berdasarkan pernyataan ibunya.
Tidak ada sumber pengertian lain lagi tentang identitas ayah selain pernyataan
ibu. Begitu pula, tidak ada sumber pengertian sang roh selain mempelajari Veda.
Dengan kata lain, sang roh tidak dapat dimengerti oleh pengetahuan manusia yang
berdasarkan percobaan. Sang roh adalah kesadaran dan iapun sadar—itu juga
dinyatakan di dalam Veda, dan kita harus mengakui kenyataan itu. Badan berubah,
tetapi sang roh tidak mengalami perubahan. Sang roh tidak dapat diubah untuk
selamanya; karena itu, ia tetap sekecil atom dibandingkan dengan Roh Yang Utama
yang tidak terhingga. Roh Yang Utama tidak terhingga, dan roh yang sekecil atom
begitu kecil sehingga tidak dapat diukur. Karena itu, sang roh yang begitu
kecil sehingga tidak dapat diukur dan tidak dapat diubah, tidak akan pernah
dapat sejajar dengan Roh Yang Tidak Terhingga, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa. Paham tersebut dijelaskan berulangkali dalam Veda dengan pelbagai cara
hanya untuk membenarkan stabilitas paham sang roh. Kadang-kadang sesuatu perlu
diulangi agar kita dapat mengerti mata pelajaran itu secara mendalam tanpa
kesalahan.
2.26
atha cainaḿ nitya-jātaḿ
nityaḿ vā manyase mṛtam
tathāpi tvaḿ mahā-bāho
nainaḿ śocitum arhasi
atha—akan tetapi, kalau;
ca—juga;
enam—roh ini;
nitya-jātam—selalu
dilahirkan;
nityam—untuk selamanya;
vā—atau;
manyase—engkau
berpikir seperti itu;
mṛtam—mati;
tathā api—masih;
tvām—engkau;
mahā-bāho—wahai yang berlengan perkasa;
na—tidak pernah;
enam—tentang
sang roh;
śocitum—menyesal;
arhasi—patut.
Terjemahan
Akan tetapi, kalau engkau berpikir bahwa sang roh
[atau gejala gejala hidup] senantiasa dilahirkan dan selalu mati, toh engkau
masih tidak mempunyai alasan untuk menyesal, wahai Arjuna yang berlengan
perkasa.
Penjelasan
Selalu ada suatu golongan filosof, hampir mirip
dengan para pengikut Sang Buddha, yang tidak percaya dengan keberadaan sang roh
secara tersendiri di luar badan. Waktu Sri Krishna menyabdakan Bhagavad-gita,
rupanya filosof-filosof seperti itu sudah ada, dan mereka terkenal sebagai para
lokayatika dan para vaibhasika. Filosof-filosof seperti itu mengatakan bahwa
gejala-gejala hidup terjadi pada keadaan matang gabungan material tertentu. Para
ahli ilmu pengetahuan material modern dan para ahli filsafat material juga
berpikir dengan cara yang serupa. Menurut mereka, badan adalah gabungan
unsur-unsur kimia, dan pada tahap tertentu gejala-gejala hidup berkembang
dengan interaksi antara unsur-unsur alam dan unsur-unsur kimia. Ilmu
pengetahuan anthropologi berasal dan berdasarkan filsafat tersebut. Dewasa ini,
banyak aliran yang palsu—yang sekarang menjadi mode di Amerika Serikat—juga
menganut filsafat tersebut, dan sekte-sekte yang tidak mengakui bhakti dan
mengutamakan kekosongan juga mengikuti filsafat ini.
Kalaupun Arjuna tidak percaya
terhadap adanya sang roh—seperti yang diajarkan dalam filsafat vaibhasika—masih
tidak ada alasan untuk menyesal. Tidak ada orang menyesal karena hilangnya
sejumlah zat-zat kimia hingga berhenti pelaksanaan tugas kewajiban yang telah
ditetapkan baginya. Melainkan, dalam ilmu pengetahuan modern dan perang ilmiah,
bertonton zat kimia dihamburkan untuk mencapai kemenangan atas musuh. Menurut
filsafat vaibhasika, apa yang disebut roh atau atma lenyap dengan merosotnya
badan. Jadi, dalam keadaan mana pun, baik Arjuna mengakui kesimpulan Veda bahwa
sang roh, yang sekecil atom betul-betul ada, maupun tidak percaya terhadap
adanya sang roh, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk menyesal. Menurut teori
tersebut, oleh karena begitu banyak makhluk hidup yang dihasilkan dari alam,
pada setiap saat, dan begitu banyak di antaranya dibinasakan setiap saat, maka
tidak perlu ada penyesalan karena peristiwa itu. Kalau sang roh tidak dilahirkan
kembali, maka Arjuna tidak perlu takut bahwa ia akan dipengaruhi oleh
reaksi-reaksi dosa akibat membunuh kakek dan gurunya. Tetapi pada waktu yang
sama, secara sindiran Krishna menyebutkan Arjuna dengan nama mahabahu,
berlengan perkasa, sebab sekurang-kurangnya Arjuna tidak mengakui teori para
vaibhasika, yang meninggalkan pengetahuan Veda. Sebagai seorang ksatriya,
Arjuna termasuk penganut kebudayaan Veda, dan Arjuna patut terus mengikuti
prinsip-prinsip kebudayaan itu.
2.27
jātasya hi dhruvo mṛtyur
dhruvaḿ janma mṛtasya ca
tasmād aparihārye 'rthe
na tvaḿ śocitum arhasi
jātasyā—mengenai orang yang sudah dilahirkan;
hi—pasti;
dhruvaḥ—kenyataan;
mṛtyuḥ—kematian;
dhruvam—juga kenyataan;
janma—kelahiran;
mṛtasya—mengenai yang sudah mati;
ca—juga;
tasmāt—karena
itu;
aparihārye—mengenai sesuatu yang tidak dapat dihindari;
arthe—dalam
hal;
na—jangan;
tvām—engkau;
śocitum—menyesal;
arhasi—pantas.
Terjemahan
Orang yang sudah dilahirkan pasti akan meninggal,
dan sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam
melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya engkau
jangan menyesal.
Penjelasan
Seseorang harus dilahirkan menurut kegiatan
hidupnya. Sesudah selesai satu tahap kegiatan, ia harus mati supaya dilahirkan
untuk tahap kegiatan berikutnya. Dengan cara demikian, peredaran kelahiran dan
kematian berputar, yang satu menyusul yang lain tanpa pembebasan. Akan tetapi
perputaran kelahiran dan kematian tersebut tidak membenarkan adanya pembunuhan,
penyembelihan dan perang yang tidak diperlukan. Namun pada waktu yang sama,
kekerasan dan perang adalah unsur-unsur yang tidak dapat dihindarkan dalam
masyarakat manusia untuk memelihara keadilan dan ketertiban.
Perang Kuruksetra, yang dijalankan
atas kehendak Yang Mahakuasa, adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari, dan
bertempur untuk kepentingan yang benar adalah tugas dan kewajiban ksatriya.
Mengapa Arjuna harus takut atau bersedih pada saat-saat sanak keluarganya
meninggal padahal ia sedang melakukan tugas kewajibannya yang benar? Tidaklah
patut dia melanggar hukum. Sebab kalau dia melanggar hukum, malahan dia akan
dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa, yang justru Arjuna takut sekali terhadap
reaksi dosa itu. Dengan menghindari pelaksanaan tugas kewajibannya yang benar,
dia juga tidak akan dapat menghentikan kematian sanak keluarganya, dan dia pun
akan merosot karena memilih jalan perbuatan yang salah.
2.28
avyaktādīni bhūtāni
vyakta-madhyāni bhārata
avyakta-nidhanāny eva
tatra kā paridevanā
avyakta-ādīni—pada awal tidak berwujud;
bhūtāni—semua yang
diciptakan;
vyakta—terwujud;
madhyāni—di tengah-tengah;
Bhārata—wahai
putera keluarga
Bhārata ;
avyakta—tidak terwujud;
nidhanāni—apabila
dimusnahkan;
evā—semuanya seperti itu;
tatra—karena itu;
kā—
apa;
paridevanā—penyesalan.
Terjemahan
Semua makhluk yang diciptakan tidak terwujud pada
awalnya, terwujud pada pertengahan, dan sekali lagi tidak terwujud pada waktu
dileburkan. Jadi apa yang perlu disesalkan?
Penjelasan
Jika kita mengakui bahwa ada dua golongan
filosof, yang satu percaya tentang adanya sang roh sedangkan yang lain tidak,
juga tetap tidak ada alasan untuk menyesal dalam kedua keadaan tersebut. Orang
yang tidak percaya terhadap adanya sang roh disebut orang yang tidak percaya
kepada Tuhan oleh para pengikut pengetahuan Veda. Seandainya kita mengakui
teori yang tidak percaya kepada Tuhan tersebut, toh tidak ada alasan untuk
menyesal. Selain keberadaan sang roh secara tersendiri, unsur-unsur material
tetap tidak terwujud sebelum ciptaan. Dari keadaan tidak terwujud yang halus
tersebut terjadilah perwujudan, seperti halnya udara terwujud dari angkasa, api
terwujud dari udara; air terwujud dari api; dan tanah terwujud dari air. Dari
tanah terwujudlah banyak jenis manifestasi. Misalnya, gedung pencakar langit
yang besar diwujudkan dari tanah. Apabila gedung pencakar langit dibongkar,
manifestasi itu menjadi tidak terwujud lagi dan tetap sebagai atom-atom pada
tahap terakhir. Hukum kekekalan energi tetap berlaku, tetapi sesudah beberapa waktu
benda-benda diwujudkan dan kemudian tidak terwujud—itulah perbedaannya. Karena
itu, apa alasan untuk menyesal, baik pada tahap terwujud maupun pada tahap
tidak terwujud. Entah kenapa, dalam tahap tidak terwujud pun benda-benda tidak
lenyap. Baik pada awal maupun pada akhir semua unsur tetap tidak terwujud,
hanya pada pertengahan saja unsur-unsur itu terwujud, dan ini tidak menyebabkan
perbedaan material apa pun yang sejati.
Kalau kita mengakui kesimpulan Veda
sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita bahwa badan-badan jasmani dapat
dimusnahkan sesudah beberapa waktu (antavanta ime dehāḥ) dan bahwa sang roh
adalah kekal (nityasyoktah saririnah), maka kita selalu ingat bahwa badan
adalah seperti pakaian; karena itu, mengapa kita harus menyesal karena penggantian
pakaian? Badan jasmani tidak ada eksistensi yang nyata sehubungan dengan sang
roh yang kekal. Hal itu mirip dengan impian. Dalam impian barangkali kita
berpikir kita terbang di langit, atau duduk di atas kereta kencana sebagai rājā
, tetapi bila kita bangun, kita dapat melihat bahwa kita tidak berada di langit
maupun duduk di atas kereta kencana. Pengetahuan Veda memberikan semangat untuk
keinsafan diri berdasarkan kenyataan bahwa badan jasmani tidak mempunyai
eksistensi yang nyata. Karena itu, dalam kedua keadaan tersebut, baik seseorang
percaya terhadap adanya sang roh maupun tidak percaya, tetap tidak ada alasan
untuk menyesal karena badan hilang.
2.29
āścarya-vat paśyati kaścid
enam
āścarya-vad vadati tathāiva
cānyaḥ
āścarya-vac cainam anyaḥ
śṛṇoti
śrutvāpy enaḿ veda na caiva
kaścit
āścarya-vat—sebagai sesuatu yang mengherankan;
paśyāti—melihat;
kaścit—seseorang;
enam—roh ini;
āścarya-vat—sebagai
sesuatu yang mengherankan;
vadati—berbicara tentang;
tathā—demikian;
evā—pasti;
ca—juga;
anyaḥ—lain;
āścarya-vat—mengherankan
seperti itu;
ca—juga;
enam—roh tersebut;
anyaḥ—lain-lain;
śṛṇoti—mendengar dari;
śrutvā—setelah mendengar;
api—bahkan;
enam—roh tersebut;
veda—mengetahui;
na—tidak pernah;
ca—dan;
evā—pasti;
kaścit—seseorang.
Terjemahan
Beberapa orang memandang bahwa sang roh sebagai
sesuatu yang mengherankan, beberapa orang menguraikan dia sebagai sesuatu yang
mengherankan, dan beberapa orang mendengar tentang dia sebagai sesuatu yang
mengherankan juga, sedangkan orang lain tidak dapat mengerti sama sekali
tentang sang roh, walaupun mereka sudah mendengar tentang dia.
Penjelasan
Oleh karena Gitopanisad sebagian besar
berdasarkan prinsip-prinsip Upanisad-upanisad, tidak mengherankan kalau kita
menemukan ayat berikut di dalam Katha Upanisad (1.2.7):
śravaṇayāpi bahubhir yo na labhyaḥ
śṛṇvanto 'pi bahavo yaḿ na vidyuḥ
āścaryo vaktā kuśalo 'sya labdhā
āścaryo 'sya jñātā kuśalānuśiṣṭaḥ
Sangat mengherankan bahwa sang roh
yang sekecil atom berada di dalam badan binatang yang besar, di dalam pohon
beringin yang besar sekali, dan juga berada di dalam kuman-kuman yang sangat
kecil sehingga berjuta-juta dan bermiliyar-miliyar kuman seperti itu dapat
dimasukkan di dalam bidang sebesar satu centimeter persegi. Orang kekurangan
pengetahuan dan orang yang tidak bertapa tidak dapat mengerti ajaibnya bunga
api rohani yang individual, yaitu sang roh, walaupun itu dijelaskan oleh
penguasa pengetahuan yang paling tinggi, yang juga memberikan pelajaran kepada
Brahma, makhluk hidup pertama di alam semesta. Oleh karena paham material yang
kasar tentang banyak hal, kebanyakan orang pada jaman ini tidak dapat
membayangkan bagaimana butir yang sekecil itu dapat menjadi begitu besar dan
juga menjadi begitu kecil. Karena itu, orang memandang sang roh sebagai sesuatu
yang ajaib, baik menurut kedudukan dasarnya maupun menurut uraian. Orang
dikhayalkan oleh tenaga material. Karena itu, mereka begitu sibuk dalam hal-hal
untuk kepuasan indera-indera sehingga sedikit sekali waktu mereka untuk memahami
pertanyaan mengenai pengertian tentang diri mereka. Memang menjadi kenyataan
bahwa tanpa mengerti tentang diri kita, segala kegiatan mengakibatkan kekalahan
dalam perjuangan hidup pada akhirnya. Mungkin seseorang tidak membayangkan
bahwa ia harus berpikir tentang sang roh, dan juga cara mencapai penyelesaian
terhadap kesengsaraan material.
Beberapa orang yang berminat
mendengar tentang sang roh barangkali mengikuti ceramah-ceramah dengan
pergaulan yang baik, tetapi kadang-kadang karena kebodohan mereka disesatkan
dengan mengakui Roh Yang Utama dan roh yang sekecil atom bersatu tanpa
perbedaan ukuran. Sulit sekali menemukan orang yang mengerti secara sempurna
tentang kedudukan Roh Yang Utama, roh yang sekecil atom, fungsi masing-masing,
hubungan hubungan dan segala hal, baik yang besar maupun yang kecil. Lebih
sulit lagi menemukan orang yang sungguh-sungguh memperoleh manfaat sepenuhnya
dari pengetahuan tentang sang roh, dan sanggup menguraikan kedudukan sang roh
dalam berbagai aspek. Akan tetapi, kalau seseorang dapat mengerti mata
pelajaran tentang sang roh dengan sesuatu cara, maka kehidupannya mencapai
sukses.
Cara termudah untuk mengerti mata
pelajaran tentang sang roh ialah dengan cara menerima pernyataan dari
Bhagavad-gita yang disabdakan oleh penguasa tertinggi, yaitu Sri Krishna, tanpa
disesatkan oleh teori-teori yang lain. Tetapi itu juga memerlukan pertapaan dan
korban suci yang besar, baik dalam hidup ini maupun dalam penjelmaan-penjelmaan
sebelumnya, sebelum seseorang dapat mengakui Krishna sebagai Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Akan tetapi, Krishna dapat dikenal seperti itu atas karunia
penyembah murni yang tiada sebabnya dan tidak dengan cara yang lain.
2.30
dehī nityam avadhyo 'yaḿ
dehe sarvasya bhārata
tasmāt sarvāṇi bhūtāni
na tvaḿ śocitum arhasi
dehī—pemilik badan jasmani;
nityam—untuk selamanya;
avadhyaḥ—tidak
dapat dibunuh;
ayam—roh ini;
dehe—di dalam badan;
sarvasya—milik
semua orang;
Bhārata—o putera keluarga
Bhārata ;
tasmāt—karena
itu;
sarvāni—semua;
bhūtāni—makhluk-makhluk hidup (yang
dilahirkan);
na—tidak pernah;
tvām—engkau;
śocitum—bersedih
hati;
arhasi—pantas.
Terjemahan
O putera keluarga Bhārata, dia yang tinggal dalam
badan tidak pernah dapat dibunuh. Karena itu, engkau tidak perlu bersedih hati
untuk makhluk manapun.
Penjelasan
Krishna sekarang menyelesaikan bab pelajaran ini
tentang sang roh yang tidak dapat diubah. Dalam menguraikan sang roh yang tidak
pernah mati dengan berbagai cara, Sri Krishna membuktikan bahwa sang roh tidak
pernah mati dan badan bersifat sementara. Karena itu, Arjuna sebagai seorang
ksatriya seharusnya jangan meninggalkan tugas kewajibannya karena takut bahwa
kakek dan gurunya—Bhīṣma dan Drona—akan mati dalam perang. Berdasarkan
kekuasaan Sri Krishna, seseorang harus percaya bahwa ada sang roh selain
daripada badan jasmani, bukan bahwa sang roh tidak ada, atau bahwa
gejala-gejala hidup berkembang pada tahap tertentu dalam keadaan matang secara
material akibat interaksi antara zat-zat kimia. Walaupun sang roh tidak pernah
mati, kekerasan tidak dianjurkan, tetapi pada waktu yang sama, perang tidak
dilarang kalau perang sungguh-sungguh diperlukan. Keperluan itu harus
dibenarkan menurut apa yang direstui oleh Tuhan, bukan secara sembarangan.
2.31
sva-dharmam api cāvekṣya
na vikampitum arhasi
dharmyād dhi yuddhāc chreyo
'nyat
kṣatriyasya na vidyāte
sva-dharmam—prinsip-prinsip dharma itu sendiri;
api—juga;
ca—memang;
avekṣyā—mengingat;
na—tidak pernah;
vikampitum—ragu-ragu;
arhasi—patut bagi engkau;
dharmyāt—demi prinsip-prinsip dharma;
hi—memang;
yuddhāt—daripada bertempur;
śreyaḥ—kesibukan yang lebih baik;
anyat—sesuatu
yang lain;
kṣatriyasya—milik seorang ksatriya;
na—tidak;
vidyāte—ada.
Terjemahan
Mengingat tugas kewajibanmu yang khusus sebagai seorang ksatriya, hendaknya
engkau mengetahui bahwa tiada kesibukan yang lebih baik untukmu daripada
bertempur berdasarkan prinsip-prinsip dharma; karena itu, engkau tidak perlu
ragu-ragu.
Penjelasan
Di antara empat golongan administrasi di
masyarakat, demi baiknya soal administrasi ada golongan kedua yang disebut
ksatriya. Ksat berarti menyakiti. Orang yang memberikan perlindungan terhadap
hal-hal yang menyakitkan disebut ksatriya (trāyate—memberikan perlindungan).
Para ksatriya dilatih untuk membunuh di hutan. Seorang ksatriya dengan
pedangnya pergi ke hutan dan bertarung melawan seekor harimau satu lawan satu.
Setelah harimau terbunuh, ia diberikan upacara pembakaran mayat sesuai dengan
adat kerajaan . Sistem tersebut diikuti sampai sekarang oleh para rājā
ksatriya di negara bagian Jaipur. Para ksatriya dilatih secara khusus
untuk menyerang dan membunuh dengan kekerasan berdasarkan prinsip-prinsip
dharma, kadang-kadang merupakan unsur yang diperlukan. Karena itu, para
ksatriya tidak pernah dimaksudkan untuk langsung memasuki tingkat sannyāsa,
atau tingkat melepaskan ikatan. Tanpa kekerasan di bidang politik barangkali
menjadi siasat diplomatik, tetapi hal itu tidak pernah menjadi unsur pokok atau
prinsip. Di dalam undang-undang hukum dharma dinyatakan:
āhaveṣu mitho 'nyonyaḿ
jighāḿsanto mahī-kṣitaḥ
yuddhamānāḥ paraḿ śaktyā
svargaḿ yānty aparāń-mukhāḥ
yajñeṣu paśavo brahman
hanyante satataḿ dvijaiḥ
saḿskṛtāḥ kila mantraiś ca
te 'pi svargam avāpnuvan
Di medan perang, seorang raja atau ksatriya,
sambil bertempur melawan raja lain yang iri hati kepadanya, memenuhi
syarat untuk mencapai planet-planet surga sesudah meninggal, seperti halnya
para brahmaṇā juga mencapai planet-planet surga dengan mengorbankan binatang
di dalam api korban suci." Karena itu, membunuh di medan perang
berdasarkan prinsip dharma dan membunuh binatang di dalam api korban sama
sekali tidak dianggap perbuatan kekerasan, sebab semua orang diuntungkan oleh
prinsip-prinsip dharma sehubungan dengan hal-hal ini. Binatang yang dikorbankan
mendapat kesempatan untuk segera dilahirkan sebagai manusia tanpa menjalani
proses evolusi tahap demi tahap dari bentuk satu ke bentuk lain, dan para
ksatriya yang terbunuh di medan perang juga mencapai planet-planet surga,
seperti para brahmaṇā yang mencapai planet-planet surga dengan cara
menghaturkan korban suci.
Ada dua jenis svadharma, atau
tugas-tugas khusus. Selama seseorang belum mencapai pembebasan, ia harus
melakukan tugas-tugas sehubungan dengan badan khusus yang dimilikinya, menurut
prinsip-prinsip dharma, untuk mencapai pembebasan. Apabila seseorang sudah
mencapai pembebasan, maka svadharmanya—atau tugas kewajiban khusus—menjadi
rohani dan tidak berada dalam paham jasmani yang bersifat material. Dalam paham
hidup jasmani ada tugas-tugas khusus masing-masing bagi brahmaṇā dan ksatriya,
dan tugas-tugas seperti itu tidak dapat dihindari. Svadharma ditetapkan oleh
Tuhan, dan hal ini akan dijelaskan di dalam Bab Empat. Pada tingkat jasmani,
svadharma disebut varnasrama-dharma, atau langkah-langkah manusia untuk
mencapai pengertian rohani. Peradaban manusia mulai dari tahap
varnasramadharma, atau tugas-tugas khusus menurut sifat-sifat alam tertentu
pada badan yang sudah diperoleh. Melaksanakan tugas kewajiban khusus di bidang
perbuatan manapun menurut perintah-perintah penguasa-penguasa yang lebih tinggi
memungkinkan seseorang naik tingkat sampai tingkatan hidup yang lebih tinggi.
2.32
yadṛcchayā copapannaḿ
svarga-dvāram apāvṛtam
sukhīnaḥ kṣatriyāḥ pārtha
labhante yuddham īdṛśam
yadṛcchayā—dengan sendirinya;
ca—juga;
upapannam—dicapai;
svarga—dari planet-planet surga;
dvāram—pintu;
apāvṛtam—terbuka
lebar;
sukhīnaḥ—bahagia sekali;
kṣatriyāḥ—para anggota
golongan raja ;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
labhante—mencapai;
yuddham—perang;
īdṛśam—seperti ini.
Terjemahan
Wahai Pārtha, berbahagialah para ksatriya yang
mendapatkan kesempatan untuk bertempur seperti itu tanpa mencarinya—kesempatan
yang membuka pintu gerbang planet-planet surga bagi mereka.
Penjelasan
Sebagai guru yang paling utama bagi dunia, Sri
Krishna menyalahkan sikap Arjuna, yang telah berkata, Saya tidak menemukan
kebaikan apapun dalam pertempuran ini. Itu akan mengakibatkan kita tinggal di
neraka untuk selamanya." Pernyataan seperti itu dari Arjuna disebabkan
oleh kebodohan belaka. Arjuna ingin tidak melakukan kekerasan dalam pelaksanaan
tugas kewajibannya yang khusus. Bagi seorang ksatriya, berada di medan perang
dan tidak mau melakukan kekerasan adalah filsafat orang bodoh. Di dalam
Parasarasmrti, atau rumus-rumus dharma hasil karya Parasara, resi yang mulia,
ayah Vyasadeva, dinyatakan:
kṣatriyo hi prajā rakṣan
śastra-pāṇiḥ pradaṇḍayan
nirjitya para-sainyādi
kṣitiḿ dharmeṇa pālayet
Kewajiban seorang ksatriya ialah melindungi para
warga negara terhadap segala jenis kesulitan. Karena alasan itulah, ia harus
menggunakan kekerasan dalam kasus-kasus yang tepat demi keadilan dan
ketertiban. Karena itu, ia harus mengalahkan tentara raja-raja yang iri hati,
dan dengan demikian, berdasarkan prinsip-prinsip dharma, ia harus berkuasa di
dunia." Menimbang segala aspek, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk tidak
bertempur. Kalau Arjuna mengalahkan musuhnya, dia akan menikmati kerajaan;
kalaupun dia gugur dalam perang, dia akan naik tingkat sampai planet-planet
surga, dan pintu-pintu gerbang surga sudah terbuka lebar baginya. Pertempuran
akan menguntungkan Arjuna dalam kedua keadaan tersebut.
2.33
atha cet tvām imaḿ dharmyaḿ
sańgrāmaḿ na kariṣyasi
tataḥ sva-dharmaḿ kīrtiḿ
ca
hitvā pāpam avāpsyasi
atha—karena itu;
cet—kalau;
tvām—engkau;
imām—ini;
dharmyam—sebagai kewajiban dharma;
sańgrāmām—pertempuran;
na—tidak;
kariṣyasi—melakukan;
tataḥ—kemudian;
sva-dharmam—tugas
kewajiban dharmamu;
kīrtim—kemasyhuran;
ca—juga;
hitvā—kehilangan;
pāpam—reaksi dosa;
avāpsyasi—akan memperoleh.
Terjemahan
Akan tetapi, apabila engkau tidak melaksanakan
kewajiban dharmamu, yaitu bertempur, engkau pasti menerima dosa akibat
melalaikan kewajibanmu, dan dengan demikian kemashyuranmu sebagai kesatria akan
hilang.
Penjelasan
Arjuna adalah kesatria yang termashyur, dan dia
menjadi termashyur dengan cara bertarung melawan banyak dewa yang mulia,
termasuk pula Dewa Siva. Sesudah bertarung dan mengalahkan Dewa Siva yang
menyamar sebagai pemburu, Arjuna memuaskan hati Dewa Siva, lalu Dewa Siva
menganugerahkan senjata bernama pasupataastra kepadanya. Semua orang tahu bahwa
Arjuna adalah kesatria yang hebat. Dronacarya pun memberikan berkat-berkat pada
Arjuna dengan menganugerahkan senjata khusus yang memungkinkan dapat membunuh
gurunya sendiri. Arjuna telah diberikan begitu banyak penghargaan militer dari
banyak penguasa, termasuk pula dari ayah angkatnya, Indra, rājā surga.
Tetapi kalau Arjuna meninggalkan medan perang, bukan hanya tugas kewajibannya
yang khusus sebagai ksatriya yang dilalaikannya, tapi dia kehilangan segala
kemashyuran dan nama yang baik, dan dengan demikian mempersiapkan diri untuk
menempuh jalan menuju neraka. Dengan kata lain, dia akan masuk neraka bukan
dengan cara bertempur, melainkan dengan cara mengundurkan diri dari perang.
2.34
akīrtiḿ cāpi bhūtāni
kathayiṣyanti te 'vyayām
sambhāvitasya cākīrtir
maraṇād atiricyate
akīrtim—nama yang buruk;
ca—juga;
api—terutama;
bhūtāni—semua
orang;
kathayiṣyānti—akan membicarakan;
te—engkau;
avyayām—untuk
selamanya;
sambhāvitasya—bagi orang yang terhormat;
ca—juga;
akīrtiḥ—nama
yang buruk;
maraṇāt—daripada kematian;
atiricyate—menjadi lebih
daripada.
Terjemahan
Orang akan selalu membicarakan engkau sebagai
orang yang hina, dan bagi orang yang terhormat, penghinaan lebih buruk daripada
kematian.
Penjelasan
Baik sebagai kawan maupun sebagai filosof bagi
Arjuna, Sri Krishna sekarang memberikan keputusan-Nya yang terakhir mengenai
kebijaksanaan Arjuna untuk tidak bertempur. Krishna bersabda, Arjuna, kalau
engkau meninggalkan medan perang sebelum perang dimulai, orang akan menjuluki
engkau sebagai pengecut. Kalau engkau menganggap bahwa meskipun orang akan
menjuluki engkau dengan nama-nama yang buruk, sementara engkau dapat
menyelamatkan nyawamu dengan lari dari medan perang, maka nasehat-Ku adalah
engkau lebih baik gugur di medan perang. Bagi orang yang terhormat seperti
engkau, nama buruk lebih jelek daripada kematian. Karena itu, sebaiknya engkau
jangan lari karena takut kehilangan nyawa, lebih baik gugur dalam medan perang.
Itu akan menyelamatkan engkau dari nama yang buruk akibat menyalahgunakan
persahabatan dengan-Ku dan kehilangan kemashyuranmu dalam masyarakat."
Jadi, keputusan Krishna yang terakhir
adalah Arjuna gugur saja dalam perang daripada mengundurkan diri.
2.35
bhayād raṇād uparataḿ
maḿsyante tvāḿ mahā-rathāḥ
yeṣāḿ ca tvaḿ bahu-mato
bhūtvā yāsyasi lāghavam
bhayāt—karena takut;
raṇāt—dari medan perang;
uparatam—dihentikan;
maḿsyante—mereka akan menganggap;
tvām—engkau;
mahā-rathaḥ—jendral-jendral
yang besar;
yeṣām—untuk mereka;
ca—juga;
tvām—engkau;
bahu-mataḥ—dijunjung
tinggi;
bhūtvā—sesudah menjadi;
yāsyasi—engkau akan pergi;
lāghavam—nilai
berkurang.
Terjemahan
Jendral-jendral besar yang sangat menghargai nama dan kemashyuranmu akan
menganggap engkau meninggalkan medan perang karena rasa takut saja, dan dengan
demikian mereka akan meremehkan engkau.
Penjelasan
Sri Krishna melanjutkan keputusan-Nya kepada
Arjuna: Jangan berpikir bahwa jendral-jendral yang besar seperti Duryodhana,
Karṇa, dan rekan-rekan lain akan berpikir bahwa engkau telah meninggalkan
medan perang karena kasih sayang terhadap saudara-saudara dan kakekmu. Mereka
akan berpikir bahwa engkau telah meninggalkan medan perang karena takut
kehilangan nyawamu. Dengan demikian, penghargaan mereka yang tinggi terhadap
kepribadianmu akan hancur."
2.36
avācya-vādāḿś ca bahūn
vadiṣyanti tavāhitāḥ
nindantas tava sāmarthyaḿ
tato duḥkhataraḿ nu kim
avācyā—kurang baik;
vādān—kata-kata yang dibuat;
ca—juga;
bahūn—banyak;
vadiṣyanti—akan berkata;
tavā—milik engkau;
ahitāḥ—musuh-musuh;
nindantaḥ—sambil mengejek;
tavā—milik
engkau;
sāmarthyam—kesanggupan;
tataḥ—daripada itu;
duḥkha-taram—lebih
menyakiti hati;
nu—tentu saja;
kim—ada apa.
Terjemahan
Musuh-musuhmu akan menjuluki engkau dengan banyak
kata yang tidak baik dan mengejek kesanggupanmu. Apa yang dapat lebih menyakiti
hatimu daripada itu?
Penjelasan
Pada awalnya Sri Krishna heran melihat permohonan
kasih sayang Arjuna yang tidak pantas, dan Krishna menguraikan kasih sayang
Arjuna sebagai sesuatu yang cocok bagi orang yang bukan golongan Arya.
Sekarang, dengan banyak kata, Krishna sudah membuktikan pernyataannya yang
tidak menyetujui apa yang hanya namanya saja kasih sayang Arjuna.
2.37
hato vā prāpsyasi svargaḿ
jitvā vā bhokṣyase mahīm
tasmād uttiṣṭha kaunteya
yuddhāya kṛta-niścayaḥ
hataḥ—dengan dibunuh;
vā—atau;
prāpsyasi—engkau
mencapai;
svargam—kerajaan surga;
jitvā—dengan mengalahkan;
vā—atau;
bhokṣyase—engkau menikmati;
mahīm—dunia;
tasmāt—karena
itu;
uttiṣṭha—bangunlah;
kaunteyā—wahai putera
Kuntī;
yuddhāya—untuk
bertempur;
kṛta—bertabah hati;
niścayaḥ—didalam kepastian.
Terjemahan
Wahai putera Kuntī, engkau akan terbunuh di medan
perang dan mencapai planet-planet surga atau engkau akan menang dan menikmati
kerajaan di dunia. Karena itu, bangunlah dan bertempur dengan ketabahan hati.
Penjelasan
Walaupun tidak pasti pihak Arjuna akan jaya,
namun Arjuna harus bertempur juga; kalaupun dia terbunuh di sana, dia dapat
diangkat sampai di planet-planet surga.
2.38
sukha-duḥkhe same kṛtvā
lābhālābhau jayājayau
tato yuddhāya yujyasva
naivaḿ pāpam avāpsyasi
sukha—suka;
duḥkhe—dan duka;
same—dengan sikap yang
sama;
kṛtvā—dengan melakukan demikian;
lābha-alābhau—dalam
untung maupun rugi;
jaya-ajayau—baik menang maupun kalah;
tataḥ—sesudah
itu;
yuddhāya—demi pertempuran;
yujyasva—menjadi sibuk
(bertempur);
na—tidak pernah;
evam—dengan demikian;
pāpam—reaksi
dosa;
avāpsyasi—engkau mendapatkan.
Terjemahan
Bertempurlah demi pertempuran saja, tanpa
mempertimbangkan suka atau duka, rugi atau laba, menang atau kalaḥ—dengan
demikian, engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa.
Penjelasan
Sekarang Sri Krishna mengatakan secara langsung
bahwa Arjuna harus bertempur demi pertempuran saja, karena Krishna menginginkan
supaya perang itu terjadi. Tidak ada pertimbangan suka atau duka, untung atau
rugi, menang atau kalah dalam kegiatan kesadaran Krishna. Melakukan segala
sesuatu demi kepentingan Krishna adalah kesadaran rohani. Karena itu, tidak ada
reaksi dari kegiatan material. Orang yang bertindak demi kepuasan indera-indera
pribadinya, dalam kebaikan atau dalam nafsu, dipengaruhi oleh reaksi baik
maupun buruk. Tetapi orang yang sudah menyerahkan diri sepenuhnya dalam
kegiatan kesadaran Krishna tidak mempunyai kewajiban terhadap seseorang, dan
juga tidak berutang kepada seseorang, seperti halnya orang dalam jalan kegiatan
biasa. Dalam Srimad-Bhagavatam dinyatakan:
devarsibhutaptan‚nam pitṝṇām
devarṣi-bhūtāpta-nṛṇāḿ pitṝṇāḿ
na kińkaro nāyam ṛṇī ca rājan
sarvātmanā yaḥ śaraṇaḿ śaraṇyaḿ
gato mukundaḿ parihṛtya kartam
Orang yang sudah menyerahkan diri kepada Krishna,
Mukunda, dengan menyerahkan tugas kawajiban lainnya, tidak berutang lagi, dan
dia juga tidak mempunyai kewajiban terhadap seseorang—baik kepada dewa,
terhadap resi-resi, rakyat umum, sanak saudara, manusia maupun leluhur"
(Bhag.11.5.41). Itulah isyarat yang diberikan oleh Krishna secara tidak
langsung kepada Arjuna dalam ayat ini, dan hal itu akan diterangkan dengan
lebih jelas dalam ayat-ayat berikutnya.
2.39
eṣā te 'bhihitā sāńkhye
buddhir yoge tv imāḿ śṛṇu
buddhyā yukto yayā pārtha
karma-bandhaḿ prahāsyasi
eṣā—semua ini;
te—kepada engkau;
abhihitā—diuraikan;
sańkhye—dengan
mempelajari secara analisis;
buddhiḥ—kecerdasan;
yoge—dalam
pekerjaan tanpa mengharapkan hasil atau pahala;
tu—tetapi;
imām—ini;
śṛṇu—hanya dengarlah;
buddhya—dengan kecerdasan;
yuktaḥ—digabungkan;
yayā—oleh itu;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
karma-bandham—ikatan
reaksi;
prahāsyasi—engkau dapat dibebaskan dari.
Terjemahan
Sampai sekarang, Aku sudah menguraikan tentang
pengetahuan ini kepadamu melalui pelajaran analisis. Sekarang, dengarlah penjelasan-Ku
tentang hal ini menurut cara bekerja tanpa mengharapkan hasil atau pahala.
Wahai putera Pṛthā, bila engkau bertindak dengan pengetahuan seperti itu
engkau dapat membebaskan diri dari ikatan pekerjaan.
Penjelasan
Menurut Nirukti, atau kamus Veda, sankhya
berarti sesuatu yang menguraikan hal-hal secara panjang lebar dan
terperinci, dan sankhya menunjukkan filsafat yang menguraikan sifat
sejati sang roh. Yoga menyangkut pengendalian indera-indera. Usul dari Arjuna
adalah untuk tidak bertempur berdasarkan kepuasan indera-indera. Arjuna
melupakan kewajiban utamanya, dan dia ingin berhenti bertempur karena dia
berpikir bahwa dengan tidak membunuh sanak saudara dan anggota keluarganya dia
akan lebih berbahagia daripada menikmati kerajaan sesudah mengalahkan
misan-misan dan saudara-saudaranya, yaitu para putera Dhṛtarāṣṭra. Dalam
kedua keadaan tersebut, prinsip-prinsip pokok adalah demi kepuasan
indera-indera. Kebahagiaan yang diperoleh dari mengalahkan mereka dan
kebahagiaan yang diperoleh dengan melihat sanak saudara masih hidup
kedua-duanya berdasarkan kepuasan indera-indera pribadi, walaupun pengetahuan
dan kewajiban dikorbankan untuk itu. Karena itu, Krishna ingin menjelaskan
kepada Arjuna bahwa dengan membunuh badan kakeknya, dia tidak membunuh sang roh
yang sejati, dan Krishna menjelaskan bahwa semua kepribadian, termasuk Krishna
Sendiri, adalah individu-individu yang kekal; mereka individu pada masa lampau,
mereka individu saat ini, dan mereka akan tetap individu pada masa yang akan
datang, sebab kita semua roh-roh yang individu untuk selamanya. Kita hanya
mengganti pakaian jasmani kita dengan pelbagai cara, tetapi sesungguhnya kita
tetap memiliki individualitas bahkan sesudah pembebasan dari ikatan pakaian
jasmani sekalipun. Mempelajari sang roh dan badan secara analisis telah
dijelaskan secara panjang lebar oleh Sri Krishna. Uraian pengetahuan tersebut
tentang sang roh dan badan dilihat dari aneka macam sudut pandangan sudah
diuraikan di sini sebagai sankhya, menurut arti dari kamus Nirukti. Sāńkhya
tersebut tidak ada hubungannya dengan filsafat sankhya yang diajarkan
oleh orang yang bernama Kapila yang tidak percaya kepada Tuhan. Jauh sebelum
sankhya yang diajarkan oleh penipu yang bernama Kapila itu, filsafat
sankhya sudah diajarkan dalam Srimad-Bhagavatam oleh Sri Kapiladeva
yang sejati, penjelmaan Sri Krishna, yang telah menjelaskan filsafat tersebut
kepada ibunya yang bernama Devahuti. Sudah dijelaskan oleh Beliau bahwa purusa,
atau Tuhan Yang Maha Esa, aktif dan bahwa Beliau menciptakan dengan cara
memandang prakṛti. Kenyataan ini diakui dalam Veda dan Bhagavad-gita. Uraian
dalam Veda menunjukkan bahwa Tuhan memandang prakṛti, atau alam, dan
menyebabkan alam mengandung roh-roh individual yang sekecil atom. Semua
individu tersebut bekerja di dalam dunia material demi kepuasan indera-indera,
dan di bawah pesona material mereka berpikir untuk menikmati. Sikap mental
seperti itu ditarik sampai titik terakhir pembebasan apabila makhluk hidup
ingin bersatu dengan Tuhan. Inilah perangkap mayā yang terakhir, atau
khayalan kepuasan indera-indera, dan hanya sesudah dilahirkan berulangkali
dalam kepuasan indera-indera seperti itu roh yang mulia menyerahkan diri kepada
Vasudeva, Sri Krishna, dan dengan demikian memenuhi usaha mencari kebenaran
tertinggi. Arjuna sudah mengakui Krishna sebagai guru kerohaniannya dengan cara
menyerahkan diri kepada Krishna: sisyas te 'ham śādhi mam tvām prapannam.
Sebagai hasilnya, Krishna sekarang akan memberitahukan kepada Arjuna tentang
proses kerja dalam buddhi-yoga, atau karma-yoga atau dengan kata lain, latihan
bhakti hanya demi kepuasan indera-indera Tuhan. Buddhi-yoga tersebut
diterangkan lebih jelas di dalam Bab Sepuluh, ayat sepuluh, sebagai hubungan
langsung dengan Tuhan, yang bersemayam di dalam hati setiap orang sebagai
paramatma. Tetapi hubungan tersebut tidak terjadi tanpa bhakti. Karena itu,
orang yang mantap dalam pengabdian rohani dengan cinta kasih atau bhakti kepada
Tuhan, atau dengan kata lain, dalam kesadaran Krishna, mencapai tingkat Buddhi-yoga
atas karunia Tuhan yang istimewa. Karena itu, Krishna menyatakan bahwa hanya
orang yang selalu tekun dalam bhakti berdasarkan cinta kasih rohani dianugerahi
pengetahuan murni tentang bhakti dalam cinta kasih oleh Beliau. Dengan cara
demikian, seorang penyembah mudah mencapai kepada Beliau di kerajaan Tuhan yang
selalu penuh kebahagiaan.
Jadi, Buddhi-yoga yang disebut dalam
ayat ini adalah bhakti kepada Tuhan, dan kata sankhya yang disebut dalam
ayat ini tidak mempunyai hubungan dengan sankhya-yoga yang tidak percaya kepada
Tuhan yang diajarkan oleh penipu yang juga menamakan Diri-Nya Kapila. Karena
itu, hendaknya orang jangan salah paham dan menganggap bahwa sankhya-yoga yang
disebut di sini mempunyai hubungan dengan sankhya yang tidak percaya kepada
Tuhan. Filsafat tersebut juga tidak mempunyai pengaruh apapun selama masa itu;
dan Sri Krishna tentunya juga tidak akan peduli untuk menyebutkan angan-angan
filsafat yang tidak percaya kepada Tuhan seperti itu. Filsafat sankhya yang
sebenarnya diuraikan oleh Sri Kapiladeva dalam Srimad-Bhagavatam, tetapi
sankhya itupun tidak ada hubungan dengan apa yang sedang dibicarakan. Di
sini, sankhya berarti uraian analisis tentang badan dan sang roh. Sri
Krishna menguraikan secara analisis tentang sang roh hanya untuk membawa Arjuna
sampai tingkat buddhi-yoga atau bhakti-yoga. Karena itu, sankhya Sri
Krishna dan sankhya Sri Kapila, sebagaimana diuraikan dalam Bhagavatam, adalah
satu dan sama. Semuanya bhakti-yoga. Karena itu, Sri Krishna menyatakan bahwa
hanya golongan manusia yang kurang cerdas membedakan antara sankhya-yoga dengan
bhakti-yoga (sankhya yogau Pṛthāg balah pravādānti na paṇḍitāḥ).
Tentu saja, sankhya-yoga yang tidak
percaya kepada Tuhan tidak ada hubungan dengan bhakti-yoga, namun orang yang
kurang cerdas mengatakan bahwa sankhya-yoga yang tidak percaya kepada Tuhan
disebut dalam Bhagavad-gita.
Karena itu, hendaknya orang mengerti
bahwa buddhi-yoga berarti bekerja dalam kesadaran Krishna, atau bekerja dalam
bhakti dengan kebahagiaan dan pengetahuan sepenuhnya. Orang yang bekerja hanya
demi kepuasan Tuhan, biar bagaimanapun sulitnya pekerjaan tersebut, sedang
bekerja di bawah prinsip-prinsip buddhi-yoga dan merasakan Diri-Nya selalu
berada dalam kebahagiaan rohani. Dengan kesibukan rohani seperti itu, seseorang
mencapai segala pengertian rohani dengan sendirinya, atas berkat karunia Tuhan,
dan dengan demikian pembebasannya lengkap dengan sendirinya, tanpa usaha luar
biasa untuk memperoleh pengetahuan. Ada banyak perbedaan antara pekerjaan dalam
kesadaran Krishna dan pekerjaan demi hasil atau pahala, khususnya dalam hal
kepuasan indera-indera untuk mencapai hasil dalam hal kesenangan keluarga atau
kesenangan material. Karena itu, buddhi-yoga adalah sifat rohani pekerjaan yang
kita lakukan.
2.40
nehābhikrama-nāśo 'sti
pratyavāyo na vidyāte
sv-alpam apy asya dharmasya
trāyate mahato bhayāt
na—tidak ada;
iha—dalam yoga ini;
abhikrama—dalam
berusaha;
nāśaḥ—kerugian;
asti—ada;
pratyavāyaḥ—pengurangan;
na—tidak pernah;
vidyāte—ada;
su-alpam—sedikit;
api—walaupun;
asya—dari ini;
dharmasya—pencaharian;
trāyate—membebaskan;
mahatāḥ—dari yang besar sekali;
bhayāt—bahaya.
Terjemahan
Dalam usaha ini tidak ada kerugian ataupun
pengurangan, dan sedikitpun kemajuan dalam menempuh jalan ini dapat melindungi
seseorang terhadap rasa takut yang paling berbahaya.
Penjelasan
Kegiatan dalam kesadaran Krishna, atau bekerja
demi keuntungan Krishna tanpa mengharapkan kepuasan indera-indera, adalah sifat
rohani pekerjaan tertinggi. Kalau seseorang memulai kegiatan ini secara kecil
saja ia tidak akan menemukan alangan, dan permulaan yang kecil itu tidak
mungkin hilang pada suatu tahap. Pekerjaan mana pun yang dimulai pada tingkat
material harus diselesaikan, kalau tidak demikian, seluruh usaha akan gagal.
Tetapi pekerjaan apapun yang dimulai dalam kesadaran Krishna membawa efek yang
kekal, walaupun pekerjaan itu belum diselesaikan. Karena itu, pelaksanaan
pekerjaan seperti itu tidak mengalami kerugian, walaupun pekerjaannya dalam
kesadaran Krishna kurang lengkap. Satu persenpun yang dilakukan dalam kesadaran
Krishna membawa hasil yang kekal, sehingga awal berikutnya mulai dari tingkat
dua persen; sedangkan dalam kegiatan material, tanpa sukses seratus persen,
tidak ada keuntungan. Ajamila melaksanakan tugas kewajibannya dalam kesadaran
Krishna sampai beberapa persen, tetapi atas karunia Tuhan akhirnya hasil yang
dinikmatinya seratus persen. Dalam Srimad-Bhagavatam (1.5.17) ada ayat yang
baik sekali sehubungan dengan hal ini:
tyaktvā sva-dharmaḿ caraṇāmbujaḿ
harer
bhajann apakvo 'tha patet tato yadi
yatra kva vābhadram abhūd amuṣya kiḿ
ko vārtha āpto 'bhajatāḿ sva-dharmataḥ
Kalau seseorang meninggalkan tugas-tugas
kewajibannya dan bekerja dalam Kesadaran Krishna kemudian jatuh karena belum
menyelesaikan pekerjaannya, apa kerugiannya? Sedangkan apa keuntungan seseorang
kalau ia melakukan kegiatan materialnya secara sempurna?" Atau, sebagai
perbandingan dinyatakan dalam kitab Injil: Apakah keuntungan bagi seseorang
kalau ia memperoleh seluruh dunia, namun mengalami kerugian rohnya yang
kekal?"
Kegiatan material dan hasilnya berakhir
pada saat badan hancur. Tetapi pekerjaan dalam kesadaran Krishna membawa
seseorang sampai Kesadaran Krishna sekali lagi, bahkan setelah dia kehilangan
badannya. Sekurang-kurang nya seseorang pasti mendapat kesempatan untuk
dilahirkan lagi sebagai manusia dalam penjelmaan berikutnya, baik dalam
keluarga brahmaṇā yang mempunyai kebudayaan tinggi atau dalam keluarga
bangsawan kaya yang akan memberikan kesempatan kepadanya untuk maju lagi dalam
bhakti. Itu lah sifat istimewa pekerjaan yang dilakukan dalam kesadaran
Krishna.
2.41
vyavasāyātmikā buddhir
ekeha kuru-nandana
bahu-śākhā hy anantāś ca
buddhayo 'vyavasāyinām
vyavasāya-ātmikā—bertabah hati dalam Kesadaran Krishna;
buddhiḥ—kecerdasan;
ekā—hanya satu;
iha—di dunia ini;
kuru-nandana—wahai
putera kesayangan para Kuru;
bahu-śākhāḥ—mempunyai banyak cabang;
hi—pasti;
anantāḥ—tidak terhingga;
ca—juga;
buddhayaḥ—kecerdasan;
avyavasāyinām—tentang
mereka yang tidak sadar akan Krishna.
Terjemahan
Orang yang menempuh jalan ini bertabah hati
dengan mantap, dan tujuan mereka satu saja. Wahai putera kesayangan para Kuru,
kecerdasan orang yang tidak bertabah hati mempunyai banyak cabang.
Penjelasan
Keyakinan yang kuat bahwa dengan kesadaran
Krishna seseorang akan maju sampai pada tingkat kesempurnaan hidup tertinggi
disebut kecerdasan vyavasayatmika. Dalam Caitanya-caritamrta (Madhya 22.62)
dinyatakan:
'śraddhā'-śabde—viśvāsa kahe
sudṛḍha niścaya
kṛṣṇe bhakti kaile sarva-karma kṛta haya
Keyakinan berarti kepercayaan yang tidak pernah
menyimpang terhadap sesuatu yang mulia. Apabila seseorang sibuk dalam
tugas-tugas kesadaran Krishna, ia tidak perlu bertindak berhubungan dengan
dunia material. Kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala
adalah kesibukan reaksi yang dialami seseorang akibat perbuatan yang baik atau
perbuatan yang buruk yang dilakukan dahulu kala. Apabila seseorang sadar dalam
kesadaran Krishna, ia tidak perlu berusaha lagi untuk mendapatkan pahala yang
baik dalam kegiatannya. Apabila seseorang sudah mantap dalam kesadaran Krishna,
maka segala kegiatan akan berada pada tingkat mutlak, sebab kegiatan itu tidak
dipengaruhi lagi oleh hal-hal yang relatif, seperti baik dan buruk. Kesempurnaan
kesadaran Krishna tertinggi adalah ketidak-terikatan terhadap paham hidup
duniawi. Keadaan tersebut dicapai dengan sendirinya dalam kesadaran Krishna
yang maju terus. Ketabahan hati yang mantap di dalam hati orang yang sadar akan
Krishna berdasarkan pengetahuan. Vasudevah sarvam iti sa mahatma sudurlabhah
orang yang sadar akan Krishna adalah roh baik yang jarang ditemukan dan ia
mengetahui secara sempurna bahwa Vasudeva, atau Krishna, adalah sumber segala
sebab yang terwujud. Seperti halnya dengan menyiram air pada akar sebatang
pohon, air dengan sendirinya disalurkan kepada daun-daun dan cabang-cabang.
Begitu juga dengan bertindak dalam kesadaran Krishna, seseorang dapat
mengabdikan diri dengan cara tertinggi kepada semua orang—yaitu, kepada
Diri-Nya, keluarga, masyarakat, negara, manusia, dan lain-lain. Kalau Krishna
dipuaskan oleh kegiatan seseorang, maka semua orang akan puas.
Akan tetapi, pengabdian dalam
kesadaran Krishna paling baik bila dipraktekkan di bawah bimbingan seorang guru
kerohanian yang akhli sebagai utusan Krishna yang dapat dipercaya. Sang guru
kerohanian mengetahui sifat seorang murid dan dapat membimbing murid itu untuk
bertindak dalam kesadaran Krishna. Karena itu, untuk menguasai kesadaran
Krishna, seseorang harus bertindak dengan tegas dan mematuhi perintah-perintah
utusan Krishna.
Hendaknya orang menerima ajaran dari sang guru
kerohanian yang dapat dipercaya sebagai misinya dalam kehidupan. Srila
Visvanatha Cakravarti Thakura memberikan pelajaran kepada kita dalam doa-doa
pujiannya yang terkenal kepada sang guru kerohanian, sebagai berikut:
yasya prasādād bhagavat-prasādo
yasyāprasādān na gatiḥ kuto 'pi
dhyāyan stuvaḿs tasya yaśas tri-sandhyaḿ
vande guroḥ śrī-caraṇāravindam
Dengan memuaskan hati guru kerohanian,
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa puas. Kalau seseorang tidak memuaskan hati guru
kerohanian, maka tidak mungkin ia diangkat sampai tingkat kesadaran Krishna.
Karena itu, saya harus bersemadi dan berdoa mohon karunia guru kerohanian tiga
kali sehari, dan bersujud dengan hormat kepada beliau."
Akan tetapi, seluruh proses tersebut
bergantung pada pengetahuan sempurna mengenai sang roh di luar paham
badan—bukan secara teori saja, tetapi secara praktek, bila tidak ada kesempatan
lagi untuk kepuasan indera-indera terwujud dalam kegiatan yang membuahkan hasil
atau pahala. Orang yang pikirannya belum mantap dengan teguh disesatkan oleh
berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.
2.42-43
yām imāḿ puṣpitāḿ vācaḿ
pravādān ty avipaścitaḥ
veda-vāda-ratāḥ pārtha
nānyad astīti vādinaḥ
kāmātmānaḥ svarga-parā
janma-karma-phala-pradām
kriyā-viśeṣa-bahulāḿ
bhogaiśvarya-gatiḿ prati
yām imām—semua ini;
puṣpitām—seperti bunga;
vācam—kata-kata;
pravādānti—berkata;
avipaścitaḥ—orang yang kekurangan
pengetahuan;
veda-vāda-ratāḥ—orang-orang yang dianggap pengikut dari
Veda;
pārtha—wahai putera
Pṛthā;
na—tidak pernah;
anyat—sesuatu
yang lain;
asti—ada;
iti—demikian;
vādinaḥ—para
pendukung;
kāma-ātmānaḥ—menginginkan kepuasan dari indera-indera;
svarga-parāḥ—bertujuan
untuk mencapai planet-planet surga;
janma-karma-phala-pradām—mengakibatkan
kelahiran dalam keadaan yang baik dan reaksi-reaksi lain yang berupa hasil atau
pahala;
kriyā-viśeṣa—upacara-upacara yang bersifat ritual;
bahulām—berbagai;
bhoga—dalam kenikmatan indera-indera;
aiśvaryā—dan kekayaan;
gatim—kemajuan;
prati—menuju.
Terjemahan
Orang yang kekurangan pengetahuan sangat terikat
pada kata-kata kiasan dari Veda, yang menganjurkan berbagai kegiatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan pahala agar dapat naik tingkat sampai
planet-planet surga, kelahiran yang baik sebagai hasilnya, kekuatan, dan
sebagainya. Mereka menginginkan kepuasan indera-indera dan kehidupan yang
mewah, sehingga mereka mengatakan bahwa tiada sesuatupun yang lebih tinggi dari
ini, wahai putera Pṛthā.
Penjelasan
Rakyat umum tidak begitu cerdas, dan oleh karena
kebodohan, mereka paling terikat pada kegiatan yang dimaksudkan untuk
membuahkan hasil atau pahala yang dianjurkan dalam bagian-bagian karma-kanda
dari Veda. Mereka tidak menginginkan sesuatupun selain usul-usul kepuasan
indera-indera untuk menikmati hidup di surga, tempat anggur dan wanita tersedia
dan kekayaan material terdapat di mana-mana. Dalam Veda, banyak korban suci
dianjurkan untuk naik tingkat sampai ke planet-planet surga, khususnya
korban-korban jyotistoma. Sebenarnya, dinyatakan bahwa siapapun yang ingin naik
tingkat sampai ke planet-planet surga harus melakukan korban-korban suci
tersebut, dan orang yang kurang berpengetahuan menganggap inilah seluruh maksud
pengetahuan Veda. Sulit sekali bagi orang yang kurang berpengalaman seperti itu
mantap dalam perbuatan dalam kesadaran Krishna yang bertabah hati. Seperti
halnya orang bodoh tertarik pada bunga-bunga dari pohon-pohon yang beracun
tanpa mengetahui akibat rasa tertarik seperti itu, begitu pula, orang yang
belum dibebaskan dari kebodohan tertarik pada kekayaan di surga dan kenikmatan
indera-indera dari kekayaan itu.
Dalam bagian karma-kanda dari Veda,
dinyatakan, apama somam amrta abhuma dan aksayyam ha vai caturmasya-yajinah
sukutam bhavati. Dengan kata lain, orang yang melakukan pertapaan selama empat
bulan memenuhi syarat untuk meminum minuman somarasa untuk dibebaskan dari
kematian dan berbahagia untuk selamanya. Di bumi inipun beberapa orang ingin
sekali mendapat somarasa supaya Diri-Nya kuat dan sehat untuk menikmati
kepuasan indera-indera. Orang seperti itu tidak percaya pada pembebasan dari
ikatan material, dan mereka terikat sekali terhadap upacara-upacara ritual korban-korban
suci Veda. Pada umumnya, mereka sangat terikat pada indera-indera, dan mereka
tidak menginginkan sesuatu selain kenikmatan hidup seperti di surga. Dimengerti
bahwa ada taman-taman yang bernama Nandanakanānā. Di tempat-tempat tersebut ada
kesempatan yang baik untuk bergaul dengan wanita-wanita yang cantik seperti
bidadari dan mendapat persediaan anggur somarasa yang berlimpah-limpah.
Kesenangan jasmani seperti itu tentu saja nikmat bagi indera-indera; karena
itu, ada orang yang hanya terikat pada kesenangan material yang bersifat
sementara seperti itu, sebagai penguasa-penguasa dunia material.
2.44
bhogaiśvarya-prasaktānāḿ
tayāpahṛta-cetasām
vyavasāyātmikā buddhiḥ
samādhau na vidhīyate
bhoga—kepada kenikmatan material;
aiśvarya—dan kekayaan;
prasaktānām—untuk
orang yang terikat;
tayā—oleh hal-hal seperti itu;
apahṛta-cetasām—bingung
dalam pikiran;
vyavasāya-ātmikā—mantap dalam ketabahan hati;
buddhiḥ—bhakti
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
samādhau—dalam pikiran yang terkendali;
na—tidak
pernah;
vidhīyate—tidak terjadi.
Terjemahan
Ketabahan hati yang mantap untuk berbhakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah timbul di dalam pikiran orang yang terlalu
terikat pada kenikmatan indera-indera dan kekayaan material.
Penjelasan
Samadhi berarti pikiran yang mantap." Dalam
kamus Veda yang berjudul Nirukti, dinyatakan, samyag adhiyate 'sminn
atma-tattva yathatmyam: Apabila pikiran sudah mantap untuk mengerti sang roh,
maka dikatakan bahwa pikiran berada dalam samadhi." Samadhi tidak pernah
di mungkinkan bagi orang yang tertarik pada kenikmatan indera-indera material,
ataupun bagi mereka yang dibingungkan oleh hal-hal yang bersifat sementara
seperti itu. Mereka kurang lebih dikutuk oleh proses tenaga material.
2.45
trai-guṇya-viṣayā vedā
nistrai-guṇyo bhavārjuna
nirdvandvo nitya-sattva-stho
niryoga-kṣema ātmavān
trai-guṇya—menyangkut tiga sifat alam material;
viṣayāḥ—tentang
mata pelajaran;
vedāḥ—kesusasteraan Veda;
nistrai-guṇyah—melampaui
tiga sifat alam material;
bhava—menjadi;
Arjuna—wahai
Arjuna;
nirdvandvaḥ—tanpa hal-hal yang relatif;
nitya-sattva-sthaḥ—dalam
keadaan kehidupan rohani yang murni;
niryoga-kṣemaḥ—bebas dari ide-ide
untuk memperoleh keuntungan dan perlindungan;
ātma-vān—mantap dalam sang
diri.
Terjemahan
Veda sebagian besar menyangkut tiga sifat alam.
Wahai Arjuna, lampauilah tiga sifat alam itu. Bebaskanlah dirimu dari segala
hal yang relatif dan segala kecemasan untuk keuntungan dan keselamatan dan
jadilah mantap dalam sang diri.
Penjelasan
Segala kegiatan material menyangkut perbuatan dan
reaksi dalam tiga sifat alam material. Kegiatan material tersebut dimaksudkan
untuk membuahkan hasil atau pahala, yang mengakibatkan ikatan di dunia
material. Veda memberikan ajaran yang sebagian besar menyangkut kegiatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala guna mengangkat rakyat umum dari
lapangan kepuasan indera-indera secara berangsur-angsur sampai pada kedudukan
tingkat rohani. Arjuna, sebagai siswa dan kawan Sri Krishna, dinasehati agar
dia mengangkat Diri-Nya sampai pada kedudukan rohani filsafat Vedanta. Pada
kedudukan rohani Veda tersebut, pada tahap awal, ada brahmajijnasa, atau
pertanyaan tentang kerohanian yang paling utama. Semua makhluk hidup yang
berada di dunia material berjuang dengan keras sekali untuk hidup. Sesudah
Tuhan menciptakan dunia material, Beliau memberikan pengetahuan Veda yang
menganjurkan bagaimana cara hidup supaya dibebaskan dari ikatan material.
Apabila kegiatan demi kepuasan indera-indera, yaitu bab karma-kanda, selesai
ditekuni, maka kesempatan untuk keinsafan rohani ditawarkan dalam bentuk
Upanisad-upanisad, yang merupakan bagian dari berbagai Veda yang lain, seperti
halnya Bhagavad-gita merupakan bagian dari Veda kelima, yaitu Mahabhārata.
Upanisad-upanisad merupakan titik awal kehidupan rohani.
Selama badan jasmani masih ada, ada
perbuatan-perbuatan dan reaksi reaksi dalam sifat material. Seseorang harus
mempelajari toleransi di hadapan hal-hal relatif seperti suka dan dukacita,
dingin dan panas. Kalau seseorang tahan terhadap hal-hal yang relatif seperti
itu, ia dapat dibebaskan dari kecemasan mengenai untung dan rugi. Kedudukan
rohani tersebut dicapai di dalam kesadaran Krishna sepenuhnya bila seseorang
sudah bergantung sepenuhnya pada keinginan Krishna.
2.46
yāvān artha udapāne
sarvataḥ samplutodake
tāvān sarveṣu vedeṣu
brāhmaṇasya vijānataḥ
yāvān— semua itu;
arthaḥ—dimaksudkan;
uda-pāne—di
dalam kolam air;
sarvataḥ—dalam segala hal;
sampluta-udake—di
dalam kolam air yang besar;
tāvān—seperti itu;
sarveṣu—dalam
semua;
vedeṣu—kesusasteraan Veda;
brāhmaṇasya—dari orang yang
mengenal Brahman Yang Paling Utama;
vijānataḥ—orang yang memiliki
pengetahuan yang lengkap.
Terjemahan
Segala tujuan yang dipenuhi oleh sumur kecil
dapat segera dipenuhi oleh sumber air yang besar. Begitu pula, segala tujuan
Veda dapat segera dipenuhi bagi orang yang mengetahui maksud dasar Veda itu.
Penjelasan
Ritual-ritual dan korban-korban suci yang disebut
dalam bagian karma-kanda kesusasteraan Veda dimaksudkan untuk menganjurkan
perkembangan keinsafan diri tahap demi tahap. Maksud keinsafan diri dinyatakan
dengan jelas dalam bab kelima belas Bhagavad-gita (15.15): maksud mempelajari
Veda adalah untuk mengenal Sri Krishna, sebab abadi segala sesuatu. Jadi, keinsafan
diri berarti mengerti tentang Krishna dan hubungan kita yang kekal dengan
Krishna. Hubungan antara para makhluk hidup dengan Krishna juga disebut dalam
bab kelima belas Bhagavad-gita (15.7). Para makhluk hidup adalah bagian-bagian
dari Krishna yang mempunyai sifat yang sama seperti Krishna; karena itu,
menghidupkan kembali kesadaran Krishna dalam hati makhluk hidup yang individual
adalah tahap kesempurnaan tertinggi pengetahuan Veda. Kenyataan ini dibenarkan
dalam Srimad-Bhagavatam (3.33.7) sebagai berikut:
aho bata śva-paco 'to garīyān
yaj-jihvāgre vartate nāma tubhyam
tepus tapas te juhuvuḥ sasnur āryā
brahmānūcur nāma gṛṇanti ye te
O Tuhan, walaupun orang yang sedang memuji nama
suci Anda, dilahirkan dalam keluarga yang rendah seperti keluarga candala
(orang yang suka makan daging anjing), ia berada pada tingkat keinsafan diri
tertinggi. Orang seperti itu pasti sudah melakukan segala jenis pertapaan dan
korban-korban suci menurut ritual-ritual Veda dan sudah mempelajari
kesusasteraan Veda berulangkali sesudah mandi di semua tempat perziarahan yang
suci. Orang seperti itu dianggap yang paling baik di antara keluarga
Arya."
Jadi, seseorang harus cukup cerdas
untuk mengerti maksud Veda, tanpa terikat hanya kepada ritual-ritual saja, dan
dia seharusnya tidak ingin diangkat sampai ke kerajaan kerajaan surga untuk
sifat kepuasan indera-indera yang lebih baik. Manusia biasa pada jaman ini
tidak mungkin mengikuti segala aturan dan peraturan ritual-ritual Veda, dan
juga tidak mungkin mempelajari seluruh Vedanta dan Upanisad-upanisad secara
mendalam. Kegiatan seperti itu memerlukan banyak waktu, tenaga, pengetahuan dan
dana untuk melaksanakan maksud-maksud Veda. Ini hampir tidak mungkin dilakukan
orang pada jaman ini. Akan tetapi, maksud terbaik kebudayaan Veda dipenuhi
dengan cara memuji nama suci Tuhan, sebagaimana dianjurkan oleh Sri
Caitanya, juru selamat semua roh yang sudah jatuh. Sri Caitanya
ditanya oleh seorang sarjana Veda yang hebat bernama Prakasananda Sarasvati
mengapa Beliau, Tuhan, sedang memuji nama suci Tuhan seperti orang yang
berperasaan dangkal tetapi tidak mempelajari filsafat Vedanta. Pada waktu itu,
Sri Caitanya menjawab bahwa guru kerohanian-Nya telah menganggap Beliau
orang yang bodoh sekali; karena itu, guru kerohanian-Nya meminta agar Beliau
memuji nama suci Sri Krishna. Sri Caitanya melakukan perintah guru-Nya,
dan Beliau mengalami kebahagiaan rohani sehingga kelihatannya Beliau seperti
orang gila. Pada jaman Kali ini, kebanyakan orang bodoh dan belum terdidik
secukupnya untuk mengerti filsafat Vedanta; maksud terbaik filsafat Vedanta
dipenuhi dengan memuji nama suci Tuhan tanpa melakukan kesalahan. Vedanta
adalah kata terakhir kebijaksanaan Veda; Sri Krishna-lah yang mengarang dan
mengetahui filsafat Vedanta; dan ahli Vedanta tertinggi ialah roh yang mulia
yang bersenang hati dalam memuji nama suci Tuhan. Itulah tujuan tertinggi
segala kebatinan Veda.
2.47
karmaṇy evādhikāras te
mā phaleṣu kadācana
mā karma-phala-hetur bhūr
mā te sańgo 'stv akarmaṇi
karmaṇi—dalam tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan;
evā—pasti;
adhikāraḥ—benar;
te—dari engkau;
mā—tidak pernah;
phaleṣu—dalam
soal hasil;
kadācana—pada suatu waktu;
mā—jangan;
karma-phala—dalam
hasil dari pekerjaan;
hetuḥ—sebab;
bhūḥ—menjadi;
mā—jangan;
te—dari engkau;
sańgaḥ—ikatan;
astu—seharusnya ada;
akarmaṇi—dalam
kebiasaan tidak melakukan tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan.
Terjemahan
Engkau berhak melakukan tugas kewajibanmu yang
telah ditetapkan, tetapi engkau tidak berhak atas hasil perbuatan. Jangan
menganggap dirimu penyebab hasil kegiatanmu, dan jangan terikat pada kebiasaan
tidak melakukan kewajibanmu.
Penjelasan
Ada tiga pertimbangan di sini; tugas-tugas
kewajiban yang telah ditetapkan, pekerjaan secara sembarangan, dan tidak
melakukan perbuatan. Tugas-tugas yang telah ditetapkan adalah kegiatan yang
dianjurkan menurut sifat-sifat alam material yang telah diperoleh seseorang.
Pekerjaan secara sembarangan berarti perbuatan tanpa izin dari penguasa, dan
tidak melakukan perbuatan berarti tidak melakukan tugas-tugas kewajiban yang
telah ditetapkan. Krishna menasehati Arjuna agar dia tidak bermalas-malasan,
melainkan melakukan tugas yang telah ditetapkan baginya tanpa terikat terhadap
hasilnya. Orang yang terpikat terhadap hasil pekerjaannya juga penyebab
perbuatan. Karena itu, dia menikmati atau menderita oleh hasil perbuatan itu.
Tugas-tugas kewajiban yang telah
ditetapkan terdiri dari tiga bagian, yaitu pekerjaan biasa, pekerjaan darurat
dan kegiatan yang diinginkan. Pekerjaan biasa yang dilakukan sebagai kewajiban
menurut peraturan Kitab Suci tanpa keinginan untuk menikmati hasil atau pahala
adalah perbuatan dalam sifat kebaikan. Pekerjaan yang membawa hasil menyebabkan
ikatan; karena itu,pekerjaan seperti itu tidak menguntungkan. Semua orang
mempunyai hak milik atas tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan, tetapi
sebaiknya ia bertindak tanpa ikatan terhadap hasil; tugas-tugas kewajiban tanpa
mementingkan diri sendiri seperti itu tentu saja membawa seseorang ke jalan
pembebasan.
Karena itu, Arjuna dinasehati oleh
Krishna agar bertempur sebagai kewajiban tanpa ikatan terhadap hasil. Keinginan
Arjuna untuk tidak ikut dalam perang adalah sisi lain dari ikatan. Ikatan
seperti itu tidak pernah membawa seseorang ke jalan pembebasan. Ikatan manapun,
baik yang positif maupun yang negatif, menyebabkan perbudakan. Tidak melakukan
perbuatan juga merupakan dosa. Karena itu, bertempur sebagai tugas kewajiban
adalah satu-satunya jalan yang mujur menuju pembebasan bagi Arjuna.
2.48
yoga-sthaḥ kuru karmaṇi
sańgaḿ tyaktvā dhanañjaya
siddhy-asiddhyoḥ samo bhūtvā
samatvaḿ yoga ucyate
yoga-sthaḥ—mantap secara seimbang;
kuru—melaksanakan;
karmaṇi—tugas-tugas
dan kewajibanmu;
sańgam—ikatan;
tyaktvā—meninggalkan;
dhanañjaya—wahai
Arjuna;
siddhi-asiddhyoḥ—dalam kesuksesan dan kegagalan;
samaḥ—mantap
secara seimbang;
bhūtvā—menjadi;
samatvām—sikap seimbang;
yogaḥ—yoga;
ucyate—disebut.
Terjemahan
Wahai Arjuna, lakukanlah kewajibanmu dengan sikap
seimbang, lepaskanlah segala ikatan terhadap sukses maupun kegagalan. Sikap
seimbang seperti itu disebut yoga.
Penjelasan
Krishna memberitahukan kepada Arjuna bahwa Arjuna
harus bertindak dalam yoga. Apa arti yoga itu? Yoga berarti memusatkan pikiran
kepada Yang Maha Esa dengan cara mengendalikan indera-indera yang selalu
mengganggu. Siapakah Yang Mahakuasa itu? Yang Mahakuasa adalah Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena Krishna Sendiri menyuruh Arjuna bertempur, Arjuna tidak
mempunyai hubungan apa pun dengan hasil pertempuran itu. Keuntungan atau
kejayaan adalah urusan Krishna; Arjuna hanya dinasehati agar bertindak menurut
perintah Krishna. Mengikuti perintah Krishna adalah yoga yang sejati, dan yoga
ini dipraktekkan dalam proses yang disebut kesadaran Krishna. Hanya dengan kesadaran
Krishna saja seseorang dapat meninggalkan rasa untuk memiliki sesuatu.
Seseorang harus menjadi hamba Krishna, atau hamba dari hamba Krishna. Itulah
cara yang benar untuk melaksanakan kewajiban dalam kesadaran Krishna. Kesadaran
Krishna dengan sendirinya dapat menolong seseorang untuk bertindak dalam yoga.
Arjuna adalah seorang ksatriya, dan
dengan demikian dia ikut berperan dalam lembaga varnasrama-dharma. Dalam Visnu
Purana dinyatakan bahwa seluruh tujuan varnasrama-dharma ialah memuaskan Visnu.
Seharusnya orang tidak memuaskan Diri-Nya sendiri, seperti kebiasaan di dunia
material, melainkan sebaiknya memuaskan Krishna. Jadi, kalau seseorang tidak
memuaskan Krishna, ia tidak akan dapat mengikuti prinsip-prinsip varnasrama
dharma dengan sebenarnya. Secara tidak langsung, Arjuna dinasehati agar
bertindak menurut perintah Krishna.
2.49
dūreṇa hy avaraḿ karma
buddhi-yogād dhanañjaya
buddhau śaraṇam anviccha
kṛpaṇāḥ phala-hetavaḥ
dūreṇa—membuang itu jauh-jauh;
hi—pasti;
avaram—jijik;
karma—kegiatan;
buddhi-yogāt—berdasarkan kekuatan kesadaran
Krishna;
dhanañjayā—wahai perebut kekayaan;
buddhau—dengan
kesadaran seperti itu;
śaraṇam—penyerahan diri sepenuhnya;
anvicchā—usahalah
untuk;
kṛpaṇāḥ—orang pelit;
phala-hetavaḥ—orang yang menginginkan
hasil atau pahala.
Terjemahan
Wahai dhanañjaya, jauhilah segala kegiatan yang
menjijikkan melalui bhakti dan dengan kesadaran seperti itu serahkanlah dirimu
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya
adalah orang pelit.
Penjelasan
Orang yang sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang kedudukan dasarnya
sebagai hamba kekal Tuhan menyerahkan kesibukan selain bekerja sambil sadar
akan Krishna. Sebagaimana sudah dijelaskan, buddhi yoga berarti cinta-bhakti
rohani kepada Tuhan. Bhakti tersebut adalah jalan perbuatan yang benar bagi
makhluk hidup. Hanya orang pelit yang ingin menikmati hasil pekerjaannya
sendiri sehingga mereka lebih terikat dalam ikatan material. Selain pekerjaan
dalam kesadaran Krishna, segala kegiatan menjijikkan karena senantiasa mengikat
orang yang bekerja terhadap perputaran kelahiran dan kematian. Karena itu,
hendaknya seseorang jangan sekali-kali ingin menjadi penyebab pekerjaan.
Sebaiknya segala sesuatu dilakukan dalam kesadaran Krishna, demi kepuasan
Krishna. Orang pelit tidak mengetahui bagaimana cara menggunakan harta kekayaan
yang diperolehnya karena keuntungan yang baik atau hasil pekerjaan yang keras.
Hendaknya seseorang mengeluarkan segala tenaga untuk bekerja dalam kesadaran
Krishna, dan itu akan menyukseskan hidupnya. Seperti orang pelit, orang yang
bernasib malang tidak menggunakan tenaganya sebagaimana manusia yang berbhakti
kepada Tuhan.
2.50
buddhi-yukto jahātīha
ubhe sukṛta-duṣkṛte
tasmād yogāya yujyasva
yogaḥ karmasu kauśalam
buddhi-yuktaḥ—orang yang tekun dalam bhakti;
jahāti—dapat
menghilangkan;
iha—dalam hidup ini;
ubhe—kedua-duanya;
sukṛta-duṣkṛte—hasil
yang baik atau buruk;
tasmāt—karena itu;
yogāya—demi bhakti;
yujyasva—menjadi
sibuk seperti itu;
yogaḥ&##8212;kesadaran Krishna;
karmasu—dalam segala
kegiatan;
kauśalam—ilmu.
Terjemahan
Orang yang menekuni bhakti membebaskan Diri-Nya
dari perbuatan yang baik dan buruk bahkan dalam kehidupan ini pun. Karena itu,
berusahalah untuk yoga, ilmu segala pekerjaan.
Penjelasan
Sejak sebelum awal sejarah, setiap makhluk hidup
mengumpulkan berbagai reaksi dari pekerjaannya yang baik dan yang buruk.
Sebagai akibatnya, ia senantiasa bodoh terhadap kedudukan dasarnya yang sejati.
Kebodohan seseorang dapat dihilangkan dengan pelajaran Bhagavad-gita, yang
mengajarkan orang untuk menyerahkan diri kepada Sri Krishna dalam segala hal
dan dengan demikian mencapai pembebasan dan pengorbanan terbelenggu yang berupa
perbuatan dan reaksi, dalam banyak penjelmaan. Karena itu, Arjuna dinasehati
agar bertindak dalam kesadaran Krishna, proses penyucian dari perbuatan sebagai
akibat.
2.51
karma-jaḿ buddhi-yuktā hi
phalaḿ tyaktvā manīṣiṇaḥ
janma-bandha-vinirmuktāḥ
padaḿ gacchanty anāmayā m
karma-jam—oleh karena kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan
hasil;
buddhi-yuktaḥ—dengan menekuni bhakti;
hi—pasti;
phalam—hasil;
tyaktvā—meninggalkan;
manīṣiṇaḥ—resi-resi yang mulia atau
penyembah-penyembah;
janma-bandha—dari ikatan kelahiran dan kematian;
vinirmuktāḥ—sudah
mencapai pembebasan;
padam—kedudukan;
gacchanti—mereka mencapai;
anāmayam—tanpa
kesengsaraan.
Terjemahan
Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
seperti itu, resi-resi yang mulia dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari
hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari
perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan di luar segala
kesengsaraan [dengan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa].
Penjelasan
Para makhluk hidup yang sudah mencapai pembebasan
tinggal di tempat yang bebas dari kesengsaraan material. Dalam
Srimad-Bhagavatam (10.14.58) dinyatakan:
samāṣritā ye pada-pallava-plavaḿ
mahat-padaḿ puṇya-yaśo murāreḥ
bhavāmbudhir vatsa-padaḿ paraḿ padaḿ
padaḿ padaḿ yad vipadāḿ na teṣām
Bagi orang yang sudah menerima kapal berupa kaki
padma Tuhan, pelindung manifestasi alam semesta yang terkenal sebagai Mukunda
atau Pemberi mukti, lautan dunia material bagi-Nya adalah seperti air di dalam
bekas jejak kaki anak sapi. Param padam, atau tempat tanpa kesengsaraan
material, atau Vaikuntha, adalah tujuan orang itu, bukan tempat bahaya dialami
pada setiap langkah dalam kehidupan.
Oleh karena kebodohan, seseorang
tidak mengetahui bahwa dunia material ini adalah tempat sengsara, dan bahaya
mengancam pada setiap langkah di tempat ini. Hanya karena kebodohan saja, orang
yang kurang cerdas berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan dengan melakukan
kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil, dengan berpikir bahwa
perbuatannya akan menghasilkan kebahagiaan. Mereka tidak mengetahui bahwa tidak
ada jenis badan material di manapun di alam semesta ini yang dapat memberikan
kehidupan bebas dari kesengsaraan. Kesengsaraan hidup, yaitu: Kelahiran,
kematian, usia tua, dan penyakit, berada di mana-mana di dunia material. Tetapi
orang yang mengerti kedudukan dasarnya yang sejati sebagai hamba Tuhan yang
kekal, dan dengan demikian mengetahui kedudukan Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa, menekuni cinta-bhakti rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai hasil
bhakti tersebut, ia memenuhi syarat untuk memasuki planet-planet Vaikuntha. Di
planet-planet Vaikuntha tidak ada kehidupan material yang sengsara maupun
pengaruh waktu dan kematian. Mengetahui kedudukan dasar kita berarti juga
mengetahui kedudukan Tuhan Yang Mulia. Dimengerti bahwa orang yang menganggap
kedudukan makhluk hidup dan kedudukan Tuhan sejajar, mempunyai pendapat yang
salah dan berada dalam kegelapan. Karena itu, ia tidak sanggup menekuni bhakti
kepada Tuhan. Orang seperti itu menjadi penguasa sendiri dan dengan demikian
mempersiapkan diri untuk menempuh jalan menuju kelahiran dan kematian yang
dialami berulang kali. Tetapi orang yang mengerti bahwa kedudukannya ialah
pengabdian, ia akan memindahkan Diri-Nya kedalam bhakti kepada Tuhan, dan ia
segera memenuhi syarat untuk memasuki Vaikunthaloka. Pengabdian demi
kepentingan Tuhan disebut karma-yoga atau buddhi-yoga, atau dengan kata-kata
yang sederhana bhakti atau pengabdian suci kepada Tuhan.
2.52
yadā
te moha-kalilaḿ
buddhir
vyatitariṣyati
tadā
gantāsi nirvedaḿ
śrotavyasya
śrutasya ca
yadā—apabila; te—milik engkau; moha—dari khayalan; kalilam—hutan
yang lebat; buddhiḥ—pengabdian rohani dengan kecerdasan; vyatitariṣyāti—melampaui;
tadā—pada waktu itu; gantā asi—engkau akan pergi; nirvedam—sikap
acuh; śrotavyasya—terhadap segala sesuatu yang akan didengar; śrutasya—terhadap
segala sesuatu yang sudah didengar; ca—juga.
Terjemahan
Bila
kecerdasanmu sudah keluar dari hutan khayalan yang lebat, engkau akan acuh
terhadap segala sesuatu yang sudah didengar dan segala sesuatu yang akan
didengar.
Penjelasan
Ada
banyak contoh yang baik dalam kehidupan penyembah-penyembah Tuhan yang mulia
tentang orang yang menjadi tidak begitu terikat terhadap ritual-ritual Veda
hanya dengan cara melakukan bhakti kepada Tuhan. Apabila seseorang
sungguh-sungguh mengerti tentang Krishna dan hubungannya dengan Krishna, maka
sewajarnya ia sepenuhnya tidak terikat terhadap ritual-ritual kegiatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan hasil, walaupun ia adalah brahmaṇā yang
berpengalaman. Sri Madhavendra Puri, seorang penyembah yang murni dan ācārya
dari garis para penyembah, berkata:
sandhyā-vandana
bhadram astu bhavato bhoḥ snāna tubhyaḿ namo
bho devāḥ pitaraś ca tarpaṇa-vidhau nāhaḿ kṣamaḥ kṣamyat
yatra
kvāpi niṣadya yādava-kulottamasya kaḿsa-dviṣaḥ
smāraḿ smāram aghaḿ harāmi tad alaḿ manye kim anyena me
O
doa yang hamba panjatkan tiga kali sehari, segala pemujian kepada anda, o
kegiatan mandi, hamba bersujud kepada engkau. O para dewa! O leluhur! Maafkan
hamba karena hamba tidak sanggup memberi hormat kepada anda. Sekarang, di
manapun hamba duduk, hamba ingat kepada putera mulia dinasti Yadu (Krishna),
musuh Kamsa, dan dengan demikian hamba dapat membebaskan diri dari segala
ikatan yang berdosa. Hamba berpikir itu sudah cukup bagi hamba."
Upacara-upacara dan ritual-ritual Veda wajib bagi orang yang baru mulai
belajar: termasuk segala jenis doa pujian tiga kali sehari, mandi pagi-pagi dan
menghormati leluhur, dan sebagainya. Tetapi apabila seseorang sudah sadar akan
Krishna sepenuhnya dan tekun dalam cinta-bhakti rohani kepada Krishna, maka ia
tidak terikat terhadap segala prinsip yang mengatur tersebut karena dia sudah
mencapai kesempurnaan. Kalau seseorang dapat mencapai tingkat pengertian dengan
cara mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, maka dia tidak
diharuskan lagi melaksanakan berbagai jenis pertapaan dan korban suci
sebagaimana dianjurkan dalam Kitab-kitab Suci. Begitu pula, kalau seseorang
belum mengerti bahwa tujuan Veda ialah untuk sampai kepada Krishna sehingga ia
hanya sibuk dalam ritual-ritual dan sebagainya, maka ia memboroskan waktu
dengan cara yang tidak berguna dalam kesibukan-kesibukan seperti itu. Orang
yang sadar akan Krishna melampaui batas sabda-brahma, atau jangkauan Veda dan
Upanisad-upanisad.
2.53
śruti-vipratipannā te
yadā sthāsyāti niścalā
samādhāv acalā buddhis
tadā yogam avāpsyasi
śruti—dari wahyu Veda;
vipratipannā—tanpa dipengaruhi oleh
hasil atau pahala yang diharapkan;
te—milikmu;
yadā—apabila;
sthāsyāti—tetap;
niścalā—tidak bergerak;
samādhau—dalam kesadaran rohani, atau
kesadaran Krishna;
acalā—tidak bergerak;
buddhiḥ—kecerdasan;
tadā—pada
waktu itu;
yogam—keinsafan diri;
avāpsyasi—engkau akan mencapai.
Terjemahan
Bila pikiranmu tidak goyah lagi karena bahasa
kiasan Veda, dan pikiran mantap dalam semadi keinsafan diri, maka engkau sudah
mencapai kesadaran rohani.
Penjelasan
Kalau kita mengatakan seseorang berada dalam
samadhi, itu berarti dia sudah menginsafi kesadaran Krishna sepenuhnya; yaitu,
orang dalam samadhi sepenuhnya sudah menginsafi Brahman, Paramatma dan
Bhagavan. Kesempurnaan keinsafan diri tertinggi berarti mengerti bahwa diri
kita adalah hamba Krishna untuk selamanya dan bahwa satu-satunya urusan kita
ialah melaksanakan tugas-tugas kewajiban kita dalam kesadaran Krishna. Orang
yang sadar akan Krishna, atau seorang penyembah Tuhan yang tidak pernah
menyimpang, hendaknya jangan goyah karena bahasa kiasan dari Veda atau sibuk
dalam kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala yang
bertujuan untuk naik tingkat sampai kerajaan surga. Dalam kesadaran Krishna,
seseorang mengadakan hubungan dengan Krishna secara langsung, dan dengan
demikian segala perintah Krishna dapat dimengerti dalam keadaan rohani seperti
itu. Seseorang pasti mencapai hasil dan mencapai pengetahuan yang meyakinkan
dengan kegiatan seperti itu. Untuk berhasil seseorang hanya harus melaksanakan
perintah-perintah Krishna atau utusan Krishna, yaitu guru kerohanian.
2.54
Arjuna uvāca
sthita-prajñasya kā bhāṣā
samādhi-sthasya keśava
sthita-dhīḥ kiḿ prabhāṣeta
kim āsīta vrajeta kim
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata;
sthita-prajñasya—milik orang
yang mantap dalam kesadaran Krishna yang tetap;
kā— apa;
bhāṣā—bahasa;
samādhi-sthasya—milik orang yang mantap dalam semadi;
keśava—o
Krishna;
sthita-dhīḥ—orang yang mantap dalam kesadaran Krishna;
kim—apa;
prabhāṣeta—berbicara;
kim—bagaimana;
āsīta—tetap tidak
bergerak;
vrajeta—berjalan;
kim—bagaimana.
Terjemahan
Arjuna berkata: O Krishna, bagaimanakah ciri-ciri
orang yang kesadarannya sudah khusuk dalam kerohanian seperti itu? bagaimana
cara bicaranya serta bagaimana bahasanya? Dan bagaimana ia duduk dan bagaimana
ia berjalan?
Penjelasan
Seperti halnya setiap orang mempunyai ciri-ciri
sesuai dengan kedudukannya masing-masing, begitu pula, orang yang sadar akan
Krishna memiliki sifat dan gaya khusus; cara bicaranya, berjalan, berpikir,
merasakan, dan sebagainya. Seperti halnya orang kaya mempunyai ciri-ciri yang
memungkinkan kita mengenal orang itu kaya, juga orang yang sakit akan
menampakkan gejala-gejala yang memungkinkan kita mengetahui bahwa dia sakit,
atau bila orang bijaksana mempunyai ciri-ciri, begitu pula orang yang berada
dalam kesadaran rohani terhadap Krishna mempunyai ciri-ciri khusus dalam
berbagai tingkah lakunya. Seseorang dapat mengetahui ciri-ciri khusus orang
yang sadar akan Krishna dari Bhagavad-gita. Yang paling penting ialah bagaimana
orang yang sadar akan Krishna berbicara, sebab pembicaraan adalah sifat yang paling
penting bagi setiap orang. Dikatakan bahwa orang bodoh, kebodohannya tidak akan
ketahuan selama dia belum berbicara, dan tentu saja orang bodoh yang berpakaian
rapi belum dapat diketahui sebagai orang bodoh kecuali ia berbicara. Tetapi
begitu dia mulai berbicara, dia segera memperlihatkan diri. Ciri orang yang
sadar akan Krishna yang segera dapat dilihat ialah bahwa dia berbicara tentang
Krishna dan hal-hal yang berhubungan dengan Krishna. Kemudian ciri-ciri lainnya
menyusul dengan sendirinya sebagaimana dinyatakan di bawah ini.
2.55
śrī-bhagavān uvāca
prajāḥāti yadā kāmān
sarvān pārtha mano-gatān
ātmany evātmanā tuṣṭaḥ
sthita-prajñas tadocyate
Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda;
prajāḥāti—meninggalkan;
yadā—apabila;
kāmān—keinginan
untuk kepuasan indera-indera;
sarvān—segala jenis;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā; manaḥ-gatān—dari tafsiran pikiran;
ātmani—keadaan
murni sang roh;
evā—pasti;
ātmanā—oleh pikiran yang sudah
disucikan;
tuṣṭaḥ—puas;
sthita-prajñaḥ—mantap secara rohani;
tadā—pada
waktu itu;
ucyate—dikatakan.
Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: O
Pārtha, bila seseorang meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan
indera-indera, yang muncul dari tafsiran pikiran, dan bila pikirannya yang
sudah disucikan dengan cara seperti itu hanya puas dalam sang diri, dikatakan
ia sudah berada dalam kesadaran rohani yang murni.
Penjelasan
Di dalam Bhagavatam dibenarkan bahwa siapapun
yang sadar akan Krishna sepenuhnya, atau berada sepenuhnya dalam bhakti kepada
Tuhan, mempunyai segala sifat yang baik dari resi-resi yang mulia, sedangkan
orang yang belum mantap secara rohani seperti itu tidak mempunyai sifat yang
baik apapun, sebab dia pasti berlindung kepada apa yang dibuat oleh pikirannya
sendiri. Karena apa yang dikatakan di sini memang benar, yaitu seseorang harus
meninggalkan segala jenis keinginan indera-indera yang dibuat oleh tafsiran
pikiran. Keinginan indera-indera seperti itu tidak dapat dihentikan secara
tidak wajar. Tetapi kalau seseorang tekun dalam kesadaran Krishna, maka dengan
sendirinya keinginan indera-indera berkurang tanpa usaha-usaha luar biasa.
Karena itu, seseorang harus tekun dalam kesadaran Krishna tanpa ragu-ragu,
sebab bhakti ini akan segera membantu Diri-Nya sampai ia mencapai tingkat
kesadaran rohani. Roh yang sudah berkembang sampai tingkat tinggi selalu tetap
puas dalam Diri-Nya sendiri dengan menginsafi Diri-Nya sebagai hamba kekal
Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang mantap dalam kerohanian seperti itu tidak
mempunyai keinginan indera-indera akibat keduniawian yang remeh; melainkan, ia
selalu berbahagia dalam kedudukannya yang wajar, yaitu mengabdikan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa untuk selamanya.
2.56
duḥkheṣv anudvigna-manāḥ
sukheṣu vigata-spṛhaḥ
vīta-rāga-bhaya-krodhaḥ
sthita-dhīr munir ucyate
duḥkheṣu—dalam tiga jenis kesengsaraan;
anudvigna-manāḥ—tanpa
digoyahkan dalam pikiran;
sukheṣu—di dalam suka;
vigata-spṛhaḥ—tanpa
merasa tertarik;
vīta—bebas dari;
rāga—ikatan;
bhaya—rasa
takut;
krodhaḥ—dan marah;
sthita-dhīḥ—yang mantap dalam
pikiran;
muniḥ—resi;
ucyate—disebut.
Terjemahan
Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan di
tengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada waktu ada
kebahagiaan, dan bebas dari ikatan, rasa takut dan marah, disebut resi yang
mantap dalam pikirannya.
Penjelasan
Kata muni berarti orang yang dapat menggerakkan
pikirannya dengan berbagai cara untuk berangan-angan tanpa mencapai kesimpulan
yang nyata. Dikatakan bahwa tiap-tiap muni mempunyai segi pandangan yang
berbeda, dan kalau seorang muni tidak berbeda daripada muni-muni lainnya, maka
dia tidak dapat disebut muni menurut istilah muni yang tepat. Na casav rsir
yasya matam na bhinnam (Mahabhārata, Vana-parva 313.117). Tetapi seorang
sthitadhir muni, sebagaimana disebut di sini oleh Krishna, berbeda dari muni
biasa. Seorang sthitadhir muni selalu sadar akan Krishna, sebab dia sudah
menyelesaikan segala urusannya untuk berangan-angan dan menciptakan sesuatu.
Dia disebut praśānta-nihsesa-ma no-rathantara (Strotra-ratna 43), atau orang
yang sudah melampaui tingkat angan-angan pikiran dan sudah mencapai kesimpulan
bahwa Sri Krishna, atau Vasudeva, adalah segala sesuatu (vasudevah sarvam iti
sa mahatma sudurlabhah). Dia disebut seorang muni yang sudah mantap dalam
pikirannya. Orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya seperti itu sama sekali
tidak digoyahkan oleh serangan tiga jenis kesengsaraan, sebab ia menerima
segala kesengsaraan sebagai karunia Tuhan. Ia menganggap Diri-Nya hanya
memenuhi syarat untuk mendapat kesulitan yang lebih banyak karena perbuatan
salah yang telah dilakukannya pada masa lampau. Dia juga melihat bahwa
kesengsaraannya dikurangi atas berkat karunia Tuhan sampai tingkat yang paling
rendah sekali. Begitu pula, apabila dia berbahagia dia memuji Tuhan, dengan
menganggap Diri-Nya tidak patut mendapat kebahagiaan seperti itu; dia
menginsafi bahwa hanya karena berkat karunia Tuhan dia berada dalam keadaan
yang menyenangkan dan dapat mengabdikan diri kepada Tuhan dengan cara yang
lebih baik.Demi bhakti kepada Tuhan, dia selalu berani, giat dan tidak
dipengaruhi oleh ikatan maupun rasa benci. Ikatan berarti menerima benda-benda
untuk kepuasan indera-indera sendiri dan ketidakterikatan berarti tidak ada
ikatan terhadap indera-indera seperti itu. Tetapi orang yang mantap dalam
kesadaran Krishna tidak mempunyai ikatan maupun ketidakterikatan sebab
kehidupannya sudah dipersembahkan dalam pengabdian kepada Tuhan. Karena itu,
dia sama sekali tidak marah walaupun usaha-usahanya tidak mencapai sukses. Sukses
maupun tidak sukses, orang yang sadar akan Krishna selalu mantap dalam
ketabahan hatinya.
2.57
yaḥ sarvatrānabhisnehas
tat tat prāpya śubhāśubham
nābhinandati na dveṣṭi
tasya prajñā pratiṣṭhitā
yaḥ—orang yang;
sarvatra—di mana-mana;
anabhisnehaḥ—tanpa
rasa kasih sayang;
tat—itu;
tat—itu;
prāpya—mencapai;
śubha—baik;
aśubham—hal-hal yang buruk;
na—tidak pernah;
abhinandati—memuji;
na—tidak pernah;
dveṣṭi—iri hati;
tasya—milik dia;
prajñā—pengetahuan
sempurna;
pratiṣṭhitā—mantap.
.
Terjemahan
Di dunia material, orang yang tidak dipengaruhi
oleh hal yang baik dan hal yang buruk yang diperolehnya, dan tidak memuji
maupun mengejeknya, sudah mantap dengan teguh dalam pengetahuan yang sempurna.
Penjelasan
Selalu ada suatu pergolakan di dunia material
yang mungkin baik atau buruk. Dapat dimengerti bahwa seseorang sudah mantap
dalam kesadaran Krishna kalau ia tidak goyah karena goncangan-goncangan
material seperti itu dan tidak dipengaruhi oleh hal yang baik atau buruk.
Selama seseorang masih berada di dunia material, selalu ada kemungkinan ia akan
mengalami hal-hal yang baik atau buruk, sebab dunia ini penuh dengan hal-hal
yang relatif. Tetapi orang yang mantap dalam kesadaran Krishna tidak
dipengaruhi oleh baik dan buruk sebab ia hanya memperhatikan Krishna, yang
bersifat mutlak dan baik sepenuhnya. Kesadaran terhadap Krishna seperti itu
menempatkan seseorang dalam kedudukan rohani yang sempurna, yang secara teknis
disebut samadhi.
2.58
yadā saḿharate cāyaḿ
kūrmo 'ńgānīva sarvaśaḥ
indriyāṇīndriyārthebhyas
tasya prajñā pratiṣṭhitā
yadā—apabila;
saḿharate—menarik;
ca—juga;
ayam—dia;
kūrmaḥ—kura-kura;
ańgāni—anggota badan;
iva—ibarat;
sarvāsaḥ—bersama-sama;
indriyāṇi—indera-indera;
indriya-arthebhyaḥ—dari obyek-obyek
indera;
tasya—milik dia;
prajñā—kesadaran;
pratiṣṭhitā—mantap.
Terjemahan
Orang yang dapat menarik indera-inderanya dari
obyek-obyek indera, bagaikan kura-kura yang menarik kakinya ke dalam
cangkangnya, mantap dengan teguh dalam kesadaran yang sempurna.
Penjelasan
Ujian seorang yogi, penyembah, atau roh yang
sudah insaf akan Diri-Nya ialah bahwa dia sanggup mengendalikan indera-indera
menurut rencananya. Akan tetapi, kebanyakan orang adalah budak indera-indera,
dan karena itu mereka diarahkan oleh apa yang diperintahkan oleh indera-indera.
Itulah jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana kedudukan seorang yogi.
Indera-indera diumpamakan sebagai ular-ular
yang berbisa, selalu ingin bertindak secara bebas sekali tanpa aturan. Seorang
yogi, atau penyembah, harus kuat sekali agar dapat mengendalikan indera-indera
yang diumpamakan sebagai ular tersebut—seperti seorang pawang ular. Dia tidak
pernah membiarkan indera-indera bertindak secara bebas. Ada banyak peraturan
dalam Kitab-kitab Suci—beberapa di antaranya merupakan keharusan dan beberapa
di antaranya adalah larangan. Kalau seseorang tidak dapat mengikuti peraturan
yang mengharuskan dan peraturan yang melarang, dan tidak membatasi Diri-Nya
dari kenikmatan indera-indera, maka tidak mungkin ia mantap dalam kesadaran
Krishna. Contoh yang terbaik, yang dikemukakan di sini, adalah kura-kura. Pada
setiap saat kurakura dapat menarik indera-inderanya, kemudian memperlihatkannya
sekali lagi pada sewaktu-waktu dengan tujuan tujuan tertentu. Begitu pula,
indera-indera orang yang sadar akan Krishna digunakan hanya untuk tujuan
tertentu dalam pengabdian kepada Tuhan, dan selain itu indera-inderanya
ditarik. Arjuna sedang diajarkan di sini agar menggunakan indera-inderanya
untuk pengabdian kepada Tuhan, daripada untuk kepuasan pribadinya. Menjaga
indera-indera, selalu tekun dalam bhakti kepada Tuhan adalah contoh yang
dikemukakan dengan persamaan seperti kura-kura, yang selalu menyimpan
indera-inderanya di dalam.
2.59
viṣayā vinivartante
nirāhārasya dehinaḥ
rasa-varjaḿ raso 'py asya
paraḿ dṛṣṭvā nivartate
viṣayāḥ—obyek-obyek kenikmatan indera;
vinivartante—dilatih
untuk dihindarkan;
nirāhārasya—dengan peraturan yang negatif;
dehinaḥ—untuk
ia yang berada di dalam badan;
rasa-varjam—meninggalkan rasa;
rasaḥ—rasa
kenikmatan;
api—walaupun ada;
asya—milik dia;
param—hal-hal
yang jauh lebih tinggi;
dṛṣṭvā—dengan mengalami;
nivartate—dia
berhenti dari.
Terjemahan
Barangkali kepuasan indera-indera sang roh yang
berada dalam badan dibatasi, walaupun keinginan terhadap obyek-obyek indera
tetap ada. Tetapi bila ia menghentikan kesibukan seperti itu dengan mengalami
rasa yang lebih tinggi, kesadarannya menjadi mantap.
Penjelasan
Kalau seseorang belum mantap secara rohani, tidak
mungkin ia menghentikan kenikmatan indera-indera. Proses membatasi kenikmatan
indera-indera dengan aturan dan peraturan adalah seperti membatasi jenis-jenis
makanan tertentu bagi orang yang sedang sakit. Akan tetapi, si penderita tidak
suka peraturan dan pembatasan seperti itu dan juga tidak kehilangan keinginan
untuk makan makanan seperti itu. Begitu pula, membatasi indera-indera dengan
suatu proses rohani seperti astanga-yoga, yang terdiri dari yama, niyama,
āsana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana dan sebagainya, dianjurkan untuk
orang kurang cerdas yang tidak mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi daripada
itu. Tetapi orang yang sudah merasakan indahnya Tuhan Yang Maha Esa, Krishna,
dalam menempuh jalan kemajuan dalam kesadaran Krishna, tidak berminat lagi
terhadap hal-hal material yang bersifat mati. Karena itu, ada peraturan bagi
orang yang kurang cerdas dan baru mulai belajar kemajuan rohani dalam hidupnya,
tetapi peraturan seperti itu hanya baik sampai seseorang sungguh-sungguh
berminat terhadap kesadaran Krishna. Apabila seseorang sungguh-sungguh sadar
akan Krishna, maka dengan sendirinya dia akan kehilangan minat terhadap hal-hal
yang hambar.
2.60
yatato hy api kaunteya
puruṣasya vipaścitaḥ
indriyāṇi pramāthīni
haranti prasabhaḿ manaḥ
yatataḥ—sambil berusaha; hi—pasti;
api—walaupun; kaunteya—wahai putera Kuntī ; puruṣasya—milik
seorang manusia; vipaścitaḥ—penuh dengan pengetahuan untuk membedakan
antara yang baik dan yang buruk; indriyāṇi—indera-indera; pramāthīni—menggoyahkan;
haranti—membuang; prasabham—dengan kekuatan; manaḥ—pikiran.
Terjemahan
Wahai Arjuna, alangkah kuat dan bergeloranya
indera-indera sehingga pikiran orang bijaksana yang sedang berusaha untuk
mengendalikan indera-inderanya pun dibawa lari dengan paksa oleh indera-indera
itu.
Penjelasan
Ada banyak resi yang bijaksana, filosof dan
rohaniwan yang berusaha menaklukkan indera-indera, tetapi walaupun mereka
berusaha keras, yang paling mulia di antara merekapun kadang-kadang jatuh
menjadi korban kenikmatan indera-indera material karena pikiran yang goyah.
Visvamitra seorang resi yang besar dan yogi yang sempurna, juga digoda dan
disesatkan oleh Menaka hingga menikmati hubungan suami-isteri, walaupun yogi
itu sedang berusaha untuk mengendalikan indera-inderanya dengan jenis-jenis pertapaan
yang keras dan latihan yoga. Tentu saja ada banyak contoh yang serupa dalam
sejarah dunia. Karena itu, sulit sekali mengendalikan pikiran dan indera-indera
tanpa sadar akan Krishna sepenuhnya. Tanpa menjadikan pikiran tekun di dalam
Krishna, seseorang tidak dapat menghentikan kesibukan material seperti itu.
Salah satu contoh yang nyata diberikan oleh Sri Yamunacarya, orang suci
dan penyembah yang mulia, yang berkata:
yad-avadhi mama cetaḥ
kṛṣṇa-pādāravinde
nava-nava-rasa-dhāmany udyataḿ rantum āsīt
tad-avadhi bata nārī-sańgame smaryamāne
bhavati mukha-vikāraḥ suṣṭhu niṣṭhīvanaḿ ca
Semenjak pikiranku menekuni bhakti kepada
kaki-padma Sri Krishna, dan aku menikmati rasa rohani yang selalu semakin baru,
bilamana aku memikirkan hubungan suami-isteri dengan seorang wanita, aku segera
membuang muka dari hal itu, dan aku meludah bila hal itu terlintas pada
pikiranku.
Kesadaran Krishna adalah hal yang begitu baik
secara rohani sehingga dengan sendirinya kenikmatan material menjadi hal yang
tidak menyenangkan. Hal ini seperti orang lapar yang sudah memuaskan rasa
laparnya dengan makan makanan bergizi secukupnya. Maharājā Ambarisa juga
mengalahkan seorang yogi yang besar bernama Durvasa Muni, hanya karena
pikirannya tekun dalam kesadaran Krishna (sa vai manaḥ kṛṣṇa padaravindayor
vācamsi vaikunthaguṇānuvarnane).
2.61
tāni sarvāṇi saḿyamya
yukta āsīta mat-paraḥ
vaśe hi yasyendriyāṇi
tasya prajñā pratiṣṭhitā
tāni—indera-indera itu;
sarvāni—semua;
saḿyamya—menjaga
di bawah pengendalian;
yuktaḥ—sibuk;
āsīta—harus mantap;
mat-paraḥ—sehubungan
dengan-Ku;
vaśe—menaklukkan sepenuhnya;
hi—pasti;
yasya—orang
yang;
indriyāṇi—indera-indera;
tasya—milik dia;
prajñā—kesadaran;
pratiṣṭhitā—mantap.
Terjemahan
Orang yang mengekang dan mengendalikan indera-indera sepenuhnya dan
memusatkan kesadarannya sepenuhnya kepada-Ku, dikenal sebagai orang yang
mempunyai kecerdasan yang mantap.
Penjelasan
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa paham tertinggi
kesempurnaan yoga ialah Kesadaran Krishna. Kalau seseorang belum sadar akan
Krishna, sama sekali tidak mungkin ia mengendalikan indera-indera. Sebagaimana
dikutip di atas, seorang resi yang hebat yang bernama Durvasa Muni pernah
memaki Maharājā Ambarisa, dan marah karena rasa bangga walaupun itu tidak
diperlukan. Karena itu, Durvasa Muni tidak dapat mengendalikan
indera-inderanya. Di pihak lain, walaupun Maharājā Ambarisa bukan yogi
yang sehebat resi itu, tapi seorang penyembah Tuhan, Maharājā
Ambarisa menahan diri terhadap hal-hal yang tidak adil yang dilontarkan
oleh resi itu.
Dengan demikian akhirnya Maharājā
Ambarisalah yang menang. Maharājā Ambarisa dapat mengendalikan
indera-inderanya karena kwalifikasi-kwalifikasi berikut, sebagaimana disebut
dalam Srimad-Bhagavatam (9.4.18-20):
sa vai manaḥ kṛṣṇa-pādāravindayor
vacāḿsi vaikuṇṭha-guṇānuvarṇane
karau harer mandira-mārjanādiṣu
śrutiḿ cakārācyuta-sat-kathodaye
mukunda-lińgālaya-darśane dṛśau
tad-bhṛtya-gātra-sparśe 'ńga-sańgamam
ghrāṇaḿ ca tat-pāda-saroja-saurabhe
śrīmat-tulasyā rasanāḿ tad-arpite
pādau hareḥ kṣetra-padānusarpaṇe
śiro hṛṣīkeśa-padābhivandane
kāmaḿ ca dāsye na tu kāma-kāmyayā
yathottama-śloka-janāśrayā ratiḥ
Maharājā Ambarisa memusatkan pikirannya
kepada kaki-padma Sri Krishna, dan menjadikan kata-katanya tekun dalam
menguraikan tempat tinggal Krishna, tangannya digunakan untuk membersihkan
tempat sembahyang kepada Krishna, matanya dalam memandang bentuk Krishna,
badannya dalam menyentuh badan seorang penyembah, hidungnya dalam mencium bunga
yang sudah dipersembahkan kepada kaki-padma Krishna, lidahnya dalam merasakan
daun-daun tulasi yang sudah dipersembahkan kepada Beliau, kakinya digunakan
dalam perjalanan ke tempat suci, tempat sembahyang kepada Beliau, kepalanya
dalam mempersembahkan sembah sujud kepada Tuhan, dan keinginannya dalam
memenuhi keinginan Tuhan... semua kwalifikasi tersebut menyebabkan dia memenuhi
syarat untuk menjadi seorang penyembah Tuhan yang mempunyai sifat
mat-para."
Sehubungan dengan hal ini, kata
mat-paraḥ bermakna sekali. Bagaimana seseorang dapat menjadi mat-paraḥ
diuraikan dalam hidup Maharājā Ambarisa. Sri Baladeva Vidyabhusana,
seorang sarjana dan ācārya yang mulia dari garis perguruan mat-paraḥ, berkata,
mad-bhakti- prabha-vena-sarvendriya-vijaya-purvika svatma-drstih sulabheti
bhāvaḥ. Indera-indera dapat dikendalikan sepenuhnya hanya dengan kekuatan
bhakti kepada Krishna." Contoh mengenai api juga kadang-kadang
dikemukakan: Seperti halnya api yang menyala membakar segala sesuatu di dalam
kamar, begitu pula, Sri Visnu, yang bersemayam di dalam hati seorang
yogi, membakar segala hal yang kotor." Yoga-sutra juga menganjurkan
meditasi kepada Visnu, dan bukan meditasi kepada kekosongan. Orang yang hanya
namanya saja yogi yang bersemadi kepada sesuatu yang bukan Visnu hanya
memboroskan waktu saja dalam usaha yang sia-sia untuk mencari suatu khayalan.
Kita harus sadar akan Krishna—yaitu berbhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa. Inilah tujuan yoga yang sejati.
2.62
dhyāyato viṣayān puḿsaḥ
sańgas teṣūpajāyate
sańgāt sañjāyate kāmaḥ
kāmāt krodho 'bhijāyate
dhyāyataḥ—sambil merenungkan;
viṣayān—obyek-obyek indera;
puḿsaḥ—mengenai
seseorang;
sańgaḥ—ikatan;
teṣu—di dalam obyek-obyek indera;
upajāyate—berkembang;
sańgāt—dari ikatan itu;
sañjāyate—berkembang;
kāmaḥ—keinginan;
kāmāt—dari keinginan;
krodhaḥ—amarah;
abhijāyate—terwujud.
Terjemahan
Selama seseorang merenungkan obyek-obyek
indera-indera, ikatan terhadap obyek-obyek indera itu berkembang. Dari ikatan
seperti itu berkembanglah hawa nafsu, dan dari hawa nafsu timbullah amarah.
Penjelasan
Orang yang belum sadar akan Krishna mengalami
keinginan duniawi selama ia merenungkan obyek-obyek indera. Indera-indera
memerlukan kesibukan yang nyata, dan kalau indera-indera tidak digunakan dalam
cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, maka indera-indera pasti akan mencari
kesibukan dalam pengabdian kepada keduniawian. Di dunia material, semua
kepribadian, termasuk pula Siva dan Brahma—apa lagi dewa-dewa lain di
planet-planet surga—mengalami pengaruh obyek-obyek indera, dan satu-satunya
cara untuk keluar dari teka-teki kehidupan material tersebut ialah menjadi
sadar akan Krishna. Deva Siva bersemadi dengan khusuk, tetapi ketika Parvati
menggoyahkannya untuk kesenangan indera-indera, Siva mengabulkan permintaan itu,
dan sebagai akibatnya Kartikeya lahir. Haridasa Thakura, seorang penyembah
Tuhan yang masih muda, juga digoda dengan cara yang serupa oleh penjelmaan Mayā
devi, tetapi Haridasa lulus ujian tersebut dengan mudah karena bhaktinya yang
murni kepada Sri Krishna. Sebagaimana digambarkan dalam ayat Sri
Yamunacarya yang disebut di atas, seorang penyembah Tuhan yang tulus
ikhlas menghindari segala kenikmatan indera indera material karena selera yang
lebih tinggi dalam hatinya untuk kenikmatan rohani berhubungan dengan Tuhan.
Itulah rahasia sukses. Karena itu, orang yang tidak sadar akan Krishna, biar
bagaimana pun kekuatannya dalam mengendalikan indera-indera dengan cara menekan
secara tidak wajar, akhir nya pasti gagal, sebab pikiran yang paling kecil
sekalipun tentang kesenangan indera-indera akan menggoyahkan Diri-Nya untuk
memuaskan keinginannya.
2.63
krodhād bhavati sammohaḥ
sammohāt smṛti-vibhramaḥ
smṛti-bhraḿśād buddhi-nāśo
buddhi-nāśāt praṇaśyati
krodhāt—dari amarah;
bhavati—terjadi;
sammohaḥ—khayalan
yang sempurna;
sammohāt—dari khayalan;
smṛti—tentang ingatan;
vibhramaḥ—kebingungan;
smṛti-bhraḿśāt—sesudah ingatan dibingungkan;
buddhi-nāśaḥ—kehilangan
kecerdasan;
buddhi-nāśāt—dari hilangnya kecerdasan;
praṇaśyati—seseorang
jatuh.
Terjemahan
Dari amarah timbullah khayalan yang lengkap, dari
khayalan menyebabkan ingatan bingung. Bila ingatan bingung, kecerdasan hilang,
bila kecerdasan hilang, seseorang jatuh lagi ke dalam lautan material.
Penjelasan
Srila Rupa Gosvami memberikan pengarahan sebagai
berikut kepada kita:
prāpañcikatayā buddhyā
hari-sambandhi-vastunaḥ
mumukṣubhiḥ parityāgo
vairāgyaḿ phalgu kathyate
(Bhakti-rasāmṛta-sindhu 1.2.258)
Dengan mengembangkan kesadaran Krishna, kita
dapat mengetahui bahwa segala sesuatu berguna dalam pengabdian kepada Tuhan.
Orang yang belum mempunyai pengetahuan kesadaran Krishna berusaha dengan cara
yang tidak wajar untuk menghindari obyek-obyek material. Sebagai akibatnya,
walaupun mereka menginginkan pembebasan dari ikatan material, mereka tidak
mencapai tingkat ketidakterikatan yang sempurna. Apa yang hanya namanya saja
ketidakterikatan dimiliki oleh orang yang tidak sadar akan Krishna disebut
phalgu, atau sesuatu yang kurang penting. Dipihak lain, orang yang sadar akan
Krishna mengetahui cara menggunakan segala sesuatu dalam pengabdian kepada
Tuhan; karena itu, ia tidak menjadi korban kesadaran material. Misalnya,
menurut orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, Tuhan Yang Mutlak tidak
bisa makan karena Tuhan tidak bersifat pribadi. Orang yang tidak mengakui
bentuk pribadi Tuhan berusaha menghindari makanan yang enak, sedangkan seorang
penyembah mengetahui bahwa Krishna adalah Kepribadian Yang Paling Tinggi yang
menikmati, dan Beliau makan segala sesuatu yang dipersembahkan kepada-Nya
dengan rasa bhakti. Jadi, sesudah mempersembahkan makanan yang enak kepada
Tuhan, seorang penyembah menerima sisanya, yang disebut prasādam. Dengan
demikian, segala sesuatu dirohanikan, dan tidak ada bahaya seorang penyembah
akan jatuh. Seorang penyembah menerima prasādam dalam kesadaran Krishna,
sedangkan orang yang bukan penyembah tidak mau menerima prasādam karena ia
menganggap prasādam itu adalah sesuatu yang bersifat material. Jadi, orang yang
tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan tidak dapat menikmati kehidupan, karena
ketidakterikatannya yang tidak wajar; karena alasan inilah, jika pikirannya
goyah bahkan sedikit saja ia langsung tertarik turun lagi ke dalam lautan
kehidupan material. Dinyatakan bahwa walaupun roh seperti itu naik sampai
tingkat pembebasan, namun ia jatuh lagi karena tidak mempunyai dasar dalam
bhakti.
2.64
rāga-dveṣa-vimuktais tu
viṣayān indriyaiś caran
ātma-vaśyair vidheyātmā
prasādam adhigacchati
rāga—ikatan;
dveṣa—ketidakterikatan;
vimuktaiḥ—oleh
orang yang sudah bebas dari;
tu—tetapi;
viṣayān—obyek-obyek
indera;
indriyaiḥ—oleh indera-indera;
caran—bertindak terhadap;
ātma-vaśyaiḥ—di
bawah pengendalian seseorang;
vidheya-ātmā—orang yang mengikuti
kebebasan yang teratur;
prasādam—karunia Tuhan;
adhigacchati—mencapai.
Terjemahan
Tetapi orang yang sudah bebas dari segala ikatan
dan rasa tidak suka serta sanggup mengendalikan indera-indera melalui
prinsip-prinsip kebebasan yang teratur dapat memperoleh karunia sepenuhnya dari
Tuhan.
Penjelasan
Sudah dijelaskan bahwa seseorang dapat
mengendalikan indera-indera secara lahiriah dengan suatu proses yang tidak
wajar, tetapi kalau indera-indera tidak dijadikan tekun dalam pengabdian rohani
kepada Tuhan, maka kemungkinan besar dia akan jatuh. Walaupun orang yang sadar
akan Krishna sepenuhnya barangkali kelihatannya berada pada tingkat
indera-indera, tetapi oleh karena ia sadar akan Krishna, ia tidak mempunyai
ikatan apa pun terhadap kegiatan indera-indera itu. Orang yang sadar akan
Krishna hanya mempedulikan kepuasan Krishna dan tidak mempedulikan hal-hal
lain. Karena itu, dia melampaui segala ikatan dan ketidakterikatan. Kalau
Krishna menginginkan, agar seorang penyembah tidak melakukan sesuatu yang
umumnya tidak diinginkan walau penyembah itu dapat melakukan apa saja; kalau
Krishna tidak menginginkan demikian, dia tidak akan melakukan sesuatu yang
biasanya dilakukan demi kepuasan sendiri. Jadi, dialah yang mengendalikan
keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak karena dia hanya bertindak di
bawah perintah Krishna. Kesadaran tersebut adalah karunia Tuhan yang tiada
sebabnya, yang dapat dicapai oleh seorang penyembah walaupun ia terikat pada
tingkat indera-indera.
2.65
prasāde sarva-duḥkhānāḿ
hānir asyopajāyate
prasanna-cetaso hy āśu
buddhiḥ paryāvat iṣṭhate
prasāde—dengan memperoleh karunia Tuhan yang tiada sebabnya;
sarva—dari
semuanya;
duḥkhānām—kesengsaraan material;
hāniḥ—kehancuran;
asya—milik
dia;
upajāyate—terjadi;
prasanna-cetasāḥ—dari orang yang
berbahagia dalam pikiran;
hi—pasti;
āśu—dalam waktu yang dekat
sekali;
buddhiḥ—kecerdasan;
pari—secukupnya;
avatiṣṭhate—menjadi
mantap.
Terjemahan
Tiga jenis kesengsaraan kehidupan material tidak
ada lagi pada orang yang puas seperti itu [dalam kesadaran Krishna]: dengan
kesadaran yang puas seperti itu, kecerdasan seseorang mantap dalam waktu
singkat.
2.66
nāsti buddhir ayuktasya
na cāyuktasya bhāvanā
na cābhāvayataḥ śāntir
aśāntasya kutaḥ sukham
na asti—tidak mungkin ada; buddhiḥ—kecerdasan
rohani; ayuktasya—milik orang yang tidak mempunyai hubungan (dengan
kesadaran Krishna); na—tidak; ca—dan; ayuktasya—milik
orang yang kekurangan kesadaran Krishna; bhāvanā—pikiran mantap (dalam
kebahagiaan); na—tidak; ca—dan; abhāvayataḥ—mengenai
orang yang tidak mantap; śāntiḥ—kedamaian; aśāntasya—milik orang
yang tidak damai; kutaḥ—mana ada; sukham—kebahagiaan.
Terjemahan
Orang yang tidak mempunyai hubungan dengan Yang
Maha Kuasa dalam kesadaran Krishna] tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani
maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap
tidak mungkin ada kedamaian. Tanpa kedamaian, bagaimana mungkin ada
kebahagiaan?
Penjelasan
Kalau seseorang belum sadar akan Krishna, maka tidak
mungkin ia mencapai kedamaian. Dibenarkan dalam Bab Lima (5.29) bahwa apabila
seseorang mengerti bahwa Krishna adalah satu-satunya Kepribadian Yang Menikmati
segala hasil yang baik dari korban suci dan pertapaan, bahwa Krishna adalah
pemilik semua manifestasi alam semesta dan bahwa Krishna adalah kawan sejati
bagi semua makhluk hidup, hanya pada waktu itulah ia dapat mencapai kedamaian
sejati. Karena itu, kalau seseorang belum sadar akan Krishna, maka tidak
mungkin ada tujuan terakhir bagi pikirannya. Gangguan disebabkan kekurangan
tujuan tertinggi, apabila seseorang sudah yakin bahwa Krishna adalah
Kepribadian Yang Menikmati, pemilik dan kawan bagi semua orang dan segala
sesuatu, maka ia dapat mewujudkan kedamaian dengan pikirannya yang mantap.
Karena itu, orang sibuk tanpa hubungan dengan Krishna pasti selalu berada dalam
kesedihan dan selalu tidak damai meskipun dia menonjolkan kedamaian dan
kemajuan rohani dalam hidupnya. Kesadaran Krishna adalah keadaan damai yang
diwujudkan sendiri dan hanya dapat dicapai dalam hubungan dengan Krishna.
2.67
indriyāṇāḿ hi caratāḿ
yan mano 'nuvidhīyate
tad asya harati prajñāḿ
vāyur nāvam ivāmbhasi
indriyāṇām—di antara indera-indera;
hi—pasti;
caratām—sambil
mengembara;
yat—dengan itu;
manaḥ—pikiran;
anuvidhīyate—sibuk
senantiasa;
tat—itu;
asya—milik dia;
harati—melarikan;
prajñām—kecerdasan;
vāyuḥ—angin;
nāvam—sebuah perahu;
ivā—ibarat;
ambhasi—pada
permukaan air.
Terjemahan
Seperti perahu yang berada pada permukaan air
dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasan seseorang dapat dilarikan bahkan
oleh satu saja di antara indera-indera yang mengembara dan menjadi titik pusat
untuk pikiran.
Penjelasan
Kalau semua indera tidak dijadikan tekun dalam
pengabdian kepada Tuhan, maka satu saja di antaranya sibuk dalam kepuasan
indera indera dapat menyesatkan seorang penyembah dari jalan kemajuan rohani.
Sebagaimana disebut dalam riwayat Maharājā Ambarisa, segala indera harus
dijadikan tekun dalam kesadaran Krishna, sebab itulah cara yang benar untuk
mengendalikan pikiran.
2.68
tasmād yasya mahā-bāho
nigṛhītāni sarvaśaḥ
indriyāṇīndriyārthebhyas
tasya prajñā pratiṣṭhitā
tasmāt—karena itu;
yasya—milik orang yang;
mahā-bāho—wahai
kepribadian yang berlengan perkasa; nig‚hi
tāni—ditaklukkan dengan cara
seperti itu;
sarvāsaḥ—di berbagai sisi;
indriyāṇi—indera-indera;
indriya-arthebhyaḥ—dari obyek-obyek indera itu;
tasya—milik dia;
prajñā—kecerdasan;
pratiṣṭhitā —mantap.
Terjemahan
Karena itu, orang yang indera-inderanya terkekang
dari obyek-obyek nya pasti mempunyai kecerdasan yang mantap, wahai yang
berlengan perkasa
Penjelasan
Seseorang hanya dapat membatasi kekuatan-kekuatan
kepuasan indera-indera dengan cara kesadaran Krishna, atau dengan cara
menjadikan semua indera tekun dalam pengabdian dengan cinta-bhakti kepada
Krishna. Seperti halnya musuh ditaklukkan oleh kekuatan yang lebih hebat,
dengan cara yang sama indera-indera dapat ditaklukkan, bukan oleh suatu usaha
manusia, tetapi hanya dengan menjaga indera-indera selalu tekun dalam
pengabdian kepada Tuhan. Orang yang sudah mengerti kenyataan ini—yaitu, bahwa
dengan kesadaran Krishna kecerdasan seseorang sungguh-sungguh mantap dan bahwa
seharusnya ia mempraktekkan ilmu ini di bawah bimbingan seorang guru kerohanian
yang dapat di percaya—disebut seorang sadhaka, atau calon yang memenuhi syarat
untuk mencapai pembebasan.
2.69
yā niśā sarva-bhūtānāḿ
tasyāḿ jāgarti saḿyamī
yasyāḿ jāgrati bhūtāni
sā niśā paśyato muneḥ
yā—apa;
niśā—menjadi malam hari;
sarva—semua;
bhūtānām—bagi
para makhluk hidup;
tasyām—dalam hal tersebut;
jāgrati—sadar;
saḿyamī—orang
yang mengendalikan diri;
yasyām—di dalamnya;
jāgrati—sadar;
bhūtāni—semua
makhluk;
sa—itu yang;
niśā—malam hari;
paśyataḥ—bagi
orang yang mawas diri;
muneḥ—resi.
Terjemahan
Malam hari bagi semua makhluk adalah waktu sadar
bagi orang yang mengendalikan diri, dan waktu sadar bagi semua makhluk adalah
malam hari bagi resi yang mawas diri.
Penjelasan
Ada dua golongan manusia yang cerdas. Yang satu
cerdas dalam kegiatan material untuk kepuasan indera-indera, dan yang lain
mawas diri dan sadar terhadap pengembangan keinsafan diri. Kegiatan seorang
resi yang mawas diri, atau orang yang banyak berpikir, adalah malam hari bagi
orang yang sibuk secara material. Orang duniawi tetap tidur selama malam hari
seperti itu karena kebodohan mereka terhadap keinsafan diri. Seorang resi yang
mawas diri tetap sadar selama malam hari" orang duniawi. Resi tersebut
merasakan kesenangan rohani dalam mengembangkan kebudayaan rohani tahap demi
tahap, sedangkan orang yang sibuk dalam kegiatan duniawi tidak sadar terhadap
keinsafan diri. Orang duniawi mimpi tentang pelbagai kenikmatan indera-indera.
Kadang-kadang ia merasa bahagia dan kadang-kadang berdukacita dalam keadaan
tidur yang sedang dialaminya. Orang yang mawas diri selalu acuh terhadap
kesenangan dan dukacita duniawi. Dia, melanjutkan kegiatannya untuk keinsafan
diri dan tidak digoyahkan oleh reaksi-reaksi material.
2.70
āpūryamāṇam
acala-pratiṣṭhaḿ
samudram āpaḥ praviśanti
yadvat
tadvat kāmā yaḿ praviśanti
sarve
sa śāntim āpnoti na kāma-kāmī
āpūryamāṇam—selalu dipenuhi;
acala-pratiṣṭham—terletak
secara mantap;
samudram—lautan;
āpaḥ—air;
praviśanti—masuk;
yadvat—seperti;
tadvat—demikian;
kāmaḥ—keinginan;
yam—kepada
siapa;
praviśanti—masuk;
sarve—semua;
saḥ—orang itu;
śāntim—kedamaian;
āpnoti—mencapai;
na—tidak;
kāma-kāmī—orang yang ingin
memenuhi keinginan.
Terjemahan
Hanya orang yang tidak terganggu oleh arus
keinginan yang mengalir terus menerus yang masuk bagaikan sungai-sungai ke
dalam lautan, yang senantiasa diisi tetapi selalu tetap tenang, dapat mencapai
kedamaian. Bukan orang yang berusaha memuaskan keinginan itu yang dapat
mencapai kedamaian.
Penjelasan
Walaupun lautan yang luas selalu penuh air, namun
lautan senantiasa diisi air yang lebih banyak lagi terutama selama musim hujan.
Tetapi lautan selalu tetap sama—mantap; tidak goyah, dan tidak naik melampaui
batas tepinya. Orang yang mantap dalam kesadaran Krishna juga seperti itu.
Selama seseorang masih mempunyai badan jasmani, permintaan badan untuk kepuasan
indera-indera akan berjalan terus. Akan tetapi, seorang penyembah tidak
digoyahkan oleh keinginan-keinginan seperti itu karena dia puas sepenuhnya.
Orang yang sadar akan Krishna tidak kekurangan apa-apa, sebab Tuhan memenuhi
segala kebutuhan materialnya. Karena itu, sifat orang yang sadar akan Krishna
seperti lautan—selalu penuh dalam Diri-Nya sendiri. Barangkali keinginan datang
kepadanya bagaikan air dari sungai yang mengalir kedalam lautan, tetapi dia
mantap dalam kegiatannya, dan tidak digoyahkan sedikitpun oleh keinginan untuk
kepuasan indera-indera. Itulah bukti orang yang sadar akan Krishna dan sudah
kehilangan segala minat untuk kepuasan indera-indera material, meskipun
keinginan tersebut tetap ada. Oleh karena ia tetap puas dalam cinta-bhakti
rohani kepada Tuhan, ia tetap mantap, bagaikan lautan, dan dengan demikian ia
menikmati hasil kedamaian sepenuhnya. Akan tetapi, orang lain yang ingin
memenuhi keinginannya sampai tingkat pembebasan, walaupun sukses di bidang
material, tidak pernah mencapai kedamaian. Orang yang bekerja dengan keinginan
menikmati hasil atau pahala, orang mencari pembebasan, dan juga para yogi yang
mencari kekuatan batin semua kurang berbahagia karena keinginannya belum
terpenuhi. Tetapi orang yang sadar akan Krishna berbahagia dalam pengabdian
kepada Tuhan, dan dia tidak mempunyai keinginan apapun yang harus dipenuhi.
Sebenarnya, pembebasan dari apa yang disebut ikatan material juga tidak
diinginkan orang yang sadar akan Krishna. Para penyembah Krishna tidak
mempunyai keinginan duniawi, karena itu, mereka damai secara sempurna.
2.71
vihāya kāmān yaḥ sarvān
pumāḿś carati niḥspṛhaḥ
nirmamo nirahańkāraḥ
sa śāntim adhigacchati
vihāya—meninggalkan;
kāmān—keinginan duniawi untuk kepuasan
indera-indera;
yaḥ—siapa;
sarvān—semua;
pumān—seseorang;
carati—hidup;
niḥspṛhaḥ—bebas dari keinginan;
nirmamaḥ—bebas dari rasa
memiliki sesuatu;
nirahańkāraḥ—bebas dari keakuan palsu;
saḥ—dia;
śāntim—kedamaian yang sempurna;
adhigacchati—mencapai.
Terjemahan
Hanya orang yang sudah meninggalkan segala jenis
keinginan untuk kepuasan indera-indera, hidup bebas dari keinginan, sudah
meninggalkan segala rasa ingin memiliki sesuatu dan bebas dari keakuan palsu
dapat mencapai kedamaian yang sejati.
Penjelasan
Bebas dari keinginan berarti tidak menginginkan
sesuatu untuk kepuasan indera-indera. Dengan kata lain, keinginan untuk menjadi
sadar akan Krishna sesungguhnya berarti bebas dari keinginan. Mengerti
kedudukan kita yang sebenarnya sebagai hamba Krishna yang kekal, tanpa
mengatakan secara palsu bahwa badan jasmani ini adalah diri kita dan tanpa
menuntut hak milik atas sesuatu pun di dunia ini secara palsu adalah, tingkat
kesadaran Krishna yang sempurna. Orang yang mantap pada tingkat kesempurnaan
tersebut mengetahui bahwa oleh karena Krishna Pemilik segala sesuatu, segala
sesuatu harus digunakan untuk memuaskan Krishna. Arjuna tidak ingin bertempur
demi kepuasan indera-indera sendiri, tetapi setelah dia sadar akan Krishna
sepenuhnya, dia bertempur karena Krishna menginginkannya. Arjuna tidak
mempunyai keinginan sedikit pun untuk bertempur demi Diri-Nya sendiri, tetapi
Arjuna yang sama bertempur sekuat tenaga demi Krishna. Kebebasan yang sejati
dari keinginan berarti keinginan untuk memuaskan Krishna, bukan usaha yang
tidak wajar untuk menghapus keinginan. Makhluk hidup tidak mungkin bebas dari
keinginan atau bebas dari indera-indera, tetapi ia harus mengubah sifat
keinginan. Orang yang bebas dari keinginan material tentu saja mengetahui bahwa
segala sesuatu adalah milik Krishna (isavasyam idam sarvam). Karena itu, dia
tidak menuntut hak milik atas benda apa pun secara palsu. Pengetahuan rohani
tersebut berdasarkan keinsafan diri—yaitu, menyadari secara sempurna bahwa
setiap makhluk hidup adalah bagian kekal dari Krishna yang mempunyai sifat yang
sama seperti Krishna dalam identitas rohani. Karena itu, kedudukan makhluk
hidup yang kekal tidak pernah sejajar dengan Krishna atau lebih tinggi daripada
Krishna. Pengertian kesadaran Krishna tersebut adalah prinsip dasar kedamaian
yang sejati.
2.72
eṣā brahma sthitiḥ pārtha
naināḿ prāpya vimuhyati
sthitvāsyām anta-kāle 'pi
brahma-nirvāṇam ṛcchati
eṣā—ini;
brahma—rohani;
sthitiḥ—keadaan;
pārtha—wahai
putera
Pṛthā;
na—tidak pernah;
enam—ini;
prāpya—mencapai;
vimuhyāti—seseorang dibingungkan;
sthitvā—menjadi mantap;
asyām—dalam
ini;
anta-kāle—pada akhir hidup;
api—juga;
brahma-nirvāṇam—kerajaan
rohani Tuhan;
ṛcchati—seseorang mencapai.
Terjemahan
Itulah cara hidup yang suci dan rohani. Sesudah
mencapai kehidupan seperti itu, seseorang tidak dibingungkan. Kalau seseorang
mantap seperti itu bahkan pada saat kematian sekalipun, ia dapat masuk ke
kerajaan Tuhan.
Penjelasan
Seseorang dapat mencapai kesadaran Krishna atau
kehidupan yang suci dengan segera, dalam satu detik—atau mungkin ia belum
mencapai keadaan hidup seperti itu walaupun sudah dilahirkan berjuta-juta kali.
Hal itu hanya merupakan soal pengertian dan pengakuan terhadap kenyataan. Khatvānga
Maharājā mencapai keadaan hidup tersebut beberapa saat sebelum meninggal,
dengan cara menyerahkan diri kepada Krishna. Nirvana berarti mengakhiri proses
kehidupan material. Menurut filsafat para pengikut sang Buddha, sesudah
kehidupan material ini berakhir, yang ada hanya kekosongan, tetapi
Bhagavad-gita memberikan pelajaran yang lain daripada itu. Kehidupan yang
sejati mulai setelah kehidupan duniawi ini berakhir. Orang duniawi yang kasar
cukup mengetahui bahwa ia harus mengakhiri cara hidup duniawi, tetapi bagi
orang sudah maju secara rohani, ada kehidupan yang lain sesudah kehidupan
duniawi. Sebelum akhir hidup ini, kalau seseorang cukup beruntung hingga
menjadi sadar akan Krishna, maka ia akan segera mencapai tingkat
brahma-ṇirvana. Tidak ada perbedaan antara kerajaan Tuhan dan bhakti kepada
Tuhan. Oleh karena kedua-duanya berada pada tingkat mutlak, kalau seseorang
menekuni cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, itu berarti ia sudah mencapai
kerajaan rohani. Di dunia material ini, ada kegiatan kepuasan indera-indera,
sedangkan di dunia rohani ada kegiatan kesadaran Krishna. Tercapainya kesadaran
Krishna bahkan selama hidup ini pun berarti segera mencapai Brahman, dan orang
yang sudah mantap dalam kesadaran Krishna tentu saja sudah memasuki kerajaan Tuhan.
Brahman adalah lawan alam.
Karena itu, brahma-sthitiḥ berarti bukan pada tingkat kegiatan
material." Bhakti kepada Tuhan diakui dalam Bhagavad-gita sebagai tingkat
pembebasan (sa guṇān samatityaitan brahma-bhuyayā kalpate). Karena itu,
brahmi-sthiti adalah pembebasan dari ikatan material.
Srila Bhaktivinoda Thakura
telah meringkas Bab Dua Bhagavad-gita sebagai isi seluruh teks Bhagavad-gita.
Mata pelajaran yang dibahas dalam Bhagavad-gita adalah karma-yoga, jñāna-yoga,
dan bhakti-yoga. Dalam Bab Dua, karma-yoga dan jñāna-yoga sudah dibicarakan
dengan jelas, dan gambaran tentang bhakti-yoga juga sudah diberikan, sebagai
isi teks Bhagavad-gita yang lengkap.
Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta
menganai Bab Dua Srimad Bhagavad-gita perihal Ringkasan Isi
Bhagavad-gita."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Visit Related Posts Below:
Mau Beli Buku Bhagavad-gita, Srimad-bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, dll?
Senin - Minggu - Hari Libur | 08.00 - 21.00 WIB | http://mahanilastore.blogspot.com
0812-7740-3909 dan 0819-9108-4996
SMS/PHONE : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
: 0819-9109-9321 (Mahanila)
WhatsApp : 0812-7740-3909 (Mahanila) dan 0819-9108-4996 (Susanti)
BBM : 5D40CF2D dan D5E8718B
Menjual buku-buku rohani Srimad Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam, Sri Caitanya Caritamrta, Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Purana, Kue Kering, Dupa, Aksesoris, Kartal, Mrdanga, Saree, Air Gangga, Dipa, Kurta, Dhotti, Kipas Cemara, Kipas Bulu Merak, Poster, Japamala, Kantong Japa, Gelang, Kantimala, Rok Gopi, Choli, Blues, Pin, Bros, Kaos, Desain Website dan Database Microsoft Access, Logo, Neon Box, Safety Sign dll.
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Tulis Komentar Anda....